BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Motivasi 1. Pengertian Istilah motivasi (Motivation) berasal dari bahasa Latin, yakni movere yang berarti menggerakkan (to move). Rumusan motivasi berarti bahwa motivasi mewakili proses-proses psikologikal yang menyebabkan timbulnya, diarahkannya, dan terjadinya persistensi kegiatan-kegiatan sukarela (volunteer) yang diarahkan ke arah tujuan tertentu (Winardi, 2007). Motivasi adalah dorongan psikologis yang mengarahkan seseorang menuju sebuah tujuan. Kata motivasi berasal dari kata latin movere, yang bermakna bergerak. Namun motivasi melibatkan lebih dari sekedar gerakan fisik. Motivasi melibatkan gerakan fisik dan mental. Motivasi juga mempunyai dua sisi: gerakan dapat dilihat, akan tetapi motif harus disimpulkan (Simamora, 2004). Motivasi adalah suatu dorongan dari dalam diri seseorang yang menyebabkan orang tersebut melakukan kegiatan – kegiatan tertentu guna mencapai suatu tujuan. Menurut Mc.Donald, motivasi adalah suatu perubahan energi di dalam pribadi seseorang yang ditandai dengan timbulnya afektif dan reaksi untuk mencapai tujuan (Notoatmodjo, 2003). Sedangkan menurut Walgito (2002) menyatakan motivasi merupakan keadaan dalam diri individu atau organisme yang mendorong perilaku kearah tujuan. Nawawi (1998) mendefinisikan motivasi adalah suatu kondisi yang mendorong atau menjadikan seseorang mengerjakan pekerjaan secara sadar. Sementara Robbin (2007) menyebutkan bahwa motivasi sebagai kemampuan berjuang ke tingkat yang lebih tinggi guna mencapai tujuan. Handoko (2008) memberikan penjelasan mengenai motivasi merupakan kegiatan yang mengakibatkan, menyalurkan dan memlihara perilaku
7
8
manusia. Banyak istilah yang digunakan untuk menyebut motivasi, antara lain kebutuhan (need), desakan (urge), keinginan (wish), dan dorongan (drive). Dalam hal ini akan digunakan istilah motivasi, yang diartikan sebagai keadaan dalam pribadi seseorang yang mendorong keinginan individu untuk melakukan kegiatan-kegiatan tertentu guna mencapai tujuan. Motivasi yang ada pada seseorang merupakan kekuatan pendorong yang akan mewujudkan suatu perilaku guna mencapai tujuan kepuasan dirinya. 2. Teori-teori motivasi Menurut Hasibuan (2005) teori-teori motivasi dikelompokkan menjadi : a. Teori kepuasan (content theory) pendekatannya atas factor-faktor kebutuhan dan kepuasan individu yang menyebabkan bertindak dan berperilaku dengan cara tertentu. Teori yang memusatkan pada faktor dalam diri orang yang menguatkan, mengarahkan, mendukung dan menghentikan perilakunya, yang memotivasi semangat seseorang untuk memenuhi kebutuhan dan kepuasan. b. Teori motivasi proses (process theory) teori ini merupakan proses sebab akibat bagaimana seseorang bekerja serta hasil apa yang diperolehnya. Jika bekerja baik saat ini, maka hasilnya akan diperoleh baik di hari esok. Jadi hasi yang diperolehnya tercermin dalam bagaimana proses kegiatan yang dilakukan seseorang, hasil hari ini merupakan kegiatan hari kemarin. Teori motivasi proses ini meliputi teori harapan, teori keadilan dan teori pengukuhan. 3. Siklus motivasi Pada umumnya motivasi mempunyai sifat siklas (melingkar), yaitu motivasi timbul, memicu perilaku tertuju pada tujuan dan akhirnya tujuan tercapai, pada saat ini motivasi akan berhenti. Tetapi hal itu akan kembali kepada keadaan semula apabila ada sesuatu kebutuhan lagi (Walgito, 2002).
