ANALISIS RENCANA KEMITRAAN ANTARA PETANI KACANG

Download Petani kacang tanah mitra terdiri dari dua kelompok tani di Desa Muara Cikadu, Kecamatan. Sindangbarang, Cianjur, yaitu Kelompok Tani KTH M...

0 downloads 403 Views 2MB Size
ANALISIS RENCANA KEMITRAAN ANTARA PETANI KACANG TANAH DENGAN CV MITRA PRIANGAN (Kasus pada Petani Kacang Tanah di Kecamatan Sindangbarang, Kabupaten Cianjur)

SKRIPSI

TIARA ASRI SATRIA H34052169

DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 1

RINGKASAN TIARA ASRI SATRIA. Analisis Rencana Kemitraan Antara Petani Kacang Tanah Dengan CV Mitra Priangan (Kasus pada Petani Kacang Tanah di Kecamatan Sindangbarang, Kabupaten Cianjur). Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di bawah bimbingan JOKO PURWONO). Pembangunan sektor pertanian, khususnya sub sektor tanaman pangan mempunyai peranan yang sangat penting dalam perekonomian di Indonesia. Salah satu tanaman pangan yang telah lama dikenal oleh petani Indonesia adalah kacang tanah. Kacang tanah (Arachis hypogaea) merupakan salah satu komoditas tanaman pangan yang mempunyai arti penting bagi masyarakat, baik dilihat dari nilai ekonomisnya yang tinggi maupun kandungan gizinya. Saat ini terjadi ketidakseimbangan antara produksi dan konsumsi kacang tanah di Indonesia, selain itu volume impor kacang tanah dari berbagai negara terus meningkat. Untuk mengatasi permasalahan-permasalahan tersebut maka diperlukan upaya untuk mengembangkan usahatani kacang tanah di Indonesia. Salah satu solusi yang dapat diterapkan adalah dengan melaksanakan kemitraan. Kemitraan merupakan bentuk kerjasama yang tepat antara petani dengan perusahaan agar tercapainya prinsip win-win solution. CV. Mitra Priangan sebagai salah satu perusahaan yang bergerak dalam usaha pengolahan kacang tanah berencana untuk melakukan kemitraan dengan petani kacang tanah di wilayah Cianjur, tepatnya di Kecamatan Sindangbarang sebagai upaya untuk meningkatkan produksi kacang tanah dan memenuhi kebutuhan bahan bakunya. Sebelum melaksanakan kegiatan kemitraan, CV. Mitra Priangan dan petani mitra merasa perlu untuk menentukan pola kemitraan yang paling sesuai dengan kondisi kedua pihak mitra agar tujuan kedua pihak dapat tercapai. Sehingga diperlukan adanya suatu analisis kemitraan agar kegagalan dalam bermitra dapat diperkecil. Tujuan penelitian ini adalah (1) Mengidentifikasi dan menganalisis kondisi masing-masing pelaku kemitraan, dalam hal ini kondisi CV.Mitra Priangan dan petani kacang tanah, (2) Mengidentifikasi dan menganalisis tujuan serta faktor-faktor yang mempengaruhi dalam pembentukan kemitraan menurut CV. Mitra Priangan dan petani mitra, (3) Menentukan pola kemitraan yang paling sesuai bagi CV. Mitra Priangan dengan petani mitra. Penelitian dilaksanakan di CV. Mitra Priangan yang terletak di Gg. Duren No. 1/D RT 03 RW 01, Kelurahan Solokpandan, Cianjur. Petani kacang tanah mitra terdiri dari dua kelompok tani di Desa Muara Cikadu, Kecamatan Sindangbarang, Cianjur, yaitu Kelompok Tani KTH Mekar Mukti dan Kelompok Tani Cikawung. Waktu penelitian dilaksanakan selama bulan Februari hingga Mei 2009. Responden penelitian sebanyak empat orang yang terdiri dari Direktur dan Wakil Direktur CV. Mitra Priangan dan masing-masing ketua kelompok tani, serta responden dari pihak luar kemitraan yaitu penyuluh pertanian lapang (PPL) Kecamatan Sindangbarang, Cianjur. Penelitian ini menggunakan Analytical Hierarchy Process (AHP) yang diolah menggunakan software Expert Choice 2000. Kondisi perusahaan secara keseluruhan lebih memiliki banyak faktor kekuatan (0,708) dibandingkan faktor kelemahan (0,292). CV Mitra Priangan 2

memberikan prioritas perhatian pada pemasaran (0,510), keuangan (0,213) dan sumberdaya manusia (0,116) yang menjadi kekuatan perusahaan. Pada pengolahan AHP terlihat bahwa perusahaan memiliki kekuatan pada semua subfaktor dari masing-masing faktor kekuatan. Sedangkan kelemahan perusahaan terlihat pada faktor produksi dan operasi (0,110) serta faktor penelitian dan pengembangan (0,051) pada semua subfaktor masing-masing. Kondisi petani kacang tanah secara keseluruhan lebih banyak memiliki faktor kekuatan (0,596) dibandingkan faktor kelemahan (0,404). Petani memberi prioritas perhatian berturut-turut pada produksi (0,451), modal (0,271) dan teknologi (0,136) yang menjadi kekuatan bagi petani. Subfaktor yang teridentifikasi sebagai kekuatan petani adalah kualitas produk (0,032), kuantitas produk (0,293), kontinuitas produksi (0,126), penerimaan usaha (0,044) dan fasilitas fisik (0,128). Sedangkan kelemahan petani terlihat dari faktor pemasaran (0,098) pada elemen informasi pasar (0,078), serta faktor manajemen pada elemen pengorganisasian (0,003) dan penggerakan (0,013). Pengembangan usaha merupakan faktor utama yang mempengaruhi pembentukan kemitraan menurut CV Mitra Priangan dan petani dengan bobot 0,367. Faktor-faktor lainnya yang mempengaruhi pembentukan kemitraan adalah permodalan (0,329), penguasaan teknologi (0,125), aksesibilitas pasar (0,105) dan terakhir manajemen (0,074). Pada pengolahan AHP secara keseluruhan terhadap tujuan yang hendak dicapai kedua pelaku dalam rencana pembentukan kemitraan, dihasilkan tujuan pemberdayaan dan pembinaan (0,258) sebagai prioritas utama. Selanjutnya berturut-turut adalah kelangsungan usaha (0,255), kontinuitas produk (0,221), efisiensi usaha (0,145) dan peluang pasar (0,121). Dari hasil pengolahan horisontal dalam melihat relevansi tujuan kemitraan terhadap CV. Mitra Priangan, tujuan kontinuitas produk (0,420) menjadi prioritas utama. Sedangkan bagi petani kacang tanah pemberdayaan dan pembinaan (0,360) merupakan prioritas utama. Pola KOA (0,409) merupakan pola kemitraan terpilih yang paling sesuai dengan kondisi CV. Mitra Priangan dan petani kacang tanah. Pada umumnya petani telah memiliki lahan sendiri dan sarana usahatani, sehingga yang dibutuhkan adalah bimbingan serta modal dari perusahaan. Sedangkan bagi perusahaan, pola KOA diharapkan dapat meningkatkan efisiensi usaha dengan modal yang tidak terlalu besar dan menjamin kontinuitas bahan baku. Oleh karena itu, agar kemitraan dapat terlaksana dan kerjasama CV. Mitra Priangan dengan petani mitra dapat berlangsung dalam jangka waktu yang panjang, CV. Mitra Priangan perlu memikirkan kepentingan mitra usahanya. Upaya yang dapat dilakukan CV Mitra Priangan adalah berusaha mengeliminasi kelemahan-kelemahan petani dan memperhatikan tujuan yang hendak dicapai oleh petani, seperti memberikan modal dan menyediakan tenaga pembina dan penyuluh agar dapat memberikan tambahan pengetahuan baik dalam hal teknologi maupun manajemen. Selain itu, perlu dibuat peraturan kerjasama secara tertulis untuk menghindari terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan. Perjanjian hendaknya dilakukan dengan kesepakatan kedua pihak dan ditandatangani secara legal untuk menjamin realisasi kemitraan. Kemudian, CV. Mitra Priangan dan petani perlu memberikan kontribusi yang saling menguntungkan dan dapat meningkatkan serta mengembangkan skala usaha ekonomi agar tujuan kemitraan yaitu win-win solution dapat tercapai. 3

ANALISIS RENCANA KEMITRAAN ANTARA PETANI KACANG TANAH DENGAN CV MITRA PRIANGAN (Kasus pada Petani Kacang Tanah di Kecamatan Sindangbarang, Kabupaten Cianjur)

TIARA ASRI SATRIA H34052169

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 4

Judul Skripsi

: Analisis Rencana Kemitraan antara Petani Kacang Tanah dengan CV Mitra Priangan (Kasus pada Petani Kacang Tanah di Kecamatan Sindangbarang, Kabupaten Cianjur)

Nama

: Tiara Asri Satria

NIM

: H34052169

Disetujui, Pembimbing

Ir. Joko Purwono, MS NIP. 19600606 198601 1 002

Diketahui Ketua Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS NIP. 19580908 198403 1 002

Tanggal Lulus : 5

PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Analisis Rencana Kemitraan antara Petani Kacang Tanah dengan CV Mitra Priangan (Kasus pada Petani Kacang Tanah di Kecamatan Sindangbarang, Kabupaten Cianjur)” adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Juni 2009

Tiara Asri Satria H34052169

6

RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 26 Juli 1987. Penulis adalah anak kedua dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Pandji Satria dan Ibu Prihati Marali. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri 6 Tangerang pada tahun 1999 dan pendidikan mengeah pertama diselesaikan pada tahun 2002 di SLTP Negeri 1 Cianjur. Kemudian pendidikan lanjutan menengah atas diselesaikan pada tahun 2005 di SMU Negeri 1 Cianjur. Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) pada tahun 2005. Kemudian pada tahun 2006, penulis diterima pada Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen sebagai mayor serta pada jurusan komunikasi, Departemen Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat (KPM), Fakultas Ekologi Manusia sebagai minor. Selama mengikuti pendidikan, penulis aktif pada kegiatan organisasi di lingkungan kampus. Penulis menjadi anggota keluarga mahasiswa Cianjur (KEMACI) (2005-sekarang), anggota International Association of Agriculture and Related Science Student (IAAS) periode tahun 2006, anggota Himpunan Profesi Mahasiswa Peminat Agribisnis (HIPMA) (2007-2008), dan penulis juga aktif dalam berbagai kegiatan kepanitiaan yang bersifat sementara.

7

KATA PENGANTAR Puji syukur kepada Allah SWT atas segala berkat dan karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Rencana Kemitraan antara Petani Kacang Tanah dengan CV Mitra Priangan (Kasus pada Petani Kacang Tanah di Kecamatan Sindangbarang, Kabupaten Cianjur)” dengan lancar dan tanpa suatu halangan yang berarti. Penelitian ini merupakan salah satu syarat bagi penulis untuk dapat meraih gelar sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis. Dalam penelitian ini penulis mencoba mengaplikasikan ilmu yang diperoleh selama mengikuti kegiatan perkuliahan di Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Penulis mengharapkan penelitian ini dapat bermanfaat bagi banyak pihak dan menjadi acuan untuk melaksanakan penelitian selanjutnya. Namun demikian, sangat disadari masih terdapat kekurangan karena keterbatasan dan kendala yang dihadapi. Untuk itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun ke arah penyempurnaan pada skripsi ini sehingga dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Bogor, Juli 2009 Tiara Asri Satria

8

UCAPAN TERIMAKASIH Alhamdulillah puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga memberikan kekuatan, kemudahan serta kesehatan dalam menyelesaikan skripsi ini. Penulisan skripsi ini juga tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah SWT, penulis ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada : 1. Ir. Joko Purwono, MS selaku dosen pembimbing atas bimbingan, arahan, waktu dan kesabaran yang telah diberikan kepada penulis selama penyusunan skripsi ini. 2. Dr. Ir. Ratna Winandi, MS selaku dosen penguji utama yang telah memberikan banyak masukan dan saran yang membangun kepada penulis. 3. Ir. Harmini, MSi selaku dosen penguji wakil departemen yang juga telah memberikan masukan dan saran kepada penulis. 4. Dr. Ir. Bayu Krisnamurthi, Msi selaku dosen pembimbing akademik yang dengan sabar memberikan arahan selama penulis menjalankan kegiatan perkuliahan. 5. Seluruh dosen pengajar dan staf Departemen Agribisnis yang telah memberikan ilmunya kepada penulis selama kegiatan perkuliahan. 6. Kedua orang tua tercinta, Bapak, Ibu, Mbah serta kakakku Bulan dan Abah yang selalu memberikan doa, kasih sayang, semangat, dukungan baik moral maupun materi, serta menjadi motivasi penulis untuk meyelesaikan skripsi ini dengan sebaik mungkin. 7. Bunda, Ayah, Mamah, Baping dan seluruh keluarga besar yang selalu memberikan doa, semangat serta dukungan baik moral maupun materi. 8. Fajar Harisma yang selalu menemani disaat suka maupun duka, serta memberikan dukungan, semangat, ketentraman dan segala kesabaran yang diberikan sehingga penulis akhirnya dapat menyelesaikan skripsi ini. 9. Bintang Javier Harisma yang menjadi motivasi utama penulis untuk segera menyelesaikan skripsi ini dengan sebaik mungkin. 10. Neina Ayu Kurniasari yang telah menjadi pembahas pada seminar penulis dan memberikan masukan-masukan terhadap penyelesaian skripsi. 9

11. Bapak Radianto Suwito dan Ibu Solihati Nurzanah selaku direktur dan wakil direktur CV. Mitra Priangan atas kesempatan dan informasi serta pengalaman yang diberikan kepada penulis dalam rangka penyusunan skripsi. 12. Bapak Ucum Suherman dan Bapak Ucok Gunawan selaku ketua Kelompok Tani KTH Mekar Mukti dan Kelompok Tani Cikawung yang bersedia membagi pengalaman dan informasi mengenai budidaya kacang tanah di Cianjur kepada penulis. 13. Bapak Edi K selaku Penyuluh Pertanian Lapang (PPL) Kecamatan Sindangbarang atas informasi dan ilmu yang diberikan kepada penulis dalam rangka penyusunan skripsi. 14. Sahabat-sahabat penulis, Anis, Lisda, Neina, Meno dan Nurul yang selalu berbagi suka dan duka, serta memberikan motivasi dan dukungan baik moral maupun materi selama penulis menempuh pendidikan di Institut Pertanian Bogor. Semoga semua cita-cita kita di dunia dan akhirat dapat tercapai dan persahabatan kita selalu abadi sampai kakek-nenek. 15. Semua teman-teman AGB 42 yang bersama-sama berbagi ilmu, pengalaman, serta suka dan duka selama menempuh pendidikan di Departemen Agribisnis. Kenangan kebersamaan kita menjadi ‘Agebers’ akan selalu teringat hingga kita tua nanti. 16. Teman-teman Gladikarya di Desa Cintaasih, Kecamatan Samarang, Garut, Anis, Lysti, Cicin dan Mada yang memberikan banyak pelajaran dan pengalaman berharga bagi penulis. 17. Teman-teman satu bimbingan penulis, Uchi dan Ria yang bersama-sama berjuang dan saling membantu memberikan semangat terhadap penyelesaian skripsi.

10

DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ................................................................................

xiii

DAFTAR GAMBAR ...........................................................................

xv

DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................

xvi

I

PENDAHULUAN .................................................................... 1.1. Latar Belakang ................................................................... 1.2. Perumusan Masalah ........................................................... 1.3. Tujuan ................................................................................ 1.4. Manfaat .............................................................................. 1.5. Ruang Lingkup ...................................................................

1 1 6 10 10 11

II

TINJAUAN PUSTAKA .......................................................... 2.1. Gambaran Umum Kacang Tanah (Arachis hypogaea L) ... 2.1.1. Botani Kacang Tanah .............................................. 2.1.2. Syarat Tumbuh Kacang Tanah ................................ 2.1.3. Varietas Kacang Tanah ............................................ 2.1.4. Kandungan Gizi Kacang Tanah ............................... 2.1.5. Manfaat Kacang Tanah ............................................ 2.2. Gambaran Umum Kacang Sangrai .................................... 2.3. Gambaran Umum Kemitraan ............................................. 2.3.1. Proses Pembentukan Kemitraan .............................. 2.3.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemitraan ........ 2.3.3. Tujuan Kemitraan .................................................... 2.3.4. Bentuk-bentuk Pola Kemitraan ............................... 2.3.5. Perusahaan Kemitraan ............................................. 2.4. Penelitian Terdahulu ..........................................................

12 12 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 21 25 25

III

KERANGKA PEMIKIRAN .................................................. 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis ............................................. 3.2. Kerangka Pemikiran Operasional ......................................

29 29 31

IV

METODOLOGI PENELITIAN ............................................ 4.1. Lokasi dan Waktu .............................................................. 4.2. Metode Penentuan Sampel ................................................. 4.3. Desain Penelitian ............................................................... 4.4. Data dan Instrumentasi ....................................................... 4.5. Metode Pengumpulan Data ................................................ 4.6. Metode Pengolahan Data ...................................................

35 35 35 36 36 38 38

V

DESKRIPSI CV. MITRA PRIANGAN ................................ 5.1. Sejarah dan Perkembangan Perusahaan ............................. 5.2. Lokasi Perusahaan ............................................................. 5.3. Visi dan Misi Perusahaan ................................................... 5.4. Struktur Organisasi ............................................................ 5.5. Aktivitas Perusahaan ..........................................................

49 49 50 50 51 52 11

VI

VII

5.6. Fasilitas Perusahaan ...........................................................

55

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN ...................... 6.1. Keadaan Wilayah ............................................................... 6.2. Potensi Lahan ..................................................................... 6.3. Keadaan Topografi dan Klimatologi ................................. 6.4. Keadaan Penduduk ............................................................. 6.5. Potensi Lahan Usahatani .................................................... 6.6. Deskripsi Kelompok Tani .................................................. 6.7. Rantai Pemasaran dan Harga Kacang Tanah pada Berbagai Level ................................................................................... HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................... 7.1. Kondisi CV. Mitra Priangan .............................................. 7.1.1. Identifikasi Kondisi CV. Mitra Priangan ................. 7.1.2. Analisis Kondisi CV. Mitra Priangan ...................... 7.1.3. Identifikasi Model Hirarki Keputusan ..................... 7.1.4. Analisis Pengolahan Vertikal .................................. 7.2. Kondisi Petani Kacang Tanah ............................................ 7.2.1. Identifikasi Karakteristik Umum Petani Kacang Tanah ....................................................................... 7.2.2. Analisis Kondisi Petani Kacang Tanah ................... 7.2.3. Identifikasi Model Hirarki Keputusan ..................... 7.2.4. Analisis Pengolahan Vertikal .................................. 7.3. Analisis Penentuan Pola Kemitraan yang Sesuai antara CV. Mitra Priangan dengan Petani ......................... 7.3.1. Identifikasi Model Hirarki Keputusan ..................... 7.3.2. Analisis Pengolahan Horisontal ................................ 7.3.3. Analisis Pengolahan Vertikal ..................................

57 57 57 57 58 58 59 61 62 62 62 63 64 64 71 71 73 73 74 81 81 81 88

KESIMPULAN DAN SARAN ............................................... 8.1. Kesimpulan ........................................................................ 8.2. Saran ..................................................................................

95 95 96

DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................

99

LAMPIRAN .........................................................................................

101

VIII

12

DAFTAR TABEL Nomor 1

Halaman Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Kacang Tanah di Indonesia Tahun 2001-2006 .......................................................

2

2

Konsumsi Kacang Tanah di Indonesia Tahun 2001-2006 .........

3

3

Neraca Ekspor-Impor Kacang Tanah Tahun 1998-2005 (Juta Ton dan Juta US$) ......................................................................

4

Volume Permintaan, Penjualan dan Selisih Pemenuhan Permintaan Kacang Sangrai CV Mitra Priangan, Mei 2009 ......

7

Kandungan Gizi Kacang Tanah dalam Setiap 100 Gram Bahan ...........................................................................................

16

6

Komponen Kacang Tanah dan Pemanfaatannya ........................

17

7

Skala Banding Berpasangan .......................................................

41

8

Matriks Pendapat Individu (MPI) ...............................................

41

9

Matriks Pendapat Gabungan (MPG) ..........................................

42

10

Ilustrasi Pengolahan MPB pada Langkah Pertama ....................

43

11

Ilustrasi MPB yang Telah Dinormalisasi ...................................

44

12

Ilustrasi Pengolahan Matriks Normalisasi pada Langkah Berikutnya ..................................................................................

44

13

Ilustrasi Penentuan Eigen Value pada Dua Langkah Pertama ...

45

14

Nama Desa dan Klasifikasi Umur Penduduk di Kecamatan Sindangbarang Tahun Anggaran 2008 ........................................

58

Nama Desa dan Luas Lahan Usahatani di Kecamatan Sindangbarang dalam Tahun Anggaran 2008 ............................

59

16

Hasil Pengolahan Vertikal pada Faktor Kunci Perusahaan ........

65

17

Hasil Pengolahan Vertikal pada Subfaktor Kunci Perusahaan ..................................................................................

67

Hasil Pengolahan Vertikal untuk Mengetahui Kondisi Perusahaan ..................................................................................

68

19

Hasil Pengolahan Vertikal pada Faktor Kunci Petani .................

74

20

Hasil Pengolahan Vertikal pada Subfaktor Kunci Petani ............

77

21

Hasil Pengolahan Vertikal untuk Mengetahui Kondisi Petani ..........................................................................................

79

Susunan Bobot Hasil Pengolahan Horisontal antar Elemen pada Tingkat 2 (Elemen Faktor Kemitraan) ................................

82

4 5

15

18

22

13

23

Susunan Bobot dan Prioritas Hasil Pengolahan Horisontal antar Elemen pada Tingkat 3 (Elemen Pelaku Kemitraan) .........

84

Susunan Bobot dan Prioritas Hasil Pengolahan Horisontal antar Elemen pada Tingkat 4 (Elemen Tujuan Kemitraan) .........

85

Susunan Bobot dan Prioritas Hasil Pengolahan Horisontal antar Elemen pada Tingkat 5 (Elemen Pola Kemitraan) .............

86

26

Hasil Pengolahan Vertikal pada Pelaku Kemitraan .....................

89

27

Hasil Pengolahan Vertikal pada Tujuan Kemitraan ....................

90

28

Hasil Pengolahan Vertikal pada Pola Kemitraan ........................

92

24 25

14

DAFTAR GAMBAR Nomor

Halaman

1

Kacang Tanah (Arachis hypogaea L) .........................................

13

2

Kacang Sangrai “Ratih” .............................................................

17

3

Pola Kemitraan Inti Plasma ........................................................

22

4

Pola Kemitraan Sub Kontrak ......................................................

22

5

Pola Kemitraan Dagang Umum ..................................................

23

6

Pola Kemitraan Keagenan ..........................................................

23

7

Pola Kemitraan Waralaba ...........................................................

24

8

Pola Kemitraan Kerjasama Operasional Agribisnis ...................

24

9

Kerangka Pemikiran Operasional ................................................

34

10

Abstraksi Hirarki Keputusan Tipe Fungsional ...........................

48

11

Struktur Organisasi CV. Mitra Priangan ....................................

51

12

Tahapan Proses Pengolahan Kacang Tanah Menjadi Kacang Sangrai ...........................................................................

54

Rantai Pemasaran Kacang Tanah dan Harga Kacang Tanah Sindangbarang, Cianjur ..............................................................

61

Hasil Pengolahan Vertikal Model Hirarki Keputusan Kondisi Perusahaan ..................................................................................

70

Hasil Pengolahan Vertikal Model Hirarki Keputusan Kondisi Petani ..........................................................................................

80

Hasil Pengolahan Vertikal Model Hirarki Keputusan bagi Penentuan Pola Kemitraan yang Ideal..........................................

94

13 14 15 16

15

DAFTAR LAMPIRAN Nomor 1

Halaman Perbandingan Tanaman Kacang Tanah di Kabupaten Cianjur Tahun 2007 dan Tahun 2008 .......................................................

102

2

Kuesioner Analisis Kondisi Perusahaan .....................................

104

3

Kuesioner Analisis Kondisi Petani .............................................

109

4

Kuesioner Analisis Penentuan Pola Kemitraan yang Paling Tepat antara CV. Mitra Priangan dengan Petani Kacang Tanah ......................................................................................................

114

5

Hasil Pengolahan Expert Choice 2000 .......................................

120

6

Dokumentasi ...............................................................................

127

16

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sektor pertanian, khususnya sub sektor tanaman pangan mempunyai peranan yang sangat penting dalam perekonomian di Indonesia. Pentingnya sub sektor tanaman pangan ditunjukkan dengan bukti empiris bahwa selama terjadi krisis ekonomi dan moneter kontribusi sub sektor tanaman pangan terhadap PDB menunjukkan angka peningkatan. Hal ini ditunjukkan oleh data Badan Pusat Statistik bahwa sub sektor tanaman pangan memberikan kontribusi terhadap PDB atas harga berlaku sebesar 9,56% pada tahun 1998 dan kemudian meningkat sebesar 10,57% pada tahun 1999 (BPS 1999). Tanaman palawija merupakan bagian dari sub sektor tanaman pangan, salah satu tanaman palawija yang telah lama dikenal oleh petani Indonesia adalah kacang tanah (Arachis hypogaea). Kacang tanah merupakan salah satu komoditas tanaman pangan yang mempunyai arti penting bagi masyarakat, baik dilihat dari nilai ekonomisnya yang tinggi maupun kandungan gizinya. Kacang tanah merupakan salah satu sumber protein nabati yang cukup penting dalam pola menu makanan masyarakat. Selain itu kacang tanah juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku industri pengolahan pangan. Produksi kacang tanah di Indonesia dalam selang tahun 2001-2006 secara umum mengalami peningkatan yaitu dari 709.770 ton pada tahun 2001 menjadi 838.096 ton pada tahun 2006. Selama kurun waktu 2001-2006 rata-rata pertumbuhan luas panen dan produktivitas kacang tanah mengalami kenaikan sebesar 1,46 persen per tahun, dan 1,14 persen per tahun. Peningkatan yang terjadi pada luas panen dan produktivitas kacang tanah mempengaruhi peningkatan produksi kacang tanah, dengan rata-rata pertumbuhan yang meningkat sebesar 3,20 persen per tahun (Tabel 1). Terlihat pada Tabel 1 bahwa produksi kacang tanah mengalami peningkatan setiap tahunnya selama periode tahun 2001 hingga 2006. Sedangkan luas panen kacang tanah pada tahun 2006 mengalami penurunan sebesar 1,95 persen dari luas panen tahun 2005. Akan tetapi peningkatan produktivitas kacang tanah pada tahun 2006 lebih tinggi daripada penurunan luas panen yaitu meningkat sebesar 2,11 persen dibandingkan tahun 2005, sehingga produksi 17

kacang tanah di Indonesia tahun 2006 mengalami kenaikan sebesar 0,21 persen dibandingkan produksi tahun 2005.

Tabel 1. Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Kacang Tanah di Indonesia Tahun 2001-2006 Indikator Tahun Luas Panen Produksi Produktivitas (Ha) (Ton) (Ton/Ha) 2001 654.838,00 709.770,00 1,08 2002

646.953,00

718.025,00

1,11

2003

683.537,00

785.526,00

1,15

2004

723.434,00

837.495,00

1,16

2005

720.526,00

836.295,00

1,16

2006

706.753,00

838.096,00

1,19

Rata-rata 3,20 1,46 Pertumbuhan (%/Thn) Sumber : Badan Pusat Statistik diolah oleh Pusdatin (2007)

1,14

Peningkatan produksi kacang tanah ini dipengaruhi oleh adanya peningkatan jumlah permintaan kacang tanah. Tingginya permintaan akan kacang tanah disebabkan oleh adanya peningkatan jumlah konsumsi kacang tanah di Indonesia. Pesatnya pertumbuhan konsumsi kacang tanah ini terjadi seiring dengan pertambahan populasi penduduk, dan semakin beragamnya produk olahan yang menggunakan kacang tanah sebagai bahan baku. Besarnya konsumsi kacang tanah di Indonesia pada periode tahun 2001-2006 dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 menunjukkan bahwa total konsumsi kacang tanah pada tahun 2006 mengalami peningkatan sebesar 5,16 persen dibandingkan tahun 2005. Dari ratarata konsumsi kacang tanah di Indonesia pada tahun 2001-2006, konsumsi kacang tanah terbesar digunakan sebagai bahan baku industri, yaitu sebesar 50,70 persen. Selanjutnya sebesar 33,81 persen adalah konsumsi kacang tanah oleh rumah tangga, dan lainnya yaitu sebesar 11,94 persen dan 4,01 persen merupakan rata-rata konsumsi kacang tanah yang tercecer dan digunakan sebagai bibit. 18

Sedangkan rata-rata pertumbuhan konsumsi kacang tanah untuk bibit mengalami peningkatan sebesar 0,70 persen per tahun, untuk industri sebesar 4,60 persen per tahun, untuk konsumsi rumah tangga sebesar 4,13 persen per tahun, dan kacang tanah yang tercecer sebesar 3,05 persen per tahun. Sehingga secara keseluruhan rata-rata pertumbuhan dari konsumsi kacang tanah tahun 2001-2006 mengalami peningkatan sebesar 4,27 persen per tahun.

