Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) Universitas Syiah Kuala
JURNAL PESONA DASAR Vol. 5 No.2, Oktober 2017, hal. 22- 33 ISSN: 2337-9227
ANALISIS PROFIL KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA SEKOLAH DASAR DI KABUPATEN SUMEDANG Ai Hayati Rahayu1), Poppy Anggraeni2) 1) 2)
Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar STKIP Sebelas April Sumedang Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar STKIP Sebelas April Sumedang
[email protected]
Abstract Science Process Skills (SPS) are all scientific skills used to acquire, develop, and apply scientific concepts and theories. SPS mastery is not only useful in science learning but also for the daily life of the students. Therefore very important mastery of the ability of the process of science since elementary school age.This study aims to obtain an overview of the students' science process skill profile. The research method used is survey method with research subject that is as much as 16 elementary school in Sumedang regency. Data collection techniques used are test techniques. The data have been obtained and then analyzed by simple statistical analysis.Based on the results of research that has been done can be seen that the ability of SPS in elementary school students in Sumedang regency as a whole is still low that has an average value of 9.8, as well as for every aspect of SPS it is still low with a percentage of 49.7%. There is no gender effect on the difference of students' SPS capability because both male and female students have the same low ability of SPS which is 48.7% and 49.1% respectively. Keywords : science process skills, elementary school Pendahuluan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berasal dari bahasa Inggris yaitu natural science, yang artinya ilmu tentang alam, atau ilmu yang mempelajari tentang peristiwa-peristiwa alam. Sulistyorini (2007) menyatakan dalam proses pembelajaran IPA harus mengandung tiga dimensi, yaitu : (1) IPA Sebagai Produk, merupakan akumulasi hasil upaya para perintis sains terdahulu dan umumnya telah tersusun secara lengkap dan sistematis dalam buku teks; (2) IPA Sebagai Proses, merupakan metode untuk memperoleh pengetahuan atau merupakan proses untuk mendapatkan sains; (3) IPA Sebagai Pemupukan Sikap. Menurut Firman dan Widodo (2007), mutu proses pembelajaran IPA di SD/MI bukan dilihat dari kedalaman pengetahuan ilmiah yang diajarkan, melainkan dilihat 22
Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) Universitas Syiah Kuala
JURNAL PESONA DASAR Vol. 5 No.2, Oktober 2017, hal. 22- 33 ISSN: 2337-9227
sejauh mana pengetahuan yang diajarkan tersebut dapat dicerna peserta didik secara bermakna, sehingga siswa dapat memahami berbagai peristiwa dan menyelesaikan berbagai masalah yang dihadapi dalam kehidupan sehari-harinya. Kurikulum 2013 menekankan kepada penguatan proses pembelajaran. Dalam hal ini siswa diharapkan mencari tahu bukan hanya diberi tahu. Oleh karenanya tahapantahapan proses pembelajaran betul-betul harus diperhatikan dan ditekankan kepada siswa. Tahapan proses dijabarkan dalam pendekatan saintifik yang sejalan dengan metode ilmiah dalam pembelajaran sains. Dalam pembelajaran sains bukan hanya menekankan kepada penguasaan-penguasan produk saja, namun juga penguasaan keterampilan proses serta sikap ilmiah. Keterampilan proses dalam pembelajaran sains inilah yang dikenal dengan nama keterampilan proses sains siswa. Menurut Dahar (1996) keterampilan proses sains (KPS) adalah kemampuan siswa untuk menerapkan metode ilmiah dalam memahami, mengembangkan dan menemukan ilmu pengetahuan (Lestari, 2016). Keterampilan proses sains juga bukan hanya dapat diterapkan dalam proses pembelajaran di kelas, namun juga menjadi bekal dalam memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari. Berdasarkan analisis standar kompetensi mata pelajaran IPA terutama pada kompetensi ilmiahnya, siswa SD perlu mengetahui keterampilan proses sains. Keterampilan proses sains adalah salah satu keterampilan berpikir yang paling sering digunakan (Aydoğdu, Tatar, Yıldız-Feyzioğlu & Buldur, 2012; Gagne, 1965), selain itu Rillero (1998) menekankan bahwa individu yang tidak dapat menggunakan KPS akan mengalami kesulitan dalam kehidupan sehari-hari, karena keterampilan ini tidak hanya digunakan selama pendidikan, tapi juga digunakan dalam kehidupan seharihari. Kazeni (2005) perkembangan keterampilan sains memungkinkan siswa mendapatkan keterampilan yang diperlukan untuk memecahkan masalah sehari-hari (Aydoğdu, Erkol dan Erten, 2014). Namun kenyataannya di lapangan ternyata keterampilan proses sains siswa masih rendah. Masih lemahnya Keterampilan Proses Sains (KPS) diperkuat hasil penelitian Anam (2014) yang melakukan penelitian terhadap tiga puluh (30) siswa perwakilan dari 30 MI di Kabupaten Sumedang pada kegiatan Kompetensi Sains Madrasah (KSM). Hasil penelitian menunjukkan bahwa empat (4) jenis keterampilan proses
rata-rata
siswa
yakni
mengamati,
merencanakan
percobaan, 23
Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) Universitas Syiah Kuala
JURNAL PESONA DASAR Vol. 5 No.2, Oktober 2017, hal. 22- 33 ISSN: 2337-9227
mengklasifikasikan, dan membuat tabel berada pada kategori kurang mahir, serta tidak mahir pada keterampilan menyimpulkan. Demiakian juga hasil penelitian Sukarno, Permanasari dan Hamidah (2013) menyatakan bahwa keterampilan proses sains siswa SMP di Jambi pada keterampilan membuat kesimpulan, mengobservasi, memprediksi, mengukur dan mengklasifikasi masih rendah. Berdasarkan paparan diatas mengenai pentingnya keterampilan proses sains bagi siswa, dengan demikian dirasa perlu untuk melakukan penelitian mengenai “Analisis Profil Keterampilan Proses Sains Siswa Sekolah Dasar di Kabupaten Sumedang”. Menurut Science - A Process Approach (SAPA) dalam Padilla (1990) keterampilan proses sains ini didefinisikan sebagai seperangkat kemampuan yang dapat dipindahtangankan secara luas, sesuai dengan banyak disiplin sains dan mencerminkan perilaku ilmuwan. SAPA mengelompokkan keterampilan proses menjadi dua, yaitu tipe-basic dan integrated. Keterampilan proses dasar (sederhana) memberikan landasan untuk belajar keterampilan terpadu (lebih kompleks). Keterampilan proses sains dasar ini meliputi keterampilan mengamati, membuat dugaan (inferring), mengukur, berkomunikasi, mengelompokkan, dan memprediksi. Sedangkan keterampilan proses terpadu meliputi mengontrol variabel, mendefinisikan secara operasional, merumuskan hipotesis, menafsirkan data, bereksperimen, dan merumuskan model (Padilla, 1990). Sedangkan Jingks (1997) memberikan daftar dari tiga belas proses sains yang dianjurkan oleh American Association for the Advancement of Science (AAAS). Delapan proses pertama disebut "proses dasar" dan sesuai untuk anak-anak di kelas utama. Lima yang terakhir disebut "proses terpadu" dan lebih sesuai untuk anak-anak di kelas empat dan di atas. 1.
Observasi/ Pengamatan, dapat didefinisikan sebagai pengumpulan informasi melalui penggunaan salah satu, atau kombinasi dari lima indra dasar; penglihatan, pendengaran, sentuhan, rasa, dan bau.
2.
Pengukuran
adalah
pengamatan
yang
dilakukan
lebih
spesifik
dengan
membandingkan beberapa atribut suatu sistem dengan standar acuan.
24
Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) Universitas Syiah Kuala
3.
JURNAL PESONA DASAR Vol. 5 No.2, Oktober 2017, hal. 22- 33 ISSN: 2337-9227
Klasifikasi adalah proses mengelompokkan objek berdasarkan sifat yang dapat diamati. Benda yang memiliki karakteristik tertentu dapat dikatakan termasuk dalam rangkaian yang sama.
