BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Akasia (Acacia mangium

Akasia membutuhkan curah hujan antara 1500-4000 mm per tahun. Tapi ... potongan batang satu buku (nodul eksplant), potongan akar, potongan daun,...

504 downloads 539 Views 760KB Size
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Akasia (Acacia mangium) Acacia mangium, yang juga dikenal dengan nama akasia adalah salah satu spesies pohon yang cepat tumbuh yang paling banyak digunakan dalam program ilmu kehutanan dan perkebunan di seluruh Asia dan Pasifik. Pertumbuhannya cepat, kualitas kayunya baik dan kemampuan toleransinya terhadap berbagai jenis tanah dan lingkungan (National Research Council, 1983) .

Gambar 2.1 Pohon akasia (Acacia mangium) (Adinugraha, 2007)

Akasia memiliki nama lokal di Indonesia antara lain mangga hutan, tongke hutan (seram), nak (Maluku), laj (Aru), dan jerri (Irian Jaya). Sedangkan nama lokal di negara lain antara lain black wattle, brown salwood, hickory wattle, mangium, kayu SAFODA (Malaysia); arr (Papua Nugini); maber (Filipina); zamorano (Spanyol); dan kra thin tepa, krathin-thepa (Thailand) (Turnbull, 1986).

8

9

2.1.1 Taksonomi Akasia (Acacia mangium) Menurut Hadiyanto (2001), taksonomi dari akasia adalah sebagai berikut : Kingdom Plantae Divisio Spermatophyta Subdevisio Angiospermae Class Dicotylodenae Ordo Rosales Familia Fabaceae Subfamilia Mimosoideae Genus Acacia Spesies Acacia mangium 2.1.2 Botani Pohon akasia pada umumnya besar dan bisa mencapai ketinggian 30 m, dengan batang bebas cabang lurus yang bisa dicapai lebih dari setengah total tinggi pohon. Pohon akasia jarang mencapai diameter setinggi dada lebih dari 60 cm, akan tetapi di hutan alam Queensland dan Papua Nugini, pernah dijumpai pohon dengan diameter higga 90 cm (Krisnawati, 2011) Ditempat tumbuh yang buruk, pohon akasia bisa menyerupai semak besar atau pohon kecil dengan tinggi rat-rata antara 7 sampai 10 m. Batang pohonnya beralur memanjang. Pohon yang masih muda umumnya berkulit mulus dan berwarna coklat sampai coklat tua (Turnbull, 1986). Anakan akasia yang baru berkecambah memiliki daun majemuk yang terdiri dari banyak anak daun mirip dengan Albizia, Leucaena, dan jenis lain dari

10

sub-marga Mimosoidae. Meskipun demikian, setelah beberapa minggu, daun majemuk ini tidak lagi terbentuk, melainkan tangkai daun dan sumbu utama setiap daun majemuk tumbuh melebar dan berubah menjadi filodia (daun semu). Filodia ini terbentuk sederhana dengan tulang daun pararel, dan bisa mencapai panjang 25 cm dan lebar 10 cm. Bunga akasia tersusun dari banyak bunga kecil berwarna putih atau krem seperti paku. Pada saat mekar, bunga menyerupai sikat botol dengan aroma yang agak harum. Setelah pembuahan, bunga berkembang menjadi polong-polong hijau yang kemudian berubah menjadi buah masak berwarna coklat gelap. Bijinya berwarna hitam mengkilap dengan bentuk bervariasi dari longitudinal, elips, dan oval sampai lonjong berukuran 3-5 mm x 2-3 mm. Biji melekat pada polong dengan tangkai yang berwarna oranye-merah (Retnowati, 1988).

(a)

(b)

(c)

(d)

Gambar 2.2 : (a) filodia akasia, (b) bunga akasia, (c) daun juvenil akasia, (d) bunga akasia yang sudah masak (Krisnawati, 2011).

11

2.1.3 Penyebaran dan Tempat Tumbuh Jenis akasia tumbuh secara alami di hutan tropis lembap di Australia bagian timur laut, Papua Nugini dan kepulauan Maluku kawasan timur Indonesia). Setelah berhasil dikenalkan ke Sabah, Malaysia, pada pertengahan tahun 1960-an, mangium banyak diperkenalkan ke berbagai negara, termasuk Indonesia, Malaysia, Papua Nugini, Bangladesh, Cina, India, Filipina, Sri Lanka, Thailand dan Vietnam. Di indonesia, jenis ini pertama kali dikenalkan ke daerah lain selain kepulauan Maluku pada akhir tahun 1970-an sebagai jenis pohon untuk program reboisasi (Pinyopusarerk et al, 1993). Akasia tidak memerlukan persyaratan tumbuh yang tinggi. Jenis ini dapat tumbuh pada tanah miskin hara, padang alang-alang, bekas tebangan, tanah-tanah tererosi, tanah berbatu dan juga pada tanah aluvial Jenis tumbuhan ini tumbuh baik pada tanah laterit, yaitu tanah dengan kandungan oksida besi dan alumunium yang tinggi. Meskipun demikian, jenis ini tidak toleran terhadap naungan dan lingkungan salin (asin). Dibawah naungan, mangium akan tumbuh kerdil dan kurus (Retnowati, 1988). Akasia membutuhkan curah hujan antara 1500-4000 mm per tahun. Tapi jenis ini juga ditemukan pada daerah yang mempunyai kondisi iklim kering dan curah hujan rata-rata 1500-2300 mm per tahun. Hal ini seperti terdapat di Talibu bagian barat dan barat daya pantai pulau seram (Davidson, 1982).

