FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS PADJADJARAN 1 PERBANDINGAN

Download Pengembangan sektor peternakan khususnya usaha ternak sapi perah di .... perah, karena menurut Kuswandi dkk., (2005) kebutuhan TDN sapi dar...

0 downloads 314 Views 217KB Size
PERBANDINGAN PERFORMA REPRODUKSI SAPI PERAH FRIES HOLLAND IMPOR DAN KETURUNANNYA DI BALAI BESAR PEMBIBITAN TERNAK UNGGUL HIJAUAN PAKAN TERNAK (BBPTU-HPT) BATURRADEN COMPARISON REPRODUCTION PERFORMANCE OF IMPORTED HOLSTEIN DAIRY COWS WITH THEIR PROGENY AT BALAI BALAI BESAR PEMBIBITAN TERNAK UNGGUL HIJAUAN PAKAN TERNAK (BBPTU-HPT) BATURRADEN Desyi Pratiwi*, Didin S Tasripin, Heni Indrijani Universitas Padjadjaran *Alumni Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran e-mail: [email protected]

Abstrak Manajemen reproduksi menjadi hal yang penting dalam usaha peternakan sapi perah, karena dengan manajemen reproduksi yang baik dapat menjamin peningkatan populasi sapi perah, yaitu dengan bertambahnya tingkat kelahiran serta terjaminnya produksi susu yang berkesinambungan setiap tahun. Keberhasilan manajemen reproduksi dapat dilihat dari beberapa parameter yang diukur dari tingkat pencapaian performa sifat-sifat reproduksi, diantaranya banyaknya kawin per kebuntingan (S/C), masa kosong (days open) dan selang beranak (calving interval). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui performa reproduksi sapi perah FH impor dengan keturunannya serta membandingkan performa reproduksi antara keduanya. Penelitian ini menggunakan analisis deskriptif dengan Uji T sebagai uji statistiknya. Penelitian ini dilakukan di Balai Besar Pembibitan Ternak Unggul dan Hijauan Pakan Ternak (BBPTU-HPT) Baturraden, Purwokerto – Jawa Tengah. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah catatan reproduksi sapi perah betina FH impor sebanyak 336 ekor dan keturunannya sebanyak 268 ekor dari tahun 2008-2014, periode laktasi 1 dan 2. Hasil penelitian menunjukan performa reproduksi sapi FH impor yaitu S/C 2,22 ± 1,33 kali dengan lama days open 233 ± 138 hari dan calving interval 498 ± 106 hari. Performa reproduksi sapi perah FH keturunan impor yaitu S/C 2,72 ± 1,65 kali, dengan lama days open 218 ± 139 hari dan calving interval 483 ± 126 hari. Nilai S/C sapi FH impor nyata lebih baik dari pada sapi FH keturunan impor, sedangkan untuk days open dan calving interval tidak ada perbedaan yang nyata antara keduanya. Kata kunci: impor, keturunan, performa reproduksi

FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS PADJADJARAN 1

Perbandingan Performa Reproduksi.……………………………………………..Desyi Pratiwi Abstract Reproduction management was an important thing in dairy farming, due to good reproductive management can improve dairy cow population related to increasing birth rate and ensuring sustainable milk production anually as well. Successful of reproduction management can be seen from few parameter which is measured from the characteristics of reproductive performance attainment level, such as service per conception (S/C), days open and calving interval. The research aimed to analyze the reproduction perfomance of imported FH dairy cow with their progeny and compare the reproduction performance of both either. The research used a descriptive analysis of T test as the statistical test. The research was conducted at Balai Besar Pembibitan Ternak Unggul dan Hijauan Pakan Ternak (BBPTUHPT) Baturraden, Purwokerto - Jawa Tengah. The data used in the research was a record of imported FH of 336 dairy cows and their progeny 268 dairy cows, from period of 2008-2014 of first and second lactation. The result of the research showed reproduction performance of Imported FH dairy cows are S/C 2,22 ± 1,33 times with days open 233 ± 138 days and calving interval 498 ± 106 days. The reproduction performance of the progeny of imported FH dairy cows are S/C 2,72 ± 1,65 times, days open 218 ± 139 days and calving interval 483 ± 126 days. The point of S/C of imported FH dairy cows is obviously better than the progeny, meanwhile days open and calving interval are no significant differences between those two kind of cows. Key words: import, progeny, reproduction performance

Pendahuluan Pengembangan sektor peternakan khususnya usaha ternak sapi perah di Indonesia saat ini perlu dilakukan karena hingga tahun 2011 Indonesia masih harus impor susu sekitar 70% untuk memenuhi kebutuhan susu nasional (Sinaga,

2014).