4.
Kuantifikasi mengacu pada proses menggunakan angka untuk mengekspresikan pengamatan daripada hanya mengandalkan deskripsi kualitatif.
5.
Inferring/ menyimpulkan adalah proses inventif dimana asumsi penyebab dihasilkan untuk menjelaskan kejadian yang diamati.
6.
Memprediksi, proses ini berkaitan dengan memproyeksikan kejadian berdasarkan sekumpulan informasi.
7.
Hubungan, keterampilan proses hubungan berhubungan dengan interaksi variabel.
8.
Mengkomunikasikan,
proses
ini
sebenarnya
mengacu
pada
sekelompok
keterampilan, yang kesemuanya merupakan bentuk pelaporan data yang sistematis. 9.
Menafsirkan data, proses ini mengacu pada kemampuan intrinsik untuk mengenali pola dan asosiasi di dalam suatu data.
10. Mengontrol variabel, prosesnya adalah usaha untuk mencapai keadaan atau kondisi dimana dampak satu variabel terekspos dengan jelas. 11. Definisi operasional, fungsi utama definisi operasional adalah menetapkan parameter penyelidikan atau kesimpulan dalam upaya untuk mendapatkan tingkat objektivitas yang lebih tinggi. 12. Hipotesa, adalah proses mental intrinsik dan kreatif daripada perilaku yang lebih lurus ke depan dan jelas. 13. Percobaan, proses ini merupakan pendekatan sistematis untuk memecahkan suatu masalah. Semiawan (2007) menyatakan bahwa keterampilan proses sains adalah keterampilan fisik dan mental terkait kemampuan-kemanpuan dasar yang dimiliki, dikuasi dan diaplikasikan dalam suatu kegiatan ilmiah, sehingga ilmuwan dapat menemukan sesuatu yang baru (Devi, 2010). Toharudin, Hendrawati dan Rustaman (2011) mendefinisikan keterampilan proses sains sebagai seluruh keterampilan ilmiah yang digunakan untuk menemukan konsep atau prinsip atau teori dalam rangka mengembangkan konsep yang telah ada atau menyangkal penemuan sebelumnya. Menurut Rustaman (2003) dalam Lestari (2016), keterampilan proses adalah keterampilan yang melibatkan keterampilan-keterampilan kognitif atau intelektual, 25
Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) Universitas Syiah Kuala
JURNAL PESONA DASAR Vol. 5 No.2, Oktober 2017, hal. 22- 33 ISSN: 2337-9227
manual dan sosial. Keterampilan kognitif terlibat karena dengan melakukan keterampilan proses siswa menggunakan pikirannya, sedangkan keterampilan manual jelas terlibat karena mereka melibatkan penggunaan alat dan bahan, pengukuran, penyusunan atau perakitan alat, dan keterampilan sosial terlibat karena mereka berinteraksi dengan sesamanya dalam melaksanakan kegiatan belajar-mengajar. Jadi keterampilan proses sains merupakan keterampilan-keterampilan ilmiah yang dapat digunakan dalam kegiatan ilmiah untuk menemukan sesuatu, yang meliputi keterampilan proses sains dasar dan keterampilan proses sains terpadu. Dalam penelitian ini keterampilan proses yang digunakan meliputi mengamati, mengukur, mengklasifikasikan, membuat hipotesis, menginterpretasi data, mengidentifikasi variabel,
memprediksikan,
melakukan
eksperimen,
menyimpulkan
dan
mengkomunikasikan (Devi, 2010).
Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode survey. Lokasi penelitian dilaksanakan di Kabupaten Sumedang. Subjek penelitian terdiri dari sejumlah Sekolah Dasar dengan menggunakan teknik sampling random. Setiap sekolah diambil 1 kelas, yaitu siswa kelas V dari 16 Sekolah Dasar di kabupaten Sumedang. Pengumpulan data dari subjek penelitian dilakukan melalui tes soal KPS terhadap siswa yang ada di Kabupaten Sumedang. Tes terdiri atas 20 butir soal, digunakan untuk mengukur kemampuan keterampilan proses sains yang terdiri dari sepuluh aspek KPS yaitu mengamati, mengukur,
mengkasifikasikan,
membuat
hipotesis,
menginterpretasi
data,
mengidentifikasi variabel, memprediksikan, melakukan ekperimen, menyimpulkan dan mengkomunikasikan. Soal KPS dikembangkan dan diberikan setelah melalui validasi ahli (judment expert). Data yang diperoleh dari hasil tes KPS siswa kemudian dianalisis dengan menggunakan teknik analisis statistika sederhana dan dikategorikan berdasarkan tabel berikut.
26
Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) Universitas Syiah Kuala
JURNAL PESONA DASAR Vol. 5 No.2, Oktober 2017, hal. 22- 33 ISSN: 2337-9227
Tabel 1. Kategori Penilaian Keterampilan Proses Sains Siswa Nilai Kategori 0-5 Sangat Rendah 6-10 Rendah 11-15 Sedang 16-20 Tinggi Adapun untuk mengetahui kemampuan dari setiap aspek KPS siswa digunakan rumus rumus sebagai berikut. Persentase = x 100% Nilai persentase yang diperoleh kemudian dikategorikan berdasarkan tabel berikut. Tabel 2. Kategori Keterampilan Proses Sains Siswa Nilai (%) Kategori 0 – 25 Sangat Rendah 26 – 50 Rendah 51 – 75 Sedang 76 - 100 Tinggi Hasil Penelitian dan Pembahasan 1. Keterampilan Proses Sains Siswa Secara Umum Data mengenai Keterampilan Proses Sains siswa Sekolah Dasar di Kabupaten Sumedang diperoleh setelah siswa menjawab sejumlah soal KPS yang diberikan secara individu. Analisis pertama dilakukan dengan menghitung banyaknya jawaban benar siswa dan mengelompokan siswa berdasarkan hasil jawaban benar tersebut sesuai dengan kategori yang telah ditentukan. Untuk lebih jelasnya hasil kemapuan KPS siswa setiap Sekolah Dasar yang diteliti dapat dilihat pada tabel 3 berikut ini. Tabel 3. Profil KPS Siswa Setiap SD di Kabupaten Sumedang Nama Sekolah
SD1 SD2 SD3 SD4 SD5 SD6 SD7 SD8
Jumlah Siswa
34 36 30 18 21 33 21 24
KPS siswa
Sangat rendah 0 0 0 1 2 3 2 1
Rendah
Sedang
Tinggi
Nilai RataRata KPS
9 22 17 15 13 24 13 13
19 13 12 1 6 5 5 9
6 1 1 1 0 1 1 1
12,6 10,0 10,2 8,4 9,2 8,4 9,4 9,3 27
Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) Universitas Syiah Kuala
SD9 SD10 SD11 SD12 SD13 SD14 SD 15 SD16 Total Persentase Kategori
38 25 17 22 21 23 26 25 414 -
3 3 0 0 1 1 0 0 17 4,1
JURNAL PESONA DASAR Vol. 5 No.2, Oktober 2017, hal. 22- 33 ISSN: 2337-9227
18 13 11 13 14 10 13 16 234 56,5
15 8 6 6 5 11 13 9 143 34,5 Rendah
2 1 0 3 1 1 0 0 20 4,8
10,2 9,3 9,4 10,6 9,5 10,1 11,0 9,8 157,4 9,8
Berdasarkan pada tabel diatas dapat diketahui bahwa ada 7 sekolah dasar yang memiliki nilai KPS di atas nilai rata-rata KPS siswa secara keseluruhan. Namun demikian hanya ada 2 sekolah dasar yang menunjukkan KPS siswanya memiliki kategori sedang. Adapun hasil persentase KPS siswa Sekolah Dasar secara keseluruhan dapat dilihat pada grafik berikut ini. [];%
[]%
[]% []%
Sangat Rendah
Rendah
Sedang
Tinggi
Gambar 1. Grafik Persentase KPS Siswa SD di Kabupaten Sumedang
