BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUBUNGAN KERJA

Download majikan. Berdasarkan Pasal 1 Angka 15 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, menyatakan bahwa : “Hubungan kerja adalah ...

0 downloads 437 Views 220KB Size
23

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUBUNGAN KERJA, PERJANJIAN KERJA DAN JAMINAN SOSIAL KECELAKAAN KERJA

2.1

Hubungan Kerja

2.1.1 Pengertian hubungan kerja Manusia selalu dituntut untuk mempertahankan hidup dan kehidupannya, karena itu harus senantiasa berusaha memenuhi kebutuhan-kebutuhannya. Dengan demikian, kehidupan yang dijalaninya akan dapat berjalan secara normal, serasi dan seimbang. Salah satu upaya yang dapat dilakukannya ialah bekerja. Dalam menekuni pekerjaan tersebut, seseorang akan mendapatkan kepuasan kerja apabila terjalinnya hubungan kerja yang harmonis antara pekerja dengan pengusaha/majikan. Sehinggga, akan tercipta situasi yang kondusif bagi pekerja maupun majikan/pengusaha dalam menjalankan tugas-tugasnya, yang pada akhirnya akan bermuara kepada tercapainya kepuasan kerja. Hubungan kerja yang dimaksud tersebut pada dasarnya merupakan hal yang sangat penting antara pekerja/buruh dan majikan. Hubungan kerja merupakan hubungan-hubungan dalam rangka pelaksanaan kerja antara para tenaga kerja dengan pengusaha dalam suatu perusahaan yang berlangsung dalam batas-batas perjanjian kerja yang telah disepakati bersama oleh kedua belah pihak.28

28

Zainal Asikin, op.cit, h. 271.

23

24

Menurut Imam Soepomo, hubungan kerja adalah suatu hubungan antara seorang buruh dan seorang majikan, di mana hubungan kerja itu terjadi setelah adanya perjanjian kerja antara kedua pihak. Di satu pihak pekerja bersedia bekerja dengan menerima upah dan pengusaha mempekerjakan pekerja dengan memberi upah.29 Menurut Lalu Husni, hubungan kerja adalah hubungan antara buruh dan majikan setelah adanya perjanjian kerja, yaitu suatu perjanjian di mana pihak kesatu, si buruh mengikatkan dirinya pada pihak lain, si majikan untuk bekerja dengan mendapatkan upah dan majikan menyatakan kesanggupannya untuk mempekerjakan si buruh dengan membayar upah.30 Hubungan kerja dapat terjadi bila ada pekerja/buruh dan majikan. Hubungan kerja adalah suatu hubungan antara seorang pekerja/buruh dengan seorang majikan. Berdasarkan Pasal 1 Angka 15 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, menyatakan bahwa : “Hubungan kerja adalah hubungan antara pengusaha dengan pekerja/buruh berdasarkan perjanjian kerja, yang mempunyai unsur pekerjaan, upah, dan perintah”. Pengertian yang sama juga dikemukakan oleh Hidayat Muharam, yang menyebutkan bahwa : “hubungan kerja adalah hubungan antara pengusaha dan pekerja/buruh berdasarkan perjanjian kerja yang mempunyai unsur pekerjaan,

29

Zaeni Asyhadie, 2007, Hukum Kerja: Hukum Ketenagakerjaan Bidang Hubungan Kerja, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, (selanjutnya disingkat Zaeni Asyhadie II), h. 3. 30 Lalu Husni, 2012, Dasar-Dasar Hukum Perburuhan, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, (selanjutnya disingkat Lalu Husni II), h. 65.

25

upah dan perintah”.31 Adapun uraian mengenai unsur-unsur tersebut adalah sebagai berikut : a. Adanya Pekerjaan Di dalam suatu perjanjian kerja, haruslah ada suatu pekerjaan yang diperjanjikan dan dilaksanakan sendiri oleh pekerja/buruh yang membuat perjanjian tersebut. Pekerjaan tersebut haruslah dikerjakan sendiri oleh pekerja/buruh dan harus sesuai dengan pedoman perjanjian kerja itu. b. Adanya Upah Menurut Pasal 1 Angka 30 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, menyebutkan bahwa : “Upah adalah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundang-undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja/buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau akan dilakukan”. Jika pekerja telah melakukan pekerjaan dengan baik atas perintah majikan, dalam memenuhi prestasinya seperti yang telah mereka sepakati dalam perjanjian kerja, maka si pekerja berhak menerima upah. c. Adanya Perintah Dalam melakukan pekerjaannya, pekerja harus tunduk pada perintah dari majikan. Dalam prakteknya, para pekerja harus mentaati peraturanperaturan yang ada pada perusahaan tersebut.