Dalam rangka mengurangi

ketergantungan akan impor susu dan meningkatkan produktivitas sapi, pemerintah melakukan impor bibit sapi perah FH unggul antara lain dari Australia dan New Zealand melalui BBPTU-HPT Baturraden, dengan harapan dapat meningkatkan produksi susu dalam negeri. Sapi FH yang telah berhasil dikembangbiakkan di BBPTU-HPT Baturraden ada dua jenis, yaitu sapi FH impor dan sapi FH keturunan impor. Sapi perah FH impor merupakan sapi perah FH yang lahir dan didatangkan dari luar negeri yang kemudian dikembangbiakkan di Indonesia dan biasanya dijadikan sebagai bibit ternak, sedangkan sapi keturunan FH merupakan sapi perah hasil keturunan dari induk FH impor baik yang dikawinkan secara alamiah maupun Inseminasi Buatan (IB) dengan FH murni maupun dengan bangsa sapi lain dan lahir di Indonesia. Sistem tata laksana reproduksi yang tepat memegang peranan penting dalam menentukan tingkat keberhasilan produksi suatu usaha peternakan sapi perah, karena FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS PADJADJARAN

2

Perbandingan Performa Reproduksi.……………………………………………..Desyi Pratiwi reproduksi merupakan faktor utama atas terjadinya laktasi pada ternak, dimana proses pembentukan air susu dalam tubuh ternak akan terjadi dengan adanya serangkaian proses reproduksi ternak, mulai dari kawin, bunting dan partus. Reproduksi ternak dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya adalah pakan, penyakit, suhu dan kelembaban. Keberhasilan manajemen reproduksi yang baik dapat dilihat dari beberapa parameter yang diukur dari tingkat pencapaian performa sifat-sifat reproduksi, diantaranya masa banyaknya kawin per kebuntingan (S/C), kosong (days open) dan selang beranak (calving interval). Beberapa penelitian mengenai pencapaian performa sifat-sifat reproduksi telah dilakukan di beberapa tempat, diantaranya di Pasir Salam-Sukabumi yang menghasilkan S/C sapi perah FH impor 2,21 ±1,04 dan kelompok sapi perah FH lokal 2,24 ±1,19 kali, rataan masa kosong untuk kelompok sapi perah FH impor 112,42 ± 57,47 hari dan kelompok sapi perah FH lokal 117,82 ± 46,31 hari (Sugiarti dan Hidayati, 1997), penelitian mengenai pencapaian performa reproduksi juga dilakukan di Grati-Pasuruan yang menghasilkan ratarata S/C sapi keturunan FH pada periode kelahiran 1 dan 2 masing-masing adalah 1,0 ± 0,0 dan 3,3 ± 1,4 sedangkan untuk sapi FH impor pada kelahiran ke 2 memiliki nilai rata-rata S/C 2,8 ± 1,4, juga diperoleh angka selang beranak antara kelahiran 1-2 pada sapi impor yaitu 526,9 ± 143,7 hari dan pada sapi keturunan FH 448,0 ± 104,5 hari (Affandhy dkk., 2008). Penelitan ini bertujuan mengetahui performa reproduksi (S/C, masa kosong dan selang beranak) sapi perah FH impor dan sapi perah keturunan FH, juga membandingkan performa reproduksi antara sapi perah FH impor dan keturunannya pada periode laktasi 1 dan 2 di BBPTU-HPT Baturraden.

Objek dan Metode Penelitian Objek Penelitian Objek dalam penelitian ini adalah catatan reproduksi sapi perah betina FH impor sebanyak 336 ekor dan keturunannya sebanyak 268 ekor pada periode laktasi 1 dan 2 dari tahun 2008-2014 yang berada di Balai Besar Pembibitan Ternak Unggul – Hijauan Pakan Ternak (BBPTU-HPT) Baturraden-Purwokerto.

FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS PADJADJARAN

3

Perbandingan Performa Reproduksi.……………………………………………..Desyi Pratiwi Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif dengan pengambilan data yang diperoleh secara sensus dari catatan reproduksi sapi perah FH impor dan keturunannya di BBPTU-HPT Baturraden-Purwokerto. Analisis data yang akan digunakan adalah analisis deskriptif dan kemudian dilakukan uji statistik menggunakan Uji T.

