BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Infeksi Nosokomial 1. Pengertian Menurut Paren (2006) pasien dikatakan mengalami infeksi nosokomial jika pada saat masuk belum mengalami infeksi kemudian setelah dirawat selama 48-72 jam klien menjadi terinfeksi. Infeksi nosokomial merupakan infeksi yang bersumber dari rumah sakit atau infeksi yang terdapat di sarana kesehatan (Sabarguna, 2007). Ciri-ciri infeksi nosokomial antara lain : Saat masuk rumah sakit tidak ada tanda gejala atau tidak dalam masa inkubasi infeksi tersebut, Infeksi terjadi minimal 3 x 24 jam setelah pasien di rumah sakit. Dan Infeksi pada lokasi yang sama tetapi disebabkan oleh mikroorganisme yang berbeda (Sabarguna, 2007). 2. Bakteri Penyebab Infeksi Nosokomial Penyebab utama yang menyebabkan infeksi nosokomial adalah Streptococcus alpha herniolyticus dan Staphylococcus epidermidis. Dalam beberapa dekade terakhir ini infeksi nosokomial yang disebabkan oleh Staphylococcus epidermidis makin sering terjadi, terutama pada pasien yang diberi terapi kortikosteroida, bakteri ini bersifat oportunitis (Reksodipuro, et.al, 1996). Bakteri escherichia coli paling banyak dijumpai sebagai penyebab infeksi saluran kemih. sekitar setengah dari
9
semua infeksi di rumah sakit kebanyakan disebabkan oleh gram negatif. Staphylococcus aureus merupakan bakteri gram positif yang menjadi parasit di kulit dan hidung dapat menyebabkan gangguan pada paru, jantung dan infeksi pembuluh darah serta resisten terhadap antibiotika (Utama, 2006). 3. Jenis Infeksi Nosokomial Muhlis (2006) dan Isselbacher, et.at (1999) dalam bukunya menyebutkan infeksi nosokomial yang sering ditemukan antara lain : a. Infeksi saluran kemih Infeksi saluran kemih adalah merupakan infeksi nosokomial yang paling sering, sekitar 40% dari infeksi nosokomial, 80% infeksinya dihubungkan
dengan
penggunaan
kateter
urin.
bakteri
yang
menginfeksi biasanya E. Coli. b. Infeksi pada saluran operasi Infeksi luka operasi menyebabkan sekitar 25-30% infeksi nosokomial tetap berperan pada sampai 57% hari perawatan tambahan di rumah sakit dan 42% biaya tambahan. Infeksi ini biasanya disebabkan karena flora mukosa dan kulit yang didapatkan dari rumah sakit atau endogen dan kadang-kadang dengan penyebaran sisik kulit lewat udara yang mungkin dilepaskan ke luka dari anggota tim ruang operasi. c. Bakteriemia Infeksi ini hanya mewakili sekitar 5% dari total infeksi nosokomial. Tetapi dengan resiko kematian yang sangat tinggi, terutama
10
disebabkan
oleh
bakteri
yang
resisten
antibiotika
seperti
Staphylococcus dan Candida. d. Infeksi saluran nafas bagian bawah atau pneumonia Pneumonia menyebabkan 15 hingga 20% infeksi nosokomial tetapi menyebabkan 24% hari-hari tambahan perawatan dirumah sakit dan 39% biaya tambahan. Hampir semua pneumonia nosokomial bakterial disebabkan karena aspirasi flora lambung dan orofaring yang didapatkan dari rumah sakit atau endogen. Pneumonia nosokomial menyebabkan angka kematian sampai 50% di Unit Perawatan Intensif. 4. Faktor yang dapat mempermudah terjadinya infeksi nosokomial Utji (1996) menyebutkan untuk pelaksanaan pengendalian dan pencegahan perlu diketahui epidemiologi infeksi nosokomial, terdapat 3 faktor yang menentukan terjadinya infeksi nosokomial. a. Sumber Infeksi Nosokomial Sumber infeksi dapat berupa kuman, virus, protozoa dan parasit yang terdapat di alam. Bahkan manusia sehat juga penuh dengan kuman yang dianggap normal. Untuk penderita yang imunokompromi, kuman normal pun dapat menjadi patogen karena daya tahan tubuh yang berkurang. Lingkungan kita terkenal dengan sumber kuman patogen yang paling besar. Bila Panitia Pengendalian Infeksi Nosokomial akan mengawasi semua sumber kuman dengan jalan memantau secara rutin, biayanya akan sangat besar dan tidak praktis.
