ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY. R DENGAN ISOLASI SOSIAL

Download Data yang muncul pada saat pengkajian adalah isolasi sosial: menarik diri. Masalah keperawatan yang ditemukan pada klien diantaranya: isola...

0 downloads 386 Views 418KB Size
ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY. R DENGAN ISOLASI SOSIAL: MENARIK DIRI AKIBAT SKIZOFRENIA DI RUANG TANJUNG BLUD RUMAH SAKIT UMUM KOTA BANJAR

KARYA TULIS ILMIAH Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat dalam Menyelesaikan Pendidikan Program Diploma III Keperawatan di STIKes Muhammadiyah Ciamis

Disusun oleh :

REINAL DI PRAWIR A SUDR AJAT NIM : 13DP277041

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN C I AM I S 2016

STIKesMuhammadiyahCiamis Program Studi D.III Keperawatan

ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY. R DENGAN ISOLASI SOSIAL: MENARIK DIRI AK IB AT SK IZOFRENIA D I RU ANG T ANJUNG BLUD RUMAH SAKIT UMUM KOTA BANJAR Reinaldi Prawira Sudrajat NIM: 13DP277041 INTISARI Karya tulis ini dilatarbelakangi oleh adanya penderita gangguan jiwa di Ruang Tanjung Rumah Sakit Umum Kota Banjar dari bulan Januari 2014 sampai dengan Juni 2016 didapatkan data yang paling sering muncul diagnosa gangguan jiwa adalah kasus skizofrenia yaitu sebanyak 210 kasus. Dari kasus gangguan jiwa yang diakibatkan skizofrenia muncul isolasi sosial: menarik diri yang dapat mengakibatkan terganggunya pemenuhan kebutuhan dasar, sehingga perlu segera mendapatkan perawatan secara komprehensif. Tujuan dalam penulisan ini adalah: untuk memperoleh pengalaman secara nyata dalam melaksanakan asuhan keperawatan langsung dan komprehensif meliputi aspek bio-psiko-sosio-spiritual dengan pendekatan proses keperawatan pada klien dengan isolasi sosial: menarik diri. Metode yang digunakan dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini adalah metode deskriptif yang berbentuk studi kasus dengan menggunakan pendekatan proses asuhan keperawatan dengan cara observasi, wawancara, studi literatur dan studi dokumentasi. Hasil dari pengkajian klien kurang kooperatif dalam mengemukakan semua perasaan dan masalahnya. Data yang muncul pada saat pengkajian adalah isolasi sosial: menarik diri. Masalah keperawatan yang ditemukan pada klien diantaranya: isolasi sosial: menarik diri. Penulis melakukan tindakan bina hubungan saling percaya, identifikasi masalah, identifikasi aspek positif yang dimiliki klien, nilai kemampuan yang dapat dilakukan saat ini, pilih kemampuan yang akan dilatih, nilai kemampuan pertama yang telah dipilih, pilih kemampuan ke dua yang dapat dilaksanakan, pilih kemampuan ke tiga yang dapat dilakukan dan masukan dalam jadwal kegiatan pasien. Kesimpulan dalam penulis melakukan tindakan asuhan keperawatan pada klien dilakukan dengan cara wawancara dengan klien secara langsung, karena klien bersikap kooperatif dalam tahap pelaksanaan tidak ditemukan perbedaan antara teori dengan kenyataan di lapangan, dan penulis tidak mendapat hambatan dalam melakukan SP, serta tidak ada hambatan pada SP keluarga karena pihak keluarga kooperatif. Untuk ilmu keperawatan sebaiknya dalam memberikan asuhan keperawatan terhadap klien perlu diperhatikan catatan pengkajian yang sistematis untuk perawat.

92 Halaman, IV Bab, 7 Tabel, 2 Gambar Kata Kunci: Asuhan Keperawatan Isolasi Sosial: Menarik Diri Daftar Pustaka 12 buah (2005 – 2014)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Proses keperawatan pada klien dengan masalah kesehatan jiwa merupakan tantangan yang unik karena masalah keperawatan jiwa mungkin tidak dapat dilihat langsung, seperti pada masalah kesehatan fisik yang memperlihatkan berbagai macam gejala dan disebabkan oleh berbagai hal (Erlinafsiah, 2010). Penelitian World Health Organization (WHO) atau Badan Kesehatan Dunia 2014 itu menunjukkan hampir 3/4 beban global penyakit neuropsikiatrik didapati berpenghasilan rendah dan menengah ke bawah. WHO memperkirakan tidak kurang dari 450 juta penderita mengalami gangguan mental, sekitar 10% orang dewasa mengalami gangguan jiwa saat ini, 25% diperkirakan akan mengalami gangguan jiwa tpada usia tertentu. Gangguan jiwa yang mencapai 13%, kemungkinan akan berkembang 25% pada tahun 2030, menurut survey saat ini gangguan jiwa ditemukan sebanyak 450 juta orang di dunia terdiri dari 150 juta depresi, 90 juta gangguan penggunaan zat dan alkohol, 38 juta epilepsi, 25 juta skizofrenia, serta hampir 1 juta melakukan bunuh diri setiap tahun. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2014 menyebutkan terdapat 1 juta jiwa pasien gangguan jiwa berat dan 19 juta pasien gangguan jiwa ringan 1

2

di Indonesia. Prevalensi ganguan mental emosional seperti gangguan kecemasaan dan depresi tercatat sebesar 11,6 % dari 150 juta populasi orang dewasa di Indonesia, berdasarkan data Departemen Kesehatan (Depkes), ada 1,74 juta orang mengalami gangguan mental emosional. Sedangkan 4% dari jumlah tersebut terlambat berobat dan tidak tertangani akibat kurangnya layanan untuk penyakit kejiwaan ini. Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat menunjukan jumlah penderita gangguan jiwa di Jawa Barat melonjak tajam. Pada tahun 2014 tercatat 296.943 orang yang mengalaminya sedangkan berdasarkan hasil pendataan tim Dinkes Jabar pada 2015, jumlah penderita gangguan jiwa mencapai 465.975 orang. Terus meningkatnya kasus jiwa dikarnakan semakin kompleknya masalah

kehidupan

yang

bermacam-macam

diantaranya

masalah

ekonomi, makanan seperti Allah SWT berfirman dalam surat al-Baqoroh ayat 155:



Artinya:”Dan

sungguhnya

akan

Kami

berikan

cobaan

kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-

3

orang yang sabar”.

