BAB III TAFSIR AL-JASHASH DAN AL-QURTUBI A. AL-JASHASH 1

13 Sunan Al-Khafidh Ibn Abdullah Muhammad Ibn Yazid Al-Qajwini Ibnu Majah, Juz 2, Darl fikr, ... Dalil tersebut masih bersifat umum dalam menjelaskan ...

38 downloads 584 Views 188KB Size
BAB III TAFSIR AL-JASHASH DAN AL-QURTUBI

A. AL-JASHASH 1. Riwayat Hidup dan Karya-karya Al-Jashash Nama lengkapnya adalah Abu Bakar Ahmad Ibn Ali Al-Razi, yang terkenal dengan sebutan Al-Jashash.1 AL-Jashash adalah seorang ahli tafsir dan ahli ushul fikih ternama yang terkenal dengan panggilan AlJashash (penjual kapur rumah). Ia disebut demikian, karena dalam mencari nafkah hidup ia bekerja sebagai pembuat dan penjual kapur rumah.2 Ia lahir di Baghdad tahun 305 H.di masanya ia adalah imam pengikut madzhab Hanafi, dan kepadanya pula akhir pegangan para sahabatnya. Dia berguru kepada Abu sahal Al-Zujaj, Abu Al-Hasan Al-Harakhi, dan kepada orang alim fikih lainnya pada saat itu. Proses belajarnya menetap di baghdad, dan perjalanan mencari ilmunyapun berakhir di sana. Al-Jashash berguru tentang Zuhud kepada Al-karakhi dan mengambil kemanfaatnya, saat jashash mencapai maqam Zuhud, di minta untuk menjadi seorang penghulu (qadli), tapi ia tolak. Dan ketika di minta lagi ia tetap tidak menerima.3 Al-jashash adalah salah seorang Imam fikih Hanafi pada abad ke 14 H, dan kitabnya Ahkam Al-Quran dipandang sebagai kitab fikih terpenting, terutama bagi pengikut mazhab Hanafi. Al-Jashash terlalu fanatik buta terhadap mazhab Hanafi sehingga mendorongnya untuk memaksa-maksakan penafsiran ayat dan penakwilannya, guna mendukung mazhabnya, ia sangat ekstrim dalam menyanggah mereka yang tidak 1

. Muhammad Husain Al Zahabi, Al Tafsir wa Al Mufassiruun, Daar Al Maktabah Al Harisah, Mesir, 1976, hlm. 485 2 . Tim Penulis IAIN Syarif Hidayatullah, Ensiklopedi Islam Indonesia, Djambatan, Jakarta, 1992, hlm. 485 3 . Muhammad Husain Al Zahabi, op. cit., hlm. 485

24

25

sependapat dengannya dan bahkan berlebih-lebihan dalam menta’wilkan sehingga menyebabkan pembaca tidak suka meneruskan bacaannya, karena ungkapan-ungkapannya dalam membicarakan mazhab lain sangat pedas.4 Disamping kegiatan belajar mengajar, kegiatan ilmiah yang ditekuninya adalah menuliskan karya-karyanya dalam bentuk buku atau kitab, diantaranya adalah: 1. Ushul Al-Jashash 2. Tafsir Ahkam Al-Qur’an 3. Syarah Mukhtashar Al-Karkhi 4. Syarah Mukhtashar Al-Tahawi 5. Syarah jami’ Al-Saghir Wa Al-Jami’ Al-Kabir 6. Syarah Asma’ Al-Husna 7. Jawab Al-Massa’il.5 Berdasarkan sekian karyanya yang ada, Al-jashash tergolong seorang ulama pilihan yang alim. Banyak ulama lain yang mengembalikan permasalahannya yang berkaitan dengan mazhab Hanafi kepadanya berdasarkan bukti dan dalil yang ada. Al-Jashash wafat tahun 370 H.6

2. Bentuk Metode dan Corak Penafsiran Al-Jashash a. Bentuk Penafsiran Kitab tafsir Ahkam Al-Quran karya Al-Jashash termasuk dalam tafsir ni Al-Ma’tsur (bi Al-Riwayah), yaitu menafsirkan Al-Quran dengan Al-Quran, dengan perkataan shahabat atau dengan apa yang 4

