24 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 MASYARAKAT PETANI DI PEDESAAN

Download Pengertian petani adalah orang yang menggantungkan hidupnya pada ... Sebagai daerah tropis, pertanian di Indonesia adalah merupakan pertani...

0 downloads 395 Views 518KB Size
BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1 Masyarakat Petani di Pedesaan Pengertian petani adalah orang yang menggantungkan hidupnya pada lahan pertanian sebagai mata pencaharian utamanya. Secara garis besar terdapat tiga jenis petani, yaitu petani pemilik lahan, petani pemilik yang sekaligus juga menggarap lahan, dan buruh tani. Masyarakat petani secara umum sering dipahami sebagai suatu kategori sosial yang seragam dan bersifat umum. Artinya, sering tidak disadari adanya diferensiasi atau perbedaan-perbedaan dalam berbagai aspek yang terkandung dalam komunitas petani ini. Sebagai contoh, diferensiasi dalam komunitas petani itu akan terlihat berdasar atas perbedaan dalam tingkat perkembangan masyarakatnya, jenis tanaman yang mereka tanam, teknologi atau alat-alat yang mereka pergunakan, sistem pertanian yang mereka pakai, topografi atau kondisi-kondisi fisik-geografik lainnya. Diantara gambaran-gambaran yang bersifat diferensiatif pada kalangan masyarakat petani pada umumnya adalah perbedaan antara petani bersahaja, yang juga sering disebut petani tradisional (termasuk golongan peasant) dan petani modern (termasuk farmer atau agricultural entreprenuer). Secara garis besar golongan pertama adalah kaum petani yang masih tergantung dan dikuasai alam karena rendahnya tingkat pengetahuan dan teknologi mereka. Produksi mereka lebih ditujukan untuk sebuah usaha menghidupi keluarga, bukan untuk tujuan mengejar keuntungan (profic oriented). Sebaliknya, farmer atau agricultural entreprenuer adalah golongan petani yang usahanya ditujukan untuk

24 Universitas Sumatera Utara

mengejar keuntungan (profic oriented). Mereka menggunakan teknologi dan sistem pengelolaan modern dan menanam tanaman yang laku di pasaran. Mereka mengelola pertanian mereka dalam bentuk agrobisnis, agro industri atau bentuk modern lainya, sebagaimana umunya seseorang pengusaha yang profesional menjalankan usahanya. ( Rahardjo.1999:63) 2.1.1 Jenis dan sistem pertanian Indonesia memiliki jenis dan sistem pertanian yang masih tradisional maupun yang telah modern. Dalam berbagai keberagaman aspek itu, keberagaman kondisi alam di berbagai daerah di Indonesia merupakan salah satu faktor yang sangat menentukan jenis dan sistem pertanian tersebut. Kondisi alam yang besar sekali pengaruhnya terhadap jenis dan sistem pertanian di Indonesia adalah berkaitan dengan kenyataan bahwa Indonesia merupakan daerah tropis, terdiri dari kepulauan yang sangat banyak jumlahnya, serta topografinya yang banyak bergunung-gunung. Sebagai daerah tropis, pertanian di Indonesia adalah merupakan pertanian tropika dengan tanaman-tanaman khas seperti jagung, padi, tembakau, tebu, karet kelapa, dan lainya. Namun tanaman-tanaman iklim sedang seperti teh, kopi, sayur-sayuran. Adanya dua musim musim hujan, musim hujan dan musim kemarau, juga sangat menentukan jenis dan sistem pertanian di Indonesia banyaknya pulau-pulau tidak hanya berarti terpisahnya daratan satu dengan yang lainya, melainkan juga berkaitan dengan perbedaan karakteristik-karakteristik alamnya seperti jenis tanah, tingkat kesuburan, curah hujan, suhu, dan lainya. Perbedaan karakteristik ini juga mengakibatkan perbedaan dalam jenis dan sistem pertanian yang ada. (Rahardjo. 1999:135). 25 Universitas Sumatera Utara