Variabel yang Diamati dan Cara Pengukurannya 1. Jumlah kawin per kebuntingan (S/C) Jumlah kawin dihitung sejak kawin pertama setelah beranak hingga kawin terakhir yang menghasilkan kebuntingan.

2. Masa Kosong (Days Open) Jumlah hari dihitung sejak tanggal terahir beranak hingga tanggal kawin yang menghasilkan kebuntingan (hari).

3. Selang Beranak (calving interval) Jumlah hari dihitung sejak tanggal beranak terakhir sampai tanggal beranak selanjutnya (hari).

Hasil dan Pembahasan Pemberian pakan di BBPTU-HPT Baturraden dilakukan sebanyak dua kali sehari pada pagi dan sore hari sebanyak 40 kg/ekor, dengan pemberian air minum diberikan secara ad libitum. Pakan yang ada di BBPTU-HPT Baturraden terdiri dari tiga jenis pakan , yaitu hijauan, complete feed dan konsentrat. Jenis hijauan yang biasa digunakan adalah rumput gajah (Pennisetum purpureum) dan rumput raja (Pennisetum Purpuroides), complete feed merupakan pakan campuran antara hijauan dan konsentrat, sedangkan untuk konsentrat terdapat empat macam formulasi yang berbeda sesuai dengan umur dan kondisi fisiologis sapi. FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS PADJADJARAN

4

Perbandingan Performa Reproduksi.……………………………………………..Desyi Pratiwi

Tabel 1. Kandungan nutrisi konsentrat sapi perah di BBPTU-HPT Baturraden No Jenis Konsentrat PK BK TDN …………………% ……………….. 1 F1 18,1 83 75 2 F2 15,4 83 73 3 F3/Dara 15,4 82 71 4 Pedet 18,1 84 74 5 Calf Starter 20,3 84 74 Keterangan: F1 F2 F3/Dara Pedet Calf Starter

: diberikan untuk sapi-sapi laktasi dengan produksi susu tinggi : diberikan untuk sapi-sapi laktasi dengan produksi susu sedang : diberikan untuk sapi-sapi laktasi dengan produksi susu rendah, sapi dara dan sapi kering kandang : diberikan untuk pedet : diberikan untuk pedet umur 2 minggu – 3 bulan

Sumber: BBPTU-HPT Baturraden 2013

Kandungan PK dan TDN konsentrat F1 dapat memenuhi kebutuhan nutrisi sapi dengan produksi susu tinggi karena telah memenuhi standar minimal kebutuhan nutrisi sapi perah dengan produksi tinggi yaitu PK 18% dan TDN 75%. Kandungan TDN konsentrat sapi dara dan calf starter (tabel 1) di BBPTU-HPT Baturraden belum mencukupi kebutuhan sapi perah, karena menurut Kuswandi dkk., (2005) kebutuhan TDN sapi dara dan calf starter berturut-turut yaitu 75% dan 78%. Nilai S/C dapat menunjukan produktivitas seekor ternak, semakin rendah nilai S/C, maka makin tinggi kesuburan ternak betina dalam kelompok tersebut, sebaliknya semakin tinggi nilai S/C, maka semakin rendah nilai kesuburan ternak betina tersebut. Tabel hasil pengamatan terhadap pencapaian jumlah kawin per kebuntingan di BBPTU-HPT Baturraden disajikan dalam tabel 2 berikut ini:

FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS PADJADJARAN

5

Perbandingan Performa Reproduksi.……………………………………………..Desyi Pratiwi Tabel 2. S/C sapi perah FH Impor dan Keturunan pada periode laktasi 1 dan 2 di BBPTUHPT Baturraden No

1 2

Sapi Perah

N (ekor) 336 268

FH Impor FH Keturunan

Nilai Minimal

Nilai Maksimal

Rataan S/C

. . . . . . . . . . . . (kali) . . . . . . . . . . . . 1 9 2,22 ± 1,33 a 1 9 2,72 ± 1,65 b

Koefisien Variasi % 59,91 60,68

Keterangan: Huruf yang berbeda ke arah kolom menunjukkan berbeda nyata.

