BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - USU-IR

pada tahun 20102011 adalah 101 kasus kolelitiasis yang dirawat inap, 57 kasus - (56,44%) pada tahun 2010 dan 44 kasus (43,56%) pada tahun 2011. Berdas...

97 downloads 443 Views 456KB Size
BAB 1 PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang Hati adalah organ tubuh yang paling besar dan paling kompleks. Hati yang

terletak di persimpangan antara saluran cerna dan bagian tubuh lainnya, mengemban tugas yang sangat berat untuk mempertahankan homeostatis metabolik tubuh. Cedera hati dan manifestasinya cenderung mengikuti pola khas, yang akan diuraikan terlebih dahulu sebelum penyakit spesifiknya dijelaskan. Hati rentan terhadap berbagai gangguan metabolik, toksik, mikroba dan sirkulasi. Pada sebagian kasus, proses penyakit terutama berlangsung di hati. Pada kasus yang lain, hati tekena secara sekunder, sering karena sebagian penyakit yang tersering pada manusia, seperti dekompensasi jantung, alkoholisme, dan infeksi di luar hati.1 Pembentukan dan ekskresi empedu merupakan fungsi utama hati. Hati mensekresi sekitar 1 liter empedu setiap hari. Secara anatomis dan fungsinya, hati, saluran empedu, dan kandung empedu saling terkait karena penyakit yang mengenai organ ini memperlihatkan gambaran yang saling tumpang tindih. Saluran empedu berfungsi untuk mengangkut empedu sedangkan kandung empedu menyimpan dan mengeluarkan empedu ke usus halus sesuai kebutuhan.1,2 Kolelitiasis adalah penyakit batu empedu yang dapat ditemukan di dalam kandung

empedu

atau di dalam saluran empedu, atau pada kedua-duanya.3,4

Sinonimnya adalah batu empedu, gallstones, biliary calculus.5 Kandung empedu merupakan kantong berongga berbentuk bulat lonjong seperti buah advokat yang terletak tepat di bawah lobus kanan hati. Fungsi utama kandung empedu adalah

Universitas Sumatera Utara

menyimpan dan memekatkan empedu.2,3 Dikenal tiga jenis batu empedu yaitu batu kolesterol, batu pigmen atau batu bilirubin, yang terdiri dari kalsium bilirubinat, dan batu campuran.3 Unsur-unsur utama empedu adalah air (97%), elektrolit, garam empedu, fosfolipid (terutama lesitin), kolesterol, dan pigmen empedu (bilirubin terkonjugasi). Garam empedu penting untuk pencernaan dan absorbsi lemak dalam usus halus. Fungsi metabolisme hati yang lain adalah metabolisme lemak, karbohidrat, protein, serta detoksifikasi. Fungsi detoksifikasi sangat penting dan dilakukan oleh enzimenzim hati dengan mengubahnya menjadi zat yang secara fisiologis tidak aktif.2 Pengobatan kolelitiasis meliputi operasi (bedah) dan non bedah. Operasi (bedah) pada kolelitiasis disebut kolesistektomi. Pembedahan bisa dilakukan secara terbuka (kolistektomi terbuka) dan tertutup (kolistektomi laparoskopik). Bedah terbuka adalah cara klasik untuk mengangkat kandung empedu. Prosedur ini membutuhkan insisi perut.6 Kolesistektomi laparoskopik adalah pengangkatan kandung empedu melalui selang yang dimasukkan lewat sayatan kecil di dinding perut.6,7 Manusia dapat hidup seperti biasa walaupun kandung empedunya diangkat. Hati memproduksi empedu untuk membantu pencernaan makanan. Jika kandung empedu diangkat, empedu akan mengalir dari hati menuju saluran hepatitis kemudian ke saluran empedu dan akhirnya ke usus halus tanpa disimpan terlebih dahulu di kandung empedu. Karena setelah pengangkatan kandung empedu, aliran empedu ke usus halus menjadi lebih sering, maka tinja mungkin lebih lunak atau frekuensi buang air besar meningkat (diare).6 Pengobatan non bedah dapat dilakukan dengan disolusi

Universitas Sumatera Utara

medis, ERCP (Endoscopic Retrograde Cholangio Pancreatography) dan pemecahan batu (litotripsi) dengan menggunakan gelombang elektrosyok (ESWL).7 Batu kandung empedu telah dikenal sejak ribuan tahun yang lalu dan pada abad ke 17 telah dicurigai sebagai penyebab penyakit pada manusia.3 Di Amerika Serikat, terhitung lebih dari 20 juta orang Amerika dengan batu empedu dan dari hasil otopsi menunjukkan angka kejadian batu empedu paling sedikit 20% pada wanita dan 8% pada laki-laki di atas umur empat puluhan. Di Inggris, sekitar 5,5 juta orang dengan batu empedu dan dilakukan lebih dari 50 ribu kolesistektomi tiap tahunnya. (Beckingham,2001).8 Penelitian pada populasi Denmark menunjukkan tingkat insidens batu empedu selama 5 tahun untuk pria pada umur 30, 40, 50 dan 60 tahun masing-masing merupakan 0.3%, 2.9%, 2.5% dan 3.3%, sementara untuk wanita merupakan 1.4%, 3.6%, 3.1% dan 3.7%.9 Kebanyakan kolelitiasis tidak bergejala atau bertanda.3 Penyakit batu empedu sudah merupakan masalah kesehatan yang penting di negara barat. Di Amerika Serikat, biaya tahunan untuk mengatasi kolelitiasis adalah 6 milyar dolar, mencerminkan 1% dari dana perawatan kesehatan AS.1 Di Amerika Serikat dan di negara barat lainnya, batu empedu kolesterol mendominasi, terjadi dalam sekitar 70% dari semua kasus. Sisanya 30% dari pasien menderita batu pigmen, komposisi yang dapat bervariasi.7 Pada tingkat global, kasus baru batu empedu melanda sekitar 1-3 persen penduduk setiap tahun. Kebanyakan kolelitiasis diketahui secara kebetulan sewaktu pemeriksaan ultrasonografi atau pembuatan foto polos perut untuk general medical check-up. Dengan ultrasonografi, 90% batu empedu dapat terdeteksi. Sedangkan

