BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Syarat Tumbuh Tanaman Karet 2.1.1 Iklim Sesuai dengan habitat aslinya di Amerika Selatan, terutama di Brazil yang beriklim tropis, maka karet juga cocok ditanam di daerah tropis lainnya. Di Indonesia, daerah yang cocok buat penanaman karet adalah Pulau Jawa, Sumatera dan Kalimantan yang terletak pada zona diantara 6 o Lintang Utara (LU) dan 9
o
Lintang Selatan (LS).
Diluar zona tersebut menghasilkan
pertumbuhan tanaman yang lambat dan karena itu umur panen (umur matang sadap) pun akan lambat. Tanaman karet tidak tahan terhadap kondisi suhu udara yang dingin dan kelembabapan udara yang tinggi. Suhu udara rata-rata yang baik bagi pertumbuhan dan pembentukan yang optimal adalah 28 oC (Cahyono, 2010). 2.1.2 Curah Hujan Tanaman karet tumbuh baik pada curah hujan sekitar 1.500-3.000 mm/tahun. Karet masih dapat tumbuh dikawasan dengan curah hujan >4.000 mm/tahun, namun pengelolaan kebun akan menghadapi gangguan penyakit daun dan penyadapan. Dikawasan dengan curah hujan sekitar 1.500-2.000 mm/tahun, diperlukan distribusi curah hujan yang merata sepanjang tahun. Curah hujan 2.000-3.000 mm/tahun diperlukan 1 (satu) bulan kering dan curah hujan 3.000-.4.000 mm/tahun diperlukan 2-3 bulan kering (Siregar dan Suhendry, 2012).
3
2.1.3 Penyinaran Matahari Kebutuhan akan intensitas sinar matahari merupakan syarat mutlak bagi pertumbuhan tanaman karet karena sinar matahari merupakan sumber energi dalam proses asimilasi tanaman. Penyinaran matahari sangat berpengaruh terhadap pembentukan vegetatif (pertumbuhan batang, cabang, ranting, daun dan perakaran) maupun pembentukan generatif (pembentukan bunga, buah dan biji). Dalam sehari tanaman karet membutuhkan sinar matahari dengan intensitas yang cukup, paling tidak selama 5-7 jam lama penyinaran per hari. Oleh karena itu, tanaman karet akan tumbuh baik bila mendapat penyinaran matahari sepanjang hari ditempat terbuka. Daerah yang curah hujannya tinggi dan intensitas penyinaran matahari sedikit tidak cocok untuk budidaya tanaman karet (Cahyono, 2010). 2.1.4 Angin Tanaman karet memiliki batang yang lentur dan mudah patah. Oleh karena itu angin yang kencang dan berkelanjutan secara langsung dapat mempengaruhi tanaman, misalnya penyerbukan bunga terganggu sehingga menyebabkan rendahnya produksi biji dan pembenihan, bahkan dapat menyebabkan cabang-cabang tanaman atau robohnya tanaman, terutama tanaman yang berasal dari klon-klon tertentu yang peka terhadap angin kencang (Cahyono, 2010). 2.1.5 Topografi Persoalan utama bila karet ditanam pada topografi yang curam dan tempat yang tinggi ialah pelambatan layak matang sadap dan tingginya resiko serangan penyakit daun. Oleh karena itu, pada dasarnya tanaman karet tidak layak dikelola pada topografi dengan bukit (Siregar dan Suhendry, 2012). Tanaman karet dapat tumbuh dengan baik yaitu pada ketinggian antara 1-600m dari permukaan laut (dpl). Bisa dikatakan wilayah di Indonesia tidak
4
mengalami kesulitan mengenai areal yang dapat dibuka untuk tanaman karet. Hampir diseluruh Indonesia tanaman karet dapat tumbuh dengan subur. Di dataran rendah, umur panen tanaman karet (umur matang sadap) lebih pendek daripada di dataran medium dan di dataran tinggi, dengan jumlah panen dan kualitas lateks lebih tinggi (tinggi tempat 0-200 mdpl “rendah”, tinggi tempat 200-700 mdpl “medium”, tinggi diatas 700 mdpl “tinggi”). Perbedaan kondisi yang mencolok ialah faktor iklim (Cahyono, 2010). 2.1.6 Tanah Ada beberapa faktor yang mempengaruhi produksi dalam usaha tani, salah satunya yaitu faktor tanah (fisik, kimia, dan biologi). Yang termasuk dalam fisik tanah, yaitu tentang: tekstur, struktur, tata air, tata udara, temperatur dan warna tanah.
