BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Nifas Periode pascapartum ialah masa enam minggu sejak bayi lahir sampai organ-organ reproduksi kembali ke keadaan normal sebelum hamil (Bobak et al, 2005: 492). Masa nifas disebut juga masa postpartum atau puerperium yaitu masa atau waktu sejak bayi dilahirkan dan plasenta keluar lepas dari rahim, sampai enam minggu berikutnya, disertai dengan pulihnya kembali organ–organ yang berkaitan dengan kandungan, yang mengalami perubahan seperti perlukaan dan lain sebagainya berkaitan saat melahirkan (Suherni, 2009, hal. 1).
B. Tujuan Perawatan Masa Nifas Menjaga kesehatan ibu dan bayinya, baik fisik maupun psikologis, mendeteksi masalah, mengobati, dan merujuk bila terjadi komplikasi pada ibu maupun bayinya, memberikan pendidikan kesehatan kepada ibu berkaitan dengan: gizi, menyusui, pemberian imunisasi pada bayinya,perawatan bayi, memberikan pelayanan KB (Suherni et al, 2009 & Saleha, 2009).
C. Perubahan Fisiologis Pada Masa Nifas Selama masa nifas, alat-alat interna maupun eksterna berangsur-angsur kembali seperti keadaan sebelum hamil. Perubahan keseluruhan alat genitalia ini disebut involusi. Pada masa ini terjadi juga perubahan penting lainnya seperti pada uterus yang berkontraksi posisi fundus uteri berada kurang lebih pertengahan antara umbilikus dan
Universitas Sumatera Utara
simfisis, atau sedikit lebih tinggi. Dua hari kemudian, kurang lebih sama dan kemudian mengerut, sehingga dalam 2 minggu telah turun masuk kedalam rongga pelvis dan tidak dapat diraba lagi dari luar. Involusi uterus melibatkan pengreorganisasian dan pengguguran desidua serta pengelupasan situs plasenta, sebagaimana diperlihatkan dengan pengurangan dalam ukuran dan berat serta warna dan banyaknya lokia. Involusi tersebut dapat dipercepat prosesnya bila ibu menyusui bayinya (Prawirohardjo, 2002 & Saleha, 2009, hal 56). Dalam keadaan normal, uterus mencapai ukuran besar pada masa sebelum hamil sampai dengan kurang 4 minggu, berat uterus setelah kelahiran kurang lebih 1 kg sebagai akibat involusi. Satu minggu setelah melahirkan beratnya menjadi kurang lebih 500 gram, pada akhir minggu kedua setelah persalinan menjadi kurang lebih 300 gram, setelah itu menjadi 100 gram atau kurang (Saleha, 2009, hal. 54). Lokia adalah cairan sekret yang berasal dari cavum uteri dan vagina selama masa nifas. Dua sampai tiga hari post partum akan mengeluarkan lokia rubra (cruenta) berwarna merah karena berisi darah segar dan sisa–sisa selaput ketuban, sel–sel desidua, verniks caseosa, lanugo dan mekonium. Pada hari ketiga sampai ketujuh akan mengeluarkan lokia sanguilenta berwarna merah kuning berisi darah dan lendir . Pada hari ketujuh samai hari ke empat belas akan mengeluarkan lokia serosa berwarna kuning dan cairan ini tidak berdarah lagi. Setelah 2 minggu akan mengeluarkan lokia alba berupa cairan putih berbentuk krim serta terdiri atas leukosit dan sel–sel desidua (Saleha, 2009, hal. 55-56). Perubahan pada endometrium adalah timbulnya trombosis, degenerasi, dan nekrosis di tempat implantasi plasenta. Pada hari pertama tebal endometrium 2,5 mm, permukaan
Universitas Sumatera Utara