Dari ayat diatas kita

dapat menyimpulkan

bahwa Alloh akan memberikan ujian dan cobaan kepada

setiap

hamba-Nya dengan berbagai macam bentuk diantaranya dengan rasa takut, gelisah hatinya, kelaparan, serta ke kurangan makanan dan kematian. Dalam menghadapi ujian dan cobaan tersebut manusia dianjurkan untuk bersabar. Berdasarkan catatan yang penulis dapatkan dari Dinas Kesehatan Kota Banjar penderita gangguan jiwa pada tahun 2014 tercatat ada 156 kasus. Rincian dari kasus tersebut diantaranya Mental Organik sebanyak 19 kasusdan 179 kasus skizoprenia. Dan pada tahun 2016

dari bulan Januari – Mei tercatat dari tiap-tiap

puskesmas yang berada di Kota Banjar, 19 kasus yang sudah tercatatdan 191 kasus melakukan pengobatan secara berkala. Berdasarkan catatan dan pelaporan di Ruang Tanjung Rumah Sakit Umum Kota Banjar yang dirawat inap dalam periode tahun 2014 sampai dengan Mei 2016 dapat dilhat pada tabel 1.1 di bawahini. Tabel 1.1 Daftar Penderita Gangguan Jiwa di RSU Kota Banjar Periode Januari 2014-Juni 2016 No 1 2 3

Diagnosa Skizofrenia Depresi Retardasi Mental Jumlah

2014 48 18 0 66

TAHUN 2015 Juni 2016 63 31 32 16 0 2 95 49

Jumlah 111 66 2 179

4

Sumber :CatatanRekamMedik RSU Kota Banjar Dari tabel 1.1 dapat dilihat bahwa klien penderita gangguan jiwa di RSU Kota Banjar dari tahun 2014 sampai bulan Januari-Juni 2016 mengalami peningkatan sebesar 57% per

tahun, menurut Maramis

(2005) gejala skizofrenia terdiri dari gejala primer muncul kelainan atau gangguan afek, emosi, kemauan dan gangguan psikomotor yang kelainannya tersebut terakumulasi dalam gangguan isolasi sosial: menarik diri. Isolasi sosial merupakan upaya klien untuk menghindar iinteraksi dengan orang lain, menghindari hubungan dengan orang lain maupun komunikasi dengan orang lain (Yosep, 2011: 229). Dampak dari isolasi sosial: menarik diri dapat terganggu dalam pemenuhan kebutuhan dasar, diantaranya kebutuhan makan-minum, dan istirahat. Jika masalah tersebut tidak segera diatasi akan menimbulkan datangnya masalah lainnya. Oleh karena untuk mengatasi resiko tersebut diperlukan asuhan keperawatan yang bermutu berdasarkan hasil kajian ilmiah dengan menggunakan metode komunikasi terapeutik. Selain pendekatan asuhan keperawatan jiwa, untuk mengatasi masalah kejiwaan tersebut Allah telah berfirman dalam Q.S. Al - Imran ayat 164 :

5

Artinya: Sungguh Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus di antara mereka seorang rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka alkitab dan al-hikmah. Dan sesungguhnya sebelum (keadaan nabi) itu, mereka adalah benar-benar dalam kesesatan yang nyata (Q.S. Al-Imran: 164). Berdasarkan ayat di atas kita dapat menyimpulkan bahwa Alloh telah telah menciptakan Rasul ataupun Nabi untuk mengajarkan umat manusia, membersihkan hati manusia serta meluruskan jalan umat manusia. Berdasarkan uraian di atas dibuatlah Karya Tulis Ilmiah dengan judul “Asuhan Keperawatan pada NY.R dengan Isolasi Sosial : Menarik Diri Akibat Skizofrenia di Ruang Tanjung BLUD Rumah Sakit Umum Kota Banjar” dengan harapan dapat membuat asuhan keperawatan yang lebih baik dan komprehensif

6

B. Tujuan Penulisan 1. Tujuan Umum Memberikan asuhan keperawatan secara komprehensif meliputi aspek bio-psiko-sosio-spiritual dengan pendekatan proses keperawatan pada klien dengan Isolasi Sosial: Menarik Diri berdasarkan ilmu dan kiat keperawatan dengan menggunakan pola pikir ilmiah, sehingga klien dapat hidup mandiri. 2. Tujuan Khusus a. Dapat melakukan pengkajian fisik, psikologis, sosial dan spiritual sehingga dihasilkan masalah keperawatan. b. Dapat menentukan diagnosa keperawatan sesuai dengan prioritas masalah klien dengan Isolasi Sosial. c. Dapat menyusun rencana tindakan keperawatan kepada klien dengan Isolasi Sosial. d. Dapat melaksanakan tindakan keperawatan pada klien dengan rencana tindakan keperawatan. e. Dapat melakukan evaluasi asuhan keperawatan pada klien dengan isolasi sosial.

C. Metode Telaahan Metode telaahan yang digunakan dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini adalah metode studi kasus dengan pendekatan proses keperawatan. Adapun teknik pengumpulan yang penulis gunakan adalah sebagai berikut : 1. Observasi

7

Data yang dikumpulkan diperoleh dengan mengamati secara langsung perilaku dan keadaan klien untuk memperoleh data objektif tentang masalah kesehatan keperawatan penyakit klien, perjalanan penyakit, respon emosional klien pada saat diwawancara. 2. Wawancara Pengumpulan data dengan melakukan tanya jawab langsung kepada klien atau keluarga mengenai riwayat penyakit klien, perjalanan penyakit, respon emosional klien pada saat wawancara. 3. Studi Literatur Melalui bahan-bahan kajian atau buku untuk mendapatkan teori-teori yang dihubungkan dengan masalah sesuai dengan yang dihadapi pada klien dengan isolasi sosial. 4. Studi Dokumentasi Pengumpulan data dengan mempelajari data khusus klien dengan catatan-catatan yang berhubungan dengan klien yaitu isolasi sosial. D. Sistematika Penulisan Dalam penyusunan karya tulis ini penulis menggunakan sistematika penulisan sebagai berikut : BAB I : PENDAHULUAN, terdiri dari latar belakang masalah, tujuan penulisan, metode telaahan dan sistematika penulisan. BAB II : TINJAUAN TEORITIS, terdiri dari Skizofrenia mencakup definisi, etiologi, gejala, jenis faktor predisposisi dan faktor presipitasi skizofrenia, serta mencakup tentang definisi Isolasi Sosial, tanda dan gejala, karakteristik perilaku,

8

rentang respon sosial, etiologi, dampak gangguan Isolasi Sosial akibat skizofrenia terhadap kebutuhan dasar manusia dan asuhan keperawatan meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. BAB III : TINJAUAN KASUS DAN PEMBAHASAN, berisi laporan pelaksanaan asuhan keperawatan dengan sistem dokumentasi proses keperawatan yang meliputi pengkajian yang di dalamnya berisi pengumpulan data, analisa data dan diagnosa

keperawatan

dilanjutkan

dengan

proses

keperawatan

dengan

perencanaan dan catatan perkembangan, sedangkan pembahasan mencakup pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. BAB IV :

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI, berisi tentang kesimpulan yang

ditarik dari pembahasan kondisi nyata di lapangan sedangkan rekomendasi berisi tentang solusi dan saran tentang penyelesaian masalah yang muncul.

BAB II TINJAUAN TEORITIS

A. Konsep Dasar Dalam sub bab ini akan dibahas tentang Skizofrenia sebagai sumber diagnosis gangguan jiwa, yang mengakibatkan munculnya Isolasi Sosial : Menarik Diri. 1. Skizofrenia a. Definisi Skizofrenia

sebagai

penyakit

neurologis

yang

mempengaruhi persepsi klien, cara berpikir, bahasa, emosi, dan perilaku sosial. Di dalam otak yang terserang Skizofrenia, terdapat kesalahan atau kerusakan pada sistem komunikasi tersebut. (Iyus Yosef, 2009: 211). Pada sebelum

penyakit

waktunya,

ini

terjadi

sebab

itu

kemunduran

intelegensi

dinamakan:

demensia

(kemunduran intelegensi) Prekox (muda sebelum waktunya) (Maramis, 2005: 215)

.