Sedangkan kimia tanah ialah kapasitas tukar kation (ktk),
pH-nya. Dan biologi tanah ialah tentang jasad-jasad hidup dalam tanah/jasad renik (Sutedjo, 2010). Pada dasarnya tanaman karet dapat hidup dan tumbuh baik pada bermacammacam jenis tanah dan keadaan tanah. Untuk mengoptimalkan pertumbuhan tanaman karet yang dibudidayakan di tanah yang sangat jelek dapat diatasi dengan menggunakan pupuk organik dan pupuk anorganik (kesuburan tanah/struktur
tanah),
membangun
drainase/selokan
pembuangan
(kedalam/permukaan air tanah dangkal). Keadaan tanah yang sesuai dan baik bagi pertumbuhan dan hasil tanaman karet adalah tanah yang banyak mengandung bahan organik (humus), struktur tanah gembur, mudah mengikat air (porous), kedalaman tanah (solum tanah), permukaan air tanah cukup dalam (1,5-2m), dan tidak bercadas. Keadaan tanah yang baik juga akan mempermudah tumbuh dan berkembangnya perakaran tanaman sehingga tanaman dapat tumbuh dengan baik dan pembentukan hasil (latex) meningkat karena penyerapan zat-zat hara oleh perakaran tanaman lebih sempurna (Cahyono, 2010).
5
Derajat keasaman tanah (pH) yang rendah dapat menyebabkan zat hara magnesium (Mg) yang tersedia di dalam tanah sedikit sehingga tanaman akan menderita penyakit fisiologis dengan gejala daun-daun menguning yang diikuti menguningnya jaringan diantara tulang daun dan tanaman tumbuhnya kerdil/terhambat (Cahyono, 2010). Kisaran derajat keasaman (pH) tanah yang cocok untuk pertumbuhan tanaman karet dan pembentukan hasilnya (latex) adalah berkisar antara 5,5-7,0. Namun, tanaman karet masih toleran terhadap derajat keasaman tanah sangat asam (pH 3-5) dan derajat keasaman tanah basa (pH 7,5-8,0). Artinya tanaman masih dapat hidup dan tumbuh tetapi produksinya rendah (Cahyono, 2010). Tabel 2.1 Kesesuaian Lahan Untuk Tanaman Karet di Indonesia Parameter Bentuk permukaan lahan
Ringan Datar sampai bergelombang (0-16%)
Faktor Pembatas Sedang Bergelombang sampai berbukit (17-40%)
Berat Berbukit terjal (>40%)
Persentase batuan (%) Kedalam efektif (cm) Lapisan gambut (cm)
0
0-15
>15
>100
45-100
<45
0-25
25-100
>50
Lapisan sulfat masam
-
50 cm dari permukaan
25 cm dari permukaan
Tekstur tanah
Lempung, Lempung berliat berpasir, Berdebu liat berpasir
Liat (fraksi liat) 50%-70%
Liat kuat (fraksi liaat > 70%), Pasir berlempung
pH tanah 4-5,5 Drainase Sedang Internal Sumber: Sugiyanto dkk, 1998.
5,6-6,5 Cepat/lambat
6
<4 atau >6.5 Sangat cepat/lambat
2.2 Potensi Produksi Tanaman Karet Pemerintah telah menetapkan sasaran pengembangan produksi karet alam Indonesia sebesar 4 juta ton pada tahun 2025, sasaran tersebut hanya dapat dicapai apabila 85% areal perkebunan karet rakyat telah menggunakan klon unggul.
Rekomendasi klon adalah sejumlah klon yang dianjurkan
berdasarkan hasil rumusan lokakarya nasional pemuliaan tanaman karet untuk periode tertentu yang disusun berdasarkan data pertumbuhan produksi dan sifat-sifat sekunder yang diperoleh dari hasil pengujian dari beberapa lokasi selama beberapa tahun sesuai dengan tahapan pengujian. Klon-klon quick starter (QS) adalah klon dengan metabolisme tinggi, sedangkan klon slow starter (SS) adalah klon metabolisme rendah. Hasil pengamatan Azwar dan Suhendry (1998), menyatakan bahwa klon QS dan SS menunjukkan keduanya memiliki pola produksi yang berbeda.
