AMANDA NOVANDILA S FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS PA

Download Sapi Perah dalam Upaya Pencegahan Penyakit Mastitis” telah dilaksanakan mulai Mei 2016 sampai Juni 2016 di ... ditinjau dari aspek-aspek up...

0 downloads 363 Views 277KB Size
Hubungan Antara Pengetahuan dengan……………..............…………Amanda Novandila S HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP DENGAN TINDAKAN PETERNAK SAPI PERAH DALAM UPAYA PENCEGAHAN PENYAKIT MASTITIS THE CORRELATION OF COGNITIVE AND AFFECTIVE WITH PSYCHOMOTOR OF DAIRY FARMER IN MASTITIS DISEASE PREVENTION (Kasus di Peternakan Sapi Perah Kelurahan Cipageran, Kecamatan Cimahi Utara, Kota Cimahi) (A Case at Dairy Farm Cipageran Village, Sub District of North Cimahi, Cimahi City) Amanda Novandila Soerahman*, Marina Sulistyati**, Didin S Tasripin** Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran, Jalan Raya Bandung – Sumedang KM 21 Sumedang 45363 *Alumni Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran Tahun 2016 **Staf Pengajar Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran e-mail: [email protected]

ABSTRAK Penelitian mengenai “Hubungan Pengetahuan dan Sikap dengan Tindakan Peternak Sapi Perah dalam Upaya Pencegahan Penyakit Mastitis” telah dilaksanakan mulai Mei 2016 sampai Juni 2016 di Kelurahan Cipageran, Kecamatan Cimahi Utara Kota Cimahi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan memperoleh gambaran sejauh mana tingkat pengetahuan, sikap, dan tindakan peternak sapi perah dalam upaya pencegahan penyakit mastitis, serta hubungan antara ketiganya. Jumlah sampel yang terpilih adalah 30 peternak sapi perah dari tiga kelompok yang berdomisili di Kelurahan Cipageran. Penelitian ini menggunakan metode survei. Penentuan sampel menggunakan metode Proportional Random Sampling. Metode analisis menggunakan uji korelasi Rank Spearman. Hasil Penelitian menunjukan bahwa tingkat pengetahuan peternak ditinjau dari aspek-aspek upaya pencegahan penyakit mastitis termasuk dalam kategori rendah (86,67%). Tingkat anggapan/sikap peternak ditinjau dari aspek-aspek upaya pencegahan penyakit mastitis termasuk dalam kategori tinggi (93,33%). Tingkat tindakan/penerapan ditinjau dari aspek-aspek upaya pencegahan penyakit mastitis termasuk dalam kategori sedang (56,67%). Hubungan pengetahuan dan sikap dengan tindakan peternak sapi perah dalam upaya pencegahan penyakit mastitis menunjukan hubungan yang rendah tapi pasti dengan koefisien korelasi rank Spearman (rs) sebesar 0.257. Kata kunci : tingkat pengetahuan, sikap, tindakan, peternak sapi perah, mastitis. ABSTRACT The research entitled “The Correlation of Cognitive, Affective and Psychomotor of Dairy Farmer in Matitis Disease Prevention” has been conducted since Mayto June 2016 in Kelurahan Cipageran, Subdistrict of Cimahi Utara, City of Cimahi. The research aims to examine the cognitive,affetive, and psychomotor levelof the dairy farmers in its relation on preventing Mastitis disease, as well as the correlation between the three. 30 dairy farmers out of three groups domiciled in Kelurahan Cipageran were selected for the samples. The research adopted a survey method, meanwhile proportional random sampling method was Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran | 1

Hubungan Antara Pengetahuan dengan……………..............…………Amanda Novandila S used for sampling decision, and as for the analysis method was being used in the research is the Spearman‟s rank correlations. The result showed the cognitive level of the dairy farmers in regards to the aspects of Mastitis disease prevention is classified as “low” (86.67%). Nevertheless, the affective level of the dairy farmers in regards to the aspects of mastitis disease prevention is classified as “high” (93.33%), while the psychomotor level of the dairy farmers in regards to the aspects of Mastitis disease prevention is classified as “medium” (56.67%). The correlation between the cognitive, affective and psychomotor level of the dairy farmers in terms of Mastitis disease prevention concluded as a definite but small relationship indicated by the Spearman‟s correlation coefficient rank of 0.257. Key words : extension cognitive, affetive, psychomotor, dairy farmer, mastitis.

