PERSEPSI PETANI TERHADAP KEMITRAAN SAYURAN DENGAN ASOSIASI ASPAKUSA MAKMUR KABUPATEN BOYOLALI Kiki Priyo Prasetyo, Mohd. Harisudin, Emi Widiyanti Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Jl. Ir. Sutami 36 A Surakarta 57126, Telp/Fax:(0271) 637457 Email:
[email protected] telp: 08995350110
Abstract: The research aims to determine pattern of partnership in Aspakusa Makmur Boyolali Regency, to determine factors shaping of farmers’ perception, to determine the perception or farmers towards the partnership, and to determine the relation between the factors and the perception. The research method use descriptive method. The technic in this research is survey technic. This research was held in Selo, Ampel, Teras, dan Boyolali Sub-district because there are place where farmers Aspakusa Makmur partners. The Analysis method use Rank Spearman correlation. The correlation between age with the benefits of partnership is significant. The correlation between experience with implementation of partnership is significant. The correlation between economic environment with the purpose of partnership is significant. Key Word: Partnership, Perception, Rank Spearman Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola kemitraan yang terjadi di Aspakusa Makmur Kabupaten Boyolali, mengetahui faktor-faktor yang membentuk persepsi petani mitra, mengetahui persepsi petani mitra terhadap kemitraan, dan mengetahui hubungan faktor-faktor pembentuk persepsi petani mitra terhadap kemitraan dengan Aspakusa Makmur Kabupaten Boyolali. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif dengan teknik survey. Penelitian ini dilakukan Kecamatan Selo, Ampel, Teras, dan Boyolali Kota dengan pertimbangan bahwa lokasi tersebut merupakan lokasi petani mitra Aspakusa Makmur Kabupaten Boyolali. Metode analisis data menggunakan analisis korelasi Rank Spearman (Rs). Hasil penelitian menunjukkan pola kemitraan yang terjadi antara petani mitra dan Aspakusa Makmur adalah pola kemitraan dagang umum yang disertai pengembangan petani oleh Aspakusa Makmur. Umur berhubungan signifikan terhadap manfaat kemitraan. Pengalaman berhubungan signifikan terhadap pelaksanaan kemitraan. Lingkungan ekonomi berhubungan signifikan terhadap tujuan kemitraan. Kata Kunci: Kemitraan, Persepsi, Rank Spearman
PENDAHULUAN Sayuran merupakan sumber vitamin, protein dan nutrisi-nutrisi. Lepas dari peran nutrisionalnya, sayuran menduduki tempat khusus dalam sistem pertanian karena metode pengusahaannya yang sangat intensif, karena sayuran dipanen dalam bentuk segar (kandungan airnya tinggi). Pola usahatani sayuran yang intensif inilah yang menyebabkan pertanian sayuran biasanya hanya dalam skala kecil. Petani yang memiliki lahan yang sangat sempit sudah dapat hidup baik dengan mengusahakan sayuran secara intensif, berbeda dengan padi-padian atau polongpolongan yang membutuhkan sepuluh kali luas lahan untuk mencapai tingkat hidup yang sama (Williams, 1993). Syarat utama tumbuhnya sayuran adalah ketersediaan air. Pada daerah tropis sayuran tetap bisa tumbuh apabila daerah sekitarnya mempunyai sumber air yang cukup, sehingga sayuran tetap tidak kekurangan air. Salah satu daerah penghasil sayuran di Jawa Tengah adalah Kabupaten Boyolali, dimana dari 19 kecamatan terdapat 18 kecamatan yang mengusahakan berbagai jenis sayuran (BPS Kabupaten Boyolali, 2011). Kabupaten Boyolali merupakan wilayah yang potensial untuk budidaya sayuran karena iklim yang cocok. Boyolali bagian barat merupakan daerah dataran tinggi dengan ketinggian sekitar 700-3000 m yang meliputi empat kecamatan yaitu Ampel, Cepogo, Musuk, dan Selo. Keempat kecamatan itu ditandai oleh iklim yang sejuk dan sesuai untuk pertanian sayuran terutama untuk komoditas kol. wortel, dan bawang merah. Selain empat kecamatan diatas, secara umum Kabupaten Boyolali beriklim tropis dengan curah hujan 1856-3136 mm/tahun. Dengan curah hujan yang cukup tinggi, maka ketersediaan air juga tinggi sehingga tanaman sayuran dapat tumbuh subur di Kabupaten Boyolali. Dengan dukungan lahan yang subur serta keterbatasan lahan,
