BAB II KAJIAN TEORI
A. Variasi Bahasa Fungsi bahasa yang utama adalah untuk berkomunikasi. Komunikasi dilakukan oleh manusia yang merupakan mahluk sosial. Manusia sebagai mahkluk sosial yang selalu dituntut untuk berinteraksi dengan manusia yang lain. Manusia merupakan mahkluk yang diciptakan untuk hidup berhubungan dengan orang lain. Proses interaksi tersebut membutuhkan alat bantu untuk berhubungan dengan individu yang lain. Atas dasar hal tersebut kemudian munculah apa yang disebut variasi bahasa. Variasi bahasa sendiri muncul karena proses interaksi sosial dari para pelaku bahasa yang beragam. Bahasa merupakan salah satu alat bantu untuk berinteraksi dengan manusia lain. Semua gagasan, ide, maupun maksud dari penutur disampaikan melalui bahasa. Seiring dengan perkembangan zaman, bahasa tersebut juga mengalami perkembangan. Perkembangan teknologi juga ikut andil dalam perkembangan bahasa. Perbedaan golongan, pekerjaan, aktivitas, komunitas, juga memberikan andil terhadap keanekaragaman bahasa. Hal-hal tersebut bisa dikatakan sebagai salah satu penyebab munculnya variasi bahasa. Terjadinya keragaman atau kevariasian bahasa itu tidak hanya disebabkan oleh para penuturnya yang tidak bisa hidup sendiri, tetapi 8
9
juga karena kegiatan interaksi sosial yang mereka lakukan berbeda-beda. Setiap orang mempunyai kegiatan yang berbeda-beda pula. Setiap individu penutur menyebabkan keberagaman bahasa tersebut. Penutur yang berada diwilayah yang sangat luas akan menimbulkan keberagaman bahasa yang lebih banyak. Variasi bahasa adalah jenis ragam bahasa yang pemakaianya disesuaikan dengan fungsi dan situasi tanpa menghasilkan kaidah-kaidah pokok yang berlaku dalam bahasa yang bersangkutan (Suwito, 1985: 29). Variasi bahasa berkenaan dengan penggunannya, pemakainya atau fungsinya disebut fungsiolek ragam atau register. Variasi ini biasanya dibicarakan berdasarkan bidang penggunaan gaya atau tingkat keformalan dan sarana penggunaan (Nababan melalui Chaer, 1995: 89-90). Ciri variasi bahasa yang terjadi karena adanya perbedaan bidang pemakaian antara lain leksikogramatis, fonologis, ciri penunjuk yang berupa bentuk kata tertentu, penanda gramatis tertentu, atau bahkan penanda fonologi yang memiliki fungsi untuk memberi tanda kepada para pelaku bahasa bahwa inilah register yang dimaksud. Penanda atau ciri itu pulalah yang membedakan antara register satu dengan yang lainnya. Variasi bahasa dapat juga dibedakan menjadi dua macam bentuk, yaitu register dan dialek. Dialek merupakan ragam bahasa berdasarkan pemakainya, sedangkan register merupakan ragam bahasa berdasarkan pemakaiannya. Dalam kehidupan, seseorang mungkin saja hidup dengan satu dialek, tetapi tidak hanya hidup dengan satu register, sebab dalam kehidupannya sebagai anggota masyarakat,
10
bidang yang dilakukan pasti lebih dari satu. Adanya faktor-faktor sosial dan faktor situasional yang mempengaruhi pemakaian bahasa menimbulkan variasi-variasi bahasa. Dengan timbulnya variasi bahasa menunjukkan bahwa bahasa itu bersifat aneka ragam dan manasuka.