Variabel tipe dan sistem pertanian yang ada di Indonesia secara lebih khusus juga dapat dilihat lewat tipologi pertanian yang dikemukakan oleh Mubyarto (dalam Rahardjo. 1999:135-136) yang membedakan tipe pertanian rakyat dan perusahaan pertanian. Pertanian rakyat diusahakan sebagai pertanian keluarga, baik yang subsisten maupun setengah subsisten. Perusahaan pertanian adalah usaha yang sepenuhnya bersifat komersial, seperti dalam perkebunan modern. Pertanian rakyat yang ciri utamanya adalah berskala kecil dan untuk kepentingan keluarga tersebut, mencakup kegiatan pertanian pangan (seperti padi dan palawija) dan juga hortikultura (sayur-sayuran dan buah-buahan) kecuali hasil-hasil tanaman, usaha tani pertanian rakyat juga mencakup kegiatan peternakan, perikanan maupun mencari hasil-hasil hutan sebagai usaha-usaha tambahan. 2.1.2 Sistem stratifikasi sosial dalam masyarakat pertanian Berdasarkan kepemilikan tanah, masyarakat pertanian dapat dibagi atas tiga lapisan berikut : 1. Lapisan tertinggi yaitu, kaum petani yang memiliki lahan pertanian dan rumah. 2. Lapisan menengah yaitu, kaum petani yang tidak memiliki tanah pertanian, namun memiliki tanah perkarangan dan rumah. 3.

Lapisan terendah yaitu, kaum petani yang tidak memiliki tanah pertanian dan pekarangan untuk rumah.

Selain itu juga dapat dilihat pelapisan sosial masyarakat pertanian berdasarkan kriteria ekonomi, yaitu : 1. Lapisan pertama yang terdiri dari kaum elit desa yang memiliki cadangan 26 Universitas Sumatera Utara

pangan dan pengembangan usaha. 2.

Lapisan kedua yang terdiri dari orang yang hanya memiliki cadangan pangan saja.

3.

Lapisan ketiga yang terdiri dari orang yang tidak memiliki cadangan pangan dan cadangan usaha, dan mereka bekerja untuk memenuhi kebutuhan konsumsi perutnya agar tetap hidup.

Masyarakat pertanian pada umumnya masih menghargai peran pembuka tanah (cikal bakal), yaitu orang yang pertama kali membuka hutan untuk dijadikan tempat tinggal dan lahan pertanian. Cikal bakal dan keturunannya merupakan golongan elite di desanya. Biasanya mereka menjadi sesepuh atau golongan yang dituakan. Golongan kedua sesudah cikal bakal diduduki oleh pemilik tanah atau orang kaya, tetapi bukan keturunan cikal bakal. Mereka dapat memilki banyak tanah dan kaya karena keuletan dan kemampuan lainnya, kelompok kedua ini disebut dengan kuli kenceng. Golongan ketiga adalah petani yang hanya memiliki tanah sedikit dan hanya cukup untuk dikonsumsi sendiri. Untuk memenuhi kebutuhan lainnya ia harus bekerja di sektor lain, seperti berdagang kecil-kecilan. Kelompok ini disebut dengan kuli kendo. Sedangkan golongan sektor keempat adalah orang yang tidak memiliki tanah namun bekerja di sektor pertanian, kelompok ini sering disebut buruh tani. (Maryati, Kun,dkk. 2006:33) 2.1.3 Sistem pengolahan lahan pertanian Terdapat banyak sekali jaringan dan lembaga diluar lingkungan keluarga yang dapat, dan memang sering kali, berfungsi sebagai peredam-kejutan selama krisiskerisis ekonomi dalam kehidupa petani. Seorang petani mungkin akan dibantu oleh 27 Universitas Sumatera Utara

sanak saudara, kawan-kawanya, desanya, seorang pelindung yang berpengaruh dan malahan meskipun jarang sekali oleh negara, untuk mengatasi satu masa yang sulit akibat jatuh sakit atau panen yang gagal. Sanak saudara biasanya merasa berkewajiban untuk berbuat apa yang dapat diperbuat untuk menolong seorang kerabat dekat yang sedang dalam kesulitan, akan tetapi mereka tidak dapat menawarkan lebih dari sumberdaya yang dapat mereka himpun dikalangan mereka sendiri. Apabila beralih ke resiprositas antara kawan dan ke desa, maka beralih ke unit-unit sosial yang dapat menguasai lebih banyak sumberdaya subsistensi dibandingkan dengan sanak saudara, akan tetapi masih bagian dari dunia intim kaum petani dimana nilai-nilai bersama dan kontrol-kontrol sosial bersama-sama memperkukuh semangat gotong royong. Seorang petani mengandalkan kepada sanaksaudaranya atau patronya daripada kepada sumberdayanya sendiri, maka atas dasar timbal balik ia memberikan kepada mereka hak atas tenaga kerja dan sumberdayanya sendiri. Kerabat dan kawan yang telah menolongnya dari kesulitan akan mengharapkan perlakuan yang sama apabila mereka sendiri dalam kesulitan dan apabila ia mampu memberikan pertolongan. Dapat dikatakan bahwa mereka membantu oleh karna ada suatu konsensus yang tidak di ucapkan mengenai resiprositas, dan bantuan yang mereka berikan dapat disamakan dengan uang yang mereka simpan di bank untuk digunakan nanti apabila mereka sendiri dalam kesulitan. (Scott.1981:40-43). Bagi petani dengan penghasilan yang tinggi, lahan yang melimpah serta hasilhasil panen yang dapat diandalkan biasanya mengupah tenaga kerja dan mempunyai 28 Universitas Sumatera Utara

tanah atau simpanan uang yang cukup (Scott.1981: 38).