kasar akibat pelepasan desidua dan selaput janin. Setelah tiga hari mulai rata, sehingga tidak ada pembentukan jaringan perut pada bekas implantasi plasenta. Perubahan pada serviks adalah menjadi sangat lembek, kendur dan terkulai. Vagina dan lubang vagina pada permulaan puerperium merupakan suatu saluran yang luas berdinding tipis. Secara berangsur–angsur luasnya berkurang, tetapi jarang kembali seperti ukuran seorang nulipara. Pada semua wanita yang telah melahirkan proses laktasi terjadi secara alamiah. Ketika hormon yang dihasilkan plasenta tidak ada lagi untuk menghambatnya kelenjar pituitari akan mengeluarkan prolaktin (hormon laktogenik). Sampai pada hari ketiga setelah melahirkan, efek prolaktin pada payudara mulai bisa dirasakan. Pembuluh darah payudara menjadi bengkak terisi darah, sehingga timbul rasa hangat, bengkak dan rasa sakit. Sel-sel acini yang menghasilkan ASI juga mulai berfungsi. Ketika bayi mengisap puting, refleks saraf merangsang lobus posterior pituitari untuk menyekresi hormon oksitosin. Oksitosin merangsang refleks let down (mengalirkan) sehingga menyebabkan ejeksi ASI melalui sinus aktiferus payudara ke duktus yang terdapat pada puting. Refleks ini dapat berlangsung sampai waktu yang cukup lama (Saleha, 2009, hal.57-58). Perubahan pada pencernaan setelah melahirkan sering terjadi konstipasi yang disebabkan oleh makanan padat dan kurang berserat. Ada rasa takut untuk buang air besar, sehubungan dengan jahitan pada perineum, jangan sampai lepas dan takut akan rasa nyeri. Pada pelvis ginjal dan ureter yang teregang dan berdilatasi selama kehamilan kembali normal pada akhir minggu keempat setelah melahirkan. Pemeriksaan sistokopik segera setelah melahirkan menunjukkan tidak saja edema dan hiperemia dinding kandung kemih, tetapi sering kali terdapat ekstravasi darah pada submukosa (Saleha, 2009, hal. 58)
Universitas Sumatera Utara
Ligamen–ligamen, fasia, dan diafragma pelvis yang meregang sewaktu kehamilan dan persalinan berangsur–angsur kembali seperti sediakala. Tidak jarang ligamen rotundum mengendur, sehingga uterus jatuh ke belakang. Fasia jaringan penunjang alat genitalia yang mengendur dapat diatasi dengan latihan–latihan tertentu. Mobilitas sendi berkurang dan posisi lordosis kembali secara perlahan–lahan. (Saleha, 2009, hal 59). Perubahan tanda–tanda vital pada masa nifas yaitu suhu badan hari keempat setelah persalinan suhu ibu mungkin naik sedikit, antara 37,2oC–37,5oC. Sesudah dua jam pertama melahirkan umumnya suhu badan akan kembali normal. Denyut nadi ibu akan melambat sampai sekitar 60–80 x/menit setelah persalinan. TD < 140/90 mmHg. Tekanan Darah tersebut bisa meningkat dari pra persalinan pada satu sampai tiga hari post partum. Respiras pada umumnya respirasi lambat atau bahkan normal karena ibu dalam keadaan pemulihan atau dalam kondisi istirahat (Suherni et al, 2009 & Saleha, 2009).
D. Perawatan Kebutuhan Dasar Pada Masa Nifas Pada masa nifas masalah diet perlu mendapat perhatian yang serius, karena dengan gizi yang baik dapat mempercepat penyembuhan ibu dan sangat mempengaruhi susunan air susu ibu. Diet yang diberikan harus bermutu, bergizi tinggi, cukup kalori, tinggi protein, dan banyak mengandung cairan. Ibu yang menyusui harus memenuhi kebutuhan gizi sebagai berikut: Mengonsumsi tambahan 500 kalori tiap hari, makan dengan diet berimbang untuk mendapatkan protein, mineral, dan vitamin yang cukup, minum sedikitnya 3 liter air setiap hari, pil zat besi harus diminum selama 40 hari pascapersalinan, minum kapsul vitamin A 200.000 unit untuk bayi melalui asi (Saleha,
Universitas Sumatera Utara