B. Register Register merupakan merupakan salah satu bentuk gejala variasi bahasa yang disebabkan oleh perbedaan bidang pemakaian. Register merupakan proses atau hasil dari pemakaian kosa kata khusus yang berkaitan dengan jenis pekerjaan maupun kelompok sosial tertentu. Menurut Suwito (1985: 25) mengemukakan bahwa register sebagai bentuk variasi bahasa yang disebabkan sifat khas kebutuhan pemakainya. Register dengan kata lain bisa diartikan sebagai suatu bahasa yang biasa dipergunakan pada saat ini, bahasa yang tergantung pada apa saja yang dikerjakanya dan sifat kegiatanya mencerminkan aspek lain dari tingkat sosial yang biasanya melibatkan masyarakat tertentu. Register muncul disebabkan oleh banyak hal kebahasaan, salah satunya variasi bahasa. Kedua hal tersebut merupakan dua bagian yang saling berhubungan dan saling mempengaruhi. Register sendiri merupakan salah satu bentuk gejala variasi bahasa yang disebabkan oleh perbedaan bidang pemakaian. Register merupakan proses atau hasil dari pemakaian kosa kata khusus yang berkaitan dengan jenis pekerjaan maupun kelompok sosial tertentu. Konsep register menurut Wardaugh
11
(1986: 48) adalah pemakaian kosa kata khusus yang berkaitan dengan jenis pekerjaan maupun kelompok sosial tertentu. Ciri-ciri register secara umum adalah pertama register hanya mengacu pada pemakaian kosakata khusus yang berkaitan dengan kelompok pekerja yang berbeda. Kedua, bahasa register sesuai dengan situasi komunikasi yang terjadi berulang secara teratur dalam suatu masyarakat yang berkenaan dengan pertisipan, tempat, fungsifungsi komunikatif. Ketiga, register digunakan oleh suatu kelompok ataupun masyarakat tertentu sesuai dengan profesi dan keahlian yang sama. Register dibedakan menjadi dua bagian menurut Halliday (1978: 35), yaitu “terbatas” atau restricted languages dan “bahasa untuk tujuan khusus” atau language for special purposes. Bahasa terbatas atau restricted languages jarang dimengerti oleh orang lain yang tidak berkecimpung di bidang yang sama seperti penutur. Bahasa tersebut disampaikan cenderung dalam bentuk ringkas, dan cenderung susah dimengerti. Bahasa untuk tujuan khusus atau language for special purposes dapat ditemukan dalam komunikasi sehari-hari. Misalnya saja bahasa yang dilakukan dalam percakapan sehari-hari saat bercanda, bermain, sehingga tanpa ikut dalam kegiatan tersebut penutur mudah untuk dimengerti oleh petutur. Register ini terbentuk dari wacana yang dipakai suatu kelompok masyarakat yang setiap bidang kegiatannya memiliki ciri register yang berbeda. Istilah register dilihat dari tingkat keformalanya menurut Pateda (1987: 64-65) adalah pemakaian bahasa yang berhubungan dengan pekerjaan seseorang.
12
Dikemukakan pula ada lima jenis register, yakni register beku, register formal, register casual, register konsultatif, dan register intimate. Register beku atau oratorical adalah register yang dipakai oleh pembicara yang profesional sehingga orang tertarik dengan pembicaraannya, sedangkan register deliberative atau register formal yang ditujukan kepada pendengar untuk memperluas pembicaraan yang disengaja. Register consultative atau konsultatif adalah register yang terdapat dalam transaksi perdagangan, dimana terjadi dialog karena membutuhkan persetujuan antara keduanya. Register casual atau kasual register yang digunakan dalam situasi tidak resmi untuk berbincang-bincang dengan keluarga atau teman, biasanya digunakan untuk menghilangkan kekakuan bahasa yang terjadi antara dua orang yang sedang berbincang, dan register intimate atau akrab digunakan oleh penutur yang hubunganya sudah akrab, seperti dipergunakan dalam suasana kekeluargaan. Ragam ini menggunakan bahasa yang kurang lengkap dengan artikulasi kurang jelas.
C. Istilah Istilah penjabaranya adalah kosakata, kamus yang sederhana, daftar istilah dalam suatu bidang disusun menurut abjad dan dilengkapi dengan keterangannya, komponen bahasa yang memuat semua informasi tentang makna dan pemakaian kata dalam bahasa, kekayaan kata yang dimiliki suatu bahasa. Istilah adalah kata atau gabungan kata yang dengan cermat mengungkapkan konsep, proses, keadaan, atau sifat yang khas dalam bidang tertentu (Kridalaksana, 2001: 86).
13
Dilihat dari konteks pemakaianya istilah dapat dibedakan menjadi dua, yaitu istilah yang terbentuk dari istilah umum dan istilah khusus. Istilah umum yaitu istilah yang unsur bahasanya digunakan secara umum, sedangkan istilah khusus merupakan istilah yang ada di dalam perbendaharaan suatu bahasa atau kata yang pemakainya atau maknanya terbatas pada bidang atau konteks tertentu. Istilah dapat berasal dari beberapa sumber yang dapat dijadikan dasar pembentukan istilah (Depdikbud, 2007: 12). Sumber-sumber pembentukan istilah itu diantaranya sebagai berikut. 1. Kosakata Bahasa Indonesia Kata Indonesia yang dapat dijadikan bahan istilah adalah kata umum, baik yang lazim ataupun yang tidak lazim yang memenuhi salah satu syarat atau lebih yang berikut ini. a. Kata yang dengan tepat mengungkapkan makna konsep, proses, keadaan atau sifat yang dimaksudkan. b. Kata yang lebih singkat daripada yang lain yang berujukan sama. c. Kata yang tidak bernilai rasa (konotasi) buruk dan yang sedap di dengar (eufonik). d. Di samping itu istilah dapat berupa kata umum yang diberi makna baru atau makna khusus dengan jalan menyempitkan atau meluaskan makna asalnya.