12

2.1.4 Karakteristik Kayu Karakteristik kayu akasia meliputi kekuatan fisik dan kekuatan mekanik. Menurut Arsad (2011), rata-rata kadar air kering udara, kerapatan dan berat jenis kayu akasia (Acacia mangium) dengan ketinggian batang 150 cm dan 300 cm yang diteliti disajikan pada tabel 2.1. Tabel 2.1 Nilai rata-rata pengujian fisik dan kekuatan mekanik kayu akasia (Acacia mangium) (Arsad, 2011) No.

Sifat Fisik dan Mekanik

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.

Kadar air (%) Kerapatan (gr/cm3) Berat jenis Kekuatan tekan sejajar serat (kg/cm2) Kekuatan tekan tegak lurus serat (kg/cm3) Kekuatan lentur/ MOR (kg/cm2) Keteguhan belah (kg/cm2) Kekuatan tarik tegak lurus serat (kg/cm2) Kekuatann geser sejajar serat (kg/cm2) Kekrasan (kg/cm2)

Ketinggian Batang 150 cm 300 cm 13,78 14,89 0,62 0,60 0,61 0,59 361,70 319,54 197 117 680,50 509,25 110,90 80,25 133,03 98,27 149,43 93,53 565 453

2.1.5 Kegunaan Kayu akasia dapat digunakan untuk pulp, kertas, papan partikel, krat dan kepingan-kepingan kayu. Selain itu juga berpotensi untuk kayu gergajian, modlng, mebel dan vinir. Karena memiliki nilai kalori sebesar 4800-4900 kkal/kg, kayunya dapat digunakan untuk kayu bakar dan arang. Daunnya dapat digunakan sebagai pakan ternak. Cabang dan daun-daun kering yang berjatuhan dapat digunakan untuk bahan bakar. Penggunaan non kayu meliputi bahan perekat dan produksi madu. Serbuk gergajinya dapat digunakan sebagai substrat berkualitas bagus

13

untuk produksi jamur yang dapat dimakan (Lemmens et al, 1995). Ginoga (1997) menambahkan bahwa jenis akasia tergolong kelas kuat III untuk kategori ketangguhan kayu, mutu sangat baik (kelas I) untuk umur 9-10 tahun dan mutu baik (kelas II) untuk umur 7 tahun dalam hal sifat permesinan/penggergajian yang meliputi penyerutan, pembentukan, dan pengampelasan pada kondisi kayu kering udara. Pohon akasia juga dapat digunakan sebagai pohon penaung, ornamen, penyaring, pembatas dan penahan angin, serta dapat ditanam pada sistem wanatani dan pengendali erosi. Jenis ini bayak dipilih oleh petani untuk tujuan peningkatan kesuburan tanah ladang atau padang rumput. Pohon akasia mampu berkompetisi dengan gulma yang agresif, seperti alang-alang (Imperata cylindrica); jenis ini juga mengatur nitrogen udara dan menghasilkan banyak serasah, yang dapat meningkatkan aktivitas biologis tanah dan merehabilitasi sifat-sifat fisika dan kimia tanah. Pohon akasia juga dapat digunakan sebagai penahan api karena pohon berdiameter 7 cm biasanya lebih tahan terhadap api (Krisnawati, 2011). 2.2 Kultur In Vitro 2.2.1 Pengertian Kultur In Vitro Kultur in vitro adalah istilah umum yang ditujukan pada budidaya secara in vitro terhadap berbagai bagian tanaman yang meliputi batang, daun, akar, bunga, kalus, sel, protoplas dan embrio. Bagian-bagian tersebut yang diistilahkan seperti eksplan, diisolasi dari kondisi in vitro dan dikultur pada media buatan yang

14

steril sehingga dapat beregenerasi dan berdeferensi menjadi tanaman lengkap (Zulkarnain, 2009). Hartmann (1990) menggunakan istilah yang lebih spesifik, yaitu mikropopagasi terhadap pemanfaatan teknik kultur in vitro dalam upaya perbanyakan tanaman, dimulai dari pengkulturan bagian tanaman yang sangat kecil (eksplan) secara aseptik di dalam kultur atau wadah lain yang serupa. Metode kultur in vitro memiliki banyak keunggulan diantaranya yaitu dapat membentuk senyawa bioaktif secara terkontrol dalam waktu yang relatif singkat, tidak tergantung pada kondisi lingkungan, dan setiap sel dapat diperbanyak untuk menghasilkan senyawa metabolit tertentu, pertumbuhan sel terawasi dan proses metabolismenya dapat diatur secara rasional (Hartmann, 1990). Berbeda dengan teknik perbanyakan vegetatif secara konvensional, teknik kultur in vitro melibatkan pemisahan sejumlah komponen biologis dan tingkat pengendalian yang tinggi untuk memacu proses regenerasi dan perkembangan eksplan. Setiap tahapan dari proses-proses tersebut dapat dimanipulasi melalui seleksi bahan eksplan, medium kultur dan faktor-faktor

lingkungan termasuk eliminasi

mikroorganisme, seperti cendawan dan bakteri. Semua faktor-faktor tersebut dimanipulasi untuk memaksimalkan hasil yang dicapai dalam bentuk jumlah dan mutu propagula yang didapatkan (Zulkarnain, 2009). 2.2.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keberhasilan Kultur In Vitro 1. Eksplan Ekplan adalah bagian tanaman (dapat berupa sel, jaringan, atau organ) yang digunakan sebagai bahan inokulum awal yang ditanam dalam media kultur in