. Manna’ Khalil Al-Qattan, Mabahits fi Ulum Al-Qur’an, Terj. Mudzakir, Studi IlmuIlmu Qur’an, Litera Antara Nusa, Jakarta, 2000, Cet.V, hlm. 518 5 . Tim Penulis IAIN Syarif Hidayahtullah, op.cit., hlm 486 6 Muhammad Husain Al-Zahabi, op.cit., hlm. 439

26

dikatakan

tokoh-tokoh

besar

tabi’in

disamping

itu

ia

juga

mengemukakan beberapa pendapat berdasarkan pada pemikirannya.7 b. Metode Penafsiran Kitab tafsir Ahkam Al-Quran karya Al-Jashash dikategorikan pada tafsir yang menggunakan metode analitik (tahlili) yakni menafsirkan ayat-ayat Al-Quran dengan memaparkan segala aspek yang terkandung didalam ayat-ayat yang ditafsirkan itu serta menerangkan makna-maknanya yang tercakup didalamnya sesuai dengan keahlian dan kecenderungan mufassir yang menafsirkan ayatayat tersebut.8 c. Corak Penafsiran Kitab tafsir Ahkam Al-Quran karya Al-Jashash termasuk tafsir yang bercorak fikih. Dan pengarang membatasi diri pada ayat yang berhubungan

dengan

hukum-hukum

cabang

(masalah-masalah

furu’iyah) dengan menjelaskan maknanya dengan hadis dan beberapa Imam mazhab.9

3. Penafsiran Al-Jashash terhadap Makanan yang diharamkan dalam Al-Qur’an. Pada bagian ini akan dikemukakan tentang penafsiran Al-jashash terhadap ayat tentang makanan yang diharamkan dalam Al-Quran, dimana pada bab dua telah di sebutkan bahwa ayat-ayat al-quran yang berbicara tentang makanan yang haram, yang mana antara ayat satu dengan ayat lainnya adalah saling berhubungan dan tidak dapat di pisahkan.

7

Nashruddin Baidan, Metodologi Penafsiran Al-Quran, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2000, hlm. 32-33\ 8 Ahmad Arif Junaidi, Pembaharuan Metodologi Tafsir Al-Quran, Gunung Jati, Semarang, 2001, hlm. 27-28 9 Manna’ Khalil Al-Qattan, op.cit., hlm. 518

27

a. Surah Al-Baqarah ayat 173 :

‫ﻴﺭِ ﺍﻟﱠﻠ ِﻪ‬ ‫ﺎ ُﺃ ِﻫلﱠ ِﺒ ِﻪ ﻟِ ﹶﻐ‬‫ﻭﻤ‬ ‫ﺨ ﹾﻨﺯِﻴ ِﺭ‬ ِ ‫ ﺍ ﹾﻟ‬‫ﺤﻡ‬  ‫ﹶﻟ‬‫ﻡ ﻭ‬ ‫ﺩ‬ ‫ﺍﻟ‬‫ﻴ ﹶﺘ ﹶﺔ ﻭ‬ ‫ﻡ ﺍ ﹾﻟﻤ‬ ‫ﻴﻜﹸ‬ ‫ﻋﹶﻠ‬  ‫ﻡ‬ ‫ﺭ‬ ‫ـ‬‫ـﺎ ﺤ‬‫ِﺇ ﱠﻨﻤ‬ ‫ﻡ‬ ‫ﺭﺤِﻴ‬ ‫ﺭ‬ ‫ﻏﻔﹸﻭ‬ ‫ﻪ ﹶ‬ ‫ﻥ ﺍﻟﱠﻠ‬  ‫ﻴﻪِ ِﺇ‬ ‫ﹶﻠ‬‫ﻡ ﻋ‬ ‫ﺎ ٍﺩ ﻓﹶﻼ ِﺇ ﹾﺜ‬‫ﻻ ﻋ‬‫ﻍ ﻭ‬ ٍ ‫ﺎ‬‫ ﺒ‬‫ﻴﺭ‬ ‫ﻏ‬ ‫ ﹶ‬‫ﻁﺭ‬ ‫ـ ﹸ‬‫ﻥ ﺍﻀ‬ ِ ‫ـ‬‫ﹶﻓﻤ‬ (173:‫)ﺍﻟﺒﻘﺭﺓ‬ Artinya: “Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah daging, babi, dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. Tapi barang siapa yang dalam keadaan terpaksa (memaksa) sedang ia tidak menginginkannya dan tidak ( pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya sesungguhnya Allah Maha pengampun lagi maha penyayang.10

