BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Susu merupakan salah satu sumber protein yang baik dikonsumsi oleh manusia, baik dalam bentuk segar maupun sudah diproses dalam bentuk produk. Susu adalah bahan pangan yang mengandung zat-zat makanan penting bagi tubuh dan tersedia dalam proporsi yang seimbang. Penyusun utamanya adalah air, protein, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral. Dengan komposisi makanan yang sempurna tersebut maka susu segar sangat mudah ditumbuhi oleh mikroorganisme patogen. Bakteri Salmonella sp merupakan salah satu mikroorganisme patogen yang tidak diinginkan keberadaannya karena sifat patogenitasnya tinggi sehingga dapat menjadi agen penyebab penyakit. Bakteri Salmonella sp dapat menyebabkan tipus dan diare (sakit perut), sedangkan makanan yang mengandung bakteri ini akan cepat rusak, berbau dan dapat menyebabkan keracunan makanan. Tumbuhnya bakteri Salmonella sp
dalam susu dapat juga
menimbulkan suatu kerugian dalam mutu susu. Beberapa kerusakan pada susu yang disebabkan tumbuhnya Salmonella sp adalah pengasaman, penggumpalan, berlendir dan terjadinya penggumpalan susu tanpa penurunan pH. Pengasaman dan penggumpalan
disebabkan fermentasi laktosa menjadi asam laktat yang
menyebabkan turunnya pH dan kemungkinan terjadinya penggumpalan kasein. Sedangkan terbentuknya lendir seperti tali terjadi karena pengentalan pengeluaran bahan seperti kapsul.
akibat
2
Salmonella sp dapat menghasilkan enterotoksin heat labile (LT) yang dapat menyebabkan infeksi pada saluran intestinal pada manusia dan hewan berdarah panas. Salmonella sp hidup pada feses manusia dan beberapa binatang, dan dapat juga hidup di air tetapi bersifat inaktif. Spesies penting dari Salmonella sp sering menyebabkan penyakit adalah S. enteritis dan S. typhimurium (Ray, 1996; Anonim, 1995). Infeksi yang disebabkan Salmonella sp menimbulkan masalah serius pada berbagai kasus kesehatan masyarakat karena menyebabkan penyakit tipus, paratipus atau tipus ringan dan gastroenteritis. Penyakit paratipus secara umum sama dengan tipus, dimana paratipus disebabkan oleh S. paratyphi A, S. paratyphi B, S. paratyphi C dan lainnya. Bakteri tersebut memiliki masa inkubasi yang lebih lama, menghasilkan suhu badan yang lebih tinggi, dapat diisolasi dari darah dan kadangkadang dari urine penderita, dan menyebabkan kasus kematian yang lebih tinggi. Sindrom gastroenteritis berbeda dengan demam tipus, memiliki masa inkubasi lebih pendek yaitu 8 jam, pada umumnya tidak terdapat dalam kultur darah, kekhususannya diantara banyak serotype dalam inang mampu menyebabkan infeksi. Swanenburg, et al., (2000) menyatakan Salmonella sp merupakan penyebab penting infeksi makanan oleh bakteri. Di Amerika Serikat lebih dari 50.000 kasus keracunan makanan oleh bakteri Salmonella sp setiap tahun dan di Belanda setiap tahun diperkirakan 450 dari 100.000 orang menderita salmonellosis yang perkirakan dari kasus salmonellosis berasal dari makanan. Menurut Trihendrokesowa (1987), di
3
Indonesia terdapat 4 – 10% pasien rawat inap dibagian penyakit dalam merupakan penderita salmonellosis yaitu penderita yang terinfeksi oleh Salmonella sp . Susu segar merupakan susu yang sebagian besar dihasilkan oleh sapi perah. Kontaminasi Salmonella sp pada susu timbul dari proses pemerahan susu, sanitasi kandang, kebersihan pekerja dan perlengkapan penyimpanan susu selama transportasi dan penyimpanan. Sebelum susu diperah pada umumnya sapi dimandikan terlebih dahulu dan air yang digunakan untuk mandi adalah air sungai dan apabila jauh dari sungai hanya dibersihkan pada bagian ambing saja. Air sungai yang digunakan untuk memandikan sapi diduga terkontaminasi Salmonella sp yang berasal dari kotoran sapi yang lain ataupun feses manusia yang mengkontaminasi badan air tersebut. Kotoran atau feses dapat melekat pada tubuh sapi terutama pada daerah yang sukar dibersihkan seperti pada daerah lipatan paha sampai bagian belakang tubuh, ekor, ambing dan puting. Kotoran yang melekat dapat jatuh ke dalam air susu pada saat pemerahan berlangsung. Cara pemerahan, kandang yang kotor, wadah dan pengolahan yang tidak sempurna merupakan sumber kontaminan yang potensial. Umumnya petani atau peternak sapi melakukan pemerahan susu pada pagi dan siang hari. Kemudian petugas koperasi mengambil susu dari peternak yang satu ke peternak lainnya secara berurutan. Lokasi peternak relatif sangat jauh sehingga memerlukan waktu yang lama. Sarana atau wadah/tangki susu umumnya belum dilengkapi alat pendingin sehingga susu ada dalam kondisi penyimpanan suhu
4
ruangan selama transportasi. Setelah tiba ditempat penampungan kemudian disimpan pada suhu 5-15 oC. Soeharsono (2002) menjelaskan bakteri Salmonella sp terhambat perkembangannya pada suhu 10 oC dan tidak dapat berkembang pada suhu dibawah 5
o
C. Kandungan nutrisi susu yang kompleks sangat mendukung untuk
berkembangnya bakteri kontaminan selama masa peyimpanan. Beberapa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan daya tahan Salmonella sp
adalah suhu, pH,
aktivitas air (Aw) dan potensial oksidasi-reduksi. Salmonella sp dapat tumbuh pada suhu 5 – 45 oC bahkan sampai suhu 47 oC, berkembang baik pada suhu di atas 24 oC dan tumbuh optimal pada suhu 37 – 38 oC. Organisme ini relatif sensitif terhadap panas dan pada suhu 60
o
C selama 15 - 20 menit menyebabkan kematian
(Soeharsono, 2002). Interval pH untuk pertumbuhannya adalah 4 - 9, dibawah pH 4 atau diatas pH 9 Salmonella sp akan mati. Kecepatan kematian akan meningkat bila pH mendekati 2 dan pH optimun untuk pertumbuhan Salmonella sp antara 6,6 - 8,2 (Cliver and Doyle, 1990). Resiko kontaminasi Salmonella sp pada susu segar yang dijual pedagang kaki lima sangat besar. Selain disebabkan oleh waktu inkubasi yang lama dimulai dari proses pemerahan sampai ketangan pedagang, kontaminasi juga berasal dari sanitasi lingkungan yang buruk seperti air pencuci peralatan gelas, tempat susu disimpan tidak bersih, kain lap yang digunakan untuk mengeringkan gelas kotor dan berdebu dapat merupakan sumber kontaminasi.
5
B. Tujuan Penelitian ini bertujuan mendeteksi bakteri Salmonella sp pada susu segar yang dijual pedagang kaki lima di Daerah Istimewa Yogyakarta.
C. Manfaat Hasil penelitian diharapkan memberikan informasi tentang keamanan susu segar yang dijual pedagang kaki lima, untuk kemudian digunakan sebagai dasar pemecahan dalam upaya meminimalkan tingkat kontaminasi cemaran Salmonella sp.