Klon QS
memiliki puncak produksi yang diperoleh pada awal penyadapan, sedangkan klon SS memiliki puncak produksi pada pertengahan siklus ekonominya. Tabel 2.2 Potensi Produksi Klon Karet Anjuran Klon IRR 104 IRR 112 IRR 118 IRR 220 BPM 24 PB 260 PB 330 PB 340 IRR 5 IRR 107 IRR 119 RRIC 100
Produksi Kumulatif (kg kering/ha) 5 tahun 10 tahun 15 tahun Klon Penghasil Latex 9.938 21.860 31.240 10.973 21.770 32.242 9.856 19.985 30.860 10.511 20.086 32.865 8.942 20.423 30.007 9.989 21.996 30.946 9.699 19.306 29.180 10.900 19.220 30.070 Klon Penghasil Latex-Kayu 8.046 18.270 30.986 9.080 17.370 31.422 8.350 16.870 30.085 6.690 21.010 29.963
7
Ratarata 2.083 2.146 2.057 2.191 2.000 2.063 1.945 2.005 2.066 2.095 2.006 1.998
2.3 Pemupukan Pupuk adalah bahan yang diberikan kedalam tanah baik yang organik maupun anorganik dengan maksud untuk mengganti kehilangan unsur hara dari dalam tanah dan bertujuan untuk meningkatkan produksi tanaman dalam keadaan faktor keliling atau lingkungan (Sutedjo, 2010). Pemupukan merupakan salah satu bagian yang tidak terpisahkan dalam pengelolaan suatu perkebunan karet.
Kebutuhan pupuk terus meningkat,
berbanding lurus dengan luas perkebunan karet yang terus meningkat. Paham pemupukan yang dianut sampai sekarang ialah pemupukan deskriminatif berdasarkan hasil analisa data, daun dan ekologi (Nugroho dan Istianto, 2010). Dalam persyaratan agronomis pengusahaan tanaman karet, penambahan hara dari pupuk secara teratur, terbukti dapat memenuhi kebutuhan hara tanaman dan peningkatan produksi. Respon pemupukan pada pertumbuhan lilit batang tanaman karet yang belum menghasilkan adalah sebesar 29%, sedangkan pemupukan pada tanaman karet menghasilkan dapat meningkatkan produksi sebesar 15-25% (Nugroho dan Istianto, 2010). Banyak efek yang ditimbulkan akibat tidak dilakukannya pemupukan. Dalam jangka pendek kulit tanaman akan menjadi keras/tidak lunak seperti tanaman yang dipupuk.
Kulit kayu yang keras akan berakibat pada sulitnya
penyadapan sehingga pisau akan cepat tumpul dan pemakaian kulit menjadi boros. Selain itu dalam penyadapan akan menimbulkan luka kayu sehingga kulit pulihan tidak dapat lagi
diharapkan dan jaringan latex terputus.
Tanaman yang tidak dipupuk juga akan mudah terkena penyakit terutama penyakit daun karen kesehatan tanaman yang tidak terjaga. Efek jangka panjang yang ditimbulkan akibat tidak dilakukannya pemupukan berupa penurunan kesuburan tanah yang akan menyebabkan penurunan produksi (Nugroho dan Istianto, 2010).