Abu bakar berkata: Bangkai menurut syarak adalah nama bagi seekor hewan yang telah mati tanpa di sembelih dengan menyebut nama Allah. Ada kalanya di bungkam hidungnya tanpa adanya campur tangan manusia walaupun tanpa sengaja. Meskipun dalam kondisi niat kepada Allah dan tanpa di sembelih, sedangkan pemahaman kita tentang

pengharaman

bangkai,

bahwa

pengharaman,

penghalalan,larangan dan kebolehan itu berlaku dikalangan kita (muslim) saja dan bukan golongan lain. Karena sesungguhnya arti perlakuan itu merupakan suatu peringatan menurut ulama.11 Dalam aspek yang lain, para mufassir mengatakan tidak diperbolehkan memakan bangkai anjing dan binatang buas. Karena sesungguhnya itu merupakan bagian dari manfaat, dan Allah telah mengharamkan bangkai secara mutlak yang di kuatkan dengan hukum larangan. Maka tidak di perbolehkan sesuatu yang bermanfaat dari

10

Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahnya, Surya Cipta Aksara, Surabaya, 1993, hlm 42 11 Abi Bakar bin Ali Ar-Razi Al-Jashash, Ahkamul Quran, juz I, Darul Kutub Ilmiah, Bairut Libanon,t.th., hlm 130

28

bangkai kecuali sesuatu yang khusus menunjukkan dalil tentang wajibnya.12 Diriwayatkan

dari

Muhammad

SAW,

yakni

tentang

pengkhususan bangkai ikan dan belalang secara global hukumnya boleh. Hal ini berdasarkan hadis yang di riwayatkan oleh Abdur Rahman bin Zaid bin Aslam dari bapaknya dari Ibnu Umar berkata : Rasulullah bersabda :

‫ﺤﺩ ﺜﻨﺎ ﺃﺒﻭ ﻤﺼﻌﺏ ﺜﻨﺎ ﻋﺒﺩ ﺍﻟﺭ ﺤﻤﻥ ﺒﻥ ﺯ ﻴﺩ ﺒﻥ ﺍ ﺴﺎﻟﻡ ﻋﻥ ﺃﺒﻪ ﻋﻥ‬ ‫ﺍﺤﻠﺕ ﻟﻜﻡ ﻤﻴﺘﺘﺎ ﻥ‬:‫ﻋﺒﺩ ﺍﷲ ﺒﻥ ﻋﻤﺭ ﺍﻥ ﺍﻥ ﺍﻟﺭﺴﻭل ﺍﷲ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺴﻠﻡ ﻗل‬

.‫ﻭﺩﻤﺎﻥ ﻓﺄﻤﺎﻟﻤﻴﺘﺘﺎﻥ ﻓﺎﻟﺤﻭﺕ ﻭﺍﻟﺠﺭﺍﺩ ﻭﺍﻤﺎ ﺍﻟﺩﻤﺎﻥ ﻓﺎﻟﻜﺒﺩ ﻭﺍﻟﻁﺤﺎل‬ Artinya: “Abu Mas’ud menceritakan kepada kita dari Abdur Rahman bin Zaid bin Aslam dari bapaknya dari Abdullah bin Umar bahwasanya Rasulullah SAW. bersabda: telah di halalkan bagi kalian dua bangkai dan dua darah, adapun dua bangkai itu adalah ikan dan belalang sedangkan dua darah yaitu hati dan limpa”.13 Sebagian orang juga mengambil dalil mengenai masalah pengharaman bangkai ini dari firman Allah SWT.:

(96:‫ﻡ )ﺍﻟﻤﺎﺌﺩﺓ‬ ‫ﺘﹶﺎﻋﺎﹰ ﹶﻟ ﹸﻜ‬‫ﻪ ﻤ‬ ‫ﻤ‬ ‫ﺎ‬‫ﻁﻌ‬ ‫ﻭ ﹶ‬ ‫ﺤ ِﺭ‬  ‫ﺒ‬ ‫ﺩ ﺍ ﹾﻟ‬ ‫ﻴ‬ ‫ﺼ‬  ‫ﻡ‬ ‫ﺤلﱠ ﹶﻟ ﹸﻜ‬ ِ ‫ُﺃ‬ Artinya: “Dihalalkan bagimu binatang buruan laut dan makanan yang berasal dari laut sebagai makanan yang lezat bagimu”.14

12

Ibid, hlm 131 Sunan Al-Khafidh Ibn Abdullah Muhammad Ibn Yazid Al-Qajwini Ibnu Majah, Juz 2, Darl fikr, libanon, hlm 1152 14 Departeman Agama, Op.Cit., hlm 78 13

29

Dan hadits Nabi SAW.:

‫ ﺤﺩﺜﻨﻰ ﺼﻔﻭﺍﻥ ﺒﻥ ﺴﻠﻴﻡ‬:‫ ﺜﻨﺎ ﻤﺎﻟﻙ ﺒﻥ ﺃﻨﺱ‬.‫ﺤﺩﺜﻨﺎ ﻫﺎﺸﺎﻡ ﺒﻥ ﻋﻤﺎﺭ‬ ‫ﻭﻫﻭ‬,‫ﺍﻥ ﺍﻟﻤﻐﻴﺭﺓ ﺒﻥ ﺃﺒﻰ ﺒﺭﺩﺓ‬,‫ ﻤﻥ ﺍل ﺍﺒﻥ ﺍﻻﺯﺭﻕ‬,‫ﻋﻥ ﺴﻌﻴﺩﺒﻥ ﺴﻠﻤﺔ‬ ‫ ﻗﺎل ﺭﺴﻭل ﺍﷲ‬:‫ ﺤﺩﺜﺔ ﺍﻨﻪ ﺴﻤﻊ ﺃﺒﺎﻫﺭﻴﺭﺓ ﻴﻘﻭل‬,‫ﻤﻥ ﺒﻨﻰ ﻋﺒﺩ ﺍﻟﺩﺍﺭ‬ "‫ ﺍﻟﺤل ﻤﻴﺘﺔ‬,‫ﺼﻠىﺎﷲ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺴﻠﻡ " ﺍﻟﺒﺤﺭ ﺍﻟﻁﻬﻭ ﺭﻤﺎﺅﻩ‬ Artinya: “Hisyam bin Ammar telah menceritakan kepada kami, Malik bin Amr berkata : telah menceritakan kepadaku Sofwan bin Salim dari Said bin Salamah, bahwa Mughiroh bin Abi Burdah, dan dia berasal dari Bani Abi Dar telah menceritakan kepadanya : sesungguhnya dia mendengar bahwa Abu Hurairah berkata Rasulullah SAW telah bersabda: lautan itu suci airnya dan halal bangkainya”.15 Diceritakan dari Abdul Baqi’ bahwa Rasulullah pernah di tanya tentang masalah laut, kemudian Rasul menjawab: bahwa “Laut itu suci airnya dan halal bangkainya”. Abu bakar berkata: ada perbedaan pendapat pada ikan yang mati terapung di atas air (Thofi), yaitu ikan yang mati di dalam air dengan di bungkam hidungnya. Menurut Imam Malik dan Syafi’I hukumnya halal. Sedangkan menurut Atho’ bin Saib dan Abdullah bin Ubay keduanya menghukumi makruh, menurut Abu Bakar Ash-Shidiq dan Abi Ayyub hukumnya adalah boleh. Sebagai orang pada umumnya ragu-ragu tentang kemakruhan ikan thofi dari segi tetapnya dalam air hingga terapungnya di dalam air. Letak perbedaan hukumnya adalah apabila ikan itu mati kemudian terapung diatas air maka ikan itu boleh dimakan, tetapi jika matinya itu karena dibungkam hidungnya dan tidak terapung diatas air maka itu tidak boleh dimakan. Pemahaman yang dapat penulis ambil adalah matinya di dalam air itu karena di bungkam hidungnya dan tidak ada 15