14
2. Bahasa Nusantara Bahasa Nusantara yang serumpun merupakan sumber kedua yang dapat dijadikan sumber istilah. Bahasa nusantara dipakai jika dalam bahasa Indonesia tidak ditemukan istilah yang dengan tepat dapat mengungkapkan konsep, proses, keadaan, atau sifat yang dimaksudkan, maka istilah dicari dari bahasa serumpun, baik yang lazim ataupun yang tidak lazim, yang memenuhi ketiga syarat yang dijelaskan pada sumber dari kosakata bahasa Indonesia. 3. Kosakata Bahasa Asing Bahasa asing dapat dijadikan sumber yang ketiga peristilahan Indonesia istilah baru. Pembentukan istilah baru dapat dibentuk dengan jalan menerjemahkan, menyerap dan menyerap sekaligus menerjemahkan istilah asing. 4. Penerjemahan istilah asing Istilah baru dapat dibentuk dengan menerjemahkan istilah asing berdasarkan kesesuaian makna tetapi bentuknya tidak sepadan. Penerjemahan dapat pula dilakukan atas dasar kesesuaian bentuk dan makna. Yang pertama-tama harus diperhatikan adalah kesamaan dan kepadanan konsep, bukan kemiripan bentuk luarnya atau makna harfiahnya. 5. Penyerapan istilah asing Demi kemudahan pengalihan antarbahasa dan keperluan masa depan, pemasukan istilah asing, yang bersifat internasional, melalui proses penyerapan dapat dipertimbangkan jika salah satu syarat atau lebih yang berikut ini dipenuhi.
15
a. Istilah serapan yang dipilih lebih cocok karena tidak mengandung konotasi buruk. b. Istilah serapan yang dipilih lebih singkat jika dibandingkan dengan terjemahan Indonesianya. c. Istilah serapan yang dipilih dapat mempermudah tercapainya kesepakatan jika istilah Indonesia terlalu banyak sinonimnya. d. Istilah asing yang akan diserap meningkatkan ketersalinan bahasa asing dan bahasa indonesia secara timbal balik mengingat keperluan masa depan.
D. Bentuk Istilah Kekhasan kosakata merupakan dasar penggolongan suatu register. Bentuk istilah tersebut terbentuk oleh kosakata yang mempunyai makna tersendiri. Bentuk yaitu penampakan atau rupa satuan bahasa dan penampakan satuan gramatikal atau leksikal yang dipandang secara fonis atau grafemis (Kridalaksana, 2008: 32). Batasan dari bentuk ini hanya berupa satuan gramatikal atau leksikal. Istilah merupakan kata atau gabungan kata yang dengan cermat mengungkapkan konsep, proses, keadaan, sifat yang khas dalam bidang tertentu (Kridalaksana, 2008: 97). 1. Bentuk Kata Menurut Kridalaksana (2008: 110) pertama, kata merupakan morfem atau kombinasi morfem yang oleh bahasawan dianggap sebagai satuan terkecil yang dapat
16
diujarkan sebagai bentuk yang bebas. Kedua, kata merupakan satuan bahasa yang dapat berdiri sendiri, terjadi dari morfem tunggal atau gabungan morfem. Dalam beberapa bahasa antara lain dalam bahasa Inggris, pola tekanan juga menandai kata. Ketiga, kata merupakan satuan terkecil dalam sintaksis yang berasal dari leksem yang telah mengalami proses morfologis. Bentuk kata dapat berupa sebagai bentuk tunggal maupun bentuk kompleks. Kata merupakan satuan bebas yang paling kecil, atau dengan kata lain, setiap satuan bebas merupakan kata (Ramlan, 1987: 33). Masingmasing istilah register bentuk kata akan diuraikan sebagai berikut. a. Bentuk Dasar/tunggal Bentuk Dasar/tunggal merupakan satuan gramatik yang tidak terdiri dari satuan yang lebih kecil lagi (Ramlan, 1987: 28). Menurut Keraf (1994: 44) bentuk dasar merupakan satuan bahasa yang belum mendapat imbuhan. b. Bentuk kata kompleks Bentuk kata kompleks dalam proses pembentukan dapat dibedakan menjadi beberapa proses, yaitu sebagai berikut. 1) Afiksasi Afiksasi adalah suatu proses pembubuhan afiks yang di dalam suatu kata merupakan unsur langsung yang bukan kata dan pokok kata, yang memilki kesanggupan melekat pada bentuk-bentuk lain untuk membentuk kata atau pokok kata baru (Ramlan, 1987: 55). Dalam proses pembubuhan afiks, bentuk dasar merupakan salah satu unsur yang bukan afiks, ada bentuk dasar yang dapat berdiri