Tabel 2. Konsumsi Kacang Tanah di Indonesia Tahun 2001-2006 Konsumsi (Ton) Tahun

Total (Ton)

2001

28.000

410.500

Rumah Tangga 269.785

2002

44.000

419.400

276.400

94.000

833.800

2003

39.000

425.400

292.613

96.000

853.013

2004

41.000

463.800

329.697

104.000

938.497

2005

30.000

492.800

318.007

112.000

952.807

2006

34.000

520.400

335.287

115.000

1.004.687

4,13

3,05

Bibit

Industri

Rata-rata 0,70 4,60 Pertumbuhan (%/Thn) Sumber : BPS diolah oleh Pusdatin (2007)

Tercecer 98.000

806.285

4,27

Dengan memperhatikan data pada Tabel 1 dan Tabel 2 nampak adanya ketidakseimbangan antara produksi dan konsumsi kacang tanah, yaitu permintaan selalu lebih tinggi dibandingkan produksi sehingga terjadi defisit. Hal tersebut mengindikasikan bahwa produksi kacang tanah di Indonesia belum mampu mencukupi kebutuhan permintaan dalam negeri baik untuk memenuhi kebutuhan konsumsi langsung maupun untuk memenuhi kebutuhan pasokan bahan baku industri hilirnya, antara lain untuk industri kacang kering dan industri produk olahan lain yang siap dikonsumsi baik dalam bentuk asal olahan kacang maupun dalam campuran makanan dan dalam bentuk pasta1. Sehingga untuk memenuhi kebutuhan konsumsi kacang tanah, Indonesia harus mengimpor kacang tanah dari Sihotang T. 2008. Budidaya Kacang Tanah. http://www.pakkatnews.com/htm. [26 Januari 2009]. 1

19

berbagai negara, seperti Cina, Thailand, Singapura, Malaysia, India, Spanyol, Brazil dan lain-lain (Pusdatin Pertanian 2006). Besarnya impor kacang tanah untuk memenuhi permintaan kacang tanah yang terus meningkat tiap tahunnya disebabkan oleh semakin beragamnya produk olahan yang menggunakan kacang tanah sebagai bahan baku. Hal tersebut juga dipengaruhi oleh semakin sadarnya masyarakat akan pentingnya mengkonsumsi kacang, baik dalam bentuk kacang tanah maupun produk olahannya. Kacang merupakan hasil tanaman yang banyak mengandung protein, yaitu komponen pangan yang penting bagi pertumbuhan (Costa WY 2008). Sehingga hal ini mengakibatkan semakin bertambahnya industri makanan baik dalam skala kecil, menengah ataupun besar, khususnya industri kacang olahan. Hal tersebut dapat terlihat pada Tabel 2 dimana dapat diketahui bahwa konsumsi kacang tanah terbesar adalah industri.

Tabel 3. Neraca Ekspor-Impor Kacang Tanah di Indonesia Tahun 1998-2005 (Juta Ton dan Juta US$) Volume (juta ton) Nilai (juta US$) Tahun Ekspor Impor Neraca Ekspor Impor Neraca 1998

0,009

0,072

-0,063

4,107

28,992

-24,885

1999

0,007

0,118

-0,111

5,388

39,987

-34,599

2000

0,009

0,133

-0,124

6,242

44,582

-38,340

2001

0,010

0,120

-0,110

7,897

36,905

-29,008

2002

0,009

0,178

-0,169

6,020

51,240

-45,220

2003

0,015

0,127

-0,112

8,332

42,670

-34,338

2004

0,008

0,090

-0,082

5,260

28,800

-23,540

2005

0,008

0,146

-0,138

0,006

0,048

-0,042

Sumber : BPS (2006) Pada Tabel 3 dapat dilihat bahwa selama periode tahun 1998 hingga 2005 neraca perdagangan kacang

tanah di Indonesia terus mengalami deficit. Hal

tersebut menunjukkan bahwa impor kacang tanah lebih besar daripada ekspor kacang tanah. Impor kacang tanah yang dilakukan Indonesia mulai terjadi sejak 20

tahun 1979. Sejumlah negara yang menjadi pemasok kacang tanah antara lain Vietnam (58 persen), China (28 persen), Thailand (1 persen), dan sisanya dari berbagai negara2. Saat ini besarnya impor kacang tanah ke Indonesia mencapai sekitar 800.000 ton setiap tahunnya3. Dengan adanya ketidakseimbangan antara produksi dengan permintaan kacang tanah dan volume impor yang terus meningkat, maka diperlukan upaya untuk mengembangkan usahatani kacang tanah di Indonesia yang dapat membantu petani kacang tanah baik dalam meningkatkan produksi kacang tanah, kualitas produk dan pemasaran. Selain itu, permasalahan mendasar yang ada pada petani adalah kurangnya kemampuan manajemen dan profesionalisme serta terbatasnya akses terhadap permodalan, teknologi terutama jaringan pemasaran (Hafsah 2000). Salah satu solusi yang dapat diterapkan untuk mengembangkan usahatani kacang tanah di Indonesia adalah dengan melaksanakan pola kemitraan. Melalui kemitraan antara usaha besar dan menengah dengan usaha kecil (petani) dapat meningkatkan produktifitas, pangsa pasar dan keuntungan, sama-sama menanggung resiko, menjamin pasokan bahan baku serta menjamin distribusi pemasaran (Hafsah 2000). CV. Mitra Priangan sebagai salah satu perusahaan yang bergerak dalam usaha pengolahan kacang tanah berencana untuk melakukan kemitraan dengan petani kacang tanah di wilayah Cianjur, tepatnya di Kecamatan Sindangbarang sebagai upaya untuk meningkatkan produksi kacang tanah dan memenuhi kebutuhan bahan bakunya. Wilayah Sindangbarang merupakan salah satu daerah penghasil kacang tanah terbesar di Kabupaten Cianjur. Sebelum melaksanakan kegiatan kemitraan, CV. Mitra Priangan dan petani mitra merasa perlu untuk menentukan pola kemitraan yang paling sesuai dengan kondisi kedua pihak mitra agar tujuan kedua pihak dapat tercapai. Sehingga diperlukan adanya suatu analisis kemitraan antara petani sebagai produsen kacang tanah dan perusahaan sebagai pembimbing, pengolah serta pemasaran hasil produksi, dalam mengembangkan usahatani kacang tanah.

Kasno A. 2008. Produksi Tidak Optimal, Impor Kacang Tanah Tinggi. http://www.situshijau.co.id/htm. [26 Januari 2009]. 3 Muhammad F. 2008. Menyehatkan Pertanian Kita. http://cetak.kompas.com/read/xml. [26 Januari 2009]. 2

21

1.2. Perumusan Masalah Kacang tanah merupakan salah satu tanaman pangan yang dibudidayakan di hampir seluruh propinsi di Indonesia. Terdapat enam propinsi yang menjadi sentra produksi kacang tanah di Indonesia, yaitu Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat. DI Yogyakarta, Sulawesi Selatan dan Nusa Tenggara Barat. Jawa Barat merupakan sentra produksi kacang tanah ketiga terbesar di Indonesia (Pusdatin Pertanian, 2007). Kabupaten Cianjur merupakan salah satu daerah penghasil kacang tanah di Jawa Barat. Kacang tanah banyak dibudidayakan di daerah Cianjur Selatan, antara lain di Kecamatan Sindangbarang. Wilayah Kecamatan Sindangbarang merupakan salah satu daerah penghasil kacang tanah terbesar di Kabupaten Cianjur (Dinas Pertanian Kab. Cianjur 2009). Pada pemasaran kacang tanahnya, sebagian besar petani di daerah Sindangbarang menjual kepada pengumpul dan tengkulak sebelum dibeli oleh pedagang perantara atau perusahaan pengolah. Harga jual kacang tanah di tingkat petani sebesar Rp. 5500, kemudian di tingkat pengumpul Rp. 6000 dan di tengkulak Rp. 8000. Sedangkan harga di tingkat konsumen akhir atau pasar sebesar Rp. 10.000-13.000. Dapat dilihat bahwa harga jual kacang tanah di tingkat petani masih tergolong rendah jika dibandingkan harga di tingkat tengkulak maupun konsumen akhir. Hal ini terjadi karena kurangnya informasi pasar yang dimiliki petani, keterbatasan pengetahuan petani, serta masih berperannya tengkulak pada rantai pemasaran kacang tanah di Sindangbarang. Kondisi ini menyebabkan kesejahteraan petani kacang tanah masih tergolong rendah. Salah satu perusahaan pengolah kacang tanah yang berlokasi di Kabupaten Cianjur ialah CV. Mitra Priangan. Komoditas utama yang diperdagangkan oleh CV. Mitra Priangan adalah kacang sangrai yang merupakan produk olahan siap untuk dikonsumsi. Produk kacang sangrai tersebut diperdagangkan dengan merek Ratih Kacang Sangrai. Usaha Ratih Kacang Sangrai ini didirikan pemilik sejak tahun 2005. Saat ini CV. Mitra Priangan mempunyai satu buah pabrik berukuran 72m² dengan skala industri rumah tangga di Kabupaten Cianjur. Permintaan kacang sangrai datang dari wilayah Jabodetabek yang disalurkan ke instansi-instansi swasta, pemerintah maupun perorangan. Untuk memenuhi permintaan tersebut CV. Mitra Priangan harus membeli bahan baku 22

berupa kacang tanah dari beberapa bandar kacang tanah atau membeli kacang tanah impor jika produksi kacang tanah di Indonesia sedang menurun. Menurut pemilik hal ini dirasakan kurang menguntungkan bagi perusahaan dikarenakan harga kacang tanah yang fluktuatif dan tidak jarang jumlah kacang tanah yang terdapat di bandar tidak sesuai dengan kebutuhan perusahaan. Saat ini CV. Mitra Priangan masih mengalami kendala dalam menjalankan usahanya, terutama yang berkaitan dengan produksinya. Kendala ini dapat dilihat dari penjualan kacang sangrai CV. Mitra Priangan yang tidak sesuai dengan permintaannya (Tabel 4). Pada Tabel 4 dapat dilihat volume penjualan, permintaan dan selisih pemenuhan permintaan kacang sangrai dengan mengambil contoh 9 instansi atau pelanggan yang melakukan permintaan kacang sangrai Ratih setiap bulannya. Dapat dilihat bahwa CV. Mitra Priangan memproduksi kacang sangrai rata-rata 5-20 kg per bulan untuk memenuhi pelanggannya, serta ditambah produksi kacang sangrai untuk pameran yang selalu diikuti CV. Mitra Priangan minimal satu kali dalam sebulan. Secara keseluruhan selisih pemenuhan permintaan kacang sangrai Ratih selalu negatif, hal ini menunjukkan bahwa permintaan kacang sangrai Ratih lebih besar daripada penjualannya. Tabel 4. Volume Permintaan, Penjualan dan Selisih Pemenuhan Permintaan Kacang Sangrai CV Mitra Priangan, Mei 2009 Permintaan Penjualan Selisih Selisih Nama Instansi (kg) (kg) (kg) (%) Madani Mart

31,25

12,5

-18,75

-150

24,5

10

-14,5

-145

Koperasi Depag

20

10,5

-9,5

-90,48

Koperasi Kantor Pos

20

7,25

-12,75

-175,86

12,5

5,7

-6,8

-119,30

25

10

-15

-150

50

18,45

-31,55

-171

25

10

-15

-150

Toko Sayur Organik 58,5 Bintaro Sektor 9 Sumber : CV Mitra Priangan, diolah

20,5

-38

-185,37

Koperasi Depkeu

Koperasi Pertamina Koperasi Depkel Koperasi Dep. Perindustrian Koperasi PLN

23

Saat ini jumlah instansi yang sedang bekerja sama dengan CV. Mitra Priangan sebanyak 750 pelanggan. Jika dihitung dari seluruh pelanggan yang ada tersebut, total produksi kacang sangrainya berkisar antara 7-10 ton per bulan. Sedangkan selisih permintaan kacang sangrai per bulannya berkisar antara 100% hingga 200% dari jumlah produksi CV. Mitra Priangan. Dengan permintaan yang lebih tinggi daripada produksi tersebut mengindikasikan adanya gap antara permintaan dan produksi Ratih Kacang Sangrai. Gap ini terjadi dikarenakan terbatasnya modal yang dimiliki perusahaan dan bahan baku yang ada di pasaran. Kondisi ini memperlihatkan potensi yang cukup besar pada CV. Mitra Priangan untuk terus berkembang, mengingat tingginya permintaan produk kacang sangrai Ratih. Memasuki tahun 2009, jumlah permintaan Ratih Kacang Sangrai semakin meningkat. Lonjakan permintaan ini terjadi karena gencarnya kegiatan promosi yang dilakukan perusahaan dengan mengikuti berbagai pameran-pameran produk UKM setiap bulannya. Selain itu, banyaknya tawaran kerjasama dari beberapa swalayan besar untuk memasarkan produk Ratih Kacang Sangrai, antara lain Alfamart, Indomart, Giant, Carrefour, Kemchicks, Superindo dan Madani Mart. Tingginya permintaan Ratih Kacang Sangrai ini merupakan potensi pasar yang sangat menjanjikan yang belum bisa dipenuhi oleh CV. Mitra Priangan. Menurut pemilik, CV. Mitra Priangan akan memperoleh bantuan dana hibah yang diberikan oleh Departemen Pertanian berkaitan dengan program LM3. Dana tersebut akan dipergunakan perusahaan untuk mengatasi permasalahan produksi pada produk kacang sangrainya. Dilihat dari kondisi yang telah diuraikan diatas, maka CV. Mitra Priangan berencana untuk melakukan kemitraan dengan petani kacang tanah di wilayah Cianjur, tepatnya di Kecamatan Sindangbarang. Kemitraan ini dilakukan sebagai upaya mengatasi permasalahan produksi kacang sangrai CV. Mitra Priangan serta untuk meningkatkan kesejahteraan petani dan produksi kacang tanah di Cianjur serta untuk meminimalisir peranan tengkulak di Kecamatan Sindangbarang. Adapun petani kacang tanah yang akan bermitra dengan perusahaan terdiri dari dua kelompok tani di Desa Muara Cikadu, Kecamatan Sindangbarang, Kabupaten Cianjur, yaitu kelompok tani KTH Mekar Mukti dan kelompok tani Cikawung. 24

Kemitraan merupakan bentuk kerjasama yang tepat antara petani dengan perusahaan agar tercapainya prinsip win-win solution. Kemitraan adalah suatu proses

yang

dimulai

dengan

perencanaan,

kemudian

rencana

tersebut

diimplementasikan dan selanjutnya dimonitor serta dievaluasi terus-menerus oleh pihak yang bermitra. Namun begitu, dalam prakteknya banyak dijumpai kasuskasus ketidakberhasilan dalam kemitraan usaha agribisnis akibat berbagai permasalahan, baik yang bersifat internal maupun eksternal dari sistem itu sendiri. Kendala-kendala yang ditemui dalam pelaksanaan kerjasama tersebut dapat berasal dari perusahaan maupun mitra usahanya. Untuk mengatasi hal tersebut, maka perusahaan harus menerapkan pola kerjasama yang sesuai dengan kondisi perusahaan itu sendiri maupun kondisi mitra usahanya sehingga akan memperkecil kemungkinan terjadinya kegagalan. Sehingga dalam proses pembentukan kemitraannya, CV. Mitra Priangan dan petani merasa perlu untuk menentukan pola kemitraan yang paling sesuai dengan kondisi kedua pihak mitra agar tujuan kedua pihak dapat tercapai dan kemungkinan terjadinya kegagalan dapat diperkecil. Pembentukan pola kemitraan dapat dipengaruhi oleh tujuan masingmasing pelaku sebagai pendorong internal dan faktor-faktor yang berasal dari eksternal yang dihadapi kedua pelaku. Sedangkan pola kemitraan akan menjelaskan hubungan kerjasama dan posisi kedua pelaku dalam pelaksanaan kemitraan. Pola kemitraan yang ideal dan efektif dapat menjadi solusi terbaik untuk pengembangan usaha kedua pelaku. Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat dirumuskan permasalahan yang hendak diteliti sebagai berikut : 1) Bagaimana kondisi perusahaan mitra serta mitra usahanya? 2) Apakah tujuan serta faktor-faktor yang mempengaruhi dalam pembentukan kemitraan menurut CV. Mitra Priangan dan petani mitra? 3) Apakah pola kemitraan yang paling sesuai bagi CV. Mitra Priangan dan petani mitra?

25

1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah, maka tujuan dari penelitian ini adalah : 1) Mengidentifikasi dan menganalisis kondisi masing-masing pelaku kemitraan, dalam hal ini kondisi CV.Mitra Priangan dan petani kacang tanah. 2) Mengidentifikasi

dan

menganalisis

tujuan

serta

faktor-faktor

yang

mempengaruhi dalam pembentukan kemitraan menurut CV. Mitra Priangan dan petani mitra. 3) Menentukan pola kemitraan yang paling sesuai bagi CV. Mitra Priangan dengan petani mitra.

1.4. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan masukan bagi pihak yang berkepentingan, yaitu : 1) Perusahaan Penelitian ini dapat menjadi bahan pertimbangan untuk menentukan pola kemitraan yang tepat dalam upaya pengembangan usahanya. 2) Kelompok Tani Mitra Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi bagi kelompok tani mitra tentang kemitraan dan sebagai bahan pertimbangan untuk menentukan pola kemitraan yang sesuai. 3) Penulis Penelitian ini berguna untuk memperluas wawasan pengetahuan peneliti dan melatih kemampuan dalam menganalisis masalah berdasarkan fakta-fakta dan data yang ada, yang terkait dengan kemitraan. 4) Penelitian ini berguna untuk memperluas wawasan pengetahuan peneliti dan melatih kemampuan dalam menganalisis masalah berdasarkan fakta-fakta dan data yang ada, yang terkait dengan kemitraan. 5) Masyarakat pembaca Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai referensi atau bahan rujukan bagi penelitian selanjutnya mengenai analisis penentuan pola kemitraan.

26

1.5. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini berbentuk studi kasus yang hanya mengamati kasus rencana kemitraan CV. Mitra Priangan, selaku perusahaan yang bergerak di bidang pengolahan kacang tanah dengan petani mitranya. Pencarian data dan informasi serta survei lapangan mengenai petani mitra dalam penelitian ini dibatasi untuk kelompok tani yang akan bermitra dengan CV. Mitra Priangan dalam hal ini terdiri dari dua kelompok tani di Desa Muara Cikadu, Kecamatan Sindangbarang, Kabupaten Cianjur, yaitu kelompok tani KTH Mekar Mukti dan kelompok tani Cikawung. Adapun alasan pemilihan kedua kelompok tani tersebut dikarenakan wilayah Sindangbarang merupakan salah satu daerah penghasil kacang tanah terbesar di Kabupaten Cianjur.

27

II. TINJAUAN PUSTAKA 1.1. Gambaran Umum Kacang Tanah (Arachis hypogaea L) 1.1.1. Botani Kacang Tanah Kacang tanah berasal dari Brazil dan ditanam oleh bangsa Indian. Ketika Benua Amerika ditemukan, tradisi menanam kacang telah ada. Kacang tanah pun menyebar ke berbagai tempat karena dibawa oleh kaum pendatang termasuk Indonesia. Di Indonesia, kacang tanah mulai dikenal sekitar 1521-1529 oleh pedagang Spanyol melalui Maluku4. Saat ini kacang tanah telah berkembang sejalan dengan meningkatnya industri makanan berbahan baku kacang tanah. Menurut Sumarno (1993) produktivitas kacang tanah di Negara tropis termasuk Indonesia adalah antara 0,7 ton hingga 1,3 ton biji kering per hektar. Sedangkan potensi hasil kacang tanah adalah 1,2-3,37 ton/hektar (Pusat Penelitian Tanaman Pangan 2008). Menurut Pitojo (2005) sistematika taksonomi tanaman kacang tanah ialah sebagai berikut: Divisi

: Spermatophyta

Subdivisi

: Angiospermae

Kelas

: Dicotyledonae

Ordo

: Rosales

Famili

: Papilionaceae

Genus

: Arachis

Spesies

: Arachis hypogaea

Subspesies

: fastigata, hypogaea

Menurut Suprapto (2004) berdasarkan tipe pertumbuhannya kacang tanah dibedakan menjadi dua yaitu kacang tanah dengan tipe tegak (bunch type) dan kacang tanah tipe menjalar (runner type). Kacang tanah tipe menjalar memiliki percabangan yang tumbuh ke samping, tetapi ujung-ujungnya mengarah ke atas. Panjang batang utamanya antara 33-36 cm. Tipe ini umumnya berumur panajang kira-kira 180-210 hari. Sedangkan kacang tanah tipe tegak memiliki percabangan yang lurus atau sedikit miring ke atas. Umumnya petani lebih suka yang bertipe Melati 107,7 FM. 2008. Manfaat Kacang Tanah. http://www.melati.co.id/manfaat-kacang-tanah.html. [5 Maret 2009]. 4

28

tegak sebab umurnya pendek yaitu sekitar 100-120 hari sehingga lebih cepat panen. Sebagian besar kacang tanah yang ditanam di Indonesia adalah tipe tegak (Trustinah 1993).

Gambar 1. Kacang Tanah (Arachis hypogaea L) Sumber : http://www.r3gina.files.wordpress.com 2.1.2 Syarat Tumbuh Kacang Tanah Tanaman kacang tanah memiliki sifat-sifat fisiologi yang unik, yang tidak terdapat pada tanaman kacang-kacangan yang lain diantaranya adalah sebagai berikut (Sumarno & Slamet 1993) : 1) Bunga kacang tanah yang terbentuk pada bagian tanaman yang berada di atas permukaan tanah namun, polong masuk dan berkembang di dalam tanah. 2) Periode berbunga cukup lama (75% dari periode hidup tanaman). 3) Pertumbuhan generatif memerlukan radiasi surya yang cukup tinggi. 4) Kacang tanah menyerap cukup banyak hara sehingga disebut tanaman penguras tanah. 5) Perbandingan benih yang ditanam dengan biji yang dihasilkan tergolong kecil, yaitu antara 1 : 10 hingga 1 : 25. Kacang tanah tumbuh hampir di 90 negara di dunia. Penyebaran tanaman kacang tanah di seluruh dunia meliputi wilayah berlintang 40ºLU-40ºLS yang diyakini sebagai wilayah tropik, subtropik atau suhu hangat. Wilayah ini memiliki tanah yang ringan, netral atau alkalin, dan curah hujannya atau pengairan menyediakan paling sedikit 450 mm air per musim tumbuh. Secara spesifik tanaman ini sangat cocok ditanam pada jenis tanah lempung berpasir, liat berpasir atau lempung liat. Kemasaman (pH) tanah yang cocok untuk kacang tanah adalah 6,5-7,0. Tanah yang baik system drainasenya akan menciptakan aerase yang lebih baik, sehingga akar tanaman akan lebih mudah menyerap air, hara nitrogen, dan O2. Drainase yang kurang baik akan berpengaruh buruk terhadap respirasi akar tanaman, karena persediaan dalam O2 tanah rendah (Kasno et al. 1993). 29

Faktor iklim yang sangat berpengaruh langsung terhadap pertumbuhan tanaman kacang tanah adalah suhu, curah hujan dan cahaya. Suhu udara berpengaruh pada perkecambahan awal. Untuk pertumbuhan optimum suhu yang sesuai adalah berkisar 27ºC sampai 30ºC, tergantung varietas. Curah hujan sangat berpengaruh pada pencapaian hasil kacang tanah. Total curah hujan optimum selama 3-3,5 bulan atau sepanjang periode tumbuh sampai panen adalah 300-500 mm. Sangat ideal jika curah hujan tersebut terbagi merata selama pertumbuhan tanaman. Kacang tanah merupakan tanaman C3, cahaya mempengaruhi fotosintesis dan respirasi. Intensitas cahaya yang rendah saat pembentukan ginofor akan mempengaruhi jumlah ginofor, sedangkan rendahnya intensitas cahaya saat pengisian polong akan menurunkan jumlah dan berat polong serta menambah jumlah polong hampa (Adisarwanto 2005).

2.1.3 Varietas Kacang Tanah Kacang tanah berkembang sejalan dengan meningkatnya industri makanan dengan menggunakan bahan baku kacang tanah. Beberapa varietas kacang tanah yang banyak ditanam adalah gajah, anoa, kelinci, garuda dua, garuda biga, tapir, kidang dan pelanduk (Suprapto 1993). Karakteristik dari varietas-varietas tersebut adalah sebagai berikut : 1) Gajah Berumur panen 100-110 hari, berbentuk bulat lonjong, warna kulit ari merah muda, produktivitas mencapai 1,2-1,8 ton/ha, tahan terhadap penyakit layu, peka terhadap penyakit karat dan bercak daun. 2) Anoa Berumur panen 100-110 hari, berbentuk bulat lonjong, warna kuit ari merah muda, produktivitas mencapai 1,8 ton/ha, tahan terhadap penyakit layu, karat daun, dan bercak cokelat daun. 3) Kelinci Berumur panen 100-110 hari, berbentuk pipih, warna kulit ari ungu, produktivitas 1,2-1,8 ton/ha, toleran terhadap penyakit layu, dan agak tahan penyakit karat dan bercak daun.

30

4) Garuda dua Berumur panen sekitar 85-90 hari, berbentuk bulat, warna kulit ari merah muda, produktivitas mencapai 2,3 ton/ha, dan toleran terhadap penyakit layu, peka penyakit karat dan bercak daun. 5) Garuda biga Berumur panen sekitar 85-90 hari, berbentuk bulat, warna kulit ari merah muda, produktivitas mencapai 2,25 ton/ha, dan toleran terhadap penyakit layu. 6) Tapir Berumur panen sekitar 95-100 hari, berbentuk bulat, warna kulit ari merah muda, produktivitas mencapai 1,8-2 ton/ha, tahan penyakit layu. 7) Kidang Berumur panen sekitar 100-110 hari, berbentuk bulat, warna kulit ari merah, produktivitas 1,2-1,8 ton/ha, tahan penyakit layu. 8) Pelanduk Berumur panen sekitar 95-100 hari, berbentuk bulat, warna kulit ari merah, produktivitas 1,9-2 ton/ha, tahan penyakit layu.

2.1.4 Kandungan Gizi Kacang Tanah Kacang merupakan hasil tanaman yang banyak mengandung protein, yaitu komponen pangan yang penting bagi pertumbuhan. Nilai gizi yang terkandung dalam kacang tanah untuk dikonsumsi tidak berkurang setelah melewati proses pengolahan. Kacang olahan tersebut pun tetap bebas kolesterol meskipun telah dilakukan proses pengolahan. Pemenuhan kalori dan protein masyarakat dapat diperoleh dari kacang tanah, karena kandungan kedua zat tersebut tergolong besar dalam tanaman kacang tanah. Kalori merupakan sumber energi bagi tubuh. Sementara itu, protein berfungsi sebagai zat pembangun dan sumber energi setelah kalori. Selain sebagai sumber kalori dan protein, kacang tanah mengandung zat gizi lainnya (Tabel 5). Kandungan lemak dalam kacang tanah termasuk tinggi kadarnya dibandingkan zat gizi lain. Lemak yang terkandung dalam kacang tanah tidak mengandung kolesterol. Adapun asam amino esensial yang terkandung dalam kacang tanah yang dikenal sebagai fitosterol dan tokoferol. Zat fitosterol memiliki 31

peran sebagai penghambat pembentukan kolesterol darah, sedangkan tokosferol sebagai antioksigen dan antipenuaan dini. Sedangkan kandungan karbohidrat yang terdiri dari sejumlah pati dan gula jenis sukrosa selain memberikan rasa manis, juga berperan sebagai penyuplai kalori dan energi. Tabel 5. Kandungan Gizi Kacang Tanah dalam Setiap 100 Gram Bahan Kandungan Gizi

Satuan

Kandungan

Kalori

kal

452,0

Protein

gram

25,3

Lemak

gram

42,8

Karbohidrat

gram

21,1

Kalsium

mg

58,0

Fosfor

mg

335,0

Zat besi

mg

1,3

Vitamin B1

mg

0,3

Vitamin C

mg

3,0

Sumber : Direktorat Gizi Departemen Kesehatan Republik Indonesia (1981) 2.1.5. Manfaat Kacang Tanah Kacang tanah dapat dikonsumsi dalam berbagai bentuk, antara lain sebagai bahan sayur, saus dan digoreng atau direbus. Sebagai bahan industri dapat dibuat keju, mentega, sabun dan minyak. Daun dan batang kacang tanah dapat dipergunakan untuk pakan ternak dan pupuk. Hasil sampingan dari pembuatan minyak, berupa bungkil dapat dijadikan oncom dengan bantuan fermentasi jamur (Suprapto 1998). Pengembangan olahan produksi kacang tanah telah berkembang dalam industri obat-obatan maupun industri kosmetika. Hal ini dikarenakan kacang tanah memiliki kandungan protein, vitamin dan lemak yang tinggi, yang sangat dibutuhkan oleh kulit. Industri kosmetika memanfaatkan kacang tanah dalam produk-produk kecantikan khususnya untuk kulit, seperti pelembap, sabun, hand body, dan sebagainya. Sedangkan dalam industri obat-obatan, kacang tanah sering digunakan pada cream pengobat luka dan campuran obat untuk penyakit kulit

32

lainnya5. Pemanfaatan bagian-bagian kacang tanah serta produk olahannya dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Komponen Kacang Tanah dan Pemanfaatannya Komponen Biji / Polong

Produk Olahan

Gambar

Kacang olahan & campuran Daun kacang makanan Selai Kacang (Peanut Butter) Mentega, Sabun, Minyak

Daun & Batang

Industri Kosmetika & Obatobatan Pakan Ternak Pupuk

Biji / Polong Bahan bakar & Briket kulit Batang kacang Kulit kacang kacang tanah Sumber : Costa WY (2008)

Kulit

2.2 Gambaran Umum Kacang Sangrai Kacang sangrai merupakan makanan olahan tradisional yang biasa dikenal masyarakat umum sebagai kacang pasir atau kacang panggang pasir. Produk ini secara tradisional dibuat dengan cara menggoreng kacang yang telah dibuka kulitnya didalam pasir yang panas hingga matang6.