Universitas Sumatera Utara

dengan foto rontgen abdomen hanya 10%. Sekitar 60% kasus batu kandung empedu bersifat asimtomatis (tidak bergejala klinis).10 Penelitian Michael,dkk terhadap 45.831 laki-laki berusia 40-75 tahun yang diikuti sejak tahun 1986-1994 secara kohort prospektif melaporkan 828 laki-laki mengetahui gejala kolesistisis dengan USG atau radiografi.11 Jing-Sen Shi,dkk (China, 2001) dalam penelitiannya mengatakan penggunaan kontrasepsi steroid yang mengandung estrogen dan progesteron memengaruhi pembentukan batu empedu pada pasien wanita dengan usia 20-44 tahun.12 Insidens penyakit batu empedu dan penyakit saluran empedu lainnya di Indonesia diduga tidak berbeda jauh dengan angka di negara lain di Asia tenggara dan sejak tahun 1980-an berkaitan erat dengan cara mendiagnosis dengan menggunakan ultrasonografi. Tipe batu empedu di Indonesia yang lebih umum adalah batu kolesterol, namun insidens batu pigmen lebih tinggi dibanding yang terdapat di negara barat.3 Di Indonesia, kolelitiasis baru mendapatkan perhatian di klinis, sementara publikasi penelitian batu empedu masih terbatas. Sebagian besar pasien dengan batu empedu tidak mempunyai keluhan.13 Penelitian di Jakarta (2009) pada 51 pasien didapatkan batu pigmen pada 73%

pasien

dan

batu

kolesterol

pada

27%

pasien

(menurut

divisi Hepatology,Departemen IPD, FKUI/RSCM Jakarta, Mei 2009 ), wanita lebih berisiko mengalami batu empedu karena pengaruh hormon estrogen. Meski wanita dan usia 40 tahun tercatat sebagai faktor risiko batu empedu, itu tidak berarti bahwa wanita di bawah 40 tahun dan pria tidak mungkin terkena. Penderita diabetes mellitus

Universitas Sumatera Utara

(DM), baik wanita maupun pria, berisiko mengalami komplikasi batu empedu akibat kolesterol tinggi.14 Data yang diperoleh dari rekam medik Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan pada tahun 2010-2011 adalah 101 kasus kolelitiasis yang dirawat inap, 57 kasus (56,44%) pada tahun 2010 dan 44 kasus (43,56%) pada tahun 2011. Berdasarkan latar belakang di atas, maka perlu dilakukan penelitian tentang karakteristik penderita kolelitiasis yang dirawat inap di rumah sakit Santa Elisabeth Medan pada tahun 20102011.

1.2.

Perumusan Masalah Belum diketahui karakteristik penderita kolelitiasis yang dirawat inap di

Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan pada tahun 2010-2011.

1.3.

Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum Untuk mengetahui karakteristik penderita kolelitiasis yang dirawat inap di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan pada tahun 2010-2011.

1.3.2. Tujuan Khusus a. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita kolelitiasis berdasarkan sosiodemografi, antara lain : umur, jenis kelamin, suku, agama, pekerjaan, dan tempat tinggal.

Universitas Sumatera Utara

b. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita kolelitiasis berdasarkan keluhan penderita. c. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita kolelitiasis berdasarkan ukuran batu empedu. d. Untuk mengetahui lama rawatan rata-rata (hari) penderita kolelitiasis. e. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita kolelitiasis berdasarkan penatalaksanaan medis. f. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita kolelitiasis berdasarkan penatalaksanaan medis non bedah. g. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita kolelitiasis berdasarkan keadaan sewaktu pulang. h. Untuk mengetahui distribusi proporsi umur berdasarkan ukuran batu empedu. i. Untuk mengetahui distribusi proporsi ukuran batu empedu berdasarkan penatalaksanaan medis. j. Untuk mengetahui lama rawatan rata-rata (hari) berdasarkan keadaan sewaktu pulang. k. Untuk mengetahui distribusi proporsi penatalaksanaan medis berdasarkan keadaan sewaktu pulang. l. Untuk mengetahui lama rawatan rata-rata (hari) berdasarkan penatalaksanaan medis.

Universitas Sumatera Utara

1.4.

Manfaat Penelitian

1.4.1. Sebagai informasi dan masukan bagi Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan untuk membuat rencana program pelayanan kesehatan, dalam penyediaan fasilitas perawatan dan pengobatan bagi penderita kolelitiasis. 1.4.2. Sebagai masukan atau referensi bagi penelitian selanjutnya dan perpustakaan FKM USU. 1.4.3. Sebagai sarana meningkatkan wawasan dan pengetahuan penulis mengenai kolelitiasis dan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi di Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) USU Medan.

Universitas Sumatera Utara