17
sendiri sebagai kata, tetapi ada juga bentuk dasar yang tidak dapat berdiri sendiri sebagai kata dalam pembentukan bahasa. Afiksasi adalah prosede pembentukan kata kompleks dengan cara penambahan afiks pada bentuk dasar (Soeparno, 2002: 95). Afiksasi yang terdiri atas prefiks atau awalan, sufiks atau akhiran, infiks atau sisipan, dan konfiks yaitu gabungan prefiks dan sufiks. Misalnya saja kata pemotretan. Kosa kata tersebut mempunyai awalan pen- dan akhiran –an. 2) Reduplikasi Reduplikasi adalah pengulangan bentuk dasar, bisa sebagian maupun secara keseluruhan. Reduplikasi adalah prosede pembentukan kata kompleks pengulangan morfem secara parsial (Soeparno, 2002: 95). Macam-macam reduplikasi, yaitu pertama ulangan atas suku awal, atau disebut juga dwipurwa. Kedua, ulangan atas seluruh bentuk dasar, ulangan ini disebut ulangan utuh. Ketiga, ulangan yang juga terjadi atas seluruh suku kata kata, namun pada salah satu lingganya terjadi perubahan suara pada suatu fonem atau lebih. Perulangan macam ini disebut dwilingga salin suara. Keempat ulangan dengan mendapat imbuhan, baik pada lingga pertama, maupun pada lingga kedua. Ulangan macam ini disebut ulangan berimbuhan (Keraf, 1984: 120-121). 3) Pemajemukan Pemajemukan atau kata majemuk ialah kata yang terdiri dari dua kata sebagai unsurnya (Ramlan, 1987: 76). Menurut Kridalaksana (2008: 111) kata majemuk ialah gabungan leksem dengan leksem yang seluruhnya berstatus sebagai kata yang
18
mempunyai pola fonologis, gramatikal, dan semantik yang khusus menurut kaidah bahasa yang bersangkutan. Pola khusus tersebut membedakannya dari gabungan leksem yang bukan kata majemuk. Kata majemuk sendiri bisa disimpulkan pengertiannya sebagai gabungan dua kata atau lebih yang membentuk suatu kesatuan arti (Keraf, 1984: 124), misalnya kata kamar hitam, ibu kota. 4) Abreviasi Abreviasi adalah proses morfologis berupa pemenggalan satu atau beberapa bagian dari kombinasi leksem sehingga terjadi bentuk baru yang berstatus kata Abreviasi ini menyangkut penyingkatan, pemenggalan, akronimi, kontraksi, lambang huruf (Kridalaksana, 2008: 1). a. Singkatan Menurut Kridalaksana (2008: 186) singkatan adalah hasil proses pemendekan yang berupa huruf atau gabungan huruf, baik yang dieja huruf demi huruf maupun yang tidak dieja huruf demi huruf. Contoh: Singkatan yang dieja huruf demi huruf:
UNY (Universitas Negeri
Yogyakarta). Singkatan yang tidak dieja huruf demi huruf: dll, (dan lain-lain), dst, (dan seterusnya).
19
b. Pemenggalan Pemenggalan ialah proses pemendekan yang mengekalkan salah satu bagian dari leksem (Kridalaksana, 2008: 178). Contoh: Pak (bapak) Bu (ibu) c. Akronim Akronim dapat disebut sebagai hasil pemendekan yang berupa kata atau dapat dilafalkan sebagai kata (Chaer, 2003: 192). Menurut Kridalaksana (2008: 5) akronim ialah kependekan yang berupa gabungan huruf atau suku kata atau bagian lain yang diulis dan dilafalkan sebagai kata yang sesuai dengan kaidah fonotaktik bahasa bersangkutan. Contoh: PEMILU (Pemilihan Umum) d. Kontraksi Kontraksi ialah proses pemendekan yang meringkaskan leksem dasar atau gabungan leksem (Kridalaksana, 2008: 135). Contoh: tak dari tidak
20
e.