31

Hidayat Muharam, op.cit, h. 2.

26

Suatu hubungan kerja terjadi karena adanya perjanjian kerja. Perjanjian kerja diperlukan untuk menjamin hak dan kewajiban bagi para pihak. Pada dasarnya, hubungan

kerja

hendak

menunjukkan

kedudukan

para

pihak

yang

menggambarkan hak-hak dan kewajiban-kewajiban pekerja/buruh terhadap majikan

serta

hak-hak

dan

kewajiban-kewajiban

majikan

terhadap

pekerja/buruh.32

2.1.2 Dasar-dasar hubungan kerja Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa hubungan kerja adalah hubungan antara pekerja dan pengusaha, terjadi setelah diadakan perjanjian oleh pekerja dengan pengusaha, dimana pekerja menyatakan kesanggupannya untuk bekerja pada pengusaha dengan menerima upah dan pengusaha menyatakan kesanggupannya untuk membayar upah. Adanya hubungan kerja ialah hanya bila ada buruh dan majikannya atau majikan dengan buruhnya. Hubungan antara seorang yang bukan buruh dengan seorang yang bukan majikan, bukanlah hubungan kerja. Maka dari itu, hubungan kerja sebagai bentuk hubungan yang lahir setelah adanya perjanjian kerja antara pekerja dengan pengusaha. Jadi, dapat dikatakan melakukan suatu hubungan kerja apabila memenuhi dasar-dasar hubungan kerja. Adapun dasar-dasar hubungan kerja meliputi hal-hal mengenai : a. Pembuatan perjanjian kerja karena merupakan titik tolak adanya suatu hubungan kerja; b. Kewajiban buruh melakukan pekerjaan pada atau di bawah pimpinan majikan, yang sekaligus merupakan hak majikan atas pekerjaan dariburuh; 32

Iman Soepomo II, op.cit, h. 169.

27

c. Kewajiban majikan membayar upah kepada buruh sekaligus merupakan hak buruh atas upah; d. Berakhirnya hubungan kerja, dan e. Caranya perselisihan antara pihak-pihak yang bersangkutan diselesaikan dengan sebaik-baiknya.33 Jika salah satu dasar dari hubungan kerja tersebut belum dilakukan, maka hubungan itu tidak dapat dikatakan sebagai hubungan kerja melainkan hubungan seperti pada umumnya. Seperti hubungan jual beli antara penjual dan pembeli.

2.2

Perjanjian Kerja

2.2.1Pengertian perjanjian kerja Pekerja dan perusahaan merupakan 2 (dua) faktor yang tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lainnya. Dengan terjadinya sinergi kedua faktor itu, baru perusahaan akan berjalan dengan baik. Sinergi antara perusahaan dengan pekerja adalah hubungan kerja. Dalam praktek terjadinya hubungan kerja antara pekerja dan perusahaan dituangkan dalam bentuk perjanjian kerja yang terlebih dahulu dipersiapkan oleh perusahaan. Perjanjian kerja adalah sarana pendahulu sebelum berlangsungnya hubungan kerja. Perjanjian kerja merupakan perjanjian dimana pihak kesatu, si pekerja mengikatkan dirinya pada pihak lain, si majikan untuk bekerja dengan mendapatkan

upah

dan

majikan

menyatakan

kesanggupannya

untuk

mempekerjakan si pekerja dengan membayar upah.34 Perjanjian kerja tidak boleh mengandung unsur-unsur pemerasan yang dapat merugikan salah satu pihak. Perjanjian kerja haruslah terwujud karena adanya

33 34

Halili Toha dan Hari Pramono, op.cit, h. 12. Zainal Asikin, op.cit, h. 65.

