BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG KEMISKINAN DAN

Download kurangnya tabungan dan investasi, dan masalah lain yang menjurus ke arah tindakan kekerasan dan kejahatan. Kemiskinan yang terjadi dalam su...

0 downloads 488 Views 244KB Size
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Kemiskinan dan pengangguran menjadi masalah yang penting saat ini di Indonesia, sehingga menjadi suatu fokus perhatian bagi pemerintah Indonesia. Masalah kemiskinan ini sangatlah kompleks dan bersifat multidimensional, dimana berkaitan dengan aspek sosial, ekonomi, budaya, dan aspek lainnya. Kemiskinan terus menjadi masalah fenomenal di belahan dunia, khususnya Indonesia yang merupakan Negara berkembang. Kemiskinan telah membuat jutaan anak tidak bisa mengenyam pendidikan, kesulitan membiayai kesehatan, kurangnya tabungan dan investasi, dan masalah lain yang menjurus ke arah tindakan kekerasan dan kejahatan. Kemiskinan yang terjadi dalam suatu negara memang perlu dilihat sebagai suatu masalah yang sangat serius, karena saat ini kemiskinan, membuat banyak

masyarakat

Indonesia

mengalami

kesusahan

dalam

memenuhi

kebutuhan hidupnya. Persoalan kemiskinan ini lebih dipicu karena masih banyaknya masyarakat yang mengalami pengangguran. Pengangguran yang dialami sebagian masyarakat inilah yang membuat sulitnya dalam memenuhi kebutuhan

hidupnya,

sehingga

angka

kemiskinan

selalu

ada.

(http://www.duniaesai.com/index.php/direktori/esai/37-ekonomi/114-mengapakemiskinan-di-indonesia-menjadi-masalah-berkelanjutan.html diakses pada tanggal 15 Nopember 2011, pukul 17.00 WITA).

Kemiskinan merupakan masalah yang belum terselesaikan sampai saat ini. Hal itu diperkuat oleh Angka Statistik yang memberikan informasi masih banyaknya jumlah penduduk miskin. Jumlah penduduk miskin di Indonesia yang dikategorikan supermiskin oleh World Bank pada tahun 2007, yang mencapai 39 juta jiwa atau 17,75 persen dari total populasi. (BPS, 2007). Sedangkan penduduk miskin di Provinsi Sulawesi Tenggara berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) yang dilaksanakan pada bulan Maret 2011 menunjukkan bahwa jumlah penduduk miskin di daerah ini sebanyak 330,00 ribu orang

atau

sebesar

14,56

%

terhadap

jumlah

penduduk

seluruhnya.

(http://sultra.bps.go.id/ diakses pada 15 Nopember 2011, pukul 18.30 WITA).

Dari hasil survey yang telah ada, maka pemerintah melakukan kebijakan serius yang memihak kepada masyarakat miskin. Namun kebijakan yang dibuat selama ini sering kali kurang memihak kepada masyarakat miskin, sehingga semakin memperburuk kondisi masyarakat. Permasalahan kemiskinan yang cukup kompleks membutuhkan intervensi semua pihak secara bersama dan terkoordinasi. Namun penanganannya selama ini cenderung parsial dan tidak berkelanjutan. Untuk itu, diperlukan perubahan yang bersifat sistematik dan menyeluruh dalam upaya penanggulangan kemiskinan. (Buku Pedoman Umum PNPM Mandiri)

Selama ini, banyak program pembangunan dari pemerintah yang telah dilakukan dalam rangka mengurangi kemiskinan seperti Inpres Desa Tertinggal (IDT), pemberian Bantuan Langsung Tunai (BLT), Raskin, Kompensasi BBM, dan lain-lain. Namun, dari program yang telah dilaksanakan oleh pemerintah tersebut masih terdapat kekurangan-kekurangan dalam pelaksanaannya dan belum mampu mengurangi tingkat kemiskinan di Indonesia serta dinilai kurang