Pendahuluan Ternak sapi perah merupakan komoditi yang masih luas peluang pasarnya, kebutuhan akan

susu terus meningkat setiap tahunnya diiringi dengan kesadaran masyarakat akan

kebutuhan protein hewani bagi tubuh, sehingga masyarakat semakin jeli dan peduli dengan kualitas dari produk yang dibutuhkan dan di konsumsi. Kecamatan Cimahi Utara merupakan salah satu wilayah pengembangan sapi perah potensial di Kota Cimahi. Populasi sapi perah di kelurahan Cipageran kecamatan Cimahi Utara saat ini berjumlah 203 ekor, dengan produksi susu pada tahun 2014 dari seluruh sapi perah sekitar 1.556 liter/hari atau 46.680 liter/bulan, berasal dari 91 ekor sapi perah laktasi (Tim Peneliti Fapet Unpad & Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Pemerintah Kota Cimahi, 2014). Permasalahan yang mendesak untuk diselesaikan pada tingkat peternak adalah masih rendahnya produktivitas sapi perah dan tingginya kasus mastitis. Kendala yang dihadapi dalam usaha peternakan sapi perah antara lain kurangnya pengetahuan dan sikap peternak dalam upaya pencegahan penyakit mastisis.

Tingkat

pengetahuan peternak mempengaruhi tindakannya dalam pencegahan mastitis. Pengetahuan peternak sapi perah akan pentingnya menjaga kebersihan ternak maupun peralatan perah sangat diperlukan sehingga ternak dapat terhindar dari penularan mastitis. Begitupun dengan sikap peternak dalam upaya pencegahan penyakit mastitis perlu diperhatikan apakah telah sesuai dengan pengetahuan yang ia miliki sebelumnya. Mastitis adalah peradangan jaringan internal kelenjar ambing dengan berbagai penyebab dan derajat keparahan, lama penyakit serta akibat penyakit yang ditimbulkan sangat beragam. Manifestasi penyakit mastitis pada sapi perah dibedakan menjadi dua macam yaitu mastitis klinis dan subklinis. Kasus mastitis seringkali bermula dari mastitis subklinis yang terjadi pada saat laktasi. Mastitis klinis selalu diikuti tanda klinis, berupa pembengkakan, pengerasan ambing, rasa sakit, panas serta kemerahan bahkan sampai terjadi penurunan fungsi Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran | 2

Hubungan Antara Pengetahuan dengan……………..............…………Amanda Novandila S ambing. Namun demikian, kedua jenis mastitis subklinis maupun klinis dapat menyebabkan penurunan produksi dan penurunan kualitas susu. Susu yang dihasilkan oleh sapi penderita mastitis dapat mengalami perubahan secara fisik, kimiawi, patologis dan bakteriologis, demikian pula dengan jaringan kelenjar ambingnya (Samad 2008). Kerugian akibat mastitis yang paling utama adalah penurunan produksi susu, bahkan pada mastitis klinis dapat menyebabkan produksi terhenti. Upaya penanggulangan mastisis melalui tindakan pencegahan perlu mendapat perhatian serius, karena penularan akan terus terjadi apabila dibiarkan tanpa upaya-upaya yang jelas. Upaya pencegahan melalui perbaikan tata laksana, lingkungan yang bersih, tata cara pemerahan yang tepat dan penanganan sapi kering kandang perlu terus diupayakan.