Sewa-menyewa tenaga

manusia merupakan salah satu bagian dari terwujud melalui berbagai macam transaksi yang sudah ada di masyarakat sejak dahulu dan masih eksis hingga saat ini dengan kompensasi buruh mendapatkan upah atas jasa yang diberikan. Sistem upah pada umumnya dipandang sebagai suatu alat untuk mendistribusikan upah kepada buruh tani, pendistribusian ini berdasarkan produksi, lamanya kerja, dan berdasarkan kebutuhan hidup. Fungsi sistem upah sebagai alat distribusi adalah sama pada semua jenis dan bentuk sistem upah tetapi dasar-dasar pendistribusiannya tidak harus sama. Upah merupakan penghargaan dari energi buruh tani yang menginvestasikan sebagai hasil produksi atau suatu jasa yang dianggap sama dengan itu yang berwujud uang, maka hakekat upah adalah suatu penghargaan dari tenaga buruh tani yang dimanifestasikan dalam bentuk uang yang diberikan setelah pekerjaan yang dilakukan buruh tani tersebut selesai. 2.2. Sistem Kekerabatan Masyarakat Petani Menurut Ferdinand Toennies (J. Dwi Narwoko – Bagong Suyanto. 2007:3234), masyarakat dapat dibedakan kedalam dua jenis kelompok yang disebut Gemeinschaft dan Gesellschaft. Gemeinschaft merupakan bentuk kehidupan bersama, di mana antara anggotanya mempunyai hubungan batin murni yang nyata dan organis. Bentuk ini dapat ditemukan dalam kehidupan masyarakat desa, keluarga, kerabat, dan sebagainya. Gesellschaft merupakan bentuk kehidupan bersama di mana para anggotanya mempunyai hubungan yang bersifat pamrih dan dalam jangka pendek serta bersifat mekanis. Bentuk ini dapat ditemukan dalam hubungan 29 Universitas Sumatera Utara

perjanjian yang berdasarkan ikatan timbal balik. Pada masyarakat desa yang bersifat Gemeinschaftlich, pada umumnya spesialisasi individu tidak menonjol sehingga kedudukan individual tidak begitu penting. Sehingga apabila salah seoarang anggotanya dikeluarkan maka tidak begitu terasakan oleh anggota lainya, berarti bahwa kedudukan masyarakat lebih penting dari pada kedudukan individu sehingga setrukturnya disini disebut mekanis. Sebaliknya, pada masyarakat yang bersifat kompleks (Gesellschaftlich) dimana sudah ada spesialisasi diantara para anggotanya sehingga tidak dapat hidup secara tersendiri atau dapat dipisah-pisahkan, sehingga merupakan suatu kesatuan organisme oleh karenanya strukturnya merupakan struktur organis. Selanjutnya Tonnies membedakan Gemeinschaft menjadi tiga jenis, yaitu: 1.

Gemeinschaft by blood, yaitu Gemeinschaft yang mendasarkan diri pada ikatan darah atau keturunan. Di dalam pertumbuhanya masyarakat yang semacam ini makin lama makin menipis.

2.

Gemeinschaft of placo (locality), yaitu Gemeinschaft yang mendasarkan diri pada tempat tinggal yang saling berdekatan sehingga dimungkinkan untuk dapatnya saling tolong menolong.

3.

Gemeinschaft of mind yaitu Gemeinschaft yang mendasarkan diri pada ideology atau pikiran yang sama (J. Dwi Narwoko – Bagong Suyanto. 2007:32-34).

2.3. Teori Pertukaran Perilaku Homans (dalam Poloma 2004 : 52-65), menyatakan teori pertukaran sosial itu dilandaskan pada prinsip transaksi ekonomis yang elementer. Orang akan