Berdasarkan tabel dan grafik di atas dapat diketahui bahwa jumlah siswa yang terbanyak memiliki KPS dengan kategori rendah, demikian juga apabila ditinjau dari nilai rata-rata KPS siswa yang hanya mencapai 9,8. Dengan demikian secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa KPS siswa SD di Kabupaten Sumedang masih rendah. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Sukarno, Permanasari, dan Hamidah (2013) yang menyatakan bahwa rendahnya KPS siswa disebabkan oleh banyak faktor, 28
Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) Universitas Syiah Kuala
JURNAL PESONA DASAR Vol. 5 No.2, Oktober 2017, hal. 22- 33 ISSN: 2337-9227
diantaranya 1) rendahnya kemampuan KPS guru; 2) kurangnya bahan ajar yang mengembangkan dan meningkatkan KPS siswa; 3) kurangnya panduan dalam menyusun alat penilaian yang berbasis KPS baik untuk guru maupun untuk siswa. Padahal menurut Aydoğdu, Tatar, Yıldız-Feyzioğlu & Buldur, (2012) ; Gagne, (1965), keterampilan proses sains adalah salah satu keterampilan berpikir yang paling sering digunakan, selain itu Rillero (1998) menekankan bahwa individu yang tidak dapat menggunakan KPS akan mengalami kesulitan dalam kehidupan sehari-hari (Aydoğdu, Erkol dan Erten, 2014). Hal ini menunjukkan betapa pentingnya keterampilan proses sains untuk dikembangkan dan dimiliki oleh setiap siswa di Sekolah Dasar.
2. Keterampilan Proses Sains Siswa Untuk Setiap Aspek KPS Berdasarkan pada tabel 3 maka analisis selanjutnya adalah menganalisis jawaban benar siswa tersebut dan mengelompokkannya ke dalam setiap aspek KPS. Untuk mengetahui sejauhmana KPS siswa SD di Kabupaten Sumedang untuk setiap aspek KPS dapat dilihat pada tabel 4 berikut ini. Tabel 4. Profil Setiap Aspek KPS Siswa SD di Kabupaten Sumedang No. Aspek KPS Jumlah Persentase Kategori Benar (%) 1. Mengamati 494 60 Sedang 2. Mengukur 242 29 Rendah 3. Mengklasifikasikan 530 64 Sedang 4. Membuat hipotesis 446 54 Sedang 5. Menginterpretasi Data 421 51 Sedang 6. Mengidentifikasi 378 46 Rendah Variabel 7. Memprediksikan 582 70 Sedang 8. Melakukan 335 40 Rendah Eksperimen 9. Menyimpulkan 355 43 Rendah 10. Mengkomunikasikan 331 40 Rendah Jumlah 4114 49,7 Rendah
29
Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) Universitas Syiah Kuala
JURNAL PESONA DASAR Vol. 5 No.2, Oktober 2017, hal. 22- 33 ISSN: 2337-9227
Jumlah
49.7 40 43 40
Aspek KPS
Menyimpulkan Memprediksikan
70 46
Interpretasi Data
51 54
Mengklasifikasikan
64 29
Mengamati
60 0
10
20
30
40
50
60
70
80
Persentase
Gambar 2. Grafik KPS siswa untuk setiap aspek KPS Berdasarkan pada tabel dan gafik tersebut, dapat diketahui bahwa dari sepuluh aspek KPS yang diujikan dalam soal tes, hanya ada lima aspek yang muncul dengan kategori sedang dan sisanya berada pada kategori rendah. Aspek KPS siswa yang muncul pada kategori sedang yaitu aspek mengamati, mengkasifikasikan, membuat hipotesis, menginterpretasi data dan memprediksikan. Sedangkan aspek KPS siswa yang muncul pada kategori rendah adalah aspek mengukur, mengidentifikasi variabel, melakukan eksperimen, menyimpulkan, dan mengkomunikasikan. Hal ini menunjukkan bahwa KPS siswa Sekolah Dasar di Kabupaten Sumedang untuk setiap aspeknya secara umum berada pada kategori rendah, dimana rata-rata siswa hanya mampu menjawab dengan benar sebanyak 49,7% dari setiap aspek KPS yang diujikan. Berdasarkan data diatas dapat diketahui bahwa KPS siswa baik KPS dasar maupun KPS terpadu masih rendah. Hal ini memperkuat hasil penelitian Sukarno, Permanasari dan Hamidah (2013) yang menyatakan bahwa keterampilan proses sains siswa SMP di Jambi pada keterampilan membuat kesimpulan, mengobservasi, memprediksi, mengukur dan mengklasifikasi masih rendah.