9
4. Hirarki kebutuhan Teori hirarki kebutuhan ini diungkapkan oleh Abraham Maslow (dalam Robbin, 2007), yang menyebutkan : a. Psikologis, antara lain adalah rasa lapar, haus, perlindungan (pakaian dan perumahan), seks dan kebutuhan jasmani lainnya. b. Keamanan, antara lain keselamatan dan perlindungan terhadap kerugian fisik dan emosional. c. Sosial, mencakup kasih saying, rasa memiliki, diterima baik dan persahabatan. d. Penghargaan, mencakup faktor kehormatan diri seperti harga diri, otonomi, dan prestasi; serta faktor penghormatan adri luar seperti misalnya status, pengakuan dan perhatian. e. Aktualisasi diri, berupa dorongan untuk menjadi seseorang/sesuatu sesuai ambisinya, yang mencakup pertumbuhan, pencapaian potensi, dan pemenuhan kebutuhan. 5. Aspek motivasi Walgito (2002) memberikan penjelasan mengenai tiga aspek yang terkait dengan timbulnya motivasi, yaitu : a. Keadaan terdorong dalam diri individu (a driving state) yaitu kesiapan bergerak karena kebutuhan misalnya kebutuhan jasmani, karena keadaan lingkungan, atau karena keadaan mental seperti berfikir dan ingatan. b. Perilaku yang timbul dan terarah karena keadaan. c. Goal atau tujuan yang dituju oleh perilaku tersebut. 6. Faktor motivasi Orang – orang tidak hanya berbeda dalam kemampuan untuk berbuat, akan tetapi juga berbeda dalam kemauan untuk berbuat atau motivasi. Motivasi seseorang kepada kekuatan motif mereka. Motif kadang – kadang didefinisikan sebagai kebutuhan, keinginan, dorongan atau gerak hati dalam individu (Moekijat, 2002).
10
Tingkah laku manusia tidak terlepas dari pengaruh berbagai faktor, diantaranya adalah faktor internal dan eksternal. Dengan adanya faktor – faktor tersebut menjadikan setiap manusia memiliki tingkah laku yang berbeda – beda. Faktor – faktor yang mempengaruhi tingkah laku manusia adalah sebagai berikut (Walgito, 2002): a. Faktor Internal 1) Jenis kelamin Tingkah laku antara pria dan wanita mempunyai perbedaan, hal ini terjadi karena pengaruh hormonal, struktur fisik maupun norma pembagian tugas. Oleh karena itu pria cenderung lebih termotivasi melakukan sesuatu karena fisik yang kuat (Walgito, 2002). Jenis kelamin merupakan aspek identitas yang sangat berarti, wanita dan pria mempunyai pengalaman yag berbeda tentang pembentukan identitas jenis kelamin. Identitas jenis kelamin terbentuk sekitar usia tiga tahun. Anak laki-laki dan perempuan mulai mengenal tingkah laku dan ciri-ciri kepribadian yaang sesuai bagi masing-masing jenis kelaminnya (Peek dalam Nungki, 2007) Wanita dan pria mempunyai perbedaan secara psikologis dimana wanita lebih emosional daripada pria karena wanita lebih mudah tersinggung, mudah terpengaruh, sangat peka, menonjolkan perasaan, dan mudah meluapkan perasaan. Sementara pria tidak emosional, sangat objektif, tidak mudah terpengaruh, mudah memisahkan antara pikiran dan perasaan sehingga terkadang kurang peka dan mampu memendam perasaannya (Dagun dalam Nungki, 2007). 2) Sifat fisik Tingkah laku seseorang dikaitkan dengan tipe fisiknya, orang yang pendek, gemuk adalah tipe piknis yang cenderung senang bergaul, ramah. Sehingga orang dengan tipe piknis akan lebih mempunyai
11
motivasi karena mereka mudah menerima saran dari orang lain (Walgito, 2002). 3) Sifat kepribadian Kepribadian adalah corak kebiasaan manusia yang terhimpun dalam dirinya yang digunakan untuk bereaksi serta menyesuaikan diri terhadap rangsang dari dalam diri maupun lingkungannya, sehingga corak dan cara kebiasaannya itu merupakan kesatuan fungsional yang khas pada manusia itu. Sehingga orang yang berkepribadian pemalu akan mempunyai motivasi berbeda dengan orang dengan kepribadian keras (Walgito, 2002). Corak kebiasaan ini merupakan kesatuan fungsional yang khas pada seseorang. Perkembangan kepribadian itu bersifat dinamis artinya selama individu masih tetap belajar dan bertambah pengetahuan, pengalaman serta keterampilannya, ia akan semakin matang dan mantap. Pada usia lanjut yang sehat, kepribadiannya tetap berfungsi baik, kecuali mereka dengan masalah kesehatan jiwa atau tergolong patologik. Kepribadian juga dapat diartikan sebagai sesuatu atau figur diri yang ingin ditunjukkan atau ditampilkan didalam keseharian yang ditunjunjukkan melalui sikap atau tingkah laku seseorang. Kepribadian juga dapat dirubah dan dapat juga tergantung pada presepsi atau pendapat orang. Sesuai dengan apa yang diinginkan yang akan ditunjukkan dihadapan orang lain. 4) Intelegensia Intelengensia merupakan seluruh kemampuan individu untuk berpikir dan bertindak secara terarah serta efektif, sehingga orang yang mempunyai intelegensia tinggi akan lebih mudah menyerap informasi, saran dan nasehat dari perawat dalam meningkatkan kesehatannya (Walgito, 2002).