9

10 b. Etiologi 1) Keturunan Telah

dibuktikan

dengan

penelitian

kesakitan bagi saudara tiri 0,9-1,8 %,

bahwa

angka

bagi saudara

kandung 7-15 %, bagi anak dengan salah satu orang tua yang menderita Skizofrenia 40-68 %, kembar 2 telur 2-15 % dan kembar satu telur 61-86 % (Maramis, 2005 : 215). 2) Endokrin Teori timbulnya

ini

dikemukakan

Skizofrenia

berhubung

pada

waktu

dengan

sering

pubertas,

waktu

kehamilan atau puerperium dan waktu klimakterium, tetapi teori ini tidak dapat dibuktikan. 3) Metabolisme Teori ini didasarkan karena penderita Skizofrenia tampak pucat, tidak sehat, ujung extremitas agak sianosis, nafsu makan berkurang dan berat badan menurun serta pada penderita dengan stupor katatonik konsumsi zat asam menurun. Hipotesa ini masih dalam pembuktian dengan pemberian obat halusinogenik.

11 4) Susunan saraf pusat Penyebab Skizofrenia diarahkan pada kelainan SSP yaitu pada diensefalon atau kortek otak, tetapi kelainan patologis

yang

ditemukan

mungkin

disebabkan

oleh

perubahan postmortem atau merupakan artefakt pada waktu membuat sediaan. 5) Teori Adolf Meyer : Skizofrenia tidak disebabkan oleh penyakit badaniah sebab hingga sekarang tidak dapat ditemukan kelainan patologis anatomis atau fisiologis yang khas pada SSP tetapi Meyer mengakui bahwa suatu suatu konstitusi yang inferior atau penyakit badaniah dapat mempengaruhi timbulnya

Skizofrenia.

Menurut

Meyer

Skizofrenia

merupakan suatu reaksi yang salah, suatu maladaptasi, sehingga

timbul

disorganisasi

kepribadian

dan

lama

kelamaan orang tersebut menjauhkan diri dari kenyataan (otisme). 6) Teori Sigmund Freud Skizofrenia terdapat (1) kelemahan ego, yang dapat timbul karena penyebab psikogenik ataupun somatik (2) superego dikesampingkan sehingga tidak bertenaga lagi

12 dan yang berkuasa serta terjadi suatu regresi ke fase narsisisme dan (3) kehilangan kapasitas untuk pemindahan (transference) sehingga terapi psikoanalitik tidak mungkin. 7) Eugen Bleuler Penggunaan istilah Skizofrenia

menonjolkan gejala

utama penyakit ini yaitu jiwa yang terpecah belah, adanya keretakan atau disharmoni antara proses berpikir, perasaan dan perbuatan. Bleuler membagi gejala Skizofrenia menjadi 2 kelompok yaitu gejala primer (gaangguan proses pikiran, gangguan emosi, gangguan kemauan dan otisme) gejala sekunder (waham, halusinasi dan gejala katatonik atau gangguan psikomotorik yang lain). 8) Teori lain Skizofrenia

sebagai

suatu

sindroma

yang

dapat

disebabkan oleh bermacam-macam sebab antara lain keturunan, pendidikan yang salah, maladaptasi, tekanan jiwa, penyakit badaniah seperti luwes otak, arterosklerosis otak dan penyakit lain yang belum diketahui. 9) Ringkasan Sampai sekarang belum diketahui dasar penyebab Skizofrenia. Dapat dikatakan bahwa faktor keturunan

13 mempunyai pengaruh. Faktor yang mempercepat, yang menjadikan manifest atau faktor pencetus (precipitating factors) seperti penyakit badaniah atau stress psikologis, biasanya

tidak

menyebabkan

Skizofrenia,

walaupun

pengaruhnyaa terhadap suatu penyakit Skizofrenia yang sudah ada tidak dapat disangkal. (Maramis, 2005: 218).

c. Gejala-gejala Skizofrenia Gejala-gejala

Skizofrenia

dapat

dibagi

menjadi

2

kelompok, yaitu primer dan sekunder: (Maramis,2005: 218-221) 1) Gejala Primer Gangguan proses pikiran (bentuk, langkah dan isi pikiran) yang terganggu terutama ialah asosiasi. Kadangkadang satu ide belum selesai diutarakan, sudah timbul ide lain. Atau terdapat pemindahan maksud, umpanya “tani” tetapi dikatakan “sawah”. a) Gangguan Afek dan Emosi Berupa kedangkalan afek dan emosi parathimi (apa yang seharusnya menimbulkan rasa senang dan gembira, pada penderita timbul rasa sedih atau marah). Paramimi (penderita merasa senang dan gembira) .

14 b) Gangguan Kemauan Tidak dapat mengambil keputusan dan tidak dapat bertindak dalam suatu keadaan. c) Gejala Psikomotor (gangguan perbuatan).

2) Gejala-gejala Sekunder a) Waham Pada Skizofrenia waham sering tidak logis sama sekali dan sangat bizar. b) Halusinasi Pada Skizofrenia, halusinasi timbul tanpa penurunan kesadaran dan dalam hal ini merupakan suatu gejala yang hampir tidak dijumpai pada keadaan lain. 3) Gejala lain yang muncul dari Skizofrenia adalah : a) Masalah Koginitif Masalah kognitif yang akan mempengaruhi perilaku dapat dilihat pada tabel 2.1

15 Tabel 2.1 Masalah Kognitif pada Skizofrenia Masalah-masalah Kognitif Memori

Perilaku Pelupa Tidak berminat Kurang patuh

Perhatian

Kesulitan menyelesaikan tugas Kesulitan berkonsentrasi pada tugas

Bentuk dan Isi pikiran

Kesulitan mengkomunikasikan pikiran dan perasaan

Pengambilan keputusan

Kesulitan melakukan dan menjalankan aktivitas pikiran konkrit :

Isi piker

-

Ketidakmampuan untuk menjalankan perintah multiple

-

Masalh dalam pengelolaan waktu

-

Kesulitan mengelola keuangan

-

Penafsiran kata-kata dan symbol secara harfiah

Waham

( Stuart &Gail W, 2007: 244 )

b) Respon Emosional Menurut Stuart, (2007: 246 ) (1) Alekstimia, yaitu kesulitan dalam pemberian nama dan penguraian emosi. (2) Apati, yaitu kurang memiliki perasaan, emosi, minat, atau kepedulian.

16 (3) Anthedonia, yaitu ketidakmampuan atau menurunnya kemauan untuk mengalami kesenangan, kebahagiaan, keakraban dan kedekatan. c) Gerakan (Stuart &Gail W, 2007: 246) (1) Katatonia, flexibilitas cerea, sikap tubuh (2) Efek samping ekstra pyramidal dari pengobatan psikotropika (3) Gerakan mata abnormal (4) Menyeringai (5) Apraksia ( kesulitan melaksanakan tugas yang kompleks ) (6) Ekpraksia ( sengaja meniru gerakan orang lain ) (7) Langkah yang tidak normal (8) Menerisme d) Perilaku ( Stuart &Gail W, 2007 : 246 ) (1) Deteriaorasi penampilan (2) Agresi/agitasi (3) Perilaku stereotipik atau berulang (4) Avolisi ( kurang energy dan dorongan ) (5) Kurang tekun dalam bekerja atau sekolah.