8
2.3.1 Jenis-jenis Pupuk Terdapat 2 (dua) jenis unsur hara esensial yang sangat diperlukan bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman, yaitu unsur hara makro dan mikro. Unsur hara makro terdiri atas (nitrogen, fosfor, kalium, kalsium, magnesium dan sulfur), sedangkan unsur hara mikro meliputi (boron, tembaga, seng, besi, molybdenum, mangan, khlor). a. Nitrogen (N) Nitrogen merupakan unsur hara utama bagi pertumbuhan tanaman, yang umumnya sangat diperlukan untuk pembentukan atau pertumbuhan bagian vegetatif tanaman, seperti daun, batang, akar, tetapi kalau terlalu banyak dapat
menghambat
pembungaan
dan
pembuahan
pada
tanaman
(Sutedjo, 2010). Pengaplikasian pupuk ZA yang memiliki kadar Nitrogen dalam bentuk NH4SO4 (Amonium Sulfat) dapat menekan pertumbuhan Jamur Akar Putih (JAP). Defisiensi unsur hara: 1. Ukuran daun yang terbentuk lebih kecil dan berwarna kekuningan 2. Tanaman kerdil dengan tajuk yang kecil dan pertumbuhan terhambat. 3. Pada tanaman muda gejala kekurangan terlihat pada daun-daunnya yang lebih tua di payung terbawah dan pada tanaman dewasa gejala kekurangan lebih terlihat pada daun-daun yang terkena sinar matahari. b. Fospor (P) Berguna mempercepat pertumbuhan akar semai, mempercepat pembungaan dan pemasakan buah/biji, sebagai penyusun lemak dan protein. Sumber zat fosfat dalam bentuk batu, dalam bentuk sisa tanaman dan bahan organis serta bentuk pupuk buatan (superfospat, doublefospat, triplefosfat, rockphosphate) P anorganik sekitar 25-90% dan organik 3-75% dari P total tanaman (Sutedjo, 2010).
9
Defisiensi unsur hara: 1. Pertumbuhan terhambat dan tunas pucuk tidak tumbuh. 2. Warna daun menjadi merah kecoklatan dan gugur sebelum waktunya. 3. Pada tanaman muda, gejala dijumpai pada daun dari payung tengah, dimana permukaan bawah daun berwarna keperakan dan pada tanaman dewasa, pembentukan bunga terhambat dan mudah rontok sehingga produksi biji sedikit. c. Kalium (K) Elemen dapat dikatakan bukan elemen yang langsung pembentuk bahan organik.
Kalium berperan dalam pembentukan protein dan karbohidrat,
mengeraskan bagian kayu tanaman, meningkatkan resistensi terhadap penyakit, aktifator berbagai enzym dan menguatkan tekanan turgor. Kalium mempunyai sifat mudah larut dan hanyut, serta mudah difiksasi dalam tanah (Sutedjo, 2010). Defisiensi unsur hara: 1. Pertumbuhan terhambat, warna tepi dan ujung daun menjadi kuning. 2. Pada tanaman muda gejala kekurangan terlihat pada daun-daun yang lebih bawah dan pada tanaman dewasa gejala kekurangan terlihat pada daun yang langsung terkena sinar matahari. d. Kalsium (Ca) Kalsium berfumgsi merangsang pertumbuhan bulu-bulu akar.
Berperan
dalam pembuatan protein atau bagian yang aktif dari tanaman, memperkeras batang tanaman dan sekaligus merangsang pembentukan biji.
10
Defisiensi unsur hara: 1. Warna daun berubah menjadi hangus pada ujung dan tepi daun. 2. Pada tanaman muda gejala terlihat pada payung yang lebih keras dan pada tanaman dewasa gejala terlihat pada daun-daun yang terlindungi. e. Magnesium (Mg) Magnesium ialah unsur yang merupakan bagian dari klorofil. Kekurangan unsur Mg akan mengurangi pertumbuhan tanaman karena kekurangan klorofil. Defisiensi unsur hara: 1. Pada sela-sela tulang daun berwarna kuning, biasanya menyebar dari pinggiran daun menuju kedalam menyerupai bentuk tulang rusuk ikan (klorosis). 2. Pada tanaman muda gejala terlihat pada daun-daun dari payung bawah dan pada tanaman dewasa terlihat pada daun-daun yang terkena sinar matahari. f. Belerang atau Sulfur (S) Sulfur dibutuhkan tanaman dalam pembentukan asam amino sistin, sistein dan metionin. Sulfur dalam tanaman ditemukan dalam bentuk asam amino yang fungsi utamanya adalah penyusun protein dalam pembentukan ikatan disulfida antara rantai-rantai peptida. Sulfur juga berfungsi sebagai aktivator, kofaktor atau regulator enzim dan berperan dalam proses fisiologi tanaman. Defisiensi unsur hara: 1. Menghambat sintesis protein dan dapat menyebabkan terjadinya klorosis. 2. Gejala terlihat pada daun muda dengan warna daun yang menguning.
