BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PADA ERA

Download penyelenggaraan desentralisasi dan otonomi daerah yang tercantum dalam UU .... Urgensi administrasi terhadap pemekaran wilayah dari perspek...

0 downloads 376 Views 286KB Size
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Pada era reformasi yang tengah bergulir lebih dari 10 tahun lamanya dengan berbagai resep pemerataan pembangunan. Salah satunya ialah dengan lahirnya Undang-undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah, yang secara substansial merupakan babak baru dalam penyelenggaraan pemerintahan sesuai dengan tuntutan era reformasi. Pemberlakuan Undang-undang tersebut telah menyadarkan pemerintah daerah untuk mulai memikirkan pembangunan daerahnya masing-masing. Disamping itu, dikatakan juga bahwa Undang-Undang tersebut membawa angin segar kepada Daerah Kabupaten/Kota untuk menyelenggarakan pemerintahannya

atas

asas

desentralisasi

saja,

dengan

memberikan

kewenangan menyelenggarakan urusan rumah tangganya sendiri (otonomi), serta memberikan keleluasaan kepada daerah untuk mengembangkan sumber daya yang dimiliki oleh daerah secara luas, nyata dan bertanggung jawab tanpa harus menunggu petuah-petuah dari pusat. Oleh karena itu, setelah diberlakukannya UU No. 32 tahun 2004 di Indonesia, sejak itu pula terjadilah pergeseran model pemerintahan daerah dari yang semula menganut model efisiensi struktural menuju ke arah model demokrasi. Penerapan model demokrasi ini mengandung arti bahwa penyelenggaraan desentralisasi dan otonomi daerah yang tercantum dalam UU

1

No. 32 tahun 2004, menuntut adanya partisipasi dan kemandirian masyarakat daerah (lokal) tanpa mengabaikan prinsip persatuan bangsa dan negara. Desentralisasi dan dekonsentrasi merupakan keniscayaan dalam organisasi negara yang hubungannya bersifat kontinum, artinya dianutnya desentraliasi tidak perlu meninggalkan sentralisasi. Desentralisasi atau yang sering disebut dengan istilah otonomi daerah adalah sebuah proses devolusi dalam sektor publik dimana didalamnya terjadi pengalihan wewenang dari pemerintah pusat kepada pemerintah provinsi dan kabupaten/kota. Dalam konteks Indonesia, otonomi daerah tersebut diartikan sebagai proses pelimpahan kekuasaan dari pemerintah pusat kepada pemerintah provinsi dan kabupaten/kota sebagaimana yang telah diamanatkan dalam Undang-Undang.1 Sedangkan menurut Undang-undang No. 32 tahun 2004 menyatakan bahwa desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Republik Indonesia2. Menteri Dalam Negeri Mardiyanto menyatakan PP No 78/2007 memuat beberapa syarat pemekaran yang berbeda dengan aturan yang lama, di antaranya jumlah kabupaten, waktu pemekaran, juga rekomendasi dari kabupaten induk dan provinsi. “Yang eksplisit juga salurannya dari bawah, masyarakat yang menentukan, apa benar masyarakat kehendaki pemekaran dari forum

1

Said, M.M. 2008, “Arah Baru Otonomi Daerah Di Indonesia”, Cetakan Kedua, UMM Press, Malang, Hal. 6. 2 Undang-undang Republik Indonesia nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan daerah pasal 1 (7).

2

komunikasi desa dan kelurahan. Tidak tiba-tiba ada satu forum mengusulkan pemekaran lalu diproses pemekarannya 3. Jadi PP No 78/2007 mengatur penghapusan suatu daerah didahului dengan evaluasi terhadap kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah dan evaluasi kemampuan penyelenggaraan otonomi daerah, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dengan demikian, penghapusan dan penggabungan daerah yang dinilai tidak mampu lagi menyelenggarakan pemerintahan daerah pun belum bisa terwujud. PP No 78/2007 memang bisa dibilang lebih lengkap mengatur persyaratan pembentukan, penghapusan, dan penggabungan daerah. Otonomi daerah itu akan memajukan demokrasi yang memiliki artian bahwa otonomi daerah menjadikan pemerintah lebih dekat dengan masyarakat, menjadikan dukungan masyarakat lebih nyata, menyediakan kesempatan yang lebih luas bagi partisipasi masyarakat dalam proses politik, dan membantu terbangunnya kebijakan-kebijakan dan pelayanan-pelayanan jasa yang lebih responsif4. Selain partisipasi tersebut, hal yang paling dimungkinkan dan harusnya juga terjadi adalah terciptanya kemandirian masyarakat maupun daerah itu sendiri. Maksud pembentukan daerah pada dasarnya adalah untuk meningkatkan pelayanan publik guna mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat, di samping sebagai sarana pendidikan politik di tingkat lokal. Bila inisiatif