Gambar 2. Kacang Sangrai “Ratih” Costa WY. 2008. Manfaat dan Olahan Kacang Tanah. http://www.deptan.go.id/bpsdm/bbpp-kupang/produksi/olah-kacang.pdf. [4 Juni 2009]. 5

Alvian. 2008. Panggang Pasir Lebih Nikmat. http://www.indorating.com/kacangsangrai.htm. [3 Maret 2009]. 6

33

Sumber : CV Mitra priangan (2009) Proses pengolahan kacang tanah menjadi kacang sangrai terdiri dari beberapa tahapan yang meliputi; 1) proses penyortiran I yaitu memilih kacang tanah

dengan kualitas baik dan kemudian dikupas kulitnya, 2) proses

pengayakan, 3) proses pembumbuan dengan garam dan bawang putih, 4) proses perendaman selama 24 jam, 5) proses pengeringan dibawah panas matahari, 6) proses penyangraian dengan pasir laut, 7) proses penyortiran II yaitu memisahkan kacang yang telah disangrai dengan pasir laut, dan terakhir 8) proses pengemasan ke dalam plastik. 2.3 Gambaran Umum Kemitraan Kemitraan

usaha

adalah

jalinan

kerjasama

usaha

yang

saling

menguntungkan antara pengusaha kecil dengan pengusaha menengah/besar (perusahaan mitra) disertai dengan pembinaan dan pengembangan oleh pengusaha besar, sehingga saling memerlukan, menguntungkan dan memperkuat (Pustaka Deptan 2000). Istilah kemitraan menurut Undang-Undang Usaha Kecil No.9 tahun 1995 yaitu kerjasama antara usaha kecil dan usaha menengah atau dengan usaha besar disertai pembinaan dan pengembangan oleh usaha menengah atau besar dengan memperhatikan prinsip saling memerlukan, saling memperkuat dan saling menguntungkan. Menurut Kartasasmita (1995), asas kebersamaan dan kekeluargaan dalam perekonomian nasional diwujudkan lewat kemitraan usaha. Kemitraan dalam dunia usaha didefinisikan sebagai hubungan yang didasarkan pada ikatan usaha yang saling menguntungkan dalam hubungan kerja yang sinergis yang hasilnya bukanlah suatu zero-sum game, tapi win-win game atau positive game. Definisi kemitraan menurut Hardjono (1996), diacu dalam Sulaksana (2005) adalah semacam persetujuan antara dua pihak yang mempunyai kebutuhan saling mengisi dan bekerjasama demi kepentingan kedua pihak atas prinsip saling memerlukan, saling memperkuat dan saling menguntungkan. Kemitraan diciptakan karena pihak pertama memerlukan sumber-sumber yang dimiliki oleh pihak lain atau pihak kedua dalam memajukan usahanya. Sumber-sumber tersebut

34

antara lain meliputi modal, tanah, tenaga kerja, akses teknologi, kapasitas pengolahan dan outlet untuk pemasaran hasil produksi. Menurut Hafsah (2000), kemitraan adalah suatu strategi bisnis yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih dalam jangka waktu tertentu untuk meraih keuntungan

bersama

dengan

prinsip

saling

membutuhkan

dan

saling

membesarkan. Dalam pengertian yang lebih luas, keberadaan kemitraan akan selalu memberikan nilai tambah bagi pihak yang bermitra dari berbagai aspek seperti; manajemen, pemasaran, teknologi, permodalan, dan keuntungan. 2.3.1. Proses Pembentukan Kemitraan Menurut John L Mariotti (1993), diacu dalam Hafsah (2000), kemitraan merupakan suatu rangkaian proses yang ditapaki secara beraturan dan bertahap untuk mendapatkan hasil yang optimal, yang dimulai dengan mengenal calon mitranya, mengetahui posisi keunggulan dan kelemahan usahanya, memulai membangun strategi, melaksanakan dan terus memonitor dan mengevaluasi sampai target sasaran tercapai. Adapun rangkaian proses pembentukan kemitraan adalah sebagai berikut: 1) Memulai membangun hubungan dengan calon mitra Langkah awal dalam proses kemitraan adalah mengenal calon mitra. Pengenalan calon mitra ini merupakan awal keberhasilan dalam proses membangun kemitraan selanjutnya. Memilih mitra yang tepat memerlukan waktu karena harus benar-benar diyakini, maka informasi yang dikumpulkan harus lengkap. 2) Mengerti kondisi bisnis pihak yang bermitra Kondisi bisnis calon mitra harus benar-benar diperhatikan terutama kemampuan dalam manajemen, penguasaan pasar, teknologi, permodalan, dan sumberdaya manusianya. Pemahaman akan keunggulan yang ada akan menghasilkan sinergi yang berdampak pada efisiensi, turunnya biaya produksi dan sebagainya. 3) Mengembangkan strategi dan menilai detail bisnis Strategi yang direncanakan bersama meliputi strategi dalam pemasaran, distribusi, operasional dan informasi. Strategi disusun berdasarkan keunggulan dan kelemahan bisnis dari pihak yang bermitra. 35

4) Mengembangkan program Setelah informasi dikumpulkan kemudian dikembangkan menjadi suatu rencana yang taktis dan strategis yang akan diimplementasikan. Termasuk didalamnya menentukan atau membatasi nilai tambah yang ingin dicapai. 5) Memulai pelaksanaan Memulai pelaksanaan kemitraan berdasarkan ketentuan yang disepakati. Pada tahap awal yang perlu dilakukan adalah mengecek kemajuan-kemajuan yang dialami. 6) Memonitor dan mengevaluasi perkembangan Perkembangan pelaksanaan perlu dimonitor terus-menerus agar target yang ingin dicapai benar-benar dapat menjadi kenyataan. Di samping itu perlu terus

dievaluasi

pelaksanaannya

untuk

perbaikan

pada

pelaksanaan

berikutnya. 2.3.1. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemitraan Berdasarkan alur pemikiran Soedjono, diacu dalam Shinta (1998) mengenai unsur-unsur penting yang berkaitan dengan kemitraan, dapat diidentifikasi faktor-faktor yang perlu diperhatikan untuk terlaksananya suatu kerjasama antar badan usaha yang sehat dan bermanfaat, yaitu : 1) Bargaining power suatu badan usaha, yang dicerminkan oleh kemampuan internal badan usaha dan kekuatan yang berasal dari luar. Kemampuan internal tampak pada kemampuan badan usaha di bidang manajemen, permodalan, aksesibilitas terhadap pasar dan penguasaan teknologi usaha tersebut. Sedangkan kekuatan yang diperoleh dari luar dapat berupa kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan bidang usaha tertentu yang menguntungkan posisi suatu badan usaha. 2) Kebutuhan/kepentingan masing-masing pihak yang bekerjasama sehingga kerjasama berjalan efektif. Sedangkan menurut James (1994), secara internal, kemampuan masingmasing badan usaha/usaha kecil menengah dicerminkan oleh faktor-faktor sebagai berikut : 36

1) Manajemen, yaitu kemampuan pengelolaan dan profesionalisme yang diterapkan pada suatu badan usaha. 2) Permodalan, yaitu kemampuan badan usaha dalam menyediakan modal termasuk aksesibilitas badan usaha terhadap sumber-sumber permodalan. 3) Pasar, yaitu aksesibilitas badan usaha terhadap produk yang dihasilkan. 4) Teknologi, yaitu penguasaan badan usaha terhadap teknologi yang berkaitan dengan bidang usaha dan kemampuannya dalam penerapan. 2.3.2. Tujuan Kemitraan Tujuan kemitraan menurut Khaerul (1994), dibedakan menurut pendekatan struktural dan kultural. Berdasarkan pendekatan struktural, kemitraan bertujuan : 1) Saling mendukung, saling membutuhkan, saling mempererat dan saling menguntungkan antara usaha kecil dan usaha besar melalui ikatan kerjasama ke depan dan ke belakang. 2) Memperoleh nilai tambah, meningkatkan efisiensi dan produktivitas usaha bagi kedua belah pihak. 3) Menciptakan dan meningkatkan alih pengetahuan, keterampilan, manajemen dan teknologi sehingga menjadi bekal masyarakat untuk turut berperan di pasar global. 4) Mengatasi kesenjangan sosial. Berdasarkan pendekatan kultural, tujuan kemitraan adalah agar mitra usaha dapat menerima dan mengadaptasi nilai-nilai baru dalam berusaha seperti perluasan wawasan, produktivitas dan kreatifitas, berani mengambil resiko, etos kerja, kemampuan aspek-aspek manajerial, bekerja atas dasar perencanaan dan berwawasan ke depan. 2.3.3. Bentuk-bentuk Pola Kemitraan Menurut Sumardjo et al. (2004), kemitraan usaha pertanian dapat dilaksanakan dengan lima pola antara lain : 1) Pola Inti Plasma Pola inti plasma merupakan hubungan kemitraan antara kelompok mitra (petani-nelayan, kelompok tani-kelompok nelayan, gabungan kelompok tani/kelompok nelayan, koperasi dan usaha kecil) dengan perusahaan mitra 37

(perusahaan besar dan perusahaan menengah) yang didalamnya perusahaan mitra bertindak sebagai inti (penyediaan sarana produksi pertanian, penyediaan prasarana pertanian, pembinaan manajemen, pembinaan teknologi, permodalan dan pemasaran hasil) dan kelompok mitra sebagai plasma (menjual seluruh hasil produksinya kepada inti, mematuhi peraturan / petunjuk yang diberikan inti). Perusahaan mitra sebagai inti akan mengolah produk dengan input atau bahan baku yang didapat dari plasma yaitu petani mitra. Pola inti plasma dapat dilihat pada Gambar 1.

PLASMA

PLASMA PERUSAHAAN INTI

PLASMA

PLASMA

Gambar 3. Pola Kemitraan Inti Plasma Sumber : Sumardjo, Sulaksana J, Aris W (2004) 2) Pola Sub Kontrak Pola sub kontrak merupakan hubungan kemitraan antara kelompok mitra dengan perusahaan mitra yang didalamnya kelompok mitra memproduksi komponen yang diperlukan perusahaan mitra sebagai bagian dari produksinya. Pada umumnya pola sub kontrak merupakan hubungan kerjasama yang bersifat jangka pendek. Pola sub kontrak dapat dilihat pada Gambar 2.

Kelompok Mitra

Kelompok Mitra PERUSAHAAN MITRA

Kelompok Mitra

Kelompok Mitra

Gambar 4. Pola Kemitraan Sub Kontrak 38

Sumber : Sumardjo, Sulaksana J, Aris W (2004) 3) Pola Dagang Umum Pola dagang umum merupakan hubungan kemitraan antara kelompok mitra dengan perusahaan mitra yang didalamnya perusahaan mitra memasarkan hasil produksi kelompok mitra atau kelompok mitra memasok kebutuhan yang diperlukan perusahaan mitra. Pola kemitraan dagang umum dapat dilihat pada Gambar 3. Memasok

Kelompok Mitra

Perusahaan Mitra Memasarkan produksi Kelompok mitra

Konsumen/Industri

Gambar 5. Pola Kemitraan Dagang Umum Sumber : Sumardjo, Sulaksana J, Aris W (2004) 4) Pola Keagenan Pola keagenan merupakan hubungan kemitraan yang didalamnya kelompok mitra diberi hak khusus untuk memasarkan barang dan jasa dari peerusahaan mitra. Pola kemitraan keagenan dapat dilihat pada Gambar 4. Pemberian hak khusus Kelompok Mitra

Perusahaan Mitra

Memasarkan Konsumen/ Masyarakat Gambar 6. Pola Kemitraan Keagenan Sumber : Sumardjo, Sulaksana J, Aris W (2004) 39

5) Pola Waralaba Pola waralaba merupakan pola kemitraan antara kelompok mitra usaha yang memberikan hak lisensi, merk dagang dan saluran distribusinya kepada kelompok mitra usaha sebagai penerima waralaba yang disertai bantuan manajemen. Salah satu contoh kemitraan pola waralaba ini adalah kemitraan Es Teler 77. Pola waralaba ini dapat dilihat pada Gambar 5.

Kemitraan

Es Teler 77 Pemilik Waralaba • • • •

Es Teler 77 Penerima Waralaba

Hak lisensi Merek dagang Bantuan manajemen Saluran distribusi

Gambar 7. Pola Kemitraan Waralaba Sumber : Sumardjo, Sulaksana J, Aris W (2004) 6) Pola Kerjasama Operasional (KOA) Pola KOA merupakan hubungan kemitraan yang didalamnya kelompok mitra menyediakan lahan, sarana, dan tenaga, sedangkan perusahaan mitra menyediakan biaya atau modal dan atau sarana untuk mengusahakan atau membudidayakan suatu komoditi pertanian. Pola kemitraan ini dapat dilihat pada Gambar 6. Kelompok Mitra

Perusahaan Mitra

-Lahan -Sarana -Tenaga

-Biaya -Modal -Teknologi

Pembagian hasil sesuai kesepakatan

40

Gambar 8. Pola Kemitraan Kerjasama Operasional Agribisnis Sumber : Sumardjo, Sulaksana J, Aris W (2004)

2.3.4. Perusahaan Kemitraan Kemitraan antara pengusaha dan plasma (petani) berdasarkan tata hubungan antara keduanya telah ditetapkan oleh Badan Agribisnis Departemen Pertanian (Sumardjo et al. 2004) menjadi tiga pola umum kemitraan perusahaan pembimbing, yaitu : 1) Perusahaan Inti Rakyat (PIR), yaitu perusahaan yang melakukan fungsi perencanaan, bimbingan dan pelayanan sarana produksi, kredit, pengolahan hasil dan pemasaran hasil antara usahatani yang dimilikinya sambil menjalankan usahatani yang dimiliki dan dikelolanya sendiri. 2) Perusahaan pengelola, yaitu perusahaan yang melakukan fungsi perencanaan, bimbingan dan pelayanan sarana produksi, kredit, pengolahan dan pemasaran hasil bagi usahatani yang dibimbingnya, tetapi tidak menyelenggarakan usahatani sendiri. 3) Perusahaan penghela, yaitu perusahaan yang melakukan fungsi perencanaan, bimbingan dan pemasaran hasil tanpa pelayanan kredit, sarana produksi dan juga tidak mengusahakan usahataninya sendiri.

2.4. Penelitian Terdahulu Penelitian terdahulu dimaksudkan untuk mengkaji penelitian-penelitian yang telah dilakukan dengan mengangkat topik, komoditas, produk maupun alat analisis yang sama sehingga dapat diketahui kekurangan dan kelebihan penelitian yang telah dilakukan agar dapat dijadikan bahan pembelajaran. Penelitian mengenai kajian pola kemitraan telah dilakukan oleh banyak peneliti dengan jenis produk yang berbeda. Akan tetapi penelitian mengenai analisis penentuan pola kemitraan dalam rangka mendukung pembentukan kemitraan belum pernah dilakukan. Di samping kajian pola kemitraan, penelitian mengenai produk kacang olahan juga telah dilakukan oleh peneliti terdahulu dengan kajian yang berbeda. Penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti berkaitan dengan analisis penentuan pola kemitraan antara perusahaan agribisnis dengan kelompok tani mitra. Penelitian ini dilakukan dengan studi kasus pada CV. Mitra Priangan 41

sebagai perusahaan yang bergerak dalam usaha pengolahan kacang tanah menjadi kacang sangrai dengan kelompok tani di wilayah Cianjur. Alat analisis yang digunakan tidak jauh berbeda dengan alat analisis yang digunakan pada penelitian terdahulu yaitu dengan menggunakan PHA (Proses Hierarki Analitik). Perbedaan dengan penelitian terdahulu adalah antara perusahaan dengan petani mitra dalam penelitian ini belum melaksanakan kemitraan, melainkan bermaksud untuk membentuk suatu pola kemitraan yang paling tepat, sesuai dengan kondisi dan tujuan masing-masing. Sehingga peneliti mencoba menganalisis dengan melihat tujuan serta mengidentifikasi faktor kunci pembentuk kemitraan. Kemudian dianalisis pola kemitraan yang paling tepat dan sesuai bagi kedua belah pihak. Dengan menentukan pola kemitraan yang sesuai di awal proses pembentukan kemitraan, diharapkan kemitraan yang akan terjalin dapat saling menguntungkan dan bertahan lama. Penelitian

Sembodo

(2003)

meneliti

tentang

evaluasi

strategi

pengembangan kemitraan Bank Bukopin dengan koperasi. Dalam analisis PHA diperoleh faktor kunci yang diprioritaskan Bank Bukopin berturut-turut adalah sumber daya manusia, manajemen, keuangan, pemasaran dan teknologi informatika. Faktor internal memiliki beberapa elemen yang menjadi kekuatan bagi Bank Bukopin, yakni kuantitas dan kualitas SDM, informasi pasar, suku bunga tabungan, pengorganisasian, fasilitas serta kualitas teknologi operasional. Faktor kunci yang diprioritaskan oleh koperasi sama dengan Bank Bukopin. Tujuan kemitraan adalah permodalan, solvabilitas usaha, penumbuhan USP (Unit Simpan Pinjam), alih pengetahuan, nilai tambah usaha dan jaringan Swamitra. Bagi Bank Bukopin yang terpenting adalah efisiensi ekonomi, pelayanan, manajemen, kredibilitas, mobilitas dana dan informasi usaha. Bagi koperasi yang terpenting adalah mobilitas dana, kredibilitas, manajemen, pelayanan, informasi usaha, dan efisiensi ekonomi. Penelitian Tampubolon (2004) mengenai kemitraan antara perusahaan PT. XYZ dengan nelayan atau pemilik kapal di kawasan Muara Angke, Jakarta Utara menelaah tentang faktor-faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan para nelayan atau pemilik kapal untuk memilih PT. XYZ sebagai mitra usahanya dan mengevaluasi serta menentukan bentuk pola kemitraan yang seharusnya 42

diterapkan para nelayan dalam rangka pengembangan usahanya. Dari penelitian tersebut diketahui bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan nelayan untuk melanjutkan kemitraan adalah faktor umur nelayan, pengalaman, tingkat pendidikan, status kepemilikan kapal, produksi yang dihasilkan nelayan dan keikutsertaan dalam kelompok. Sedangkan dari analisis pemilihan pola kemitraan antara kedua pelaku didapatkan pola kemitraan inti plasma yang dirasakan paling efektif oleh kedua pelaku, mengingat kondisi nelayan yang masih membutuhkan bantuan dari perusahaan dalam hal sarana produksi, serta bimbingan teknis dan non teknis. Dalam penelitian Sulaksana (2005), mengkaji implementasi kemitraan antara koperasi usaha berbasis terigu dengan perusahaan besar swasta, yaitu PT. ISM Bogasari Flour Mills dan Koperasi Pedagang Mi Bakso Jakarta Utara (KPMB-JU). Menurut hasil penelitian urutan prioritas berdasarkan bobot faktor yang mendorong kemitraan menurut perusahaan adalah jaminan kualitas yang bias dinikmati konsumen akhir (0,544), perluasan pasar (0,200), pengembangan usaha (0,157), transfer teknologi (0,053) dan transfer manajemen (0,046). Sedangkan menurut KPMB-JU adalah jaminan kualitas yang bisa dinikmati konsumen akhir (0,322), transfer manajemen (0,280), perluasan pasar (0,220), pengembangan usaha (0,131), dan transfer teknologi (0,047). Dalam evaluasi bentuk kemitraan yang ideal menurut kedua pelaku, bentuk pola keagenan merupakan bentuk yang paling ideal dalam menjelaskan hubungan kemitraan antara kedua pelaku. Aryani (2009) meneliti mengenai analisis pengaruh kemitraan dengan judul Analisis Pengaruh Kemitraan Terhadap Pendapatan Usahatani Kacang Tanah (Kasus Kemitraan PT Garudafood dengan Petani Kacang Tanah di Desa Palangan, Kecamatan Jangkar, Kabupaten Situbondo, Jawa Timur). Penelitian ini diarahkan untuk mengevaluasi pelaksanaan kemitraan antara PT Garudafood dengan petani mitra di Desa Palangan dan menganalisis pengaruh kemitraan terhadap peningkatan pendapatan usahatani kacang tanah di Desa Palangan. Berdasarkan evaluasi pelaksanaan kemitraan, masih terdapat beberapa hal yang tidak sesuai dengan perjanjian. Seperti masih ada petani yang mengggunakan pupuk tidak sesuai dosis anjuran, menjual hasil produksi ke perusahaan lain, dan 43

waktu tanam yang tidak sesuai dengan perjanjian. Meskipun demikian, pelaksanaan kemitraan tersebut memberikan manfaat kepada petani, yaitu adanya jaminan pasar, kepastian harga, meningkatkan pendapatan dan menambah pengetahuan mengenai budidaya kacang tanah. Sehingga pelaksanaan kemitraan dapat diteruskan. Berdasarkan hasil analisis pendapatan usahatani, petani mitra memperoleh pendapatan usahatani lebih besar dari pada petani non mitra, baik untuk pendapatan atas biaya tunai maupun pendapatan atas biaya total. Hasil imbangan penerimaan dan biaya (R/C rasio), dapat diketahui R/C rasio atas biaya tunai dan R/C rasio atas biaya total petani mitra yaitu 2,77 dan 1,47. Sedangkan R/C rasio atas biaya tunai dan R/C rasio atas biaya total patani non mitra adalah 1,92 dan 0,96. Dari nilai R/C rasio atas biaya tunai dan R/C atas biaya total dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan kemitraan antara PT Garudafood dengan petani mitra di Desa Palangan memberikan keuntungan bagi petani mitra. Sehingga pelaksanaan kemitraan dapat diteruskan. Sedangkan untuk penelitian mengenai produk kacang olahan, Barus (2009) meneliti mengenai analisis ekuitas merek dengan judul Analisis Ekuitas Merek Kacang Olahan dalam Kemasan di Kota Bogor. Penelitian ini diarahkan untuk menganalisis perbandingan elemen-elemen ekuitas merek produk kacang olahan dalam kemasan (KODK), merek KODK yang memiliki ekuitas merek terkuat, dan bagaimana implikasinya terhadap strategi bauran pemasaran KODK. Dengan analisis menggunakan pendekatan sikap menunjukkan bahwa loyalitas konsumen yang baik dimiliki oleh merek Garuda dan Dua Kelinci. Akan tetapi konsumen Dua Kelinci lebih loyal daripada konsumen Garuda. Hal ini terlihat bahwa Dua Kelinci memiliki presentase jumlah responden yang lebih banyak pada tahap/tingkat satisfied buyer, liking the brand dan committed buyer. Strategi bauran pemasaran yang disarankan kepada para produsen KODK adalah strategi produk dilakukan dengan meningkatkan kualitas produk dan memperbaiki bentuk/tampilan kemasan pada merek Garuda. PT. Dua Kelinci disarankan untuk memperbaiki komposisi produk terutama dalam kandungan gizi kacang, PT. Mitrastrya Prakasautama sebaiknya memperbaiki kemasan Mr.P dan PT. Manohara Asri juga sebaiknya memperbaiki kemasan Mayasi, baik desain juga ukurannya. 44

III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Proses Hierarki Analitik (Analytical Hierarchy Process) Menurut Saaty (1991) ada dua pendekatan untuk memecahkan masalah, yaitu pendekatan deduktif dan pendekatan sistem. Pada dasarnya, pendekatan deduktif

memfokuskan

pada

bagian-bagian,

sedang

pendekatan

sistem

memusatkan pada bekerjanya sistem secara keseluruhan. Proses Hierarki Analitik menggabungkan kedua pendekatan ini dalam suatu kerangka yang logis dan terpadu. Proses Hierarki Analitik pertama kali dikembangkan oleh Thomas L.Saaty, seorang ahli matematik dari University of Pittsburg-USA, pada awal tahun 1970-an. Proses Hierarki Analitik atau AHP (Analytical Hierarchi Process) adalah suatu alat atau metode analisis yang dapat dipakai oleh pengambil keputusan untuk bisa memahami kondisi suatu sistem dan membantu di dalam melakukan prediksi

dan

pengambilan

keputusan

(Anomhan

1992).

Metode

ini

memungkinkan pemakainya untuk mengambil keputusan yang efektif atas persoalan yang kompleks dengan jalan menyederhanakan dan mempercepat proses pengambilan keputusan yang alami (Saaty 1993). Proses Hierarki Analitik dapat diterapkan untuk memecahkan problemaproblema terukur (kuantitatif) maupun yang memerlukan pendapat (judgement). Penggunaan

pendapat

dalam

memecahkan

problema

membandingkan masukan-masukan (input) secara

dilakukan

dengan

berpasangan (pairwise

comparison). Untuk itu dibutuhkan skala ukur yang dapat membedakan setiap pendapat serta mempunyai keteraturan, sehingga memudahkan transformasi pendapat dalam bentuk angka (nilai skala). Tingkat kesahihan (validitas) pendapat tergantung pada konsistensi dan akurasi pendapat. Pada dasarnya metode ini memecah-mecah situasi yang kompleks, tak terstruktur, ke dalam bagian-bagian komponennya, menata bagian atau variabel ini kedalam suatu hirarki, memberi nilai numerik pada pertimbangan subyektif 45

tentang relatif pentingnya suatu variabel mana yang memiliki prioritas penting fungsi dan bertindak untuk mempengaruhi hasil pada situasi tersebut.

Menurut Saaty (1991) terdapat tiga prinsip dasar proses hirarki analitik : 1) Menggambarkan dan menguraikan secara hirarki yang disebut menyusun secara hirarki yaitu memecah-mecah persoalan menjadi elemen yang terpisahpisah. 2) Perbedaan prioritas dan sintesis, yang disebut penetapan prioritas yaitu menentukan peringkat elemen menurut relatif pentingnya. 3) Konsistensi logis yang menjamin bahwa semua elemen dikelompokkan secara logis dan diperingkatkan secara konsisten sesuai dengan kriteria yang logis. Keunggulan metode PHA yang dapat dimanfaatkan oleh penggunanya dijelaskan oleh Saaty (1991) sebagai berikut : 1) Kesatuan. PHA memberikan suatu model tunggal yang mudah dimengerti, luwes untuk aneka ragam persoalan tak terstruktur. 2) Kompleksitas.