12
b. Faktor Eksternal 1) Lingkungan Lingkungan adalah sesuatu yang ada di sekitar individu, baik lingkungan fisik, biologis, maupun lingkungan sosial. Lingkungan sangat berpengaruh terhadap tingkah laku manusia. 2) Pendidikan Pendidikan mencakup seluruh proses kehidupan dan segala bentuk interaksi individu dengan lingkungannya, baik secara formal maupun informal. Hasil dari proses belajar adalah seperangkat perubahan tingkah laku. Seseorang yang berpendidikan tinggi tingkah lakunya akan berbeda. 3) Pengetahuan Besar kecilnya pengetahuan yang dimiliki seseorang akan berpengaruh pada tingkah lakunya 4) Kebudayaan Kebudayaan antar daerah berbeda – beda dan ini sangat berpengaruh pada tingkah lakunya. 5) Sosial ekonomi Lingkungan sosial ekonomi sangat berpengaruh terhadap tingkah laku
seseorang. Keadaaan
ekonomi keluarga yang relatif
mencukupi akan mampu manyediakan fasilitas dan kebutuhan untuk keluarganya. Sehingga pasien yang mempunyai tingkat sosial ekonomi tinggi akan mempunyai motivasi yang berbeda dengan pasien yang tingkat sosial ekonominya rendah. Pernyataan lain tentang faktor yang mempengaruhi motivasi adalah kepribadian, sikap, pengalaman, cita – cita atau harapan, dorongan orang tua, saudara dan lingkungan sekitar. Sebenaarnya kedua pernyataan diatas saling mendukung hanya saja pernyataan yang pertama tadi sudah diklasifikasikan untuk pengaruh internal dan eksternal. Dari kedua pernyataan tersebut ada komponen yang belum
13
dijelaskan yaitu sikap, harapan, dan dorongan keluarga (Notoatmodjo, 2003) sebagai berikut : 1) Sikap Sikap merupakan penilaian terhadap stimulus atau obyek, sehingga seseorang tersebut akan menilai atau bersikap enggan stimulus tersebut. Sikap sering diperoleh dari pengalaman diri sendiri maupun orang lain. 2) Harapan Harapan merupakan kemungkinan yang dilihat untuk memenuhi kebutuhan tertentu dari seorang individu yang di dasarkan atas pengalaman yang telah lampau, baik pengalaman dari sendiri maupun dari orang lain. 3) Dukungan keluarga Dukungan keluarga itu merupakan dukungan – dukungdn sosial yang di pandang oleh anggota keluarga sebagai sesuatu yang dapat diakses untuk keluarga (dukungan sosial disa atau tidak dugunakan, tapi anggota keluarga memandang bahwa orang yang bersifat mendukung selalu siap memberikan pertolongan dan bantuan jika diperlukan). Dari pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa motivasi tidak berdiri sendiri tetapi dipengaruhi oleh faktor internal dan ekternal. Faktor internal meliputi : jenis kelamin, sifat fisik, sikap, pengalaman, harapan, kepribadian, intelegensia, sedangkan faktor eksternal meliputi lingkungan fisik, dukungan keluarga, pendidikan, pengetahuan, agama, sosial ekonomi, kebudayaan. 7. Motivasi sembuh Sebagaimana disebutkan di atas bahwa perilaku yang didorong oleh kebutuhan (need) yang ada pada individu dan diarahkan pada sasaran (goals) yang dapat memuaskan kebutuhannya. Sedangkan menurut Chaplin (dalam Iryani, 2007) menyatakan bahwa sembuh adalah kembalinya seseorang pada satu kondisi kenormalan setelah menderita suatu penyakit,
14
penyakit mental, atau luka – luka. Sehingga dapat dikatakan bahwa motivasi sembuh adalah perilaku yang didorong oleh kebutuhan (need) yang ada pada individu dan diarahkan pada sasaran (goals) dimana kembalinya seseorang pada satu kondisi kenormalan setelah menderita suatu penyakit, penyakit mental, atau luka – luka. Motivasi sembuh adalah faktor yang mendorong orang untuk bertindak dengan cara tertentu guna memperoleh kesembuhan. Dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa motivasi sembuh pada dasarnya adalah kondisi mental yang mendorong dilakukannya suatu tindakan (action atau activities) dan memberikan kekuatan (energy) yang mengarah kepada pencapaian kesembuhan. Motivasi sembuh ini pun juga dapat diperoleh melalui beberapa rangsangan, rangsangan-rangsangan terhadap hal semacam di atas yang akan menumbuhkan motivasi, dan motivasi yang telah tumbuh memang dapat menjadikan motor dan dorongan untuk mencapai kesembuhan (Dedewijaya, 2007). Aspek-aspek motivasi kesembuhan menurut Conger (1997) adalah sebagai berikut : a. Memiliki sikap positif Hal ini