mendorong petani untuk mengusahakan sayuran (BPS Boyolali,2011). Pemerintah daerah Boyolali menangkap peluang agribisnis sayuran dan melakukan pengembangan agribisnis sayuran dengan mendatangkan ahli dari Taiwan untuk bekerjasama membina petani sayuran. Atas prakarsa pimpinan Taiwan Technical Mission, Mr. Lee Ching Shui, pada bulan November 2005 mendirikan Aspakusa Makmur. Aspakusa Makmur adalah Kelompok Agribisnis yang dibina Taiwan Technical Mission dalam hal budidaya, serta pasca panen sampai pemasarannya sehingga dapat berkembang baik dan produk sayurannya dapat menembus supermarket. Peran pemerintah dalam hal ini Badan Ketahanan Pangan Propinsi Jawa Tengah Kabupaten Boyolali juga sangat besar kontribusinya untuk kemajuan kelompok agribisnis Aspakusa Makmur. Kelompok ini berlokasi di Kecamatan Teras, Kabupaten Boyolali dan menjalin kemitran dengan petani asparagus, bunga kucai, sayur-sayuran dataran sedang serta dataran tinggi di wilayah Boyolali (Dokumen Aspakusa Makmur, 2008). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola kemitraan yang terjadi di Aspakusa Makmur Boyolali, mengetahui faktor-faktor yang membentuk persepsi petani mitra terhadap kemitraan dengan Aspakusa Makmur Kabupaten Boyolali, mengetahui persepsi petani mitra terhadap kemitraan dengan Aspakusa Makmur Kabupaten Boyolali, dan mengetahui hubungan antara faktor-faktor pembentuk persepsi petani mitra terhadap kemitraan dengan Aspakusa Makmur Kabupaten Boyolali. METODE PENELITIAN Metode Dasar Penelitian Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Metode deskriptif memusatkan perhatian pada masalah-masalah yang ada
pada saat penelitian dilakukan atau masalah-masalah yang bersifat actual (Nawawi, 1995). Teknik yang digunakan adalah teknik survey. Teknik survey adalah teknik pengumpulan data dari sejumlah unit atau individu dalam waktu yang bersamaan dengan menggunakan beberapa daftar pertanyaan berbentuk kuisioner (Surakhmad, 1994). Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di empat kecamatan di Kabupaten Boyolali yaitu Kecamatan Selo, Ampel, Teras, dan Boyolali Kota. Lokasi ini diambil dengan pertimbangan bahwa lokasi tersebut merupakan lokasi petani mitra Aspakusa Makmur Kabupaten Boyolali. Populasi dan Metode Penentuan Sampel Populasi dan Metode Penentuan Sampel adalah sebagai berikut : (1) Populasi : populasi penelitian ini adalah petani sayuran di Kabupaten Boyolali yang tergabung atau menjalin kemitraan sayuran dengan Aspakusa Makmur yang berjumlah 112 petani, (2) Metode Penentuan Sampel : data yang dianalisis harus menggunakan jumlah sampel yang cukup besar sehingga dapat mengikuti distribusi normal. Sampel yang tergolong sampel besar adalah sampel yang jumlahnya lebih besar atau sama dengan 30 sampel (Singarimbun dan Effendi, 1995). Penelitian ini mengambil responden sebanyak 30 petani yang menjalin kemitraan dengan Aspakusa Makmur tersebut dan pemilihan responden dilakukan dengan metode Cluster proportional random sampling. Cara pengambilan sampel dilakukan dengan cara acak dengan pengembalian. Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah : (1) Data primer, yaitu data yang diperoleh langsung dari responden dengan cara wawancara dengan menggunakan kuisioner, yang meliputi : data identitas petani, faktor-faktor yang
mempengaruhi persepsi petani, dan persepsi petani terhadap kemitraan dengan Aspakusa Makmur Kabupaten Boyolali, (2) Data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari intansi atau lembaga yang terkait. Data tersebut meliputi : data produksi sayuran dari BPS Boyolali dan Profil Aspakusa Makmur Kabupaten Boyolali. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: (1) Observasi, adalah cara pengumpulan data dengan terjun dan melihat langsung ke lapangan terhadap objek yang diteliti (sampel), (2) Wawancara, adalah cara pengumpulan data dengan mengadakan tanya jawab langsung kepada objek yang diteliti atau kepada perantara yang mengetahui persoalan dari objek yang diteliti dengan menggunakan kuisioner, (3) Pencatatan, adalah cara pengumpulan data untuk data sekunder. Metode Analisis Data Hubungan antara faktor-faktor pembentuk persepsi dan persepsi petani terhadap kemitraan sayuran di Aspakusa Makmur Kabupaten Boyolali dihubungkan dalam bentuk skala ordinal, maka Rank digunakan analisis korelasi Spearman (rs). Menurut Sugiyono (1999), Korelasi Rank Spearman digunakan untuk mencari signifikansi hipotesis asosiatif bila masing-masing variabel yang dihubungkan berbentuk ordinal, dan sumber data antar variabel tidak harus sama. Korelasi Rank Spearman dihitung dengan rumus 1. n
rs = 1-
6 di 2 i 1
n(n 2 1)
.........................(1)
dimana, rs = Korelasi Rank Spearman, d1 = selisih ranking variable, dan n = banyak sampel.