PHA

memadukan

ancangan

deduktif

dan

ancangan

berdasarkan sistem dalam memecahkan persoalan kompleks. 3) Saling ketergantungan. PHA dapat menangani saling ketergantungan elemen-elemen dalam suatu sistem dan tidak memaksakan pemikiran linier. 4) Penyusunan hirarki. PHA mencerminkan kecenderungan alami pikiran untuk memilah elemen pada suatu sistem dalam berbagai tingkat berlainan dan mengelompokkan unsur yang serupa dalam setiap tingkat. 5) Konsistensi. PHA melacak konsistensi logis dari pertimbangan yang digunakan dalam menetapkan berbagai prioritas. 6) Pengukuran. PHA memberikan suatu model untuk mengukur hal-hal yang tak berwujud dan metode menetapkan prioritas. 7) Sintesis. PHA menuntun kepada suatu taksiran menyeluruh tentang kebaikan dari setiap alternatif. 8) Tawar-menawar. PHA mempertimbangkan prioritas-prioritas relatif dari berbagai faktor sistem dan memungkinkan orang untuk memilih alternatif terbaik berdasarkan tujuan-tujuan mereka. 46

9) Penilaian dan konsensus. PHA tidak memaksakan konsensus tetapi mensintesis suatu hasil yang representatif dari berbagai penilaian yang berbeda-beda. 10) Pengulangan proses. PHA memungkinkan orang untuk memperhalus definisi mereka pada suatu persoalan dan memperbaiki pertimbangan serta pengertian mereka melalui proses pengulangan. PHA merupakan metode pengambilan keputusan yang tergolong Expert System, karena PHA menggunakan persepsi manusia yang dianggap expert sebagai input utamanya. Kriteria expert bukan berarti orang tersebut harus jenius, pintar, atau bergelar doktor, tetapi lebih mengacu pada orang yang mengerti benar permasalahan yang diajukan, merasakan akibat suatu masalah atau memiliki kepentingan terhadap masalah tersebut. Menurut Mumpower, diacu dalam Sulaksana (2005), ada 14 karakteristik psikologis yang harus ada pada seorang pengambil keputusan yang berkategori expert : 1) Harus dapat melihat apa yang tidak dapat dilihat orang lain dalam permasalahan. 2) Mengetahui bagaimana berkonsentrasi pada apa yang dianggap penting. 3) Dapat memisahkan perasaan dari suatu persoalan (make sense of chaos). 4) Mengetahui bagaimana meyakinkan pihak lain akan kemauannya. 5) Mengetahui boleh tidaknya mengikuti aturan-aturan yang telah diputuskan. 6) Tidak takut untuk bertanggung jawab atas keputusannya. 7) Mengetahui putusan yang bagaimana yang harus dibuat dan mana yang tidak. 8) Percaya kepada dirinya dan kemampuannya. 9) Menghindari kekakuan dalam strategi yang telah diputuskan. 10) Sangat mengetahui dan selalu memperhatikan perkembangan terakhir. 11) Dapat berbuat lebih sigap terhadap suatu persoalan dibandingkan yang lainnya. 12) Mampu mencari solusi-solusi baru terhadap persoalan-persoalan yang ada. 13) Membuat keputusan berdasarkan pengalaman.

3.2. Kerangka Pemikiran Operasional

47

Alur kerangka pemikiran disusun mulai dari timbulnya permasalahan sampai adanya rekomendasi terhadap penyelesaian masalah. Alur kerangka pemikiran disusun sebagai pedoman pelaksanaan dan analisa penelitian. Permasalahan yang ditemukan berada di dalam kerangka pemikiran sebagai bagian dari suatu sistematika pemikiran yang bisa ditelusuri awal, proses dan hasilnya. Wilayah Kecamatan Sindangbarang merupakan salah satu daerah penghasil kacang tanah terbesar di Cianjur. Petani kacang tanah di di daerah tersebut umumnya tidak memiliki posisi tawar yang kuat, sehingga harga jual kacang tanah ditetapkan oleh bandar. Selain itu, sumber daya manusia, manajemen, teknologi juga masih tergolong rendah. Kondisi ini meyebabkan rendahnya kesejahteraan petani kacang tanah di wilayah tersebut. Tingginya permintaan produk Ratih Kacang Sangrai, menyebabkan CV. Mitra Priangan merasa kesulitan bila harus mengandalkan pasokan kacang tanah dari membeli ke beberapa bandar dan impor. Tidak terjaminnya kontinuitas pasokan menyebabkan CV. Mitra Priangan tidak dapat memenuhi seluruh permintaan yang datang. Selain itu terbatasnya modal juga merupakan salah satu penyebab CV. Mitra Priangan tidak dapat berproduksi secara optimal sehingga tidak dapat memenuhi seluruh permintaan yang ada. Pada tahun 2009 ini, CV. Mitra Priangan telah mendapatkan bantuan dana hibah dalam program LM3 dari Departemen Pertanian. Untuk mengatasi permasalahan produksinya serta untuk meningkatkan kesejahteraan petani dan produksi kacang tanah di Cianjur, CV. Mitra Priangan berencana untuk melakukan kemitraan dengan petani kacang tanah di wilayah Sindangbarang, Cianjur. Dalam proses pembentukan kemitraannya, CV. Mitra Priangan dan petani merasa perlu untuk menentukan pola kemitraan yang paling sesuai dengan kondisi kedua pihak mitra agar tujuan kedua pihak dapat tercapai dan resiko kegagalan dalam bermitra dapat diperkecil. Pembentukan pola kemitraan dapat dipengaruhi oleh tujuan masingmasing pelaku sebagai pendorong internal dan faktor-faktor yang berasal dari eksternal yang dihadapi kedua pelaku. Oleh karena itu, perlu diidentifikasi tujuan serta faktor-faktor yang mempengaruhi masing-masing pelaku untuk bermitra agar dapat menentukan pola kemitraan yang paling ideal. Kemudian, setelah 48

menganalisis kondisi, faktor-faktor dan tujuan yang mempengaruhi masingmasing pelaku, dilanjutkan dengan analisis penentuan pola kemitraan antara CV.Mitra Priangan dan kelompok tani mitra. Pola kemitraan akan menjelaskan hubungan kerjasama dan posisi kedua pelaku dalam pelaksanaan kemitraan. Pola kemitraan yang ideal dan efektif dapat menjadi solusi terbaik untuk pengembangan usaha kedua pelaku. Metode analisis yang digunakan untuk memecahkan masalah adalah Proses Hierarki Analitik dengan menyusun beberapa hirarki yang sesuai dengan fokus permasalahan. Pada akhir penelitian akan didapat suatu pola kemitraan yang paling ideal untuk diterapkan dan diharapkan dapat dijadikan pertimbangan dalam pengambilan keputusan mengenai pembentukan kemitraan. Adapun alur kerangka pemikiran operasional dapat dilihat pada Gambar 9.

49

Permasalahan : 1. Kontinuitas pasokan bahan baku tidak terjamin 2. Permintaan kacang sangrai belum bisa terpenuhi seluruhnya

Permasalahan : 1. Harga jual rendah 2. Manajemen, SDM dan teknologi yang rendah 3. Permodalan 4. Peningkatan produksi dan kualitas kacang tanah

Potensi : 1. Tingginya permintaan Ratih Kacang Sangrai sebagai makanan cemilan (snack) 2. Adanya dana investasi dari program LM3 Deptan

Potensi : 1. Pertambahan penduduk di Indonesia 2. Permintaan kacang tanah semakin meningkat 3. Konsumsi kacang tanah terbesar adalah industri

CV. Mitra Priangan

Petani Kacang Tanah

Pengembangan Usaha : Peningkatan produksi kacang sangrai melalui kemitraan usaha

Kemitraan merupakan solusi untuk pengembangan dan peningkatan produksi kacang tanah

Rencana Kerjasama Kemitraan

Analisis Penentuan Pola Kemitraan : AHP (Analytical Hierarchi Process)

Identifikasi Tujuan Kemitraan dan Faktorfaktor Pembentuk Kemitraan

Analisis Kondisi Pelaku Kemitraan

Penentuan Pola Kemitraan yang Ideal Pola Kemitraan Ideal 50

Implementasi Kemitraan

Gambar 9. Kerangka Pemikiran Operasional 1V. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan berdasarkan studi kasus pada perencanaan kemitraan antara CV. Mitra Priangan dengan petani mitra di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) berdasarkan pertimbangan bahwa CV. Mitra Priangan merupakan perusahaan agribisnis yang belum lama berdiri dan memiliki potensi untuk berkembang. CV. Mitra Priangan berlokasi di Gg. Duren No. 1/D RT 03 RW 01, Kelurahan Solokpandan, Cianjur. Sedangkan pemilihan petani mitra di Kabupaten Cianjur berdasarkan pertimbangan bahwa Kabupaten Cianjur, khususnya di daerah Cianjur Selatan memiliki potensi sebagai salah satu sentra produksi kacang tanah di Jawa Barat. Petani kacang tanah mitra terdiri dari dua kelompok tani di Desa Muara Cikadu, Kecamatan Sindangbarang, Cianjur, yaitu Kelompok Tani KTH Mekar Mukti dan Kelompok Tani Cikawung. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari hingga Mei 2009.

4.2 Metode Penentuan Sampel Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode kasus sehingga besarnya sampel tidak perlu ditentukan, namun pada umumnya masih memerlukan narasumber atau responden dalam pengumpulan datanya. Penentuan responden dilakukan secara sengaja terhadap CV. Mitra Priangan dan kelompok tani kacang tanah di Desa Muara Cikadu, karena responden yang dibutuhkan adalah seseorang yang memahami masalah dan mempunyai peranan dalam pengambilan keputusan. Responden CV. Mitra Priangan adalah Bapak Radianto Suwinto selaku Direktur CV. Mitra Priangan dan Ibu Solihati Nurzanah selaku Wakil Direktur CV. Mitra Priangan. Sedangkan responden pada kelompok tani kacang tanah di Desa Muara Cikadu adalah masing-masing ketua kelompok tani yang akan bermitra dengan CV. Mitra Priangan yang terkait langsung dalam 51

rencana pembentukan kemitraan dengan perusahaan dan mempunyai peranan dalam pengambilan keputusan. Untuk responden eksternal dipilih penyuluh pertanian yang memahami masalah dan dapat memberikan rekomendasi bagi kedua belah pihak. 4.3 Desain Penelitian Penelitian ini didesain dengan menggunakan Metode Kasus (Case Study). Metode kasus merupakan prosedur dan teknik penelitian tentang subjek yang diteliti berupa individu, lembaga, kelompok atau masyarakat, dengan tujuan untuk memperoleh gambaran secara rinci tentang latar belakang, sifat-sifat, serta karakter-karakter yang khas dari kasus, ataupun status dari individu yang kemudian akan dijadikan suatu hal yang bersifat umum.

4.4 Data dan Instrumentasi Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder yang akan dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif. Data primer merupakan data utama yang diperoleh melalui wawancara langsung dan pengisian kuesioner secara terbuka kepada responden. Selain itu dapat diperoleh melalui pengamatan langsung atau observasi lapangan guna memperoleh informasi tambahan yang dapat mendukung data yang diperoleh. Data sekunder dapat diperoleh dari informasi tertulis baik dari perusahaan maupun luar perusahaan, serta tulisan atau literatur seperti majalah, buku, koran dan internet yang relevan dengan masalah yang diteliti. Selain itu juga diperoleh melalui berbagai instansi terkait dalam penelitian seperti Badan Pusat Statistik (BPS), perpustakaan LSI-IPB, Dinas Pertanian Kab. Cianjur, serta sumber pustaka lain yang bisa menjadi acuan. Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data yang mengacu pada usaha budidaya kacang tanah dan pengolahan kacang tanah. Data primer yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data yang terkait dengan analisis kondisi perusahaan, data analisis kondisi petani mitra, serta data yang terkait dalam analisis penentuan pola kemitraan. Jenis data yang dikumpulkan dalam analisis kondisi perusahaan (CV. Mitra Priangan) adalah : 1) Keuangan (finance) 52

a) Sumber dana b) Penerimaan usaha c) Pengeluaran usaha 2) Sumberdaya Manusia (human resources) a) Kualitas sumberdaya manusia b) Kuantitas sumberdaya manusia 3) Penelitian dan Pengembangan (research & development) a) Fasilitas fisik R&D b) Staf / tim R&D 4) Produksi dan operasi (production & operation) a) Fasilitas produksi dan operasi b) Kontinuitas produksi dan operasi 5) Pemasaran (marketing) a) Informasi pasar b) Kontinuitas pemasaran Jenis data yang dikumpulkan dalam analisis kondisi petani kacang tanah adalah 1) Modal a) Sumber dana b) Penerimaan usaha c) Pengeluaran usaha d) Fasilitas fisik 2) Produksi a) Kualitas produk b) Kuantitas produk c) Kontinuitas produksi 3) Teknologi 4) Manajemen a) Perencanaan b) Pengorganisasian c) Penggerakan d) Pengendalian 5) Pemasaran 53

a) Informasi pasar b) Kontinuitas pemasaran

Data yang dikumpulkan dalam analisis penentuan pola kemitraan adalah : 1) Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan kemitraan a) Pengembangan usaha b) Aksesibilitas pasar c) Permodalan d) Penguasaan teknologi e) Manajemen 2) Tujuan yang hendak dicapai melalui pembentukan kemitraan a) Peluang pasar b) Kontinuitas produk c) Efisiensi usaha d) Kelangsungan usaha e) Pemberdayaan dan pembinaan Data sekunder yang diperlukan adalah : 1) PDB sub sektor tanaman pangan tahun 1999 2) Luas panen, produksi dan produktivitas kacang tanah di Indonesia pada tahun 2001-2006 3) Konsumsi kacang tanah di Indonesia pada tahun 2001-2006 4) Neraca ekspor-impor kacang tanah pada tahun 1998-2005

4.5 Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data primer dilakukan di Kabupaten Cianjur selama 2 bulan yaitu dari bulan Maret 2009 hingga bulan Mei 2009. Data primer diperoleh melalui wawancara langsung dan pengisian kuesioner secara terbuka kepada responden. Responden dari pihak perusahaan mengisi kuesioner mengenai analisis kondisi perusahaan dan analisis pola kemitraan yang paling tepat antara CV. Mitra Priangan dengan petani kacang tanah. Sedangkan responden dari pihak petani kacang tanah mengisi kuesioner mengenai analisis kondisi petani dan analisis pola 54

kemitraan yang paling tepat antara CV. Mitra Priangan dengan petani kacang tanah. Kemudian untuk data yang mendukung penelitian berasal dari berbagai dinas dan instansi terkait seperti, Badan Pusat Statistik (BPS), perpustakaan LSIIPB, Dinas Pertanian Kab. Cianjur, BAPEDA Kab. Cianjur, serta sumber pustaka lain yang bisa menjadi acuan.

4.6 Metode Pengolahan Data Dalam penelitian ini model yang digunakan adalah Proses Hierarki Analitik. Berdasarkan kerangka kerja PHA, penelitian diawali dengan pengumpulan data dan informasi melalui wawancara untuk menyusun struktur hirarki. Struktur hirarki yang telah disusun menjadi dasar untuk pembuatan kuesioner yang diberikan pada responden. Kuesioner diberikan untuk mengetahui pembobotan setiap elemen pada seluruh tingkat struktur hirarki. Sebuah hirarki yang telah disusun dengan elemen-elemennya menjadi tidak akan berarti apabila tidak disertai dengan nilai atau bobot. Oleh karena itu metode PHA diperlukan untuk penentuan bobot bagi elemen di satu level yang berpengaruh terhadap bobot elemen level di bawahnya dan pada akhirnya metode PHA dapat digunakan untuk menghitung bobot pada setiap level untuk penilaian tujuan seluruhnya. Dalam menerapkan metode PHA yang diutamakan adalah kualitas responden. Data yang diperoleh melalui kuesioner responden diproses dengan menggunakan program komputer “Expert Choice”. Program ini merupakan program yang disusun oleh Asian Institute of Technology dan Microsoft Co. Sedangkan total bobot dalam pengolahan vertikal hirarki keputusan diperoleh dengan menggunakan program Microsoft Office Excel 2007. Hasil pengolahan ini kemudian dianalisis dan disajikan dalam bentuk uraian, gambar dan tabel. Kerangka kerja PHA terdiri dari 8 langkah utama (Saaty 1991). Adapun penjelasan dari setiap langkah adalah sebagai berikut : 1) Mendefinisikan persoalan dan merinci pemecahan yang diinginkan. Hal yang perlu diperhatikan dalam langkah ini adalah penguasaan masalah secara mendalam, karena yang menjadi perhatian adalah pemilihan tujuan, kriteria, dan aktivitas-aktivitas yang akan dilibatkan dalam suatu sistem hirarki.

55

Komponen suatu sistem dapat diidentifikasi berdasarkan kemampuan pada analisa untuk menemukan unsur-unsur yang dapat dilibatkan dalam sistem. 2) Membuat struktur hirarki dari sudut pandang manajemen secara keseluruhan. Hirarki adalah struktur suatu sistem yang mempelajari fungsi interaksi antar komponen dan dampaknya terhadap sistem. Penyusunan model hirarki ini terdiri dari beberapa tingkat. Tingkat puncak hanya terdiri dari suatu variabel atau fokus. 3) Menyusun matriks banding berpasangan. Matriks banding berpasangan dimulai dari puncak hirarki untuk fokus G yang merupakan dasar untuk melakukan perbandingan berpasangan antar variabel yang terkait yang ada di bawahnya. Perbandingan berpasangan, pertama dilakukan pada variabel level kedua (F1,F2,F3,Fn) terhadap fokus G yang ada di puncak hirarki, begitu pula seterusnya sampai hirarki tingkat terakhir. 4) Mengumpulkan semua pertimbangan yang diperlukan dari hasil yang diperoleh pada langkah 3. Pada langkah ini dilakukan perbandingan berpasangan antara setiap variabel pada kolom ke-i dengan setiap variabel pada baris ke-j yang berhubungan dengan fokus G. Perbandingan berpasangan antar variabel tersebut dapat dilakukan dengan pertanyaan “Seberapa kuat variabel baris ke-i didominasi oleh fokus G, dibandingkan kolom ke-j?”. Untuk mengisi nilai-nilai dalam matriks banding berpasangan tersebut digunakan angka-angka tertentu sebagai skala banding, seperti tertera pada Tabel 7. Pengisian matriks hanya dilakukan untuk bagian di atas garis diagonal dari kiri atas ke kanan bawah. 5) Memasukkan nilai-nilai kebalikkannya beserta bilangan 1 sepanjang diagonal utama. Pengisian matriks banding berpasangan hanya dilakukan pada bagian di atas garis diagonal dari kiri atas ke kanan bawah. Sedangkan bagian di bawah diagonal diisi dengan nilai-nilai kebalikan dari bagian di atas garis diagonal, contohnya bila variabel F11 memiliki nilai 8 maka nilai variabel F21 adalah 1/8.

56

Tabel 7. Skala Banding Berpasangan Nilai 1 3 5 7

9

Definisi Kedua variabel sama pentingnya Variabel yang satu sedikit lebih penting ketimbang yang lainnya Variabel yang satu lebih penting dari variabel lainnya Satu variabel sangat lebih penting dari variabel lainnya Satu variabel mutlak lebih penting dari variabel lainnya

Penjelasan Dua variabel menyumbangkan sama besarnya pada sifat itu Pengalaman dan pertimbangan sedikit menyokong suatu variabel atas yang lainnya Pengalaman dan pertimbangan dengan kuat menyokong suatu variabel atas yang lainnya Satu variabel dengan kuat disokong dan dominannya telah terlihat dalam praktek Bukti yang meyokong variabel yang satu atas variabel lainnya memiliki tingkat penegasan tertinggi yang mungkin menguatkan Kompromi diperlukan antara dua pertimbangan

Nilai-nilai diantara dua 2,4,6,8 pertimbangan yang berdekatan Jika untuk aktifitas i mendapat satu angka bila dibandingkan dengan Nilai-nilai aktifitas j, maka j memiliki nilai kebalikannya bila dibandingkan kebalikan dengan i Sumber : Saaty (1991) Tabel 8. Matriks Pendapat Individu (MPI) G

A1

A2

A3

……

An

A1

a11

a12

a13

……

a1n

A2

a21

a22

a23

……

a2n

A3

a31

a32

a33

……

a3n

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

An

an1

an2

an3

……

ann

Sumber : Saaty (1991)

57

Sedangkan MPG adalah susunan matriks baru yang berasal dari rata-rata geometrik pendapat-pendapat individu yang rasio inkonsistensinya lebih kecil atau sama dengan 10%. Disimbolkan sebagai gij (Tabel 9). Rumus matematika untuk rata-rata geometrik adalah : m

gij = √ m ∏(aij)k k=1

Keterangan : m



= perkalian dari elemen k = 1 sampai k = m

k=1 m



= akar pangkat m

gij

= elemen MPG baris ke-i kolom ke-j

(aij)k

= elemen baris ke-i kolom ke-j dari MPI ke-k

m

= jumlah MPI yang memenuhi persyaratan

Tabel 9. Matriks Pendapat Gabungan (MPG) G

G1

G2

G3

……

Gn

G1

g11

g12

g13

……

g1n

G2

g21

g22

g23

……

g2n

G3

g31

g32

g33

……

g3n

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

Gn

gn1

gn2

gn3

……

gnn

Sumber : Saaty (1991)

6) Mensintesis prioritas untuk melakukan pembobotan prioritas vektor-vektor prioritas. Pengolahan matriks pendapat terdiri dari dua tahap, yaitu pengolahan horizontal dan pengolahan vertikal. Kedua-duanya dapat digunakan untuk MPI maupun MPG. a) Pengolahan horizontal, yaitu terdiri dari penentuan vektor prioritas, uji konsistensi dan revisi pendapat bila diperlukan. Tahapan perhitungan dalam melakukan pengolahan horizontal adalah : 58



Penentuan Vektor Prioritas Vektor prioritas dapat dicari dengan metode berikut ini :

1) Jumlahkan setiap elemen dalam masing-masing kolom matriks pembandingan berpasangan (MPB) yang telah terisi, dan dapatkan vektor baris Cj. Cj = [Cj] dan Cj = Σ aij Dimana : Cj = elemen vektor baris Cj pada kolom j. aij = elemen MPB yang diolah pada baris ke-i dan kolom ke-j. 2) MPB yang ada dinormalisasi dengan cara membagi setiap elemen matriks pada setiap kolom dengan elemen vektor baris CI pada kolom tersebut yang telah didapat pada pengolahan pada langkah sebelumnya. Diperoleh matriks normalisasi dij dengan dij = aij cj Dimana dij = elemen MPB setelah dinormalisasi pada baris ke-i ke kolom kej.

Tabel 10. Ilustrasi Pengolahan MPB pada Langkah Pertama G

A1

A2

A3

……

An

A1

a11

a12

a13

……

a1n

A2

a21

a22

a23

……

a2n

A3

a31

a32

a33

……

a3n

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

An

an1

an2

an3

……

ann

Cj

C1

C2

C3

……

Cn

Sumber : Saaty (1991) 3) Elemen-elemen matriks normalisasi yang berada dalam satu baris dijumlahkan dan didapat vektor kolom Ei dengan ei sebagai elemennya. Dengan fi = ei dari Fi = (fi) n

59

Dimana Fi = vektor prioritas dalam bentuk kolom dengan fi sebagai elemen vektor pada baris ke i. ei = elemen baris ke-i dari vektor kolom Ei. n = jumlah baris atau kolom MPB.

Tabel 11. Ilustrasi MPB yang Telah Dinormalisasi G

A1

A2

A3

……

An

A1

d11

d12

d13

……

d1n

A2

d21

d22

d23

……

d2n

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

An

dn1

dn2

dn3

……

dnn

Sumber : Saaty (1991) Pengolahan MPB hingga langkah ini memberikan hasil bahwa prioritas bagi A1 adalah fi dan seterusnya hingga bagi An adalah fn.

Tabel 12. Ilustrasi Pengolahan Matriks Normalisasi pada Langkah Berikutnya G

A1

A2

A3

……

An

Ei

Fi

A1

d11

d12

d13

……

d1n

e1

f1

A2

d21

d22

d23

……

d2n

e2

f2

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

An

dn1

dn2

dn3

……

dnn

en

fn

Sumber : Saaty (1991)



Uji Konsistensi Rasio inkonsistensi dari suatu MPB dapat dicari dengan terlebih dahulu

mencari nilai eigen, serta menentukan indeks rasio inkonsistensinya. -

Penentuan Nilai Eigen 60

Lihat kembali MPB dengan aij sebagai elemen-elemennya dan vektor kolom Fi (vektor prioritas) dengan fi sebagai elemen-elemennya pada setiap baris. Lakukan perkalian antara elemen faktor kolom Fi pada baris tertentu dengan elemen MPB pada kolom tertentu yang nomor kolomnya sama dengan nomor baris fi (j pada aij harus sama dengan i pada fi). Didapat gij sebagai elemen dari suatu matriks baru Gj dengan gij = fi aij, dimana : gij = elemen baris ke-i dan kolom ke-j dari matriks baru. aij = elemen baris ke-i dan kolom ke-j dari MPB awal fi = elemen vektor kolom pada baris ke-i Tabel 13. Ilustrasi Penentuan Eigen Value pada Dua Langkah Pertama G

A1

A2

A3

……

An

Hn

A1

g11

g12

g13

……

G1n

h1n

A2

g21

g22

g23

……

G2n

h2n

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

An

gn1

gn2

gn3

……

gnn

hn

Sumber : Saaty (1991) 4) Menjumlahkan elemen-elemen dalam matriks eigen pada baris yang sama, kemudian diperoleh vektor kolom Hi dengan hi sebagai elemen pada baris ke-i dengan hi = Σ gij. dimana hi = elemen baris ke-i dari vektor kolom Hi. 5) Membagi elemen baris ke-i dari vektor kolom Hi dengan elemen ke-i dari vektor prioritas (eigen vektor) Fi, dan diperoleh vektor kolom ii. 6) Menjumlahkan semua elemen vektor kolom ii dan menari rata-ratanya kemudian ii didapat eigen value dengan λmax = Σ n Dimana λ max = eigen value dan n = jumlah elemen matriks kolom ii. 61

-

Penentuan Indeks Konsistensi Dengan nilai eigen yang telah didapatkan, maka indeks konsistensi (CI) didapat dengan formulasi : CI = λmax – n, dengan CI = Indeks Konsistensi, serta λmax = nilai eigen n-1 dan n = jumlah baris kolom dari MPB.

-

Penentuan Rasio Konsistensi Rasio Konsistensi (CR) diperoleh dengan membagi CI dengan suatu indeks random (IR) tertentu. Indeks ini menyatakan rata-rata konsistensi dari suatu matriks perbandingan acak berukuran n (n=ordo matriks) yang didapatkan dari suatu eksperimen. Hasil eksperimen menunjukkan bahwa semakin besar ordo matriks perbandingan maka semakin tinggi pula tingkat inkonsistensinya yang ditunjukkan melalui nilai RI yang semakin besar. CR ditentukan dengan CR = CI RI Batasan diterima tidaknya suatu konsistensi suatu matriks sebenarnya tidak ada yang baku, hanya saja menurut beberapa eksperimen dan pengalaman, tingkat inkonsistensi (CR) sebesar 10 persen ke bawah adalah tingkat yang masih dapat diterima. Revisi pendapat dilakukan bila diperlukan (nilai CR lebih dari 10 persen).

b) Pengolahan Vertikal, merupakan tahap lanjutan setelah MPI dan MPG diolah secara horizontal. Pengolahan ini bertujuan untuk mendapatkan suatu prioritas pengaruh setiap elemen pada level tertentu dalam suatu hirarki terhadap fokus atau tujuan utamanya. Hasil akhir pengolahan vertikal adalah mendapatkan suatu bobot prioritas setiap elemen pada level terakhir dalam suatu hirarki sasarannya. Prioritas yang diperoleh dalam pengolahan sebelumnya disebut prioritas lokal, karena hanya berkenaan dengan sebuah kriteria pembanding yang merupakan anggota elemen62

elemen level di atasnya. Apabila Xij merupakan nilai prioritas pengaruh elemen ke-j pada level ke-i dari suatu hirarki keputusan terhadap fokusnya, maka diformulasikan : Xij = Σ {yij (i-1) Zt (i-1)} Untuk i = 1,2,…,p j = 1,2,…,r t = 1,2,…,s Yij = nilai prioritas pengaruh elemen ke-j pada level ke-i berkenaan dengan elemen ke-t pada level di atasnya (i-1) yang menjadi sifat pembanding (sama dengan prioritas lokal elemen ke-j pada level kei). Zt = nilai prioritas pengaruh elemen ke-t pada level ke-i-1 terhadap sasaran utama (fokus), didapat dari hasil pengolahan vertikal. p = jumlah level keputusan dalam hirarki r = jumlah elemen pada level ke-i s = jumlah elemen pada level ke-i-1 7) Mengevaluasi konsistensi untuk seluruh hirarki. Pengevaluasian dimulai dari penjumlahan hasil perkalian setiap indeks konsistensi (CI) dengan prioritas kriteria yang bersangkutan. Kemudian hasil penjumlahan tersebut dibagi dengan pernyataan sejenis yang menggunakan indeks konsistensi acak, yang sesuai dengan masing-masing matriks. Selain itu, indeks inkonsistensi acak, yang sesuai dengan masing-masing matriks. Selain itu, indeks inkonsistensi acak juga dinilai berdasarkan prioritas kerja yang bersangkutan dan hasilnya dijumlahkan. Hasil dari pengevaluasian ini dikatakan baik apabila rasio inkonsistensi lebih kecil atau sama dengan 10 persen. Jika nilainya di atas 10 persen, maka mutu informasi harus ditinjau lagi dan diperbaiki. Antara lain dengan memperbaiki cara menggunakan pertanyaan ketika melakukan pengisian kuesioner dengan lebih mengarahkan responden yang mengisi kuesioner.