11
g. Boron (B) Boron memiliki kaitan erat dengan proses pembentukan, pembelahan dan diferensiasi, dan pembagian tugas sel. Hal ini terkait dengan perannya dalam sintesis RNA, bahan dasar pembentukan sel. Defisiensi unsur hara: Daun berwarna lebih gelap dibanding daun normal, tebal dan mengkerut. h. Tembaga (Cu) Berfungsi sebagai aktivator dan membawa beberapa enzim dan membantu kelancaran proses fotosintesis. Pembentuk klorofil dan berperan dalam fungsi produksi. Defisiensi unsur hara: Daun berwarna hijau kebiruan, tunas daun menguncup dan tumbuh kecil, pertumbuhan bunga terhambat. i.
Seng atau Zinc (Zn)
Berperan dalam aktivator enzim, pembentukan klorofil dan membantu proses fotosintesis. Defisiensi unsur hara: Pertumbuhan lambat, daun kerdil, mengkerut atau menggulung di satu sisi lalu disusul dengan kerontokan. j. Besi atau Ferro (Fe) Berperan
dalam
proses
pembentukan
protein,
sebagai
katalisator
pembentukan klorofil. Berperan sebagai pembawa elektron pada proses fotosintesis dan respirasi, sekaligus menjadi aktivator beberapa enzim. Defisiensi unsur hara: Daun terkena klorosis dan neksora.
12
k. Molibdenum (Mo) Berperan sebagai pembawa elektron untuk mengubah nitrat menjadi enzim dan juga berperan dalam fiksasi nitrogen. Defisiensi unsur hara: Munculnya klorosis di daun tua kemudian menjalar ke daun muda. l. Mangan (Mn) Diperlukan untuk mengaktifkan nitrat reduktase. Dalam fotosintesis berperan dalam pelepasan elektron dari air dalam pemecahannya menjadi hidrogen dan oksigen. Berperan penting dalam mempertahankan kondisi hijau daun pada daun yang tua. Defisiensi unsur hara: 1. Menyebabkan pertumbuhan tanaman tidak normal. 2. Menguningnya bagian daun diantara tulang-tulang daun sedangkan tulang daun itu sendiri tetap berwarna hijau. m. Khlor (Cl) Berperan dalam osmosis (pergerakan air atau zat terlarut dalam sel), keseimbangan ion yang diperlukan bagi tanaman untuk mengambil elemen mineral dan dalam fotosintesis. Defisiensi unsur hara: Dapat menimbulkan gejala pertumbuhan daun yang kurang normal.
13
Berikut ini tabel beberapa jenis pupuk yang biasa digunakan untuk tanaman menghasilkan karet. Tabel 2.3
Beberapa Jenis Pupuk Yang Digunakan Untuk Tanaman Menghasilkan Karet Pupuk Tunggal Pupuk Majemuk/Compound Nama Kadar Hara Nama Kadar Hara Nitrogen (N) 15% Urea Nitrogen (N) 46% NPK Fospor (P) 15% Kalium (K) 15% Nitrogen (N) 18% SP-36 Fospor (P) 36% Fospor (P) 10% Kalium (K) 12% Pukalet Kalsium (Ca) 4% KCL Kalium (K) 60% Magnesium (Mg) 2% Sulfur (S) 2%
2.3.2 Prinsip Pemupukan Setiap penambahan baha pupuk kedalam tanah atau tanaman berarti investasi (modal) yang berarti mengharapkan keuntungan yang lebih dari setiap penambahan tiap kilogram dari pupuk yang diberikan. Untuk memperoleh efisiensi yang tinggi dari suatu pemupukan perlu diperhatikan beberapa faktor yang ikut menentukan efisiensi penggunaan pupuk yaitu: sifat dan ciri tanah, sifat tanaman dan kebutuhan tanaman, pola pertanian, tepat jenis, tepat dosis, tepat waktu, tepat letak dan tepat cara. a. Tepat Dosis Pemupukan yang baik diikuti pemeliharaan yang baik memacu pertumbuhan karet pada masa TBM hingga mencapai matang sadap yang lebih awal. Dosis anjuran pemupukan sebaiknya secara spesifik lokasi, namun jika anjuran pemupukan spesifik lokasi belum ada, maka dapat digunakan anjuran pemupukan secara nasional. Umumnya dosis pemupukan anjuran umum diberikan dalam 2 (dua) tahap dalam setahun, yaitu masing-masing setengah dosis dalam 1 (satu) tahun.