15

vitro. Bagian tanaman yang digunakan sebagai eksplan sebaiknya merupakan bagian yang mempunyai sel aktif membelah, berasal dari tanaman induk yang sehat dan berkualitas tingi. Meskipun pada prinsipnya semua sel dapat ditumbuhkan, tetapi sebaiknya eksplan dipilih dari bagian tanaman yang masih muda, yaitu daun muda, ujung akar, ujung batang, keping biji, atau tunas (Yusnita, 2003). Menurut Sitinjak et al (2006), ukuran eksplan sangat berpengaruh terhadap keberhasilan eksplan in vitro. Apabila eksplan tertentu kecil manyebabkan ketahanan eksplan yang kurang baik dalam kultur dan apabila eksplan terlalu besar, akan mudah terkontaminasi oleh organisme. Umumnya bagian tanaman yang digunakan sebagai eksplan adalah jaringan muda yang sedang tumbuh aktif. Jaringan tanaman yang masih muda mempunyai daya regenerasi lebih tinggi, sel-selnya masih aktif membelah diri dan lebih bersih (mengandung lebih sedikit kontaminan). Bagian tanaman yang dapat digunakan sebagai eksplan adalah biji atau bagian-bagian biji seperti kotiledon, tunas, pucuk, potongan batang satu buku (nodul eksplant), potongan akar, potongan daun, potongan umbi batang, empulur batang, umbi lapis dengan sebagian batang, dan bagian bunga (Yusnita, 2003). Bahan tanaman yang bersifat totipotensi mutlak diperlukan dalam pelaksanaan kegiatan kultur in vitro karena hanya dengan sifat ini, sel, jaringan, organ yang digunakan akan mampu tumbuh dan berkembang sesuai arahan dan tujuan budidaya in vitro yang dilakukan. Umumnya sifat totipotensi lebih banyak dimiliki oleh bagian tanaman yang masih juvenile, dan banyak dijumpai pada daerah-daerah meristem tanaman. Tetapi tidak menutup kemungkinan bagian

16

tanaman yang sudah dewasa bila mendapat lingkungan yang cocok akan bertotipotensi hingga mampu tumbuh dan berkembang (Santoso dan Nursandi, 2004). 2. Media Keberhasilan dalam teknologi serta penggunaan metode in vitro terutama disebabkan pengetahuan yang lebih baik tentang kebutuhan hara sel dan jaringan yang dikulturkan. Hara terdiri dari kompnen yang utama dan komponen tambahan. Komponen utama meliputi garam mineral, suber karbon (gula), vitamin dan pengatur tumbuh. Komponen lain, seperti senyawa nitrogen organik, berbagai asam organik, metabolit dan ekstrak tambahan tidak mutlak, tetapi dapat menguntungkan ketahanan sel dan perbanyakannya (Wetter dan Constabel, 1991). Unsur-unsur esensial yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah relatif besar diistilahkan sebagai unsur-unsur makro (Salisbury dan Ross, 1992). Unsur-unsur makro karbon, hidrogen, dan oksigen tersedia bagi tanaman melalui air dan udara. Sementara itu, kebutuhan unsur makro yang lain seperti nitrogen, fosfor, kalium, kalsium, magnesium, dan belerang dipenuhi melalui media tumbuh. Disamping unsur-unsur makro, sel-sel tanaman pun membutuhkan unsur-unsur mikro tertentu. Unsur-unsur mikro yang dibutuhkan oleh semua tanaman tingkat tinggi meliputi besi, mangan, seng, boron, tembaga, dan klor (Zulkarnain, 2009).

17

3. ZPT Zat pengatur tumbuh (ZPT) adalah senyawa organik bukan nutrisi yang aktif dalam jumlah kecil (10-6-10-5 mm) yang disintesiskan pada bagian tertentu tanaman dan pada umumnya diangkut ke bagian lain tanaman dimana zat tersebut menimbulkan tanggapan secara biokimia, fisiologis dan morfologis (Wattimena, 1988). Didalam teknik kultur in vitro, kehadiran zat pengatur tumbuh sangat nyata pengaruhnya. Bahkan, Pierik (1987) menyatakan bahwa sangat sulit menerapkan teknik kultur in vitro pada upaya perbanyakan tanaman tanpa melibatkan zat pengatur tumbuh (Zulkarnain, 2009). Didalam tubuh tanaman terdapat hormon tubuh yaitu senyawa organik yang jumlahnya sedikit dan dapat merangsang ataupun menghambat berbagai proses fisiologis tanaman. Di dalam tubuh tanaman senyawa organik ini jumlahnya hanya sedikit, maka diperlukan penambahan hormon dari luar. Hormon sintetis yang ditambahkan dari luar tubuh tanaman disebut zat pengatur tumbuh. Zat ini fungsinya untuk meragsang pertumbuhan, misalnya pertumbuhan akar, tunas, perkecambahan dan sebagainya ( Hendaryono dan Wijayani, 1994). Zat pengatur tumbuh di dalam tanaman terdiri dari lima kelompok yaitu auksin, giberelin, sitokinin, etilen, dan inhibitor dengan ciri khas dan pengaruh yang berlainan terhadap proses fisiologis (Abidin, 1983).