63

GOAL

Tingkat 1 Tingkat 2 Tingkat 3 Tingkat 4 Tingkat 5 Keterangan : F 1,2,3,…,n P 1,2,3,…,n O 1,2,3,…,n S 1,2,3,…,n

F1

F2

F3

Fn

P1

P2

P3

Pn

O1

O2

O3

On

S1

S2

S3

Sn

= Factor (elemen faktor) = People (pelaku) = Object (tujuan) = Strategy (skenario / tindakan)

Gambar 10. Abstraksi Hirarki Keputusan Tipe Fungsional Sumber : Saaty (1991) Bentuk struktur hirarki dari PHA tidak memiliki bentuk yang baku. Hal ini disesuaikan dengan kebutuhan penelitian dan kemampuan dalam mendapatkan faktor-faktor atau unsur-unsur yang terkait dengan analisis yang dilakukan. Bentuk umum sistem hirarki keputusan bentuk fungsional terdiri dari lima tingkatan, dimana tingkat satu adalah elemen fokus, tingkat dua adalah elemen faktor-faktor yang mempengaruhi pencapaian fokus atau sasaran, tingkat tiga adalah pelaku, tingkat empat adalah elemen tujuan dari pelaku, dan tingkat lima adalah skenario atau tindakan. Abstraksi dari sistem hirarki keputusan yang memiliki lima tingkat diilustrasikan pada Gambar 10.

64

V. DESKRIPSI PERUSAHAAN CV. MITRA PRIANGAN 5.1. Sejarah dan Perkembangan Perusahaan CV Mitra Priangan merupakan perusahaan swasta nasional di bidang agribisnis yang memproduksi dan memasarkan produk-produk makanan tradisional, khususnya kacang sangrai. Perusahaan ini mulai dirintis sejak tahun 2000 oleh pasangan suami istri Bapak Radianto Suwito dan Ibu Solihati Nurzanah. Tujuan pemilik mendirikan perusahaan ini yaitu agar produk “Ratih Kacang Sangrai” dapat diterima dan berkembang luas di Indonesia, sehingga mampu membuka lapangan kerja bagi masyarakat luas serta membantu pemerintah dalam mengentaskan kemiskinan. Berdirinya perusahaan diawali dengan keinginan pemilik perusahaan yang kuat bahwa suatu saat kelak usaha ini dapat menjadi sebuah usaha yang mandiri dan mampu membuka lapangan kerja bagi masyarakat luas. Pada awal beroperasinya perusahaan hanya memproduksi kacang sangrai dalam skala kecil yang dikemas dalam plastik sederhana. Kemudian hasil produksinya tersebut dijajakan di Taman Kanak-kanak (TK) dekat rumah pemilik. Hasil olahan kacang tersebut rupanya diminati konsumen sehingga setiap hari produk kacang sangrai yang dijual laris dan keuntungannya dapat menutupi kebutuhan sehari-hari keluarga pemilik. Kemudian proses legalitas perusahaanpun dilakukan, yaitu dengan melakukan pendaftaran perusahaan sesuai dengan SK Menteri Kehakiman RI tanggal 25 Januari 1994 No. C HT 03/01/1994. CV Mitra Priangan diresmikan di depan notaris Ny. Yayah Kurnariah, SH yang berkedudukan di Garut dengan akte pendirian Nomor 16/2001, dan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) : 02.024.853.0-425.000. Selain itu perusahaan pun telah melengkapi perizinannya melalui Dinas Kesehatan dengan diterbitkannya Sertifikat Produksi Pangan Industri Rumah Tangga Nomor : P-IRT No.815320501220. 65

Berbekal semangat dan kerja keras pengelola perusahaan, perusahaan ini mengalami kemajuan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2001 perusahaan mulai memproduksi dan memasarkan produk kacang sangrainya di wilayah Cianjur, Jawa Barat hingga tahun 2004. Kemudian awal tahun 2005 pemasaran mulai diperluas ke kota Jakarta dan sekitarnya untuk memperluas market share “Ratih Kacang Sangrai”.

5.2. Lokasi Perusahaan Penentuan lokasi perusahaan CV. Mitra Priangan dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya ketersediaan bahan baku, upah tenaga kerja yang rendah, serta daerah pemasaran. CV. Mitra Priangan berlokasi di Jalan Slamet Gang Duren No. 1 D RT 03/01, Kelurahan Solok Pandan, Kecamatan Cianjur, Propinsi Jawa Barat. Lokasi perusahaan ini dianggap strategis oleh pemilik karena Kabupaten Cianjur khususnya daerah Cianjur Selatan merupakan salah satu daerah penghasil kacang tanah di Jawa Barat sehingga lokasi usaha dekat dengan bahan baku. Selain itu, upah tenaga kerja (UMR) di Kabupaten Cianjur tergolong rendah dibandingkan kota atau kabupaten lain di Jawa Barat. Letak usaha yang strategis ini juga memudahkan dalam pemasaran produk, karena dekat dengan pasar potensial perusahaan yaitu Jakarta, Bogor, Bandung dan Sukabumi.

5.3. Visi dan Misi Perusahaan Visi CV. Mitra Priangan adalah “Menjadi Produsen Kacang yang Berdaya Saing Global”. Dalam mencapai visi tersebut, misi yang diemban CV. Mitra Priangan adalah : 1) Memproduksi, memasarkan dan mendistribusikan produk olahan kacang yang berkualitas internasional untuk kebutuhan pemerintah, swasta nasional dan internasional. 2) Mengubah mindset masyarakat mengenai kacang tanah, bahwa kacang tanah merupakan salah satu bahan pangan alternatif dengan berbagai produk turunannya. 3) Mengembangkan inovasi penghasil olahan kacang tanah sesuai dengan kebutuhan pasar. 66

4) Mengelola perusahaan untuk tumbuh dan berkembang dengan menerapkan good corporate governance. 5) Meningkatkan kesejahteraan karyawan dan pemegang saham dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholder lainnya. 5.4. Struktur Organisasi Bentuk perusahaan Mitra Priangan adalah perusahaan komanditer (CV) di bidang pengolahan kacang tanah, dimana perusahaan ini masih beroperasi dalam skala yang relatif kecil. CV. Mitra Priangan dipimpin oleh seorang direktur yang merupakan pemilik perusahaan dan bertanggung jawab penuh pada perusahaan. Struktur organisasi perusahaan dapat dilihat pada Gambar 11. Direktur

Wakil Direktur

Bagian Produksi

Bagian Administrasi & Keuangan

Bagian Pemasaran

-Pengolahan bahan baku -Pengolahan bahan jadi -Pengemasan -Quality control

-Pembelian dan penjualan -Analisa biaya -Anggaran -Akuntansi -Pengawasan intern

-Analisis pasar -Pemasaran swalayan -Pemasaran retail -Promosi

Gambar 11. Struktur Organisasi CV. Mitra Priangan Sumber : CV. Mitra Priangan, diolah Dalam menjalankan operasionalisasi perusahaan, pemilik menerapkan pendekatan top down dimana seluruh komando dilakukan langsung oleh pemilik kemudian unit-unit dibawahnya hanya melaksanakan hal-hal yang telah direncanakan. Direktur dibantu oleh wakil direktur dan langsung membawahi bagian produksi, bagian administrasi dan keuangan serta bagian pemasaran. Pemilik sekaligus pimpinan CV. Mitra Priangan mengambil keputusan dalam 67

segala bidang aktivitas perusahaan dan menetapkan garis umum kebijakan perusahaan.

5.5. Aktivitas Perusahaan Saat ini aktivitas utama perusahaan terdiri dari pengadaan bahan baku, pengolahan kacang tanah menjadi kacang sangrai serta penjualan atau pemasaran produk. Berikut ini akan dijelaskan masing-masing aktivitas yang ada di CV. Mitra Priangan. 1) Pengadaan bahan baku Saat ini bahan baku “Ratih Kacang Sangrai” yaitu kacang tanah diperoleh dari berbagai pihak yaitu bandar dan pemasok (supplier) yang berasal dari berbagai daerah, seperti Garut, Cianjur, Sumedang, Tasik, Banjar, Ciamis, dan lain-lain. Hal ini ditujukan untuk memperoleh bahan baku dengan kualitas dan kuantitas yang baik. Semua kacang tanah yang masuk disimpan dalam gudang penyimpanan bahan baku. Gudang penyimpanan CV Mitra Priangan sudah memenuhi persyaratan kelayakan yaitu tidak lembab dan terdapat sirkulasi udara yang lancar. Selanjutnya kacang tanah tersebut disortir untuk mendapatkan kacang yang baik, yaitu tidak muda, dan pecah sehingga mudah dikupas kulitnya. 2) Pengolahan Pengolahan kacang tanah menjadi kacang sangrai dilakukan CV Mitra Priangan secara sederhana. Sarana dan prasarana yang dipergunakan adalah tungku kayu, wajan besar, saringan pasir, alat sealer dan lain sebagainya. Proses pengolahan tersebut dilakukan dengan melalui beberapa tahapan. Proses pengolahan yang disajikan secara sistematis pada Gambar 12, meliputi tahapan berikut : a) Penyortiran I Bahan baku yang digunakan adalah kacang tanah yang diperoleh dari beberapa bandar di Indonesia dan mengimpor dari India. Kacang tanah tersebut sebelum diolah harus disortir terlebih dahulu. Kacang tanah yang memiliki mutu yang baik, yaitu tidak busuk, tidak pecah dan tidak muda, 68

adalah kacang tanah yang akan dipergunakan dalam produsi. Penyortiran ini dilakukan agar kacang dapat dengan mudah dikupas kulitnya.

b) Pengayakan Kacang tanah yang telah disortir kemudian dikupas kulitnya. Setelah dikupas kulitnya, kacang tanah diayak dengan menggunakan ayakan tampah. Tujuan dari pengayakan ini adalah untuk membersihkan kacang tanah dari sisa-sisa kulit atau tanah. c) Pembumbuan Kacang tanah yang telah bersih tersebut lalu masuk dalam proses pembumbuan, yaitu dengan membumbui kacang tanah dengan bumbu racikan yang terdiri dari bawang putih dan garam. d) Perendaman Kacang tanah yang telah dibumbui tersebut kemudian masuk dalam proses perendaman. Proses ini memerlukan waktu sekitar 24 jam. Selama sehari semalam kacang tanah tersebut direndam dalam bumbu racikan yang terdiri dari bawang putih dan garam. Tujuan dari perendaman ini adalah untuk memberikan rasa asin dan gurih pada kacang tanah. e) Pengeringan Pengeringan kacang tanah ini dilakukan setelah proses penggaraman selesai. Kacang tanah tersebut dikeringkan secara tradisional dengan menjemurnya dibawah panas matahari. f) Penyangraian Tahap selanjutnya dari pengolahan kacang tanah ini adalah proses penyangraian. Kacang tanah disangrai dengan pasir laut agar kacang sangrai yang dihasilkan tidak mengandung kolesterol seperti produk lainnya yang digoreng dengan minyak. Proses penyangraian dilakukan dengan menggunakan tungku dan wajan atau kuali besar. g) Penyortiran II Kacang tanah yang telah disangrai tersebut kemudian didinginkan atau diangin-anginkan beberapa saat agar uap panasnya hilang. Kacang tanah 69

sangrai yang telah dingin kemudian disortir kembali atau disaring dengan memisahkan kacang dengan pasir lautnya.

h) Pengemasan Kacang sangrai yang telah disortir dari pasir lautnya kemudian dikemas dalam plastik. Kacang sangrai tersebut dikemas dalam beberapa ukuran dan siap untuk dipasarkan. Penyortiran I Pengayakan

Pembumbuan

Pengeringan

Perendaman

Penyangraian

Penyortiran II

Pengemasan Gambar 12. Tahapan Proses Pengolahan Kacang Tanah Menjadi Kacang Sangrai 3) Penjualan / pemasaran produk Pemasaran produk “Ratih Kacang Sangrai” oleh CV Mitra Priangan telah merambah ke daerah Jakarta, Bogor, Cianjur, Sukabumi dan Bandung. Strategi promosi yang selama ini dilakukan CV Mitra Priangan ialah dengan mengkuti berbagai ajang pameran produk. Terbukti strategi promosi tersebut berhasil meningkatkan animo masyarakat terhadap produk “Ratih Kacang Sangrai” dengan banyaknya permintaan baik perorangan maupun badan usaha. Adapun penetrasi pasar dilakukan dengan melakukan kerja sama dengan para distributor lokal, koperasi perusahaan, toko makanan, dan lainlain. Saat ini pasar yang belum bisa dipenuhi oleh CV Mitra Priangan yaitu berasal dari instansi swasta/pemerintah dan swalayan-swalayan besar yang tertarik bekerjasama untuk memasarkan produk “Ratih Kacang Sangrai”, 70

antara lain Alfamart, Indomart, Giant, Carrefour, Kemchicks, Superindo, Madani Mart, dan Maskapai Garuda.

5.6. Fasilitas Perusahaan Fasilitas yang dimiliki CV. Mitra Priangan meliputi fasilitas yang bersifat skill dan non skill. Fasilitas yang bersifat skill merupakan sumber daya manusia atau tenaga kerja yang dimiliki perusahaan. Sedangkan fasilitas yang bersifat non skill meliputi seluruh peralatan dan perlengkapan yang terdapat dalam perusahaan untuk memperlancar dan menunjang kelangsungan kegiatan perusahaan. Fasilitas tersebut adalah sebagai berikut: 1) Sumber Daya Manusia Sumberdaya manusia merupakan salah satu faktor yang harus dimiliki perusahaan. Sumberdaya disini adalah tenaga kerja yang digunakan perusahaan dalam melaksanakan usahanya. Tenaga kerja yang ada pada CV. Mitra Priangan terdiri dari dua macam, yaitu tenaga kerja produksi dan tenaga kerja non produksi. Tenaga kerja produksi adalah tenaga kerja yang melakukan proses produksi kacang sangrai, sedangkan tenaga non produksi adalah tenaga kerja yang menangani masalah administrasi, keuangan dan pemasaran. Tenaga kerja pada CV. Mitra Priangan merupakan tenaga kerja yang berasal dari keluarga atau lingkungan sekitar perusahaan, sehingga dapat mengurangi pengangguran di daerah sekitar perusahaan. Saat ini tenaga kerja pada CV. Mitra Priangan berjumlah 27 orang yang dibagi dalam tiga bagian, yaitu bagian produksi terdiri dari 8 orang lulusan SD dan 6 orang lulusan SMP. Bagian pemasaran terdiri dari 12 orang dengan pendidikan minimal lulusan SMA, dan untuk bagian administrasi dan keuangan terdiri dari 1 orang lulusan S1. Menurut pernyataan direktur jumlah tenaga kerja pada CV Mitra Priangan bersifat fleksibel, artinya dapat berubah sewaktu-waktu khususnya untuk bagian pemasaran. Hal ini dikarenakan perusahaan sering mengikuti 71

kegiatan pameran dalam rangka meningkatkan penjualan produknya. Ketika mengikuti pameran, perusahaan akan menambah tenaga kerja bagian pemasaran sebagai Sales Promotion Girl (SPG).

2) Fasilitas penyimpanan Perusahaan memiliki gudang penyimpanan di Cianjur yang berfungsi untuk menampung bahan baku berupa kacang tanah yang didapat dari beberapa bandar atau dari impor. Selain itu, perusahaanpun telah memiliki gudang penyimpanan produk kacang sangrai yang telah siap untuk dipasarkan. 3) Fasilitas produksi Fasilitas produksi berkaitan dengan fasilitas atau alat-alat yang mendukung produksi perusahaan. Fasilitas yang dimiliki perusahaan terdiri dari bangunan pabrik seluas ± 72 m² dengan tipe bangunan 36. Bangunan pabrik terdiri dari beberapa bagian yang dipergunakan untuk proses produksi kacang sangrai yaitu, gudang penyimpanan, area produksi dan tempat penjemuran. Sedangkan alat-alat yang digunakan dalam proses produksi kacang sangrai terdiri dari tungku, wajan ukuran besar, alat sealer untuk pengemasan produk, dan lain sebagainya. 4) Fasilitas transportasi Fasilitas ini berkaitan dengan kemudahan pengangkutan hasil produksi, pengiriman pesanan ke konsumen serta hal-hal yang berkaitan dengan kegiatan perusahaan. Fasilitas yang dimiliki perusahaan antara lain 1 buah mobil untuk distribusi dan promosi produk melalui pameran, serta 5 buah motor.

72

VI. KEADAAN UMUM LOKASI PETANI KACANG TANAH 6.1. Keadaan Wilayah Wilayah Sindangbarang terletak di daerah pantai selatan Kabupaten Cianjur, dengan jarak 110 km dari Kabupaten Cianjur. Luas wilayah Kecamatan Sindangbarang sebesar 17.013,39 Ha, yang terdiri dari 933,86 Ha sawah serta 16.079,53 Ha lahan darat. Jumlah curah hujan dalam setahun rata-rata diatas 2500 mm. Luas wilayah Sindangbarang mencakup sembilan desa, antara lain : Desa Saganten, Sirnagalih, Talagasari, Kertasari, Jatisari, Desa Hegarsari, Jayagiri, Muaracikadu

dan

Girimukti.

Adapun

batas-batas

wilayah

Kecamatan

Sindangbarang yaitu : 1) Utara : berbatasan dengan Kecamatan Cibinong 2) Selatan : berbatasan dengan Laut Indonesia 3) Barat : berbatasan dengan Kecamatan Agrabinta 4) Timur : berbatasan dengan Kecamatan Cidaun

6.2. Potensi Lahan 1) Lahan Sawah a) Pengairan teknis

:

0

Ha

b) Pengairan ½ teknis

:

0

Ha

c) Pengairan pedesaan

:

88,0

Ha

d) Tadah hujan

:

844,0 Ha

a) Tegalan pertanian

:

9.707,81

Ha

b) Pekarangan

:

886,18

Ha

c) Perkebunan rakyat

:

2.769,67

Ha

d) Hutan / Perum

:

2.453,36

Ha

e) Kolam

:

8,51

Ha

2) Lahan Darat

73

6.3. Keadaan Topografi dan Klimatologi Jenis tanah di wilayah Kecamatan Sindangbarang sebagian besar adalah assosiasi regosol, dengan tingkat keasaman tanah (PH 4 s/d 6,5). Suhu udara antara 20° C sampai dengan 32° C. Ketinggian tempat antara 0 m hingga 225 m diatas permukaan laut, serta topografi 50% datar, 26% bergelombang dan 24% berbukit. Curah hujan di wilayah Kecamatan Sindangbarang rata-rata 2.708 mm tahun 2008, dengan jumlah hari hujan 87 hari.

6.4. Keadaan Penduduk Kecamatan Sindangbarang memiliki jumlah penduduk 48.085 jiwa, yang tersebar di sembilan desa. Keadaan penduduk di Kecamatan Sindangbarang dalam tahun anggaran 2008 menurut klasifikasi umur dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14. Nama Desa dan Klasifikasi Umur Penduduk di Kecamatan Sindangbarang Tahun Anggaran 2008 Klasifikasi Umur (Tahun) No

Nama Desa

Jumlah

0 s/d

7 s/d

16 s/d

24 s/d

60 ke

6

15

23

54

atas

1.257

1.091

793

4.072

849

8.062

1

Saganten

2

Sirnagalih

903

851

770

4.478

368

5.370

3

Talagasari

377

242

413

2.990

383

4.405

4

Muaracikadu

1.522

1.580

836

2.371

356

6.666

5

Girimukti

730

708

578

3.837

456

6.309

6

Jayagiri

500

252

540

2.461

129

3.884

7

Jatisari

547

731

416

3.457

203

5.354

8

Kertasari

826

1.075

1.182

1.469

336

4.888

9

Hegarsari

387

524

275

1.835

126

3.147

7.049

7.054

5.805

24.970

3.260

42.085

Jumlah

Sumber : Dinas Pertanian Kabupaten Cianjur (2008) 6.5. Potensi Lahan Usaha Tani Komoditas unggulan di Kecamatan Sindangbarang diantaranya untuk lahan sawah meliputi padi sawah, kedelai dan jagung manis, sedangkan untuk 74

lahan darat yaitu kacang tanah, jagung, padi gogo, kacang hijau serta buahbuahan. Potensi lahan usahatani diperinci berdasarkan jumlah desa dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 15. Nama Desa dan Luas Lahan Usahatani di Kecamatan Sindangbarang dalam Tahun Anggaran 2008 Luas Lahan Usahatani (Ha) No Nama Desa Sawah Darat Jumlah 1

Saganten

196,7

1.843,37

2.040,28

2

Sirnagalih

97,75

1.318,02

1.415,77

3

Talagasari

61,75

1.551,30

1.393,25

4

Muaracikadu

158,00

2.715,00

2.675,00

5

Girimukti

135,00

1.208,00

1.343,00

6

Jayagiri

105,00

2.579,00

2.874,00

7

Jatisari

45,31

1.466,65

1.511,96

8

Kertasari

84,30

1.704,59

1.788,89

9

Hegarsari

50,00

1.514,60

1.564,60

933,86

16.079,53

17.013,39

Jumlah

Sumber : Dinas Pertanian Kabupaten Cianjur (2008) 6.6. Deskripsi Kelompok Tani Kelompok tani yang akan melakukan kemitraan dengan CV. Mitra Priangan berjumlah dua kelompok, yang terdiri dari kelompok tani KTH Mekar Mukti dan kelompok tani Cikawung. Adapun rincian mengenai kelompok tani tersebut ialah sebagai berikut : 1) Kelompok Tani KTH Mekar Mukti a) Ketua kelompok

: Ucum Suherman

b) Alamat

: Dusun

Ciose

Rt

02/05,

Desa

Muaracikadu, Kec. Sindangbarang c) Tanggal berdiri

: 10 Nopember 2003

d) Jumlah anggota

: 125 orang

e) Luas areal usahatani

: Lahan sawah = 25 Ha Lahan darat = 325 Ha

75

f) Komoditas yang diusahakan : padi sawah, padi gogo, kacang tanah, kedelai

g) Keadaan pola tanam •

:

Pola tanam lahan sawah : padi sawah – padi sawah – kedelai padi sawah – kacang tanah - kedelai



Pola tanam lahan darat : Kacang tanah – kacang tanah - kedelai Padi gogo – kacang tanah – kedelai Padi gogo – kacang tanah – kacang tanah

h) Inventaris yang dimiliki

: hand sprayer, linggis, balincong

i) Jumlah produksi permusim

:



Padi sawah

: 404,42 ton / musim



Padi gogo

: 220,53 ton / musim



Kacang tanah : 375,00 ton / musim



Kedelai

: 50,00 ton / musim

2) Kelompok Tani Cikawung a) Ketua kelompok

: Ucok Gunawan

b) Alamat

: Kampung

Cikaroya,

Desa

Muaracikadu, Kec. Sindangbarang c) Tanggal berdiri

: 14 September 2005

d) Jumlah anggota

: 30 orang

e) Luas areal usahatani

: Lahan sawah = 35 Ha Lahan darat = 50 Ha

f) Komoditas yang diusahakan : padi sawah, padi gogo, kacang tanah, kedelai g) Keadaan pola tanam •

:

Pola tanam lahan sawah : padi sawah – padi sawah – kedelai 76

padi sawah – kacang tanah - kedelai •

Pola tanam lahan darat : Kacang tanah – kacang tanah - kedelai Padi gogo – kacang tanah – kedelai Padi gogo – kacang tanah – kacang tanah

h) Inventaris yang dimiliki

: hand sprayer, linggis, balincong

j) Jumlah produksi permusim

:



Padi sawah

: 128,75 ton / musim



Padi gogo

: 54,75 ton / musim



Kacang tanah : 75,00 ton / musim



Kedelai

: 10,55 ton / musim

6.7. Rantai Pemasaran dan Harga Kacang Tanah pada Berbagai Level Rantai pemasaran kacang tanah di tiap daerah berbeda-beda, namun sebagian besar petani menjual kepada pengumpul atau tengkulak sebelum dibeli oleh agen atau pedagang perantara dan perusahaan pengolah. Dari hasil wawancara terhadap petani, diketahui bahwa sebagian besar hasil produksi kacang tanah di Kecamatan Sindangbarang dipasok kepada agen atau pedagang perantara dan perusahaan pengolah yang berada di luar Cianjur. Hanya sebesar 10 % dari total hasil produksi kacang tanah yang ditujukan untuk pasar lokal di Kabupaten Cianjur. Rantai pemasaran kacang tanah di daerah Sindangbarang Cianjur dapat dilihat pada Gambar 13. Petani Kacang Tanah Rp. 5500 Pengumpul Rp. 6000 Tengkulak/Bandar Rp. 8000 Agen/Pedagang Perantara

Rp. 10.000-

Rp. 8000 Perusahaan Pengolah

13.000 Pasar Lokal 77

Gambar 13. Rantai Pemasaran dan Harga Kacang Tanah Sindangbarang, Cianjur Sumber : wawancara dari beberapa sumber (2009)

VII. HASIL DAN PEMBAHASAN 7.1. Kondisi CV. Mitra Priangan Kondisi perusahaan dilakukan dengan melihat kondisi lingkuangan internal CV. Mitra Priangan, yaitu dengan mengamati faktor-faktor fungsional perusahaan. Faktor-faktor yang akan diamati adalah faktor keuangan, sumberdaya manusia, produksi dan operasi, penelitian dan pengembangan (R&D) serta pemasaran.

7.1.1. Identifikasi Kondisi CV. Mitra Priangan Variabel keuangan merupakan faktor yang berkenaan dengan cara perusahaan dalam memperoleh modal usaha, menginvestasikannya dalam usaha, menggunakannya untuk tujuan-tujuan tertentu dalam memperoleh keuntungan tertentu, serta berkaitan pula dengan masalah perimbangan biaya dan keuntungan yang ingin diraih. Hingga saat ini, modal usaha CV. Mitra Priangan diperoleh dari pemilik perusahaan dan pemupukan laba hasil pemasaran produknya. Untuk kedepannya perusahaan akan mendapatkan bantuan dana dari pemerintah dan perusahaan juga membuka peluang bagi para investor yang ingin menanamkan modalnya dalam usaha “Ratih Kacang sangrai”. Modal yang ada digunakan perusahaan untuk membiayai kegiatan-kegiatan operasional, seperti pengadaan bahan baku, pengolahan, pemasaran, serta pembayaran upah tenaga kerja harian (tetap/tidak tetap). Penelitian dan pengembangan atau research and development (R&D) merupakan faktor yang berkaitan erat dengan sifat dan cara perusahaan mengembangkan produk dan jasa yang dikelolanya, keberadaan fasilitas-fasilitas pengembangan produk dan kemungkinan pemanfaatan jasa eksternal. Pada struktur organisasi CV. Mitra Priangan belum terdapat bagian yang menangani R&D. Berdasarkan wawancara dengan pemilik sekaligus direktur, kegiatan 78

penelitian dan pengembangan merupakan hal yang penting bagi perusahaan, namun untuk saat ini kegiatan tersebut belum dapat dilakukan karena biaya kegiatan R&D yang cukup besar. Produksi dan operasi merupakan faktor yang berkenaan dengan upaya perusahaan dalam menghasilkan produk dan jasa seoptimal mungkin, penggunaan dan pemeliharaan alat, serta aset fisik lainnya hingga masalah penempatannya. Saat ini, sarana fisik yang dimiliki perusahaan sudah cukup memadai, seperti adanya gudang penyimpanan bahan baku dan gudang penyimpanan produk jadi yang memadai, serta kendaraan operasional. Sumberdaya manusia merupakan faktor yang berkenaan dengan struktur manajemen,

pendelegasian,

kompensasi,

pelatihan

dan

pengembangan,

pemotivasian dan budaya perusahaan. Secara garis besar, faktor ini telah disinggung pada bab deskripsi perusahaan. Struktur organisasi pada CV. Mitra Priangan berbentuk fungsional, dimana orang dikelompokkan berdasarkan fungsi yang mereka lakukan dalam kehidupan profesional atau menurut fungsi yang dilakukan dalam organisasi. Hal tersebut ditunjukkan dengan pembagian yang dilakukan perusahaan kedalam bagian administrasi dan keuangan, pemasaran serta produksi. Hubungan interpersonal dalam perusahaan terjalin dengan baik karena tenaga kerja dan staf dalam perusahaan berasal dari keluarga atau lingkungan

sekitar

perusahaan,

sehingga

tercipta

suasana

kerja

yang

menyenangkan dan kekeluargaan. Pemasaran merupakan faktor yang berkaitan dengan penetapan harga produk, penentuan performance produksi yang siap dipasarkan, penempatan dan promosi. Perusahaan menetapkan harga produk berdasarkan perhitungan biaya dan laba, serta informasi harga pasar kacang tanah yang sedang berlaku. Pemasaran CV. Mitra Priangan meliputi daerah Jakarta, Bogor, Cianjur, Sukabumi dan Bandung. Performance produk kacang sangrai yang dipasarkan perusahaan cukup baik dilihat dari segi kualitas produk, rasa maupun pengemasannya. Promosi yang dilakukan perusahaan sudah cukup baik, yaitu dengan mengikuti berbagai kegiatan pameran di beberapa daerah khususnya Jakarta.

79

7.1.2. Analisis Kondisi CV. Mitra Priangan Analisis kondisi perusahaan dilakukan untuk melihat kinerja manajemen dalam perusahaan yang berkaitan dengan faktor kunci keuangan, sumberdaya manusia, penelitian dan pengembangan (R&D), produksi dan operasi, serta pemasaran, sehingga akan terlihat kondisi perusahaan secara keseluruhan. Analisis dilakukan pada hirarki keputusan kondisi perusahaan yang telah diolah dalam expert choice 2000. Dengan demikian perusahaan akan lebih mudah menyusun rencana, ketentuan dan strategi yang akan diimplementasikan dalam kemitraan sesuai dengan kondisi saat ini.