Uji tingkat signifikansi menggunakan uji t dengan tingkat kepercayaan 95%, dengan rumus 2.
pelaksanaan kemitraan, dan Y3 = manfaat kemitraan. HASIL DAN PEMBAHASAN
t.hit rs
N 2 .........................(2) 1 rs
Dimana, N = jumlah sampel dan rs = koefisien Korelasi Rank Spearman. Uji kriteria : 1. Jika thitung > ttabel ( = 0,05) maka Ho ditolak, berarti ada hubungan yang signifikan antara faktor pembentuk persepsi dengan persepsi petani terhadap kemitraan sayuran dengan Aspakusa Makmur. 2. Jika thitung < ttabel ( = 0,05) maka Ho diterima, berarti tidak ada hubungan yang signifikan antara faktor pembentuk persepsi dengan persepsi petani terhadap kemitraan sayuran dengan Aspakusa Makmur. Faktor-faktor pembentuk persepsi petani adalah variabel X dimana, X1 = umur (tahun), X2 = pendidikan formal, X3 = pendidikan nonformal, X4 = pengalaman, X5 = pendapatan (rupiah), X6 = lingkungan sosial, X7 = lingkungan ekonomi, sedangkan persepsi petani terhadap kemitraan adalah variabel Y dimana, Y1 = tujuan kemitraan, Y2 =
Kelompok Petani Mitra : Usahatani sayuran
memasok sayuran
Pola Kemitraan di Aspakusa Makmur Pola kemitraan yang terjadi antara petani mitra dan Aspakusa Makmur adalah pola kemitraan dagang umum, namun tidak secara murni karena disertai dengan pengembangan petani. Menurut Sumardjo, (2004), Pola kemitraan ini berlangsung antara perusahaan mitra dengan petani yang tergabung dalam kelompok/koperasi sebagai pemasok, yang menjual produknya (berdasarkan kontrak) ke perusahaan mitra, berdasarkan volume dan bakuan mutu tertentu yang telah disepakati. Pola kemitraan dagang umum antara petani mitra sayuran dengan Aspakusa Makmur di Kabupaten Boyolali dapat dilihat pada Gambar 1. Keunggulan dalam sistem dagang umum adalah kelompk mitra atau berperan sebagai pemasok kebutuhan yang diperlukan perusahaan mitra, sedangkan perusahaan mitra memasarkan produk kelompok mitra ke konsumen. Keuntungan diperoleh dari margin harga dan jaminan harga produk yang diperjualbelikan, serta kualitas produk sesuai dengan kesepakatan pihak yang bermitra.
Sortasi Aspakusa Makmur Gradding
memasarkan
Konsumen Gambar 1. Pola Kemitraan Dagang Umum di Aspakusa Makmur
Packing
Demikian juga yang terjadi di Aspakusa Makmur, petani sayuran adalah sebagai kelompok mitra dan Aspakusa Makmur adalah perusahaan mitranya. Petani mitra bertugas memasok hasil panennya ke Aspakusa Makmur sebagai bahan baku, kemudian Aspakusa Makmur yang bertugas mengolah dan memasarkan dengan mengirimkan sayuran ke berbagai supermarket. Selain itu Aspakusa Makmur juga memberikan penyuluhan atau pendampingan untuk pengembangan petani. Faktor-faktor Pembentuk Persepsi Petani Faktor-faktor pembentuk persepsi petani mitra dalam penelitian ini adalah umur, pendidikan formal, pendidikan nonformal, pendapatan, pengalaman, lingkungan sosial, dan lingkungan ekonomi. Umur Petani Tabel 1. Distribusi Responden Berdasarkan Umur No
Umur Petani
1
25tahun
1
-
0,00
2
26-35 tahun
2
6
20,00
Skor
Jumlah
(%)
3
36-45
3
4
13,33
4
46-55
4
8
26,67
5
56 tahun
5
12
40,00
Sumber : Analisis Data Primer, 2013 Pada Tabel 1. di atas menunjukkan 40% petani mitra sudah berumur lebih dari 56 tahun. Mayoritas petani sudah tergolong dalam usia yang sudah tua tersebut menunjukkan bahwa petani yang sudah tua masih memiliki keinginan untuk mengembangkan usahatani sayurannya dengan mengikuti kemitraan ini. Mereka juga menjadi panutan bagi para petani yang lebih muda. Beberapa responden yang tergolong muda mengatakan bahwa dalam mengikuti kemitraan karena pengaruh dan dukungan dari petani-petani yang sudah tua di sekitar mereka.
