BAB II TEORI DASAR 2.1 SIKLUS HIDROLOGI SIKLUS HIDROLOGI ADALAH

Download ...

0 downloads 463 Views 225KB Size
BAB II TEORI DASAR

2.1 Siklus Hidrologi

Siklus hidrologi adalah sirkulasi air dari atmosfer ke bumi dan kembali lagi ke atmosfer melalui kondensasi, presipitasi, evaporasi dan transpirasi. Pemanasan air laut oleh sinar matahari merupakan kunci proses siklus hidrologi tersebut dapat berjalan secara kontinu. Air menguap, kemudian jatuh sebagai presipitasi dalam bentuk hujan, salju, hujan batu, hujan es dan salju, hujan gerimis atau kabut. Pada perjalanan menuju bumi air dapat berevaporasi kembali ke atas atau langsung jatuh yang kemudian diintersepsi oleh tanaman sebelum mencapai tanah. Setelah mencapai tanah, siklus hidrologi terus terjadi secara kontinu. Proses siklus hidrologi dapat dilihat pada gambar (2.1).

Gambar 2.1 Siklus Hidrologi ( Sumber : http://water.usgs.gov )

2.2 Evapotranspirasi

Evapotranspirasi adalah gabungan dari dua proses yaitu evaporasi dan transpirasi. Evaporasi adalah penguapan dari lautan, danau, massa air lainnya dan massa daratan, sedangkan transpirasi adalah penguapan air dari tumbuhan. Evaporasi dan transpirasi terjadi secara simultan dan dua proses ini sulit untuk dibedakan (Dingman, 2002).

2.3 Evaporasi

Untuk mengubah keadaan dari molekul air menjadi uap dibutuhkan energi. Energi tersebut bersumber dari radiasi matahari langsung. Gaya yang memindahkan uap air dari permukaan tempat berlangsungnya evaporasi adalah berasal dari perbedaan antara

tekanan uap air di permukaan tempat berlangsungnya evaporasi dengan

tekanan yang berada disekelilingnya. Selama evaporasi berlangsung, udara sekelilingnya menjadi jenuh, kemudian proses evaporasi melemah dan mungkin berhenti jika udara basah tidak lagi ditransfer ke atmosfer.

2.4 Transpirasi

Transpirasi adalah proses penguapan pada tumbuhan., proses transpirasi terjadi akibat perbedaan tekanan jenuh antara ruang di dalam dinding sel tumbuhan dengan atmosfer luar. Seperti evaporasi langsung, transpirasi bergantung kepada suplai energi yaitu radiasi matahari, dan kondisi kelembaban, temperatur, tekanan uap air, dan angin. Faktor yang mempengaruhi transpirasi adalah faktor fisiologis tanaman dan faktor lingkungan yang meliputi faktor iklim dan kondisi tanah. Proses transpirasi berlangsung sepanjang hari dibawah pengaruh sinar matahari. Proses transpirasi berlangsung pada stomata yaitu pori-pori dibawah daun.

2.5 Satuan

Satuan laju evapotranspirasi yang biasa digunakan yaitu milimeter per satuan waktu, yang berarti menunjukan jumlah air yang hilang (ditunjukan dalam kedalaman air)

dari permukaan. Satuan waktu bisa dalam jam, hari, dekade, bulan dan bahkan dalam periode tahun. Sebagai contoh pada lahan seluas 1 hektar atau 10000 m2 , kehilangan 1 mm air sama dengan kehilangan 10 m3 air per hektar. Dengan kata lain kehilangan air 1 mm per hari sama dengan 10 m3 ha-1 per hari. Jumlah air yang hilang bisa juga di ekspresikan dalam jumlah energi yang diterima per satuan luas, misalnya MJ m-2 hari-1. Yang dimaksud dengan energi disini yaitu energi atau panas yang dibutuhkan untuk menguapkan air. Energi ini diketahui sebagai panas laten penguapan (λ). Sebagai contoh pada suhu 20°C, λ sekitar 2.45 MJ kg-1. Dengan kata lain, 2.45 MJ dibutuhkan untuk menguapkan 1 kg atau 0.001 m3 air. Dengan demikian, input energi sebesar 2.45 MJ per m2 mampu menguapkan 0.001 m atau 1 mm air, oleh karena itu 1 mm setara dengan 2.45 MJ m-2 (Allen & FAO, 1998). Faktor konversi untuk laju evapotranspirasi dapat dilihat pada tabel 2.1.

Tabel 2.1 Faktor Konversi Satuan Untuk Evapotranspirasi (Sumber : Allen & FAO,1998) Kedalaman Volume per satuan luas Energi per satuan luas mm hari-1 m3 ha-1 hari-1 l s-1 ha-1 1 mm hari-1 3

-1

1 m ha hari -1

1 l s ha

-1

-1

-2

1 MJ m hari

-1

1

10

0.116

2.45

0.1

1

0.012

0.245

8.640

86.40

1

21.17

0.408

4.082

0.047

1

2.6 Faktor-faktor yang mempengaruhi evapotranspirasi

1. Faktor meteorologi, diantaranya yaitu : a.

Radiasi matahari

MJ m-2 hari-1

Radiasi matahari merupakan sumber energi utama untuk menguapkan air. Radiasi matahari yang mencapai permukaan bergantung pada kekeruhan (turbiditas) atmosfer dan tutupan awan. b.

Temperatur udara Radiasi matahari yang diabsorpsi oleh atmosfer dan panas yang diemisikan bumi menaikan temperatur udara. Panas sensibel dari udara sekeliling mentransfer

c.

energi untuk menguapkan air.

Kelembaban udara Kelembaban udara berpengaruh pada laju penguapan. Hal ini disebabkan oleh kelembaban udara menentukan kapasitas atau kemampuan udara untuk menampung air. Makin besar kelembaban udara makin kecil kemampuannya untuk menampung air dan sebaliknya.

d.

Kecepatan angin Pergantian udara jenuh dengan uap air dengan udara yang lebih kering sangat bergantung pada kecepatan angin. Jika air menguap ke atmosfer maka lapisan atas antara permukaan tanah dan udara menjadi jenuh oleh penguapan air sehingga proses penguapan akan berhenti. Agar proses dapat berjalan terus, lapisan jenuh harus diganti dengan udara kering. Pergantian tersebut hanya mungkin terjadi jika ada angin angin

memegang

yang menggeser uap air. Jadi kecepatan

peranan

penting

dalam

proses

evapotranspirasi.Lajuevapotranspirasi sebanding dengan kecepatan angin.

2. Karakteristik permukaan benda Karakteristik permukaan bumi mempengaruhi laju evapotranspirasi. Vegetasi, air, daerah terbangun, tanah kosong mempunyai parameter permukaan seperti emisivitas, albedo yang berbeda. Radiasi net bergantung pada parameter-parameter tersebut sehingga karakteristik permukaan benda berpengaruh terhadap laju evapotranspirasi.

2.7 Metode untuk mengestimasi evapotranspirasi

Metode yang digunakan untuk mengestimasi besarnya evapotranspirasi yaitu secara langsung dan tidak langsung.

1.

Secara langsung Yaitu

dengan

menggunakan

melakukan panci

pengukuran

evaporasi

menggunakan panci evaporasi

atau

langsung

di

Lysimeter.

lapangan

dengan

Pengukuran

dengan

merupakan cara yang paling sederhana.

Perhitungan dengan menggunakan Lysimeter dinilai akurat. Tetapi perhitungan dengan menggunakan Lysimeter membutuhkan biaya yang cukup mahal. Pemasangannya yang rumit, diperlukan perawatan khusus dan dibutuhkan orang yang terlatih dalam mengoperasikannya. Jika daerah penelitian cukup luas, kurang memungkinkan melakukan pengukuran evapotranspirasi secara langsung. Karena tidak semua wilayah memiliki stasiun meteorologi. 2. Secara tidak langsung yaitu melalui metode perhitungan Terdapat metode-metode perhitungan yang telah dikembangkan dengan situasi dan kondisi

sesuai

masing-masing daerah di belahan bumi dengan

beberapa pendekatan seperti metode yang memakai prinsip keseimbangan energi, neraca air dan transfer massa.

2.8 Metode estimasi evapotranspirasi Penman Monteith

Kurang lebih sejak 60 tahun yang lalu para ahli telah mengembangkan metode empirik untuk mengestimasi evapotranspirasi. Tetapi metode-metode tersebut biasanya hanya cocok untuk wilayah dan kondisi iklim tertentu dan tidak bisa diaplikasikan di daerah yang berbeda karakteristik iklimnya, sehingga diperlukan kalibrasi lokal yang terkadang menghabiskan waktu dan biaya sedangkan data yang dibutuhkan dalam waktu yang mendesak. Oleh karena itu diperlukan suatu standar metode estimasi yang bisa digunakan secara global dan akurat. Kemudian FAO melakukan penelitian dengan membandingkan 20 metode untuk mengestimasi evapotranspirasi dengan data dari 11 lokasi dengan kondisi iklim yang berbeda.

Untuk mengetahui validitasnya, dibandingkan dengan pengukuran evapotranspirasi dengan menggunakan Lysimeter di lokasi-lokasi

tersebut. Dari metode-metode

tersebut yang menunjukan hasil yang konsisten dan akurat yaitu metode PennmanMonteith (Allen & FAO, 1998).

Gambar 2.2 Metode Penman Monteith (Sumber : Allen & FAO,1998) Persamaan Penman-Monteith adalah sebagai berikut ;

(e s − e a ) ra …………………………………………(2.1)  rs  ∆ + γ 1 +   ra 

∆(Rn − G ) + ρ a c p

λET =

dimana, λ adalah panas laten penguapan (MJ kg-1) ET adalah laju evapotranspirasi (mm per hari) Rn adalah radiasi net (MJ/m2/hari) G adalah flux panas tanah (MJ/m2/hari) e s adalah tekanan uap air jenuh, (kPa) e a adalah tekanan uap air aktual, (kPa)

∆ adalah kemiringan kurva tekanan uap air terhadap suhu sebesar 0.185 kPa/o C

γ adalah konstanta psikrometrik sebesar 0.06 (kPa/o C).

cp adalah nilai panas spesifik udara lembap sebesar 1,013 kJ/kg/o C. ρa adalah kerapatan udara rata- rata pada tekanan konstan (MJ kg-1 °C-1) ra adalah hambatan aerodinamik (s m-1) rs adalah hambatan permukaan (s m-1)

2.9 Radiasi net (Rn)

Radiasi net adalah selisih antara radiasi yang diserap dan radiasi yang dipancarkan oleh suatu benda atau permukaan. Pada umunya neraca radiasi pada bumi adalah positif pada siang hari dan negatif pada malah hari.Rn dihitung dengan rumus

Rn = Rns − Rnl = (1 − α ) R + ε σT − εσT ………………………(2.2) s a u s dimana, Rns adalah net radiasi gelombang pendek, (MJ/m2/hari). Rnl adalah radiasi gelombang panjang, (MJ /m2/hari).

α adalah Albedo Rs adalah radiasi matahari, (MJ/m2/hari). . ε a adalah emisivitas efektif atmosfer. ε

adalah nilai emisivitas oleh vegetasi dan tanah

σ

adalah nilai konstanta Stefan-Boltzman = 4,90 x 10-9 MJ/m2/K4/hari.

T

adalah temperatur udara (K)

Ts

adalah temperatur permukaan (K)

2.10 Fluks panas tanah (G)

Dalam estimasi evapotranspirasi semua komponen keseimbangan energi harus diperhitungkan harus diperhitungkan, G0 adalah panas yang berguna untuk memanaskan tanah.(Guzman, 2007) ;

G = Rn[Гc+(1-fc) + (Гs-Гc)…………………………………………………(2.3)

dimana, G = soil heat flux (MJ/m2/hari) Rn = Radiasi net (MJ/m2/hari) Fc = Fraksi tutupan vegetasi (-)

Гc = perbandingan G/Rn untuk tutupan full vegetasi 0.05 Гs = perbandingan G/Rn untuk tutupan non vegetasi 0.315

2.11 Albedo

Albedo adalah perbandingan antara energi radiasi yang dipantulkan dan energi radiasi yang datang. Radiasi matahari yang diterima bumi secara umum pada batas atmosfer 35 % dikembalikan ke luar angkasa (Tjasyono, 1999). Radiasi matahari dipantulkan oleh permukaan bumi. Banyaknya radiasi yang dipantulkan bergantung kepada macam atau jenis permukaan. Pada umumnya permukaan yang berwarna muda atau kering memantulkan lebih banyak radiasi.

2.12 Normalized Difference Vegetation Index (NDVI)

Vegetasi memainkan penting dalam perputaran energi, air dan pertukaran karbon antara permukaan dengan atmosfer. Dalam skala waktu yang singkat tanaman membuka atau menutup stomata untuk mengontrol transpirasi (Chen at al.,2001). Ketika musim daun berguguran, hal tersebut dapat mempengaruhi siklus hidrologi dan carbon uptake dalam skala waktu musiman (Bounoua et al.,2001; Stockli dan Vidale, 2004). Penyebaran dan pola tutupan vegetasi yang berbeda mempengaruhi fluks energi dan momentum (Pielke dan Avissar, 1990).

2.13 Emisivitas

Emisivitas adalah perbandingan antara pancaran suatu permukaan dan pancaran benda hitam pada suhu dan panjang gelombang yang sama. Emisivitas permukaan dikenal sebagai salah satu faktor penting dalam keseimbangan transfer radiasi. Emisivitas dipengaruhi oleh kandungan air, komposisi kimia, struktur dan kekasaran

permukaan. Untuk permukaan vegetasi, emisivitas bervariasi bergantung kepada jenis tanaman, kepadatan vegetasi dan tahap pertumbuhan (Snyder et al.,1998).

2.14 Hambatan aerodinamik (ra) Transfer dari panas dan uap air permukaan ke tempat berlangsungnya evaporasi ke udara diatasnya dientukan oleh hambatan aerodinamik. Persamaannya sebagai berikut (Allen & FAO, 1998) ;  z − d   zh − d  ln  m  ln   z om   z oh   ra = k 2u z

………………………………………………….(2.4)

dimana, ra = hambatan aerodinamik [s m-1], zm = ketinggian pengukuran angin [m], zh = ketinggian pengukuran kelembaban [m], d = displacement height [m], zom = lebar kekasaran transfer momentum [m], zoh = lebar kekasaran transfer panas [m], k = konstanta von Karman, 0.41 [-], uz = kecepatan angin pada ketinggian z [m s-1].

2.15 Hambatan permukaan (rs) Hambatan permukaan menjelaskan mengenai hambatan dari aliran uap yang melewati permukaan tumbuhan yang sedang bertranspirasi dan permukaan tanah yang sedang menguap, dimana tanaman tidak sepenuhnya menutup lahan, faktor hambatan ini harus diperhitungkan Pendekatan yang digunakan hambatan permukaan sebgai berikut ( Allen & FAO, 1998);

rs =

rl ……………………………………………………………...(2.5) LAI active

dimana, rs = hambatan permukaan (s m-1), rl = hambatan stomata besarnya 100 s m-1, LAIactive = active leaf area index,indeks luas daun aktif (m2 (leaf area) m-2)

2.16 Regresi linear

Dalam penelitian seringkali berhadapan dengan persoalan yang menyangkut dua peubah atau lebih dan diketahui bahwa diantara peubah terdapat suatu hubungan alamiah. Regresi linear membantu menemukan taksiran terbaik untuk hubungan diantara sekelompok peubah itu. Salah satu metode dalam regresi linear yaitu metode kuadrat terkecil.

2.16.1 Metode kuadrat terkecil

Data hasil pengukuran yang fluktuasi disebabkan oleh galat acak dari sistem pengukuran atau kelakuan stokastik dari sistem yang diukur. Apapun alasannya, keperluan mencocokan suatu fungsi pada data hasil pengukuran kerap kali terjadi. Dalam mencocokan suatu fungsi pada data hasil pengukuran, semakin banyak titik datanya maka kecermatan kurva yang dicocokan semakin tinggi. Pendekatan terbaik adalah meninjau fungsi

dengan sedikit parameter bebas dan menentukan nilai

parameter tersebut sedemikian sehingga simpangan fungsi dari titik-titik data sekecil mungkin. Peminimuman simpangan dicapai dengan menggunakan metode kuadrat terkecil. Regresi Linear dengan metode kuadrat terkecil : y= ax + b……………………………………………………………………...(2.6)

(∑ y )(∑ x 2 ) − (∑ x )(∑ xy ) …………………………………………………(2.7) 2 n ∑ x 2 − (∑ x ) n ∑ xy − (∑ x )(∑ y ) b= ……………………………………………………….(2.8) 2 n ∑ x 2 − (∑ x ) a=

dengan, x = nilai piksel y = data lapangan

a,b = koefisien regresi n = jumlah data

2.16.2 Uji hipotesis korelasi nonparametrik

Setelah melakukan regresi linear, perlu adanya suatu uji kelayakan mengenai korelasi yang kita dapatkan. Uji kelayakan ini banyak macamnya. Pemakaian ini disesuaikan dengan karakteristik data dan kebutuhan. Data-data yang kita peroleh dari alam sebagain besar merupakan data yang tidak diketahui distribusinya. Oleh karena itu, uji hipotesis yang akan digunakan adalah uji hipotesis non parametrik. Dalam uji ini diperlukan suatu taraf keberartian dan hipotesa awal mengenai koefisien yang diuji. Terdapat banya cara dan persamaan yang dapat digunakan untuk membuktikan hipotesis tersebut. Apabila sesuai, maka dinyatakan diterima dan koefisien dari regresi linier layak untuk digunakan. Dalam melakukan uji hipotesis diperlukan adanya sebuah pernyataan dengan 2 hipotesis awal dan sebuah taraf keberartian (α).

α = 1 − kepercayaan(%) Uji korelasi merupakan uji hipotesis untuk mengetahui kelayakan dari suatu korelasi dua koordinat. Pada uji ini, kedua hipotesis awalnya adalah : •

 α Tolak H0 jika ρ p quantil 1 −  2 



 α Tolak H1 jika ρ p quantil 1 −  2 

Nilai ρ diperoleh dari rumus n

6∑ [R( X i ) − R(Yi )]

ρ=

i =1

n(n 2 − 1)

2

……………………………………………………(2.9)

dimana, R( X i ) = urutan Xi dari yan terkecil ke yang terbesar R(Yi ) = urutan Yi dari yang terkecil ke yang terbesar

n = jumlah data

2.17 Penginderaan Jauh

Penginderaan jauh adalah ilmu teknik dan seni untuk memperoleh informasi atau data mengenai kondisi fisik dari suatu benda atau fenomena sebagai target atau sasaran tanpa menyentuk atau berinteraksi dengan benda tersebut. Dalam penginderaan jauh tiga komponen yang paling utama adalah radiasi matahari sebagai sumber energi, gelombang elektromagnetik sebagai media perantara dan spektrum elektromagnetik sebagai sensor. (Sri Hartati S, 1994).