menunjukkan adanya kepercayaan diri yang kuat, perencanaan diri yang tinggi, serta selalu optimis dalam menghadapi sesuatu hal b. Berorientasi pada pencapaian suatu tujuan Aspek ini menunjukkan bahwa motivasi menyediakan suatu orientasi tujuan tingkah yang diarahkan pada sesuatu. c. Kekuatan yang mendorong individu Hal ini menunjukkan bahwa timbulnya kekuatan akan mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu. Kekuatan ini berasal dari dalam diri individu, lingkungan sekitar, serta keyakinan individu akan kekuatan kodrati Menurut Syam (2009) motivasi atau kekuatan pasien untuk sembuh juga dipengaruhi oleh efek plasebo. Efek plasebo ini bekerja berdasarkan tiga hukum sederhana yaitu kepercayaan pasien, kepercayaan dokter dan
15
kekuatan spiritual yang dibangkitkan oleh rasa saling percaya antara dokter dan pasien, yang menghubungkan secara emosional dokter dan pasien serta tim medis lainnya. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa motivasi kesembuhan disini adalah daya atau kekuatan yang berasal dari dalam diri individu atau penderita yang mendorong, membangkitkan, menggerakkan, melatarbelakangi,
menjalankan
dan
mengontrol
seseorang
serta
mengarahkan pada tindakan penyembuhan atau pulih kembali serta bebas dari suatu penyakit yang telah dideritanya selama beberapa waktu dan membentuk keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan seseorang hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi pasien untuk sembuh menurut Nadhifah (2009) adalah sebagai berikut : a. lingkungan rumah sakit b. dokter c. perawat dan tim kesehatan lainnya. Perawat adalah profesi yang sangat dekat dengan pasien yang memungkinkan perawat selalu berhubungan dengan pasien (Nurjannah, 2001). Hubungan perawat dengan pasien merupakan pengalaman belajar timbal balik dan pengalaman emosional korektif bagi pasien. Kunci hubungan aktivitas perawat dan pasien adalah motivasi, memotivasi pasien agar melakukan aktivitas berdasarkan kebutuhan. Perawat menggunakan diri dan teknik-teknik klinik tertentu dalam bekerja untuk meningkatkan penghayatan dan perubahan perilaku pasien (Stuart dan Laraia, 2001).
B. Kepercayaan (Trust) 1. Pengertian Kata trust berasal dari bahasa Jerman yaitu Trost yang berarti kenyamanan (comfort) (Shaw, 1997). Dalam beberapa kasus seorang percaya kepada orang yang menunjukan bahwa dia layak untuk mendapat kepercayaan, karena kepercayaan sangat penting sebagai jaminan dari
16
suatu hubungan dua orang atau lebih dalam menumbuhkan hubungan interpersonal yang baik (Jalalluddin, 1992). Kepercayaan adalah keinginan suatu pihak untuk menjadi pasrah atau menerima tindakan dari pihak lain beerdasarkan pengharapan bahwa pihak lain tersebut akan melakukan suatu tindakan tertentu yang penting bagi pihak yang memberi kepercayaan (Lendra, 2004). Menurut Giffin (Jalalluddin, 1992) secara ilmiah percaya didefinisikan sebagai mengandalkan perilaku orang untuk mencapai tujuan yang dikehendaki, yang pencapaiannya tidak pasti dan dalam situasi penuh resiko. Dari definisi tersebut Jalalluddin menyebutkan tiga unsur percaya yaitu ada suatu yang menimbulkan resiko, ada orang menaruh kepecayaan kepada orang lain, dan ada orang yang yakin bahwa perilaku akan berakibat baik baginya 2. Faktor-faktor Karaktristik Kepercayaan (Wood dan Mc Dermott, 1999): a. Kredibilitas (Credibility) Kredibiilitas adalah alasan yang masuk akal untuk bisa dipercayai. Seseorang yang memiliki kredibilitas berarti kita bisa mempercayai karakter dan kemampuanya, (Kusumawati, 2007). Bagian-bagian kredibilitas menurut Gass dan Seiter (1999) yaitu, 1) Ahli (Expert) Dalam
keperawatan
tenaga
ahli
merupakan
tenaga
berprofesional. Dalam keprofesional terdapat bebrapa karakteristik antara lain, suatu profesi memerlukan pendidikan lanjut dari anggotanya, demikian juga landasan dasarnya. Suatu profesi memiliki kerangka pengetahuan teoritis yang mengarah pada keterampilan, kemampuan dan norma-norma tertentu. Suatu profesi memberikan pelayanan tertentu. Profesi memiliki otonomi untuk membuat keputusan dan melakukan tindakan. Dan profesi sebagai suatu kesatuan memiliki kode etik untuk melakukan praktik keperawatan.