Pendidikan Formal Tabel 2. Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan Formal No 1
Pendidikan Petani Tidak Tamat SD
Skor
Jumlah
(%)
1
-
0,00
2
Tamat SD
2
4
13,33
3
Tamat SMP
3
7
23,33
4
Tamat SMA Sederajat
4
19
63,33
5
SMA
5
-
0,00
Sumber : Analisis Data Primer, 2013 Tabel 2. di atas menunjukkan mayoritas pendidikan petani mitra adalah tamat SMA sederajat yaitu ada 63,33%. Menurut Sarwono (2010), persepsi seseorang dipengaruhi oleh harapan, sedangkan harapan seorang yang berpendidikan tinggi pasti berbeda dengan harapan seorang yang berpendidikan rendah, sehingga persepsi merekapun juga berbeda. Latar belakang pendidikan petani mitra ini membuat mereka mempunyai kemampuan dan keinginan untuk mengembangkan usahataninya dengan salah satu caranya menjalin kemitraan dengan Aspakusa Makmur ini. Pendidikan Nonformal Tabel 3. Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan Nonformal Pendidikan Nonformal Petani
Skor
Jumlah
(%)
1
Tidak pernah
1
-
0,00
2
Satu kali
2
6
20,00
3
Dua kali
3
14
46,67
4
Tiga kali
4
10
33,33
5
4 kali
5
-
0,00
No
Sumber : Analisis Data Primer, 2013 Pendidikan nonformal petani dalam penelitian ini dikelompokkan berdasarkan frekuensi petani responden mengikuti
kegiatan penyuluhan pertanian yang dilakukan di daerahnya. Mayoritas petani mitra datang penyuluhan dua kali dalam semusim yaitu sebanyak 46,67%. Petani mitra cukup antusias atau rajin dalam mengikuti penyuluhan. Materi-materi yang sering mereka dapat adalah budidaya hortikultura yang baik, budidaya brokoli, dan pemupukan yang baik. Mereka merasa dengan adanya penyuluhan-penyuluhan ini sangat membantu mereka dalam meningkatkan pengetahuan dan mengembangkan usahatani mereka. Pengalaman Tabel 4. Distribusi Responden Berdasarkan Pengalaman Pengalaman Petani
Skor
Jumlah
(%)
1
Belum pernah
1
16
53,33
2
Satu kali
2
14
46,67
3
Dua kali
3
-
0,00
4
Tiga kali
4
-
0,00
5
4 kali
5
-
0,00
No
Sumber : Analisis Data Primer, 2013 Pada Tabel 4. menunjukkan dari 53,33% responden belum pernah melakukan kemitraan sebelumnya. Responden dari Kecamatan Selo sebelumnya pernah menjalin kemitraan sayuran dengan Kelompok Agribisbis di Suropadan dan beberapa responden dari Kecamatan Teras sebelumnya pernah bermitra dengan Perusahaan Surya Mentari Jakarta yang merupakan perusahaan benih jagung. Kemitraan petani jagung di Kecamatan Teras dengan Perusahaan Surya Mentari sudah berhenti karena memang kontrak yang dilakukan oleh kedua pihak sudah selesai. Sekarang mereka memilih menjalin kemitraan dengan Aspakusa Makmur dengan berbagai alasan seperti : dekat dengan rumah dan persyaratan yang tidak rumit.