2009). Ibu juga dianjurkan untuk istirahat yang cukup, tidur siang dan melakukan kegiatan rumah tangga dengan perlahan-lahan. Ambulasi dini ialah kebijaksanaan agar secepat mungkin bidan membimbing ibu postpartum bangun dari tempat tidurnya dan membimbingnya berjalan. Ibu postpartum sudah diperbolehkan bangun dari tempat tidur dalam 24-48 jam postpartum. Kebersihan diri yaitu ibu menjaga kebersihan seluruh tubuh, mengajarkan ibu cara membersihkan daerah kelamin dengan sabun dan air, menyarankan ibu mengganti pembalut setiap kali mandi, BAB/BAK, 3-4 jam supaya ganti pembalut, mencuci tangan dengan sabun dan air sebelum menyentuh daerah kelamin, memandikan bayi setelah 6 jam, mandikan bayi 2 kali sehari tiap pagi dan sore, mengganti pakaian bayi tiap habis mandi dan tiap kali basah, menjaga tempat tidur bayi selalu bersih dan hangat, menjaga alat apa saja yang dipakai bayi tetap bersih. (Saleha, 2009) Ibu diminta untuk BAK 6 jam postpartum. Jika dalam 8 jam postpartum belum dapat berkemih atau sekali berkemih belum lebih 100 cc, maka di lakukan kateterisasi dan diharapkan dapat BAB setelah hari kedua postpartum. Jika hari hari ketiga belum BAB , maka perlu diberi obat pencahar per oral atau per rektal (Saleha, 2009, hal 73-74). Setelah persalinan, hampir seluruh organ tubuh berubah yang terlihat pada alat-alat kandungan seperti dinding perut menjadi lembek dan lemas disertai adanya striae gravidarum. Oleh karena itu perlu melakukan latihan senam nifas. Kemudian pemberian ASI segera setelah lahir minimal 30 menit bayi telah disusukan dan ibu dianjurkan untuk menggunakan KB. Perawatan payudara dengan melakukan masase pada payudara dengan mencuci tangan sebelum melakukan masase, menuangkan minyak pada ke dua belah telapak tangan secukupnya dan pengurutan dilakukan (Saleha, 2009 & Suherni et al 2009)
Universitas Sumatera Utara
E. Kebijakan Program Nasional Masa Nifas Adapun kunjungan masa nifas dilakukan paling sedikit empat kali kunjungan untuk menilai status ibu dan bayi baru lahir, dan untuk mencegah, mendeteksi, dan menangani masalah-masalah yang terjadi dalam masa nifas. Pada kunjungan pertama 6-8 jam setelah persalinan bertujuan untuk mencegah perdarahan masa nifas, mendeteksi dan merawat penyebab lain perdarahan dan memberikan rujukan bila perdarahan berlanjut, memberikan konseling pada ibu atau keluarga mengenai bagaimana mencegah perdarahan masa nifas karena atonia uteri, melakukan hubungan antara bayi dan ibu (Bonding Attatcment), menjaga bayi agar tetap sehat dengan cara mencegah hipotermi, pemberian asi pada masa awal menjadi ibu. Pada kunjungan ke dua 6 hari setelah persalinan bertujuan untuk memastikan involusi uterus berjalan normal, uterus berkontraksi, fundus dibawah umbilikus tidak ada tanda-tanda perdarahan abnormal dan tidak ada bau, menilai adnya tanda-tanda demam, infeksi dan perdarahan abnormal, memastikan ibu mendapat istirahat yang cukup, makanan yang bergizi, menyusui dengan baik dan memberikan konseling kepada ibu mengenai asuhan pada bayi, cara merawat tali pusat, dan bagaimana menjaga bayi agar tetap hangat. Pada kunjungan ke tiga 2 minggu setelah persalinan memiliki tujuan kunjungan yang sama dengan kunjungan ke dua. Pada kunjungan ke empat, 6 minggu setelah persalinan. Untuk menanyakan pada ibu tentang penyulit-penyulit yang di alami ibu dan memberikan konseling untuk KB secara dini, imunisasi, senam nifas dan tanda-tanda yang dialami oleh ibu dan bayi (Ambarwati et al, 2009:4,5).