18

Tabel 2.2. Zat pengatur tumbuh yang digunakan secara komersial dalam mikropropagasi tanaman Zat Pengatur Tumbuh 1.Kelompok Auksin  Asam Indo-3-Aseta

Singkatan

 Asam Indo-3Butirat

IAA

Keterangan Auksin alami Tidak Stabil

IBA NAA

 Asam Alfa Naftalen Asetat  Asam 2,4-D Diklorofenoksi Asetat 1. Kelompok Sitokinin  Benzil Adenin  Kinetin  Benzil Aminopurin  Thidiazuron  Zeatin 2. kelompok giberelin  Asam Giberelat

Stabil 2,4-D Stabil Kuat

BA BAP GA3

Stabil kuat

Dapat merangsang pertumbuha, kadangkadang menghalangi pertumbuhan tunas

(Abidin, 1983)

2.3 Media MS (Murashige and Skoog) Keberhasilan dalam penggunaan metode kultur jaringan sangat bergantung pada media yang digunakan. Media MS (Murashige and Skoog) adalah media yang umum dan paling banyak digunakan dalam kultur jaringan. Media MS (Murashige and Skoog) pertama kali digunakan oleh Skoog dalam penumbuhan kultur tembakau. Kemudian oleh Murashige disempurnakan dengan cara mengatur komposisi garam anorganiknya. Media MS mengandung mM N dalam bentuk NO3 dan 29 mM dalam bentuk NH+4. Konsentrasi ini lebih besar

19

dibandingkan dengan media-media lainnya. Walaupun unsur-unsur makro dalam media MS dibuat untuk kultur kalus tembakau, namun komposisinya mampu mendukung kultur jaringan tanaman lain (Karjadi dan Bukhory, 2008). Media kultur jaringan ini terdiri dari unsur makro, mikro dan karbohidrat yang pada umumnya berupa sukrosa atau gula. Hasil kultur jaringan akan lebih baik apabila ke dalam media tersebut ditambahkan vitamin, asam amino dan ZPT (Gamborg et al., 1968 dalam Karjadi dan Bukhory, 2008). Meskipun MS mengandung unsur-unsur makro dalam jumlah yang lebih tinggi, namun pada kasus-kasus tertentu pemakaian konsentrasi yang lebih rendah terbukti memberikan hasil yang lebih baik (Gunawan, 1992). 2.4 Zat Pengatur Tumbuh 2,4-D (2,4-Dichlorofenoksi acetic acid) ZPT yang sering digunakan untuk menstimulasi pembentukan kalus dari golongan auksin adalah 2,4-D. Umumnya auksin meningkatkan pemanjangan sel, pembelahan sel, dan pembentukan akar adventif, dalam medium kultur auksin dibutuhkan untuk menigkatkan embryogenesis somatic pada kultur suspense sel. Konsentrasi auksin yang tinggi akan merangsang pembentukan kalus dan menekan morfogenesis (Marlin dkk, 2012). 2,4-D umum digunakan sebagai sumber auksin eksogen terutama untuk menginisiasi pembentukan kalus embriogenik pada proses embriogenesis somatik, tetapi embrio somatik tidak dapat berkembang lebih lanjut sebelum konsentrasi auksin dikurangi atau bahkan dihilangkan sama sekali dari medium kultur (Rusdianto dan Indrianto, 2012).

20

Menurut Abidin (1983), aktivitas auksin ditentukan oleh adanya struktur cincin yang tidak jenuh, adanya rantai keasamam (acid chain), pemisahan carboxyl group (-COOH) dari struktur cincin, dan adanya pengaturan ruangan antara struktur cincin dengan rantai keasaman. Rantai yang mempunyai carboxyl group dipisahkan oleh karbon atau karbon dan oksigen akan memberikan aktivitas yang optimal. Sebagai contoh yaitu IAA dan 2,4-D mempunyai aktivitas yang cukup tinggi karena persyaratan di atas terpenuhi.

Gambar 2.3 Struktur Kimia ZPT 2,4-D (Gaspar et al., 1996)

Respon awal eksplan terhadap 2,4-D adalah pembentukan kalus sebagai wujud dediferensiasi. Kalus merupakan massa sel yang tidak terorganisir yang awalnya merupakan jaringan penutup luka, dimana sel-sel yang pada awalnya dorman (quiescent) terdiferensiasi kembali (dediferensiasi). Dediferensiasi terjadi karena sel-sel tumbuhan (jaringan), yang secara alamiahnya bersifat autotrof dikondisikan menjadi heterotrof dengan cara memberikan nutrisi yang cukup kompleks di dalam medium kultur, sehingga sel-sel membelah secara tidak terkendali membentuk massa sel yang tidak terorganisir (kalus) (Rusdianto dan Indrianto, 2012).

21

2.5 Zat Pengatur Tumbuh BAP (6-Benzyl Amino Purine) BAP (6-Benzyl Amino Purine) merupakan golongan sitokinin sintetik yang paling sering digunakan dalam perbanyakan tanaman secara in vitro. Hal ini karena BAP mempunyai efektifitas yang cukup tinggi untuk perbanyakan tunas, mudah di dapat dan relatif lebih murah dibandingkan dengan kinetin (Kurnianingsih, 2009).