11
Hidayat (2006) menyebutkan terdapat beberapa sumber infeksi nosokomial, antara lain : 1) Pasien Pasien merupakan unsur utama terjadinya infeksi nosokomial yang dapat menyebarkan infeksi kepada pasien lainnya, petugas kesehatan, pengunjung atau benda dan alat kesehatan lainnya. 2) Petugas kesehatan Petugas kesehatan dapat menyebarkan infeksi melalui kontak langsung, yang dapat menularkan berbagai kuman ke tempat lain. 3) Pengunjung Pengunjung dapat menyebarkan infeksi yang didapat dari luar ke dalam lingkungan rumah sakit atau sebaliknya yang didapat dari dalam rumah sakit ke luar rumah sakit. 4) Sumber lain Sumber lain yang dimaksud disini adalah lingkungan rumah sakit yang meliputi lingkungan umum atau kondisi kebersihan rumah sakit, atau alat yang ada di rumah sakit yang dibawa oleh pengunjung atau petugas kesehatan kepada pasien dan sebaliknya. 5) Penderita Penderita selalu menjadi sasaran bibit penyakit karena biasanya keadaan tubuh yang lemah. Langkah pertolongan yang diberikan rumah sakit dalam perawatan penderita serba sulit karena perawatan yang kurang akan melemahkan daya tahan penderita.
12
Dalam pengendalian infeksi nosokomial, penderita harus menjadi objek yang paling utama : to do the patient no harm. Kita harus cepat dalam menanggulangi atau mencegah infeksi dari luar maupun dari dalam. Keadaan yang paling optimal adalah kalau penderita dirawat secara khusus seperti di isolasi atau dilayani khusus oleh perawat tertentu. b. Cara Penularan Cara penularan melalui tenaga perawat ditempatkan sebagai penyebab yang paling utama infeksi nosokomial. Penularan melalui tangan perawat dapat secara langsung melalui peralatan yang invasif. Dengan tindakan mencuci tangan secara benar saja, infeksi nosokomial dapat dikurangi 50%. Peralatan yang kurang steril, air yang terkontaminasi kuman, cairan desinfektan yang mengandung kuman, sering meningkatkan resiko infeksi nosokomial. c. Pencegahan Infeksi Pencegahan terjadinya infeksi nosokomial di rumah sakit. 1) Pencegahan dari infeksi nosokomial ini diperlukan suatu rencana yang terintegrasi, monitoring dan program yang termasuk : a) Membatasi transmisi organisme dari atau antar pasien dengan cara mencuci tangan dan penggunaan sarung tangan, tindakan septik dan aseptik, sterilisasi dan desinfektan b) Mengontrol resiko penularan dari lingkungan
13
c) Melindungi pasien dengan penggunaan antibiotika yang adekuat, nutrisi yang cukup dan vaksinasi d) Membatasi resiko infeksi endogen dengan meminimalkan prosedur invasif e) Pengawasan infeksi, identifikasi penyakit dan mengontrol penyebarannya 2) Dekontaminasi tangan Transmisi penyakit melalui tangan dapat diminimalisasi dengan menjaga hygiene dari tangan. Tetapi pada kenyataannya, hal ini sulit dilakukan dengan benar, karena banyaknya alasan seperti kurangnya peralatan, alergi produk pencuci tangan, sedikitnya pengetahuan mengenai pentingnya hal ini, dan waktu mencuci tangan yang lama. Selain itu, penggunaan sarung tangan sangat dianjurkan bila akan melakukan tindakan atau pemeriksaan pada pasien dengan penyakit-penyakit infeksi. Hal yang perlu diingat adalah : Memakai sarung tangan ketika akan mengambil atau menyentuh darah, cairan tubuh, atau keringat, tinja, urin, membran mukosa dan bahan yang kita anggap telah terkontaminasi, dan segera mencuci tangan setelah melepas sarung tangan. Sarung tangan, sebaiknya digunakan terutama ketika menyentuh darah, cairan tubuh, feses maupun urine. Sarung tangan harus selalu diganti untuk tiap pasiennya. Setelah membalut luka atau terkena benda yang kotor, sarung tangan harus segera diganti.