17
2) Terpercaya (Trustworthy) Terpercaya adalah tidak ada penolakan sehubungan dengan ide-ide yang dikeluarkannya. Terpercaya timbul karena seseorang mempercayai kepada orang lain. Mempercayai artinya rela menghadapi resiko menerima akibat-akibat yang menguntungkan atau merugikan dengan menjadikan dirinya rentan kepada orang lain (Jalalludin, 1992). Munculnya suatu kepercayan ini dipengruhi oleh
pengalaman
menguntungkan.
Sedangkan
orang
yang
dipercayai berarti rela menanggapi orang lain yang ambil resiko dengan cara menunjukan jaminan bahwa orang lain tersebut akan menerimma akibat-akibat yang menguntungkan (Johnson, 1981). Untuk
menjadi
terpercaya
perawat
harus
menumbuhkan
kepercayaan klien dengan membina hubungan saling percaya perawat pasien. Menurut Budi anna keliat 1992 membina hubungan saling percaya perawaat terhadap pasien antara lain meliputi, a) Hubungan Traupetik Hubungan traupetik adalah hubungan kerja sama yang ditandai dengan tukar menukar perilaku, perasaan, dan pengalaman dalam membina hubungan intim yang teraupetik (Budi Anna Keliat, 1992). Hubungan taraupetik perawat pasien merupakan pengalamamn belajar timbal balik dan pengalaman emosional korektif bagi pasien. Dalam hubungan ini, perawat menggunakan diri (self) dan teknik-teknik klinis tertentu dalam mengani
pasien
untuk
meningkatkan
pemahaman
dan
perubahan perilaku pasien (Stuart dan Sundeen, 1998). Menurut Stuart dan Sundeen 1998 hubungan teraupetik mempunyai dua dimensi yaitu, (1) Dimensi responsif mencakup kesejatian, hormat, empati, respek dan kekongkritan. Dimensi ini penting dalam fase
18
orientasi hubungan untuk membina hubungan saling percaya dan komunikasi terbuka. (a) Kesejatian Pengiriman pesan kepada orang lain tentang gambaran diri kita yang sebenarnya (Smith, 1992. Dikutip Intansari Nurjana, 2005). Kesejatian dapat ditunjukan dengan kesamaan antara verbal dan non verbal (kongruen). Kongruen dapat menimbulkan kepercayaan kepada perawat (Smith, 1992). (b) Hormat Menunjkan bahwa pasien diperlakukan sebagai individu yang berharga dan diterima tanpa syarat. (c) Empati Empati adalah kemampuan menempatkan diri kita pada diri orang lain dan bahwa kita telah memahami bagaimana perasaan orang lain tersebut dan apa yang menyebabkan reaksi mereka tanpa emosi kita terlarut dalam emosi orang lain (Smith, 1992). Beberapa aspek dari empati adalah sebagai berikut (Smith, 1992) 1) Aspek Mental Kekmampuan melihat dunia dengan orang lain dengan
menggunakan
paradigma
orang
lain
tersebut. Aspek mental juga berarti memahami orang secara emosional dan intelektual 2) Aspek Verbal Kemampuan mengungkapkan secara verbal pemahaman terhadap perasaan dan alasan reaksi emosi klien. Aspek verbal memerlukan keakuratan (ketepatan), kejelasan dan kealamiaan (naturalnes).
19
3) Aspek Non Verbal Diperlukan dalam aspek non verbal adalah kemampuan
menunjukan
empati
dengan
kehangatan dan kesejatian. (d) Respek Menurut Egan (1990), respek adalah mengahargai orang hanya karena mereka adalah manusia, dan respek tanpa syarat bukan berarti bahwa penolong sesalu menyetujui perilaku klien tetapi ia tidak berada dalam posisi untuk mengahakimi. Resprek merupakan perilaku yang menunjukan perhatian, rasa suka dan menghargai klien (Stuart dan Sundeen, 1998) (e) Kongkret Perawat menggunakan terminologi yang spesifik dan bukan abstrak pada saat mendiskusikan dengan klien mengenai perasaan, pengalaman, dan tingkah lakunya.