30 Universitas Sumatera Utara

menyediakan barang atau jasa dan sebagai imbalannya berharap memperoleh barang atau jasa yang diinginkan. Ahli teori pertukaran memiliki asumsi sederhana bahwa interaksi sosial itu mirip dengan transaksi ekonomi. Akan tetapi mereka mengakui bahwa pertukaran sosial tidak selalu dapat diukur dengan nilai uang, sebab dalam berbagai transaksi sosial dipertukarkan juga hal-hal yang nyata dan tidak nyata. Homans percaya bahwa proses pertukaran ini dapar dijelaskan lewat lima pernyataan proposisional yang saling berhubungan dan berasal dari psikologi Skinnerian. Proposisi itu adalah proposisi sukses, stimulus, nilai, deprivasi-satiasi, dan restuagresi (approval-aggression). Melalui proposisi itu banyak perilaku sosial yang dapat dijelaskan. Proposisi sukses, dalam setiap tindakan semakin sering suatu tindakan tertentu memperoleh ganjaran, maka semakin sering dia akan melakukan tindakan itu. Proposisi stimulus, jika di masa lalu terjadinya stimulus yang khusus, atau seperangkat stimuli, merupakan peritiwa dimana tindakan seseorang memperoleh ganjaran, maka semakin mirip stimuli yang sekarang ini dengan yang lalu itu, akan semakin mungkin seseorang melakukan tindakan serupa atau yang agak sama. Proposisi nilai, semakin tinggi nilai suatu tindakan maka semakin senang seseorang melakukan tindakan itu. Proposisi Deprivasi-Satiasi, semakin dimasa yang baru berlalu seseorang menerima suatu ganjaran tertentu maka semakin kurang bernilai bagi orang tersebut peningkatan setiap unit ganjaran itu. Proposisi Restu-Agresi (Approval-Agression), bila tindakan seseorang tidak memperoleh ganjaran yang diharapkannya atau menerima hukuman yang tidak diinginkan maka dia akan marah,

31 Universitas Sumatera Utara

dia menjadi sangat cenderung memperlihatkan perilaku agresif, dan hasil perilaku demikian menjadi lebih bernilai baginya. Bilamana tindakan seseorang memperoleh ganjaran yang diharapkannya, khusus ganjaran yang lebih besar dari yang dikirakan, atau tidak memperoleh hukuman yang diharapkannya maka dua akan merasa senang, dia akan lebih mungkin melaksanakan perilaku yang disenanginya dan hasil dari perilaku yang demikian akan menjadi lebih bernilai baginya. 2.4. Solidaritas Sosial Dalam masyarakat atau organisasi yang menganut solidaritas mekanik, yang diutamakan adalah persamaan perilaku dan sikap. Para anggota organisasi yang diikat oleh apa yang dinamakan kesadaran kolektif atau hati nurani kolektif (collective conscience) yang merupakan suatu kesadaran bersama yang mencakup keseluruhan kepercayaan dan perasaan kelompok atau organisasi yang bersifat ekstren serta memaksa. Sedangkan solidaritas organik merupakan solidaritas yang mengikat masyarakat kompleks yang telah mengenal pembagian kerja yang rinci dan dipersatukan oleh kesalingtergantungan antar bagian. Tiap anggota menjalankan peran berbeda dan diantara berbagai peran yang ada terdapat kesalingtergantungan antara bagian yang satu dengan bagian yang lainya, karena adanya saling ketergantungan

ini

maka

ketidakhadiran

pemegang

peran

tertentu

akan

mengakibatkan gangguan pada kelangsungan hidup masyarakat (Kamanto Sunarto, 2001 hal 134). Berkaitan dengan perkembangan masyarakat, Durkheim melihat masyarakat berkembang dari masyarakat sederhana menuju masyarakat modern. Salah satu

32 Universitas Sumatera Utara

komponen utama masyarakat yang menjadi pusat perhatian Durkheim dalam memperhatikan perkembangan masyarakat adalah bentuk solidaritas sosialnya. Masyarakat sederhana memiliki bentuk solidaritas sosial yang berbeda dengan bentuk solidaritas sosial yang ada pada masyarakat modern. Masyarakat sederhana mengembangkan bentuk solidaritas sosial mekanik, sedangkan pada masyarakat modern mengembangkan bentuk solidaritas sosial organik. Jadi, berdasarkan bentuknya, solidaritas sosial masyarakat terdiri dari dua bentuk, yaitu: (1) solidaritas sosial mekanik, dan (2) solidaritas sosial organik. Menurut Durkheim (Kamanto Sunarto, 2001:128-129), berdasarkan hasilnya solidaritas dapat dibedakan antara solidaritas positif dan solidaritas negatif. Solidaritas negatif tidak menghasilkan integrasi apapun dan dengan demikian tidak memiliki kekhususan, sedangkan solidaritas positif dapat dibedakan berdasarkan ciriciri : (1) solidaritas positif meningkat individu pada masyarakat secara langsung, tanpa perantara. Pada solidaritas positif yang lainya, individu tergantung dari masyarakat tersebut, (2) solidaritas positif yang kedua adalah suatu sistem fungsifungsi yang berbeda dan khusus yang menyatukan hubungan-hubungan yang tetap, walaupun sebenarnya kedua masyarakat tersebut hanya satu saja. Keduanya hanya merupakan dua wajah dari satu kenyataan yang sama, namun perlu dibedakan, (3) dari perbedaan yang kedua itu muncul perbedaan yang ketiga yang akan memberi ciri dan nama kepada kedua solidaritas itu. Ciri-ciri tipe kolektif tersebut adalah individu merupakan bagian dari masyarakat yang tidak terpisahkan, tetapi berbeda peranan dan fungsinya didalam masyaraka, namun masih tetap dalam satu kesatuan. Menurut penglihatannya, fungsi pembagian kerja adalah peningkatan 33 Universitas Sumatera Utara