Mastitis menyebabkan produktivitas sapi perah

cenderung rendah, sapi perah yang terjangkit mastitis subklinis menyebabkan produksi susu turun 10-12% (Sudarwanto, 1999). Khususnya di peternakan rakyat Kelurahan Cipageran Cimahi Utara yang menjadi salah satu kawasan sentra susu di Jawa Barat, terdapat kasus mastitis subklinis yang mencapai 80%. Oleh karena itu peneliti melakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui tentang hubungan antara pengetahuan dan sikap dengan upaya pencegahan penyakit mastitis di kawasan peternakan rakyat Kelurahan Cipageran Cimahi Utara.

Objek dan Metode 1.

Objek Penelitian Subjek yang diamati dalam penelitian ini adalah peternak sapi perah di Kelurahan

Cipageran, Kecamatan Cimahi Utara, Kota Cimahi. 2.

Metode dan Penentuan Daerah Penelitian Metode penelitian yang digunakan adalah metode survei, melalui

pengumpulan

informasi dari sampel. Lokasi penelitian dilakukan di Kelurahan Cipageran, Kecamatan Cimahi Utara. Pemilihan lokasi ini ditetapkan dengan pertimbangan sebagai berikut: (1) merupakan salah satu sentra peternakan sapi perah di kawasan Cimahi, yang memiliki populasi/skala usaha yang bervariatif antara 3-15 ekor, (2) menjadi kawasan sentra susu di kawasan Cimahi, (3) terdapat kejadian mastitis di beberapa peternak sapi perah. 3. Teknik Pengambian Sampel Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini adalah dengan metode proportional random sampling. Responden dari penelitian ini adalah para peternak sapi perah yang menjadi anggota kelompok Mekar Mandiri, Berkah Darunni‟mah, dan Mitra Berkah. Banyaknya peternak yang akan menjadi responden adalah sebanyak 30 orang dari total populasi tiga Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran | 3

Hubungan Antara Pengetahuan dengan……………..............…………Amanda Novandila S kelompok yaitu 62 orang. Hal ini sejalan dengan pendapat Singarimbun dan Efendi (1989), bahwa sampel yang besar jika jumlahnya lebih besar atau sama dengan 30, maka akan mendekati kurva distribusi normal. 4. Jenis dan Teknik Pengumpulan Data Data yang dihimpun terdiri dari 2 jenis data yaitu, primer dan sekunder. Data primer diperoleh dari peternak yang dihimpun melalui wawancara yang berpedoman pada kuisioner yang telah disediakan dan dilakukan secara observasi. Data sekunder diperlukan sebagai data penunjang yang diperoleh dari instansi terkait. Variabel Bebas Kognisi (Pengetahuan) Afeksi (Sikap)

Variabel Terikat Psikomotorik (Tindakan)

1. Pengetahuan tentang penyakit mastitis

1. Tindakan peternak terhadap penularan mastitis

1. Sikap peternak terhadap pengetahuan penyakit mastitis 2. Pengetahuan tentang 2. Sikap peternak terhadap penularan mastitis penularan penyakit mastitis 3. Pengetahuan tentang gejala 3. Sikap peternak terhadap mastitis gejala mastitis 4. Pengetahuan peternak 4. Sikap peternak terhadap tentang pencegahan mastitis pencegahan penyakit mastitis 5. Pengetahuan peternak tentang pengendalian mastitis

2. Tindakan peternak terhadap gejala mastitis 3. Tindakan peternak terhadap pencegahan mastitis 4. Tindakan peternak terhadap pengendalian mastitis

5. Sikap peternak terhadap pengendalian mastitis

Hasil dan Pembahasan

Aspek Pengetahuan (Kognitif) Peternak Sapi Perah Aspek kognisi merupakan salah satu unsur dalam menentukan persepsi seseorang terhadap suatu objek. Secara umum aspek kognitif pada peternakan Kelurahan Cipageran dapat dilihat pada Tabel 8. Aspek kognisi dalam penelitian ini berupa pengetahuan tentang penyakit mastitis, penularan mastitis, gejala mastitis, pencegahan mastitis, dan pengendalian mastitis. Tabel 8. Aspek Pengetahuan (Kognitif) Responden No

1.