3

http://mandrehe.wordpress.com/2008/01/17/implementasi-pp-no-782007-memperlambat-laju-pemekarandaerah/ 4 Said, M.M. 2008, “Arah Baru Otonomi Daerah Di Indonesia”, Cetakan Kedua, UMM Press, Malang, Hal. 23.

3

daerah muncul untuk memekarkan daerahnya maka selanjutnya akan muncul proses penentuan kelayakan sebuah daerah untuk dimekarkan. Regulasi yang ada, mensyaratkan adanya kesiapan daerah untuk pemekaran. Seiringnya dengan penerapan otonomi daerah secara keseluruhan, dalam periode 1999 sampai 2006 terjadi pembentukan 440 daerah baru (kab./kota). Sedangkan untuk tahun 2007 jumlah Kabupaten akan bertambah dari 465 Kabupaten/Kota menjadi 471 kabupaten/ Kota, dimana Pemerintah dan Komisi II DPR telah menyepakati enam (6) Kabupaten baru di daerah Provinsi Papua. 5 Jumlah ini lebih banyak dibandingkan periode 1956-1960, yang hanya terjadi pembentukan 145 daerah baru. Diskursus pemekaran wilayah (pembentukan daerah otonom baru) di pelbagai (kabupaten/ kota dan provinsi) merupakan salah satu tema politik yang lagi trend dan mengemuka di masyarakat, bahkan sudah sangat mengkristal dan mewacana dengan cepat, tajam, dan mendalam umumnya di beberapa daerah di Indonesia. Maraknya diskursus pemekaran wilayah tersebut di sisi lain sesungguhnya tidak terlepas dari keinginan kuat masyarakat lokal untuk mengadakan perubahan, termasuk mengupayakan usaha-usaha mendapatkan kesejahteraan. Maka selanjutnya, niat baik ini pun seharusnya bersinergi dengan kinerja tim sukses yang dianggap mewakilinya. Misalnya, peranan Tim Sukses Pemekaran tidak hanya terjebak bagaimana mensukseskan lahirnya pemekaran, tetapi pro aktif memberikan pendidikan dan pencerahan agar masyarakat mengerti bahwa hakikat pemekaran adalah bertujuan 5

TribunKaltim. Pemekaran atau Memekarkan Persoalan Baru. Dalam http://www.tribunkaltim. com/Hotline/Pemekaran-atau-Memekarkan-Persoalan-Baru.html

4

mensejahterakan masyarakat. Berkembangnya wacana pemekaran daerah tidak terlepas dari pemberlakuan prinsip-prinsip otonomi daerah. Pada prinsipnya otonomi daerah adalah media atau jalan untuk menjawab persoalan mendasar dalam tata pemerintahan dan pelayanan terhadap publik. Otonomi daerah haruslah merupakan jalan atau upaya untuk mendekatkan pemerintah kepada rakyat. Melalui otonomi daerah juga harus tercipta akuntabilitas yang terjaga dengan baik dan bagaimana otonomi daerah diformulasikan menjadi langkah untuk mengupayakan responsiveness, di mana publik berpartisipasi aktif dalam pengambilan kebijakan di tingkat lokal. Alasan utama mengapa sebuah daerah berinisiasi untuk melakukan pemekaran daerah adalah : kebutuhan untuk pemerataan ekonomi daerah, kondisi geografis yang terlalu luas, perbedaan basis identitas, perbedaan identitas (etnis, asal muasal keturunan) juga muncul menjadi salah satu alasan pemekaran dan kegagalan pengelolaan konflik komunal. Kekacauan politik yang tidak bisa diselesaikan seringkali menimbulkan tuntutan adanya pemisahan daerah seperti pada kasus usulan pembentukan Sumbawa Barat di NTB.6 Dalam regulasi tentang proses pemekaran yang ada yaitu PP No. 129 Tahun 2000 tentang Persyaratan, Pembentukan dan Kriteria Pemekaran, Penghapusan dan Penggabungan Daerah dan Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Tata Cara Pembentukan dan Penghapusan dan Penggabungan Daerah tahun 2006 (draf 8 September 2006)7 ditegaskan bahwa proses inisiasi pemekaran daerah bergantung pada kuatnya dukungan dan inisiatif daerah. 6 7