Pendapatan Tabel 5. Distribusi Responden Berdasarkan Pendapatan Usaha Tani Sayuran dalam Satu Musim Tanam
No
1 2 3 4 5
Pendapatan Petani per Satu Musim Tanam (4bulan)
Skor
Jumlah
(%)
1
-
0,00
2
2
6,67
3
6
20,00
4
13
43,33
5
9
30,00
Rp1.000.000 Rp1.000.0002.000.000 Rp2.000.0003.000.000 Rp3.000.0004.000.000 >Rp4.000.000
Sumber : Analisis Data Primer, 2013 Tabel 5. di atas menunjukkan dari 30 responden petani mitra, mayoritas adalah berpendapatan antara Rp 3.000.000 - Rp4000.000 dalam satu musim tanam yaitu 43,33%. Pendapatan responden dipengaruhi oleh luas lahan yang mereka miliki untuk diusahakan komoditas sayuran. Namun, responden menilai selama menjalin kemitraan pendapatan mereka cukup meningkat, jadi peningkatan pendapatan yang mereka dapat ini membuat mereka merasa kemitraan dengan Aspakusa Makmur ini cukup baik dan bermanfaat bagi pendapatan mereka. Lingkungan Sosial Tabel 6. Distribusi Responden Berdasarkan Lingkungan Sosial No
Lingkungan Sosial
Jumlah
(%)
1
Sangat tidak mendukung
-
0,00
2
Tidak mendukung
-
0,00
3
Cukup mendukung
9
30,00
4
Mendukung
20
66,67
5
Sangat mendukung
1
3,33
Sumber : Analisis Data Primer, 2013
Dalam penelitian ini lingkungan sosial petani adalah kerabat, tetangga, dan anggota kelompok tani. Pada Tabel 6. diatas terlihat 66,67% responden menilai bahwa lingkungan sosial mendukung mereka untuk menjalin kemitraan dengan Aspakusa Makmur. Responden menilai salah satu faktor yang mempengaruhi keputusan responden untuk menjalin kemitraan dengan Aspakusa Makmur selama ini adalah dipengaruhi oleh lingkungan sosial yang mendukung mereka. Lingkungan Ekonomi Tabel 7. Distribusi Responden Berdasarkan Lingkungan Ekonomi No 1
Lingkungan Ekonomi Sangat tidak mendukung
Jumlah
(%)
-
0,00
-
0,00
2
Tidak mendukung
3
Cukup mendukung
16
53,33
4
Mendukung
14
46,67
5
Sangat mendukung
-
0,00
Sumber : Analisis Data Primer, 2013 Lingkungan ekonomi dalam penelitian ini adalah berupa sarana perekonomian meliputi harga sarana produksi, lokasi ketersediaan sarana produksi, jumlah sarana produksi, dan ketersediaan pasar sayuran sebelum petani bermitra dengan Aspakusa Makmur.Pada Tabel 7. terlihat dari distribusi 30 responden, 46,67% beranggapan bahwa lingkungan ekonomi di sekitarnya mendukung dan 53,33% beranggapan mendukung. Ini berarti motivasi petani dalam menjalin kemitraan dengan Aspakusa Makmur bukan untuk memperbaiki lingkungan ekonominya melainkan untuk meningkatkan lingkungan ekonomi yang mereka anggap sudah baik.
Persepsi Petani Terhadap Kemitraan Persepsi Petani Terhadap Tujuan Kemitraan Tabel 8. Distribusi Responden Berdasarkan Persepsi Petani Terhadap Tujuan Kemitraan No 1
Persepsi Petani Terhadap Tujuan Kemitraan
Jumlah
(%)
-
0,00
Sangat buruk
2
Buruk
-
0,00
3
Cukup baik
16
53,33
4
Baik
14
46,67
5
Sangat baik
-
0,00
Sumber : Analisis Data Primer, 2013 Pada Tabel 8. di atas terlihat dari distribusi 30 responden 53,33% berpersepsi cukup baik. Responden mempunyai persepsi yang cukup baik karena mereka cukup percaya bahwa Aspakusa Makmur akan dapat mewujudkan tujuan kemitraan, sehingga mereka mengikuti kemitraan dengan tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan, meningkatkan pengetahuan, meningkatkan kualitas sayuran mereka, dan memperluas pasar. Persepsi Petani Terhadap Pelaksanaan Kemitraan Tabel 9. Distribusi Responden Berdasarkan Persepsi Petani Terhadap Pelaksanaan Kemitraan No 1
Persepsi Petani Terhadap Pelaksanaan Kemitraan Sangat buruk
2
Buruk
3
Cukup Baik
4 5
Jumlah -
(%) 0,00
-
0,00
26
86,67
Baik
4
13,33
Sangat baik
-
0,00
Sumber : Analisis Data Primer, 2013 Pada Tabel 9. di atas menunjukkan bahwa 86,67% responden mempunyai persepsi cukup baik. Jadi dalan menjalani
kemitraan selama ini para responden sudah cukup puas dengan jalannya pelaksanaan kemitraan. Petani mitra menilai bahwa pelatihan, kegiatan pemasaran, penentuan harga, kerjasama dengan supermarket, dan penjualan sayuran langsung ke konsumen yang dilakukan oleh Aspakusa Makmur selama ini sudah berjalan baik. Namun responden mempunyai persepsi yang kurang baik terhadap pelaksanaan kemitraan karena persyaratan budidaya teknis serta sortasi yang ketat dan dengan standar kualitas tinggi yang dilakukan oleh Aspakusa Makmur. Persepsi Petani Terhadap Manfaat Kemitraan Tabel 10. Distribusi Responden Berdasarkan Persepsi Petani Terhadap Manfaat Kemitraan No 1
Persepsi Petani Terhadap Manfaat Kemitraan Sangat buruk
Jumlah
(%)
-
0,00
2
Buruk
-
0,00
3
Cukup baik
11
36,67
4
Baik
19
63,33
5
Sangat baik
-
0,00
Sumber : Analisis Data Primer, 2013 Pada Tabel 10. di atas terlihat dari distribusi 30 responden 63,33% mempunyai persepsi yang baik terhadap manfaat kemitraan. Responden berpersepsi bahwa mereka sudah mendapatkan manfaat-manfaat dari kemitraan mereka dengan Aspakusa Makmur walaupun tidak terlalu signifikan. Hubungan Antara Faktor-faktor Pembentuk Persepsi Petani dengan Persepsi Petani Terhadap Kemitraan Hubungan antara faktor-faktor pembentuk persepsi petani dengan persepsi petani terhadap kemitraan dapat dilihat pada Tabel 11.