28

itikad baik dari para pihak, yang mana didalamnya terkandung hak dan kewajiban dari para pihak, maka untuk itu perlu dibuatnya perjanjian untuk mencerminkan keadilan bagi para pihak.35 Menurut Imam Soepomo, “Perjanjian Kerja adalah suatu perjanjian dimana pihak kesatu, buruh mengikatkan diri untuk bekerja dengan menerima upah oleh pihak lainnya, majikan yang mengikatkan diri untuk mempekerjakan buruh itu dengan membayar upah”.36 Selain itu, Subekti menyebutkan bahwa : Perjanjian Kerja adalah perjanjian antara seorang buruh dengan seorang majikan, dimana ditandai dengan adanya upah atau gaji tertentu yang diperjanjikan dan hubungan diperatas yaitu suatu hubungan persekutuan dimana pihak yang satu (majikan) berhak memberikan perintah-perintah yang harus ditaati oleh pihak yang lain.37 Sedangkan, Ridwan Halim menyebutkan bahwa: Perjanjian Kerja adalah Perjanjian yang diadakan antara majikan tertentu dengan karyawan-karyawan tertentu yang umumnya berkenaan dengan segala persyaratan yang secara timbal balik harus dipenuhi oleh kedua belah pihak, selaras dengan hak dan kewajiban mereka masing-masing terhadap satu sama lain.38 Perjanjian kerja dalam bahasa Belanda biasa disebut arbeidsovereenkoms, dapat diartikan dalam berbagai pengertian. Yang pertama disebutkan dalam ketentuan Pasal 1601a KUHPerdata, mengenai perjanjian kerja. Dalam pasal tersebut disebutkan bahwa : “Perjanjian kerja adalah perjanjian dengan mana pihak satu, si buruh mengikatkan dirinya untuk di bawah perintah pihak yang lain

35

G. Kartasapoetra, R.G Kartasapoetra, dan A.G Kartasapoetra, 1994, Hukum Perburuhan Di Indonesia Berdasarkan Pancasila, Cet. IV, Sinar Grafika, Jakarta, h. 64. 36 Iman Soepomo III, op.cit, h. 169. 37 Subekti, 1995, Aneka Perjanjian, Cet. X, Citra Aditya, Bandung, h. 58. 38 A.Ridwan Halim, 1987, Sari Hukum Perburuhan Aktual, Cet.I, Pradnya Paramita, Jakarta, h. 29.

29

si majikan, untuk sesuatu waktu tertentu, melakukan pekerjaan dengan menerima upah”.39 Pasal 1 Angka 14 Undang-Undang Ketenagakerjaan menyatakan bahwa : “Perjanjian Kerja adalah perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak, dan kewajiban para pihak”. Perjanjian kerja dibuat untuk mencerminkan keadilan dan menguntungkan para pihak. Dengan demikian, sejak perjanjian dibuat maka para pihak akan mempunyai hak dan kewajiban. Perjanjian kerja mempunyai manfaat yang besar bagi para pihak yang mengadakan perjanjian tersebut. Hal ini hendaknya harus disadari, karena perjanjian kerja yang dibuat dan diamati secara baik akan dapat menciptakan suatu ketenangan kerja, jaminan kepastian hak dan kewajiban baik bagi pekerja maupun pengusaha.

2.2.1 Jenis-jenis perjanjian kerja Dari pengertian perjanjian kerja diatas, diatur juga mengenai jenis-jenis perjanjian kerja. Menurut Undang-Undang Ketenagakerjaan, perjanjian kerja memiliki 2 (dua) jenis yaitu menurut bentuknya dan menurut waktu berakhirnya. 1. Menurut bentuknya Perjanjian kerja menurut bentuknya diatur dalam Pasal 51 Ayat (1) UndangUndang Ketenagakerjaan, disebutkan bahwa perjanjian kerja dapat dibuat secara tertulis atau lisan. Dalam perjanjian kerja, tidak disyaratkan bahwa perjanjian

39

Djumadi, 2008, Hukum Perburuhan Perjanjian Kerja, Cet. V, Penerbit PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, h. 29.