Drs. Cornelis Lay, MA, Perjuangan Menuju Puncak, UGM, Yogyakarta, 2006, Hal: 5 Peraturan Pemerintah No. 129 Tahun 2000

5

Selanjutnya, potensi-potensi apa yang bisa dimaksimalkan dalam membangun ekonomi daerah, mengingat pertimbangan ekonomi adalah salah satu unsur utama di dalam memandirikan suatu daerah. Dalam pasal 1 Ayat (3) UU No. 33 Tahun 2004 dikemukakan bahwa Perimbangan Keuangan antara Pemerintah dan Pemerintahan daerah adalah suatu sistem pembagian keuangan yang adil, proporsional, demokratis, transparan dan efisien dalam rangka pendanaan

penyelenggaraan

desentralisasi,

dengan

mempertimbangkan

potensi, kondisi, dan kebutuhan daerah, serta besaran penyelenggaraan Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan.8 Dalam pelayanan publik, harus dinilai seberapa dekat pemerintah daerah dengan masyarakat, yang tercermin dalam urusan-urusan pelayanan publik yang terbuka, efisien, dan efektif. Apakah publik merasa dipuaskan melalui pelayanan pemerintah lokal, atau justru pemerintah lokal mengharapkan pelayanan dari masyarakat. Urgensi administrasi terhadap pemekaran wilayah dari perspektif pelayanan masyarakat warga bisa memperpendek rantai birokrasi pemerintah. 9 Jarak pusat pelayanan pemerintahan dengan domisili warga bisa diperpendek karena wilayah pemerintah dimekarkan yang mendekatkan domisili rakyat. Jarak yang jauh dari pusat pelayanan akan memberikan beban kepada warga. Dengan demikian pemekaran bisa memperpendek jarak tersebut dan bisa mengurangi biaya rakyat dalam memperoleh pelayanan pemerintah. Berdasarkan konsep kebijakan otonomi daerah dan tujuan pemekaran wilayah di atas mendorong stakholder yang ada di wilayah Kecamatan Tua 8

Undang-Undang Republik Indonesia No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Miftah Thoha, Jurnal Ilmu Pemerintahan, Urgensi Administrasi Dalam Pembentukan/Pemekaran Daerah Otonom, MIPI, 2006 Hal:22 9

6

Kabupaten Maluku Tenggara Propinsi Maluku untuk menjadikan Kecamatan Tual sebagai Kota yang dipisahkan dari Kabupaten Maluku Tenggara. Tujuan utama pemekaran Kota Tual dari Kabupaten Maluku Tenggara adalah: (1) mempercepat proses pembangunan Kota Tual yang selama ini dianggap macet dan lambat, (2) merespon aspirasi masyarakat yang menuntut agar Wilayah Tual menjadi Kota Tual dan dipisahkan dari Kabupaten Maluku Tenggara, dan (3) mewujudkan pelayanan publik yang efektif, efesien, dan memuatkan masyarakat di Wilayah Kota Tua. Berikut cukplikan wawancara awal penulis dengan Drs. H. M.M. Tamher sebagai Deklarator dan Tokoh Sentral Pemekaran Kota Tual: Jika ditanyakan apa alasan menjadikan Kecamatan Tual dipisahkan dari Kabupaten Maluku Tenggara menjadi Kota Tual, sangat jelas tujuannya adalah untuk mempercepat pembangunan yang ada pada wilaya Tual sehingga dampaknya nanti adalah terciptanya pelayanan yang dapat memberikan kepuasan kepada masyrakat 10.