Lambang Huruf Lambang huruf ialah hasil proses pemendekan berupa satu huruf atau
lebih yang menggambarkan konsep dasar kuantitas satuan atau unsur (Kridalaksana, 2008: 139-140). Contoh: mm (milimeter) km (kilometer)
2. Bentuk Frase Frase adalah satuan gramatikal yang berupa yang berupa gabungan kata yang bersifat nonpredikatif, atau lazim juga disebut gabungan kata yang mengisi salah satu fungsi sintaksis di dalam kalimat (Chaer, 2003: 222). Menurut Kridalaksana (2008: 66) frase adalah gabungan dua kata atau lebih yang sifatnya tidak predikatif; gabungan itu dapat rapat, dapat renggang. Menurut Ramlan (2005: 138) frase merupakan satuan gramatik yang terdiri dari dua kata atau lebih yang tidak melampaui batas fungsi unsur klausa. Berdasarkan perilaku sintaksisnya, frase terbagi menjadi dua jenis. Kedua jenis tersebut adalah frase endosentrik dan frase eksosentrik (Ramlan, 2005: 141-142).
21
1. Frase endosentrik Frase endosentrik merupakan frase yang mempunyai distribusi yang sama dengan unsurnya, baik semua unsurnya maupun salah satu dari unsurnya. Frase endosentrik terbagi menjadi tiga golongan (Ramlan, 2005: 142). a. Frase endosentrik koordinatif Frase endosentrik koordinatif merupakan frase yang terdiri dari unsurunsur yang setara. Kesetaraan itu dihubungkan dengan kata penghubung dan atau atau. Misalnya ayah ibu, pintu dan jendela. b. Frase endosentrik atributif Frase endosentrik atributif terdiri dari unsur-unsur yang tidak setara. Frase jenis ini tidak dapat dihubungkan dengan konjungsi dan , atau, dan tetapi. Dalam bahasa indonesia struktur frase endosentrik atributif bepola D-M, ada pula yang berpola M-D. Contoh : sedang membaca c. Frase endosentrik apositif Frase endosentrik apositif merupakan frase yang terdiri dari unsur penjelas dan unsur aposisi. Contoh : Sinta, anak Pak Camat cantik sekali
22
2. Frase eksosentrik Frase eksosentrik merupakan frase yang keseluruhanya tidak mempunyai perilaku
sintaksis
yang
sama
dengan
salah
satu
konstituenya
(Kridalaksana, 2008: 66). Frase ini mempunyai dua bagian. Bagian pertama disebut perangkai atau direktor yang berupa preposisi atau partikel si, sang, atau partikel yang. Bagian kedua disebut sumbu atau poros yang berupa kata atau kelompok kata. Berdasarkan persamaan distribusi dengan kategori kata, frase dapat digolongkan menjadi lima, yaitu frase nominal, frase verbal, frase bilangan, frase keterangan, dan frase depan (Ramlan, 2005: 144-164). Frase nominal adalah frase yang mempunyai distribusi yang sama dengan kata nominal, frase verbal adalah frase yang mempunyai distribusi yang sama dengan kata verbal. Frase bilangan adalah frase yang mempunyai distribusi yang sama dengan kata bilangan. Frase keterangan adalah frase yang mempunyai distribusi yang sama dengan kata keterangan, dan frase depan adalah frase yang terdiri dari kata depan sebagai penanda, diikuti oleh kata atau frase sebagai aksisnya.
E. Semantik Leksikon merupakan suatu komponen bahasa yang memuat semua informasi tentang makna dan pemakaian kata dalam bahasa atau daftar kata yang tersusun
23
seperti kamus tetapi memiliki penjelasan yang singkat dan praktis. Dalam penelitian dalam bidang leksikon pasti tidak bisa terlepas dari peranan bidang-bidang yang lain seperti bidang morfologi, semantik, dan sosiolinguistik. Semantik adalah subdisiplin linguistik yang membicarakan makna. Karena objek dari penelitian ini adalah kata jadi jenis semantiknya adalah semantik leksikal. Menurut Pateda (2001:74) semantik leksikal adalah kajian semantik yang lebih memuaskan pada pembahasan sistem makna yang terdapat pada kata. Dalam studi semantik leksikal sebuah kata dapat mempunyai berbagai macam makna yang terkandung. Berhubungan dengan makna, semantik leksikal membahas tentang perubahan makna. Dalam penelitian istilah register fotografi ini juga mencoba mencari kemungkinan perubahan makna yang terjadi dalam objek penelitian, dalam hal ini yang bersangkutan dengan istilah register fotografi.