solidaritas antara kawan-kawan dan di dalam keluarga-keluarga, kelompokkelompok, organisasi-organisasi memiliki ketidaksamaan untuk menciptakan suatu ikatan sosial justru karena individu-individu melakukan mempunyai kualitas-kualitas yang berbeda-beda, maka terdapatlah keterlibatan, keselarasan, dan solidaritas di dalam masyarakat. Karena individu-individu melakukan berbagai kegiatan, maka mereka menjadi tergantung satu sama lain dan karenanya terikat satu sama lain. Karena ketertiban, keselarasan, dan solidaritas merupakan keperluan-keperluan umu atau syarat hipotesa bahwa pembagian kerja adalah syarat hidup bagi masyarakat modern yang dapat dibenarkan. Kalau ini benar maka ini merupakan kewajiban moral, karena ketertiban, keselarasan, dan solidaritas adalah kualitas-kualitas moral. Dalam masyarakat, manusia hidup bersama dan berinteraksi, sehingga timbul rasa kebersamaan diantara mereka. Rasa kebersamaan ini milik masyarakat yang secara sadar menimbulkan perasaan kolektif, selanjutnya, perasaan kolektif yang merupakan akibat (resultant) dari kebersamaan merupakan hasil aksi dan reaksi diantara kesadaran individu. Jika setiap kesadaran individual itu menggemakan perasaan kolektif, hal itu bersumber dari dorongan khusus yang berasal dari kesadaran kolektif tersebut. Pada saat solidaritas mekanik memainkan peranannya, kepribadian tiap individu boleh dikatakan lenyap, karena ia bukanlah diri individu lagi, melainkan hanya sekedar makhluk sosial kolektif. Jadi masing-masing individu diserap dalam kepribadian kolektif. Kesadaran kolektif itu mempunyai sifat keagamaan, karena mengharuskan rasa hormat serta ketaatan. Individu-individu selalu tunduk kepada kolektivitas. Isinya yang kongkret berbeda-beda dari masyarakat satu dan masyarakat lainya sesuai 34 Universitas Sumatera Utara

dengan keadaan dimana masyarakat itu ada. Melanggar keyakinan-keyakinan bersama akan menimbulkan reaksi yang hebat dan emosional. Untuk yang bersalah akan dihukum, dan di dalam ritual pemberian hukuman itu dibalaslah penghinaan terhadap kesadaran kolektif, dan dengan kesadaran itu dipersegar dan diperkuat. 2.5 Trust (Kepercayaan) Kepercayaan adalah unsur penting dalam modal sosial yang merupakan perekat bagi langgengnya hubungan dalam kelompok masyarakat. Dengan menjaga suatu kepercayaan, orang-orang bisa bekerja sama secara efektif. Social Capital adalah kapabilitas yang muncul dari kepercayaan umum di dalam sebuah masyarakat atau bagian-bagian tertentu darinya. Social Capital bisa dilembagakan dalam kelompok sosial yang paling kecil dan paling mendasar. Demikian juga kelompokkelompok masyarakat yang paling besar, negara, dan dalam seluruh kelompokkelompok lain yang ada diantaranya (Fukuyama, 2002:37). Qianhong Fu, (Hasbullah, 2006:12 dikutip dari skripsi: Modal sosial pada pasar tradisional oleh Dedy Kurnia Putra) membagi tiga tingkatan trust yaitu pada tingkatan individual, relasi sosial dan pada tingkatan personal dan sekaligus sebagai karakteristik individu. Pada tingkatan hubungan sosial, trust merupakan atribut kolektif untuk mencapai tujuan-tujuan kelompok. Sedangkan pada tingkatan sistem sosial trust merupakan nilai yang berkembang menurut sistem sosial yang ada. Trust juga dipandang sebagai komponen ekonomi yang relevan pada kultur yang ada pada masyarakat dan membentuk kekayaan modal sosial. Kepercayaan akan menimbulkan kewajiban sosial dengan mempercayai seseorang akan menimbulkan kepercayaan kembali dari orang tersebut (resiprositas). 35 Universitas Sumatera Utara