Memperhatikan hasil wawancara dan uraian normatif di atas menunjukkan adanya tujuan yang baik dari kebijakan pemekaran daerah. Namun pada praktek Daerah Otonomi Baru (DOB) belum menunjukkan kinerja maksimal untuk mewujudkan tujuan kebijakan pemekaran daerah termasuk tujuan mewujudkan pelayanan publik yang efektif dan efesien. Hal ini ditunjukkan oleh hasil studi evalusi yang dilakukan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional dan United Nations Development Programm (UNDP) pada tahun 2007 berikut ini: Mengenai aspek kinerja pelayanan publik diidentiikasi bahwa pelayanan publik di daerah pemekaran belum berjalan optimal, disebabkan oleh 10

Wawancara Tanggal 23 Tahun 2012

7

beberapa permasalahan, antara lain tidak efektifnya penggunaan dana; tidak tersedianya tenaga layanan publik; dan belum optimalnya pemanfaatan pelayanan publik. Dari aspek kinerja aparatur pemerintah daerah diidentiikasi beberapa permasalahan, yaitu ketidaksesuaian antara aparatur yang dibutuhkan dengan yang tersedia; kualitas aparatur yang umumnya rendah; dan aparatur daerah bekerja dalam kondisi underemployment 11.

Berdasarkan data wawancara dan uraian normatif teoritik di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan pemekaran daerah termasuk pembentukan Kota Tual adalah untuk mewujudkan pembangunan daerah yang mengedepankan pelayanan publik yang efektif. Penulis tertarik untuk meneliti lebih jau tentang pemekaran wilayah yang difokuskan pada efektifitas pelayanan publik dengan judul “Dampak Pemekaran Daerah Terhadap Efektifitas Pelayanan Publik Pada Bidang Kesehatan (Studi Kasus di Kota Tual Propinsi Maluku)“.

B. Rumusan Masalah Untuk memperoleh pemahaman yang lebih jelas dalam sebuah pembahasan ilmiah, maka rumusan penelitian ini menguraikan: Bagaimana Dampak Pembentukan Kota Tual Terhadap Efektifitas Pelayanan Publik Pada Bidang Kesehatan?

C. Tujuan Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan tujuan:

11

Uraian ini merupakan bagian dari ringkasan eksekutif penelitian yang dilakukan Bappenas bersama UNDP tentang evalusi Dampak Pemekaran Daerah Tahun 2001-2007. Penelitian dilakukan dengan melihat dari beberapa indikator seperti berikut: kinerja perekonomian daerah; kinerja keuangan daerah; kinerja pelayanan publik; serta kinerja aparatur pemerintah daerah.

8

1. Untuk memotret pelaksanaan pelayanan publik pada bidang kesehatan yang dilakukan oleh birokrasi pemerintahan Kota Tual setelah dilakukan Pemekaran dari Kabupaten Maluku Tenggara. 2. Untuk mengetahui dampak pemekaran terhadap kualitas pelayanan public pada bidang kesehatan 3. Untuk mengetahui dinamika dan proses manajemen administrasi pelayanan publik pada bidang kesehatan yang baru dimekarkan 4. Untuk menguraikan hambatan dan tantangan daerah baru dalam menyelenggarakan pelayanan public pada bidanga kesehatan 5. Untuk mengetahui kesiapan daerah baru dalam menjalankan tugas pelayanan publik.

D. Manfaat Penelitian yang membahas tentang Dampak Pemekaran Daerah Terhadap Pelayanan Publik (Studi Kasus di Kota Tual) ini diharapkan dapat memberi manfaat : 1. Aspek Praktis a. Bagi penyusun, dengan mengadakan penulisan skripsi ini diharapkan dapat memperbanyak wawasan pengetahuan, informasi serta pengalaman untuk memahami dampak pemekaran daerah terhadap pelayanan publik. b. Diharapkan dapat berguna bagi penyelenggara Pemerintahan khususnya di lingkup Kota Tual yaitu dalam meningkatkan kemampuan daerah untuk mengelola pemerintahan sendiri, serta memberikan gambaran

9

kepada masyarakat tentang proses dan dampak dari hasil pemekaran wilayah. c. Salah satu syarat dalam menyelesaikan dan memperoleh gelar Sarjana Strata Satu (S-1) di jurusan Ilmu Pemerintahan, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Muhammadiyah Malang.