7.1.3. Identifikasi Model Hirarki Keputusan Untuk mengetahui kondisi perusahaan perlu disusun suatu model hirarki terlebih dahulu dalam suatu sistem analisis. Model hirarki keputusan tersusun dari atas ke bawah dan terdiri dari empat tingkat, yaitu fokus, faktor kunci, sub faktor dan kondisi perusahaan. Tingkat 1 merupakan fokus hirarki, yaitu untuk mengetahui kondisi perusahaan. Tingkat 2 adalah faktor-faktor kunci yang digunakan sebagai parameter dalam penilaian kondisi perusahaan, yaitu keuangan, sumberdaya manusia, penelitian dan pengembangan, produksi dan operasi serta pemasaran. Tingkat 3 merupakan subfaktor atau elemen dari masing-masing faktor kunci yang menjadi perhatian perusahaan. Faktor kunci keuangan terdiri dari elemen sumber dana, penerimaan usaha dan pengeluaran usaha. Faktor kunci penelitian dan pengembangan terdiri dari keberadaan staf/tim R&D dan fasilitas fisik. Faktor kunci sumberdaya manusia terdiri dari kualitas dan kuantitas sumberdaya manusia. Faktor kunci produksi dan operasi terdiri dari elemen fasilitas serta kontinuitas produksi. Sedangkan faktor kunci pemasaran terdiri dari elemen informasi pasar dan kontinuitas pemasaran. Semua elemen tersebut akan dianalisis sehingga akan diketahui kondisi perusahaan pada saat ini. Kondisi perusahaan tersebut dapat dilihat dari kekuatan dan kelemahan perusahaan, yang tercantum pada tingkat 4 hirarki keputusan.

7.1.4. Analisis Pengolahan Vertikal

80

Dalam analisis vertikal semua elemen dari tiap tingkat penyusun hirarki keputusan dibobot secara langsung terhadap fokus hirarki. Bobot dari masingmasing elemen penyusun hirarki secara lengkap diperlihatkan pada Gambar 11.

7.1.4.1. Analisis Faktor Kunci Perusahaan (Tingkat 2) Pengolahan dilakukan dengan melihat perhatian perusahaan pada faktor kunci keuangan, penelitian dan pengembangan, produksi dan operasi, sumberdaya manusia serta pemasaran, terkait dengan fokus hirarki yaitu untuk melihat kondisi perusahaan. Hasil pengolahan dapat dilihat pada Tabel 16.

Tabel 16. Hasil Pengolahan Vertikal pada Faktor Kunci Perusahaan Faktor Kunci

Bobot

Prioritas

Keuangan

0,213

2

Penelitian dan pengembangan

0,051

5

Produksi dan operasi

0,110

4

Sumberdaya manusia

0,116

3

Pemasaran

0,510

1

Rasio Inkonsistensi (RI) = 0,07

Pemasaran merupakan faktor yang menjadi prioritas utama manajemen perusahaan dengan bobot 0,510. Hal ini disebabkan pentingnya kepastian pemasaran bagi setiap usaha agribisnis. Selain itu, kemampuan dalam memperoleh informasi pasar seperti harga jual, permintaan produk di pasar, penempatan produk siap jual serta kekontinuan pemasaran juga mempengaruhi kelancaran usaha agribisnis. CV. Mitra Priangan merupakan perusahaan yang bergerak di bidang pengolahan kacang tanah menjadi kacang sangrai. Meskipun belum lama beroperasi, perusahaan telah memiliki informasi pasar yang cukup baik, seperti harga jual, permintaan produk di pasar, dan sebagainya. Selain itu

81

perusahaan juga memantau informasi pasar di luar negeri karena saat ini CV. Mitra Priangan sedang menjajaki pasar ekspor. Faktor keuangan menjadi prioritas kedua bagi manajemen dengan bobot 0,213. Hal ini dikarenakan bahwa dalam pengembangan seluruh aspek usaha, keuangan merupakan salah satu penggerak utama dalam suatu perusahaan. Perusahaan harus memiliki ketersediaan dana yang cukup besar untuk bertahan sebelum memperoleh keuntungan. Dalam hal ini, dana perusahaan yang tersedia berasal dari pemilik perusahaan. Perusahaan juga mengusahakan bantuan dana dari berbagai instansi atau badan usaha, seperti bantuan dana hibah LM3 dari Departemen Pertanian. Selain itu, untuk mengantisipasi masalah keuangan tersebut perusahaan memberi kesempatan para investor untuk menanamkan modalnya di usaha pengolahan kacang ini. Faktor sumberdaya manusia menjadi prioritas ketiga bagi manajemen dengan bobot 0,116. Hal ini dikarenakan berbagai aktivitas akan berjalan dengan baik dan lancar apabila didukung oleh para pelaksananya. Saat ini sumberdaya manusia yang dimiliki perusahaan telah mencukupi dan mempunyai kualitas memadai. Selanjutnya faktor produksi dan operasi mendapat prioritas keempat dengan bobot 0,110. Hal ini dikarenakan perusahaan belum mampu menghasilkan kuantitas produksi kacang sangrai sesuai dengan permintaan pasar. Produksi kacang sangrai CV. Mitra priangan rata-rata lebih rendah dibandingkan permintaannya. Namun jika dilihat dari segi fasilitas serta penggunaan aset-aset fisik perusahaan telah optimal. Faktor penelitian dan pengembangan (R&D) mendapat prioritas terakhir yaitu kelima dengan bobot 0,051. Hal ini dikarenakan untuk saat ini perusahaan belum terlalu menganggap penting faktor tersebut karena umur perusahaan yang belum terlalu lama dan keterbatasan dana perusahaan. Namun perusahaan mungkin akan melakukan kegiatan penelitian dan pengembangan di masa yang akan datang.

7.1.4.2. Analisis Subfaktor Kunci Perusahaan (Tingkat 3)

82

Pada pengolahan tingkat 3 ini, faktor-faktor kunci di atas dianalisis secara lebih mendalam dengan melihat perhatian perusahaan terhadap subfaktor atau elemen-elemen kuncinya. Hasil pengolahan vertikal dapat dilihat pada Tabel 17. Pada faktor kunci keuangan, perusahaan memberi perhatian utama pada elemen penerimaan usaha dengan bobot 0,154. Hal ini berdasarkan pertimbangan bahwa penerimaan dari hasil pemasaran produksi dapat dijadikan sumber modal mandiri bagi perusahaan dan untuk kelangsungan usaha. Oleh karena itu, sumber dana menjadi fokus perhatian kedua bagi perusahaan dengan bobot 0,034. Hal ini disebabkan perusahaan hingga saat ini masih membutuhkan tambahan dana untuk kelangsungan usahanya. Sedangkan pengeluaran usaha menjadi prioritas terakhir perusahaan dengan bobot 0,026. Dalam faktor kunci penelitian dan pengembangan (R&D), keberadaan staf R&D dengan bobot 0,043 mendapatkan perhatian lebih besar dibandingkan dengan keberadaan fasilitas R&D (0,009). Hal ini didasarkan pertimbangan bahwa dalam mewujudkan keinginan perusahaan untuk melakukan kegiatan penelitian dan pengembangan (R&D), diutamakan adanya tenaga staf ahli yang menangani bidang tersebut. Kemudian selanjutnya akan diusahakan fasilitasfasilitas fisik yang diperlukan untuk menjalankan kegiatan tersebut.

Tabel 17. Hasil Pengolahan Vertikal pada Subfaktor Kunci Perusahaan Faktor Kunci

Subfaktor Kunci

Bobot

Prioritas

Keuangan

Sumber dana Penerimaan usaha Pengeluaran usaha

0,034 0,154 0,026

2 1 3

Penelitian dan pengembangan

Staf/tim R&D Fasilitas R&D

0,043 0,009

1 2

Produksi dan operasi

Fasilitas P&O Kontinuitas P&O

0,016 0,094

2 1

Sumberdaya manusia

Kualitas SDM Kuantitas SDM

0,102 0,015

1 2

Pemasaran

Informasi pasar Kontinuitas pemasaran

0,074 0,436

2 1

83

Dalam faktor kunci produksi dan operasi, perusahaan memberikan perhatian pada kontinuitas produksi dan operasi (0,094) dibandingkan dengan fasilitas produksi dan operasi (0,016). Hal ini disebabkan saat ini perusahaan kurang memiliki kontinuitas produksi yang lancar, sehingga perhatian perusahaan terfokus pada elemen ini untuk lebih meningkatkan kemampuannya dalam hal tersebut. Kontinuitas produksi yang lancar akan berpengaruh pada kepercayaan pasar terhadap kemampuan perusahaan dalam memenuhi permintaan konsumen. Saat ini fasilitas fisik yang dimiliki perusahaan telah cukup memadai dan menunjang kegiatan operasional perusahaan. Pada faktor kunci sumberdaya manusia, kualitas sumberdaya manusia (0,102) mendapatkan perhatian lebih besar dibandingkan dengan kuantitas sumberdaya manusia (0,015). Hal ini didasarkan pertimbangan bahwa kualitas sumberdaya manusia dianggap lebih berpengaruh oleh perusahaan bagi kelangsungan usahanya. Kuantitas sumberdaya manusia dengan jumlah banyak tidak akan berpengaruh bagi performance perusahaan, jika tidak ditunjang dengan sumberdaya manusia yang berkualitas dengan kecakapan dan keahlian yang memadai. Dilihat dari kondisi perusahaan saat ini, sumberdaya manusia yang dimiliki telah cukup memadai dengan jumlah pekerja sesuai dengan kebutuhan. Dalam

faktor

kunci

pemasaran,

kontinuitas

pemasaran

(0,436)

mendapatkan perhatian lebih besar dibandingkan dengan informasi pasar (0,074). Hal ini disebabkan elemen kontinuitas pemasaran merupakan hal yang sangat penting bagi perusahaan. Kontinuitas pemasaran berpengaruh bagi kelangsungan usaha karena menyangkut penjualan produk yang berkelanjutan. Saat ini perusahaan telah mengalami kontinuitas pemasaran dengan jaringan pemasaran yang tetap dan terjamin. Sedangkan dalam elemen informasi pasar, perusahaan telah memiliki informasi pasar yang baik dan tidak pernah ketinggalan informasi.

7.1.4.3. Analisis Kondisi Perusahaan (Tingkat 4) Hasil pengolahan vertikal pada tingkat 4 untuk melihat kondisi perusahaan dapat dilihat pada Tabel 18. Hasil pengolahan menunjukkan bahwa secara keseluruhan kondisi perusahaan didominasi oleh berbagai kekuatan (0,708) dibandingkan kelemahan (0,292). 84

Tabel 18. Hasil Pengolahan Vertikal untuk Mengetahui Kondisi Perusahaan Kondisi

Bobot

Kekuatan

0,708

Kelemahan

0,292

Rasio Inkonsistensi (RI) = 0,02

Dari pengolahan dengan menggunakan Expert Choice, diketahui bahwa kondisi perusahaan yang kuat terlihat dari segi pemasaran, keuangan dan sumberdaya manusia. Sedangkan segi produksi dan operasi serta pengembangan dan penelitian merupakan kelemahan bagi perusahaan (data terlampir). Hal diatas, sejalan dengan kondisi CV. Mitra Priangan yang masih sanggup bertahan dalam pasar dengan jumlah permintaan terhadap produk kacang sangrainya yang meningkat dari tahun ke tahun. Rasio inkonsistensi secara keseluruhan sebesar 0,02, hal ini menunjukkan bahwa hasil penilaian perusahaan dapat diterima dan memiliki tingkat kepercayaan yang cukup tinggi.

85

Tingkat 1 :

Kondisi Perusahaan

Fokus Tingkat 2 :

Pemasaran

Faktor 0,510*

Tingkat 3 : Sub Faktor

Penelitian &

Produksi dan

Pengembangan

Operasi

0,051**

0,110**

Informasi

Staf/Tim

Pasar

R&D

0,074

0,043

Kontinuitas

Fasilitas

Kontinuitas

Pemasaran

Fisik

0,094

0,436

0,009

Fasilitas 0,016

Keuangan

Sumberdaya Manusia

0,213*

0,116*

Sumber

Kualitas

Dana

0,102

0,034 Penerimaan

Kuantitas

0,154

0,015

Pengeluaran 0,026

Tingkat 4 : Kondisi

Kekuatan

Kelemahan

0,708

0,292

Keterangan : * = kekuatan 86

** = kelemahan

Rasio Inkonsistensi (RI) keseluruhan = 0,02 Gambar 14. Hasil Pengolahan Vertikal Model Hirarki Keputusan Kondisi Perusahaan

7.2. Kondisi Petani Kacang Tanah Kondisi petani kacang tanah di daerah Cianjur dilakukan dengan mengamati faktor kunci yang berkaitan erat dengan aspek-aspek yang dimiliki petani secara umum. Faktor-faktor tersebut adalah modal, produksi, teknologi, manajemen dan pemasaran.

7.2.1. Identifikasi Karakteristik Umum Petani Kacang Tanah Permodalan merupakan faktor yang berkaitan dengan kemampuan petani dalam meyediakan modal dan pemupukan modal, termasuk aksesibilitas petani terhadap sumber-sumber perolehan modal. Modal yang dimaksud terdiri dari modal berupa uang maupun yang berupa fasilitas fisik atau sarana produksi yang dimiliki petani. Modal berupa uang berasal dari modal yang dimiliki petani sendiri. Modal tersebut digunakan petani untuk membiayai pengelolaan usahataninya maupun untuk membeli sarana produksi. Sedangkan modal berupa fasilitas fisik atau sarana produksi seperti hand sprayer, cangkul, linggis, balincong dan lain-lain, pada umumnya dimiliki oleh petani sendiri. Produksi merupakan faktor yang berkenaan dengan kemampuan petani untuk menghasilkan produksi secara optimal, baik dari segi kualitas, kuantitas maupun kontinuitas. Kualitas produksi kacang tanah yang dihasilkan petani di daerah Sindangbarang, Cianjur masih ditentukan oleh permintaan pasar. Hal tersebut dikarenakan petani melakukan panen sesuai dengan permintaan pembeli, dimana saat itu jumlah kacang tanah masih tergolong sedikit dan harganya cukup tinggi. Sehingga walaupun belum masuk waktu panen raya, petani tetap memanen kacang tanahnya. Sebenarnya kualitas kacang tanah di daerah Cianjur tersebut 87

cukup baik jika dipanen sesuai waktunya. Akan tetapi persaingan pasar menuntut para pembeli untuk sesegera mungkin melakukan pembelian agar tidak didahului oleh pembeli lainnya. Dilihat dari segi kuantitas, daerah Sindangbarang termasuk salah satu daerah penghasil kacang tanah terbanyak di Cianjur. Produksi kacang tanah di Sindangbarang tidak dapat selalu dipastikan jumlahnya pada setiap musim panen, karena ada beberapa faktor yang mempengaruhi jumlah kacang tanah yang dihasilkan. Faktor-faktor tersebut antara lain adalah kondisi cuaca, angin, curah hujan yang tidak stabil, serta serangan hama penyakit. Rata-rata produksi kacang tanah tiap musim panennya antara 1,7 ton hingga 2,8 ton kacang tanah. Teknologi merupakan faktor yang berkaitan dengan kemampuan petani dalam menerapkan dan menguasai teknik usahatani kacang tanah, seperti teknik pembibitan, budidaya, pemanenan, penggunaan alat-alat produksi, pemakaian obat-obatan serta pemupukan. Pada umumnya petani kacang tanah di daerah Sindangbarang, Cianjur telah memiliki keterampilan yang cukup dalam penguasaan teknologi. Kemampuan tersebut diperoleh berdasarkan kebiasaan atau pengalaman sebelumnya baik dari petani sendiri, pengalaman rekan sesama petani maupun informasi dari penyuluh pertanian Kabupaten Cianjur. Manajemen merupakan faktor yang berkenaan dengan kemampuan petani dalam mengelola dan mengatur usahataninya secara professional, baik berupa perencanaan, pengorganisasian, penggerakan maupun pengendalian usaha. Perencanaan usahatani berkaitan dengan kemampuan petani memilih sasaran, kebijakan, prosedur dan program yang diperlukan dalam usahataninya, seperti merencanakan waktu tanam, masa panen dan jumlah pekerja yang diperlukan. Pengorganisasian usahatani berkaitan dengan kemampuan petani dalam menentukan

pekerjaan

yang

harus

dilakukan

dalam

usahataninya,

mengelompokkan tugas-tugas usahatani dan melakukan pembagian kerja terhadap setiap tenaga kerjanya. Penggerakan kegiatan usahatani berkaitan dengan kemampuan petani dalam membimbing dan mengarahkan tenaga kerjanya dalam melakukan tugas-tugasnya, serta mengatur semua kegiatan usahataninya. Sedangkan pengendalian usahatani berkaitan dengan kemampuan petani dalam mengawasi pelaksanaan kegiatan usahataninya. Kemampuan manajemen secara 88

keseluruhan telah dimiliki oleh petani kacang tanah di daerah Sindangbarang, Cianjur meskipun dengan cara yang masih sangat sederhana. Pemasaran merupakan faktor yang berkaitan dengan kemampuan petani dalam memperoleh informasi pasar, seperti harga jual dan permintaan produk di pasar serta kontinuitas pemasaran. Pada umumnya pemasaran hasil panen petani dilakukan oleh bandar atau tengkulak dengan pembelian pra panen atau sistem tebas. Posisi tawar menawar petani pada umumnya kurang kuat, sehingga harga jual kacang tanah biasanya ditetapkan oleh bandar atau tengkulak. Hal ini disebabkan oleh kurangnya informasi petani mengenai harga kacang tanah di pasar, biasanya petani mengetahui informasi pasar melalui bandar atau tengkulak itu sendiri.

7.2.2. Analisis Kondisi Petani Kacang Tanah Analisis ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana kondisi petani kacang tanah di daerah Sindangbarang, Kabupaten Cianjur. Analisis ini dilakukan dengan meninjau beberapa aspek yakni permodalan, produksi, teknologi, manajemen dan pemasaran. Analisis dilakukan pada hirarki keputusan kondisi petani yang telah diolah dalam expert choice 2000. Dari hasil analisis tersebut akan diketahui kondisi petani pada saat ini, sehingga perusahaan akan lebih mudah dalam menentukan pola kerjasama yang sesuai antara petani kacang tanah dengan perusahaan.

7.2.3. Identifikasi Model Hirarki Keputusan Untuk mengetahui kondisi perusahaan perlu disusun suatu model hirarki terlebih dahulu dalam suatu sistem analisis. Sistem analisis dalam hirarki keputusan yang akan dibentuk, dibuat dalam upaya melihat kondisi petani kacang tanah di daerah Sindangbarang, Cianjur. Model ini dibentuk berdasarkan hasil rangkuman dari berbagai sumber yang mengemukakan karakteristik petani secara umum. Model hirarki keputusan tersusun dari atas ke bawah dan terdiri dari empat tingkat, yaitu fokus, faktor kunci, sub faktor dan kondisi petani. Tingkat 1 merupakan fokus hirarki, yaitu untuk mengetahui kondisi petani kacang tanah. Tingkat 2 adalah faktor-faktor kunci yang menggambarkan unsur89

unsur yang melekat pada individu petani dalam melakukan usahataninya, yaitu modal, produksi, teknologi, manajemen dan pemasaran. Tingkat 3 merupakan subfaktor atau elemen-elemen kunci yang merupakan penjabaran dari faktorfaktor kunci pada level diatasnya. Faktor kunci permodalan terdiri dari elemen sumber dana, penerimaan usaha, pengeluaran usaha serta fasilitas fisik. Faktor kunci produksi terdiri dari elemen kualitas, kuantitas dan kontinuitas produksi. Faktor kunci teknologi tidak dijabarkan ke dalam elemen-elemen kunci. Faktor kunci manajemen terdiri dari elemen kunci perencanaan, pengorganisasian, penggerakan dan pengendalian usaha. Sedangkan faktor kunci pemasaran terdiri dari elemen informasi pasar dan kontinuitas pemasaran. Semua elemen tersebut akan dianalisis sehingga akan diketahui kondisi petani kacang tanah pada saat ini. Kondisi petani tersebut dapat dilihat dari kekuatan dan kelemahan petani, yang tercantum pada tingkat 4 hirarki keputusan.

7.2.4. Analisis Pengolahan Vertikal Dalam analisis vertikal semua elemen dari tiap tingkat penyusun hirarki keputusan dibobot secara langsung terhadap fokus hirarki. Bobot dari masingmasing elemen penyusun hirarki secara lengkap diperlihatkan pada Gambar 12.

7.2.4.1. Analisis Faktor Kunci Petani (Tingkat 2) Pengolahan dilakukan dengan melihat perhatian petani kacang tanah pada faktor-faktor kunci kondisi petani pada umumnya. Hasil pengolahan vertikal dapat dilihat pada Tabel 19.

Tabel 19. Hasil Pengolahan Vertikal pada Faktor Kunci Petani Faktor Kunci

Bobot

Prioritas

Modal

0,271

2

Produksi

0,451

1

Teknologi

0,136

3

Manajemen

0,045

5

Pemasaran

0,098

4 90

Rasio Inkonsistensi (RI) = 0,06

Hasil pengolahan menunjukkan bahwa petani menempatkan faktor produksi sebagai prioritas utama dengan bobot 0,451. Hal ini disebabkan produksi sangat berpengaruh terhadap kelangsungan usahatani. Produksi kacang tanah di Cianjur secara umum cukup bagus, hal ini selain dipengaruhi pengelolaan usahatani yang baik juga didukung oleh unsur-unsur alam, seperti ketinggian tempat yang sesuai, suhu, curah hujan dan kecepatan angin yang mendukung. Dilihat dari kondisi petani saat ini, pada umumnya petani memiliki kemampuan yang cukup dalam hal kuantitas dan kontinuitas produksi. Sedangkan dalam hal kualitas produksi, diakui petani kualitas kacang tanah dipengaruhi oleh permintaan pasar dimana petani terkadang memanen kacang tanahnya sebelum masa panen. Hal tersebut disebabkan adanya persaingan diantara pembeli, sehingga mendesak para pembeli untuk segera melakukan pembelian walaupun belum masuk waktu panen raya. Faktor modal menjadi prioritas kedua petani dengan bobot sebesar 0,271. Hal ini disebabkan modal sangat berpengaruh terhadap kelangsungan usahatani kacang tanah. Pada umumnya para petani sangat mengharapkan bantuan berupa modal untuk memajukan usahataninya, terutama modal untuk membiayai kegiatan usahatani sehari-hari. Biasanya pada waktu pemupukan, petani sangat membutuhkan dana dengan jumlah yang cukup besar untuk membeli pupuk. Sehingga pada masa pemupukan sebagian besar petani meminjam dana pada pemilik modal perorangan dan bank keliling, atau bahkan terkadang petani terpaksa mengijonkan tanamannya kepada tengkulak agar dapat meneruskan usahataninya. Sedangkan modal usaha pada awal musim tanam atau untuk membuka kebun dapat diusahakan sendiri oleh petani, sebagian petani juga telah memproduksi bibit kacang tanah untuk dijual kembali dan dipergunakan dalam usahataninya. Faktor teknologi menjadi prioritas ketiga dengan bobot sebesar 0,136. Pada umumnya kemampuan petani dalam menerapkan dan menguasai teknik budidaya kacang tanah telah cukup baik, karena kacang tanah telah cukup lama dibudidayakan di daerah Sindangbarang, Cianjur. Kemampuan petani tersebut 91

diperoleh dari pengalaman rekan sesama petani, pengalaman sendiri pada budidaya sebelumnya maupun informasi dari penyuluh pertanian Kabupaten Cianjur. Faktor pemasaran mendapat prioritas keempat dengan bobot 0,098. Dilihat dari kondisi saat ini, petani telah memiliki jaringan pemasaran yang pasti, terutama bila hasil panen melimpah. Namun dalam hal pemasaran

ini,

kemampuan petani dalam memperoleh informasi pasar belum cukup baik. Petani pada umumnya mengetahui harga yang berlaku di pasaran dari para bandar atau tengkulak, sehingga posisi tawar petani kurang kuat dalam penentuan harga jual. Oleh karena itu, perlu dilakukan kemitraan dengan perusahaan guna mengantisipasi masalah tersebut, sehingga petani dapat memperoleh harga yang sesuai dan tidak merugikan petani. Faktor manajemen menjadi prioritas terakhir yaitu keempat dengan bobot 0,045. Manajemen merupakan hal yang penting untuk dilakukan dalam kegiatan usahatani. Tanpa manajemen yang baik, usahatani tidak akan berjalan dengan baik. Kegiatan manajemen usahatani tersebut dapat meliputi pengaturan waktu tanam, waktu panen, pembagian tugas dan sebagainya. Petani pada umumnya kurang memperhatikan faktor ini karena melakukan usahataninya atas faktor kebiasaan dan pengalaman sebelumnya. Namun begitu, kemampuan petani kacang tanah dalam mengelola usahataninya telah cukup baik. Pengelolaan budidaya kacang tanah ditangani sendiri oleh petani dengan dibantu para pekerjanya.

7.2.4.2. Analisis Subfaktor Kunci Petani (Tingkat 3) Pada tingkat ini akan dianalisis elemen-elemen dari tiap faktor kunci pada petani kacang tanah. Hasil pengolahan vertikal dapat dilihat pada Tabel 20. Hasil pengolahan menunjukkan dalam faktor kunci modal, petani memberikan perhatian utama pada elemen fasilitas fisik (0,128), kemudian dilanjutkan elemen sumber dana (0,081), elemen penerimaan usaha (0,017), dan terakhir pada elemen pengeluaran usaha (0,017). Fasilitas fisik seperti cangkul, linggis, balincong dan alat-alat produksi lainnya sangat berpengaruh pada kegiatan usahatani kacang tanah. Tanpa fasilitas fisik yang cukup dan memadai akan menghambat aktivitas 92

produksi petani, sehingga pada akhirnya akan berpengaruh pada kualitas dan kuantitas kacang tanah yang dihasilkan. Hal ini membuat petani menjadikan elemen fasilitas fisik sebagai prioritas utama. Sumber dana menjadi prioritas kedua bagi petani. Sumber dana yang dimiliki petani berasal dari modal sendiri maupun modal pinjaman. Dalam perolehan sumber dana petani tidak begitu mengalami kesulitan. Modal pinjaman diperoleh petani dari pemilik modal perorangan tanpa adanya jaminan, peminjaman berdasarkan pada kepercayaan antar kedua pihak. Pengeluaran usaha selama ini dilakukan untuk biaya kegiatan usahataninya. Pada umumnya pengeluaran usaha lebih besar pada masa pemupukan. Petani biasanya harus meminjam pada pemilik modal perorangan dan “bank

keliling”,

atau

bahkan

terkadang

petani

terpaksa

mengijonkan

usahataninya.

Tabel 20. Hasil Pengolahan Vertikal pada Subfaktor Kunci Petani Faktor Kunci

Subfaktor Kunci

Bobot

Prioritas

Modal

Sumber dana Penerimaan usaha Pengeluaran usaha Fasilitas fisik

0,081 0,044 0,017 0,128

2 3 4 1

Produksi

Kualitas produk Kuantitas produk Kontinuitas produk

0,032 0,293 0,126

3 1 2

Manajemen

Perencanaan Pengorganisasian Penggerakan Pengendalian

0,006 0,003 0,013 0,022

3 4 2 1

Pemasaran

Informasi pasar Kontinuitas pemasaran

0,078 0,020

1 2

Pada faktor kunci produksi, petani memberikan perhatian utama pada kuantitas produksi dengan bobot 0,293. Menurut petani, produksi kacang tanah dalam jumlah yang banyak pada setiap kali panen akan memberikan pemasukan yang tinggi. Kontinuitas produksi mendapat prioritas kedua bagi petani dengan bobot 0,126. Hal ini didasarkan pertimbangan bahwa kontinuitas produksi yang 93

lancar akan berpengaruh pada kepercayaan pasar terhadap kemampuan petani dalam memenuhi permintaan pembeli. Dari wawancara diketahui bahwa kontinuitas produksi kacang tanah cukup kontinu walaupun masih ada satu periode tanam yang belum terpenuhi. Ini terlihat dari panen yang dihasilkan maksimal 2 kali dalam setahun, sedangkan umur tanam ± 4 bulan. Dari wawancara hal tersebut dikarenakan rata-rata petani di daerah Sindangbarang masih mengusahakan dua jenis tanaman yaitu padi dan kacang tanah, sehingga ketika musim hujan petani akan menanam padi dan sedikit sekali petani yang menanam kacang tanah. Selanjutnya elemen yang mendapat prioritas terakhir adalah kualitas produksi dengan bobot 0,032. Kualitas kacang tanah yang bagus akan memberikan penerimaan usaha yang besar pula, karena harga jualnya tinggi. Akan tetapi, saat ini petani kurang memperhatikan faktor kualitas produksi, karena petani lebih mengutamakan kuantitas yang banyak sehingga penerimaan usaha lebih tinggi. Pada faktor kunci manajemen, petani memberikan prioritas utama pada elemen pengendalian (0,022), kemudian dilanjutkan dengan penggerakan (0,013), perencanaan (0,006) dan pengorganisasian usahatani (0,003). Pengendalian usahatani berkaitan dengan hal pengawasan kegiatan usahatani. Pengendalian usahatani penting dilakukan agar mendapat hasil yang maksimal dan memuaskan. Pengawasan semua kegiatan usahatani dilakukan oleh petani, termasuk mengawasi pekerjaan para pekerjanya setiap hari.