14
3) Instrumen yang sering digunakan Rumah Sakit a) Pengurangan penyuntikan yang kurang diperlukan b) Pergunakan jarum steril c) Penggunaan alat suntik yang disposabel Baju khusus juga harus dipakai untuk melindungi kulit dan pakaian selama kita melakukan tindakan untuk mencegah percikan darah, cairan tubuh, urin dan feses (Wenxel, 2002). 4) Mencegah penularan dari lingkungan rumah sakit pembersihan yang rutin sangat penting untuk meyakinkan bahwa rumah sakit sangat bersih dari debu, minyak dan kotoran. Pengaturan udara yang baik dengan mengusahakan pemakaian penyaring udara, terutama bagi penderita dengan status imun dan penderita yang menyebabkan penyakit melalui udara. Selain itu rumah sakit harus membangun suatu fasilitas penyaring air dan menjaga kebersihan pemprosesan serta filternya untuk mencegah terjadinya pertumbuhan bakteri. tentunya, toilet juga harus dijaga kebersihannya serta diberikan desinfektan untuk membunuh kuman (Pohan, 2002). Desinfeksi
yang
dipakai
harus
mempunyai
kriteria
membunuh kuman dan mempunyai efek sebagai detergen. selain itu desinfeksi yang dipakai dapat melarutkan minyak dan protein.
15
5) Ruangan Isolasi Penyebaran dari infeksi nosokomial juga dapat dicegah dengan membuat suatu pemisahan pasien. Ruang isolasi sangat diperlukan terutama untuk penyakit yang penularannya melalui udara, contohnya tuberkulosis, dan SARS, yang menyebabkan kontaminasi berat. Penularan yang melibatkan virus, contohnya DHF dan HIV. Biasanya, pasien yang mempunyai resistensi rendah seperti leukemia dan pengguna obat immunosupresan juga perlu diisolasi agar terhindar dari infeksi. Tetapi menjaga kebersihan tangan dan makanan, peralatan kesehatan didalam ruang isolasi juga sangat penting. Ruang isolasi ini harus selalu tertutup dengan ventilasi udara selalu menuju keluar. Sebaiknya satu pasien berada dalam satu ruang isolasi, tetapi bila sedang terjadi kejadian luar biasa dan penderita melebihi kapasitas, beberapa pasien dalam satu ruangan tidaklah apa-apa selama mereka menderita penyakit yang sama. Dalam mencegah / mengendalikan infeksi nosokomial, ada tiga hal yang perlu ada dalam program pengendalian infeksi nosokomial yaitu, Roeshadi (1996) : 1. Adanya sistem surveillance yang mantap Surveillance suatu penyakit adalah tindakan pengamatan yang sistematik dan dilakukan terus menerus terhadap penyakit tersebut yang terjadi pada suatu populasi tertentu dengan tujuan untuk dapat melakukan
16
pencegahan dan pengendalian. Jadi tujuan dari surveillance adalah untuk menurunkan resiko terjadinya infeksi nosokomial. Perlu ditegaskan disini bahwa keberhasilan pengendalian infeksi nosokomial bukanlah ditentukan oleh canggihnya peralatan yang ada, tetapi ditentukan oleh kesempurnaan perilaku petugas dalam melaksanakan perawatan penderita secara benar (the proper nursing care). Dalam pelakanaan surveillance ini, perawat sebagai petugas lapangan digaris paling depan, mempunyai peran yang sangat menentukan. 2. Adanya peraturan yang jelas dan tegas serta dapat dilaksanakan, dengan tujuan untuk mengurangi resiko terjadinya infeksi nosokomial Adanya peraturan yang jelas dan tegas serta dapat dilaksanakan, merupakan hal yang sangat penting adanya. Peraturan-peraturan ini merupakan standar yang harus dijalankan setelah dimengerti semua petugas; standar ini meliputi standar diagnosis (definisi kasus) ataupun standar
pelaksanaan
tugas.