17 d. Jenis-Jenis Skizofrenia Pembagian

Skizofrenia

dalam

beberapa

jenis

berdasarkan gejala utama diantaranya: Maramis ( 2005 : 222228 ) 1) Skizofrenia Simplek Sering timbul pertama kali pada usia pubertas, gejala utama

berupa

kedangkalan

emosi

dan

kemunduran

kemauan. Gangguan proses berpikir sukar ditemukan, waham dan halusinasi jarang didapat, jenis ini timbulnya perlahan-lahan. 2) Skizofrenia Hebefrenia Permulaannya perlahan-lahan atau subakut dan sering timbul pada masa remaja atau antara 15-25 tahun. Gejala yang menyolok ialah gangguan proses berpikir, gangguan kemauaan dan adaanya depersenalisasi atau double personality. Gangguan psikomotor seperti mannerism, neologisme atau perilaku kekanak-kanakan sering terdapat, waham dan halusinasi banyak sekali.

18 3) Skizofrenia Katatonia Timbulnya pertama kali umur 15-30 tahun dan biasanya akut serta sering didahului oleh stress emosional. Mungkin terjadi gaduh gelisah katatonik atau stupor katatonik. 4) Skizofrenia Paranoid Gejala yang menyolok ialah waham primer, disertai dengan waham-waham sekunder dan halusinasi. Dengan pemeriksaan yang teliti ternyata adanya gangguan proses berpikir, gangguan afek emosi dan kemauan. 5) Episode Skizofrenia Akut Gejala Skizofrenia timbul mendadak sekali dan pasien seperti dalam keadaan mimpi. Kesadarannya mungkin berkabut. Dalam keadaan ini timbul perasaan seakan-akan dunia luar maupun dirinya sendiri berubah, semuanya seakan-akan mempunyai suatu arti yang khusus baginya. 6) Skizofrenia Residual Keadaan Skizofrenia dengan gejala primernya Bleuler, tetapi tidak jelas adanya gejala-gejala sekunder. Keadaan ini timbul sesudah beberapa kali serangan Skizofrenia.

19 7) Skizofrenia Skizo Afektif Disamping gejala Skizofrenia terdapat menonjol secara bersamaaan juga gejala-gejal depresi (skizo depresif) atau gejala mania (psiko-manik). Jenis ini cenderung untuk menjadi sembuh tanpa defek, tetapi mungkin juga timbul serangan lagi.

e. Faktor Predisposisi dan Presipitasi 1) Faktor predisposisi a) Biologis Penelitian

pencitraan

otak

sudah

menunjukkan

keterlibatan otak yang lebih luas dalam perkembangan Skizofrenia. Lesi pada daerah frontal, temporal dan limbik berhubungan dengan perilaku psikotik. (Gail W, Stuart, 2007: 247 – 248). b) Psikologis Teori

psikodinamika

untuk

terjadinya

respon

neurobiologik yang maladaptif belum didukung oleh penelitian.

Sayangnya,

teori

psikologik

terdahulu

menyalahkan keluarga sebagai penyebab gangguan ini. Sehingga

menimbulkan

kurangnya

rasa

percaya

keluarga terhadap tenaga kesehatan jiwa profesional.

20 c) Sosial Budaya Stress yang menumpuk dapat menunjang terhadap awitan Skizofrenia dan gangguan psikotik lain tetapi tidak diyakini sebagai penyebab utama gangguan. 2) Faktor Presipitasi a) Biologis Stress biologis yang berhubungan dengan respon neurobiologik yang maladaptif termasuk : (1) Gangguan dalam putaran umpan balik otak yang mengatur proses informasi (2) Abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi ransangan ( Gail W. Stuart, 2007 : 248 ) b) Pemicu Gejala Pemicu merupakan precursor dan stimuli yang sering menimbulkan episode baru suatu penyakit. c) Stress Lingkungan Secara biologis menetapkan ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi dengan stressor lingkungan untuk menentukan gangguan perilaku.

21 2. Isolasi Sosial a. Definisi Isolasi

sosial

adalah

individu

yang

mengalami

ketidakmampuan untuk mengadakan hubungan dengan orang lain dan dengan lingkungan sekitarnya secara wajar dalam khalayaknya sendiri yang tidak realistis, atau keadaan kesepian yang dialami oleh seseorang karena orang lain mengatakan sikap negatif atau mengancam (Ermawati, 2009: 2). Isolasi sosial adalah keadaan dimana seorang individu mengalami penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain di sekitarnya. Klien mungkin merasa ditolak, tidak diterima, kesepian dan tidak mampu membina hubungan yang berarti dengan orang lain. (Iyus Yosep, 2011: 229). b. Tanda dan Gejala Tanda gejala yang ditemukan pada gangguan isolasi sosial (Iyus Yosep, 2009) yaitu : Gejala subjektif: 1) Klien menceritakan perasaan kesepian atau ditolak oleh orang lain. 2) Klien merasa tidak aman berada dengan orang lain.

22 3) Respon verbal kurang dan sangat singkat. 4) Klien mengatakan hubungan yang tidak berarti dengan orang lain. 5) Klien merasa bosan dan lambat menghabiskan waktu. 6) Klien tidak mampu berkonsentrasi dan membuat keputusan. 7) Klien merasa tidak berguna. 8) Klien tidak yakin dapat melangsungkan hidup. 9) Klien merasa ditolak. Gejala objektif, observasi yang dilakukan pada klien akan ditemukan: 1) Apatis, ekspresi sedih, apek tumpul. 2) Menghindari

orang

lain

(menyendiri),

klien

nampak

memisahkan diri dari orang lain, misalnya pada saat makan. 3) Komunikasi kurang/tidak ada. Klien tidak nampak bercakapcakap dengan klien lain/perawat. 4) Tidak ada kontak mata, klien lebih suka menunduk. 5) Berdiam diri di kamar/tempat terpisah. Klien kurang mobilisasinya. 6) Menolak

berhubungan

dengan

orang

lain.

Klien

memutuskan percakapan atau pergi jika diajak bercakapcakap.

23 7) Tidak melakukan kegiatan sehari-hari. Artinya perawatan diri dan kegiatan rumah tangga sehari-hari tidak dilakukan. c. Karakteristik Perilaku 1) Kurang sopan 2) Apatis 3) Ekspresi wajah kurang berseri 4) Afek tumpul 5) Tidak merawat dan memperhatikan kebersihan diri 6) Komunikasi verbal menurun atau tidak ada 7) Mengisolasi diri 8) Kurang sadar dengan lingkungan sekitar 9) Pemasukan makan dan minum menurun 10) Aktivitas menurun 11) Menolak hubungan dengan orang lain. (Erlinafsiah, 2010: 107). d. Rentang Respon Sosial Manusia

adalah

makhluk

sosial.