3. Keterampilan Proses Sains siswa Bedasarkan Gender Untuk memperoleh gambaran mengenai KPS siswa berdasarkan gendernya, maka analisis selanjutnya adalah mengelompokkan jawaban benar siswa tersebut berdasarkan gendernya dan mengelompokkannya ke dalam setiap aspek KPS. Untuk 30
Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) Universitas Syiah Kuala
JURNAL PESONA DASAR Vol. 5 No.2, Oktober 2017, hal. 22- 33 ISSN: 2337-9227
lebih jelasnya mengenai KPS siswa berdasarkan gendernya dapat dilihat pada tabel 5. berikut ini. Tabel 5. Profil Data KPS Siswa SD di Kabupaten Sumedang berdasarkan gender No. Aspek KPS Laki-Laki Kategori Perempuan Kategori (%) (%) Mengamati Sedang 1 64 57 Sedang Mengukur Rendah 2 27 31 Rendah Mengklasifikasikan Sedang Sedang 3 61 67 Membuat hipotesis Sedang 4 57 51 Sedang Menginterpretasi Rendah Rendah 5 Data 50 34 Mengidentifikasi 44 Rendah 47 Rendah 6 Variable Memprediksikan Sedang Sedang 7 67 74 Melakukan 42 Rendah 40 Rendah 8 Eksperimen Menyimpulkan Rendah Rendah 9 39 47 Rendah Rendah 10 Mengkomunikasikan 37 43 Rendah Rendah Rata-rata KPS 48,7 49,1
Persentase
80 70 60 50 40 30 20 10 0
64
61
57 27 31
Laki-laki Perempuan
67
67 57
51 50
44 47 34
74 42 40 39
47 37
43
49.1 48.7
Aspek KPS siswa
Gambar 3. Grafik KPS siswa berdasarkan gender Berdasarkan pada tabel dan gambar tersebut dapat diketahui bahwa KPS siswa laki-laki dan perempuan dalam setiap aspek KPS memiliki jumlah persentase yang berbeda, namun keduanya memiliki kategori yang sama. Baik siswa laki-laki maupun siswa perempuan sama-sama memiliki KPS pada kategori sedang untuk aspek mengamati, mengklasifikasikan, membuat hipotesis, dan memprediksikan. Sedangkan
31
Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) Universitas Syiah Kuala
JURNAL PESONA DASAR Vol. 5 No.2, Oktober 2017, hal. 22- 33 ISSN: 2337-9227
untuk aspek mengukur, menginterpretasi data, mengidentifikasi variabel, melakukan eksperimen, menyimpulkan dan mengkomunikasikan berada pada kategori rendah. Persentase rata-rata KPS siswa laki-laki dan perempuan juga menunjukkan hasil yang tidak terlalu jauh bebeda, yaitu masing-masing mencapai 48,1% dan 49,1%, dan keduanya sama-sama berada pada kategori rendah. Dengan demikian dapat diketahui bahwa baik siswa laki-laki mamupun siswa perempuan memiliki kemampuan KPS yang masih rendah. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh gender terhadap perbedaan tingkat KPS siswa di Kabupaten Sumedang. Dengan demikian diperlukan suatu proses pembelajaran yang mampu menumbuhkan dan mengembangkan KPS siswa, dimana guru dituntut untuk mampu merancang dan menciptakan suatu proses pembelajaran IPA yang mampu mengembangkan KPS siswanya. Sehingga baik KPS dasar maupun KPS terpadu siswa dapat ditingkatkan. Hal ini sesuai pendapat Rustaman (2003) dalam Lestari (2016) yang menyatakan bahwa keterampilan proses perlu dikembangkan melalui pengalamanpengalaman langsung sebagai pengalaman belajar. Karena melalui pengalaman langsung, seseorang dapat lebih menghayati proses atau kegiatan yang sedang dilakukan.
Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa : 1.
Keterampilan proses sains siswa Sekolah Dasar di Kabupaten Sumedang secara keseluruhan masih rendah yaitu hanya memiliki nilai rata-rata KPS sebesar 9,8.
2.
Keterampilan proses sains siswa Sekolah Dasar di Kabupaten Sumedang untuk setiap aspek KPS-nya masih rendah, yaitu dengan persentase sebesar 49,7%.
3.
Tidak ada pengaruh gender terhadap perbedaan keterampilan proses sains siswa, karena baik siswa laki-laki maupun siswa perempuan sama-sama memiliki kemampuan KPS yang masih rendah yaitu masing-masing sebesar 48,7% dan 49,1%.
4.
Keterampilan proses sains siswa yang masih rendah ini tentunya menuntut guru untuk mampu merencanakan dan melaksanakan suatu proses pembelajaran IPA yang mampu mengembangkan KPS siswa Sekolah Dasar.
32
Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) Universitas Syiah Kuala
JURNAL PESONA DASAR Vol. 5 No.2, Oktober 2017, hal. 22- 33 ISSN: 2337-9227
Referensi Anam, R. S., (2014). Analisis Keterampilan Proses sains Siswa Madrasah Ibtidaiyah di Kabupaten Sumedang. Prosiding Konfrensi Pendidikan Dasar SPs UPI 2014: Pendidikan Berkualitas Dalam Membangun Generasi Emas 2045. Halaman 274282. Aydoğdu, B., Erkol, M., And Erten, N. (2014). “The Investigation Of Science Process Skills Of Elementary School Teachers In Terms Of Some Variables: Perspectives From Turkey”. Asia-Pacific Forum On Science Learning And Teaching. Volume 15, Issue 1, Article 8. [Online]. https://www.eduhk.hk. [05 Agustus 2017]. Devi, P. K. (2010). Keterampilan Proses dalam Pembelajaran IPA untuk Guru SD. Pusat pengembangan Tenaga Pendidik dan Tenaga Kependidikan Ilmu Pengetahuan Alam (PPPPTK IPA) untuk program bermutu. Jinks, J., (1997). The Science Processes. [Online]. Http://My.Ilstu.Edu. [13 April 2017]. Lestari, T. P. (2016). Keterampilan Dasar IPA/Keterampilan Proses Sains. [Online]. http://lestarysnote.blogspot.co.id. [21 Agustus 2017]. Padilla, M. J., (1990). The Science Process Skills. Research Matters - To The Science Teacher No. 9004. [Online]. https://www.narst.org/publications/research/skill.cfm. [01 Agustus 2017] Sukarno, Permanasari, A., dan Hamidah, I., (2013). The Profile of Science Process Skills (SPS) Students at Secondary High School (Case Study in Jambi). International Journal of Scientific Engineering and Research (IJSER). ISSN [Online] 2347-3878 Vol I Isue 1 September 2013. www.ijser.in. [12 April 2016]. Sulistyorini. (2007). Model Pembelajaran IPA Sekolah Dasar dan Penerapannya dalam KTSP. Yogyakarta: Tiara Wacana. Toharudin, Hendrawati, S., dan Rustaman, A. (2011). Membangun Literasi Sains Peserta Didik. Humaniora. Bandung. Widodo, A. dan Firman H. (2007). Buku Panduan Pendidik Ilmu Pengetahuan Alam Sekolah Dasar. Pusat Perbukuan : Departemen Pendidikan Nasional. Rustaman, (2003). Kemampuan Dasar Bekerja Ilmiah dalam Sains. Makalah pada pendidikan Biologi-FKIP Unpas Bandung. Tidak Diterbitkan.
33