efektif, karena masyarakat hanya menerima bantuan langsung dan tidak ada partisipasi aktif dari masyarakat itu sendiri dalam upaya memperbaiki dan meningkatkan kondisi kehidupan mereka. Untuk mengatasi masalah kemiskinan ini, salah satu pendekatan yang dapat dilakukan dalam meningkatkan kualitas kehidupan dan mengangkat harkat martabat keluarga miskin adalah dengan pemberdayaan masyarakat. Konsep ini menjadi sangat penting karena memberikan perspektif positif terhadap masyarakat miskin. Orang miskin tidak dipandang sebagai orang yang serba kekurangan (misalnya kurang makan, kurang pendapatan,kurang sehat dan kurang dinamis) dan obyek pasif penerima pelayanan belaka. Melainkan sebagai orang yang memiliki beragam kemampuan yang dapat dimobilisasi untuk perbaikan hidupnya. Oleh sebab itu, upaya pemerintah mengurangi kemiskinan terus menerus dilakukan, dan kini yang sedang dikembangkan adalah Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat untuk masyarakat miskin perkotaan dan juga perdesaan yang telah dilaksanakan hampir pada seluruh wilayah Indonesia yaitu Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri (PNPM-Mandiri). Mulai tahun 2007, Pemerintah Indonesia mencanangkan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri ini yang terdiri dari PNPM Mandiri Perdesaan, PNPM Mandiri Perkotaan, serta PNPM Mandiri Wilayah Khusus dan Desa Tertinggal. Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM MP) merupakan salah satu program pemberdayaan masyarakat yang digunakan dalam upaya mempercepat penanggulangan kemiskinan dan perluasan kesempatan kerja di wilayah perdesaan. PNPM Mandiri Perdesaan mengadopsi sepenuhnya mekanisme dan prosedur Program

Pengembangan Kecamatan (PPK) yang selama ini berhasil di laksanakan. Keberhasilan PPK tersebut adalah penyediaan lapangan kerja dan pendapatan bagi

kelompok

rakyat

miskin,

efisiensi,

dan

efektivitas

kegiatan

dan

keberhasilannya menumbuhkan kolektivitas dan partisipasi masyarakat. (Buku Pedoman PNPM MP).

Program pemberdayaan masyarakat ini dapat dikatakan sebagai program pemberdayaan masyarakat terbesar di tanah air. Dalam pelaksanaannya, program ini memusatkan kegiatan bagi masyarakat Indonesia paling miskin di wilayah

perdesaan.

Program

ini

menyediakan

fasilitas

pemberdayaan

masyarakat/kelembagaan lokal, pendampingan, pelatihan, serta dana Bantuan Langsung untuk Masyarakat (BLM) kepada masyarakat secara langsung. Di dalam Surat Keputusan Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat No: 25/KEP/MENKO/KESRA/VII/2007 tentang Pedoman Umum Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri, dijelaskan bahwa Pelaksanaan

PNPM

Mandiri

diarahkan

untuk

meningkatkan

efektivitas

penanggulangan kemiskinan dan penciptaan lapangan kerja dengan melibatkan unsur masyarakat mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, hingga pemantauan dan evaluasi. Melalui proses pembangunan partisipatif, kesadaran kritis dan kemandirian masyarakat, terutama masyarakat miskin dapat ditumbuhkembangkan sehingga mereka bukan hanya sebagi obyek melainkan sebagai subyek upaya penanggulangan kemiskinan. (Pedoman Umum Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri.2007/2008).

Seiring dengan pelaksanaan PNPM Mandiri Perdesaan, Kecamatan Ranomeeto merupakan salah satu yang menjadi target dari PNPM Mandiri