Secara umum pencapaian rata-rata nilai S/C di BBPTU-HPT Baturraden baik pada sapi FH impor maupun keturunan FH lebih tinggi dari pada nilai optimal S/C yang berkisar antara 1,6 sampai 2,0 (Toelihere, 1981) dibuktikan dengan pencapaian nilai S/C tertingi yaitu 9 kali juga rata-rata S/C yang lebih dari 2,0. Hal tersebut terjadi karena dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik faktor internal ataupun faktor eksternal. Menurut Gatius dkk., (2005) beberapa faktor yang dapat mempengaruhi nilai S/C antara lain deteksi estrus, kondisi ternak sendiri serta keterampilan dan ketepatan inseminator dalam menginseminasi sapi perah. Deteksi estrus di BBPTU-HPT Baturraden dilakukan tiga kali dalam sehari yaitu pada pagi hari pukul 07.00-12.00, sore hari pukul 16.00-18.00 dan malam hari pukul 21.00-22.00. Deteksi estrus dilakukan tiga kali sehari dengan tujuan agar tidak ada estrus yang terlewatkan dan ternak dapat dikawinkan pada waktu yang tepat, sehingga dapat menghasilkan angka kebuntingan yang tinggi. Salah satu gangguan reproduksi di BBPTU-HPT Baturraden yang menyebabkan nilai S/C menjadi tinggi yaitu delayed ovulasi karena dapat mengakibatkan kawin berulang pada ternak, hal tersebut tercermin dari pencapaian nilai S/C tertinggi di BBPTU-HPT Baturraden yang mencapai 9 kali. Ternak yang mengalami delayed ovulasi di BBPTU-HPT Baturraden ditangani dengan cara disuntik menggunakan hormon GnRH, hormon tersebut akan memicu pelepasan hormon LH yang diperlukan dalam proses ovulasi sel telur.

Ternak yang

mengalami delayed ovulasi juga di IB dengan semen double dosis, hal tersebut dilakukan untuk meningkatkan kemungkinan keberhasilan bunting pada ternak dan tidak terjadi kawin berulang.

FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS PADJADJARAN

6

Perbandingan Performa Reproduksi.……………………………………………..Desyi Pratiwi Hasil uji statistik menunjukan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara nilai S/C sapi perah FH impor dengan sapi perah FH keturunan impor di BBPTU-HPT Baturraden (tabel 2).

Pencapaian rataan nilai S/C sapi FH impor (2,22 ± 1,33) lebih baik bila

dibandingkan dengan pencapaian nilai S/C pada sapi FH keturunan impor (2,72 ± 1,65), dengan koefisien variasi yang lebih rendah dari pada sapi FH keturunan impor. Hal tersebut terjadi karena adanya perbedaan lingkungan dan manajemen pemeliharaan antara sapi impor dan sapi keturunan, di kandang sapi FH impor biosekuriti yang diterapkan lebih ketat, dengan adanya larangan kunjungan kandang untuk masyarakat umum dan penggunaan kandang freestall sehingga sapi merasa nyaman.

Berbeda dengan kandang sapi keturunan FH,

kandang sapi keturunan FH sering dikunjungi oleh masyarakat umum dengan berbagai macam tujuan, hal tersebut diduga dapat memicu terjadinya stress pada sapi yang dapat menyebabkan reproduksinya menjadi terganggu. Masa kosong (days open) adalah jarak waktu setelah beranak sampai dikawinkan yang menghasilkan kebuntingan. Tabel hasil pengamatan terhadap pencapaian masa kosong di BBPTU-HPT Baturraden disajikan dalam Tabel 3 berikut ini: Tabel 3. Days open sapi perah FH Impor dan Keturunan pada periode laktasi 1 dan 2 di BBPTU-HPT Baturraden No

1 2

Sapi Perah

FH Impor FH Keturunan

N (ekor) 336 268

Nilai Minimal

Nilai Maksimal

Rataan Days Open

. . . . . . . . . . . . (hari) . . . . . . . . . . . . 37 785 233 ± 138 a 34 788 233 ± 138 a

Koefisien Variasi % 59,13 64,02

Keterangan: Huruf yang sama ke arah kolom menunjukkan tidak berbeda nyata.

Rataan masa kosong di BBPTU-HPT Baturraden untuk sapi FH impor yaitu 233 ± 138 dengan koefisien variasi 59,13%, sedangkan rataan masa kosong untuk sapi FH keturunan impor adalah 218 ± 139 dengan koefisien variasi 64,02%. Hasil uji statistik menunjukan tidak adanya perbedaan yang signifikan antara masa kosong sapi FH impor dengan masa kosong sapi FH keturunan impor (tabel 3).

FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS PADJADJARAN

7

Perbandingan Performa Reproduksi.……………………………………………..Desyi Pratiwi Rata-rata masa kosong di BBPTU-HPT Baturraden dicapai dalam angka yang cukup tinggi (tabel 3), tingginya rata-rata masa kosong tersebut selain disebabkan oleh tingginya nilai S/C juga disebabkan oleh adanya gangguan reproduksi yang menyerang sapi-sapi di BBPTU-HPT Baturraden, salah satunya adalah hipofungsi ovarium.

Hal tersebut sesuai

dengan pendapat Hardjopranjoto (1995) yang menyebutkan bahwa salah satu ukuran yang menandakan adanya gangguan reproduksi pada suatu peternakan sapi perah adalah masa kosong yang melebihi 120 hari. Hipofungsi ovarium sering menyerang sapi perah dengan produksi susu tinggi. Penanganan sapi dengan kasus hipofungsi ovarium di BBPTU –HPT Baturraden dilakukan dengan cara produksi susu sapi yang terkena penyakit hipofungsi ovarium dipertahankan pada angka 20 liter, lalu dilakukan pemijatan dengan lembut pada ovarium melalui rectum, pemijatan dilakukan dengan tujuan meningkatkan sirkulasi darah ke uterus, ovarium dan tuba fallopi.

Hipofungsi ovarium juga dapat diakibatkan oleh

kekurangan gizi, atau pakan yang diberikan tidak dapat memenuhi kebutuhan nutrisi untuk bereproduksi, oleh karena itu pada kasus hipofungsi dilakukan perbaikan kualitas pakan dan pemberian vitamin A, D, dan E. Terapi hormon juga dilakukan dengan penyuntikan hormon GnRH yang bertujuan untuk merangsang pertumbuhan folikel. Selang beranak pada usaha peternakan sapi perah merupakan komponen utama yang harus diperhatikan dalam manajemen induk agar efisiensi reproduksi dan ekonomi dapat tercapai.

Tabel hasil pengamatan terhadap pencapaian selang beranak di BBPTU-HPT

Baturraden disajikan dalam tabel 4 berikut ini: Tabel 4. Calving interval sapi perah FH Impor dan Keturunan pada periode laktasi 1 dan 2 di BBPTUHPT Baturraden No

1 2

Sapi Perah

FH Impor FH Keturunan

N (ekor) 336 268

Nilai Minimal

Nilai Maksimal

Rataan Calving Interval

Koefisien Variasi

. . . . . . . . . . . . (hari) . . . . . . . . . . . . 311 970 498 ± 106 a 309 943 483 ± 126 a

% 21,32 26,14

Keterangan: Huruf yang sama ke arah kolom menunjukkan tidak berbeda nyata.

FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS PADJADJARAN

8

Perbandingan Performa Reproduksi.……………………………………………..Desyi Pratiwi Selang beranak di BBPTU-HPT Baturraden untuk sapi perah FH impor berkisar antara 311-970 hari dengan koefisien variasi 21,32%, sedangkan untuk sapi perah FH keturunan impor berkisar antara 309-943 hari dengan koefisien variasi 26,14%. Hal ini menunjukkan bahwa selang beranak di BBPTU-HPT Baturraden baik sapi FH impor maupun keturunan FH cukup beragam, dengan rataan pencapaian selang beranak yang tidak jauh berbeda antara keduanya. Hasil uji ststistik menunjukan tidak adanya perbedaan yang signifikan antara selang beranak pada sapi FH impor dengan selang beranak pada sapi FH keturunan impor (tabel 4). Pencapaian selang beranak pada sapi FH impor di BBPTU-HPT Baturraden masih lebih baik bila dibandingkan dengan pencapaian selan beranak sapi FH impor di GratiPasuruan yaitu 526,9 ± 143,7 hari (Affandhy dkk, 2008), tetapi selang beranak tersebut masih lebih tinggi bila dibandingkan dengan pencapaian selang beranak di Pasir Salam-Sukabumi yang menghasilkan rataan selang beranak 394,60 ± 43,11 hari untuk kelompok sapi FH Impor dan 399,55 ± 46,05 hari untuk kelompok sapi peranakan FH (Sugiarti dan Hidayati, 1997). Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata selang beranak sapi perah FH di BBPTU-HPT Baturraden (tabel 4) jauh melebihi selang beranak ideal untuk ternak sapi yaitu 12 bulan atau 365 hari (Hafez, 2000). Tingginya pencapaian selang beranak di BBPTU-HPT Baturraden terjadi karena adanya kawin berulang pada ternak yang disebabkan oleh delayed ovulasi yang menyebabkan nilai S/C menjadi tinggi.