Hubungan Antara Umur dengan Persepsi Petani terhadap Kemitraan Umur responden dengan persepsi petani terhadap manfaat kemitraan memiliki hubungan yang signifikan dengan nilai rs = -0,579 dan thitung = 3,758 > ttabel dengan hubungan secara terbalik. Sebagian petani yang tua merasakan belum menerima manfaat yang besar terhadap kemitraan ini, mereka ingin mendapat manfaat lebih besar dari yang mereka dapatkan sekarang dalam hal peningkatan pendapatan, pengetahuan, kualitas produk maupun pasar. Berbeda dengan petani mitra yang tua, petani mitra yang masih muda berpersepsi bahwa manfaat yang mereka dapat dari kemitraan ini sudah baik. Sedangkan umur tidak berhubungan signifikan dengan tujuan dan pelaksanaan kemitraan, berarti petani yang tua maupun muda mempunyai persepsi yang sama terhadap tujuan dan pelaksanaan kemitraan. Hubungan Antara Pendidikan Formal Petani dengan Persepsi Petani Terhadap Kemitraan Hubungan antara pendidikan formal responden dengan persepsi petani terhadap tujuan kemitraan mempunyai nilai rs = 0,059 dengan thitung = 0,313, hubungan antara pendidikan formal responden dengan persepsi petani terhadap pelaksanaan kemitraan mempunyai nilai rs = 0,119 dengan thitung = 0,634, dan hubungan antara pendidikan formal responden dengan persepsi petani terhadap manfaat kemitraan mempunyai nilai rs = 0,149 dengan thitung = 0,797. Hasil diatas menunjukkan bahwa ketiga nilai thitung > ttabel, sehingga antar variabel tersebut tidak berhubungan secara signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa perbedaan jenjang pendidikan petani tidak mempengaruhi persepsi mereka terhadap kemitraan.
Tabel 11. Hubungan Antara Faktor-faktor Pembentuk Persepsi Petani dengan Persepsi Petani Terhadap Kemitraan Persepsi Petani Terhadap Kemitraan (Y) Tujuan (Y1)
X Rs
thitung
Pelaksanaan (Y2)
ttabel
thitung
rs
Manfaat (Y3)
ttabel
rs **
thitung
ttabel
X1
-0,162
0,867
2,042
-0,250
1,366
2,042
-0,579
3,758
2,042
X2
0,059
0,313
2,042
0,119
0,634
2,042
-0,149
0,797
2,042
X3
0,017
0,090
2,042
0,221
1,199
2,042
0,156
0,836
2,042
*
X4
0,063
0,334
2,042
0,419
2,442
2,042
0,157
0,841
2,042
X5
-0,168
0,902
2,042
0,049
0,260
2,042
-0,094
0,500
2,042
X6
-0,155
0,830
2,042
0,021
0,111
2,042
-0,107
0,570
2,042
X7
0,464**
2,772
2,042
0,223
1,200
2,042
0,296
1,640
2,042
Keterangan : thitung > ttabel = Ada hubungan yang signifikan α = 5%, Signifikasi 95% * = Signifikan ** = Sangat signifikan X = Faktor pembentuk persepsi petani mitra X1 = Umur
Sumber : Analisis Data Primer, 2013 Hubungan Antara Pendidikan Nonformal Petani dengan Persepsi Petani Terhadap Kemitraan Hubungan antara pendidikan nonformal responden dengan persepsi petani terhadap tujuan kemitraan mempunyai nilai rs = 0,017 dengan thitung = 0,090, hubungan antara pendidikan nonformal responden dengan persepsi petani terhadap pelaksanaan kemitraan mempunyai nilai rs = 0,221 dengan thitung = 1,199, dan hubungan antara pendidikan nonformal responden dengan persepsi petani terhadap manfaat kemitraan mempunyai nilai rs = 0,156 dengan thitung 0,836. Hasil diatas menunjukkan bahwa ketiga nilai thitung > ttabel, sehingga antar variabel tersebut tidak berhubungan secara signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa perbedaan pendidikan nonformal petani tidak mempengaruhi persepsi mereka terhadap kemitraan. Intensitas kedatangan petani mitra terhadap penyuluhanpenyuluhan yang diadakan di daerahnya dalam satu musim tanam tidak berpengaruh terhadap persepsi mereka
X2 X3 X4 X5 X6 X7
= Pendidikan formal = Pendidikan nonformal = Pengalaman = Pendapatan = Lingkungan Sosial = Lingkungan ekonomi