Menurut Chaer
(2003:310) secara sinkronis makna sebuah kata atau leksem tidak akan berubah, tetapi secara diakronis ada kemungkinan dapat berubah. Maksudnya makna suatu kata dalam waktu yang relatif singkat tidak akan mengalami perubahan atau dengan kata lain maknanya tetap, tetapi dalam waktu yang relatif lebih lama makna suatu kata tersebut mempunyai kemungkinan untuk berubah. Perubahan makna terjadi dalam kurun waktu yang lama, jadi dengan kata lain perubahan makna memerlukan waktu dalam proses pembentukannya. Dari semua unsur yang terlibat dalam ranah kebahasaan, maka makna mungkin merupakan yang paling lemah daya tahannya untuk berubah. Dari waktu ke
24
waktu, makna kata dapat mengalami perubahan sehingga akan menimbulkan kesulitan-kesulitan yang baru bagi para pemakai bahasa. Karena itu, penutur bahasa harus selalu memperhatikan perubahan-perubahan makna yang terjadi. Perubahan makna itu tidak hanya mencakup bidang waktu, tetapi dapat juga mencakup persoalan tempat (Keraf,1994:95). Hal ini berarti kosakata yang dikenal masyarakat bahasa, pada suatu waktu akan berubah maknanya pada suatu wilayah tertentu. Menurut Keraf (1994:97) macam-macam perubahan makna yang penting itu berupa penyempitan makna, perluasan arti, ameliorasi, peyorasi, metafora, dan metonimi. Penyempitan makna adalah perubahan makna dari makna yang bersifat umum ke dalam makna yang bersifat khusus, sedangkan perluasan arti merupakan kebalikannya. Ameliorasi sendiri bisa dikatakan sebagai peninggian makna karena makna baru yang terbentuk mempunyai nilai yang lebih tinggi dari makna yang lama. Peyorasi adalah kebalikan dari ameliorasi. Metafora merupakan perubahan makna karena persamaan sifat dua objek. Kemudian metonimi adalah perubahan makna yang terjadi karena hubungan yang erat antara kata-kata yang terlibat dalam suatu lingkungan makna yang sama dan dapat diklasifikasikan menurut tempat atau waktu, menurut hubungan isi dan kulit. Berdasarkan penyebab terjadinya, menurut Chaer (2003:311) perubahan makna dapat dibagi menjadi beberapa faktor, yaitu sebagai berikut. a. Perubahan makna karena perkembangan ilmu dan teknologi
25
Perkembangan ilmu dan teknologi tersebut menyebabkan perubahan makna. Misalnya kereta api yang awalnya mempunyai makna kereta yang digerakkan dengan menggunakan tenaga uap hasil dari pembakaran, namun mskipun penggeraknya sudah berganti disel dan listrik, istilah kereta api masih digunakan untuk kereta tersebut. b. Perubahan makna karena perkembangan sosial budaya Perkembangan dalam masyarakat yang berkenaan dengan sosial dan budaya, juga menyebabkan perubahan makna. Misalnya kata Bapak, pada awalnya Bapak mempunyai pengertian orang tua laki-laki, tetapi seiring dengan perkembangan kata Bapak dipakai sebagai sebutan untuk orang yang dihormati c. Perubahan makna karena bidang pemakaian Kosakata yang sebelumnya hanya digunakan pada bidangnya saja dalam perkembangannya digunakan juga dalam bidang yang lain. Misalnya kata shot dalam bidang sepak bola mempunyai makna menendang bola kegawang, dalam bidang fotografi kata shot mempunyai makna memotret atau merekam gambar. d. Perubahan makna karena pertukaran tanggapan indra Indra manusia mempunyai kegunaan dan fungsi masing-masing. Panca indra manusia digunakan untuk menangkap gejala-gejala yang terjadi di dunia. Perubahan tanggapan indra ini disebut dengan sinestesia (Chaer,
26
2003:313). Dalam perkembangan pemakaian bahasa terjadi banyak pertukaran pemakaian indra. Misalnya kata manis pada kalimat “ Wajah perempuan itu manis sekali “, seharusnya ditanggap oleh indra perasa lidah namun ditanggap oleh indra penglihatan sehingga maknanya berubah. e. Perubahan makna karena adanya asosiasi Menurut Slametmuljana (via Pateda , 2001:178) asosiasi adalah hubungan antara makna asli, makna di dalam lingkungan tempat tumbuh semula kata yang bersangkutan dengan makna yang baru, yakni makna di dalam lingkungan tempat kata itu dipindahkan ke dalam pemakaian bahasa. Adanya asosiasi berarti adanya hubungan antara sebuah bentuk ujaran dengan sesuatu yang lain, berkenaan dengan bentuk ujaran itu, sehingga dengan demikian bila disebut ujaran itu maka yang dimaksud adalah sesuatu yang lain yang berkenaan dengan ujaran itu. Misalnya kata box office, makna awalnya adalah tempat penjualan tiket. Kemudian muncul istilah film box office. Asosiasinya saat film laku maka penjualan tiket meningkat. Jadi film-film yang laku keras di pasaran mempunyai istilah film box office. Selain ilmu kebahasaan tersebut dalam penelitian ini juga bersinggungan dengan sosiolinguistik, sosiolinguistik sendiri merupakan cabang ilmu bahasa yang mempelajari tentang hubungan dan saling pengaruh perilaku kebahasaan dengan perilaku sosial.