Dalam
pelaksanaan
dan
pengawasan
pelaksanaan peraturan ini, peran perawat sangat besar sekali. 3. Adanya program pendidikan yang terus menerus bagi semua petugas rumah sakit dengan tujuan mengembalikan sikap mental benar dalam merawat penderita Adanya program pendidikan yang terus menerus. Seperti disebutkan diatas, pada hakekatnya program ini ditentukan oleh perilaku petugas dalam melaksanakan perawatan yang sempurna kepada penderita. Perubahan perilaku inilah yang memerlukan proses belajar dan mengajar
17
yang terus menerus. Program pendidikan hendaknya tidak hanya ditekankan pada aspek perawatan yang baik saja, tetapi kiranya juga aspek epidemiologi dari infeksi nosokomial ini. Jadi jelaslah bahwa dalam seluruh lini program pengendalian infeksi nsokomial, perawat mempunyai peran
yang
sangat
menentukan.
Sekali
lagi
ditekankan
bahwa
pengendalian infeksi nosokomial bukanlah ditentukan oleh peralatan yang canggih (dengan harga yang mahal) ataupun engan pemakaian antibiotika yang berlebihan (mahal dan bahaya resistensi), melainkan ditentukan oleh kesempurnaan setiap petugas dalam melaksanakan perawatan yang benar untuk penderitanya. Menurut Hidayat (2006) tindakan pencegahan infeksi nosokomial dapat dilakukan beberapa cara antara lain : a. Aseptik, yaitu tindakan yang dilakukan dalam pelayanan kesehatan. Istilah ini dipakai untuk menggambarkan semua usaha yang dilakukan untuk mencegah masuknya mikroorganisme ke dalam tubuh yang kemungkinan besar akan mengakibatkan infeksi. Tujuan akhirnya adalah mengurangi atau menghilangkan jumlah mikoorganisme, baik pada permukaan benda hidup maupun benda mati agar alat-alat kesehatan dapat dengan aman digunakan. b. Antiseptik, yaitu upaya pencegahan infeksi dengan cara membunuh atau menghambat pertumbuhan mikoorganisme pada kulit dan jaringan tubuh lainnya
18
c. Dekontaminasi, tindakan yang dilakukan agar benda mati dapat ditangani oleh petugas kesehatan secara aman, terutama petugas pembersihan medis sebelum pencucian dilakukan, caranya dibersihkan dengan cairan Lysol. d. Pencucian, yaitu tindakan menghilangkan semua darah, cairan tubuh atau setiap benda asing seperti debu dan kotoran e. Sterilisasi, yaitu tindakan menghilangkan mikroorganime (bakteri, jamur, virus) termasuk bakteri endospora dari benda mati dengan cara pembakaran alat dengan menggunakan alcohol, menggunakan alat sterilisator. f. Desinfeksi, yaitu tindakan menghilangkan sebagian besar (tidak semua) mikoorganisme penyebab penyakit dari benda mati. Desinfeksi tingkat tinggi dilakukan dengan merebus atau menggunakan laturan kimia
B. Peran Perawat Dalam Pengendalian Infeksi Nosokomial 1. Pengertian Peran Perawat Peran adalah seperangkat tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain terhadap seseorang sesuai kedudukannya dalam suatu sistem. Peran dipengaruhi oleh keadaan sosial baik dari dalam maupun dari luar dan bersifat stabil. Sedangkan perawat adalah tenaga professional yang mempunyai pendidikan dalam sistem pelayanan kesehatan. Kedudukannya dalam sistem ini adalah anggota tim kesehatan yang mempunyai
19
wewenang dalam penyelenggaraan pelayanan keperawatan (Kozier, Barbara, 1995). Peran perawat adalah cara untuk menyatakan aktifitas perawat dalam praktik, dimana telah menyelesaikan pendidikan formalnya yang diakui dan diberi kewenangan oleh pemerintah untuk menjalankan tugas dan tanggung jawab keperawatan secara professional sebagai ciri terpisah demi untuk kejelasan. Kedudukannya dalam sistem ini adalah anggota tim kesehatan yang mempunyai wewenang dalam penyelenggaraan pelayanan keperawatan. 2. Unsur - Unsur Peran Setiap peran memiliki 3 elemen, yaitu (Blais, 2006) : a. Peran Ideal Peran ideal mengacu pada hak dan tanggung jawab terkait peran yang secara sosial dianjurkan atau disepakati. b. Peran yang dipersepsikan Peran yang mengacu pada bagaimana penerima peran (orang yang menerima peran) percaya dirinya harus berperilaku dalam peran tersebut. c. Peran yang ditampilkan Peran yang mengacu pada apa yang sebenarnya dilakukan oleh penerima peran.
20
3. Faktor Yang Mempengaruhi Peran Perawat Menurut Hendrawati (2008) ada 2 faktor
yang mempengaruhi peran
perawat antara lain: a. Faktor lingkungan kerja yang meliputi motivasi kerja, proses manajemen, penghargaan profesi, tekhnik komunikasi, kepekaan hati nurani, rasa percaya diri, dan kreativitas perawat sangat mempengaruhi perawat dalam melaksanakan perannya. b. Faktor lingkungan keluarga yang meliputi kemampuan orang tua, tanggung jawab keluarga dan beban hidup biaya keluarga, semua itu turut serta mempengaruhi pekerjaan perawat sehari-hari di rumah sakit. 4. Peran Perawat Dalam Pengendalian Infeksi Nosokomial Menurut Roeshadi (1996) peran perawat dalam pengendalian infeksi nosokomial ada 3 yang harus dilaksanakan antara lain : a. Sebagai pelaksana lapangan dalam melaksanakan pengendalian infeksi nosokomial mempunyai tugas melakukan proses keperawatan mulai dari pengkajian sampai evaluasi pada kasus infeksi nosokomial yang terjadi di ruang perawatan. Sebagai pelaksana lapangan perawat harus mendokumentasikan secara tertulis hasil proses keperawatan ke bagian rekam medis. Di samping itu perawat harus melakukan konsultasi kepada kepala Tim serta melaporkan hasil pelaksanaan ke kepala ruang mengenai kasus infeksi nosokomial. Serta melakukan perawatan kepada pasien sesuai dengan protap yang ada di rumah sakit melakukan pencegahan dengan cara membatasi transmisi organisme
21
dari atau antar pasien dengan cara mencuci tangan dan penggunaan sarung tangan, tindakan septik dan aseptik; sterilisasi dan desinfektan, melindungi pasien dengan penggunaan antibiotika yang adekuat; nutrisi yang cukup dan vaksinasi. Melakukan dekontaminasi tangan, melakukan pencegahan penularan dari lingkungan rumah sakit dengan cara pembersihan yang rutin dari debu, minyak dan kotoran. Serta melakukan pencegahan dengan membuat suatu pemisahan pasien terutama untuk penyakit yang penularannya melalui udara yang menyebabkan kontaminasi berat, memakai alat pelindung selama melakukan tindakan keperawatan. Melakukan evaluasi melalui dokumentasi terhadap setiap tindakan perawatan kepada pasien yang terinfeksi nosokomial serta melakukan evaluasi tentang respon pasien setelah dilakukan tindakan