Perdesaan, yang terletak di Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara. Dengan kehadiran PNPM Mandiri Perdesaan, kemampuan masyarakat dalam mengelolah sumber daya yang dimiliki diharapkan akan semakin baik, sehingga berpengaruh pula terhadap peningkatan taraf hidup masyarakatnya. Di Kecamatan Ranomeeto, telah dilaksanakan berbagai kegiatan yang termasuk di dalam PNPM Mandiri Perdesaan itu sendiri, salah satunya adalah program PNPM Mandiri Perdesaan yang bernama Kelompok Simpan Pinjam Perempuan (SPP) yang bertujuan untuk memberdayakan perempuan yang ada di kecamatan tersebut. Dengan suku bunga yang lebih rendah daripada bank, diharapkan dapat

membantu

masyarakat

terutama

kaum

perempuan

untuk

dapat

meningkatkan taraf hidup serta menunjang perekonomian negara. Namun dalam pelaksanaan PNPM Mandiri Perdesaan secara umum, masalah yang sering terjadi yang menyebabkan pelaksanaan PNPM Mandiri Perdesaan

tidak

berjalan

dengan

baik

yakni,

adanya

kendala

pada

pelaksanaannya yang belum sesuai dengan Petunjuk Teknis Operasional (PTO). Seperti yang dilansir pada hasil penelitian Lembaga Penelitian SMERU Research Institute ditemukan beberapa masalah dalam pelaksanaan program PNPM MP ini, seperti keterlambatan pencairan anggaran, keterlambatan penyelesaian kegiatan, dan lain-lain. (http://www.smeru.or.id/report/research/pnpmrural/pnpmrural_ind.pdf diakses pada 15 Nopember 2011, pukul 19.00 WITA hal 27).

Selain masalah tersebut, pada tanggal 28 November – 4 Desember 2010 Tim Bank Dunia telah melakukan supervisi PNPM Mandiri Perdesaan di Provinsi Sulawesi Tenggara, lokasi yang dikunjungi mencakup 22 Kecamatan di 9 Kabupaten (Konawe Selatan, Konawe, Konawe Utara, Kolaka, Bombana, Buton,

Buton Utara, Muna, dan Wakatobi). Hasil supervisi yang telah dilaksanakan tim memberikan penilaian bahwa pelaksaan program PNPM Mandiri Perdesaan di Provinsi Sulawesi Tenggara ‘Tidak Memuaskan‟ ditinjau dari aspek pengelolaan keuangan (penyalahgunaan dana BLM dan dana bergulir, mark-up harga dan pelaporan tidak benar dan lain-lain), volume procurement (mencakup seleksi fasilitator yang tidak sesuai aturan dan prosedurnya, dan kegiatan tingkat desa), supervisi dan monitoring hingga penyediaan dana pendamping. Dari 22 kecamatan

yang

dikunjungi,

hanya

4

kecamatan

yang

dinilai

„Cukup

Memuaskan‟, sementara 4 kecamatan „Kurang Memuaskan‟, 10 kecamatan „Tidak Memuaskan‟ dan 4 kecamatan „Sangat Tidak Memuaskan‟ dalam pengelolaan keuangan. (http://www.pnpm.mandiri.org/index.php?option=com_content&view=article&id=192&Item id=81&lang=in diakses pada 15 Nopember 2011).

Sedangkan dalam pelaksanaan PNPM Mandiri Perdesaan SPP masalah yang sering ditemui seperti yang dikutip dari hasil penelitian oleh lembaga penelitian SMERU Research Institute yaitu, masalah akses rumah tangga miskin terhadap SPP yang dibatasi oleh pelaksana PNPM Mandiri Perdesaan dengan cara menerapkan syarat yang berat, karena pelaksana PNPM Mandiri Perdesaan khawatir bahwa mereka tidak mampu mengembalikan dana pinjaman SPP. Selain itu, masalah lainnya adalah terdapat kasus “pencatutan” nama warga miskin oleh orang-orang tertentu untuk mencairkan dana pinjaman, yakni dengan memasukkan nama-nama penduduk miskin ke dalam daftar anggota kelompok yang mengajukan proposal SPP. Namun, dana tersebut kemudian dimanfaatkan bukan untuk warga miskin, melainkan oleh warga lain yang justru tergolong tidak miskin. Masalah lainnya adalah penyaluran dana SPP oleh sebagian besar

pelaksana program di desa dan aparat sebagai bagian dari syarat untuk mendapatkan program open menu. Oleh karena itu, masyarakat berusaha matimatian

untuk

merealisasikannya

termasuk

dengan

cara

“mengakali”

pelaksanaannya. Ini terlihat dari banyak kelompok usaha yang mengajukan pinjaman SPP merupakan kelompok usaha instan yang dibentuk sekedar untuk mendapatkan pinjaman. (http://www.smeru.or.id/report/research/pnpmrural/pnpmrural_ind.pdf di akses pada 15 Nopember 2011 hal.11).