Dalam kaitannya dengan resiprositas dan pertukaran, Pretty dan Ward, (dalam Badaruddin, 2005:32) mengemukakan bahwa adanya hubungan-hubungan yang dilandasi oleh prinsip resiprositas dan pertukaran akan menumbuhkan kepercayaan karena setiap pertukaran akan dibayar kembali (repaid an balanced). Hal ini merupakan pelicin dari suatu hubungan kerjasama yang telah dibangun agar tetap konsisten dan berkesinambungan. Kepercayaan sosial hanya efektif dikembangkan melalui jalinan pola hubungan sosial resiprosikal atau timbal balik antar pihak yang terlibat dan berkelanjutan. Adanya trust menyebabkan mudah dibinanya kerjasama yang saling menguntungkan (mutual benefit), sehingga mendorong timbulnya hubungan resiprosikal. Hubungan resiprositas menyebabkan social capital dapat melekat kuat dan bertahan lama. Karena diantara orang-orang yang melakukan hubungan tersebut mendapat keuntungan timbal balik dan tidak ada salah satu pihak yang dirugikan. Disini hubungan telah memenuhi unsur keadilan (fairness) diantara sesama individu (Wafa, 2006:46). Coleman, (dalam Wafa, 2006:60) menegaskan bahwa kelangsungan setiap transaksi sosial ditentukan adanya dan terjaganya trust (amanah atau kepercayaan) dari pihak-pihak yang terlibat. Artinya hubungan transaksi antara manusia sebagai individu maupun kelompok baik yang bersifat ekonomi maupun non-ekonomi hanya mungkin terjadi apabila ada kelanjutan trust atau rasa saling percaya dari pihak-pihak yang melakukan interaksi. Individu-individu yang memiliki tingkat kepercayaan yang tinggi memungkinkan terciptanya organisasi-organisasi bisnis yang fleksibel yang mampu bersaing dalam ekonomi global. 36 Universitas Sumatera Utara

2.6 Sistem Gotong-royong Masyarakat Petani di Pedesaan Gotong royong merupakan suatu bentuk saling menolong yang berlaku di desa-desa indonesia. Potensi dan keterbatasanya sebagai roda pembangunan masyarakat dapat dipahami secara baik dalam konteks sosio-ekonomis dan politis dimana gotong royong ini terlaksana (yakni, daerah pedesaan dan kehidupan kolektifnya) dan dalam bentuk konteks perkembangan historisnya. Gotong royong merupakan salah satu bentuk solidaritas khas masyarakat agraris tradisional. Masyarakat-masyarakat ini terikat satu sama lain berdasarkan relasi sosial yang disebut ikatan primordial, yaitu lewat ikatan keluarga, dekatnya letak geografis, serta iman kepercayaan. Masyarakat yang hanya didasarkan pada ikatan emosional dan solidaritas mekanis, dikenal sebagai masyarakat yang terintegrasi secara struktural : pertukaran sosial bersifat langsung dan terbatas, anggota-anggota masyarakatnya bersifat homogen dalam mentalitas dan moralitas, serta mempunyai suatu kesadaran kolektif serta iman kepercayaan bersama, dan perbedaan fungsi atau pembagian kerjanya sedikit sekali. Jika timbul fungsi yang baru dan berbeda, bersamaan dengan koordinasi yang memungkinkan masyarakat tersebut untuk berfungsi secara lebih baik sebagai suatu kesatuan yang utuh, masyarakat itu dikenal sebagai masyarakat yang terintegrasi secara fungsional. Sartono Kartodirjo, (Dalam Colletta, 1987: 254) Peralihan dari integrasi struktural ke integrasi fungsional secara historis terjadi oleh meningkatnya perbedaan sosial dalam masyarakat, yaitu meningkatnya pembagian kerja. Semakin banyak bentuk solidaritas organis diperlukan untuk mengkoordinir dan memperkuat heterogenitas yang baru muncul. Menurut Durkheim, 37 Universitas Sumatera Utara

suatu masyarakat yang terintegrasi secara fungsional terikat satu sama lain oleh hukum retributif (balas jasa), sedangkan masyarakat yang terintegrasi secara struktural di bentuk oleh hukum represif. Solidaritas sosial dalam suatu masyarakat didasarkan pada prinsip pertukaran sosial, minsalnya: •

Sistem bercocok tanam, yaitu pertukaran tanah dengan tenaga kerja .



Pancen (bantuan tenaga kerja yang siap pakai bagi kepala desa),



gugur gunung (mengerjakan suatu pekerjaan secara bersama-sama tanpa dibayar) atau kerig aji ( pergi melakukan suatu pekerjaan secara berkelompok, yaitu pertukaran tenaga kerja dengan jasa ( seperti perlindungan, keamanan, dan informasi).