Fungsi
dari
kongkret
adalah
dapat
mempertahankan resopon perawat terhadap perasaan klien, penjelasan dengan akuarat tentang masalah dan mendorong klien memikirkan masalah yang spesifik (Stuat dan Sundeen, 1998). (2) Dimensi
yang
berorentasi
pada
tindakan
mencakup
konfrontasi, kesegaran, pengungkapan diri perawat, katarsis emosional, dan bermain peran.
Dimensi ini harus
diimlementasikan dalam konteks kehangantan, penerimaan, dan pengertian yang di hubungan teraupetik dengan mengidentifikasi
hambatan
pertumbuhan
pasien
dan
perubahan perilaku. (a) Konfrontasi Konfrontasi adalah proses interpersonal yang digunakan
oleh
perawat
untuk
memfasilitasi,
20
memodifikasi dan perluasan dari gambaran orang lain (Smith, 1992 dikutip Intansari Nurjana 2005). Tujuan dari konfrontasi adalah agar orang lain sadar adanya ketidaksesuanan pada dirinya dalam hal perasaan, tingkah laku dan perasaan (Stuart dan Sundeen, 1998 dikutip Intansari Nurjana 2005) (b) Kesegaran Kesegaran
mempunyai
konotasi
sebagai
sensitifitas perawat pada perasaan klien dan kesediaan untuk mengatasi perasaan dari pada mengacuhkannya (Stuart
dan
Sundeen,
1998).
Berespon
dengan
kesegaran berarti berspon pada apa yang terjadi antara perawat dan klien saat itu dan di tempat itu. Dimensi ini melibatkan perasaan dari perawat dan pasien dan kesegaran dapat menjadi suatu hal yang sulit untuk dicapai (Wilson dan Kneisel, 1983 dikutip Intansari Nurjana 2005). (c) Pengungkapan diri perawat Pengungkapan diri perawat adalah membuat orang lain
mengetahui
tentang
pikiran,
perasaan
dan
pengalaman pribadi perawat (Smith, 1992). (d) Katarsis emosional Katarsis emosional merupakan suatu dorongan perawat kepada klien nuntuk membicarakan hal-hal yang sangat menganggunya untuk mendapatkan efek teraupetik (Stuart dan Sundeen, 1998). (e) Bermain peran Bermain
peran
merupakan
tindakan
untuk
menbangkitkan situasi tertentu untuk meningkatkan penghayatan klien ke dalam hubungan manusia dan memperdalam kemampuanya untuk melihat situasi dari
21
sudut pandang lain dan juga memperkenankan klien untuk mencoba situasi baru dalam lingkungan yang aman (Stuart dan Sundeen, 1998). b) Komunikasi Terupetik Komunikasi teraupetik merupakan alat atau cara untuk membangun hubungan terupetik. Dalam proses komunikasi terjadi penyampaian informasi dan pertukaran perasaan dan pikiran (Stuart dan Sandeen 1987, dikutip oleh Budi anna keliat 1992).
Komunikasi
mempengaruhi
teruputik
perilaku
klien
juga dan
sebagai
alat
kemudian
untuk untuk
mendapatkan keberhasilan dalam intervensi (Stuart dan Sandeen 1995, dikutip oleh Intansari Nurjana 2005). Koizer dan Erb 1983, dikutip oleh Budi anna keliat 1992, mengidentifikasi sikap untuk menghadirkan diri secara fisik yaitu, (1) Posisi Posisi berhadapan merupakan posisi yang paling ideal untuk melakukan teknik komunikasi yang teraupertik. Arti dari posisi berhadapan adalah bahwa perawat siap untuk mendengarkan pasien. (2) Vocal Nada keras atau lembut, kualitas, kecepatan dapat menunjukan suasana emosi. (3) Jarak Jarak dalam berkomunikasi terupetik dengan klien menggambarkan keintiman. (4) Memperthankan kontak mata Kontak mata pada level yang sama berarti menghargai klien
dan
berkomunikasi.