30

tesebut harus tertulis atau lisan.40 Namun bila perjanjian tersebut dibuat secara tertulis, sebagaimana diatur dalam Pasal 54 Ayat (1) Undang-Undang Ketenagakerjaan, sekurang-kurangnya memuat: Nama, alamat perusahaan, dan jenis usaha Nama, jenis kelamin, umur, dan alamat pekerja/buruh Jabatan atau jenis pekerjaan Tempat pekerjaan Besarnya upah dan cara pembayarannya Syarat-syarat kerja yang memuat hak dan kewajiban pengusaha dan pekerja/buruh g. Mulai dan jangka waktu berlakunya perjanjian kerja h. Tempat dan tanggal perjanjian kerja dibuat, dan i. Tanda tangan para pihak dalam perjanjian kerja a. b. c. d. e. f.

Ketentuan dalam perjanjian kerja sebagaimana dimaksudkan pada huruf e dan f, tidak boleh bertentangan dengan peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Menurut Pasal 52 Ayat (1) Undang-Undang Ketenagakerjaan, perjanjian kerja dapat dibuat atas dasar : a. b. c. d.

Kesepakatan kedua belah pihak Kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hukum Adanya pekerjaan yang diperjanjikan Pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Dalam Pasal 52 Ayat (2) dan Ayat (3) menjelaskan, apabila suatu Perjanjian kerja dibuat bertentangan dengan ketentuan pada huruf a dan b, maka perjanjian kerja tersebut dapat dibatalkan, sedangkan perjanjian kerja yang bertentangan dengan huruf c dan d maka perjanjian kerja tersebut batal demi hukum.

2. Menurut waktu berakhirnya

40

Zainal Asikin, op.cit, h. 75.

31

Perjanjian kerja menurut waktu berakhirnya diatur dalam Pasal 56 Ayat (1) Undang-Undang Ketenagakerjaan yaitu perjanjian kerja untuk waktu tertentu dan perjanjian kerja untuk waktu tidak tertentu. A. Perjanjian kerja untuk waktu tertentu Pengertian perjanjian kerja untuk waktu tertentu menurut Pasal 1 Angka 1 Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 100/MEN/VI/2004 Tentang Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, yaitu : “Perjanjian Kerja Waktu Tertentu yang selanjutnya disebut PKWT adalah perjanjian kerja antara pekerja/buruh dengan pengusaha untuk mengadakan hubungan kerja dalam waktu tertentu atau untuk pekerja tertentu”. Menurut Pasal 57 Ayat (1) Undang-Undang Ketenagakerjaan, “Perjanjian kerja untuk waktu tertentu dibuat secara tertulis serta harus menggunakan bahasa Indonesia dan huruf latin”, serta dalam Pasal 59 Ayat (4), menyebutkan bahwa “Perjanjian kerja waktu tertentu yang didasarkan atas jangka waktu tertentu dapat diadakan untuk paling lama 2 (dua) tahun dan boleh diperpanjang hanya 1 (satu) kali untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun”. Pengusaha yang bermaksud memperpanjang perjanjian PKWT tersebut, paling lama 7 (tujuh) hari sebelum PKWT berakhir, sebagaimana yang dijelaskan dalam Pasal 59 Ayat (5) UndangUndang Ketenagakerjaan. PKWT harus memenuhi syarat-syarat sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan, yaitu terdapat dalam pasal : a. Pasal 56 Ayat (2) : PKWT didasarkan atas jangka waktu atau selesainya suatu pekerjaan tertentu.

32

b. Pasal 59 Ayat (2) : Tidak diadakan untuk pekerjaan yang bersifat tetap c. Pasal 58 Ayat (1) : Tidak mempunyai syarat masa percobaan Jika perjanjian kerja waktu tertentu bertentangan dengan ketentuan diatas, maka perjanjian kerja waktu tertentu tersebut dianggap perjanjian kerja untuk waktu tidak tertentu.