Universitas Sumatera Utara
F. Konsep Budaya Dalam Perawatan Post Partum Menurut Koentjaraningrat (1981, hal. 5) mengemukakan bahwa kebudayaan merupakan perkembangan dari bentuk jamak “budi daya”, artinya daya dari budi, kekuatan dari akal. Defenisi kebudayaan itu sebagai “keseluruhan gagasan dan karya manusia yang harus dibiasakannya dengan belajar, beserta keseluruhan dari hasil budi dan karyanya itu”. Atau kebudayaan adalah keseluruhan dari apa yang pernah dihasilkan oleh manusia karena pemikiran dan karyanya. (Muhammad, 2008, hal. 75). Sistem nilai budaya adalah konsepsi-konsepsi tentang nilai yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar anggota masyarakat, dan berfungsi sebagai pedoman tertinggi bagi sikap mental, cara berpikir, dan tingkah laku mereka. Sistem nilai budaya tersebut adalah hasil pengalaman hidup yang berlangsung dalam kurun waktu yang lama, sehingga menjadi kebiasaan yang berpola. Sistem nilai budaya yang sudah berpola itu meliputi segala aspek nilai kehidupan masyarakat. Kehidupan masyarakat adalah pola kehidupan yang berkelompok dalam bentuk-bentuk tertentu (Muhammad, 2008). Dimulai dari terbentuknya janin dan kelahiran bayi merupakan suatu fenomena yang wajar dalam kehidupan manusia sehingga masyarakat dengan berbagai kebudayaannya
memiliki
persepsi,
interpretasi
dan
respon
perilaku
dalam
menghadapinya dengan beraneka ragam implikasinya terhadap kesehatan (Swasono, 2009 hal 27). Dalam hal ini, kehamilan dan kelahiran bukan hanya dilihat dari segi biologis dan fisiologis. Namun fenomena ini harus dilihat sebagai suatu proses yang mencakup pemahaman dan pengaturan dalam pandangan budaya mengenai kehamilan dan kelahiran, persiapan kelahiran, para pelaku dalam pertolongan persalinan, wilayah
Universitas Sumatera Utara
tempat kelahiran berlangsung, cara-cara pencegahan bahaya, penggunaan ramu-ramuan atau obat-obatan dalam proses kelahiran, cara-cara menolong persalinan, dan pusat kekuatan dalam mengambil keputusan mengenai pertolongan serta perawatan bayi dan ibunya. (Jordan, 1993 hal 48-49). Dari berbagai macam kelompok masyarakat di tempat yang berbeda memfokuskan perhatian mereka terhadap aspek kultural dari kehamilan hingga kelahiran menganggap kedua peristiwa tersebut sebagai tahapan kehidupan yang harus dijalani di dunia. Ketika bayi lahir, di anggap sudah berpindah dari kandungan ibu ke dunia untuk memulai hidup yang baru sebagai manusia.Begitu pula seorang ibu akan menjalankan peran baru sebagai orang tua (Swasono, 1998, hal 4). Didalam faktor-faktor budaya mempunyai peranan penting untuk memahami sikap dan perilaku menanggapi kehamilan, kelahiran serta perawatan ibu dan bayinya. Adapun pandangan budaya mengenai hal tersebut telah diwariskan turun-temurun dalam kebudayaan masyarakat yang bersangkutan (Swasono, 1998, hal 27).
G. Perawatan Pasca Salin Menurut Budaya Batak Toba 1. Dapat melakukan pekerjaan ibu-ibu sehari-hari seperti memasak, mencuci pakaian dan merapikan rumah 2. Membuat arang dibawah atau disamping ibu, supaya ibu dan bayi merasa hangat dan bai tid hipotermi. 3. Suami memberi air nira (tuak) dan juga bir hitam kepada ibu dengan anggapan supaya ibu cepat sehat dan bisa kuat kembali bekerja ke sawah apabila sudah sehat total, karena kebanyakan mata pencaharian mereka adalah bertani.
Universitas Sumatera Utara
4. Memberi makanna yaitu bangun-bangun dan ayam napinadar, supaya sisa darah yang ada di rahim ibu cepat keluar dan ibu cepat sehat dan memperlancar ASI. 5. Membantu ibu untuk berkemih, mandi, dan mengganti pakaian jika ibu menginginkannya.
H. Fenomenologi Fokus utama fenomenologi adalah pengalaman nyata. Dan memahami arti peristiwa dan kaitan-kaitannya terhadap orang-orang biasa dalam situasi tertentu. Hal yang dikaji adalah deskripsi pengalaman orang lain dan maknanya bagi mereka. Fenomenologi adalah ilmu yang memiliki tujuan untuk menjelaskan fenomena, penampilan dari sesuatu yang khusus. Dimana penelitian yang berfokus pada penemuan fakta mengenai pengalaman yang merupakan suatu metode penelitian yang kritis dan menggali fenomena yang ada secara sistematis. Yang diteliti adalah pengalaman manusia melalui deskripsi dari orang yang menjadi partisipan penelitian, sehingga dapat memahami pengalaman hidup partisipan. Fenomenologi dapat dikatakan sebagai penyokong semua riset kualitatif karena berfokus pada penafsiran individual terhadap pengalamannya sendiri (Saryono et al, 2010 & Stevens et al, 2006).
Universitas Sumatera Utara