Indikator

Pengetahuan tentang penyakit mastitis

Tinggi

Sedang

Rendah

...%...

...%...

...%...

6,67

83,33

10,00

Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran | 4

Hubungan Antara Pengetahuan dengan……………..............…………Amanda Novandila S 2.

Pengetahuan tentang penularan mastitis

10,00

50,00

40,00

3.

Pengetahuan tentang gejala mastitis

6,67

50,00

43,33

4.

Pengetahuan tentang pencegahan mastitis

3,33

56,67

40,00

5.

Pengetahuan tentang pengendalian mastitis

0,00

13,33

86,67

0,00

13,33

86,67

Rekapitulasi tingkat kognitif responden

Data tabel 8 menunjukan bahwa tingkat pengetahuan (kognisi) responden termasuk kategori rendah (86,67%). Pengetahuan mengenai penyakit mastitis meliputi definisi, penyebab dan dampak termasuk kategori sedang, hal ini disebabkan kebanyakan peternak/responden mengetahui dampak yang ditimbulkan oleh mastitis tetapi tidak mengetahui definisi dan penyebab dari penyakit mastitis. Kebanyakan peternak mengetahui penyakit mastitis berdasarkan pengalaman mereka saja. Peternak/responden di Kelurahan Cipageran menyebut penyakit mastitis dengan istilah „merecet‟. Peternak pada umumnya mengetahui penularan mastitis terjadi melalui kandang yang tidak memenuhi syarat kebersihan (becek, kotor dan lembab). Peternak membersihkan kandang secara rutin sebelum memerah sapi perah sehingga pada saat memerah kandang sudah dalam keadaan bersih. Beberapa peternak tidak mengetahui bahwa pencemaran lingkungan dapat memberikan dampak yang cukup besar dalam penularan penyakit mastitis. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Sutarti dkk (2003), faktor lingkungan dan manajemen kandang serta pakan pun mempengaruhi kejadian mastitis subklinis. Menurut Sutarti dkk (2003), kebersihan lingkungan dan jumlah kepemilikan ternak juga berasosiasi positif dan bermakna terhadap kejadian mastitis, artinya dengan kebersihan lingkungan yang jelek maka kejadian mastitis akan meningkat, demikian pula dengan jumlah kepemilikan ternak. Hal ini mudah dipahami karena dengan jumlah ternak yang sedikit, peternak akan lebih mudah membersihkan ternak dan kandangnya. Sedangkan peternak beranggapan bahwa mereka tidak memiliki fasilitas dan modal yang cukup untuk membuat kandang yang sesuai, maka hal tersebut menyebabkan aspek pengetahuan peternak mengenai penularan mastitis kategori sedang (50%). Pengetahuan Responden mengenai gejala mastitis termasuk kategori sedang, kebanyakan dari peternak sudah memahami ciri-ciri dari ternak mereka yang terkena mastitis seperti ambing dan puting membengkak permukaan ambing berwarna kemerahan, bila ambing diraba terasa keras dan terasa sakit terutama saat diperah, dalam keadaan sapi menderita Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran | 5