Sumbangan atau punjungan (memberi bantuan atau hadiah), yaitu menukarkan barang dengan barang.

Teori

pertukan

sosial

menyatakan

bahwa

suatu

pertukaran

sosial

menimbulkan suatu aturan moral bagi tingkah laku anggota-anggota masyarakat yang mempunyai eksistensinya sendiri, bebas dari situasi pertukaran sosial itu sendiri. Proses pertukaran sosial, bersama moralitas yang diakibatkannya, berlaku sebagai pendorong, atau sangsi bagi kerangka hubungan kultural. Proses perubahan sosial menciptakan relasi-relasi sosial dan kultural yang ada dengan sendirinya, bebas dari tingkat perkembangan sosial dan ekonomi masyarakat. Suasana kultural ini menciptakan suatu solidaritas sosial tersendiri. Solidaritas sosial dalam suatu masyarakat ditentukan oleh intraksi antara proses pembagian kerja dan proses

38 Universitas Sumatera Utara

pertukaran sosial dan dengan moralitas yang timbul dari pertukaran itu. Berdasarkan pertukaran itu, situasi desa-desa di indonesia sekarang ini dapat digambarkan sebagai berikut: Perbedaan struktural mengarah keperbedaan fungsional walaupun masih berada pada tingkat tradisional dan tidak mencapai tingkat perbedaan dalam masyarakat industrial. •

Perbedaan fungsional telah mulai meningkat; dan tidak hanya merupakan suatu pemisahan unsur-unsur yang identik.



Karena adanya moralitas dan kesadaran kolektif. Walaupun perbedaan fungsional masih tetap terbatas dan bahkan menekankan perbedaan struktural, telah ada suatu solidaritas organis.



Hal ini memungkinkan timbulnya integrasi fungsional yang lebih kuat dengan akibat bahwa masyarakat desa tidak merupakan suatu integritas struktural tersendiri. Sartono Kartodirjo, (Dalam Colletta, 1987: 255 - 256)

Djurip, dkk. (2000: 33-35) Gotong royong merupakan suatu bentuk kerja sama untuk mencapai tujuan tertentu dengan azas timbal balik (principle of reciprocity) yang mewujudkan adanya keteraturan sosial dalam masyarakat. Gotong royong ada yang dilakukan secara spontan , ada yang dilandasi pamrih dan ada pula untuk memenuhi kewajiban sosial. Dua bentuk gotong royong pertama , yakni secara spontan dan di landasi pamrih, dapat digolongkan ke dalam kegiatan tolongmenolong, sedangkan gotong-royong

dapat digolongkan kedalam kegiatan kerja

39 Universitas Sumatera Utara

bakti Falsafah Minangkabau “ kaba baiak baimbauan, kaba buruak baambauan”’, mendorong orang untuk melakukan kegiatan tolong-menolong. Dalam peristiwa kemalangan seperti musibah, bencana alam atau kematian (kaba buruak), tolong menolong dilakukan secara sepontan, sedangkan pada peristiwa kegembiraan seperti upacara perkawinan, kenduri atau selamatan lain (kaba baiak), tolong menolong dilakukan dengan dilandasi pamrih. Pamrih yang dimaksudkan disisni adalah adanya harapan dalam diri seseorang yang memberikan pertolongan bahwa suatu saat dia akan mendapat pertolongan pula jika melakukan suatu perhelatan. Adapun gotong royong untuk memenuhi kewajiban sosial dapat dilihat dari pelaksanaan kegiatan membersihkan kampung, membangun sarana-sarana ibadah atau sarana sosial. Kegiatan gotong royong yang masih ditemui di nagari Cubadak, antara lain berkaitan dengan pekerjaan dibidang pertanian dan dalam pelaksanaan upacara perkawinan. Dibidang pertanian dikenal dengan istilah “ tu bondar” (ke bandar), yakni suatu kegiatan gotong royong untuk membersihkan tali bandar agar air yang mengalir kesawah-sawah menjadi lancar. Kegiatan lain yang dilakukan secara gotong royong adalah ma asok dan manabua. Dalam pelaksanaan helat perkawinan di nagari Cibadak juga ada tradisi Gotong Royong. Selain membantu dengan tenaga, seperti menyiapkan hidangan dan perlengkapan lain, juga ada tradisi gotong royong dengan mengumpulkan beras. Tradisi ini seperti julo-julo, dimana setiap rumah yang telah di daftar sebagai anggota mengumpulan beras setiap ada warga yang melaksanakan perhelatan perkawinan. Dengan demikian setiap anggota akan mendapat perlakuan yang sama (menerima kumpulan beras dari anggota) jika suatu saat mereka 40 Universitas Sumatera Utara