terhadap kemitraan karenak mayoritas materi penyuluhan tidak ada kaitannya dengan kemitraan yang mereka jalani ini. Hubungan Antara Pengalaman Petani dengan Persepsi Petani Terhadap Kemitraan Pengalaman responden dan persepsi petani terhadap pelaksanaan kemitraan memiliki hubungan yang signifikan dengan nilai rs = 0,419 dan thitung = 2,442 > ttabel, dengan hubungan secara searah. Hal ini menunjukkan bahwa perbedaan pengalaman petani mempengaruhi persepsi mereka terhadap pelaksanaan kemitraan. Responden yang belum berpengalaman dalam menjalin kemitraan sebelumnya sedikit lebih mengalami kesulitan dalam melaksanakan kemitraan dengan Aspakusa Makmur ini, sehingga responden yang belum berpengalaman mayoritas mempunyai persepsi yang cukup terhadap pelaksanaan kemitraan. Sedangkan, petani yang sudah berpengalaman menjalin kemitraan satu kali sebelumnya merasa lebih mudah dalam melaksanakan kemitraan dengan
Aspakusa Makmur karena sudah agak terbiasa, sehingga responden yang sudah berpengalaman mempunyai persepsi yang baik terhadap pelaksanaan kemitraan dari Aspakusa Makmur ini. Hubungan Antara Pendapatan Petani dengan Persepsi Petani Terhadap Kemitraan Hubungan antara pendapatan responden dengan persepsi petani terhadap tujuan kemitraan mempunyai nilai rs = 0,168 dengan nilai thitung = 0,902, hubungan antara pendapatan responden dengan persepsi petani terhadap pelaksanaan kemitraan mempunyai nilai rs = 0,049 dengan thitung = 0,260, dan hubungan antara pendapatan responden dengan persepsi petani terhadap manfaat kemitraan mempunyai nilai rs = -0,094 dengan thitung = 0,500. Hasil diatas menunjukkan bahwa ketiga nilai thitung > ttabel, sehingga antar variabel tersebut tidak berhubungan secara signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa perbedaan pendapatan petani dari mengusahakan sayuran selama satu musim tanam tidak mempengaruhi persepsi mereka terhadap tujuan kemitraan, hal ini dikarenakan bahwa petani mitra yang berpendapatan rendah ataupun tinggi mempunyai tujuan yang sama dalam mengikuti kemitraan ini yaitu ingin lebih meningkatkan pendapatannya lagi. Para responden juga meyakini bahwa pendapatan mereka akan bertambah jika menjalin kemitraan dengan Aspakusa Makmur. Hubungan Antara Lingkungan Sosial Petani dengan Persepsi Petani Terhadap Kemitraan Hubungan antara lingkungan sosial responden dengan persepsi petani terhadap tujuan kemitraan mempunyai nilai rs = -0,155 dengan nilai thitung = 0,830, hubungan antara lingkungan sosial responden dengan persepsi petani terhadap pelaksanaan kemitraan mempunyai nilai rs = 0,021 dengan thitung = 0,111, dan
hubungan antara lingkungan sosial responden dengan persepsi petani terhadap manfaat kemitraan mempunyai nilai rs = 0,107 dengan thitung = 0,570. Hasil diatas menunjukkan bahwa ketiga nilai thitung > ttabel, sehingga antar variabel tersebut tidak berhubungan secara signifikan. Dalam mengambil keputusan responden mengaku dipengaruhi oleh dukungan dari lingkungan sosial di sekitar mereka, namun responden tetap mempunyai penilaian sendiri terhadap tujuan dari kemitraan yang mereka jalani. Hubungan Antara Lingkungan Ekonomi Petani dengan Persepsi Petani Terhadap Kemitraan Lingkungan ekonomi responden dan persepsi petani terhadap tujuan kemitraan memiliki hubungan yang signifikan dengan nilai rs = 0,464 dan thitung = 2,772 > ttabel, dengan hubungan secara searah. Hal ini berarti responden yang memiliki lingkungan ekonomi yang cukup mendukung mempuyai persepsi yang cukup terhadap tujuan kemitraan, sedangkan responden yang memiliki lingkungan ekonomi yang mendukung mempuyai persepsi yang baik terhadap tujuan kemitraan. Hal ini berarti responden yang memiliki lingkungan ekonomi yang lebih mendukung juga lebih yakin terhadap tujuan kemitraan yang mereka jalani. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: Pola kemitraan yang terjadi antara petani mitra dan Aspakusa Makmur adalah pola kemitraan dagang umum yang disertai dengan kegiatan pengembangan petani yang berupa pelatihan dan pendampingan. Faktor-faktor pembentuk persepsi petani mitra Aspakusa Makmur di Kabupaten Boyolali adalah : mayoritas umur responden tergolong tua yaitu lebih dari 56 tahun, mayoritas