menyatakan
keinginan
untuk
tetap
22
(5) Membungkuk kearah klien Posisi membungkuk menunjukan keinginan untuk mengatakann atau mendengar sasuatu. (6) Mempertahankan sikap terbuka Tidak
melipat
tangan
dan
kaki
menunjukan
keterbukaan untuk berkomunikasi. (7) Tetap rileks Tetap
dapt
mengontrol
keseimbangan
antara
ketegangan dan relaksasi dalam memberi respon pada klien (8) Sentuhan Sentuhan sangat penting dan mendasar sebagai alat komunikasi memperlihatkan kehangatan dan kasih sayang (Cluun, 1991 dikutip Budi anna keliat 1992). c) Hubungan Saling Membantu (Helping Relationship) Carl Rongers (1961, dalam Hidayat, 2008) secara intensif melakukan penelitian tentang komunikasi teraupetik. Rongers berpendapat bahwa komunikasi teraupetik bukan bukan tentang apa yang dilakukan seseorang, tetapi bagaimana seseorang itu melakukan komunikasi dengan oaring lain. Rongers mengidentifikasi tiga faktor dasar dalam mengembangkan
hubungan
saling
membantu
(Helping
Relationship). Yaitu perawat harus benar-benar ikhlas, harus empati, dan individu yang dibantu harus merasa bebas untuk mengeluarkan segala sesuatunya tentang dirinya dalam menjalin hubungan. Dengan demikian ada tiga hal mendasar dalam mengembangkan hubungan saling membantu (Helping Relationship), yaitu: (1) Keiklasan (Genuineness) Untuk membantu klien, perawat harus menyadari tentang nilai, sikap, dan perasaan yang dimiliki klien. Apa yang dipikirkan dan dirasakan perawat tentang individu dan
23
dengan siapa ia berinteraksi perlu selalu di komunikasikan baik
sacara verbal maupun non verbal. Perawat yang
mampu menujukan rasa ikhlasnya mempunyai kesadaran mengenai sikap yang dipunyai klien sehingga mampu belajar unutuk mengkomunikasikanya secara tepat. Untuk menjadi lebih percaya diri tentang perasaan dan nilai-nilai yang dimiliki membutuhkan pengembangan diri yang dapat dipertimbangkan untuk dilakukan setiap saat, sehingga sekali perawat mampu apa yang dia inginkan untuk membantu memulihkan kondisi pasien dengan cara yang tidak mengancam, pada saat itu pula kapasitas yang dimiliki
untuk
menguntungkan
mencapai akan
hubungan
meningkat
yang
secara
saling
bermakna.
(Mundakir, 2006). Menurut Egan 1990 ada 6 prinsip ketulusan, yaitu; (a) Jangan terlalu menekan peran penolong. (b) Bersikap spontan tapi taktis (c) Hindari sikap mempertahankan diri (d) Konsisten (e) Terbuka (f) Bersikap nyaman. (2) Empati (Empathy) Empati
merupakan
perasaan
(pemahaman
dan
penerimaan) perawat terhadap perasaan yang dialami klien, dan kemampuan merasakan dunia pribadi klien (Kalish 1974 dikutip Mundakir, 2006). Empati merupakan sesuatu yang jujur, sensitif, dan tidak dibuat-buat (obyektif) yang didasarkan atas apa yang dialami orang lain. Sebagai perawat yang empati, perawat harus berusaha keras untuk mengertahui secara pasti apa yang sedang dipikirkan dan dialami klien. Pada kondisi seperti ini, empati dapat di
24
ekspresikan, melalui berbagai cara yang dapat dipakai ketika dibutuhkan, mengatakan sesuatu tentang apa yang dipikirkan perawat tentang klien, dan memperlihatkan kesadaran tentang apa yang saat ini sedang dialami klien. Empati membolehkan perawat untuk berpartisipasi sejenak terhadap sesuatu yang terkait dengan emosi klien. Perawat yang berempati dengan orang lain dapat menghindarkan penilaian bedasarkan kata hati (inpulsivejudgement) tentang seseorang dan pada umumnya dengan empati dia akan menjadi lebih sensitif dan ikhlas. Secara garis besar orang empati dibagi dalam proses deteksi keadaan afektif dan respon yang sesuai. Orang yang berhasil menumbuhkan rasa empati dalam dirinya dapat merasakan perasaan orang dan mampu memberiakn respon yang sesuai (Mundakir, 2006) (3) Kehangatan (Warmth) Dengan kehangatan, perawat akan mendorong klien untuk mengekspresikan ide-ide dan menuangkannya dalam bentuk perbuatan tanpa rasa cemas. Suasana yang hangat permisif, dan tanpa ada ancaman menunjukan rasa penerimaan perawat terhadap klien sehingga klien dapat mengekspresikan perasaannya secara lebih bebas dan mendalam. Kondisi ini akan membuat perawat mempunyai kesempatan yang lebih luas untuk mengetahui kebutuhan klien. (4) Eksplorasi Perasaan Eksplorasi perasaan dilakukan terhadap hubungan seseorang dengan lingkungan luar atau interaksinya dengan orang lain. Bagi perawat eksplorasi perasaan merupakan hal yang perlu dilakukan agar perawat terbuka dan sadar terhadap
25
perasaanya sehingga dia dapat mengontrol perasaan agar perawat dapat menggunakan dirinya secara teraupetik (Stuart dan Sandeen, 1998) Dalam
tahap
mengeksplorasi perasaanya
pra
fantasi,
sendiri
interaksi ketakutan,
sebelum
perawat kemampuan
bertemu
dengan
dapat dan klien.