Hubungan Antara Pengetahuan dengan……………..............…………Amanda Novandila S mastitis kronis sapi demam, dehidrasi, kehilangan nafsu makan dan produksi susu menurun. Subronto (2003) menyatakan bahwa secara klinis radang ambing dapat berlangsung secara akut, subakut dan kronis. Radang dikatakan bersifat subklinis apabila gejala-gejala klinis radang tidak ditemukan saat pemeriksaan ambing. Pada proses radang yang bersifat akut, tanda-tanda radang jelas ditemukan, seperti : kebengkakan ambing, panas saat diraba, rasa sakit, warna kemerahan dan terganggunya fungsi. Air susu berubah sifat, seperti : pecah, bercampur endapan atau jonjot fibrin, reruntuhan sel maupun gumpalan protein. Proses yang berlangsung secara subakut ditandai dengan gejala seperti di atas, namun derajatnya lebih ringan, ternak masih mau makan dan suhu tubuh masih dalam batas normal. Proses berlangsung kronis apabila infeksi dalam suatu ambing berlangsung lama, dari suatu periode laktasi ke periode berikutnya. Proses kronis biasanya berakhir dengan atropi kelenjar mammae. Begitu juga dengan pengetahuan tentang pencegahan mastitis, pada umumnya peternak mengetahui bagaimana cara pencegahan penyakit mastitis dengan cara selalu memandikan sapi dan membersihkan kandang, hanya saja karena terbatasnya modal dan tenaga kerja mereka mencuci peralatan pemerahan hanya menggunakan air tanpa menggunakan sabun, sehingga pengetahuan peternak mengenai aspek tersebut termasuk kategori sedang (56,67%). Pengetahuan responden mengenai pengendalian mastitis, termasuk kategori rendah (86,67%), disebakan kebanyakan responden tidak mengetahui cara deteksi dini mastitis menggunakan metode California Mastitis Test (CMT), mereka hanya mampu memanggil mantri saat ternak terlihat gejala-gejala mastitis. Aspek Sikap (Afektif) Peternak Sapi Perah Aspek afektif dalam penelitian ini adalah berupa sikap responden terhadap stimulus berupa tanggapan. Aspek afektif merupakan suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan. Sikap merupakan kecendrungan untuk bertindak secara suka atau tidak suka terhadap suatu objek. Sikap dapat dibentuk melalui cara mengamati dan menirukan sesuatu yang positif, kemudian melalui penguatan serta menerima informasi verbal.

Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran | 6

Hubungan Antara Pengetahuan dengan……………..............…………Amanda Novandila S Tabel 9. Aspek Sikap (Afektif) Responden No

Indikator

Tinggi

Sedang

Rendah

...%...

...%...

...%...

1.

Sikap terkait penyakit mastitis

86,67

6,67

6,67

2.

Sikap terkait penularan mastitis

93,33

6,67

0,00

3.

Sikap terkait gejala mastitis

96,67

3,33

0,00

4.

Sikap terkait pencegahan mastitis

96,67

3,33

0,00

5.

Sikap terkait pengendalian mastitis

93,33

6,67

0,00

93,33

56,67

0,00

Rekapitulasi tingkat kognitif responden

Tingkat afeksi responden termasuk kategori sedang (56,67%). Aspek sikap peternak mengenai penyakit mastitis yang meliputi definisi, penyebab dan dampak mastitis menunjukan perhatian/antusiasme yang tinggi. Hal ini disebabkan kebanyakan peternak menyetujui aspek-aspek dari definisi, penyebab dan dampak dari mastitis. Pada aspek penularan mastitis, peternak menyetujui bahwa pencemaran lingkungan, kandang yang tidak memenuhi syarat (becek, kotor, dan lembab), dan pemerah harus mendahulukan memerah sapi/ambing yang sehat, hal tersebut sesuai dengan Sudono, dkk (2003) bahwa kebersihan pemerah harus diutamakan, karena melalui pemerah dapat terjadi penularan mastitis akibat kontak bakteri antara pemerah dan sapi yang diperah. Khususnya pada aspek gejala mastitis, kebanyakan dari peternak setuju dengan gejalagejala yang ditimbulkan seperti ambing dan puting membengkak, permukaan ambing kemerahan, ambing menjadi keras dan sapi merasa sakit bila diperah, sapi demam dan produksi menurun, hanya beberapa peternak kurang setuju dengan pernyataan bahwa sapi yang terkena mastitis akan mengalami dehidrasi, karena menurut pengalaman mereka sapi akan minum seperti biasa. Adapun aspek pencegahan mastitis, peternak menunjukan respon yang tinggi, pada umumnya mereka menyetujui seluruh pernyataan yang disebutkan khususnya peternak harus memperhatikan cara pemerahan sapi dengan memandikan sapi sebelum diperah dan cara memerah harus betul-betul higienis. Aspek terakhir yaitu pengendalian mastitis, kebanyakan dari peternak menyetujui hanya saja karena terbatasnya modal mereka tidak melakukan pencegahan secara maksimal misalnya mereka tidak melakukan pengujian CMT pada ternak yang mereka miliki. Hal tersebut dapat terjadi karena pola pikir yang sulit dirubah dikarenakan penerimaan respon yang bisa sangat lambat (akibat Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran | 7