B. Perjanjian kerja untuk waktu tidak tertentu Pengertian perjanjian kerja untuk waktu tidak tertentu menurut Pasal 1 Angka 2 Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 100/MEN/VI/2004 tentang Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, yaitu : “Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu yang selanjutnya disebut PKWTT adalah perjanjian kerja antara pekerja/buruh dengan pengusaha untuk mengadakan hubungan kerja yang bersifat tetap”. PKWTT merupakan jenis perjanjian yang umumnya dijumpai dalam suatu perusahaan yang tidak memiliki jangka waktu berlakunya. PKWTT dapat dibuat secara tertulis maupun lisan, dan jika PKWTT dibuat secara lisan, maka perusahaan wajib membuat surat pengangkatan bagi pekerja/buruh yang bersangkutan sebagaimana telah diatur dalam Pasal 63 Undang-Undang

Ketenagakerjaan.

Dalam

Pasal

60

Undang-Undang

Ketenagakerjaan, PKWTT dapat mensyaratkan masa percobaan kerja paling lama 3 (tiga) bulan dan pengusaha dilarang membayar upah dibawah upah minimum yang berlaku.

33

2.3

Jaminan Sosial Kecelakaan Kerja

2.3.1 Pengertian jaminan kecelakaan kerja Peran serta tenaga kerja dalam pembangunan nasional semakin meningkat dengan disertai berbagai tantangan dan risiko yang dihadapinya. Oleh karena itu, pekerja

perlu

diberikan

perlindungan,

pemeliharaan

dan

peningkatan

kesejahteraannya, sehingga dapat meningkatkan produktivitas nasional. Bentuk

perlindungan,

pemeliharaan, dan

peningkatan kesejahteraan

dimaksud diselenggarakan dalam bentuk program jaminan sosial tenaga kerja yang bersifat dasar bagi tenaga kerja, yang bertujuan untuk menjamin adanya keamanan dan kepastian terhadap resiko-resiko yang mungkin terjadi, dan merupakan sarana penjamin penerimaan penghasilan bagi tenaga kerja dan keluarganya akibat dari terjadinya resiko-resiko tersebut. Untuk menghadapi resiko ini, tentunya diperlukan suatu instrumen atau alat yang setidaknya akan dapat mencegah atau mengurangi timbulnya resiko itu. Instrumen atau alat ini disebut dengan jaminan sosial. Dalam Pasal 1 Angka 2 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 menyatakan bahwa: “Jaminan Sosial adalah salah satu bentuk perlindungan sosial untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak”. Jaminan sosial mencakup bidang pencegahan dan pengembangan bidang pemulihan dan penyembuhan serta bidang pembinaan. Ketiga bidang ini jika dikaitkan lebih jauh lagi akan menuju apa yang dinamakan perlindungan buruh. Jaminan sosial tenaga kerja mempunyai 2 (dua) aspek, antara lain :

34

a. Memberikan perlindungan dasar untuk memenuhi kebutuhan hidup minimal bagi Tenaga Kerja dan keluarga. b. Merupakan penghargaan kepada tenaga kerja yang telah menyumbangkan tenaga dan pikiranya kepada perusahaan tempat mereka bekerja.41 Kennet Thomson, seorang tenaga ahli pada Sekretariat Jenderal International Social Security Association (ISSA) di Jenewa, dalam Regional Training Seminar ISSA di Jakarta bulan Juni 1980, mengataka bahwa : Jaminan sosial dapat diartikan sebagai perlindungan yang diberikan oleh masyarakat bagi anggota-anggotanya untuk risiko-risiko atau peristiwaperistiwa tertentu dengan tujuan sejauh mungkin untuk menghindari terjadinya peristiwa-peristiwa tersebut yang dapat mengakibatkan hilangnya atau turunnya sebagian besar penghasilan, dan untuk memberikan pelayanan medis dan/atau jaminan keuangan terhadap konsekuensi ekonomi dari peristiwa tersebut, serta jaminan untuk tunjangan keluarga dan anak.42 Hukum Perburuhan Indonesia mendefinisikan jaminan sosial itu secara murni dan sempit, seperti yang dikemukakakn oleh Imam Soepomo, bahwa : Jaminan Sosial adalah pembayaran yang diterima pihak buruh dalam hal buruh di luar kesalahannya tidak melakukan pekerjaan, jadi menjamin kepastian pendapatan (income security) dalam hal buruh kehilangan upahnya karena alasan di luar kehendaknya.43 Dari berbagai definisi mengenai jaminan sosial di atas, maka dapat disimpulkan, bahwa jaminan sosial diberikan karena pada dasarnya manusia hidup dengan ketidaksebuahpastian yang akhirnya menyebabkan manusia tidak pernah mengetahui yang akan terjadi dihari esok, dan sebagai upaya preventif, maka diberikan jaminan sosial. Resiko yang ditanggulangi oleh program jaminan sosial yaitu salah satunya saat terjadi peristiwa kecelakaan yang mengakibatkan dan membutuhkan 41