Keterbukaan perawat terhadap perasaanya yang dilakukan pada tahap prainteraksi adalah merupakan suatu yang penting karena dengan hal terrsebut maka perawat mempunyai poin penting yaitu bagaimana responnya kepada klien dan bagaimana penampilannya terhadap klien sehingga klien percaya terhdap tindakan yang akan dilakukan terhadapnya (Intansari Nurjana, 2005). (5) Memberi Nasehat Dalam banyak situasi tidak hanya pantas tetapi diharpakan perawat untuk memberikan nasehat kepada klien. Untuk menjadi efektif dan dirasa sebagai empatik bukan sebagai pengganggu, maka nasehat harus diberikan hanya setelah pasien dibiarkan berbicara dengan bebas mengenai apa masalahnya, sehingga perawat mempunyai dasar informasi yang adekuat untuk membuat saran-saran yang mampu menyelesaikan masalah yang dialami pasien (Kaplan dan Sadock, 1997). (6) Jujur (honest) Pada umunnya setiap orang ingin merasa tenang dalam berhubungan dengan orang lain. Setiap orang ingin merasa aman dengan orang lain yang ada di sekitarnya. Perasaan aman dan tenang akan diperolehnya dan ia tidak perlu curiga dengan orang lain. Ia merasa dirinya aman bila ia tidak merasa dirinya terancam oleh orang lain. Dengan kata lain setiap orang ingin kepastian akan sikap kejujuran
26
orang
lain
terhadap
dirinya.
Jadi
kepercayaan
tentunya
kejujuran
dalam
dalam
merintis
memberikan
informasi tanpa ada yang ditutup-tutupi dan memberikan informasi sesuai dengan kenyatan real (apa adnya) adalah sangat pennting. (7) Peduli (caring) Dalam
memberikan
asuhan
keperawatan,
perawat
menggunakan keahlian, kata-kata yang lemah lembut, sentuhan, memberikan harapan, selalu berada di samping klien, dan bersifat caring sebagai media pemberi asuhan (Cooper & Burroughs, 1999). Marrner & Tomey (1994), menyatakan bahwa caring merupakan pengetahuan kemanusiaan, inti dari praktek keperawatan yang bersifat etik dan filosofikal. Caring bukan semata-mata perilaku, tapi caring adalah cara yang memiliki makna dan memotifasi tindakan. Caring juga didefenisikan sebagai tindakan yang bertujuan memberikan asuhan
fisik
dan
memperhatikan
emosi
sambil
meningkatkan rasa aman dan keselamatan klien (Carruth, 1999). (8) Kerahasiaan Kerahasiaan merupakan suatu kode etik perawat dalam jabatannya. Dalam kerahasiaan tentang penyakit pasien, perawat hendaknya berhati-hati untuk mengatakan perihal penyakit klien meskipun kepada keluarga terdekat. Kemungkinan akibat yang tidak baik akan terjadi jika perawat menceritakan perihal penyakit klien kepada orang lain. Selain kejadian-kejadian dalam rumah sakit hendaknya tidak
diceritakan
kepada
orang
lain
yang
tidak
berkepentingan. Terkecuali kerahasiaan itu dapat di
27
publikasikan jika ada persetujuan dari beberapa pihak yang berkepentingan atas dasar keselamatan orang banyak.
C. Kerangka teori Memiliki sifat positif Motivasi sembuh Berorientasi pada pencapaian tujuan
Kekuatan yang mendorong individu Kepercayaan
-
Credibility Hubungan Terapeutik Komunikasi Terupetik Hubungan Saling Membantu
Gambar 2.1 Kerangka teori Sumber : Wood dan Mc Dermott, 1999
28
D. Kerangka konsep Variabel bebas Kepercayaan
Variabel terikat Motivasi sembuh
Gambar 2.2 Kerangka konsep
E. Variabel penelitian 1. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah kepercayaan pasien terhadap perawat 2. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah motivasi sembuh
F. Hipotesis penelitian Ada hubungan antara kepercayaan pasien terhadap perawat dengan motivasi sembuh