Hubungan Antara Pengetahuan dengan……………..............…………Amanda Novandila S pengetahuan pengalaman, yang telah tertanam dalam diri seseorang dan sulit diubah) dan pengaruh sarana/fasilitas yang sulit terpenuhi untuk dilakukan atau menerima secara positif dari suatu objek/stimulus.

Aspek Tindakan (Psikomotorik) Peternak Sapi Perah Aspek

psikomotorik

adalah

tindakan/keterampilan

responden

terhadap

stimulus/inovasi yang ada/diberikan. Aspek psikomotorik peternak dalam tindakan mengenai penularan mastitis memiliki kategori tinggi. Hal ini disebabkan kebanyakan dari responden sudah berupaya agar ternak nya terhindar dari penyakit mastitis, namun sisanya lagi belum begitu maksimal, mereka merasa terhambat di sarana dan prasarana sehingga mereka hanya memanfaatkan apa yang ada. Apabila dikaji dari masing-masing aspek yang dipertanyakan, tindakan atau perilaku peternak mengenai upaya pencegahan penyakit mastitis secara umum termasuk ke kategori sedang (56,67%). Hal ini disebabkan kebanyakan dari peternak sudah mengetahui dan mengerti untuk melakukan pencegahan dengan mengusahakan tindakan-tindakan yang mungkin dilakukan agar ternak mereka tidak terkena penyakit mastitis. Tabel 10. Aspek Tindakan (Psikomotorik) Responden No

Indikator

Tinggi

Sedang

Rendah

...%...

...%...

...%...

1.

Tindakan tentang penularan mastitis

60,00

26,67

13,33

2.

Tindakan tentang gejala mastitis

40,00

60,00

0,00

3.

Tindakan tentang pencegahan mastitis

83,33

16,67

0,00

4.

Tindakan tentang pengendalian mastitis

10,00

26,67

63,33

40,00

56,67

3,33

Rekapitulasi tingkat kognitif responden

Secara terperinci tindakan peternak, mengenai penularan mastitis termasuk ke dalam kategori tinggi (60%). Hal ini didasarkan tindakan peternak sudah melakukan beberapa aspek seperti membersihkan kandang sebelum memerah, memandikan sapi sebelum memerah dan kebanyakan peternak sudah melakukan pemerahan dengan mendahulukan memerah sapi yang sehat. Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran | 8