Gambar 2.4 Struktur Kimia BAP (6-Benzyl Amino Purine) (Gaspar et al., 1996)

Sitokinin merupakan ZPT yang penting dalam pengaturan pembelahan sel morfogenesis. Sitokinin disamping merangsang pembelahan sel, juga dapat menghambat pemanjangan sel oleh auksin (Karjadi dan Buchory, 2007). Adanya penambahan sitokinin (BAP) ke dalam medium dapat menghambat pemanjangan dan perkembangan akar (Marlin dkk, 2012). Sitokinin BAP berperan memacu terjadinya sintesis RNA dan protein pada berbagai jaringan yang selanjutnya dapat mendorong terjadinya pembelahan sel. Selain itu BAP juga dapat memacu jaringan untuk menyerap air dari sekitarnya sehingga proses sintesis protein dan pembelahan sel dapat berjalan dengan baik (Kurnianingsih, 2009). BAP merupakan suatu zat pengatur tumbuh sintetik yang

22

tidak mudah dirombak oleh sintesis enzim dari tanaman sehingga dapat memacu induksi dam multiplikasi tunas (Kurnianingsih, 2009). Penelitian Sukmadjaja (2005) menyatakan secara umum, media MS yang diperkaya dengan BAP menunjukkan respons yang baik dalam membentuk embrio somatik. Persentase paling tinggi (71,4%) pembentukan embrio somatik dari eksplan embrio zigotik muda tanaman cendana diperoleh pada media MS dan BAP 2 mg/L. 2.6 Kombinasi Auksin dan Sitokinin Terhadap Pertumbuhan Kalus Dalam kultur jaringan terdapat 2 golongan ZPT yang sangat penting, yaitu auksin dan sitokinin. Interaksi antar ZPT tersebut dengan hormon yang diproduksi oleh sel secara endogen menentukan arah perkembangan suatu kultur. Menurut Karjadi dan Buchory (2008) penambahan auksin dan sitokinin eksogen menambah level ZPT endogen sel. Level ZPT ini merupakan triggering faktor untuk proses-proses yang tumbuh dan morfogenesis. Menurut penelitian Abidin (1983) pada tobacco pith culture, apabila dalam perbandingan konsentrasi sitokinin lebih besar daripada auksin, maka hal ini akan memperlihatkan stimulasi pertumbuhan tunas dan daun. Sebaliknya apabila sitokinin lebih rendah daripada auksin, maka hal ini akan mengakibatkan stimulasi pada pertumbuhan akar. Sedangkan bila perbandingan sitokinin dan auksin berimbang, maka pertumbuhan tunas, daun dan akar akan berimbang pula. Tetapi apabila konsentrasi sitokinin sedang dan konsentrasi auksin rendah, maka keadaan pertumbuhan tobacco pith culture akan berbentuk kalus.

23

Sitokinin seperti kinetin atau benzil adenin kadang-kadang dibutuhkan bersama 2,4-D atau IAA untuk mendapatkan pembentukan kalus yang baik (Wetter dan Constabel, 1991). Sitokinin merangsang pembelahan sel tanaman dan berinteraksi dengan auksin dalam menentukan diferensiasi sel. Apabila perbandingan konsentrasi

sitokinin

lebih

besar daripada

auksin, maka

pertumbuhan tunas dan daun akan terstimulasi. Sebaliknya apabila sitokinin lebih rendah daripada auksin, maka mengakibatkan mestimulasi pada pertumbuhan tunas, dan akar berimbang pula. Penelitian Mariska (1992) dalam pembiakan kultur jaringan tanaman melinjo dapat mengahsilkan 4 hingga 5 tunas pada perlakuan media yang diberi 0,1 ppm NAA dan 3,0 ppm BAP. Pada perlakuan tersebut konsentrasi sitokinin (BAP) lebih tinggi dibandingkan dengan konsentrasi auksin (2,4-D). Menurut Bhojwani dan Razdan (1983) kombinasi sitokinin dan auksin yang tinggi mendorong pembentukan tunas, sedangkan kombinasi sitokinin dan auksin yang rendah mendorong pembentukan akar, jika sitokinin dan auksin dalam jumlah yang seimbang akan mendorong pembentukan kalus. 2.7 Kultur Kalus dan Kualitas Kalus Kalus merupakan ploriferasi massa sel yang belum terdiferensiasi dan terdiri dari sel yang tidak teratur. Kultur kalus merupakan kultur sekumpulan sel yang tidak terorganisir yang berasal dari berbagai jaringan tumbuhan. Kultur kalus digunakan untuk memperoleh kalus dari eksplan yang diisolasi dan ditumbuhkan dalam ligkungan terkendali (Indah dan Ermavitalini, 2013).

24

Salah satu manfaat kultur kalus adalah untuk mendapatkan produk kalus dari suatu eksplan yang dapat ditumbuhkan secara terus-menerus sehingga dapat dimanfaatkan dalam mempelajari metabolisme dan diferensiasi sel, morfogenesis sel, variasi somaklonal, transformasi genetik serta produksi metabolit sekunder juga merupakan beberapa manfaat dari hasil kultur kalus (Ariati dkk, 2012). 2.7.1 Kalus Embriogenik Terdapat dua macam kalus yang terbentuk dalam kultur in vitro suatu tanaman, yaitu kalus embriogenik dan kalus non embriogenik. Kalus embriogenik adalah kalus yang memiliki potensi untuk beregenerasi menjadi tanaman melalui organogenesis atau embryogenesis. Sedangkan kalus non embriogenik adalah kalus yang mempunyai kemampuan untuk beregenerasi menjadi tanaman (Sukmadjaja, 2005). Embrio somatik adalah embrio yang dihasilkan dari sel somatik melalui proses embriogenesis aseksual. Dalam proses embriogenesis, sel akan mengalami perkembangan secara bertahap seperti pada embriogenesis zigotik (Armaniar, 2002). Terdapat 2 tipe ambriogenesis somatik yaitu embriogenesis langsung (direct) dan embriogenesis tidak langsung (indirect). Embriogenesis somatik langsung adalah suatu perkembangan embrio secara langsung dari eksplan aslinya. Sedangkan embriogenesis somatik tidak langsung adalah pembentukan embrio dari kalus, suspensi sel, sel atau sekelompok sel embrio somatik. Kalus