Penggerakan merupakan

prioritas kedua bagi petani dalam hal manajemen. Pekerjaan-pekerjaan dalam kegiatan usahatani kacang tanah dilakukan oleh pekerja dengan bimbingan, pengarahan dan pengawasan dari petani. Bagi petani kegiatan penggerakan sangat penting, karena apabila bimbingan pada buruh tani tidak dilakukan dengan baik maka akan dapat menurunkan kinerja petani sehingga akan mempengaruhi hasil panen. Perencanaan menjadi prioritas ketiga bagi petani. Dalam kegiatan usahataninya petani melakukan perencanaan berdasarkan pengalamannya dalam berusahatani. Perencanaan tersebut pelaksanaannya disesuaikan dengan kondisi di lapang. Selanjutnya elemen pengorganisasian menjadi prioritas terakhir bagi petani.

Dalam

mempekerjakan

pekerjanya,

petani

belum

membuat

94

pengelompokkan tugas kerja dan melakukan pembagian tugas-tugas tersebut kepada tenaga kerjanya. Pada faktor kunci pemasaran, petani memberi prioritas lebih besar pada elemen informasi pasar (0,078) dibandingkan dengan kontinuitas pemasaran (0,020). Informasi pasar menjadi prioritas utama dikarenakan elemen ini sangat penting dalam penentuan harga jual kacang tanah kepada para bandar atau tengkulak. Pada umumnya petani cenderung kurang mengetahui harga pasar yang berlaku. Selama ini informasi pasar didapatkan petani dari bandar atau tengkulak yang membeli hasil produksi kacang tanahnya.

7.2.4.3. Analisis Kondisi Petani (Tingkat 4) Hasil pengolahan vertikal pada tingkat 4 untuk mengetahui kondisi petani kacang tanah dari berbagai aspek dapat dilihat pada Tabel 21. Hasil pengolahan menunjukkan bahwa secara keseluruhan kondisi petani cenderung menunjukkan kekuatan (0,596) pada berbagai aspek dibandingkan kelemahan (0,404). Hal ini dikarenakan petani telah menjalani profesinya dalam waktu yang cukup lama, sehingga telah memiliki pengalaman yang cukup banyak dalam mengelola usahataninya dengan baik.

Tabel 21. Hasil Pengolahan Vertikal untuk Mengetahui Kondisi Petani Kondisi

Bobot

Kekuatan

0,596

Kelemahan

0,404

Rasio Inkonsistensi (RI) = 0,08

Dari pengolahan dengan menggunakan Expert Choice, diketahui bahwa kondisi petani kacang tanah yang kuat terlihat dari segi produksi, teknologi dan modal. Sedangkan segi pemasaran serta manajemen merupakan kelemahan bagi petani (data terlampir). Rasio inkonsistensi secara keseluruhan sebesar 0,08, hal ini menunjukkan bahwa hasil penilaian petani dapat diterima dan dipercaya.

95

Tingkat 1 :

Kondisi Petani

Fokus Tingkat 2 : Faktor

Modal

Produksi

Teknologi

Manajemen

Pemasaran

0,271*

0,451*

0,136*

0,045**

0,098**

Tingkat 3 :

Sumber

Kualitas

Sub Faktor

Dana

0,032

0,081 Penerimaan 0,044*

Tingkat 4 : Kondisi

Kuantitas 0,293*

Penggerakan

Info Pasar

0,013**

0,078**

Pengorganisasian

Kontinuitas

0,003**

0,020

Pengeluaran

Kontinuitas

Pengendalian

0,017

0,126*

0,022

Fasilitas fisik

Perencanaan

0,128*

0,006

Kekuatan

Kelemahan

0,596

0,404

96

Keterangan : * = kekuatan ** = kelemahan Rasio Inkonsistensi (RI) secara keseluruhan = 0,08 Gambar 15. Hasil Pengolahan Vertikal Model Hirarki Keputusan Kondisi Petani

7.3. Analisis Penentuan Pola Kemitraan yang Sesuai antara CV. Mitra Priangan dengan petani Analisis ini dilakukan untuk menentukan pola kemitraan yang paling sesuai untuk diterapkan dalam rencana pembentukan kemitraan antara CV. Mitra Priangan dan petani kacang tanah yang berkaitan dengan faktor yang mendorong terbentuknya kemitraan, pelaku kemitraan dan tujuan yang diharapkan dalam kemitraan. Diharapkan penentuan pola kemitraan di awal proses pembentukan kemitraan ini dapat memperkecil kemungkinan terjadinya kegagalan dan kemitraan yang akan terbentuk dapat berjalan dengan baik dan efisien.

7.3.1. Identifikasi Model Hirarki Keputusan Model hirarki keputusan tersusun dari atas ke bawah dan terdiri atas lima tingkat, yaitu faktor yang mendorong kemitraan, pelaku, tujuan kemitraan dan alternatif pola kemitraan. Model hirarki ini merupakan gabungan pendapat antara kedua pelaku kemitraan dalam fokus menentukan pola kemitraan yang paling ideal. Tingkat 1 merupakan fokus hirarki, yaitu penentuan pola kemitraan yang paling sesuai antara CV. Mitra Priangan dengan petani kacang tanah. Pada Tingkat 2 dicantumkan faktor-faktor yang mendorong terbentuknya kemitraan. Faktor-faktor

tersebut

adalah

pengembangan

usaha,

aksesibilitas

pasar,

permodalan, transfer teknologi dan transfer manajemen. Kemudian tingkat 3 merupakan pelaku kemitraan, yaitu CV. Mitra Priangan dan petani kacang tanah. Pada tingkat 4 dijabarkan tujuan kemitraan antara lain kontinuitas produk, peluang pasar, kelangsungan usaha, efisiensi usaha serta pemberdayaan dan 97

pembinaan. Pada tingkat terakhir yaitu tingkat 5 terdapat alternatif pola kemitraan yang ada, yaitu pola inti plasma, pola subkontrak, pola dagang umum, pola keagenan dan pola Kerjasama Operasional Agribisnis (KOA).

7.3.2. Analisis Pengolahan Horisontal Dalam analisis horisontal, semua elemen dari tiap tingkat penyusun hirarki keputusan dibobot secara relatif terhadap elemen satu tingkat diatasnya. Analisis horisontal bertujuan untuk melihat prioritas alternatif keputusan dari elemenelemen pada satu tingkat terhadap elemen diatasnya. 7.3.2.1. Analisis Faktor Kemitraan (Tingkat 2) Pengolahan pada tingkat kedua ini memperlihatkan perhatian terhadap faktor-faktor yang mendorong terbentuknya kemitraan antara kedua pelaku kemitraan. Analisis faktor kemitraan ini dihubungkan dengan tingkat diatasnya, yaitu fokus penentuan pola kemitraan menurut kedua pihak diukur secara bersama. Hasil pengolahan horisontal dapat dilihat pada Tabel 22.

Tabel 22. Susunan Bobot Hasil Pengolahan Horisontal antar Elemen pada Tingkat 2 (Elemen Faktor Kemitraan) Faktor Kemitraan Bobot Prioritas Pengembangan usaha

0,367

1

Aksesibilitas pasar

0,105

4

Permodalan

0,329

2

Penguasaan teknologi

0,125

3

Manajemen

0,074

5

Rasio Inkonsistensi (RI) = 0,04

Dari hasil pengolahan menunjukkan faktor pengembangan usaha sebagai prioritas pertama menurut kedua pelaku kemitraan dengan bobot 0,367. Pembentukan kemitraan diharapkan dapat membawa dampak yang baik bagi kemampuan kedua pihak kemitraan yaitu CV. Mitra Priangan dan petani untuk mengembangkan usahanya. Sehingga dapat diperoleh hasil output yang maksimal dan keuntungan yang lebih besar dari sebelumnya. 98

Faktor permodalan menjadi prioritas kedua dengan bobot 0,329. Faktor permodalan merupakan faktor yang penting untuk diperhatikan baik sebelum dan sesudah badan usaha didirikan. Modal merupakan salah satu faktor produksi selain sumberdaya alam, sumberdaya manusia dan keterampilan (skill), yang harus dipenuhi perusahaan untuk mampu menciptakan hasil produksi dan kemudian meraih keuntungan yang memuaskan. Usaha kemitraan yang akan dilakukan oleh CV. Mitra Priangan dengan petani kacang tanah merupakan suatu langkah untuk memadukan modal masing-masing pelaku yang berbeda-beda. Permodalan merupakan faktor yang mempunyai pengaruh besar dalam menjalankan usaha, karena kendala dalam faktor ini akan menyebabkan terhentinya kegiatan usaha di tengah jalan. Faktor penguasaan teknologi menjadi prioritas ketiga dengan bobot 0,125. Faktor penguasaan teknologi berhubungan dengan penguasaan dan penerapan teknologi yang berkaitan dengan bidang usaha. Bagi kedua pihak, kekuatan inovasi teknologi sangat penting untuk mendukung kesiapan keduanya dalam menghadapi perubahan pasar yang cepat dan untuk menjadikan kedua pihak berdaya saing tinggi di pasar. Faktor aksesibilitas pasar menjadi prioritas keempat bagi kedua pihak dengan bobot 0,105. Aksesibilitas pasar adalah kemudahan memasuki pasar bagi produk yang dihasilkan. Dengan terbentuknya kemitraan petani tidak mengalami kesulitan dalam memasarkan produknya. Sedangkan perusahaan mendapatkan kelancaran dalam hal pasokan bahan baku, sehingga pemasaran produk kacang sangrainya dapat memenuhi permintaan pasar. Faktor manajemen dengan bobot 0,074 menjadi prioritas kelima. Manajemen merupakan kemampuan pengelolaan atau pengaturan profesionalisme yang diterapkan pada suatu badan usaha. Biasanya pihak yang harus memperoleh perhatian dalam hal ini adalah petani yang belum terlalu memperhatikan bidang manajemen dan belum memiliki banyak sumberdaya manusia yang berkualitas. Biasanya petani mengandalkan tradisi atau kebiasaan generasi sebelumnya dalam pengelolaan usahanya.

7.3.2.2. Analisis Pelaku Kemitraan (Tingkat 3) 99

Pada pengolahan ini akan membahas sejauhmana kepentingan pelaku terhadap faktor-faktor yang mendorong terbentuknya kemitraan. Dari hasil pengolahan,

terlihat bahwa petani memiliki tingkat kepentingan relatif lebih

tinggi dibandingkan perusahaan dalam pembentukan kemitraan ini. Hal ini terbukti dengan nilai bobot petani yang lebih besar pada beberapa elemen faktor. Hasil pengolahan horisontal pada pelaku kemitraan dapat dilihat pada Tabel 23. Dalam hubungannya dengan faktor pengembangan usaha, terlihat bahwa kedua pelaku memiliki tingkat kepentingan yang sama. CV. Mitra Priangan dan petani sama-sama mengharapkan dengan adanya pembentukan kemitraan dapat membawa

dampak

mengembangkan

yang

usahanya.

baik

bagi

kemampuan

kedua

pihak

untuk

Sehingga

kedepannya

kedua

pihak

dapat

mengembangkan seluruh potensi yang ada serta dapat memperoleh keuntungan yang maksimal.

Tabel 23. Susunan Bobot dan Prioritas Hasil Pengolahan Horisontal antar Elemen pada Tingkat 3 (Elemen Pelaku Kemitraan) Pelaku Rasio Faktor Kemitraan Inkonsistensi CV. Mitra Priangan Petani Pengembangan usaha

0,500 (1)

0,500 (1)

0,0

Aksesibilitas pasar

0,845 (1)

0,155 (2)

0,0

Permodalan

0,167 (2)

0,833 (1)

0,0

Penguasaan teknologi

0,227 (2)

0,773 (1)

0,0

Manajemen

0,227 (2)

0,773 (1)

0,0

Ket : ( ) = Urutan prioritas Dalam hubungannya dengan faktor aksesibilitas pasar, CV. Mitra Priangan menjadi prioritas pertama dengan bobot 0,845. Prioritas kedua adalah petani dengan bobot 0,155. CV. Mitra Priangan memiliki tingkat kepentingan yang tinggi pada faktor aksesibilitas pasar. Hal ini didasarkan pertimbangan bahwa dengan adanya pembentukan kemitraan antara perusahaan dengan petani kacang tanah maka perusahaan mendapatkan kelancaran dalam hal pasokan bahan baku,

100

sehingga perusahaan tidak mengalami kesulitan dalam memasarkan produknya sesuai dengan permintaan pasar. Kemudian relevan dengan faktor permodalan, penguasaan teknologi dan manajemen, terlihat bahwa petani memiliki tingkat kepentingan yang lebih tinggi dibandingkan CV. Mitra Priangan. Hal ini didasarkan pertimbangan bahwa petani masih membutuhkan bantuan perusahaan di bidang-bidang tersebut. Dari wawancara didapatkan bahwa pada umumnya petani kurang memperhatikan faktor manajemen, karena petani melakukan usahataninya atas faktor kebiasaan dan pengalaman sebelumnya. Sedangkan dalam kaitannya dengan penguasaan teknologi, petani telah memiliki keterampilan yang cukup dalam budidaya kacang tanah. Namun diakui petani, mereka masih tetap memerlukan bimbingan teknik usahatani kacang tanah, seperti teknik pembibitan, pemakaian obat-obatan, pemupukan, dan sebagainya, agar dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas kacang tanah yang dihasilkan. Dalam faktor permodalan, petani sangat mengharapkan bantuan modal dari perusahaan untuk memajukan usahataninya, terutama modal untuk membiayai kegiatan pemupukan.

7.3.2.3. Analisis Tujuan Kemitraan (Tingkat 4) Dari pelaku kemitraan, menurunkan tujuan kemitraan menurut kedua belah pihak. Tujuan kemitraan harus mendapatkan perhatian, karena tujuan dalam pembentukan kemitraan ini menjadi pendorong dari dalam bagi setiap pelaku. Pada akhirnya dengan pola kemitraan yang ideal, maka akan mampu mengakomodasi kepentingan dari masing-masing pelaku. Pengolahan horisontal pada tujuan kemitraan ini hanya bertujuan untuk melihat pengaruh elemen terhadap level diatasnya. Hasil pengolahan horisontal dapat dilihat pada Tabel 24.

Tabel 24. Susunan Bobot dan Prioritas Hasil Pengolahan Horisontal antar Elemen pada Tingkat 4 (Elemen Tujuan Kemitraan) Tujuan Kemitraan Kelang Pemberdaya Pelaku Peluang Kontinuitas Efisiensi RI sungan an & Pasar Produk Usaha Usaha Pembinaan CV. MP 0,093 0,420 0,201 0,199 0,087 0,02 (4) (1) (2) (3) (5) 101

Petani

0,137 0,103 0,111 0,289 0,360 0,02 (3) (5) (4) (2) (1) Ket : ( ) = Prioritas, CV. MP = CV. Mitra Priangan, RI = Rasio Inkonsistensi Dari hasil pengolahan horisontal dalam melihat relevansi tujuan kemitraan terhadap CV. Mitra Priangan, terlihat bahwa prioritas pertama perusahaan adalah kontinuitas produk dengan bobot 0,420. Prioritas kedua adalah efisiensi usaha dengan bobot 0,201. Prioritas ketiga adalah kelangsungan usaha dengan bobot 0,199. Prioritas keempat adalah peluang pasar dengan bobot 0,093. Dan prioritas terakhir adalah pemberdayaan dan pembinaan dengan bobot 0,087. Kemudian dalam melihat relevansi tujuan kemitraan terhadap petani, terlihat bahwa pemberdayaan dan pembinaan menjadi prioritas utama bagi petani dengan bobot 0,360. Prioritas kedua adalah kelangsungan usaha dengan bobot 0,289. Prioritas ketiga adalah peluang pasar dengan bobot 0,137. Prioritas keempat adalah efisiensi usaha dengan bobot 0,111. Dan prioritas terakhir adalah kontinuitas produk dengan bobot 0,103.

7.3.2.4. Analisis Pola Kemitraan (Tingkat 5) Tingkat kelima yang merupakan level terakhir merupakan alternatif pola kemitraan yang ideal. Pada pengolahan horisontal elemen pola kemitraan diturunkan dari elemen setingkat di atasnya, yaitu elemen tujuan kemitraan. Hasil pengolahan horisontal pada pola kemitraan dapat dilihat pada Tabel 25.

Tabel 25. Susunan Bobot dan Prioritas Hasil Pengolahan Horisontal antar Elemen pada Tingkat 5 (Elemen Pola Kemitraan) Pola Kemitraan Tujuan RI Inti Sub Dagang Kemitraan Keagenan KOA Plasma kontrak Umum Peluang pasar 0,339 0,133 0,078 0,043 0,407 0,02 (2) (3) (4) (5) (1) Kontinuitas 0,269 0,156 0,076 0,041 0,457 0,03 produk (2) (3) (4) (5) (1) Efisiensi usaha 0,290 0,153 0,078 0,038 0,441 0,04 (2) (3) (4) (5) (1) 102

Kelangsungan usaha

0,350 (2)

0,162 (3)

0,082 (4)

0,036 (5)

0,370 (1)

0,05

Pemberdayaan dan pembinaan

0,361 0,157 0,057 0,036 0,390 0,04 (2) (3) (4) (5) (1) Ket : ( ) = Prioritas, KOA = Kerjasama Operasionalisasi Agribisnis, RI = Rasio Inkonsistensi Dari hasil pengolahan horisontal pada pola kemitraan relevan dengan tujuan kemitraan, terlihat bahwa seluruh tujuan kemitraan menghasilkan urutan prioritas yang sama yaitu pola KOA, pola inti plasma, pola subkontrak, pola dagang umum dan yang terakhir pola keagenan. Dalam tujuan memperolah peluang pasar menghasilkan prioritas utama yaitu pola KOA (Kerjasama Operasional Agribisnis). Dengan pola KOA, petani berharap bisa memperoleh jaminan pemasaran yang pasti dengan harga jual yang wajar dan tidak merugikan petani. Dalam tujuan memperoleh kontinuitas produk, pola KOA menjadi prioritas utama. Dengan pola KOA ini, CV. Mitra Priangan akan memperoleh jaminan ketersediaan kacang tanah dari petani, baik dari segi kuantitas maupun kualitas. Sehingga perusahaan dapat menyelesaikan permasalahan kurangnya bahan baku untuk memproduksi produk kacang sangrainya. Kemudian dalam tujuan efisiensi usaha, menghasilkan prioritas utama yaitu pola KOA. CV. Mitra Priangan dan petani merasa bahwa bentuk paling ideal untuk tujuan efisiensi usaha ini adalah pola KOA. Dengan pola KOA petani dapat lebih berkonsentrasi pada kegiatan usahataninya, karena kegiatan pengolahan dan pemasaran akan ditangani oleh perusahaan. Sedangkan CV. Mitra Priangan akan lebih efisien karena sektor budidaya ditangani oleh petani dengan baik sesuai bimbingan dari perusahaan. Dalam tujuan kelangsungan usaha menghasilkan prioritas utama yaitu pola KOA. Pola KOA paling ideal menurut CV. Mitra Priangan dan petani dalam mencapai tujuan kelangsungan usaha. Bagi petani dengan memasarkan kacang tanah secara kontinu kepada CV. Mitra Priangan dengan harga jual yang menguntungkan serta adanya bantuan modal dari CV. Mitra Priangan, maka kelangsungan usahataninya lebih terjamin. Sedangkan bagi CV. Mitra Priangan 103

pola KOA ini dapat mengatasi permasalahan pasokan bahan baku dengan biaya pembentukan kemitraan yang tidak terlalu besar, sehingga kelangsungan usaha pengolahan kacang tanahnya akan lebih terjamin dan perusahaan dapat memenuhi seluruh permintaan pasar. Dalam tujuan pemberdayaan dan pembinaan, menghasilkan prioritas utama yaitu pola KOA. Dengan pola KOA, diharapkan CV. Mitra Priangan dapat melakukan pemberdayaan dan pembinaan terhadap petani, baik dalam hal teknologi, manajemen ataupun modal. Sehingga petani dapat meningkatkan taraf hidup dan memajukan usahataninya. Dengan melakukan pemberdayaan dan pembinaan terhadap petani, perusahaan dapat memperoleh hasil produk yang terjamin kualitas serta mutunya.

7.3.3. Analisis Pengolahan Vertikal Dalam analisis vertikal semua elemen dari tiap tingkat penyusun hirarki keputusan dibobot secara langsung terhadap fokus hirarki. Bobot dari masingmasing elemen penyusun hirarki secara lengkap diperlihatkan pada Gambar 11.

7.3.3.1. Analisis Faktor Kemitraan (Tingkat 2) Hasil pengolahan vertikal pada tingkat dua yaitu faktor-faktor kemitraan, tidak berbeda hasilnya dengan pengolahan horisontal pada tingkat yang sama. Hal ini disebabkan elemen faktor-faktor kemitraan pada tingkat dua berada tepat dibawah fokus hirarki. Sehingga untuk analisis pada tingkat dua tidak perlu dibahas lebih lanjut.

7.3.3.2. Analisis Pelaku Kemitraan (Tingkat 3) Dalam suatu kemitraan, pelaku akan saling bekerja sama dalam menciptakan suatu sinergi yang menguntungkan. Pada pengolahan ini akan membahas

sejauhmana

kepentingan pelaku terhadap faktor-faktor

yang

mendorong terbentuknya kemitraan. Hasil pengolahan vertikal pada pelaku kemitraan dapat dilihat pada Tabel 26. Berdasarkan kepentingan pelaku terhadap faktor yang mendorong terbentuknya kemitraan dapat dilihat bahwa petani merupakan pihak yang kepentingannya dalam kemitraan ini lebih tinggi, dengan 104

bobot 0,628. Adapun perincian masing-masing faktor adalah; 0,183 terhadap pengembangan usaha, 0,017 terhadap aksesibilitas pasar, 0,274 terhadap permodalan, 0,097 terhadap penguasaan teknologi dan 0,057 terhadap manajemen. Sedangkan CV. Mitra Priangan mempunyai bobot sebesar 0,372 dengan perincian sebagai berikut; 0,183 terhadap pengembangan usaha, 0,089 terhadap aksesibilitas pasar, 0,055 terhadap permodalan, 0,028 terhadap penguasaan teknologi dan 0,017 terhadap manajemen. Hasil pengolahan vertikal menunjukkan bahwa petani memiliki tingkat kepentingan yang lebih besar terhadap pembentukan kemitraan. Hal ini dianggap wajar, karena petani masih membutuhkan bantuan dari bidang-bidang tersebut. Faktor permodalan memberikan bobot yang paling besar, hal ini dikarenakan pembentukan kemitraan diharapkan dapat mengatasi permasalahan petani dalam permodalan. Dari wawancara didapatkan bahwa petani membutuhkan bantuan dana untuk membiayai kegiatan pemupukannya. Diakui petani harga pupuk yang tidak terjangkau membuat petani tak jarang harus meminjam dana atau terpaksa mengijonkan tanamannya.

Tabel 26. Hasil Pengolahan Vertikal pada Pelaku Kemitraan Pelaku Faktor Kemitraan CV Mitra Priangan

Petani

Pengembangan usaha

0,183

0,183

Aksesibilitas pasar

0,089

0,017

Permodalan

0,055

0,274

Penguasaan teknologi

0,028

0,097

Manajemen

0,017

0,057

Bobot

0,372

0,628

2

1

Prioritas

Selanjutnya untuk perusahaan sendiri memiliki tingkat kepentingan yang lebih rendah dalam pembentukan kemitraan. Hal ini dikarenakan CV. Mitra Priangan memiliki kemampuan yang lebih besar dalam mengelola manajemen, permodalan, teknologi dan aksesibilitas pasar. Faktor aksesibilitas pasar 105

memberikan bobot terbesar bagi perusahaan. CV. Mitra Priangan mengharapkan dengan adanya pembentukan kemitraan ini, maka petani memperoleh jaringan pemasaran yang pasti yaitu perusahaan sendiri, sehingga perusahaan mendapatkan kelancaran dalam hal pasokan bahan baku dan dapat memasarkan produk kacang sangrainya sesuai permintaan pasar. Pada faktor pengembangan usaha, CV. Mitra priangan dan petani memiliki tingkat kepentingan yang sama. CV. Mitra Priangan dan petani menyadari bahwa kekuatan dan kelemahan masing-masing akan saling melengkapi dalam menciptakan sinergi, sehingga pembentukan kemitraan diharapkan dapat membawa dampak yang baik bagi kemampuan kedua pihak kemitraan untuk mengembangkan usahanya.

7.3.3.3. Analisis Tujuan Kemitraan (Tingkat 4) Pengolahan pada tingkat empat akan membahas mengenai tujuan pembentukan kemitraan terhadap masing-masing pelaku. Hasil pengolahan vertikal pada tujuan kemitraan dapat dilihat pada Tabel 27. Hasil pengolahan menunjukkan bahwa tujuan pemberdayaan dan pembinaan merupakan prioritas utama dengan bobot sebesar 0,258, dengan perincian bobot 0,032 berasal dari CV. Mitra Priangan dan 0,226 dari petani. Dari hal ini dapat dilihat bahwa petani memiliki kepentingan lebih terhadap tujuan pemberdayaan dan pembinaan. Hal ini disebabkan dengan adanya pembentukan kemitraan diharapkan perusahaan dapat melakukan pemberdayaan dan pembinaan kepada petani, baik dalam hal teknologi, manajemen ataupun modal, sehingga petani dapat meningkatkan taraf hidup dan memajukan usahataninya.

Tabel 27. Hasil Pengolahan Vertikal pada Tujuan Kemitraan

CV. MP Petani

Peluang Kontinuitas Efisiensi pasar produk usaha 0,035 0,156 0,075

Kelangsungan usaha 0,074

Pemberdayaan & pembinaan 0,032

0,086

0,065

0,070

0,181

0,226

Bobot

0,121

0,221

0,145

0,255

0,258

Prioritas

5

3

4

2

1

Keterangan : CV. MP = CV. Mitra Priangan 106

Tujuan kelangsungan usaha menjadi prioritas kedua dengan bobot sebesar 0,255, yang terdiri dari 0,074 dari CV. Mitra Priangan dan 0,181 dari petani. Kelangsungan

usaha

tergantung

dari

profitabilitas

dan

kemampuan

mempertahankan asetnya. Dengan adanya pembentukan kemitraan yang saling mengisi dan membutuhkan, maka kedua faktor diatas kemungkinan besar dapat dicapai. Dalam tujuan pencapaian kelangsungan usaha petani memiliki tingkat kepentingan yang lebih besar, hal ini didasarkan pertimbangan bahwa dengan melakukan kemitraan dengan perusahaan, maka kelangsungan usahatani lebih terjamin. Bagi petani dengan memasarkan kacang tanah secara kontinu kepada CV. Mitra Priangan dengan harga jual yang menguntungkan petani, maka kelangsungan usahataninya lebih terjamin. Sedangkan bagi CV. Mitra Priangan sendiri dengan adanya pembentukan kemitraan, maka ketersediaan bahan baku akan terjamin sehingga kelangsungan usaha “Ratih Kacang Sangrai” dapat terus berlangsung. Tujuan yang mendapat prioritas ketiga adalah kontinuitas produk dengan bobot sebesar 0,221, dengan perincian bobot 0,156 berasal dari CV. Mitra Priangan dan 0,065 dari petani. Dalam hal ini diketahui bahwa CV. Mitra Priangan memiliki kepentingan yang lebih terhadap tujuan kontinuitas produk. Hal ini disebabkan dengan adanya pembentukan kemitraan, perusahaan memperoleh jaminan ketersediaan produk berupa kacang tanah dari petani. Dengan ketersediaan kacang tanah yang kontinu baik dari segi kualitas dan kuantitas, maka CV. Mitra Priangan dapat memasarkan produk kacang sangrainya sesuai dengan kebutuhan dan permintaan konsumen. Tujuan meningkatkan efisiensi usaha menjadi prioritas keempat dengan bobot sebesar 0,145, dengan perincian bobot 0,075 berasal dari CV. Mitra Priangan dan 0,070 dari petani. Dengan adanya pembentukan kemitraan dengan petani, CV. Mitra Priangan tidak perlu melakukan budidaya kacang tanah sendiri untuk memenuhi kebutuhannya. Perusahaan dapat lebih efisien karena sektor budidaya lebih efisien jika dilakukan oleh petani kacang tanah. Selain itu, dengan adanya pembentukan kemitraan para petani akan meyerahkan seluruh kegiatan pemasaran hasil panen pada pihak perusahaan, sehingga petani dapat lebih

107

berkonsentrasi pada kegiatan usahataninya. Dalam hal ini, bidang pengolahan dan pemasaran akan lebih baik bila ditangani oleh perusahaan. Tujuan yang mendapat prioritas terakhir adalah peluang pasar yang memiliki bobot 0,121, dengan perincian 0,035 dari CV. Mitra Priangan dan 0,086 dari petani. Dalam hal ini diketahui bahwa petani memiliki kepentingan yang lebih terhadap tujuan peluang pasar. Petani membutuhkan jaminan pemasaran dengan harga jual yang sesuai dan tidak merugikan petani.