Untuk

mencapai

kepuasan dalam kehidupan, mereka harus membina hubungan interpersonal yang positif. Hubungan interpersonal yang sehat terjadi jika individu yang terlibat saling merasakan kedekatan. Sementara identitas pribadi masih tetap dipertahankan. Juga

24 perlu untuk

membina perasaan saling tergantung

yang

merupakan keseimbangan antara ketergantungan dengan kemandirian dalam suatu hubungan (Stuart, 2007). Menurut

stuart

rentang

respon

klien

interaksinya dengan lingkungan sosial

ditinjau

dari

merupakan suatu

kontinum yang terbentang antara respons adaptif dengan maladaptip adalah sebagai berikut : 1) Respon Adaftif Respon adaftif, adalah suatu respon yang masih dapat diterima oleh norma-norma sosial dan kebudayaan secara umum

serta

masih

dalam

batas

normal

dalam

menyelesaikan masalah , respon meliputi : a) Menyendiri (solitude) Respon yang dibutuhkan seseorang untuk merenungkan apa yang telah dilakukan di lingkungan sosialnya dan suatu cara mengevaluasi diri untuk menetukan langkah selanjutnya. b) Otonomi Kemampuan

individu

menyampaikan hubungan sosial.

ide-ide,

untuk

menetukan

pikiran,

perasaan,

dan dalam

25 c) Berkerja sama (mutualisme) Suatu kondisi dalam hubungan interpersonal dimana individu tersebut mampu untuk saling memberi dan menerima. d) Saling ketergantungan (intervenden) Merupakan

kondisi

saling

ketergantungan

antara

individu dengan orang lain dalam membina hubungan interpersonal (Erlinafsiah, 2010: 105). 2) Respon Maladaptif Respon maladaptif, (Iyus Yosep, 2009) adalah respon yang diberikan individu yang menyimpang dari norma sosial. Yang termasuk respons maladaptif adalah : a) Menarik diri Keadaan dimana seseorang menemukan kesulitan dan membina hubungan secara terbuka dengan orang lain.

26 b) Tergantung (dependen) Terjadi bila seseorang gagal mengembangkan rasa percaya diri atau kemampuan untuk berfungsi secara sukses. c) Manipulasi Gangguan hubungan sosial yang terdapat pada individu yang menganggap orang sebagai objek. Individu tersebut tidak dapat membina hubungan sosial secara mendalam. d) Impulsif Tidak mampu merencanakan sesuatu, tidak mampu belajar dari pengalaman, penilaian yang buruk dan individu ini tidak dapat diandalkan. e) Narsisme Harga dirinya rapuh, secara terus menerus berusaha mendapatkan penghargaan dan pujian yang agosentri dan pencemburu (Erlinafsiah, 2010 : 105).

Respon Adaptif

Menyendiri Otonom Bekerjasama Saling ketergantungan

Respon Maladaptif

Kesepian Menarik Diri Kebergantungan

Manipulasi Impulsif Narkisisme

27 Gambar 2.1 Rentang Respon Sosial (Stuart, 2007) e. Etiologi 1) Faktor Predisposisi a) Faktor perkembangan Tiap

gangguan

dalam

pencapaian

tugas

perkembangan akan mencetuskan seseorang sehingga mempunyai masalah respon sosial maladatif. Sistem keluarga

yang

terganggu

dapat

menunjang

perkembangan respon sosial maladaptif. Beberapa orang percaya bahwa individu yang mempunyai masalah ini adalah orang yang tidak berhasil memisahkan dirinya dengan orang tua. b) Faktor biologi Faktor genetik dapat menunjang terhadap respon sosial maladaptif. Ada bukti terdahulu tentang terlibatnya neurotransmiter dalam perkembangan gangguan ini, namun masih diperlukan penelitian lebih lanjut. 2) Faktor Presipitasi a) Stressor Sosiokultural Stress dapat ditimbulkan oleh :

28 (1) Menurunnya stabilitas unit keluarga (2) Berpisah

dari

orang

yang

berarti

dalam

kehidupannya, misalnya karena dirawat di Rumah Sakit. b) Stressor Psikologik Ansietas

berat

yang

berkepanjangan

terjadi

bersaman dengan keterbatasan kemampuan untuk mengatasinya. Tuntutan berpisah dengan orang terdekat atau kegagalan orang lain untuk memenuhi kebutuhan untuk ketergantungan dapat menimbulkan ansietas tinggi (Stuart, 2007). c) Sumber koping Yang mengalami sumber koping yang berhubungan dengan respon sosial maladaptif meliputi : (1) Keterlibatan dalam hubungan keluarga yang luas dan teman. (2) Hubungan dengan hewan peliharaan. (3) Penggunaan

kreativitas

untuk

mengekspresikan

stress interpersonal (misalnya: kesenian, musik atau tulisan) (Stuart, 2007: 276 - 280)

29 d) Mekanisme koping Individu yang mengalami respon sosial maladaptif menggunakan berbagai mekanisme dalam upaya untuk mengatasi ansietas.

Mekanisme tersebut

berkaitan

dengan dua jenis masalah hubungan yang spesifik : (1) Koping

yang

berhubungan

dengan

gangguan

dengan

gangguan

kepribadian antisosial (a) Proyeksi (b) Splitting (c) Merendahkan orang lain (2) Koping

yang

berhubungan

kepribadian ambang (a) Splitting (b) Formasi reaksi (c) Proyeksi (d) Isolasi (e) Idealisasi orang lain (f) Merendahkan orang lain (g) Identifikasi proyektif (Stuart, 2007: 281). Klien gangguan isolasi sosial biasanya ditemukan apabila mendapatkan masalah takut atau tidak mau

30 menceritakannya

pada

orang

lain

(lebih

sering

menggunakan koping menarik diri). 3. Dampak Isolasi Sosial terhadap Kebutuhan Dasar Manusia Menurut Abraham Maslow kebutuhan dasar manusia terdiri dari lima hirarki kebutuhan yang terletak dalam suatu kontinue, yaitu : kebutuhan fisiologis, kebutuhan rasa aman dan keselamatan, kebutuhan untuk dicintai dan rasa saling memiliki, kebutuhan harga diri dan kebutuhan aktualisasi diri. a. Kebutuhan fisiologis 1) Kebutuhan oksigen Klien dengan isolasi sosial biasanya tidak mengalami peningkatan kebutuhan oksigen, karena klien yang menarik diri lebih jarang melakukan aktivitas yang memerlukan banyak oksigen. 2) Kebutuhan nutrisi Pada klien dengan isolasi sosial sering ditemukan penurunan aktivitas termasuk juga dalam hal makan dan minum, sehingga masukan makan dan minum terganggu. 3) Kebutuhan istirahat tidur Klien dengan menarik diri lebih senang menyendiri dan cenderung menghabiskan waktunya di tempat tidur sehingga

31 tidurnya berlebihan. Tetapi jika disertai dengan perilaku kecemasan yang meningkat atau curiga yang berlebih kemungkinan mengalami gangguan istirahat tidur. b. Kebutuhan rasa aman Klien dengan isolasi sosial tidak mudah percaya dan curiga kepada orang lain, sehingga membuat ia merasa tidak nyaman berhubungan dengan orang lain dan lebih senang menyendiri. c. Kebutuhan cinta mencintai Klien dengan isolasi sosial mengalami gangguan dalam hubungan

interpersonal,

sehingga

sulit

untuk

memenuhi

kebutuhan mencintai dan dicintai lingkungannya. d. Kebutuhan harga diri Perasaan rendah diri atau harga diri rapuh banyak ditemui pada klien dengan isolasi sosial. e. Kebutuhan aktualisasi diri Isolasi sosial merupakan gangguan hubungan interpersonal, dimana klien tidak mampu membina interaksi dengan orang lain, sehingga tidak bisa mencapai aktualisasi karena koping yang digunakan maladaptif (Hadiansyah, 2011).