25

biasanya terbentuk setelah eksplan dikulturkan dalam media yang mengandung auksin (Armaniar, 2002). Embriogenesis somatik merupakan proses dimana sel somatik berkembang membentuk tanaman baru melalui tahap perkembangan embrio yang spesifik tanpa melalui fusi gamet. Embrio somatik memiliki ciri-ciri dari strukturnya yang bipolar (memiliki 2 calon meristem: akar dan tunas), melalui pembelahan mitosis yang cepat. Embriogenesis langsung mampu menginisiasi pertumbuhan embrio langsung dari jaringan tanaman yang digunakan tanpa melaui tahap proliferasi kalus. Embriogenesis tidak langsung harus melalui tahapan poliferasi sel sebelum membentuk embrio ( Devi, 2013). Embriogenesis somatik terdiri atas beberapa tahapan diantaranya inisiasi kalus,

pembentukan

dan

perkembangan

embrio,

hingga

maturasi

dan

pembentukan tanaman secara utuh. Jenis media yang digunakan untuk memfasilitasi setiap tahap perkembangan biasanya berbea-beda. Media pertama yang digunakan adalah untuk menginisiasi kalus dimana peran auksin yang dibutuhkan. Media yang kedua adalah memfasilitasi maturasi embrio yang menggunkan konsentrasi auksin yang lebih rendah atau tidak ada sama sekali, dan yang ketiga adalah untuk perkembangan embrio menjadi tanaman (Roostika, 2009). Menuru Armaniar (2002) perkembangan embriogenesis sel pada fase yang lebih lanjut akan tampak pembentukan struktur yang bipolar yaitu bagian apikal akan berkembang menjadi bakal pucuk sedang bagian distal menjadi akar. Fase

26

perkembangan struktur embrioid adalah berbentuk globular, hati, torpedo dan kecambah.

Gambar 2.5 Urutan proses regenerasi lengkeng cv. Diamon River melalui jalur embriogenesis somatik: (A) globular, (B) hati, (C) torpedo, (D) kotiledon awal, dan (E) kotiledon akhir (Roostika dkk, 2009).

2.7.2 Tekstur Kalus Bentuk kalus dapat dibedakan berdasarkan tekstur dan sifat fisik. Berdasarkan tekstur kalus dibedakan atas kalus kompak (non friable) dan kalus remah (friable). Kalus kompak yaitu kalus yang terbentuk dari sekumpulan sel yang kuat. Sedangkan kalus yang terdiri dari sel–sel lepas disebut kalus remah. Kalus remah sangat cocok digunakan untuk pertumbuhan sebagai kalus suspensi. Kalus kompak dapat menjadi kalus remah akan tetapi kalus remah tidak dapat menjadi kalus kompak. Kalus remah dan kalus kompak mempunyai komposisi kimia yang berbeda. Kalus kompak mempunyai kandungan polisakarida dengan pektin dan hemiselulosa. Kandungan selulosa yang tinggi meningkatkan sel lebih rigid. Pektin yang tinggi sel lebih kuat dan dapat menahan fragmentasi (Alitalia, 2008).

27

(a)

(b)

Gambar 2.6 Visualisasi tekstur kalus eksplan daun ramin (Gonystylus bancanus ( Miq) Kurz.): (a) kalus kompak, (b) kalus remah (Yelnititis, 2012).

2.7.3 Warna Kalus Indikator pertumbuhan eksplan pada budidaya in vitro berupa warna kalus menggambarkan penampilan visual kalus sehingga dapat diketahui apakah suatu kalus masih memiliki sel-sel yang aktif membelah atau mati (Riyadi dan Tirtoboma, 2004). Hendaryono dan Wijayanti (1994) menambahkan kondisi warna kalus yang bervariasi disebabkan oleh adanya pigmentasi, cahaya, dan bagian tanaman yang dijadikan sebagai sumber eksplan. Eksplan yang cenderung berwarna kecoklatan disebabkan oleh kondisi eksplan yang secara internal mempunyai kandungan fenol tinggi. Menurut Wardani dkk (2004), warna kalus yang hijau disebabkan peningkatan konsentrasi sitokinin yang tinggi. Sitokinin yang ditambahkan dalam media mampu menghambat perombakan butir-butir klorofil karena sitokinin mampu mengaktifkan proses metabolisme dan sintesis protein.

28

(a)

(b)

(c)

Gambar 2.7 Contoh visualisasi kalus eksplan daun ramin (Gonystylus bancanus ( Miq) Kurz.) : (a) putih, (b) putih kehijauan, (c) kuning kehijauan (Yelnititis, 2012 ).