Hal ini menunjukkan bahwa dalam proses pelaksanaan PNPM Mandiri Perdesaan dinilai belum efektif. Dimana hal ini dapat diukur dengan menggunakan konsep efektivitas. Dimana konsep efektivitas adalah suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh target (kuantitas, kualitas dan waktu) telah tercapai. Dimana makin besar presentase target yang dicapai makin tinggi efektifitasnya.

(Sondang

P.

Siagian,

1997:151).

Konsep

efektivitas

juga

menekankan pada pencapaian tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Tingkat efektivitas dapat diukur dengan membandingkan antara rencana atau target yang telah ditentukan dengan hasil yang dicapai. Bila hasil yang dicapai sesuai dengan target, maka usaha atau hasil pekerjaan tersebut itulah yang dikatakan efektif, namun jika tidak tercapai sesuai rencana maka hal itu dikatakan tidak efektif. Dalam hal ini efektivitas merupakan pencapaian tujuan organisasi melalui pemanfaatan sumber daya yang dimiliki secara efisien, ditinjau dari sisi masukan (input), proses maupun keluaran (output). Suatu kegiatan dikatakan efisien apabila dikerjakan dengan benar dan sesuai dengan prosedur, sedangkan efektif bila kegiatan bila kegiatan tersebut dilaksanakan dengan benar dan dapat memberikan hasil yang bermanfaat. (Sondang P. Siagian, 1987: 76).

Berdasarkan pemaparan diatas, maka penulis merasa tertarik untuk melihat sejauh mana efektivitas pelaksanaan program PNPM-MP SPP yang dijalankan oleh pemerintah khususnya pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara. Untuk itu penulis melakukan penelitian yang dituangkan dalam skripsi berjudul “Efektivitas Pelaksanaan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan Pada Kelompok Simpan Pinjam Perempuan (PNPM MP SPP) di Kecamatan Ranomeeto Kabupaten Konawe Selatan Propinsi Sulawesi Tenggara Pada Periode 2010.” B. Rumusan Masalah Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini dituangkan dalam

pertanyaan

masalah

sebagai

berikut

:

“Bagaimana

Efektivitas

Pelaksanaan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan Pada Kelompok Simpan Pinjam Perempuan (PNPM MP SPP) di Kecamatan Ranomeeto Kabupaten Konawe Selatan Propinsi Sulawesi Tenggara Pada Periode 2010?” C. Tujuan Penelitian Tujuan

yang

ingin

dicapai

dari

penelitian

ini

adalah

untuk

mendeskripsikan Efektivitas Pelaksanaan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan Pada Kelompok Simpan Pinjam Perempuan (PNPM MP SPP) di Kecamatan Ranomeeto Kabupaten Konawe Selatan Propinsi Sulawesi Tenggara Pada Periode 2010 dilihat dari : 1. Pencapaian Tujuan 2. Integrasi 3. Adaptasi

D.

Manfaat Penelitian Setelah selesai penelitian ini, diharapkan dapat memberikan manfaat

yang baik bagi kami sendiri maupun pihak lain yang berkepentingan dalam penelitian ini. Adapun manfaat penelitian yang diharapkan adalah: 1.

Manfaat akademis : Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi kalangan mahasiswa umumnya dan mahasiswa jurusan Ilmu Administrasi Negara pada khususnya sebagai bahan referensi yang tertarik dalam bidang kajian ini.

2.

Manfaat praktis :

Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna

sebagai sumbangan pemikiran serta informasi bagi Pemerintah Daerah Konawe Selatan khususnya Pemerintah Kecematan, Desa dan Masyarakat.