2.17.1 Konsep Dasar Penginderaan Jauh

Konsep dasar penginderaan jauh menggunakan sensor jauh didasarkan pada 5 (lima) unsur utama, yaitu : sumber energi (transmitter), gelombang elektromagnetik datang, obyek atau target, gelombang elektromagnetik pantul dan hambur (emisi), serta sensor (receiver). Sumber energi utama berasal dari energi radiasi matahari, yang dipancarkan sesuai hukum radiasi benda hitam (black body) dengan temperatur 6000 0K dan panjang gelombang berbeda-beda (spektrum elektromagnetik). Sumber energi radiasi matahari matahari ada yang dapat ditangkap langsung secara alami, ada yang melalui penapisan untuk memperoleh panjang gelombang yang sesuai dengan sifat dan karakteristik obyek. Gelombang elektromagnetik datang, merambat menembus atmosfer, merupakan perantara yang menyampaikan energi ke obyek, dengan panjang gelombang unik untuk setiap obyek/target. Obyek atau target adalah benda, fenomena atau permukaan yang akan diindera dengan sensor jauh. Gelombang elektromagnetik pantul dan hambur terjadi setelah gelombang elektromagnetik datang mengenai obyek/target, sebagian diserap dan ditransmisikan, sebagian lagi dipantul dan dihambur. Gelombang elektromagnetik pantul dan hambur inilah yang diindera oleh sensor. Data atau informasi yang diperoleh sesuai dengan sifat fisik atau karakteristik obyek/target dan unik. Sensor adalah materi yang sesuai dengan sifat fisik atau karakteristik obyek/target yang diindera. Oleh karenanya, tipe sensor sesuai dengan tipe gelombang

elektromagnetik dan unik. Keunikan sensor jauh ini adalah adanya transformasi obyek atau target melalui atau dengan perantara panjang gelombang elektromagnetik tertentu. Maka yang ditangkap oleh sensor adalah respon spektral atau signatur spektral. Spektral signature untuk obyek/target yang sama akan berubah terhadap waktu dan jarak. Demikian pula, setiap obyek dipermukaan mempunyai spektral signature yang berbeda dalam menyerap dan memantul gelombang elektromagnetik.

2.17.2 Interaksi gelombang elektromagnetik dengan atmosfer

Saat melalui atmosfer bumi, radiasi elektromagnetik akan mengalami atenuasi yang disebabkan oleh partikel-partikel gas yang ada di atmosfer. Atenuasi ini terdiri dari hamburan, penyerapan dan pantulan. Radiasi elektromagnetik yang dihamburkan akan mengalami perubahan arah. Terdapat tiga macam hamburan: •

Hamburan Rayleigh terjadi jika ukuran partikel yang berinteraksi jauh lebih kecil dari panjang gelombang radiasi elektromagnetik (debu, nitrogen dsb).



Hamburan Mie, terjadi jika ukuran partikel sama dengan panjang gelombang radiasi elektromagnetik (asap, uap air, dsb). Hamburan ini menghamburkan radiasi elektromagnetik dengan panjang gelombang yang lebih panjang dari yang dihamburkan oleh hamburan Rayleigh.



Hamburan Nonselective, terjasdi jika ukuran partikel lebih besar dibanding dengan panjang gelombang radiasi elektromagnetik (titik air, debu besar, dsb).

Selain hamburan radiasi elektromagnetik juga akan mengalami penyerapan diatmosfer. Tiga buah partikel utama yang berperan dalam penyerapan radiasi elektromagnetik di atmosefer adalah : •

Ozon, menyerap radiasi ultraviolet dari matahari.



Karbondioksida,

menyerap

bagian

inframerah

dari

spektrum

yang

berhubungan dengan pemanasan termal sehingga menahan panas dalam atmosfer. •

Uap air, memyerap gelombang panjang inframerah dan gelombang pendek dari gelombang mikro yang datang.

Bagian dari spektrum yang tidak terlalu dipenuhi oleh penyerapan dan hamburan diatmosfer, adalah bagian yang dapat digunakan secara optimal dalam penginderaan jauh. Bagian ini disebut sebagai jemndela atmosferik (atmospheric windows).