27
F. Fotografi Awalnya fotografi mempunyai pengertian metode untuk menghasilkan gambar dari suatu obyek dengan merekam pantulan cahaya yang mengenai obyek tersebut pada media yang peka cahaya. Fotografi merupakan karya seni yang dibuat dengan mengolah cahaya. Cabang seni ini muncul pada sekitar abad 19. Fotografi sendiri berasal dari bahasa Yunani yakni photos yang berarti cahaya dan graphein yang berarti menggambar. Fotografi berarti proses atau metode untuk menghasilkan gambar atau foto dari suatu obyek dengan merekam pantulan cahaya yang mengenai objek tersebut pada media yang peka cahaya (Mulyanto, 2008: 5). Fotografi hadir diberbagai lapisan masyarakat, karena sekarang ini fotografi sudah menjadi salah satu kebutuhan dalam proses pendokumentasian kehidupan seseorang. Masyarakat membutuhkan arsip tentang dirinya dan tentang orang-orang disekitarnya. Salah satu cara untuk mengabadikannya adalah dengan fotografi ini. Sebelumnya media penyimpanan fotografi menggunakan media film, yaitu bahan plastik yang dilapisi bahan kimia tempat tercetaknya foto dengan bantuan sinar matahari. Dunia fotografi telah memasuki babak baru, yaitu babak digital. Berbeda dengan babak konvensional, fotografi digital tidak memerlukan film, kamar gelap, dan berbagai zat kimia untuk mencuci film dan mencetak foto. Dalam hal ini, kamera digital menggunakan chip yang disebut charge couple device (CCD) untuk merekam gambar. Walaupun demikian, definisi dasar yang menyatakan bahwa fotografi adalah teknik melukis dengan cahaya belum tergeser. Fotografi digital tetap diciptakan
28
melalui proses kreativitas manusia dengan bantuan kamera. Hukum-hukum fotografi yang menyangkut masalah pencahayaan, bukaan diafragma, dan ruang tajam, tidak mengalami perubahan. Fotografi digital adalah fotografi yang memanfaatkan data digital dalam proses pengolahan dan penyimpanannya. Data digital adalah data berupa angkaangka digit 0 dan 1 yang hanya bisa dimengerti komputer. Dengan kata lain fotografi digital adalah fotografi yang memanfaatkan komputer sebagai kamar gelap, pencetak dan penyimpannya. Selain dapat menggunakan kamera digital yang dihubungkan dengan komputer, foto konvensional dapat diproses menjadi foto digital. Alat untuk melakukan proses tersebut disebut scanner. Setelah dibaca komputer, data-data elektronik itu akan memberikan imaji untuk diolah lebih lanjut. Ada dua jenis kamera yang beredar luas dalam masyarakat yaitu kamera digital jenis kompak dan SLR. Kamera digital kompak adalah kamera yang umum digunakan oleh semua orang, karena bisa dioperasikan dengan sangat mudah. Umumnya untuk keperluan memotret dokumentasi saja. Kepekaan pixel yang rendah membuat hasil foto tidak bisa dicetak secara maksimal. Susunan pengaturan permanen dan lensa tidak dapat di bongkar pasang. Bentuknya yang kecil membuat kamera ini mudah dibawa kemana-mana. Single Lens Reflex (SLR) merupakan kamera yang cukup sulit dalam pengoperasiannya, sehingga biasanya digunakan oleh para fotografer profesional. Lensa bisa dibongkar pasang sesuai kebutuhan
29
pemotretan, unsur yang bisa diatur adalah angka ASA, diafragma, speed dan sebagainya.