Zaeni Asyhadie I, op.cit, h. 84 Sentanoe Kertonegoro, 1987, Jaminan Sosial dan Pelaksanaanya di Indonesia, Cet I Mutiara, Jakarta, h. 29. 43 Imam Soepomo II, op.cit, h. 136. 42

35

perawatan medis. Jaminan kecelakaan kerja merupakan pemberian kompensasi dan rehabilitasi bagi tenaga kerja yang mengalami kecelakaan pada saat mulai berangkat bekerja sampai tiba kembali dirumah atau menderita penyakit akibat hubungan kerja. Jaminan kecelakaan kerja merupakan pemberian kompensasi dan rehabilitasi bagi tenaga kerja yang mengalami kecelakaan pada saat mulai berangkat bekerja sampai tiba kembali dirumah atau menderita penyakit akibat hubungan kerja. Jaminan kecelakaan kerja merupakan program yang tertua dalam jaminan sosial, yang biasanya selalu terdapat dalam setiap program jaminan sosial di setiap Negara. Hal tersebut di karenakan : a. Secara yuridis jaminan kecelakaan kerja merupakan hak dari tenaga kerja yang tidak di sangsikan lagi menjadi tanggung jawab pengusaha. b. Program jaminan kerja dianggap tidak mahal karena kecelakaan kerja yang mengakibatkan cacat atu kematian jarang terjadi. c. Manfaat jaminan kecelakaan kerja bagi penderita kecelakaan sangatlah besar karena pada saat itulah dia membutuhkan pertolongan yang pembiayaanya mungkin tidak akan terjangkau oleh yang bersangkutan. 44 Kecelakaan kerja maupun penyakit akibat kerja merupakan resiko yang dihadapi para pekerja yang melakukan pekerjaan. Untuk menanggulangi hilangnya atau berkurangnya penghasilan akibat kecelakaan kerja, maka perlu adanya jaminan kecelakaan kerja. Jadi, jaminan kecelakaan kerja bagi tenaga kerja sangatlah penting karena dengan adanya jaminan tersebut pekerja mendapatkan ketenangan dalam menjalankan produktivitas kerja yang baik sehingga dapat tercapainya kesejahteraan pekerja dan perkembangnya perusahaan.

44

Zaeni Asyhadie I, op.cit, h. 126.

36

Perlindungan tersebut bermaksud agar tenaga kerja secara aman melakukan pekerjaanya sehari-hari untuk meningkatkan produksi dan produktifitas perusahaan. Berdasarkan hal tersebut, program jaminan kecelakaan kerja sangatlah diperlukan guna mengatasi atau setidak-tidaknya mengurangi akibat dari risiko yang ditimbulkan oleh kecelakaan kerja yang menimpa tenaga kerja.45