pendidikan formal responden adalah lulusan SMA sederajat, mayoritas pendidikan nonformal responden dilihat dari frekuensi mengikuti penyuluhan dan pelatihan dalam satu musim tanam adalah datang dua kali penyuluhan atau pelatihan, mayoritas responden belum memiliki pengalaman menjalin kemitraan sebelum bermitra dengan Aspakusa Makmur, mayoritas pendapatan responden dalam mengusahakan usahatani sayuran untuk satu musim tanam adalah antara Rp3.000.000- Rp4.000.000,00, lingkungan sosial di sekitar petani mitra mendukung mereka untuk menjalin kemitraan dengan Aspakusa Makmur , lingkungan ekonomi di sekitar petani mitra cukup mendukung untuk mengusahakan usahatani sayurannya dari ketersediaan, waktu mendapatkan saprodi dan ketersediaan pasar. Persepsi petani mitra terhadap kemitraan dengan Aspakusa Makmur adalah : mayoritas persepsi petani terhadap tujuan kemitraan adalah cukup baik. Petani mitra cukup percaya bahwa Aspakusa Makmur akan dapat mewujudkan tujuan kemitraan ini, mayoritas persepsi petani terhadap pelaksanaan kemitraan adalah cukup baik. Petani mitra beranggapan bahwa jalannya kemitraan selama ini seperti pelatihan, penentuan harga, pemasaran, dan penjualan langsung ke konsumen yang dilakukan oleh Aspakusa Makmur sudah berjalan baik, namun beberapa petani menilai masih mengalami kesulitan dalam meningkatkan kualitas sayuran dan dalam menembus sortasi, mayoritas persepsi petani terhadap manfaat kemitraan adalah baik. Petani merasa sudah menerima manfaat dari kemitraan dengan Aspakusa Makmur yang mereka jalani selama ini seperti : peningkatan pendapatan, pengetahuan dan kualitas hasil panen sayuran mereka, walaupun manfaat yang mereka rasakan belun terlalu besar. Hubungan antara faktor pembentuk persepsi petani dengan persepsi petani terhadap kemitraan sayuran dengan
Aspakusa Makmur Kabupaten Boyolali adalah : umur berhubungan signifikan terhadap manfaat kemitraan, pendidikan formal tidak berhubungan signifikan terhadap kemitraan, pendidikan nonformal tidak berhubungan signifikan terhadap kemitraan, pengalaman berhubungan signifikan terhadap pelaksanaan kemitraan, pendapatan tidak berhubungan signifikan terhadap kemitraan, lingkungan sosial tidak berhubungan signifikan terhadap kemitraan, lingkungan ekonomi berhubungan signifikan terhadap tujuan kemitraan. Saran Berdasarkan kesimpulan hasil penelitian dapat diajukan saran sebagai berikut : Aspakusa Makmur dapat bekerja sama dengan pemerintah Kabupaten Boyolali untuk : memberikan penyuluhan atau pelatihan kepada petani mitra secara lebih intensif agar petani dapat meningkatkan kualitas sayurannya, sehingga hasil panen yang lolos sortasi semakin banyak dan pada akhirnya akan berdampak terhadap peningkatan pendapatan petani sayuran dan meningkatkan volume usaha serta menambah kerjasama dengan banyak supermarket lagi supaya jumlah sayuran yang dibeli dari petani mitra meningkat atau dapat menambah jumlah petani mitra. DAFTAR PUSTAKA BPS Boyolali. 2011. Boyolali Dalam Angka. Badan Pusat Statistik. Boyolali. Nawawi, H. 1995. Metode Penelitian Bidang Sosial. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Singarimbun, M dan Effendi, S.I. 1995. Metode Penelitian Survey. LP3ES. Jakarta. Sugiyono. 1999. Statistik Non parametik Untuk Penelitian. CV Alfabeta. Bandung.
Sumardjo, J. 2004. Teori dan Praktek Agribisnis. Penebar Swadaya. Jakarta. Surakhmad, W. 1994. Pengantar Penelitihan Ilmiah Dasar, Metode dan Teknik. Tarsito. Bandung Williams, C.N. 1993. Vegetable Production In The Tropics. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta