BAB 2 LANDASAN TEORI
2.1 Magnet Secara Umum Magnet adalah logam yang dapat menarik besi atau baja dan memiliki medan magnet. Asal kata magnet diduga dari kata magnesia yaitu nama suatu daerah di Asia kecil. Menurut cerita di daerah itu sekitar 4.000 tahun yang lalu telah ditemukan sejenis batu yang memiliki sifat dapat menarik besi atau baja atau campuran logam lainnya. Benda yang dapat menarik besi atau baja inilah yang disebut magnet. Magnet dapat dibuat dari bahan besi, baja, dan campuran logam serta telah banyak dimanfaatkan untuk industri otomotif dan lainnya. Setiap magnet memiliki dua kutub, yaitu: utara dan selatan. Kutub magnet adalah daerah yang berada pada ujung-ujung magnet dengan kekuatan magnet yang paling besar berada pada kutub-kutubnya. Benda dapat dibedakan menjadi dua macam berdasarkan sifat kemagnetannya yaitu benda magnetik dan benda non-magnetik. Benda magnetik adalah benda yang dapat ditarik oleh magnet, sedangkan benda non-magnetik adalah benda yang tidak dapat ditarik oleh magnet. Contoh benda magnetik adalah logam seperti besi dan baja, namun tidak semua logam dapat ditarik oleh magnet, sedangkan contoh benda non-magnetik adalah oksigen cair. (Suryatin,2008)
2.2 Magnet Keramik Keramik adalah bahan-bahan yang tersusun dari senyawa anorganik bukan logam yang pengolahannya melalui perlakuan dengan temperatur tinggi.Bahan keramik yang bersifat magnetik umumnya adalah golongan ferit,yang merupakan oksida yang disusun oleh hematite (α-Fe2O3) sebagai komponen utamanya. Bahan ini menunjukkan induksi magnetik spontan meskipun medan magnet dihilangkan. Ferit juga dikenal dengan magnet keramik yang biasanya diaplikasikan sebagai magnet permanen. Magnet ini mampu menghasilkan medan magnet tanpa harus di berikan arus listrik terlebih dahulu.
Universitas Sumatera Utara
Magnet permanen ini juga menghasilkan medan yang konstan tanpa mengeluarkan daya yang kontinyu (Darminto,2011).Magnet dapat diklasifikasikan menjadi dua macam yaitu, soft magnetic (magnet lunak) adalah merupakan suatu sifat bahan yang akan berubah dan sifat magnetnya akan hilang bila arus dilepaskan. Sedangkan bahan hard magnetic (magnet keras) merupakan suatu sifat bahan yang sengaja dibuat bersifat magnet permanen (priyono,2011).
2.3 Barium Heksaferit (BaFe12O19) Barium Heksaferit merupakan magnet keramik yang banyak digunakan dalam berbagai aplikasi. Barium Heksaferit memiliki beberapa keunggulan antara lain ketersediaan bahan bakunya yang melimpah dan pembuatannya yang relatif mudah. Barium Heksaferit dapat disintesis dengan beberapa metode seperti kristalisasi gas, presipitasi hidrotermal, sol-gel, aerosol, pemanduan mekanik dan kopresipitasi (Tubitak,2011). Magnet keramik yang merupakan magnet permanen mempunyai struktur Hexagonal close-packed. Dalam hal ini bahan yang sering digunakan adalah Barium Heksaferit (BaO.6Fe2O3). Dapat juga barium digantikan bahan yang menyerupai (segolongan) dengannya, yaitu seperti stronsium(Ade Fathurohman, 2011). Berdasarkan rumus kimia dan struktur kristalnya,Barium Heksaferit dapat dikelompokkan menjadi 5 tipe, yaitu: tipeM (BaFe12O19),tipe W (Ba2Me2Fe24O41), Tipe X (Ba2Me2Fe28O46),tipe Y (Ba2Me2Fe12O22), tipe Z (Ba2Me2Fe24O41) (Darminto, 2011).Tipe – M yang lebih dikenal dengan sebutan barium heksagonal ferit (BaM) merupakan oksida keramik yang paling banyak dimanfaatkan secara komersial.Pada umumnya ferit dibagi menjadi tiga kelas : 1. Ferit Lunak, ferit ini mempunyai formula MFe2O4, dimana M = Cu, Zn, Ni, Co, Fe, Mn, Mg dengan struktur kristal seperti mineral spinel. Sifat bahan ini mempunyai permeabilitas dan hambatan jenis yang tinggi, koersivitas yang rendah. 2. Ferit Keras, ferit jenis ini adalah turunan dari struktur magneto plumbit yang dapat ditulis sebagai MFe12O19, dimana M = Ba, Sr, Pb. Bahan ini
Universitas Sumatera Utara
mempunyai gaya koersivitas dan remanen yang tinggi dan mempunyai struktur kristal heksagonal 3. Ferit Berstruktur Garnet, magnet ini mempunyai magnetisasi spontan
yang bergantung pada suhu secara khas. Strukturnya sangat rumit, berbentuk kubik dengan sel satuan disusun tidak kurang dari 160 atom (Idayanti,2002). Magnet Ferit adalah salah satu bahan magnet yang sering ditemui dengan rumus senyawa XO.6(Fe2O3) dan sering dikenal dengan Heksa-Ferit, dimana X adalah unsur Ba, Sr dan O adalah oksigen. Barium hexa Ferrite BaO.6Fe2O3 yang memiliki parameter kisi a = 5,8920 Angstrom, dan c = 23,1830 Angstrom. Gambar struktur kristal barium hexa Ferrite BaO.6Fe2O3 diperlihatkan pada gambar 2.1
Gambar 2.1 Struktur kristal BaO.6Fe2O3(Moulson A.J, et all., 1985)
2.4 Alumina(Al2O3) Alumina (Al2O3) tergolong salah satu jenis keramik oksida atau keramik teknik, yang aplikasinya cukup luas baik di bidang elektronik maupun di bidang mekanik. Berdasarkan komposisinya, alumina ada dua macam yaitu alumina murni dan alumina tidak murni. Alumina murni merupakan polimorfi material yang berdasarkan struktur kristalnya dapat digolongkan menjadi dua yaitu γAlumina Al2O3 dan α-alumina Al2O3 atau disebut corundum (Buchanan R.C.1986). Aplikasi dari corundum disamping sebagai bahan paling tahan suhu tinggi sampai suhu 1700oC, juga merupakan material yang sangat keras dan kuat sehingga sering dipakai sebagai bahan mekanik. Disamping itu sifat listrik atau konduktivitas listriknya sangat rendah sehingga cocok digunakan sebagai bahan
Universitas Sumatera Utara
isolator listrik. Sedangkan alumina tidak murni, umumnya merupakan kombinasi dua macam oksida seperti misalnya antara Na2O dengan Al2O3, yang membentuk struktur baru yaitu dikenal dengan sebutan beta alumina dengan formula stochiometri Na2O.11Al2O3. Beta alumina sendiri memiliki beberapa struktur kristal antara lain: Na-β′ Al2O3 , Na-β′ Al2O3, dan Na-β″ Al2O3 (Buchanan R.C.1986, Moulson A.J,1999). Dalam industri peleburan alumina memegang 3 fungsi penting yaitu: 1. Sebagai bahan baku utama dalam memproduksi aluminium. 2. Sebagai insulasi ternal untuk mengurangi kehilangan panas dari atas tungku reduksi, dan untuk mempertahankan temperatu operasi. 3. Melindungi anoda dari oksidasi udara. (Cyntia Ayu,2011) Satu-satunya oksida aluminium adalah alumina (Al2O3). Meskipun demikian, kesederhanaan ini diimbangi dengan adanya bahan-bahan polimorf dan terhidrat yang sifatnya bergantung kepada kondisi pembuatannya. Terdapat dua bentuk anhidrat Al2O3 yaitu
α-Al2O3 dan
-Al2O3. Logam-logam trivalensi
lainnya (misalnya Ga, Fe) membentuk oksida-oksida yang mengkristal dalam kedua struktur yang sama. Keduanya mempunyai tatanan terkemas rapat ion-ion oksida tetapi berbeda dalam tatanan kation-kationnya. α-Al2O3 stabil pada suhu tinggi dan juga metastabil tidak terhingga pada suhu rendah. Ia terdapat di alam sebagai mineral korundum dan dapat dibuat dengan pemanasan -Al2O3 atau oksida anhidrat apa pun di atas 1000o. -Al2O3 diperoleh dengan dehidrasi oksida terhidrat pada suhu rendah (~450o). α-Al2O3 keras dan tahan terhadap hidrasi dan penyerapan asam. -Al2O3 mudah menyerap air dan larut dalam asam; alumina yang digunakan untuk kromatografi dan diatur kondisinya untuk berbagai kereaktifan adalah
-Al2O3. (Max Well, 1968) (Andry
Adhe,2010). Tabel 2.1 Sifat-Sifat Fisis Alumina Al2O3 Jenis-jenis Alumina No
Sifat Fisis
Satuan
Sandy
Floury
-Al2O3
α-Al2O3
1
Al2O3
%
5
90
2
Berat Jenis
gr/cm3
3,5
3,9
Catatan
Sinar-X
Universitas Sumatera Utara
3
Sudut Letak
Derajat
30
40
4
Permukaan Letak
M2
42
2
5
Densitas Bebas
gr/cm3
1,1
0,8
6
Densitas Terikat
gr/cm3
1,3
1,0
%
1,8
0,2
7
Kehilangan dalam Pemijaran
1100o
(Burkin A.R,1987; Aswin Syahputra,2010) 2.4.1Struktur Keramik Alumina (Al2O3) Senyawa alumina (Al2O3) bersifat polimorfi yaitu diantaranya memiliki struktur alpha (α)-Al2O3 dan ( )-Al2O3. Bentuk struktur yang lain misalnya beta (β)- Al2O3 adalah alumina tidak murni yang merupakan paduan antara Al2O3Na2O dengan formula Na2O.11 Al2O3(Walter 1970).
Gambar 2.2 Struktur kristal mineral korondum alumina (Hudson, et. al., 2002) Alpha (α)-Al2O3 merupakan bentuk struktur yang paling stabil sampai suhu tinggi dan memiliki nama lain yaitu korundum. Struktur dasar korondum adalah tumpukan padat heksagonal (Hexagonal Closed Packed, HCP) (Walter,1970; Worral,1986). Kationnya (Al3+) menempati 2/3 bagian dari sisipan oktohedral, sedangkan anionnya (O2-) menempati posisi HCP. Bilangan koordinasi dari struktur korundum adalah 6, maka tiap ion Al3+ dikelilingi oleh 6 ion O2-, dan tiap ion O2- dikelilingi oleh 4 ion Al3+ untuk mencapai muatan yang netral. Struktur gamma ( )-Al2O3 merupakan senyawa alumina yang stabil dibawa 1000oC dan umumnya lebih reaktif dibandingkan dengan struktur alpha (α)-Al2O3 (Walter, 1970).
Universitas Sumatera Utara
2.4.2 Sifat-Sifat Alumina Aluminium oksida adalah insulator (penghambat) panas dan listrik yang baik. Umumnya Al2O3 terdapat dalam bentuk kristalin yang disebut dengan corondum atau α-aluminium oksida (Andry Adhe,2010). Umumnya keramik alumina disamping tahan suhu tinggi juga memiliki sifat tahan kimia dan tahan korosi pada suhu tinggi. Keramik korundum murni dibuat melalui suhu tinggi (1800-1900oC) (Reynen,1986; Ahmad Faisal,2007). Aluminium oksida dipakai sebagai bahan abrasive, sebagai komponen dalam alat pemotong, peralatan listrik atau elektronik, refraktori, komponen mekanik, dan sebagai bio-inert material (Ichinose,1983; Ahmad Faisal,2007). Sedangkan -Al2O3 yang sifatnya reaktif dan stabil dibawah suhu 1000oC, aplikasinya banyak digunakan sebagai reagen kimia dan bahan katalis (Worral,1986; Ahmad Faisal,2007). Aluminium oksida berperan penting dalam ketahanan logam aluminium terhadap pengkaratan dengan udara. Logam aluminium sebenarnya amat mudah bereaksi dengan oksigen di udara. Aluminium bereaksi dengan oksigen membentuk aluminium oksida, yang terbentuk sebagai lapisan tipis yang dengan cepat menutupi permukaan aluminium. Lapisan ini melindungi logam aluminium dari oksida lebih lanjut. Alumina yang dihasilkan melalui anodiasi bersifat amorf, namun beberapa proses oksidasi seperti plasma electrolytic oxydation
menghasilkan sebagian
besar alumina dalam bentuk kristalin, yang meningkatkan kekerasan. Menjelaskan sifat-sifat aluminium oksida dapat menimbulkan kebingungan karena dapat berada pada beberapa bentuk yang berbeda. Salah satu bentuknya sangat tidak reaktif. Ini diketahui secara kimia sebagai α-Al2O3 dan dihasilkan pada temperatur yang tinggi. Aluminium oksida merupakan senyawa amfoter, artinya dapat bereaksi baik sebagai basa maupun asam (Andry Adhe,2010). Table 2.2 Sifat-Sifat Keramik Alumina Al2O3 Parameter Densitas, gr/cm
Al2O3 3
3,96
Koefisien termal ekspansi, oC-1
(8-9) x 10-6
Kekuatan Patah, Mpa
350
Universitas Sumatera Utara
Sifat daya hantar panas
Konduktor
Kekerasan (Hv), kgf/mm2
1500-1800
Titik lebur, oC
2050
Ketangguhan, Mpa m1/2
4,9
(Awan Maghfirah,2007)
2.5 Substitusi Al2O3 pada Barium Heksaferit Barium heksaferit memiliki struktur yang berlapis-lapis. Substitusi pada atom barium heksaferit bertujuan untuk meningkatkan sifat magnetik dari barium heksaferit. Penggantian atau substitusi pada atom Ba lebih kepada untuk mengubah parameter kisi. Sedang penggantian pada atom Fe adalah untuk mengganti atom Fe dengan atom magnetik lain yang momen magnetnya lebih besar atau lebih kecil. Sebagian besar hasil pengukuran sifat magnetik setelah substitusi menurun dibandingkan sebelum substitusi. Pengurangan ini diakibatkan oleh medan magnet yang lebih kecil dari atom Fe yang disubstitusi (Syukur Daulay, 2012).
2.6 Proses Mixing dan Milling Milling adalah salah satu metode untuk mencampurkan material.Jika ada dua serbuk atau lebih yang dicampurkan disebut dengan mechanical alloying.Selain untuk mencampur miling juga berfungsi untuk mengurangi ukuran butir.Semakin lama waktu milling maka semakin kecil ukuran partikel. Pada saat proses milling berlangsung, partikel terjebak dan saling bertumbukan dengan bola-bola milling sehingga mengakibatkan patahan,retakkan dan menghancurkan partikel serta mampu mengubah bentuk,ukuran, kerapatan serbuk, dan tingkat kemurnian dari material serbuk (Qodri Fitrothul khasanah,2012). Ada 2 macam pencampuran, yaitu : 1. Pencampuran basah (wet mixing) Yaitu proses pencampuran dimana serbuk matrik dan filler dicampur terlebih dahulu dengan pelarut polar. Metode ini dipakai apabila material (matrik
Universitas Sumatera Utara
filler) yang digunakan mudah mengalami oksidasi. Tujuan pemberian pelarut polar adalah untuk mempermudah proses pencampuran material yang digunakan dan untuk melapisi permukaan material supaya tidak berhubungan dengan udara luar sehingga mencegah terjadinya oksidasi pada material yang digunakan. 2. Pencampuran kering (dry mixing) Yaitu proses pencampuran yang dilakukan tanpa menggunakan pelarut untuk membantu melarutkan dan dilakukan diudara luar. Metode ini dipakai apabila material yang digunakan tidak mudah mengalami oksidasi. Faktor penentu kehomogenan distribusi partikel, antara lain : 1. Bahan baku serbuk Ukuran serbuk yang digunakan umumnya berkisar antara 1µm- 200µm. Semakin kecil ukuran partikel serbuk yang digunakan,maka proses pemaduan mekanik akan semakin efektif dan efesien.Selain itu,serbuk yang digunakan juga harus memiliki kemurnian yang sangat tinggi.Hal ini bertujuan agar paduan yang terbentuk bersifat homogen dan menghindari terbentuknya paduan lain yang tidak diharapkan. 2. Bola giling Bola giling yang digunakan sebagai penghancur dan pemadu campuran serbuk sehingga terbentuk suatu paduan baru.Oleh karena itu,material pembentuk bola giling harus memiliki kekerasan yang sangat tinggi agar tidak terjadi kontaminasi saat terjadi benturan dan gesekan antara serbuk,bola dan wadah penggilingan.Material yang dapat digunakan untuk melakukan proses tersebut antara lain: baja tahan karat,baja karbon,baja perkakas dan baja kromium Ukuran bola yang dapat digunakan dalam proses pemaduan mekanik bermacam-macam.Pemilihan ukuran bola bergantung pada ukuran serbuk yang akan dipadu.Bola yang digunakan harus memiliki diameter yang lebih besar dibandingkan mean diameter serbuknya 3. Wadah milling Material yang digunakan untuk wadah milling (vasel,viar,jar atau mangkok) ini penting karena impak media penggilingan pada bagian dalam dinding ruang vial beberapa material bisa terlepas dan menyatu dengan serbuk.Ini bisa mengkontaminasi serbuk atau merubah sifat kimia dari serbuk yang dimiling.
Universitas Sumatera Utara
4. Kecepatan Penggilingan Media penggilingan adalah bola-bola miling yang digunakan untuk menghaluskan bubuk.Tipe material yang umum digunakan untuk media penggilingan diantaranya,hardnesss steel,toolsteel,stainles steel,hardenes chorium steel dan lain-lain. Ukuran
media
juga
mempunyai
pengaruh
terhadap
efesien
miling,Umumnya ukuran yang besar(berat jenis yang besar) dari media penggilingan berguna karena masa yang berat dari bola-bola akan memberikan energi impak yang lebih besar terhadap partikel-partikel serbuk.Ternyata dalam beberapa kasus,fasa yang amorf tidak terbentuk dan hnaya senyawa kristal yang terbentuk ketika menggunakan bola-bola berukuran besar.Dalam penelitian lain mengatakan bahwa fasa amorf terbentuk dengan menggunakan bola-bola miling berukuran kecil.Bola-bola yang berukuran kecil akan menghasilkan kisi friksi yang besar ketika proses miling sehingga mendorong untuk terbentuknya fasa amorf. Ukuran yang berbeda dari bola-bola menghasilkan gaya geser yang membantu tidak menempelnya serbuk pada permukaan bola.Menggunakan media penggiling yang sama akan berputar menghasilkan jalur trek konsekuensinya bola-bola akan berputar sepanjang jalur dari pada mengenai akhir permukaan dengan tidak beraturan.Oleh karena itu dibutuhkan bola kombinasi antara bolabola kombinasi antara bola-bola kecil dan besar agar gerakan bola tidak teratur. 5. Rasio Berat Bola Serbuk Rasio berat bola serbuk/Ball power weight ratio(BPR) adalah variabel yang penting dalam proses milling.Rasio berat serbuk mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap waktu yang dibutuhkan untuk mencapai fasa tertentu dari serbuk yang dimilling.Semakin tinggi BPR,semakin pendek waktu yang dibutuhkan.Hal ini dikarenakan peningkatan berat bola,tumbukkan persatuan waktu meningkat dan konsekuensinya adalah banyak energi yang ditransfer ke partiel-partikel serbuk dan proses alloying berjalan lebih cepat.Beberapa penelitian menyatakan hasil yang sama.Ini dikarenakan energi yang lebih tinggi, semakin banyak panas yang dihasilkan dan ini juga akan merubah sifat dasar butir.
Universitas Sumatera Utara
6. Ruang Kosong pada Vial Terjadinya partikel serbuk alloying dikarenkan adanya gaya impek yang terjadi terhadap serbuk-serbuk itu. Dalam proses milling dibutuhkan tempat yang kosong yang cukup untuk bola-bola milling dan partikel-partikel serbuk bergerak bebas didalam wadah.Jika ruang kosong pada vial dengan bola-bola dan serbuk itu penting.Jika jumlah dari bola dan serbuk banyak dan tidak ada cukup tempat untuk bola-bola untuk bergerak, maka energi impek yang dihasilkan sedikit,maka proses pemaduan tidak berjalan secara optimal dan membutuhkan waktu yang lama. 7. Atmosfer Milling Untuk menjaga terjadinya oksidasi dan kontaminasi selama proses mechanical alloying biasanya proses MA dilakukan dalam keadaan atsmosfir yang inert atau keadaan vakum pada ball mill. 8. Temperatur milling Temperatur milling adalah parameter lain yang penting dalam menentukan keadaan dari serbuk milling. Sejak proses difusi mempengaruhi dalam pembentukan fasa paduan dengan mengabaikan apakah hasil akhir fasanya solid, intermetalic, nanostructure atau fasa amorf yang diharapkan bahwa temperatur milling akan memiliki pengaruh yang signifikan pada sistem paduan apapun. Semakin
besar
kecepatan
pencampuran,
semakin
lama
waktu
pencampuran, dan semakin kecil ukuran partikel yang dicampur, maka distribusi partikel semakin homogen.
2.7 Tipe Milling Peralatan high energy milling memiliki tipe berbeda yang digunakan untuk memproduksi serbuk mechanical alloying. Perbedaan pada kapasitasnya efisiensi milling dan peraturan dingin, panas dan lain-lain.
2.7.1 SPEX Shaker Mills Shaker mill seperti SPEX mills, yang dapat memilling kira-kira 10-20 g serbuk dalam satu kali milling. SPEX mills digunakan untuk penelitian di
Universitas Sumatera Utara
laboratorium dan untuk tujuan skenering alloy. SPEX menggerakkan serbuk dan bola-bola pada tiga gerakan yang saling tegak lurus, kira-kira pada 1200 rpm. Kapasitas wadah bias mencapai 55x10-6 m3 , persamaan pengurangan dan getaran bola-bola mill adalah energi yang tinggi. Energi tinggi milling bias diperoleh dengan frekuensi yang tinggi dan amplitude yang besar dari getaran.
2.7.2 Planetary ball mill (PBM) Planetary ball mill (PBM) adalah alat yang sering digunakan untuk mecha nical alloying. Khususnya di Eropa, Karena Planetary ball mill bisa memilling seratus gram dalam satu kali milling.Nama Planetary ball mill seperti pergerakan planet,dimana prinsip kerja dari Planetary ball mill didasarkan pada rotasi relatif pergerakan antara jar grinda dan putaran disk.(Suryanarayana.C,2001) Ball mill terdiri dari putaran disk(kadang disebut putaran meja)dan atau empat mangkok (vial) berotasi pada arah yang berlawanan. Gaya sentrifugal dibuat dari vial yang mengelilingi sumbunya bersama-sama dengan rotasi arah yang dipakai oleh serbuk dan bola-bola mill didalam mangkok. Campuran serbuk mengalami penghancuran dan pengelasan dinding dibawah impak energi tinggi
Gambar 2.3 Pergerakan Bola dan serbuk dalam vial (irfan septiyan) Gambar 2.3 memperlihatkan gerakkan bola – bola dan serbuk selama arah rotasi mangkok dan putaran disk berlawanan,gaya sentrifugal bertukaran secara singkron.Hasil gesekan dari bola-bola milling dan campuran serbuk digiling bergantian berputar terhadap dinding mangkok dan hasil impek ketika bola-bola dan serbuk terangkat dan terlempar menyilang wadah yang menumbuk secara berlawanan.Impek menguat ketika bola-bola menumbuk bola-bola yang
Universitas Sumatera Utara
lainnya.Energi impek bola-bola milling pada arah normal mencapai 40 kali lebih dari akselarasi gravitasi.Oleh karena itu planetary ball mill bisa digunakan untuk milling berkecepatan tinggi. Selama proses milling terdapat empat gaya yang terjadi pada material yaitu tumbukkan (impact), atrisi(attrition), gesekan(shear),dan kompresi (compression). Tumbukkan berarti benturan instan dari dua objek yang saling bergerak atau salah satunya dalam keadaan diam dengan persamaan sebagai berikut: m1V1+m2V2 =m1V1’+m2V2’
(2.1)
dengan : V1= kecepatan bola1 sebelum tumbukan (m/s) V2= kecepatan bola2 sebelum tumbukan (m/s) V1’= kecepatan bola1 sesudah tumbukan (m/s) V2’= kecepatan bola2 sesudah tumbukan (m/s) m1= massa bola1 (kg) m2= massa bola2 (kg) Tumbukan ada 3,yaitu: 1. Tumbukan lenting sempurna syarat e = 1 2. Tumbukkan lenting sebagian syarat 0 < e < 1 3. Tumbukkan tidak lenting sama sekali syarat e = 0 dengan, e = |
|
(2.2)
Atrisi adalah gesekan yang menghasilkan serpihan biasanya terjadi pada bahan yang rapuh dan biasanya dikombinasikan dengan gaya lain.Gesekan kontribusi pada peretakan atau pemecahan partikel menjadi partikel individu dan memilki ukuran yang halus.Gaya gesek dirumuskan dengan (2.3) dengan : Fg = Gaya gesek (N) = koefisien gesekan N = gaya normal (N)
Universitas Sumatera Utara
2.7.2.1 Mekanisme Milling Menggunakan Ball-mill Ball-mill merupakan salah satu instrumen/alat yang dapat digunakan untuk memproduksi nanomaterial. Komponen ball-mill ini terdiri atas sebuah tabung (vial) penampung material dan bola-bola penghancur. Pada proses pembuatan nanomaterial menggunakan ball-mill ini, material yang akan dibuat ukurannya menjadi skala nano dimasukkan kedalam vial bersama bola-bola penghancur, lihat Gambar 2.4. Kemudian ball-mill digerakan bisa secara rotasi maupun vibrasi dengan frekuensi tinggi. Gerakan rotasi atau vibrasi ini dapat divariasi sesuai kebutuhan. Akibatnya material yang terperangkap antara bola penghancur dan dinding vial akan saling bertumbukkan menghasilkan deformasi pada material tersebut. Deformasi material tersebut menyebabkan fragmentasi struktur material sehingga terpecah menjadi susunan yang lebih kecil.
Gambar 2.4 Material dan bola penghancur didalam vial (dinding vial = lingkaran dengan garis putus-putus, bola penghancur = bulat hitam besar, material = bulat hitam kecil).(Fahlefi Diana,2010) Bola-bola yang saling bertumbukan tersebut menyebabkan perpatahan, kemudian terjadi penyatuan dingin (cold welding) dari serbuk-serbuk secara elementer seperti yang di illustrasikan pada Gambar 2.5
Gambar 2.5 Proses tumbukan bola-bola di media milling.( Prijo Sardjono,2013)
Universitas Sumatera Utara
Ketika waktu milling meningkat, fraksi volume unsur unsur dari bahan dasar menurun, sedangkan fraksi volume paduan meningkat. Ukuran, bentuk, kerapatan serbuk, dan derajat kemurnian mempengaruhi hasil akhir paduan. Ada empat tahapan dalam mechanical alloying menurut teorema Benyamin dan Volin Tahap petama adalah proses perataan serbuk dari bentuk bulat menjadi bentuk pipih (plat like) dan kemudian mengalami penyatuan (welding prodominance). Serbuk yang sudah diratakan (bentuk pipih) disatukan membentuk sebuah lembaran (lamellar). Kemudian tahapan kedua adalah pembentukan serbuk pada arah yang sama (equiaxed), yaitu menyerupai lembaran berbentuk lebih pipih dan bulat. Perubahan bentuk ini disebabkan oleh pengerasan (hardening) dari serbuk. Tahap ketiga adalah orientasi penyatuan acak (welding orientation) yaitu fragmenfragmen membentuk partikel-partikel equaxed kemudian disatukan dalam arah yang berbeda dan struktur lembaran mulai terdegradasi. Tahap keempat mechanical alloying ini adalah proses steady state (steady state processing), struktur bahan perlahan-lahan menghalus menjadi fragmen-fragmen, kemudian fragmen-fragmen tersebut disatukan dengan fragmen-fragmen yang lain dalam arah berlawanan.
Gambar 2.6 Skematik benturan antara ball mill dan partikel(Suryanarayana) Gaya impak atau tekan (kompaksi) yang terjadi pada partikel selain menghancurkan atau mematahkan partikel juga dapat merusak pori yang ada pada permukaan partikel, pori menjadi rusak karena adanya gaya tekan, terutama pori yang berdiameter kecil sangat rawan untuk rusak dan menghilang. Pada penggilingan yang terlalu lama, partikel dapat mengalami aglomerasi. Setelah
Universitas Sumatera Utara
penggilingan yang lama dan dengan partikel yang sudah sangat halus maka coupling forces menjadi lebih besar serta adanya ikatan kimia atau gaya Van Der Waals dengan kekuatan ikatan 40-400 kJ/mol dapat membuat partikel menyatu atau ber-aglomerasi. Atau apabila ada partikel-partikel yang terperangkap lalu diberi gaya impak, partikel-partikel tersebut dapat juga teraglomerasi. Dengan semakin halusnya partikel karena waktu penggilingan yang lama, maka jarak antara partikel akan semakin kecil serta kontak antar partikel semakin banyak yang memungkinkan aglomerasi dapat terjadi. Dengan demikian maka pada partikel yang permukaannya berpori, terjadinyanya aglomerasi memungkinkan untuk
terbentuknya
diameter
pori
yang
membesar
karena
adanya
‘penggabungan/penyatuan’ pori karena aglomerasi antar partikel.
Gambar 2.7 Skematis gaya tekan pada partikel-partikel yang terperangkap diantaranya menyebabkan paryikel teraglomerasi
2.8
Karakterisasi Material Magnet Untuk mengetahui sifat-sifat dan kemampuan suatu material maka perlu
dilakukan pengujian dan analisis. Beberapa jenis pengujian dan analisis yang dibahas untuk keperluan penelitian ini antara lain : pengujian sifat fisis (densitas(true density)), dan analisa struktur kristal dengan menggunakan alat uji XRD (X-Ray Diffraction). 2.8.1 Sifat Fisis Densitas merupakan ukuran kepadatan dari suatu material atau sering didefinisikan sebagai perbandingan antara massa (m) dengan volume (v) dalam hubungannya dapat dituliskan sebagai berikut (M. Ristic, 1979) ρ=
(2.4)
Universitas Sumatera Utara
dengan : ρ = Densitas (gram/cm3) m = Massa sampel (gram) v = Volume sampel (cm3) Ada dua macam densitas yaitu : true density dan bulk density(metode archemedes). True density adalah kerapatan dari serbuk yang diukur dengan alat piknometer. Densitasnya dapat dihitung dengan rumus: 𝜌=(
) (
)
𝑥𝜌
(2.5)
dengan: m1 = massa picnometer dalam keadaan kosong (gram) m2 = massa picnometer diisi dengan air (gram) m3 = massa picnometer kering diisi dengan serbuk (gram) m4 = massa picnometer diisi dengan serbuk dan air (gram) 𝜌
= massa jenis air (1 gram/cm3)
2.8.2 XRD ( X-Ray Diffraction) Sinar X merupakan gelombang elektromagnetik yang dapat digunakan untuk mengetahui struktur Kristal dan fasa suatu material.Bila sinar x dengan panjang gelombang λ diarahkan kesuatu permukaan Kristal dengan sudut datang sebesar
,maka sebagian sinar dihamburkan oleh bidang atom dcalam
Kristal.Berkas sinar x yang dihamburkan dalam arah-arah tertentu akan menghasilkan puncak-puncak difraksi yang dapat diamati dengan peralatan X-Ray Diffraction.(Cullity,1978) Fenomena interaksi dan difraksi sudah dikenal pada ilmu optik. Standart pengujian laboratorium fisika adalah untuk menentukan jarak antara dua gelombang dengan mengetahui panjang gelombang sinar, dengan mengukur sudut berkas sinar yang terdifraksi. Pengujian ini merupakan aplikasi langsung dari pemakaian sinar-X untuk menentukan jarak antar atom adalam kristal.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.8 Difraksi Bidang Atom (Cullity,1978) Gambar 2.8 menunjukkan suatu berkas sinar X dengan panjang gelombang λ, jatuh pada sudut θ pada sekumpulan bidang atom berjarak d. Sinar yang dipantulkan dengan sudut θ hanya dapat terlihat jika berkas dari setiap bidang yang berdekatan, dan menempuhkan jarak sesuai dengan perbedaan kisi yaitu sama dengan panjang gelombang n λ. Menurut syarat terjadinya difraksi, beda lintasan merupakan kelipatan bilangan bulat dari panjang, sehingga hal tersebut dirumuskan W.L.Brag nλ=2dsin
(2.6)
dengan : n = orde difraksi (n = bilangan bulat 1,2,3…) λ = panjang gelombang sinar-X (mm) d = jarak antar bidang (mm) = sudut difraksi (o) Untuk mengetahui fasa dan struktur material yang diamati dapat dilakukan dengan cara sederhana, yaitu dengan cara membandingkan nilai d yang terukur dengan nilai d pada data standart. Data d standart dapat diperoleh melalui Joint Commitee On Powder Difraction Standart ( JCPDS ) atau dengan metode Hanawalt file.
Universitas Sumatera Utara