2.8 Asal-Muasal Tanaman Dalam Alquran Allah SWT menjelaskan tentang asal-muasal tanaman dalam Alquran surat Al-An’am (6) : 95 yang berbunyi:

َّ ‫ه ح ه ّ ه ُ ُ َّ ُ ه ه‬ ‫َّ َّ ه ه ُ ح ه ّ ه َّ ه ُ ح ُ ح ه َّ ه ح ه ّ ه ُ ح‬ ّ ‫ُمر ُج ٱل ح هه‬ ‫ٱّلل فأَّن‬ ‫حي ذل ِكم‬ ‫ٱل‬ ‫ِو‬ ‫ن‬ ‫ت‬ ‫ي‬ ِ ِ ِ ‫ب وٱنلوى ُيرِج ٱلح نِو ٱلهي‬ ِ ِ ‫۞إِن ٱّلل فال ِق ٱۡل‬ ِ ِ ‫تو‬

‫ُحه ُ ه‬ ٩٥ ‫ثؤفكون‬

Artinya:“Sesungguhnya Allah menumbuhkan butir tumbuh-tumbuhan dan biji buah-buahan. Dia mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup. (Yang meiliki sifat-sifat) demikian ialah Allah, maka mengapa kamu masih berpaling”. (QS.6:95) Menurut tafsir Ibnu Katsir (2007) Allah SWT memberitahukan, bahwa Dia menumbuhkan biji dan benih tumbuh-tumbuhan. Artinya Allah membelahnya di dalam tanah (yang lembab), kemudian dari biji-bijian tersebut tumbuhlah berbagai jenis tumbuh-tumbuhan, sedangkan dari benih-benih itu (tumbuhlah) buah-buahan dengan berbagai macam warna, bentuk dan rasa yang berbeda. Oleh karena itu ُ ِ‫”)فَال‬Allah menumbuhkan butir tumbuh-tumbuhan firman Allah SWT (‫ق ۡٱل َحبِّ َوٱلىَّ َوى‬ dan biji buah-buahan”. Ditafsirkan dengan firman –Nya: ( ‫ت َو ُم ۡخ ِر ُج‬ ِ ‫ي ُۡخ ِر ُج ۡٱل َح َّي ِمهَ ۡٱل َم ِّي‬

29

‫ت ِمهَ ۡٱل َح ِّي‬ ِ ِّ‫”) ۡٱل َمي‬Dia mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup”. Maksudnya, Allah SWT menumbuhkan tumbuhtumbuhan yang hidup dari biji dan benih, yang merupakan benda mati. Sebagaimana firman-Nya dalam surat yasin ayat 33 yang berbunyi:

‫َّ ح ه ُ ح ُ ه‬ ‫ّٗ ه ح ح ُ ُ ه‬ ‫ه ح‬ ‫ح‬ ٣٣ ‫هو هءايهة ل ُه ُم ٱۡلۡرض ٱل هه حي هجة أ حح هي حي هن هها هوأخ هر حج هنا نِن هها هح ّبا ف ِهن ُه يهأكلون‬ Artinya:“Dan suatu tanda (kekuasaan Allah yang besar) bagi mereka adalah bumi yang mati. Kami hidupkan bumi itu dan kami keluarkan dari padanya bijibijian, maka dari padanya mereka makan”. Firman-Nya: (‫ت ِمهَ ۡٱل َح ِّي‬ ِ ِّ‫“ ) َو ُم ۡخ ِر ُج ۡٱل َمي‬Dan mengeluarkan yang mati dari ُ ِ‫”)فَال‬menumbuhkan yang hidup”. Penggalan ayat ini ber-a’thaf kepada, (‫ق ۡٱل َحبِّ َوٱلىَّ َوى‬ butir tumbuh-tumbuhan dan biji buah-buahan’. Kemudian setelah di’athafkan padanya firman-Nya : (‫ت ِمه ۡٱل َح ِّي‬ ِ ِّ‫ “ ) َو ُم ۡخ ِر ُج ۡٱل َمي‬Dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup”. Para ahli tafsir mengungkapkan tentang mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan demikian pula sebaliknya, dengan berbagai macam ungkapan yang semuanya saling berdekatan makna. Ada diantara mereka yang mengatakan: “Yaitu mengeluarkan ayam dari telur, atau sebaliknya”. َّ ‫“( ) َذلِ ُك ُم‬Yang memiliki sifat-sifat) Selain itu Allah SWT berfirman: (ُ ‫ٱلل‬ demikian adalah Allah”). Maksudnya, yang melakukan semuanya itu tidak lain adalah Allah semata, yang tiada sekutu bagi-Nya. ( َ‫“ )فَأَوَّي تُ ۡؤفَ ُكون‬Maka mengapa kamu masih berpaling?”Maksudnya, mengapa kalian berpaling dari kebenaran seraya menjauhinya menuju yang bathil, sehingga kalian beribadah kepada ilahilah lain selain Allah.

30

َّ ُ ‫َّ ه ه‬ ّ ‫حه‬ Muhammad (2000) menyatakan bahwa, (‫ب هوٱنلَّ هوى‬ ِ ‫)۞إِن ٱّلل فال ِق ٱۡل‬ (“Sesungguhnya

Allah

yang

membelah

biji-bijian

dan

anak

kurma”).

Sesungguhnya Allah yang membelah biji-bijian dan anak-anak kurma serta mengikat segala sebab dengan musababnya, seperti menjadikan bijian dan anak kurma dalam tanah dan menyirami tanahnya dengan air.

‫ح‬ ‫ُح‬ َّ ‫ُير ُج حٱل ه‬ (‫ت‬ ِ ِ ‫ح ن هِو ٱل هه ّي‬ ِ ) (“Dialah yang mengeluarkan yang hidup dari yang mati”). Yang dimaksudkan dengan “yang hidup” disini ialah yang subur dan memerlukan makanan. Yang dimaksudkan dengan “yang mati” adalah yang tidak memerlukan makanan dan tidak subur, seperti tanah, bijian dan anak kurma.