Hubungan Antara Pengetahuan dengan……………..............…………Amanda Novandila S Peternak secara umum sudah mengetahui dan membedakan sapi yang sehat dan sapi yang terkena mastitis. Beberapa yang mereka sebutkan sesuai dengan pernyataan Bramley (1991) bahwa gejala klinis mastitis ditandai dengan adanya kelenjar ambing membengkak, udematus berisi cairan eksudat disertai tanda-tanda peradangan lainnya, seperti: suhu meningkat, kemerahan, rasa sakit dan penurunan fungsi. Namun seringkali sulit untuk mengetahui kapan terjadinya suatu peradangan, sehingga diagnosis terhadap mastitis harus dilakukan melalui pengujian pada produksi susunya, misalnya dengan melakukan penghitungan jumlah sel somatik (JSS) dalam susu. Terjadinya peradangan ditandai oleh perbarahan, panas, kemerahan, rasa sakit pada ambing, menurunnya produksi susu serta perubahan warna dan komposisi susu (Mc Donald, 2009; Morin, 2009; Hurley Dan Morin, 2000). Dengan demikian aspek tindakan peternak mengenai gejala mastitis termasuk dalam kategori sedang (60%). Tindakan responden mengenai pencegahan penyakit mastitis, termasuk kategori tinggi (83,33%), dikarenakan responden sudah melakukan aspek-aspek seperti memandikan ternak sebelum diperah dan menjaga kebersihan alat-alat untuk pemerahan. Sedangkan tindakan responden mengenai pengendalian mastitis termasuk kategori rendah (63,33%), kebanyakan responden tidak melakukan pemerikasaan mastitis salah satu nya dengan metode CMT yang dianggap mudah dan cepat karena terbatasnya modal dan fasilitas. Biasanya sapi yang terkena mastitis hanya diobati dengan memanggil mantri atau dokter hewan.

Hubungan Antara Pengetahuan dan Sikap dengan Tindakan Peternak Sapi Perah Dalam Upaya Pencegahan Penyakit Mastitis Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan korelasi Rank Spearman (rs), hubungan antara pengetahuan dan sikap dengan tindakan peternak sapi perahdalam upaya pencegahan penyakit mastitis kasus di Kelurahan Cipageran, Kecamatan Cimahi Utara, Kota Cimahi menghasilkan nilai koefisien korelasi sebesar 0,257. Menguji signifikan rs dapat diketahui thitung yang didapat sebesar 1,407, dari ttabel diperoleh data bahwa untuk N = 28 (df= N-2= 30-2= 28) pada taraf nyata 5% diperoleh nilai ttabel adalah 2,048 sehingga terlihat thitung < ttabel hal ini berarti Ho diterima dan dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan yang cukup berarti antara tingkat pengetahuan, sikap peternak dengan tindakan peternak dalam upaya pencegahan penyakit mastitis. Menurut aturan Guilford (1956) dalam Rakhmat (2001), bahwa nilai koefisien korelasi sebesar 0,257, termasuk ke dalam hubungan yang rendah tapi pasti. Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran | 9

Hubungan Antara Pengetahuan dengan……………..............…………Amanda Novandila S Tabel 11. Nilai Evaluasi Tingkat Kognitif, Sikap, Psikomotorik No

Indikator

1.

Tingkat Kognitif Responden

2. 3.

Tinggi

Sedang

Rendah

...%...

...%...

...%...

0,00

13,33

86,67

Tingkat Afeksi Responden

93,33

6,67

0,00

Tingkat Psikomotorik Responden

40,00

56,67

3,33

Hubungan antara pengetahuan dan sikap peternak dengan tindakan peternak dalam upaya pencegahan penyakit mastitis sebesar 25,7% hal tersebut dapat diartikan bahwa sebenarnya peternak sudah mengetahui dan menyetujui dari beberapa upaya pencegahan penyakit mastitis yang seharusnya diterapkan namun pada kenyataan terdapat keterbatasan modal waktu tenaga, dan fasilitas. Dengan demikian dalam penerapan upaya pencegahan penyakit mastitis, mereka hanya dapat melakukan semampunya, sehingga hasil perhitungan dari Rank Spearman tidak menunjukan hasil yang begitu besar. Berdasarkan hasil tersebut faktor eksternal yang merupakan pengalaman pribadi, infomasi, dan sosial budaya (kebiasaan) juga dapat mempengaruhi dan 74,3% merupakan faktor lain yang tidak diteliti oleh peneliti. Hasil penelitian ini menunjukan kurang memuaskannya pengetahuan sikap, dan tindakan dari peternak/responden dikarenakan dalam penelitian ini menggunakan teori-teori yang ada sebagai acuan, berbeda dengan pengetahuan peternak yang berasal dari pengalamanpengalaman selama belasan bahkan puluhan tahun yang sebenarnya pengetahuan tersebut benar hanya berbeda dari kebanyakan teori yang dijadikan acuan dalam penelitian ini.