2.3.2 Kategori kecelakaan kerja Tidak semua kecelakaan kerja dapat dikategorikan dalam kecelakaan kerja. Ada beberapa jenis kecelakaan yang pada awalnya tidak dapat dikategorikan dalam kecelakaan kerja, namun karena perkembangan teknologi jenis kecelakaan tadi di masukkan sebagai kecelakaan kerja. Dengan perkembangan yang demikian, maka tidak hanya meliputi kecelakaan di perusahaan saja yang termasuk kecelakaan kerja, tetapi tetapi juga meliputi kecelakaan lalu lintas yang timbul pada saat pergi dan pulang dari tempat kerja. Demikian juga kecelakaan kerja kadangkala diperluas dengan meliputi penyakit akibat kerja. Ada 3 (tiga) jenis kecelakaan kerja, yaitu : a. Golongan pertama, yang mengartikan kecelakaan kera secara sempit yaitu golongan yang hanya meliputi kecelakaan kerja yang terjadi di perusahaan saja. b. Golongan kedua, yang mengartikan kecelakaan yang bukan hanya terjadi di perusahaan saja, tetapi juga penyakit yang timbul akibat hubungan kerja di perusahaan tempat bekerja. c. Golongan ketiga, yang mengartikan kecelakaan kerja secara luas, yaitu jenis kecelakaan yang meliputi golongan pertama dan golongan kedua ditambah kecelakaan (lalu lintas) yang terjadi pada saat pulang dan pergike tempat kerja, dengan melalui rute yang biasa dilalui.46 45

Ibid. Zaeni Asyhadie I, op.cit., h. 131

46

37

Sedangkan menurut Manulang kecelakaan kerja meliputi: a. Kecelakaan kerja yang terjadi di tempat kerja atau lingkungan tempat kerja. b. Kecelakaan yang terjadi dalam perjalanan berangkat dan pulang dari tempat kerja, sepanjang melalui perjalanan yang wajar dan biasa dilewati setiap hari. c. Kecelakaan terjadi di tempat lain dalam rangka tugas atau secara langsung bersangkut paut dengan penugasan dan tidak ada unsur kepentingan pribadi. d. Penyakit yang timbul akibat hubungan kerja.47 Dalam kaitanya dengan kecelakaan kerja, ada suatu jenis kecelakaan yang tidak dapat di kategorikan sebagai kecelakaan kerja. Jenis-jenis kecelakaan tersebut adalah: a. Kecelakaan yang terjadi pada waktu cuti, yaitu yang bersangkutan sedang bebas dari urusan pekerjaan yang menjadi tugas dan tanggung jawabnya. Jika yang bersangkutan mendapat panggilan atau tugas dari perusahaan, dalam perjalanan memenuhi panggilan tersebut, yang bersangkutan sudah dijamin oleh jaminan kecelakaan kerja. b. Kecelakaan yang terjadi di mes/perkemahan yang tidak berada di lokasi tempat kerja. c. Kecelakaan yang terjadi dalam rangka melakukan kegiatan yang bukan merupakan tugas dari atasan, untuk kepentingan perusahaan. d. Kecelakaan yang terjadi pada waktu yang bersangkutan meninggalkan tempat kerja untuk kepentingan pribadi.48 Berdasarkan penelitian di lapangan, wawancara dengan Bapak Kikky Hendriawan, bagian Kabid Pemasaran Penerima Upah pada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan, mengenai kategori kecelakaan kerja sebagai berikut : “kecelakaan yang terjadi pada saat melaksanakan aktifitas kerja, atau yang terjadi dalam perjalanan pulang atau pergi kerja, penyakit akibat kerja, meninggal pada saat bekerja, meninggal akibat serangan penyakit di tempat kerja 47

Sendjun H. Manulang, 2001, Pokok-Pokok Hukum Ketenagakerjaan Di Indonesia, Rineka Cipta, Jakarta, h. 115 48 Zaeni Asyhadie I, op.cit, h. 137