14
Pemupukan tanaman produktif yang dilakukan dengan dosis yang tepat dan teratur dapat mempercepat pemulihan bidang sadapan, memberikan kenaikan produktif 10%-20%, menigkatkan resistensi tanaman terhadap gangguan hama/penyakit, dan tingkat produksi yang tinggi dapat dipertahankan dalam jangka waktu yang lebih lama. (Setyamidjaja, 1993) Berikut ini adalah tabel dosis anjuran pemupukan tanaman karet sampai umur 20 tahun. Tabel 2.4 Dosis Anjuran Pemupukan Tanaman Karet Selama 20 Tahun Dosis (gram/pohon/tahun) Urea TSP KCL Kieserit 250 275 150 150 50 250 175 200 75 250 200 200 100 300 200 250 100 300 200 250 100 350 200 300 75 350 200 300 75 350 200 300 75 350 200 300 75 350 200 300 75 350 200 300 75 350 200 300 75 350 200 300 75 350 200 300 75 350 200 300 75 300 150 250 75 300 150 250 75 300 150 250 75 300 150 250 75 300 150 250 75 Taryo Adiwidanda dkk, 1992. 1) Jika tidak ada TSP maka
Tahun ke 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 Sumber:
gunakan SP-36 dengan mengalikan dosis tersebut dengan angka 1,28 dan jika menggunakan Superphos (SP-18) maka kali dengan angka 3,07. 2) Jika tidak ada Kieserit maka gunakan Dolomit dengan mengalikan dosis tersebut dengan angka 1,5. 15
b. Tepat Jenis Pemilihan jenis pupuk ditentukan oleh daya guna pupuk, harga per unit hara, kemudahan pengadaan, kemudahan aplikasi dan resiko pencemaran, pada TM terutama pada tanah dengan pH rendah dapat menggunakan RP. Untuk tanah di pedalaman atau pegunungan dianjurkan menggunakan ZA, karena resiko kehilangan unsur N lebih kecil dibandingkan urea. Untuk tanah yang terletak dekat pantai dapat menggunakan berbagai jenis pupuk N tergantung harga per unit. c. Tepat Waktu Faktor yang menjadi bahan pertimbangan dalam menetapkan waktu pemupukan antara lain saat paling dibutuhkan oleh tanaman, daya larut hara pupuk didalam tanah, keadaan cuaca/curah hujan, saat pembentukan daun (tunas-tunas) baru. Saat pemberian pupuk yang paling tepat pada tanaman karet adalah pada saat tanaman sedang membentuk tunas-tunas baru (flush), setelah tanaman mengalami gugur daun alamiah. Sintesa protein maksimal terjadi hingga lima bulan setelah pembentukan daun baru. Penyerapan unsur N terbaik, ketika pembentukan daun baru sampai lima bulan sesudahnya. Saat pemupukan di TM, segera setelah curah hujan cukup ketika daun masih muda. Pemupukan dilakukan biasanya awal musim hujan dan menjelang akhir musim hujan. Pada TM, untuk mempercepat pembentukan daun baru dan menjamin kelancaran sintesis protein disarankan diberikan 60% dari dosis setahun setelah gugur daun dan 40% sisanya diberikan kemudian.
Pada TBM dianjurkan memupuk menjelang
pembentukan kuncup daun baru agar dapat mendorong pertumbuhan aktif (Susetyo, 2002).
16
d. Tepat Cara Terdapat 3 (tiga) cara memupuk, yaitu dengan cara tabur (spreader), cara benam (pocket), dan cara semprot (spray).
Pemilihan cara pemupukan
didasari atas jenis pupuk, ketersediaan tenaga kerja, kondisi lahan, dan resiko kehilangan hara pupuk. 1. Cara Tabur (Spreader) Cara ini disarankan pada areal relatif datar kemiringan 0-8%, untuk TBM 1-3 tahun ditabur secara melingkar di sekeliling pohon, sedangkan untuk TBM 4-5 dan TM ditaburkan secara larikan mengikuti barisan tanaman. Berikut ini gambar lokasi penebaran pupuk untuk tanaman menghasilkan karet:
Gambar 2.1 Tempat penaburan pupuk pada tanaman karet umur >5 tahun.