Simpulan 1. Tingkat pengetahuan peternak terhadap upaya pencegahan penyakit mastitis termasuk kategori rendah dan sikap peternak dalam upaya pencegahan penyakit mastitis termasuk kategori tinggi. 2. Tindakan peternak terhadap upaya pencegahan penyakit mastitis termasuk dalam kategori sedang. 3. Hubungan pengetahuan dan sikap dengan tindakan peternak sapi perah. dalam upaya pencegahan mastitis dikategorikan hubungan yang rendah tapi pasti dengan koefisien korelasi rank Spearman (rs) sebesar 0,257.

Saran Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran | 10

Hubungan Antara Pengetahuan dengan……………..............…………Amanda Novandila S 1. Untuk meningkatkan pengetahuan dan pola pikir/tanggapan dari segi sikap peternak dalam upaya pencegahan penyakit mastitis maka perlu dilakukan penyuluhan atau pemberian informasi dan pelatihan yang terus menerus terhadap peternak sapi perah di Kelurahan Cipageran, Kecamatan Cimahi Utara, Kota Cimahi. 2. Kurang maksimal nya aspek tindakan peternak dalam melakukan upaya pencegahan penyakit mastitis, diperlukan kesadaran pada peternak agar melakukan prosedur pemerahan yang benar untuk mencegah mastitis.

Ucapan Terimakasih Penulis mengucapkan terimakasih kepada pembimbing Dr.Ir. Marina Sulistyati, MS., dan Dr.Ir. Didin Tasripin, M.Si., yang telah memberikan bimbingan selama penulisan jurnal ini.

Daftar Pustaka Bramley, A.J. 1991. Mastitis. Physiology or Pathology?. Flem.Vet. J(62): Suppl. 1: 3 – 11. Mc Donald. 2009. Mastitis in cow. Dairy Cattle Production 342 – 480. A McDonald Campus of McGill University. Faculty of Agricultural & Environmental Sciences. Departement of Animal Science 1 – 12. Morin, D. 2009. Mastitis Case Studies. Mastitis Clinical Syndromes. Mastitis Detective Cases. University of Illinois. http;//www.Mastitis detective cases. Mastitis.resources 2017.htm (10-9-2009). Tim Peneliti Peternakan Universitas Padjadjaran dan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Pemerintah Kota Cimahi. 2014 Laporan Akhir Perencanaan Pengembangan Sentra Industri Susu Sapi Perah di Kota Cimahi-Jabar. Samad, MA. 2008. Animal husbandry and veterinary science. Vol. II. Mymensingh (Bangladesh): Bangladesh Agricultural University. Singarimbun M. dan S. Effendi. 1989. Metode Penelitian. PT. Remaja Rosdakarya: Bandung. Subronto. 2003. Ilmu Penyakit Ternak I. Edisi Kedua. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Sudarwanto M. 1999. Mastitis subklinis dan cara diagnosa. Makalah dalam Kursus Kesehatan Ambing dan Program Pengendalian Mastitis. IKA-IPB (tidak dipublikasikan), Institut Pertanian Bogor, Bogor. Sudono, A. Rosdiana, F. R dan Setiawan, R. S. 2003. Beternak Sapi Perah Secara Intensif. Agro Media Pustaka. Jakarta. Sutarti E, Budiharta S, Sumiarta B. 2003. Prevalensi dan faktor-faktor penyebab mastitis pada sapi perah rakyat di Kabupaten Semarang, Provinsi Jawa Tengah. J Sain Vet. 21:43-49.

Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran | 11