keperawatan. b. Sebagai Tim kontrol infeksi dalam pengendalian infeksi nosokomial, perawat mempunyai tugas yaitu melakukan surveilan suatu penyakit secara sistematik dan dilakukan terus menerus terhadap penyakit yang terjadi pada pasien atau penderita yang terkena infeksi sehingga dengan adanya tindakan pengamatan resiko terjadinya infeksi akan menurun. Dan ikut serta dalam koordinasi atau rapat pengendalian infeksi nosokomial. Perawat sebagai tim kontrol infeksi juga membuat laporan kegiatan dan hasil dalam pengendalian infeksi nosokomial, mengumpulkan data yang diperlukan dalam pengendalian infeksi nosokomial sesuai prosedur tetap dan juga mengumpulkan beberapa
22
data untuk mengklasifikasikan jenis infeksi nosokomial serta melakukan identifikasi pasien yang mempunyai penyakit infeksi dengan pasien yang tidak mempunyai penyakit infeksi dengan cara melakukan isolasi setiap pasien di ruangan khusus. Melaporkan kejadian infeksi nosokomial secara menyeluruh. c. Sebagai pendidik dalam pengendalian infeksi nosokomial dimana tugasnya memberikan bimbingan dan pengajaran tentang cara pencegahan ataupun pengendalian infeksi nosokomial yang ada di rumah sakit kepada tenaga keperawatan lain yang di nilai bahwa perawat tersebut mengenai pengetahuan infeksi nosokomial masih kurang, dengan tujuan mengembalikan sikap mental yang benar dalam merawat penderita. Sebagai pendidik perawat harus memberikan bimbingan dan pengajaran tentang pengendalian infeksi nosokomial pula kepada mahasiswa perawat dalam rangka praktek lapangan. Memberikan pendidikan kesehatan kepada pasien tentang pencegahan infeksi nosokomial serta memberikan informasi kepada keluarga pasien bila berkunjung untuk mentaati peraturan berkunjung yang dibuat oleh rumah sakit untuk mencegah penularan infeksi nosokomial.
23
C. Kerangka Teori dan Kerangka Konsep
Penyebab Infeksi Nosokomial: - Bakteri - Virus - Fungi dan jamur
Faktor yang mempengaruhi kejadian infeksi nosokomial : - Pasien - Petugas kesehatan - Pengunjung - Lingkungan rumah sakit - Alat-alat medis
Infeksi Nosokomial
Akibat Infeksi Nosokomial: - Penderitaan bertambah - Biaya meningkat - Lama hari perawatan bertambah panjang - Kecacatan - Kematian
Gambar 2.1 (Hidayat, 2006; Spiritia 2006)
24
Faktor yang mempengaruhi peran perawat: - Faktor lingkungan kerja - Faktor lingkungan keluarga
Peran perawat dalam pengendalian infeksi nosokomial : - Sebagai pelaksana lapangan - Sebagai tim kontrol infeksi - Sebagai pendidik
D. Variabel Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang mempunyai variabel tunggal / mandiri yaitu peran perawat dalam pengendalian infeksi nosokomial. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang dilakukan terhadap variabel mandiri yaitu tanpa membuat perbandingan atau menghubungkan dengan variabel lain (Sugiyono, 2000).
E. Hipotesa Pada penelitian jenis ini, tidak perlu adanya suatu hipotesis karena fenomena yang disajikan secara apa adanya tanpa manipulasi dan peneliti tidak mencoba menganalisis bagaimana dan mengapa fenomena tersebut bisa terjadi serta tidak membuat perbandingan atau menghubungkan dengan variabel lain.
25