2. 17. 3 Interaksi gelombang EM dengan target di bumi

Radiasi elektromagnetik yang tidak diserap ataupun dihamburkan dapat mencapai permukaan bumi dan berinteraksi dengan target. Ada tiga macam interaksi radiasi elektromagnetik yang terjadi dipermukaan bumi yaitu: •

Absorpsi, radiasi diserap oleh target.



Emisi, radiasi melewati target dan diteruskan pada target yang lain.



Refleksi,

terjadi

saat

radiasi

dipantulkan

oleh

target.

Gelombang

elektromagnetik yang dipantulkan objek di bumi dengan membawa suatu informasi, disebut sebagai nilai reflektansi yang selanjutnya akan ditangkap dan direkam oleh sensor, dikirim ke stasiun bumi dan diterjemahkan menjadi nilai kecerahan (brightness value) dan nilai digital (digital value).

2.18 Citra ASTER

ASTER (Advanced Spaceborne Thermal Emission And Reflection Radiometric) merupakan merupakan instrumen yang dibawa oleh satelit TERRA. ASTER bertugas untuk melakukan observasi permukaan bumi dalam rangka monitoring lingkungan hidup secara global dan penginderaan sumber daya alam. ASTER yang dikembangkan oleh Kementerian Ekonomi, Perdagangan dan Industri (METI) Jepang, merupakan salah satu sensor yang terpasang dalam satelit Terra yang diluncurkan pada 18 Desember 1999. Ground resolution ASTER lebih tinggi dibandingkan dengan LANDSAT- TM, demikian juga untuk resolusi spektral dengan 5 band termal dan 6 band short wave-infrared, serta kualitas fungsi stereoskopik yang lebih tinggi dibandingkan satelit sebelumnya, JERS-1. Satelit ini memiliki orbit sunsynchronous dan ketinggian 705 km, melewati orbit yang sama setiap 16 hari.

VNIR merupakan instrumen optikal dengan resolusi tinggi yang digunakan untuk mendeteksi pantulan cahaya dari permukaan bumi dengan range dari level gelombang visible hingga infrared (520 - 860 mikrometer) dengan 3 band. Dimana band 3b dari VNIR ini merupakan nadir dan backward looking data, sehingga kombinasi data ini dapat digunakan untuk mendapatkan citra stereoskopik. Digital Elevation model (DEM) dapat diperoleh dengan mengaplikasikan data ini.

SWIR merupakan instrumen optikal dengan resolusi tinggi mempunyai dengan 6 band yang digunakan untuk mendeteksi pantulan cahaya dari permukaan bumi dengan short wavelength infrared range (1.6-2.43 mikrometer). Penggunaan radiometer ini memungkinkan menerapkan ASTER untuk identifikasi jenis batu dan mineral, serta untuk monitoring bencana alam seperti monitoring gunung berapi.

TIR adalah instrumen dengan akurasi tinggi untuk observasi radiasi termal infrared (800 - 1200 mikrometer) dari permukaan bumi dengan menggunakan 5 bands. Band ini dapat digunakan untuk monitoring jenis tanah dan batuan di permukaan bumi. Sensor dengan multi-band termal infrared dalam satelit ini adalah pertama kali di dunia. Ukuran citra adalah 60 km dengan ground resolution 90m (Abrams & Hook, 2001)

Tabel 2.2 Karakteristik dari 3 sensor sistem ASTER (Sumber : Abrams & Hook, 2001)

Subsistem VNIR

SWIR

TIR

Band No 1 2 3N 3B 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14

Spektral Range (µm) 0.52-0.60 0.63-0.69 0.78-0.86 0.78-0.86 1.60-1.70 2.145-2.185 2.185-2.225 2.235-2.285 2.295-2.365 2.360-2.430 8.125-8.475 8.475-8.825 8.925-9.275 10.25-10.95 10.95-11.65

Resolusi spasial m 15

30

90