2. Aspek Teoritis Hasil penelitian ini dapat digunakan lebih lanjut sebagai bahan kajian pustaka dan dokumentasi dalam penelitian dampak pemekaran daerah. Selain itu, hasil dari penulisan skripsi ini diharapkan dapat menjadi suatu sarana pembelajaran riil mengenai proses penyelenggaraan pemerintah pasca pemekaran wilayah di Kabupaten/Kota dan dampak dari hasil pemekaran wilayah tersebut.

E. Definisi Konseptual Konsep merupakan unsur pokok dari suatu penelitian. Jika masalahnya dan kerangka teoritisnya sudah jelas biasanya sudah diketahui pula fakta mengenai gejala-gejala yang menjadi pokok perhatian dan suatu konsep sebenarnya adalah definisi secara singkat dari sekelompok fakta atau gejala itu. Seperti yang didefinisikan oleh R. Morten “konsep merupakan definisi dari apa yang perlu diamati, konsep menentukan antara variabel-variabel mana kita ingin menentukan adanya hubungan empiris”12.

12

Koentjoroningrat, Metode-Metode Penelitian Masyarakat, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1997, Hal: 21

10

a. Pemekaran Daerah Pemekaran Derah adalah pemecahan provinsi atau kabupaten/kota menjadi dua daerah atau lebih.13 Pemekaran kabupaten adalah pemekaran atau perluasan suatu wilayah dari kabupaten menjadi lebih untuk memudahkan proses

pelayanan

kepada

masyarakat

dengan

pengaturan

ruang

pembangunan. b. Pelayanan Publik Pelayanan publik adalah segala kegiatan pelayanan yang dilakukan oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan publik dan pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan14. Seorangan ahli lain juga berpendapat bahwa, pelayanan publik diartikan sebagai pemberian pelayanan (melayani) keperluan orang atau masyarakat yang mempunyai kepentingan pada organisasi itu sesuai dengan aturan pokok dan tata cara yang telah ditetapkan.15 c. Pemerintahan Daerah Pemerintahan daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut asas otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam UUD 1945.16

13

PP Nomor 78 Tahun 2007 tentang cara Pembentukan, Penghapusan dan Penggabungan Daerah Pasal 1 (10) Mahmudi, 2005, Manajemen sektor publik, Unit Penerbit dan Percetakan, Yogyakarta, hal. 229 15 Sinambela, Lijan Poltak, 2006, Reformasi Pelayanan Publik, Bumi Aksara, Jakarta, Hal. 5 16 Undang-Undang Republik Indonesia No. 32 Tahun 2004 14

11

d. Desentralisasi Desentralisasi

adalah

penyerahan

wewenang

pemerintahan

oleh

Pemerintah kepada daerah otonomi untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.17

F. Definisi Operasional Defenisi operasional merupakan suatu unsur yang membantu komunikasi antar peneliti dan hal ini merupakan suatu petunjuk tentang bagaimana suatu variabel diukur, sehingga dapat diketahui baik buruknya suatu pengukuran tersebut (Singarimbun dan Effendi,1989: 45). Dengan kata lain, definisi operasional adalah suatu petunjuk tentang bagaimana sebuah variabel diobservasi atau diukur . Definisi operasional juga merupakan salah satu unsur penelitian yang mengukur suatu variable atau petunjuk pelaksanaan suatu penelitian. Variabel ialah sebuah konsep yang mempunyai variasi nilai.