G. Majalah Majalah merupakan bagian dari media massa yaitu media massa cetak seperti halnya surat kabar. Majalah sendiri mempunyai pengertian kumpulan artikel yang di dalamnya terdapat gambar dan unsur visual lainya serta terbit secara periodik. Dalam kamus besar bahasa indonesia majalah didefinisikan sebagai terbitan berkala yang isinya meliputi berbagai liputan jurnalistik, pandangan topik aktual yang patut diketahui konsumen pembaca. Salah satu jenis dari majalah adalah majalah Digital Cameras. Majalah ini tergolong majalah baru yang terbit satu bulan sekali. Dalam majalah tersebut memuat berbagai macam artikel tentang fotografi digital, karena memang majalah tersebut dibuat khusus untuk mengulas tentang hal-hal yang menyangkut dunia fotografi.
H. Kerangka pikir Penelitian dengan objek istilah bahasa fotografi yang terdapat pada majalah Digital Cameras meneliti bentuk istilah dan perubahna makna yang terjadi. Data penelitian dipilih berdasarkan pemakaian istilah tersebut dalam dunia fotografi. Sebagai alat komunikasi, bahasa yang digunakan oleh seorang untuk menyampaikan pikiran atau gagasanya, haruslah bahasa yang bisa dimengerti oleh komunikan atau
30
lawan tuturnya. Apabila antara orang yang berkomunikasi tidak saling mengerti, komunikasi tidak akan berjalan secara efektif, sehingga pemahaman terhadap istilahistilah yang ada mesti dibangun. Dalam dunia fotografi, perkembangan teknologi maju dengan cukup pesat, hal itu diiringi perkembangan bahasa. Istilah-istilah baru bermunculan dengan berbagai bentuk. Istilah fotografi kebanyakan adalah berasal dari bahasa asing. Berikut akan disajikan disajikan bentuk tabel kerangka pikir untuk memudahkan pembaca dalam memahami tujuan dan alur penelitian ini.
I. Penelitian yang Relevan
Penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah “Register Rubrik Mempertemukan Harapan di Majalah Suara Muhammadiyah”, oleh Laili Isti Adah (2002). Penelitian ini mengkaji tentang istilah, hubungan makna antar kalimat, dan fungsi bahasa pada register rubrik “Mempertemukan Harapan di Majalah Suara Muhammadiyah”. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa istilah register dalam rubrik ini menggunakan istilah berupa kata dasar, kata berimbuhan, kata ulang, dan kata majemuk. Selain menggunakan istilah utuh, istilah rubrik Mempertemukan Harapan di Majalah Suara Muhammadiyah ini juga menggunakan pemendekan, yaitu berupa singkatan. Hubungan makna antarkata register rubrik ini meliputi sinonim, antonimi, dan hiponimi. Fungsi bahasa pada register rubrik Mempertemukan Harapan adalah instrumental, personal, imajinasi, dan informasi.
31
Penelitian yang lain adalah “Register Sepakbola Internazionale Lega Calcio pada Tabloid Bola Triwulan Pertama 2002” oleh Aldilla Hartawati (2002). Penelitian ini mendeskripsikan penggunaan istilah dan penggunaan gaya bahasa dalam rubrik sepakbola Internazionale Lega Calcio pada Tabloid Bola. Berdasarkan penelitian, ditemukan adanya ciri khas yang menandai register sepakbola Lega Calcio yaitu berupa penggunaan istilah dan gaya bahasa. Istilah dalam rubrik ini meliputi kata dan frasa. Kata dibagi tunggal dan majemuk, frasa dibagi menjadi frasa endosentik atributif, frasa endosentrik apositif, dan eksosentris. Istilah-istilah yang digunakan dalam rubrik sepakbola Internazionale Lega Calcio pada Tabloid Bola didominasi oleh kata serapan dari bahasa asing yaitu bahasa Itali dan bahasa Inggris. Gaya bahasa yang digunakan dalam rubrik ini adalah eufimisme, personifikasi, hiperbola, metonimia, simile, sarkasme, dan antonomasia.
32
Dasar/tunggal
Afiksasi
Majemuk Kata
Kompleks Abreviasi
Bentuk Istilah
Endosesntrik Atributif Frase
Istilah – istilah dalam bahasa fotografi pada majalah Digital Camera
Endosentrik Koordinatif Analisis Istilah
Eksosentrik
Perkembangan IPTEK Perkembangan sosial budaya Perubahan Makna
Perbedaan Bidang
Pertukaran tanggapan Indra
Adanya asosiasi
Gambar 1 : Peta Konsep