7.3.3.4. Analisis Pola Kemitraan (Tingkat 5) Analisis terakhir pada hirarki keputusan kelima adalah pengolahan vertikal pada penentuan pola kemitraan ideal sesuai dengan penilaian kedua pelaku kemitraan. Prioritas alternatif keputusan dihasilkan berdasarkan interaksi penilaian menurut CV. Mitra Priangan dan petani dengan pengolahan komputer menggunakan program Expert Choice. Adapun prioritas hasil pengolahan vertikal disusun berdasarkan bobot yaitu; Pola KOA (0,409), Pola Inti Plasma (0,325), Pola Subkontrak (0,155), Pola Dagang Umum (0,073) dan prioritas terakhir Pola Keagenan (0,038). Hasil pengolahan vertikal pada pola kemitraan dapat dilihat pada Tabel 28.

Tabel 28. Hasil Pengolahan Vertikal pada Pola Kemitraan Inti Plasma

Subkontrak

Dagang Umum

Keagenan

KOA

Peluang Pasar

0,041

0,016

0,009

0,005

0,049

Kontinuitas Produk

0,060

0,035

0,017

0,009

0,101

Efisiensi usaha

0,042

0,022

0,011

0,006

0,064

Kelangsungan usaha

0,089

0,041

0,021

0,009

0,094

Pemberdayaan & pembinaan Bobot

0,093

0,041

0,015

0,009

0,101

0,325

0,155

0,073

0,038

0,409

2

3

4

5

1

Tujuan

Prioritas

Rasio Inkonsistensi (RI) = 0,02

108

Pola Kerjasama Operasional Agribisnis (KOA) menjadi prioritas pertama dengan bobot sebesar 0,409. Pola KOA merupakan hubungan kemitraan yang didalamnya petani menyediakan lahan, sarana dan tenaga, sedangkan perusahaan menyediakan biaya atau modal serta teknologi dalam pembudidayaan kacang tanah. Dalam pola ini petani telah memiliki sarana dan prasarana usahatani kacang tanah sebelum melakukan kemitraan dengan perusahaan. Pola ini terpilih sebagai prioritas utama karena sesuai dengan kondisi perusahaan dan petani pada saat ini. Petani pada umumnya telah memiliki lahan sendiri serta beberapa sarana usahatani, sehingga yang dibutuhkan oleh petani adalah bimbingan berupa nasehat dan teknis dari perusahaan, serta bantuan dana untuk pembelian pupuk. Sedangkan bagi perusahaan, pola kemitraan KOA ini dapat menjamin kontinuitas produk dan meningkatkan efisiensi usaha dengan modal yang tidak terlalu besar. Selain itu, diharapkan dengan adanya kemitraan ini peranan tengkulak dapat diminimalisir, sehingga petani dapat memperoleh harga jual yang lebih tinggi dan menguntungkan agar petani dapat meningkatkan taraf hidupnya. Kemudian di sisi lain, perusahaan pun dapat memperoleh harga yang lebih rendah dibandingkan jika membeli kacang tanah pada tengkulak. Pola inti plasma terpilih menjadi prioritas kedua dengan bobot sebesar 0,325. Pola inti plasma merupakan hubungan kemitraan yang didalamnya perusahaan bertindak sebagai inti dan petani mitra sebagai plasma. Dalam pola ini petani bertugas untuk meningkatkan kualitas maupun kuantitas produksi serta menyediakan produk secara kontinu. Sedangkan perusahaan melakukan fungsi perencanaan bimbingan, pelayanan, sarana produksi, kredit, pengolahan dan pemasaran hasil, disamping tetap mengusahakan usahatani yang dimilikinya sendiri. Pola ini menjadi alternatif kedua karena petani mitra pada umumnya telah memiliki lahan dan sarana sendiri, sedangkan perusahaan pun tidak memiliki dana yang besar dalam pembentukan kemitraan ini, sehingga pola kemitraan inti plasma dianggap kurang sesuai untuk kondisi kedua pihak saat ini. Namun diakui CV. Mitra Priangan, pola ini mungkin akan dilakukan di masa yang akan datang sejalan dengan perkembangan usaha perusahaan. Pola selanjutnya yang menjadi pilihan ketiga adalah pola subkontrak dengan bobot sebesar 0,155. Pola subkontrak merupakan hubungan kemitraan 109

antara petani dengan perusahaan yang didalamnya petani memproduksi komponen yang dibutuhkan perusahaan sebagai bagian dari produksinya. Kedua pelaku kurang menginginkan pola subkontrak dikarenakan bersifat jangka pendek. Kemudian, pola yang menjadi prioritas keempat adalah pola dagang umum dengan bobot sebesar 0,073. Dan pola yang menjadi prioritas terakhir adalah pola keagenan dengan bobot sebesar 0,038.

Tingkat 1 :

Penentuan pola kemitraan yang ideal antara CV Mitra Priangan dan Petani

Fokus

Tingkat 2 : Faktor

Pengembangan

Aksesibilitas

Usaha

Pasar

0,367

0,105

Tingkat 3 :

CV Mitra

Pelaku

Priangan

Permodalan 0,329

Tujuan

Manajemen

Teknologi

0,074

0,125

Petani

0,372

Tingkat 4 :

Penguasaan

0,628

Peluang

Kontinuitas

Efisiensi

Kelangsungan

Pemberdayaan

Pasar

Produk

Usaha

Usaha

dan Pembinaan

0,121

0,221

0,145

0,255

0,258

Tingkat 5 :

Pola Inti

Pola Sub

Pola Dagang

Pola

Pola

Pola

Plasma

Kontrak

Umum

Keagenan

KOA

0,325

0,155

0,073

0,038

0,409

110

Rasio Inkonsistensi (RI) keseluruhan = 0,02 Gambar 16. Hasil Pengolahan Vertikal Model Hirarki Keputusan bagi Penentuan Pola Kemitraan yang Ideal

VIII. KESIMPULAN DAN SARAN 8.1. Kesimpulan Hasil analisis kuantitatif dengan metode AHP terhadap kondisi perusahaan menunjukkan bahwa kondisi perusahaan secara keseluruhan lebih memiliki banyak faktor kekuatan (0,708) dibandingkan faktor kelemahan (0,292). Faktor kekuatan dari CV. Mitra Priangan terdapat pada faktor pemasaran (0,510), keuangan (0,213) dan sumberdaya manusia (0,116). Pada pengolahan AHP terlihat bahwa perusahaan memiliki kekuatan pada semua subfaktor atau elemen kunci dari masing-masing faktor kekuatan. Sedangkan kelemahan perusahaan terlihat pada faktor produksi dan operasi (0,110) serta faktor penelitian dan pengembangan (0,051) pada semua elemen kunci masing-masing. Kemudian, kondisi petani kacang tanah secara keseluruhan lebih banyak memiliki faktor kekuatan (0,596) dibandingkan faktor kelemahan (0,404). Petani kacang tanah memberi prioritas perhatian berturut-turut pada produksi (0,451), modal (0,271) dan teknologi (0,136) yang menjadi kekuatan bagi petani. Subfaktor atau elemen faktor yang teridentifikasi sebagai kekuatan petani adalah kualitas produk (0,032), kuantitas produk (0,293), kontinuitas produksi (0,126), penerimaan usaha (0,044) dan fasilitas fisik (0,128). Sedangkan kelemahan petani terlihat dari faktor pemasaran (0,098) pada elemen informasi pasar (0,078), serta faktor manajemen pada elemen pengorganisasian (0,003) dan penggerakan (0,013). CV. Mitra Priangan dan petani memberi prioritas perhatian terhadap faktor –faktor yang mempengaruhi pembentukan kemitraan, berturut-turut pada pengembangan usaha (0,367), permodalan (0,329), penguasaan teknologi (0,125), aksesibilitas pasar (0,105) dan terakhir manajemen (0,074). Pengembangan usaha 111

menjadi prioritas utama bagi kedua pelaku kemitraan. Pembentukan kemitraan diharapkan dapat membawa dampak yang baik bagi kemampuan kedua pihak untuk mengembangkan usahanya. Sehingga dapat diperoleh hasil output yang maksimal dan keuntungan yang lebih besar dari sebelumnya. Kemudian, pada pengolahan vertikal terhadap tujuan yang hendak dicapai kedua pelaku dalam rencana

pembentukan

kemitraan,

dihasilkan

peringkat

prioritas

yaitu

pemberdayaan dan pembinaan (0,258), kelangsungan usaha (0,255), kontinuitas produk (0,221), efisiensi usaha (0,145) dan peluang pasar (0,121). Dari hasil pengolahan horisontal dalam melihat relevansi tujuan kemitraan terhadap CV. Mitra Priangan, terlihat bahwa prioritas pertama perusahaan adalah kontinuitas produk dengan bobot 0,420. Sedangkan dari hasil pengolahan horisontal dalam melihat relevansi tujuan kemitraan terhadap petani, terlihat bahwa pemberdayaan dan pembinaan menjadi prioritas utama bagi petani dengan bobot 0,360. Dari hasil pengolahan kuantitatif dengan metode Analytical Hierarchy Process (AHP), pola KOA (0,409) merupakan pola kemitraan terpilih yang paling sesuai dengan kondisi CV. Mitra Priangan dan petani kacang tanah. Pada umumnya petani telah memiliki lahan sendiri dan sarana usahatani, sehingga yang dibutuhkan adalah bimbingan serta modal dari perusahaan. Hal tersebut merupakan ciri penting yang mengarah pada pola kemitraan KOA. Sedangkan bagi perusahaan, pola kemitraan KOA ini diharapkan dapat menjamin kontinuitas produk dan meningkatkan efisiensi usaha dengan modal yang tidak terlalu besar. Selain itu, diharapkan dengan adanya kemitraan ini peranan tengkulak dapat diminimalisir, sehingga petani dapat memperoleh harga jual yang lebih tinggi dan menguntungkan agar petani dapat meningkatkan taraf hidupnya. Kemudian di sisi lain, perusahaan pun dapat memperoleh harga yang lebih rendah dibandingkan jika membeli kacang tanah pada tengkulak.

8.2. Saran Agar kemitraan dapat terlaksana dan kerjasama CV. Mitra Priangan dengan petani mitra dapat berlangsung dalam jangka waktu yang panjang, CV. Mitra Priangan perlu memikirkan kepentingan mitra usahanya. Sehingga tidak terjadi kerjasama dimana perusahaan berusaha memanfaatkan kelebihan112

kelebihan yang dimiliki petani, sedangkan petani tidak memperoleh manfaat dari adanya kemitraan tersebut. Upaya yang dapat dilakukan oleh CV. Mitra Priangan adalah berusaha mengeliminasi atau meniadakan kelemahan-kelemahan petani, misalnya dengan memberikan informasi pasar seperti harga jual kacang tanah, jumlah permintaan pasar dan sebagainya, secara rutin kepada petani mitra. Perusahaan perlu meningkatkan kemampuan petani dalam hal merencanakan usaha, melaksanakan dan mentaati perjanjian kemitraan, memupuk modal dan memanfaatkan pendapatan secara rasional, serta mencari dan mencapai skala usaha ekonomi. Dalam rencana pembentukan kemitraan ini, CV. Mitra Priangan dan petani mitra perlu selalu memperhatikan faktor-faktor yang mendorong terbentuknya kemitraan, seperti pengembangan usaha, aksesibilitas pasar, permodalan, penguasaan teknologi dan manajemen. Kedepannya faktor-faktor kemitraan tersebut harus diarahkan menuju peningkatan dalam menjaga mutu produk, daya saing, serta pemenuhan permintaan pasar. Selain itu, tujuan kemitraan yang berbeda menuntut CV. Mitra Priangan agar selalu memperhatikan tujuan yang hendak dicapai oleh petani yaitu pemberdayaan dan pembinaan. Perusahaan perlu melakukan pemberdayaan dan pembinaan terhadap petani mitra, seperti memberikan modal yang dibutuhkan petani dan menyediakan tenaga pembina dan penyuluh agar dapat memberikan tambahan pengetahuan baik dalam hal teknologi maupun manajemen, sehingga kemitraan yang akan terbentuk dapat berlangsung lama. Tujuan dalam pembentukan kemitraan adalah agar terbentuknya prinsip win-win solution diantara kedua pihak, yaitu perusahaan dan petani. Oleh karena itu

perusahaan

dan

petani

perlu

memberikan

kontribusi

yang

saling

menguntungkan dan dapat meningkatkan serta mengembangkan skala usaha ekonomi. Dalam pelaksanaan kemitraan pola KOA yang akan dilakukan, CV. Mitra Priangan memiliki tanggung jawab memberikan pembinaan kepada petani berupa pemberian bibit, pupuk dan obat-obatan, bimbingan teknis budidaya dan manajemen agribisnis, meningkatkan pengetahuan dan kewirausahaan petani mitra, menampung, mengolah dan memasarkan hasil panen, mengadakan penelitian, pengembangan dan pengaturan teknologi tepat guna, melakukan 113

konsultasi dan temu usaha, serta hasil produksi petani dibeli oleh perusahaan dengan harga, jumlah dan kualitas yang sesuai dengan kesepakatan bersama. Sedangkan petani berkewajiban untuk memberikan bahan baku berupa kacang tanah yang mutu dan kualitasnya telah terjamin dan berkesinambungan, serta melaksanakan dan mentaati perjanjian kemitraan yang telah disepakati. Sehingga perusahaan dapat menghasilkan produk kacang sangrai yang mempunyai keunggulan dan lebih mampu bersaing pada pasar yang lebih luas. Dalam menindaklanjuti terpilihnya pola KOA sebagai pola kemitraan yang paling ideal antara CV. Mitra Priangan dengan petani kacang tanah, perlu dibuat peraturan kerjasama secara tertulis. Perjanjian kerjasama ini dibuat untuk menghindari terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan, seperti tidak terlaksananya kewajiban petani dalam menjaga standar mutu kacang tanah atau adanya keterlambatan pembayaran dari perusahaan kepada petani mitra, yang dapat menghilangkan kepercayaan petani mitra kepada perusahaan ataupun sebaliknya. Perjanjian tertulis selain berisi hak dan kewajiban serta tugas masing-masing pelaku hendaknya juga mencakup pengaturan kerjasama yang meliputi jenis produk petani yang dijual kepada perusahaan, standar mutu, jumlah dan periode penjualan, tata cara pengumpulan dan pengangkutan, cara penentuan harga, cara pembayaran dan sanksi atau denda terhadap pelanggaran yang terjadi. Perjanjian tertulis tersebut hendaknya dilakukan dengan kesepakatan kedua pihak dan ditandatangani secara legal untuk menjamin realisasi kemitraan. CV. Mitra Priangan dapat menambahkan bagian kemitraan dalam struktur organisasinya. Bagian kemitraan ini bertugas sebagai pelaksana dan penanggung jawab dalam kegiatan kemitraan yang akan dilakukan, serta mengontrol, memonitor, menghindarkan

terjadinya

penyimpangan dalam pelaksanaan

kemitraan dan mengevaluasi perkembangan pelaksanaan kemitraan kedepannya. Perkembangan pelaksanaan kemitraan perlu dimonitor terus-menerus agar tujuan yang ingin dicapai benar-benar dapat menjadi kenyataan. Di samping itu, pelaksanaan kemitraan perlu terus dievaluasi untuk perbaikan pada pelaksanaan berikutnya.

114

DAFTAR PUSTAKA Adisarwanto T. 2005. Meningkatkan Produksi Kacang Tanah di Lahan Sawah dan Lahan Kering. Jakarta: Penebar Swadaya. Aryani L. 2009. Analisis pengaruh kemitraan terhadap pendapatan usahatani kacang tanah (kasus kemitraan PT Garudafood dengan petani kacang tanah di desa Palangan, kecamatan Jangkar, kabupaten Situbondo, Jawa Timur) [skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Pertanian, Institut Pertanian Bogor. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2007. Luas Panen, Produksi, Produktivitas dan Konsumsi Kacang Tanah di Indonesia. Jakarta: Badan Pusat Statistik. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2006. Neraca Ekspor-Impor Kacang Tanah. Jakarta: Badan Pusat Statistik. [BPS] Badan Pusat Statistik. 1999. Kontribusi Sub Sektor Tanaman Pangan terhadap PDB Nasional. Jakarta: Badan Pusat Statistik. Barus. 2009. Analisis ekuitas merek kacang olahan dalam kemasan di kota Bogor [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Costa WY. 2008. Manfaat dan Olahan Kacang Tanah. http://www.deptan.go.id/bpsdm/bbpp-kupang/produksi/olah-kacang.pdf. [4 Juni 2009]. Dinas Pertanian Kabupaten Cianjur. 2009. Perbandingan Tanaman Kacang Tanah Tahun 2007 dan Tahun 2008. Cianjur: Dinas Pertanian Kabupaten Cianjur. Direktorat Gizi Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1981. Kandungan Gizi Kacang Tanah. Jakarta: Direktorat Gizi Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Hafsah MJ. 2000. Kemitraan Usaha: Konsepsi dan Strategi. Jakarta: PT Penebar Swadaya. James K, Akrasanee N. 1994. Aspek-aspek Finansial Usaha Kecil Menengah Studi Kasus ASEAN. LP3S (Lembaga Penelitian, Pendidikan, dan Penerangan Ekonomi dan Sosial). Jakarta. 115

Kartasasmita G. 1995. Peran Birokrasi dalam Pengembangan Kemitraan Usaha. Jakarta: Gramedia. Kasno A, Winarto A, Sunardi. 1993. Kacang Tanah. Departemen Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Malang: Balai Penelitian Tanaman Pangan. Khaerul F. 1994. Kemitraan dalam Perkembangan Agribisnis di Indonesia. Di dalam Makalah Magister Manajemen Agribisnis. Bogor: IPB Press. Pitojo S. 2005. Benih Kacang Tanah. Yogyakarta: Penerbit Kanisisus. Pusat Data dan Informasi Pertanian. 2006. Produksi Tidak Optimal, Impor Kacang Tanah Tinggi. Jakarta: Pusat Data dan Informasi Pertanian. Saaty TL. 1993. Pengambilan Keputusan Bagi Para Pemimpin: Proses Hirarki Analitik untuk Pengambilan Keputusan Dalam Situasi yang Kompleks. Jakarta: PT Pustaka Binaman Pressindo. Shinta R. 1998. Kajian implementasi kemitraan antara koperasi dengan perusahaan besar swasta dengan metode proses hirarki analitik (studi kasus: PT Goro Yudhistira Utama dengan koperasi pegawai Bumiputera) [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Sulaksana M. 2005. Kajian implementasi kemitraan antara koperasi usaha berbasis terigu dengan perusahaan swasta (studi kasus PT ISM Bogasari Flour Mills dan Koperasi Pedagang Mi Bakso Jakarta Utara (KPMB-JU) [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Sumardjo. Sulaksana J, Aris W. 2004. Teori dan Praktik Kemitraan Agribisnis. Jakarta: PT Penebar Swadaya. Sumarno. 1993. Status kacang tanah di Indonesia. Di dalam Kasno A, Winarto A, Sunardi, editor. Kacang Tanah. Malang: Balai Penelitian Tanaman Pangan. Hlm 3-5. Sumarno, Slamet P. 1993. Fisiologi dan pertumbuhan kacang tanah. Di dalam Kasno A, Winarto A, Sunardi, editor. Kacang Tanah. Malang: Balai Penelitian Tanaman Pangan. Hlm 24-30. Suprapto HS. 2004. Bertanam Kacang Tanah. Jakarta: Penebar swadaya. Trustinah. 1993. Biologi kacang tanah. Di dalam Kasno A, Winarto A, Sunardi, editor. Kacang Tanah. Malang: Balai Penelitian Tanaman Pangan. Hal 9-23.

116

LAMPIRAN

117

118

Lampiran 1. Perbandingan Tanaman Kacang Tanah di Kabupaten Cianjur Tahun 2007 dan Tahun 2008

No

KECAMATAN

Luas Tanam (Ha) 2007

2008

Luas Panen (Ha) 2007

2008

Produktivitas

Produksi Bruto

Sisa Tan. Akhir

(Ku/Ha)

(Ton)

Desember

2007

2008

2007

2008

2007

2008

1

Cianjur

21

20

21

22

14,76

10,53

31

23

5

3

2

Cilaku

40

28

50

23

12,

12,25

60

28

15

20

3

Warungkondang

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

4

Cibeber

0

23

18

12

13,89

11,67

25

14

0

11

5

Ciranjang

14

18

29

2

12,07

10

35

2

2

18

6

Sukaluyu

35

83

35

65

12,57

12,33

44

80

10

28

7

Bojongpicung

2

11

3

7

10

11,43

3

8

0

4

8

Karangtengah

6

1

5

2

12

11,50

6

2

1

0

9

Mande

78

68

106

66

12,36

11,73

131

77

33

35

10

Pacet

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

11

Sukaresmi

58

123

45

84

12,67

12,27

57

103

28

67

12

Cugenang

0

5

12

5

11,67

12

14

6

0

0

13

Cikalongkulon

31

0

117

0

12,31

0

144

0

0

0

14

Sukanagara

40

12

37

0

12,16

0

45

0

0

12

15

Takokak

29

8

47

20

11,49

10,90

54

22

12

0

119

16

Campaka

72

79

97

94

11,86

12,09

115

114

37

22

17

Pagelaran

39

37

33

60

11,52

11,94

38

72

39

16

18

Tanggeung

228

808

539

605

11,84

12,29

638

744

35

238

19

Kadupandak

65

71

40

52

11,75

12,92

47

67

40

59

20

Sindangbarang

2.923

2.328

2.625

2.334

12,92

12,57

3.391

2.933

1.638

1.632

21

Agrabinta

806

2.298

440

2.375

12,55

12,09

552

2.871

366

289

22

Cibinong

275

200

230

281

12,48

12,42

287

349

243

162

23

Cidaun

2.969

3.828

4.268

2.433

12,11

12,48

5.170

3.037

1.214

2.609

24

Naringgul

1.598

2.005

1.302

1.901

12,41

12,50

1.616

2.375

1.136

1.240

25

Campaka Mulya

28

20

47

24

11,70

11,43

55

27

6

1

26

Cikadu

15

22

40

6

11,50

11,67

46

7

0

16

27

Cipanas

3

0

0

0

0

0

0

0

0

0

28

Gekbrong

18

18

12

20

12,50

11,06

15

22

9

7

29

Cijati

108

233

114

83

12,28

11,85

140

98

47

197

30

Leles

550

548

583

531

11,58

12,06

675

640

235

252

10.051

12.895

10.895

11.107

12,33

12,36

13.434

13.723

5.151

6.938

JUMLAH

Sumber : Dinas Pertanian Kabupaten Cianjur (2009)

120

Lampiran 2. Kuesioner Analisis Kondisi Perusahaan

KUESIONER

ANALISIS KONDISI PERUSAHAAN

Nomor

:

Tanggal

:

Nama

:

Jabatan

:

/1/2009

Lampiran 3. Kuesioner Analisis Kondisi Petani 121

KUESIONER

ANALISIS KONDISI PETANI

Nomor

:

Tanggal

:

Nama

:

Kel. Tani

:

Jabatan

:

/2/2009

Lampiran 4. Kuesioner Analisis Penentuan Pola Kemitraan yang Paling ideal antara CV. Mitra Priangan dengan Petani 122

KUESIONER ANALISIS PENENTUAN POLA KEMITRAAN YANG PALING IDEAL ANTARA CV MITRA PRIANGAN DENGAN PETANI KACANG TANAH

Nomor

:

Tanggal

:

Nama

:

Jabatan

:

/3/2009

123

Lampiran 5 Hasil Pengolahan Expert Choice 2000

124

6/16/2009 7:22:40 AM

Page 1 of 1

125

7/15/2009 1:20:20 PM

Page 1 of 1

Performance Sensitivity for nodes below: Goal: Kondisi Perusahaan Crit%

Alt%

.90

.90 .80

.80

.70

.70

Kekuatan

.60

.60 .50 .50 .40 .40 .30

.30

Kelemahan

.20

.20

.10

.10 .00

.00 Sumberdaya m

Keuangan

OVERALL

Produksi dan Penelitian d

Pemasaran

Objectives Names Keuangan

Keuangan

Sumberdaya m Sumberdaya manusia Penelitian d

Penelitian dan pengembangan

Produksi dan

Produksi dan operasi

Pemasaran

Pemasaran Alternatives Names

Kekuatan

Kekuatan

Kelemahan Kelemahan

126

6/16/2009 7:27:20 AM

Page 1 of 1

Model Name: Kondisi Petani

Treeview

Goal: Kondisi Petani Modal (L: .271 G: .271) Sumber dana (L: .298 G: .081) Penerimaan usaha (L: .163 G: .044) Pengeluaran usaha (L: .064 G: .017) Fasilitas fisik (L: .475 G: .128) Produksi (L: .451 G: .451) Kualitas produk (L: .072 G: .032) Kuantitas produk (L: .649 G: .293) Kontinuitas produksi (L: .279 G: .126) Teknologi (L: .136 G: .136) Manajemen (L: .045 G: .045) Perencanaan (L: .135 G: .006) Pengorganisasian (L: .077 G: .003) Penggerakan (L: .292 G: .013) Pengendalian (L: .496 G: .022) Pemasaran (L: .098 G: .098) Informasi pasar (L: .795 G: .078) 127

Kontinuitas pemasaran (L: .205 G: .020)

7/5/2009 6:45:19 PM

Page 1 of 1

Performance Sensitivity for nodes below: Goal: Kondisi Petani

Crit%

Alt%

.90

.80 .70

.80 .60 .70

Kekuatan

.50

.60 .50

.40

.40

Kelemahan

.30

.30 .20 .20 .10

.10 .00

.00 Produksi

Modal

Manajemen Teknologi

OVERALL Pemasaran

Objectives Names Modal

Modal

Produksi

Produksi

Teknologi

Teknologi

Manajemen Manajemen Pemasaran

Pemasaran Alternatives Names

Kekuatan

Kekuatan

Kelemahan Kelemahan

128

6/16/2009 7:32:44 AM

Page 1 of 2

Model Name: Pola Kemitraan

Treeview

Goal: Penentuan pola kemitraan yang sesuai antara CV Mitra Priangan dan petani Pengembangan usaha (L: .367 G: .367) CV Mitra Priangan (L: .500 G: .184) Peluang pasar (L: .093 G: .017) Pola Inti Plasma (L: .339 G: .006) Pola Subkontrak (L: .133 G: .002) Pola Dagang Umum (L: .078 G: .001) Pola Keagenan (L: .043 G: .001) Pola KOA (L: .407 G: .007) Kontinuitas produk (L: .420 G: .077) Pola Inti Plasma (L: .269 G: .021) Pola Subkontrak (L: .156 G: .012) Pola Dagang Umum (L: .076 G: .006) Pola Keagenan (L: .041 G: .003) Pola KOA (L: .457 G: .035) Efisiensi usaha (L: .201 G: .037) Pola Inti Plasma (L: .290 G: .011) 129

Pola Subkontrak (L: .153 G: .006) Pola Dagang Umum (L: .078 G: .003) Pola Keagenan (L: .038 G: .001)

6/16/2009 7:32:44 AM

Page 2 of 2

Pola Dagang Umum (L: .057 G: .001) Pola Keagenan (L: .036 G: .001) Pola KOA (L: .390 G: .006) Petani (L: .500 G: .184) Peluang pasar (L: .137 G: .025) Kontinuitas produk (L: .103 G: .019) Efisiensi usaha (L: .111 G: .020) Pengembangan usaha (L: .289 G: .053) Pemberdayaan & pembinaan (L: .360 G: .066) Aksesibilitas pasar (L: .105 G: .105) CV Mitra Priangan (L: .845 G: .089) Petani (L: .155 G: .016) Permodalan (L: .329 G: .329) CV Mitra Priangan (L: .167 G: .055) Petani (L: .833 G: .275) Penguasaan teknologi (L: .125 G: .125) CV Mitra Priangan (L: .227 G: .028) Petani (L: .773 G: .096) Manajemen (L: .074 G: .074) CV Mitra Priangan (L: .227 G: .017) Petani (L: .773 G: .057)

130

Lampiran 6. Dokumentasi 1. Produk Ratih Kacang Sangrai

2. Suasana Kegiatan Promosi pada Pameran-pameran Besar

131