17
2. Cara Benam (Pocket) Cara ini disarankan untuk areal yang berlereng >8 %, pupuk dibenam dengan tujuan untuk menghindari kehilangan pupuk oleh air hujan. Cara benam dilakukan dengan membuat 3 lubang per pohon dengan ukuran pocket 10x10x10 cm dan lubang tanam pupuk dipindah untuk tahun berikutnya. Pemupukan cara tabur dapat mengakibatkan kehilangan hara sekitar 30% sedangkan cara benam hanya sekitar 2%. Berikut ini gambar skema pengaplikasian pupuk untuk cara benam
d d d Gambar 2.2 Skema pengaplikasian pupuk untuk cara benam. Keterangan :
= Letak Lubang = Pohon Karet d
= Jarak dari pangkal batang 80-100 cm
3. Cara Semprot (Spray) Cara ini umumnya hanya digunakan untuk pembibitan. Pupuk berbentuk padat diberikan dengan cara tabur atau cara benam sedangkan pupuk berbentuk cair diberikan dengan cara semprot. Pemberian pupuk yang efektif harus bertumpang tindih dengan lokasi penyebaran akar hara (akar rambut) tanaman. Pada TBM penyebaran akar hara masih dekat dengan pohon dan semakin menjauh mengikuti perkembangan tajuk seiring dengan pertambahan umur tanaman. Pada TM akar hara terbanyak sudah berada di gawangan tanaman yaitu sekitar 150-200 cm dari pohon.
18
Pada areal yang miring dan memiliki teras-teras, perakaran rambut banyak terdapat dibibir teras, tetapi daerah tersebut peka terhadap erosi. Untuk itu maka letak pemberian pupuk dibagian dalam teras. 2.4 Manajemen Pemupukan Setelah tanaman berproduksi, pemupukan diperlukan untuk pertumbuhan lanjut, mempertahankan kondisi tanaman dan diperlukan untuk pertumbuhan lebih lanjut, mempertahankan kondisi tanaman dan menjaga serta meningkatkan produktifitasnya. Pemupukan harus dilakukan secara tepat dan teratur. 2.4.1 Perencanaan Pemupukan Saat yang tepat untuk memupuk adalah saat tanaman karet sudah mulai bersemi dan membentuk daun sesudah gugur daun alamiah. Sebelum tiba waktu pemupukan, maka pupuk terlebih dahulu tersedia dan disimpan digudang dengan baik, sehingga tidak terjadi perubahan fisik dan penurunan kadar hara. Kebutuhan pupuk didasarkan jumlah pohon yang ada, bukan berdasarkan kg/ha. Areal dipupuk diperinci per KCD atau per blok. 2.4.2 Pelaksanaan Pemupukan Pemupukan dilakukan sesuai dengan prinsip pemupukan 4T, tepat dosis, jenis, waktu dan cara.
Syarat-syarat yang harus dilakukan sebelum
melaksanakan pemupukan adalah: a. Persiapan Lapangan Piringan harus bersih dari gulma dengan lebar yang cukup. b. Persiapan Peralatan dan Pupuk 1. Takaran diberi tanda sesuai dosis. 2. Ember atau karung untuk tempat penabur. 3. Sekop alat sebagai pencampur. 4. Mendahulukan pemakaian pupuk stok lama (first in first out).
19
5. Pupuk yang menggumpal harus terlebih dahulu dihancurkan. 6. Perencanaan pemupukan, blok yang akan dipupuk, waktu, jenis pupuk, tenaga penabur dan tenaga penguntil dan supply point. c. Persiapan Tenaga Jumlah tenaga sudah dipersiapkan sesuai dengan kebutuhan untuk pemupukan. d. Persiapan Pengangkutan 1. Transport sudah diatur dan dipersiapkan sehari sebelumnya, sehingga pupuk pagi-pagi sudah tiba di blok. 2. Pengeceran dan jumlah kantong (goni) tertumpuk sesuai supply point. 3. Kantong pupuk atau goni harus ditumpukkan di pinggir atau di piringan dan tidak dibenarkan di letak dipasar. e. Keamanan Pupuk yang diecer harus terjamin keamanannya dan harus diawasi oleh petugas keamanan. 2.4.3 Pengawasan Pemupukan Pelaksanaan pemupukan harus diawasi oleh Mandor dan Asisten sehingga proses pemupukan berjalan dengan tepat dan lancar. Kantong pupuk atau goni kosong harus dikumpulkan kembali dan dihitung oleh mandor untuk sebagai bukti dan laporan hasil pemupukan.
20