Jadi definisi operasional menyatakan

bagaimana operasi atau kegiatan yang harus dilaksanakan untuk memperoleh data atau indikator yang menunjukkan konsep yang dimaksud dalam definisi operasional perlu menetapkan gejala petunjuk/indikatornya, tentunya hal ini bertujuan untuk memperoleh data yang relevan. Dilihat dari judul penelitian “Dampak Pemekaran Daerah Terhadap Pelayanan Publik Pada Biadang Kesehatan” (Studi Kasus di Kota Tual), maka dapat dirumuskan beberapa indikator yaitu:

17

Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Otonomi Daerah

12

1. Pelayanan Publik Pra Pemekaran 2. Dampak Pemekaran Daerah: a.

Dampak Positif:

1) Kualitas Pelayanan Publik 2) Tingkat Efektifitas dan Efesiensi Pelayanan Publik a. Efesiensi Pelayanan Publik: Kesederhanaan, Ekonomis, Ketepatan Waktu, Efektifitas Pelayan Publik, Kejelasan dan Kepastian Prosedur, Keadilan Dalam Pemberian Layanan Pada Masyarakat, Kepuasan Pelanggan Dalam Penyelenggaraan Pelayanan, Potensi atau Sumberdaya yang ada Dapat Dikelola Secara Optimal, Informasi Lebih Cepat Diterima Oleh Masyarakat, Keamanan dan Ketertiban Lebih Terjamin (Kondusif) b. Dampak Negatif: 1. Faktor Internal: a) Pelayan (Aparatur Pemerintahan Kecamatan), b) Minimnya Fasilitas Pendukung Pelayanan 2. Faktor Eksternal: a) Penerima Layanan (Masyarakat) Adanya Budaya Malas, b) Rendahnya Kesadaran Masyarakat, c) Minimnya Sarana Infrastruktur, c) Penyempitan Potensi Otonomi Daerah, Lokasi atau Letak Kecamatan Yang Tidak Strategis, Namun selain indikator-indikator diatas, sedikitnya ada 3 (tiga) potensi yang juga menjadi muatan dalam analisis seperti: 1. Potensi Perekonomian: a.

Potensi Penghasilan Daerah

b.

Manajemen Rendah

13

2. Potensi Sosial dan Budaya

G. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Dalam penelitian ini, jenis penelitian yang dipergunakan adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Metode deskriptif adalah pencarian fakta dengan interpretasi yang tepat. 18 Penelitian

deskriptif

mempelajari

masalah-masalah

dalam

masyarakat, serta tata cara yang berlaku dalam masyarakat serta situasisituasi tertentu, termasuk tentang hubungan, kegiatan-kegiatan, sikapsikap, pandangan-pandangan serta proses-proses yang sedang berlangsung dan pengaruh-pengaruh dari suatu fenomena. Penelitian kualitatif dimaksudkan untuk pengukuran menganalisa serta menggambarkan fenomena pelayanan publik di Kota Tual setelah dilakukan pemekaran daerah. 2. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian ini dilakukan di Kota Tual. 3. Subjek Penelitian Subyek dalam penelitian ini adalah pihak-pihak yang dianggap dapat memberikan informasi dan data-data secara lengkap dalam penulisan penelitian ini. Adapun yang menjadi subyek penelitian adalah 18

F.L. Whitney. Ibid,1960, p. 160

14

1. Wali Kota Tual 2. Kepala Dainas Kesehatan Kota Tual 3. Tokoh masyarakat di Kota Tual dari pihak pendukung dan kontrak terhadap pemekaran kota Tual: 4 Orang 4. Tim Pemekaran Kota Tual: 2 Orang 4. Sumber Data Sumber data merupakan orang atau dokumen yang terkait degan masalah penelitian sebagai sumber informasi. Dalam penelitian ini sumber data yang digunakan adalah a. Data Primer Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari sumber-sumber, pihak-pihak yang menjadi obyek penelitian. Data primer dari penelitian ini adalah unsur dan elemen yang mencakup dalam lingkungan Pemerintah Daerah Kota Tual. b. Data sekunder Data sekunder ialah data yang dahulu dikumpulkan dan dilaporkan oleh orang luar peneliti sendiri, walaupun yang dikumpulkan itu sepenuhnya data asli . 19 Dengan demikian penyusun akan berusaha untuk memperoleh data sekunder dengan jalan meneliti pada dokumen-dokumen atau arsip-arsip yang ada pada sekretariat pembentukan Kota Tual dan

19

Surachmad Winarno, Pengantar Penelitian Ilmiah, Tarsindo, Bandung, 1993, hal 163

15

instansi terkait lainnya baik berupa laporan, dokumen serta surat-surat yang berkaitan dengan penelitian ini. 5. Teknik Pengumpulan Data Pengertian mengenai metode pengumpulan data yakni “cara-cara yang dapat digunakan oleh peneliti untuk mengumpulkan data”.20 Selalu ada hubungan antara metode mengumpulkan data dengan masalah penelitian yang ingin dipecahkan. Oleh karena itu untuk memperoleh data maka penyusun menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut : a.