38

ataupun hilang atau dianggap telah meninggal dunia, karena suatu sebab dinyatakan hilang atau dianggap telah meninggal dunia, dan kecelakaan yang terjadi pada waktu tugas luar kota, kecelakaan pada saat kerja lembur yang dibuktikan surat perintah lembur, dan kecelakaan dalam rangka tugas dari perusahaan yaitu mengikuti pendidikan, darmawisata, olahraga, hal tersebut merupakan kategori kecelakaan kerja. (wawancara pada Selasa, 27 Oktober 2015). 2.3.3 Manfaat jaminan sosial kecelakaan kerja Lajunya pembangunan telah meningkatkan kapasitas produksi yang berarti memperluas lapangan kerja atau memberikan tingkat penghasilan, sehingga taraf hidup pekerja dapat bertambah. Namun keadaan ini tidak berlangsung secara permanen, karena penghasilan dapat berhenti sementara atau selamanya sehingga menimbulkan malapetaka bagi individu yang bersangkutan. Terhentinya penghasilan biasanya ditimbulkan karena terjadinya peristiwaperistwa kehidupan yang menyebabkan ketidakmampuan kepala keluarga pencari nafkah untuk kerja, misalnya karena sakit atau hari tua, maka penanggulangannya harus dilakukan secara sistematis, terencana dan teratur. Meskipun penanggulangan tersebut dapat dilakukan secara individual, namun pada umumnya pekerja berpenghasilan rendah sehingga sukar untuk mengatur sendiri kebutuhan keuangannya. Selain itu, tidak semua majikan atau pihak pengusaha menyadari akan kesejahteraan pekerja, dengan demikian cara yang lazim digunakan disetiap negara adalah pengadaan program jaminan sosial yang bersifat wajib

39

dilaksanakan. Sentanoe Kartonegoro menyebutkan program jaminan sosial memberikan manfaat sebagai berikut : 1. Peranan pokok dalam upaya mencapai tujuan sosial yang memberikan ketenangan kerja bagi pekerja yang merupakan pelaksana pembangunan melalui perlindungan terhadap terganggunya penerimaan penghasilan. Disamping itu program jaminan sosial juga memiliki tujuan ekonomi sebagai uraian pada pesertanya. 2. Program jaminan sosial bertujuan untuk menanggulangi berbagai peristiwa yang menimbulkan ketidakpastian sosial ekonomi secara menyeluruh dan meningkatkan taraf hidup pada umumnya. Dengan memberikan penggantian untuk berkurangnya atau hilangnya penghasilan karena sakit, kecelakaan, hari tua atau kematian, maka kehidupan beserta keluarga akan terjamin. Selain itu program jaminan sosial juga memberikan berbagai pelayanan untuk pencegahan (preventif), penanggulangan (represif), maupun rehabilitas akibat peristiwa. Jaminan dan perlindungan tersebut tidak hanya untuk peserta sendiri tetapi juga kepentingan keluarganya. 3. Memberikan perlindungan dasar untuk memenuhi kebutuhan hidup serta merupakan penghargaan kepada tenaga kerja yang telah menyumbangkan tenaga dan pikirannya kepada perusahaan tempat mereka bekerja.49 Manfaat jaminan sosial amat besar, baik bagi pekerja/buruh maupun bagi pengusaha itu sendiri. Dengan mengikutsertakan pekerja/buruhnya dalam program jaminan sosial tenaga kerja, berarti pengusaha telah bertindak : a. melindungi pekerja/buruh dalam menghadapi resiko yang mungkin saja terjadi; b. mendidik para pekerja/buruh untuk berhemat atau menabung yang dapat dinikmati sewaktu-waktu jika terjadi hal yang tidak diinginkan, terutama dalam menghadapi resiko hari tua; c. melindungi perusahaan dari keharusan memberikan jaminan sosial (sesuai dengan prinsip tanggung jawab perusahaan) yang mungkin akan berjumlah besar karena resiko yang menimpa beberapa pekerja/buruh sekaligus, dimana ini tidak diharapkan terjadinya; d. memberikan ketenagan kepada pekerja/buruh beserta keluarganya, karena dengan terjadinya resiko yang tidak diharapkan, mereka akan memperoleh jaminan yang memadai yang tidak sulit untuk mengurusnya e. dengan diikutsertakannya pekerja/buruh dalam program jaminan sosial tenaga kerja oleh pengusaha berarti pengusaha telah mencerminkan 49

Sentanoe Kartonegoro, op.cit, h. 125.

40

itikad baik untuk melaksanakan suatu hubungan kerja yang berlandaskan nilai-nilai Pancaila.50 Manfaat jaminan sosial kecelakaan kerja pada hakikatnya bersifat dasar untuk menjaga harkat dan martabat pekerja. Dengan kemanfaatan dasar tersebut, pembiayaannya dapat ditekan seminimal mungkin sehingga dapat dijangkau oleh pengusaha dan pekerja.

50

Zaeni Asyhadie I, op.cit., h. 39