S/C secara langsung dapat

mempengaruhi lama masa kosong, ditambah dengan adanya gangguan reproduksi berupa hipofungsi ovarium yang menjadikan masa kosong semakin panjang. Nilai S/C dan lamanya masa kosong tersebut kemudian mempengaruhi panjangnya selang beranak, sehingga menghasilkan pencapaian selang beranak yang panjang.

Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka penulis dapat membuat beberapa kesimpulan, diantaranya: 1. Performa reproduksi sapi perah FH impor di BBPTU-HPT Baturraden adalah S/C 2,22 ± 1,33 kali, lama days open 233 ± 138 hari dan calving interval 498 ± 106 hari. FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS PADJADJARAN

9

Perbandingan Performa Reproduksi.……………………………………………..Desyi Pratiwi 2. Performa reproduksi sapi perah FH keturunan impor di BBPTU-HPT Baturraden adalah S/C 2,72 ± 1,65 kali, lama days open 218 ± 139 hari dan calving interval 483 ± 126 hari. 3. Nilai S/C sapi FH impor lebih baik dari pada sapi FH keturunan impor, sedangkan untuk days open dan calving interval tidak ada perbedaan.

Ucapan Terimakasih Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Dr. Ir. Didin Supriat Tasripin., M.Si., dosen pembimbing utama dan kepada Dr. Heni Indrijani., S.Pt, M.Si., dosen pembimbing anggota yang telah menyediakan waktunya untuk memberikan arahan kepada penulis hingga jurnal ini dapat diselesaikan. Terima kasih kepada para dosen pembahas, yaitu Ir. Indrani Hamidah, MS., Dr. Agr. Ir. Asep Anang, M.Phil., dan Prof. Dr. Ir. H Ujang Hidayat Tanuwiria, M.Si., pembahas yang telah memberikan koreksi dan masukan yang bermanfaat. Kepada Dekan Fakultas Peternakan, Prof. Dr. Ir. Husmy Yurmiati MS., dan kepada Wakil Dekan 1 Fakultas Peternakan, Dr. Denny Rusmana, S.Pt., M.Si. Daftar Pustaka Affandhy, L., D. Ratnawati, dan Mariyono. 2008. Performans Reproduksi Sapi Perah eksImpor dan Lokal Pada Tiga Periode Kelahiran di SP2T KUTT Suka Makmur - Grati, Pasuruan. Prosiding Prospek Industri Sapi Perah Menuju Perdagangan Bebas 2020. Puslitbang Peternakan. Gatius-Lo’pez. F., P. Santolaria, I. Mundet, and J. L. Ya’niz. 2005. Walking Activity at Estrus and Subsequent Fertility in Dairy Cows. Theriogenology. 63 : 1419-1429. Hafez, S. E. 2000. Reproduction in Farm Animals. 7thEdition. Lea and Febiger. Philadelphia. Hardjopranjoto, S. 1995. Ilmu Kemajiran Pada Ternak. Airlangga University Press, Surabaya. Kuswandi, Talib, C. Siregar, A. R dan Sugiarti, T. 2005. Pengaruh Imbangan antara Rumput dan Konsentrat pada Sapi Perah Indonesia Holstein Fase Bunting dan Laktasi. Laporan Penelitian tahun 2004, Balai Penelitian Ternak. Ciawi, Bogor. Sinaga, N. E. 2014. Memangkas Impor Susu. Sinar Tani [Online]. Tersedia: http: // www.tabloidsinartani.com. [diakses 8 Oktober 2015, jam 20.12 wib]

FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS PADJADJARAN

10

Perbandingan Performa Reproduksi.……………………………………………..Desyi Pratiwi Sugiarti, T., dan N. Hidayati. 1997. Status Reproduksi Sapi Perah FH pada Peternakan PT Tsukushima Indomilk Agropratama Pasir Salam-Sukabumi. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 1997. Puslitbang Peternakan. Toelihere, M. R. 1981. Fisiologi Reproduksi pada Ternak. Penerbit Angkasa, Bandung.

FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS PADJADJARAN

11