32 B. Tinjauan Teoritis Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Isolasi Sosial Proses asuhan keperawatan pada klien dengan isolasi sosial, meliputi: 1. Pengkajian Pengkajian adalah upaya mengumpulkan data secara lengkap dan sistematis untuk dikaji dan dianalisis, sehingga masalah kesehatan dan keperawatan yang dihadapi baik fisik, mental, sosial, maupun spiritual dapat teratasi. Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses keperawatan. Hal yang perlu diperhatikan dalam tahap pengkajian adalah memahami secara keseluruhan situasi yang sedang dihadapi oleh klien, pengkajian meliputi pengumpulan data, analisa data dan diagnosa keperawatan (Yani, 2013: 35). a. Pengumpulan Data Tujuan

dari

pengumpulan

data

adalah

menilai status

kesehatan dan kemungkinan adanya masalah keperawatan yang memerlukan intervensi dari perawat. Data yang dikumpulkan bisa berupa data objektif yaitu data yang dapat secara nyata melalui observasi atau pemeriksaan langsung oleh perawat. Sedangkan data subjektif yaitu data yang disampaikan secara lisan oleh klien dan keluarganya. Data ini didapat melalui wawancara perawat kepada klien dan keluarganya.

33 Untuk dapat menyaring data yang diperlukan, umumnya yang dikembangkan formulir pengkajian dan petunjuk teknis pengkajian agar memudahkan dalam pengkajian. Sistematika pengkajian, meliputi: 1) Identitas klien meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pekerjaan, alamat, tanggal masuk, tanggal pengkajiannya nomor rekam medik, diagnosa medis dan identitas penanggung jawab. 2) Keluhan utama dan alasan masuk, tanyakan pada klien atau keluarga apa yang menyebabkan klien datang ke rumah sakit saat ini serta bagaimana hasil dari tindakan orang tersebut. 3) Faktor

predisposisi,

menanyakan

kepada

klien

atau

keluarganya : (a) Apakah klien pernah mengalami gangguan jiwa atau tidak (b) Apakah ya, bagaimana hasil pengobatan sebelumnya. (c) Klien pernah melakukan, mengalami atau menyaksikan penganiayaan fisik, seksual, penolakan dari lingkungan, kekerasan dalam keluarga dan tindakan kriminal. (d) Apakah anggota keluarga ada yang mengalami gangguan jiwa.

34 (e) Pengalaman klien yang tidak menyenangkan (kegagalan yang terulang lagi, penolakan orang tua, harapan orang tua yang tidak realistis) atau faktor lain, misalnya kurang mempunyai tanggung jawab personal. 4) Aspek fisik atau biologis, observasi tanda-tanda vital (tekanan darah, nadi, suhu, pernafasan klien), ukur tinggi badan dan berat badan klien. 5) Psikososial, membuat genogram minimal tiga generasi yang dapat menggambarkan hubungan klien dengan keluarga. Masalah

yang

terkait

dengan

komunikasi

pengembalian

keputusan dan pola asuh. 6) Status mental meliputi pembicaraan, penampilan, aktivitas motorik, alam perasaan, afek, interaksi selama wawancara, persepsi, proses pikir, isi pikir, tingkat kesadaran, emosi, tingkat konsentrasi dan berhitung, kemampuan penilaian dan daya tilik diri. 7) Kebutuhan persiapan pulang, kemampuan klien dalam makan, BAB/BAK, mandi, berpakaian, istirahat, tidur, penggunaan obat, pemeliharaan kesehatan, aktivitas di dalam rumah dan di luar rumah.

35 8) Mekanisme koping, didapat melalui wawancara pada klien atau keluarga baik adaptif maupun maladaptif. 9) Masalah psikososial dan lingkungan, di dapat dari klien atau keluarga

bagaimana

tentang

keadaan

lingkungan

klien,

masalah pendidikan dan masalah pekerjaan. 10) Pengetahuan, apakah klien mengetahui tentang kesehatan jiwa. 11) Aspek medik, obat-obatan klien saat ini baik obat fisik, psikofarmako dan therapi lain. b. Masalah keperawatan Perawat dapat menyimpulkan kebutuhan atau masalah klien dari kelompok data yang dikumpulkan, kemungkinan kesimpulan adalah sebagai berikut : 1) Isolasi sosial : menarik diri 2) Gangguan sensori persepsi : halusinasi pendengaran 3) Risiko perilaku kekerasan terhadap diri sendiri 4) Gangguan konsep diri : harga diri rendah 5) Ketidakefektifan penatalaksanaan program terapeutik 6) Defisit perawatan diri 7) Ketidakefektifan koping keluarga 8) Gangguan pemeliharaan kesehatan, (Keliat, 2010 ) .

36 c. Analisa data Pengelompokan data adalah pengelompokan data-data klien atau keadaan tertentu dimana klien mengalami permasalahan kesehatan

atau

keperawatan

berdasarkan

kriteria

permasalahannya. 1) Data subjektif a) Klien menceritakan perasaan kesepian atau ditolak orang lain b) Klien merasa tidak aman berada dengan orang lain c) Klien mengatakan hubungan yang tidak aman berada dengan orang lain d) Klien merasa bosan dan lambat menghabiskan waktu e) Klien tidak mampu berkonsentrasi dan membuat keputusan. 2) Data objektif a) Klien banyak diam dan tidak mau berbicara b) Klien menyendiri dan tidak mau berinteraksi dengan orang yang dekat c) Klien tampak sedih, ekspresi datar dan dangkal

37 2. Diagnosa Keperawatan Diagnosa keperawatan adalah penilaian atau keputusan klinik mengenai respon klien, keluarga, dan respon komunitas terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang aktual dan potensial, diagnosa keperawatan juga bagian integral dari proses keperawatan,

dan

ditetapkan

berdasarkan

analisis

dan

interpretasidata yang diperoleh dari pengkajian keperawatan klien (Yani, 2013 : 38-39) Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien dengan isolasi sosial menurut Iyus Yosep (2009) adalah : 1) Isolasi sosial 2) Harga diri rendah kronis 3) Perubahan sensori persepsi : halusinasi 4) Koping keluarga tidak efektif 5) Koping individu tidak efektif 6) Intoleransi aktivitas 7) Devisit perawatan diri 8) Resiko tinggi mencederai diri, orang lain dan lingkungan. 3. Perencanaan Dalam hal ini adanya perhatian dan kerja sama antara klien dan tim kesehatan lain sangat diperlukan agar tujuan dapat dicapai dengan

38 baik Rencana Asuhan Keperawatan dengan isolasi sosial (RSJ Provinsi Jabar, 2011) disajikan dalam tabel 2.2 berikut ini.

Tabel 2.2 Rencana Asuhan Keperawatan Dengan Isolasi Sosial : Menarik Diri No

1.

