BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG SAAT INI

Download Erupsi obat karena reaksi imunologi menurut Gell-Coombs disebabkan perubahan mekanisme imun yang mengakibatkan timbulnya gejala klinis. Ada...

0 downloads 383 Views 312KB Size
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Saat ini jumlah reaksi simpang obat cukup tinggi dan besar kemungkinan akan bertambah. Hal tersebut berhubungan dengan tingginya angka harapan hidup dan luasnya akses ke pelayanan kesehatan untuk melakukan terapi dengan berbagai macam obat (Medicina & Medicina, 2014). Reaksi alergi obat menjadi penyebab kematian nomor 5 dari semua penyakit. Sekitar 30-45% berhubungan dengan reaksi obat pada kulit (Verma & Tiwari 2014). Adverse Cutaneos Drug Reaction (ACDR) adalah suatu reaksi efek simpang obat yang terjadi pada kulit, baik berupa perubahan yang tidak diinginkan pada struktur atau fungsi kulit, apendiks kulit atau membran mukosa dan mencakup semua efek simpang yang berhubungan dengan erupsi obat, tanpa memperhatikan etiologi (Nayak & Acharjya, 2008). Secara garis besar mekanisme ACDR dibagi menjadi dua yaitu : reaksi obat dapat diprediksi atau non-imunologi dan tidak dapat diprediksi atau imunologi. Erupsi obat karena reaksi imunologi menurut Gell-Coombs disebabkan perubahan mekanisme imun yang mengakibatkan timbulnya gejala klinis. Ada empat tipe hipersensitivitas yang mendasari terjadinnya erupsi obat pada kulit menurut Coombs & Gells (Rajan, 2003) yaitu : tipe I (dimediasi oleh IgE), tipe II (reaksi

1

2

sitotoksik), tipe III (kompleks imun), dan tipe IV (reaksi tipe lambat). Hipersensitivitas tipe IV dimediasi oleh limfosit T dan menimbulkan berbagai gambaran klinis seperti erupsi makulopapular (EMK), Drug Reaction with Eosinophilia and Systemic Symptoms (DRESS), Stevens-Johnson Syndrome (SJS), Toxic Epidermal necrolysis (TEN), Fixed Drug Eruption (FDE), Eritroderma dan Acute Generalized Exentematous Pustulosis (AGEP). Gambaran klinis yang paling sering dijumpai berbeda-beda dalam masing-masing penelitian. Beberapa penelitian menemukan erupsi makulopapular merupakan erupsi yang paling sering, namun penelitian lain juga menemukan Fixed Drug Eruption merupakan erupsi obat yang tersering. (Patel & Marfatia, 2008) (Sharma et al., 2001). Di Amerika tingkat kematian untuk TEN, SJS, dan DRESS masing-masing adalah 28,6%, 2,2% dan 5,9%. Di negara berkembang seperti India tingkat kematian untuk erupsi makulopapular secara signifikan lebih tinggi, Stevens Johnson Syndrome (SJS), di bawah 5% dan Toxic Epidermal Necrolysis (TEN) mendekati 20-30% (Nayak & Acharjya, 2008). Jenis obat yang paling berisiko adalah golongan antimikrobial (40%) diikuti oleh golongan Obat Anti Inflamtory Nonsteroidal (OAINS) (35.3%) ( Sharma & Dogra, 2015). Di Indonesia, penelitian mengenai prevalensi reaksi alergi obat pada kulit masih terbatas. Diharapkan dengan banyaknya data, dapat membantu para dokter mendiagnosis dini dan memastikan penggunaan obat yang aman.

3

Berdasarkan permasalahan di atas, peneliti tertarik untuk mengetahui prevalensi gambaran klinis pasien erupsi obat dengan hipersensitivitas tipe IV di Rumah Sakit DR. Sardjito periode 2011-2015. B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah tersebut dapat dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut 1.

Berapa prevalensi gambaran klinis pasien penderita erupsi obat di RSUP Dr. Sardjito periode 2011-2015?

2.

Apa saja golongan obat paling berisiko yang ditemukan pada masing-masing gambaran klinis? C. Tujuan Penelitian

1.

Tujuan umum Mengetahui

angka

kejadian

gambaran

klinis

erupsi

obat

dengan

hipersensitivitas tipe IV di Rumah Sakit Sardjito periode 2011-2015. 2.

Tujuan khusus 2.1. Mengetahui

prevalensi

gambaran

klinis

erupsi

obat

dengan

hipersensitivitas tipe IV. 2.2. Mengetahui golongan obat yang menyebabkan tejadinya erupsi obat.

4

D. Manfaat Penelitian

1.

Manfaat teoritis Dapat memberikan pengetahuan mengenai gambaran klinis erupsi obat dengan hipersensitivitas tipe IV dan golongan obat yang berisiko tinggi.

2.

Manfaat aplikatif Penelitian ini dapat memberikan informasi mengenai jumlah kasus ACDR dengan hipersensitivitas tipe IV di Rumah Sakit Sardjito periode 2011-2015. Dengan adanya data tersebut diharapkan pemberian terapi dengan obat yang berisiko tinggi dapat lebih diperhatikan oleh dokter sehingga kejadian ACDR dapat di cegah. E. Keaslian Penelitian

Tabel 1 Daftar penelitian yang sudah dilakukan No Judul 1

Adverse cutaneous drug reactions: Clinical pattern and causative agents in a tertiary care center in South India (2004)

2

Causality Assessment of Cutaneous Adverse Drug Reactions (2011)

Hasil Rasio wanita dan laki-laki adalah 0.87: 1. Gambaran klinis tersering adalah fixed drug eruption (31.1%) dan maculopapular rash (12.2%), dan obat penyebab paling berisiko adalah kotrimoxazol (22.2%) dan dapsone (17.7%). Gambaran klinis terbanyak adalah erupsi exanthema (68.8%), Stevens-Johnson syndrome (10.6%) . agen kausatif tersering adalah antibiotik/antimikrobial, antipiretik/non-steroidal antiinflammatory drugs, dan cen-

Perbedaan dan persamaan -Metode penelitian menggunakan Chi quare -Penelitian dilakukan di India.

-Metode penelitian deskriptif retrospektif dengan uji korelasi pearson -Penelitian dilakukan di Korea

5

3

Adverse cutaneous drug reactions: Eight year assessment in hospitalized patients (2014)

4

Common adverse cutaneous drug reaction patterns and the causative drugs in Malaysia (2015)

tral nervous system depressants Dari 282 pasien, sebanyak 61% berjenis kelamin perempuan. Gambaran klinis terbanyak adalah Stevens-Johnson syndrome (SJS) (32%), erupsi exantema (24.5%) and toxic epidermal necrolysis (TEN) (11%) obat tersering adalah golongan antiepilepsi (51.8%) diikuti antibiotik (33.7%) dan non-steroidal anti-inflammatory drugs (5.7%) Manifestasi tersering adalah erupsi makulopapular (22.4%) dan Stevens–Johnson syndrome (SJS), (9.7%). Antibiotik (36.6%), traditional and complementary medicine (TCM, 17.9%) dan analgesik (13.4%) adalah agen kausatif dengan frekuensi terbanyak .

-Metode penelitian yang digunakan adalah studi retrospectif crossectional -Penelitian dilakukan di Iran

-Metode penelitian study retrospectif crosssectional -Penelitian dilakukan di Malaysia