‫حه‬

‫ُح ُ ح‬

ّ ‫ت ن هِو ٱل‬ (‫حي‬ ِ ِ ‫“( ) هوُم ِرج ٱل هه ّي‬Dan mengeluarkan yamg mati dari yang hidup”). ِ Allah itulah yang mengeluarkan yang mati dari yang hidup. Allah mengeluarkan bijian dan anak kurma dari tumbuh-tumbuhan yang hidup, mengeluarkan air susu dan yang sebagainya dari yang hidup. Kata az-zajjaz: “makna firman ini adalah mengeluarkan tuumbuhan yang hidup dari biji-bijian yang kering dan mengeluarkan biji kering dari tumbuhan yang hidup”.

‫ه ُ ُ َّ ُ ه ه َّ ُ ح ه ُ ه‬ (‫ٱّلل فأَّن ثؤفكون‬ ‫“( )ذل ِكم‬Itulah Allah, mengapa kamu berpaling dari menyembah-Nya?”). Itulah Allah, yang bersifat dengan kodrat (kuasa) secara sempurna, yang Maha Hakim lagi Maha Mengetahui. Dialah yang menjadikan sesuatu dan berhak menerima ibadat, maka bagaimana kamu berpaling dari Dia dan bagaimana kamu menyimpang dari petunjuk-Nya?”.

31

Tafsir al-muyassar (2007) mengemukakan bahwa hanya Allah SWT saja yang

berhak

disembah.

Dia

SWT

membelah

biji-bijian,

lalu

menumbuhkembangkan pertanian darinya. Dia SWT membelah biji buah-buahan, kemudian mengeluarkan pohon- pohonan darinya. Hanya Dia SWT yang mengeluarkan yang hidup dari yang mati, seperti bayi dari setetes mani, anak ayam dari telur. Dia SWT mengeluarkan yang mati dari yang hidup seperti air mani dari pria dan wanita, telur dari burung, biji dari kurma, biji tumbuhan dri pertanian, dan lain sebagainya. Siapapun yang melakukan itu semua pantas untuk disembah dan dijadikan Tuhan. Berhubung tidak ada sekutu bagi-Nya dalam menciptakan maka tidak boleh ada sekutu dalam menyembah-Nya. Dia yang telah menciptakan dan mengadakan harus disembah dan diesakan. Bagaimana bisa orang-orang musyrik beribadah kepada selain-Nya dan menjadikan tuhan lain bersama-Nya secara bathil, dosa dan fasik?. Seperti halnya yang dikemukakan dalam tafsir al-muyassar, dalam tafsir al-Aisar (2007) Allah mengeluarkan yang hidup dari yang mati seperti biji-bijian ُ ِ‫فَال‬ yang membelah menjadi tanaman dan seperti anak ayam dari telur. ( ِّ‫ق ۡٱل َحب‬ ‫ ) َوٱلىَّ َوى‬faaliqul al-Habbi wa an-Nawaa : Allah Ta’ala membelah biji-bijian seperti gandum, sehingga keluar darinya tanaman, An-Nawaa merupakan bentuk jamak dari Nuwaatun, Allah Ta’ala membelahnya sehingga keluar darinya tunas dari pohon kurma (‫ت‬ ِ ِّ‫ )ي ُۡخ ِر ُج ۡٱل َح َّي ِمهَ ۡٱل َمي‬Yukhriju al-Hayya min al-Mayyiti : Allah Ta’ala mengeluarkan yang hidup dari yang mati seperti ayam dari telurnya. ( َ‫ي ُۡخ ِر ُج ۡٱل َح َّي ِمه‬ ۡ Yukhriju al-Mayyita min al-Hayyi : Yaitu Allah mengeluarkan yang mati ‫ت‬ ِ ِّ‫)ٱل َمي‬ dari yang hidup seperti telur ayam.

32

Berdasarkan beberapa tafsir yang telah disebutkan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa ayat tersebut diatas yaitu “Allah menumbuhkan butir tumbuhtumbuhan dan biji buah-buahan”, bermakna bahwa Allah menumbuhkan biji dan benih tumbuh-tumbuhan dengan cara membelahnya di dalam tanah (yang lembab) yaitu tanah yang telah disirami air sehingga tumbuh aneka buah-buahan dan pohon-pohonan seperti kurma dan gandum. “Dialah yang mengeluarkan yang hidup dari yang mati”, yang dimaksudkan dengan yang hidup adalah yang subur dan memerlukan makanan sedangkan yang mati adalah yang tidak subur adalah yang tidak memerlukan makanan seperti tumbuhan yang hidup dari biji dan benih yang merupakan benda mati, anak ayam dari telur, dan bayi dari setetes air mani. Kalimat “Mengeluarkan yang mati dari yang hidup” bermakna bahwa Allah mengeluarkan biji-bijian dan anak kurma dari tumbuh-tumbuhan yang hidup, mengeluarkan telur dari ayam, air mani dari pria dan wanita, air susu dan sebagainya dari yang hidup. ”Demikian ialah Allah, maka mengapa kamu masih berpaling”, dalam kalimat tersebut bermakna bahwa mengapa kalian (orang-orang musyrik) masih berpaling dari kebenaran dan petunjuk Allah, sehingga menyimpang dan menyekutukan-Nya.