Diagnosa Keperawatan Isolasi 1 sosial

Perencanaan Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi Klien mampu : Setelah….x pertemuan SP 1 (Tgl ……… ) a. Menyadari klien dapat : a. Bina hubungan penyebab a. Membina hubungan saling percaya isolasi saling percaya dengan teknik sosial b. Menyadari therapeutik baik b. Berinterpenyebab isolasi verbal maupun non aksi dengan sosial, keuntungan verbal orang lain dan kerugian berinteraksi dengan b. Identifikasi penyebab orang lain 1) Siapa yang satu c. Melakukan interaksi rumah dengan dengan orang lain klien secara bertahap 2) Siapa yang dekat dengan klien? Apa penyebabnya? 3) Siapa yang tidak dekat dengan klien apa sebabnya? 4) Tanyakan keuntungan dan kerugian berinteraksi 39

Rasional a. Dengan membina saling percaya memudahkan intervensi selanjutnya b. Dengan mengidentifikasi penyebab diharapkan akan menyadarkan klien terhadap masalah yang terjadi.

c. Mendiskusikan

40

dengan orang lain c. Tanyakan pendapat klien tentang kebiasaan berinteraksi dengan orang lain 1) Tanyakan apa yang menyebabkan klien tidak ingin berinteraksi dengan orang lain 2) Diskusikan keuntungan bila klien memiliki banyak teman dan bergaul akrab dengan mereka 3) Diskusikan kerugian bila klien hanya mengurung diri dan tidak bergaul dengan orang lain 4) Jelaskan pengaruh isolasi sosial terhadap

dengan klien keuntungan berhubungan sosial maka klien akan berinteraksi dengan orang lain.

d. Menambah pengetahuan dan keterampilan klien dalam berkenalan dengan orang

41

kesehatan fisik klien d. Latih berkenalan 1) Jelaskan kepada klien cara berinteraksi dengan orang lain 2) Berikan contoh cara berinteraksi dengan orang lain 3) Beri kesempatan klien mempraktekan cara berinteraksi dengan orang lain yang dilakukan dihadapan perawat 4) Mulailah bantu klien berinteraksi dengan satu orang teman / anggota keluarga 5) Bila klien sudah menunjukan kemajuan

lain.

42

tingkatkan jumlah interaksi dengan 2, 3, 4 orang dan seterusnya 6) Beri pujian untuk setiap kemajuan interaksi yang telah dilakukan oleh klien 7) Siap mendengarkan ekspresi perasaan klien setelah berinteraksi dengan orang lain, mungkin klien akan mengungkapkan keberhasilan atau kegagalannya, beri dorongan terus menerus agar klien tetap semangat mengingatkan interaksinya e. Masukan

dalam

e. Dengan membuat jadwal kegiatan klien, klien dapat mengatur kegiatan secara kontinu

43

jadwal kegiatan klien SP 2 (Tgl ………… ) a. Evaluasi kegiatan yang lalu (SP 1)

b. Latih cara berkenalan dengan dua orang atau lebih c. Masukkan dalam jadwal kegiatan klien

SP 3 ( Tgl …………… ) a. Evaluasi kegiatan yang lalu (SP 1 & 2)

b. Latih cara berkenalan dengan dua orang atau lebih

a. Mengetahui perkembangan klien dan data dasar untuk intervensi selanjutnya. b. Menumbuhkan keterbiasaan dan motivasi untuk berinteraksi c. Mendisiplinkan dan melaitih klien untuk terus berkenalan a. Mengetahui perkembangan klien dan data dasar untuk intervensi selanjutnya b. Menumbuhkan keterbiasaan dan motivasi untuk berinteraksi

44

c. Masukkan dalam jadwal kegiatan klien

Keluarga Setelah,,, x pertemuan SP 1 Keluarga mampu keluarga mampu untuk a. Identifikasi masalah merawat klien menjelaskan tentang yang dihadapi isolasi sosial di a. Masalah isolasi keluarga dalam rumah sosial dan merawat klien. dampaknya pada klien b. Penyebab isolsi sosial b. Jelaskan tentang c. Sikap keluarga isolasi sosial dalam membantu mengatasi klien isolasi social d. Pengobatan yang berkelanjutan dan mencegah putus obat e. Tempat rujukan dan fasilitas kesehatan yang tersedia bagi

c. Jelaskan cara merawat klien isolasi sosial

dengan orang yang lebih banyak c. Memotivasi klien untuk terus berinteraksi dengan orang lain a. Dengan mengidentifikasi masalah diharapkan keluarga tidak mengalami kesulitan dalam merawat klien b. Dengan menjelaskan tentang isolasi sosial diharapkan keluarga mengerti tentang penatalaksanaan pada klien isolasi sosial di rumah c. Diharap keluarga dapat merawat klien dengan

45

klien

isolasi sosial di rumah SP 2 Keluarga a. Evaluasi SP 1

b. Latih (langsung pada klien)

c. RTL keluarga/ jadwal keluarga untuk merawat klien

SP 3 Keluarga a. Evaluasi SP 1 dan SP 2

a. Diharapkan keluarga mengingat cara merawat klien dengan benar b. Dengan melatih langsung kepada klien diharapkan keluarga terbiasa dengan tindakan yang dilakukan c. Dengan membuat jadwal kegiatan keluarga dapat meningkatkan dan mengatur kegiaatan secara berkesinambung an a. Diharapkan keluarga mampu mengingat, mengulangi dan mengerti SP 1

46

b. Latih (langsung pada klien)

c. RTL keluarga/ jadwal keluarga untuk merawat klien

SP 4 Keluarga a. Evaluasi kemampuan keluarga

b. Evaluasi kemampuan klien

dan SP 2 yang telah diajarkan b. Dengan melatih langsung kepada klien diharapkan keluarga dapat terbiasa dengan tindakan yang dilakukan c. Dengan membuat jadwal kegiatan keluarga dapat meningkatkan dan mengatur kegiatan secara berkesinambung an

a. Diharapkan keluarga dapat mengetahui kemampuan yang dimiliki dalam hal yang telah diajarkan di SP 1, 2 dan 3 b. Diharapkan klien

47

c. Rencana tindak lanjut - Rujukan - Follow up

(RSJ Provinsi Jabar, 2011)

dapat mengetahui kemampuan yang dimiliki dalam hal yang telah diajarkan di SP 1, 2 dan 3 c. Dengan follow up dapat mengetahui tingkat keberhasilan pengobatan dan tindakan keperawatan yang dilakukan.