Interview (Wawancara) Interview merupakan pengumpulan data dimana peneliti berhadapan langsung dengan narasumber untuk mengadakan dialog atau tanya jawab dengan tatap muka agar memperoleh informasi sesuai dengan data yang berkaitan dengan judul penelitian ini.21 Teknik wawancara yang digunakan bersifat tidak terstruktur dengan alasan bahwa teknik ini dapat menghasilkan data yang lebih mendalam sesuai dengan kebutuhan.

b. Teknik Observasi Teknik pengumpulan data dengan cara observasi adalah pengumpulan data dengan mengadakan pengamatan langsung 20

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian, Rineka Cipta, Jakarta, 1998, hal 136 M Tholchah Hasan dkk, 2003, Metode Penelitian Kualitatif, Lembaga Penelitian. UNISMA. Malang Hal. 142) 21

16

terhadap obyek penelitian. Guna memperoleh data yang aktual dari sumber data. Dari observasi ini, data yang diperoleh adalah keadaan lingkungan kerja, struktur organisasi, sarana dan prasarana yang dimiliki. 3). Dokumentasi Teknik pengumpulan data ini dengan cara mengumpulkan bahan-bahan dari berbagai dokumen atau arsip dari instansi yang menjadi obyek penelitian. Dokumen-dokumen dan arsip yang dikumpulkan dan dicatat dalam teknik ini, harus sesuai dengan dampak pemekaran daerah terhadap pelayanan publik di Kota Tual. 6. Teknik Analisa Data Sebagai tahap akhir dari metode penelitian adalah menganalisis data. Dalam hal ini peneliti menggunakan data secara deskriptif kualitatif, yaitu dengan cara menguraikan dan menafsirkan serta menggambarkan keadaan sesuai dengan obyek studi. Analisis data dalam penelitian kualitatif dapat diartikan sebagai proses penelaahan, pengurutan, pengelompokan data dengan tujuan untuk menyusun hipotesis kerja

dan menyajikannya

sebagai teori atau hasil penelitian. Data dalam penelitian kualitatif biasanya lebih berwujud kata, kalimat, alinea dan urutan alinea daripada sekedar berwujud angka. Deskripsi yang rinci tentang situasi, interaksi, peristiwa, orang dan perilaku yang teramati dapat dikumpulkan melalui teknik observasi. Pendapat seseorang tentang sikap, fikiran dan

17

keyakinannya dapat dikumpulkan melalui teknik wawancara. Sedangkan petikan dokumen, surat dan rekaman lainnya yang berhubungan dengan penelitian dapat dikumpulkan melalui cara dokumentasi. Pengumpulan data dengan cara reduksi dan penyajian data, yang terdiri dari: a. Reduksi Data Mengedit data, yaitu memeriksa data yang terkumpul apakah sudah lengkap dan benar sehingga lebih siap untuk diproses lebih lanjut. Mengkode data, yaitu data yang terkumpul diberi kode tertentu dan dikelompokkan b. Pengolahan dan penyajian data Setelah data terkumpul diklarifikasikan dengan kebutuhan, kemudian dilakukan pengolahan data dengan cara pengklarifikasikan data dalam bentuk uraian. Mengklarifikasikan data, yaitu menyeleksi data yang sudah terkumpul sesuai dengan sumber data masing-masing. c. Menarik Kesimpulan Pengembangan dan pengambilan alternatif yaitu setelah data diolah maka diambil beberapa alternatif yang terbaik atau dijadikan bahan penyampaian informasi dan pengambilan keputusan.

18