mengadakan perhelatan perkawinan. Djurip, dkk. ( 2000: 33-35) Selain di Minangkabau, masyarakat Batak juga mengenal sistem gotong royong kuno dalam hal bercocok tanam. dalam bahasa Karo aktivitas gotong royong disebut raron, sedangkan dalam bahasa Toba disebut marsiurupan. Sekelompok orang tetangga, atau kerabat dekat, bersama-sama mengerjakan tanah dan masingmasing anggota secara bergiliran. Raron itu merupakan suatu pranata yang keanggotaanya sangat sukarela dan lamanya berdiri tergantung kepada persetujuan anggotanya. Payung Bangun (dalam Koentjaraningrat, 1993: 101) 2.7 Jaringan Sosial Jaringan sosial merupakan hubungan-hubungan yang tercipta antar banyak individu dalam suatu kelompok ataupun antar suatu kelompok dengan kelompok lainnya. Hubungan-hubungan yang terjadi bisa dalam bentuk yang formal maupun bentuk informal. Hubungan sosial adalah gambaran atau cerminan dari kerjasama dan koordinasi antar warga yang didasari oleh ikatan sosial yang aktif dan bersifat resiprositas (Damsar, 2002:157). Dalam melihat aktivitas sekelompok individu itu menjadi suatu aksi sosial maka disitulah teori jaringan sosial berperan dalam sistem sosial. Hampir seluruh masalah sosiologi adalah masalah agregasi, yaitu bagaimana aktivitas sekelompok individu dapat menimbulkan efek sosial yang dapat diamati. Hal inilah yang membuat ilmu sosiologi sangat sulit untuk memahami dan mengerti suatu fenomena secara mendalam. Teori jaringan sosial berangkat dari pengkajian atas variasi bagaimana perilaku individu berkumpul (aggregate) menjadi perilaku kolektif. Dalam hal ini analisis jaringan sosial lebih ingin mempelajari keteraturan 41 Universitas Sumatera Utara

individu atau kelompok berperilaku ketimbang keteraturan keyakinan tentang bagaimana mereka seharusnya berperilaku (Wafa, 2006:162). Analisis jaringan sosial memulai dengan gagasan sederhana namun sangat kuat, bahwa usaha utama dalam kajian sosiologis adalah mempelajari struktur sosial dalam menganalisis pola ikatan yang

menghubungkan

anggota-anggota

kelompoknya.

Granovetter

(Damsar,

2009:139-145) melukiskan hubungan ditingkat mikro itu seperti tindakan yang melekat dalam hubungan pribadi konkrit dan dalam struktur (jaringan sosial) terhadap hubungan itu. Hubungan ini berlandaskan gagasan bahwa setiap aktor (individu atau kolektivitas) mempunyai akses berbeda terhadap sumber daya yang bernilai seperti kekayaan, kekuasaan, dan informasi. Menurut Ritzer dan Goodman (Damsar 2009: 159-160) terdapat sekumpulan prinsip-prinsip yang berkaitan logis, yaitu sebagai berikut: 1.

Ikatan antara aktor biasanya adalah simetris baik dalam kadar maupun intensitasnya. Aktor saling memasok dengan sesuatu yang berbeda dan mereka berbuat demikian dengan intensitas yang semakin besar atau semakin kecil.

2.

Ikatan antar individu harus dianalisis dalam konteks struktur jaringan lebih luas.

3.

Terstrukturnya ikatan sosial menimbulkan berbagai jenis jaringan non-acak. Disatu pihak, jaringan adalah transitif: bila ada ikatan antara A dan B dan C, ada kemungkinan adanya jaringan yang meliputi A dan C. Akibatnya adalah bahwa lebih besar kemungkinan adanya jaringan yang meliputi A, B, dan C.

4.

Adanya kelompok jaringan yang menyebabkan terciptanya hubungan silang antara kelompok jaringan maupun antara individu.

5.

Ada ikatan asimetris antara unsur-unsur di dalam sebuah sistem jaringan dengan 42 Universitas Sumatera Utara

akibat bahwa sumber daya yang terbatas akan terdistribusikan secara tidak merata. 6.

Dengan adanya distribusi yang timpang dari sumber daya yang terbatas menimbulkan baik itu kerja sama maupun kompetisi. Beberapa kelompok akan bergabung untuk mendapatkan sumber daya yang terbatas itu dengan kerja sama, sedangkan kelompok lain bersaing dan memperebutkannya.

43 Universitas Sumatera Utara