48

4. Implementasi pada Isolasi Sosial Tindakan keperawatan untuk klien Tujuan : Setelah tindakan keperawatan klien mampu : a) Membina hubungan saling percaya b) Menyadari penyebab isolasi sosial c) Berinteraksi dengan orang lain a. Tindakan Keperawatan untuk Klien 1) Membina hubungan saling percaya Tindakan yang harus dilakukan dalam membina hubungan saling percaya adalah : a) Mengucapkan salam setiap kali berinteraksi dengan klien b) Berkenalan dengan klien : perkenalkan nama lengkap dan nama panggilan perawat serta tanyakan nama lengkap dan nama panggilan klien. c) Menanyakan perasaan dan keluhan klien saat ini. d) Buat kontrak asuhan apa yang perawat akan lakukan bersama klien, berapa lama akan dikerjakan dan tempatnya dimana. e) Jelaskan bahwa perawat akan merahasiakan informasi yang diperoleh untuk kepentingan terapi. f) Setiap saat tunjukkan sikap empati terhadap klien. g) Penuhi kebutuhan dasar klien bila memungkinkan. Untuk membina hubungan saling percaya pada klien isolasi sosial kadang-kadang perlu waktu yang lama dan interaksi yang singkat

49

dan sering tidak mudah bagi klien untuk percaya pada orang lain. Untuk itu sebagai perawat harus konsisten bersikap terapeutik kepada klien. Selalu penuhi janji adalah salah satu upaya yang bisa dilakukan. Pendekatan yang konsisten akan membuahkan hasil. Bila klien sudah percaya dengan perawat program asuhan keperawatan lebih mungkin dilaksanakan. 2) Membantu klien mengenal penyebab isolasi sosial Langkah-langkah untuk melaksanakan tindakan ini adalah sebagai berikut: a) Menanyakan pendapat klien tentang kebiasaan berinteraksi dengan orang lain. b) Menanyakan

apa

yang

menyebabkan

klien

tidak

ingin

berinteraksi dengan orang lain. c) Membantu klien mengenal keuntungan berhubungan dengan orang lain. Dilakukan dengan cara mendiskusikan keuntungan bila klien memiliki banyak teman dan bergaul akrab dengan mereka. 3) Membantu klien mengenal kerugian tidak berhubungan, dilakukan dengan cara : a) Mendiskusikan kerugian bila klien hanya mengurung diri dan tidak bergaul dengan orang lain. b) Menjelaskan pengaruh isolasi sosial terhadap kesehatan fisik klien

50

c) Membantu klien untuk berinteraksi dengan orang lain secara bertahap. Secara rinci tahapan melatih klien berinteraksi dapat Saudara lakukan sebagai berikut : a) Beri kesempatan klien mempraktekan cara berinteraksi dengan orang lain yang dilakukan dihadapan anda. b) Mulailah bantu klien menunjukkan dengan satu orang (klien, perawat dan keluarga). c) Bila klien sudah menunjukkan kemajuan, tingkatkan, jumlah interaksi dengan dua, tiga, empat dan seterusnya. d) Beri pujian untuk setiap kemajuan interaksi yang telah dilakukan oleh klien. e) Siap mendengarkan ekspresi perasaan klien setelah berinteraksi dengan orang lain. Mungkin klien akan mengungkapkan keberhasilan atau kegagalannya. Beri dorongan terus menerus agar klien tetap semangat meningkatkan interaksinya.

b. Tindakan keperawatan untuk keluarga 1) Tujuan setelah tindakan keperawatan keluarga mampu merawat klien isolasi social 2) Tindakan : Melatih keluarga merawat klien isolasi sosial 3) Tahapan melatih keluarga agar mampu merawat klien isolasi sosial di rumah meliputi :

51

a) Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat klien. b) Menjelaskan tentang : (1) Masalah isolasi sosial dan dampaknya pada klien (2) Penyebab isolasi sosial Cara-cara merawat klien dengan isolasi sosial, antara lain: a) Membina hubungan saling percaya dengan klien dengan cara bersikap peduli dan tidak ingkar janji b) Memberikan semangat dan dorongan kepada klien untuk bisa melakukan kegiatan bersama-sama dengan orang lain, yaitu dengan tidak mencela kondisi klien dan memberikan pujian yang wajar. c) Tidak membiarkan klien sendiri di rumah d) Membuat rencana atau jadwal bercakap-cakap dengan klien e) Memperagakan cara merawat klien dengan isolasi sosial f) Membantu keluarga mempraktekan cara merawat yang telah dipelajari dan mendiskusikan yang dihadapi g) Menyusun perencanaan pulang bersama keluarga (MPKP Keliat, 2010: 98-104). 5. Evaluasi Evaluasi proses yang berkelanjutan untuk melihat efek dari tindakan keperawatan klien. Evaluasi dilakukan terus menerus pada respon klien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan. Evaluasi dapat

52

dibagi dua, yaitu evaluasi proses atau formatif dilakukan setiap selesai melaksanakan tindakan, evaluasi hasil atau sumatif dilakukan dengan membandingkan respon klien pada tujuan khusus dan umum yang telah ditentukan. S

=

Respons subjektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan.

O =

Respons objektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan.

A

=

Analisa

ulangan

atas

data

subjektif

dan

objektif

untuk

menyimpulkan apakah masalah masih tetap atau muncul masalah baru ada data yang kontradiksi dengan masalah yang ada. P

=

Perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil analisa pada respons klien. Klien dan keluarga perlu dilibatkan dalam evaluasi agar dapat

melihat perubahan dan berupaya mempertahankan dan memelihara. Pada evaluasi sangat diperlukan reincorcement untuk menguatkan perubahan yang positif. Klien dan keluarga juga dimotivasi untuk melakukan self reinforcement (Keliat, 2006). Kemungkinan evaluasi yang terjadi setelah perawat memberikan tindakan keperawatan menurut Keliat (2006) adalah : a. Rencana teruskan, jika masalah tidak berubah b. Rencana dimodifikasi jika masalah tetap, semua tindakan sudah dijalankan tetapi hasil belum memuaskan.

53

c. Rencana dibatalkan jika ditemukan masalah baru dan bertolak belakang dengan masalah yang ada serta diagnosa lama dibatalkan. d. Rencana atau diagnosa selesai jika tujuan sudah tercapai dan yang diperlukan adalah memelihara dan mempertahankan kondisi yang baru. Hasil evaluasi yang diharapkan: a. Terbina hubungan saling percaya b. Klien mampu menyadari penyebab menarik diri c. Klien mampu berinteraksi dengan orang lain.

DAFTAR PUSTAKA

Erlinafsiah, 2010. Modal Perawat Dalam Praktik Keperawatan Jiwa, Jakarta: Trans Info Media. Hadiansyah, 2011. Tersedia dalam http//Ia-Hadiansyah.blogspot.com/2011/10/ Isolasi-Sosial.html. Heryawan, A. , 2011. Tersedia dalam http//www.ahmadheryawan.com/lintas-jabar/ lintas-jawa-barat/kesehatan/935-gangguan-jiwa-di-jabar-tertinggi. http://refreshyourmind-newbie.blogspot.com/2009/10/jumlah-orang-Indonesia-yangterkena-html. Keliat, A., 2006. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC. -----------, 2010. MKMP Jiwa, Jakarta: EGC. Maramis, 2009. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya: Airlangga University Press. RSU Kota Banjar, 2016. Catatan Rekam Medik Ruang Tanjung Rumah Sakit Umum Kota Banjar. Stuart, 2007. Buku Saku Keperawatan Jiwa, Jakarta: EGC. Tim Diklat Cimahi, 2011. Standar Asuhan Keperawatan Jiwa. Bandung: RSJ Cimahi. Yani, A., 2013. Keperawatan Jiwa. Bandung: PT. Refika Aditama. Yosep, I., 2009. Teknik Prosedural Keperawatan. Jogjakarta: D-Medika.