Sunan Al-Hafid Abi Abdillah Muhammad Ibn Yazid Ajwini, Op.Cit., hlm 1081

30

sebab lain.Pendapat ini mengambil dalil riwayat Abdul Baqi bahwa:” makanlah sesuatu yang terapung di laut”16. Dan firman Allah :

(96:‫ﺤ ِﺭ )ﺍﻟﻤﺎﺌﺩﺓ‬  ‫ﺒ‬ ‫ﺩ ﺍ ﹾﻟ‬ ‫ﻴ‬ ‫ﺼ‬  ‫ﻡ‬ ‫ﺤلﱠ ﹶﻟ ﹸﻜ‬ ِ ‫ُﺃ‬ Artinya: “Dihalalkan bagimu binatang buruan laut”.17

Dalil tersebut masih bersifat umum dalam menjelaskan thofi dan lainnya, maka ada dua jawaban yaitu: 1. Bahwa dalil ayat tersebut adalah khusus pada hukum yang menjelaskan tentang pengharaman bangkai dan dalil-dalil yang berlaku tentang larangan memakan ikan yang mati terapung diatas laut (thofi). 2. Dalil ayat tersebut diriwayatkan dengan cara menafsirkan firman Allah yaitu suatu yang ada pada laut kemudian mati, dan firman Allah adalah sesuatu yang diburu dan hidup. Sedangkan thofi itu tidak termasuk dalam jawaban yang kedua, karena thofi termasuk perkara yang ada pada laut dan tidak termasuk pada buruan.18 Tentang memakan belalang Abu Bakar mengatakan boleh memakanya secara mutlak, baik sesuatu yang ditemukan dalam keadaan mati maupaun mati karena di bunuh. Abu Bakar berkata:”tidak ada perbedaan antara belalang yang sudah jadi bangkai atau belalang itu mati karena di bunuh”. Menurut cerita Abu ‘Atab dari Aisyah; bahwa Aisyah pernah memakan belalang dan dia berkata bahwa Rasulullah juga pernah memakannya. Dalam al-qur’an di sebutkan: 16

Abi Bakar Ahmad bin Ali Ar-Razi al- jashash, Op.Cit., hlm 132 Depertemen agama RI, loc .cit ,hlm 178 18 Abi Bakar Ahmad bin Ali Ar-Razi Al-Jashash, Op.cit,hlm 133 17

31

(3:‫ﻴ ﹶﺘ ﹸﺔ )ﺍﻟﻤﺎﺌﺩﺓ‬ ‫ﻤ‬ ‫ﻡ ﺍ ﹾﻟ‬ ‫ﻴﻜﹸ‬ ‫ﻋﹶﻠ‬  ‫ﺕ‬ ‫ﻤ ﹾ‬ ‫ﺭ‬ ‫ﺤ‬  Dimana ayat ini menunjukkan tentang haramnya bangkai, maka jawabannya adalah bahwa pengkhususan yang ada di dalam hadishadis Nabi di pakai para ulama bahwa mereka membolehkan memakan bangkai belalang.Sedangkan menurut penulis bahwa belalang itu tidak bisa di samakan dengan di larangnya ikan yang terapung diatas air. Menurut Imam Malik, boleh memakan belalang yang bangkainya itu mati sebab di bunuh, dengan memakai dasar tidak ada perbedaan antara tidak di bunuh dan di bunuh. Karena sesungguhnya hakikat membunuh belalang itu tidak termasuk penyembelihan.19 Tentang janin yang mati setelah induknya disembelih Abu Bakar berkata : para ulama berbeda pendapat. Menurut Abu Hanifah : tidak boleh di makan kecuali keluar dalam keadaan hidup maka sembelihlah. Menurut Abu Yusuf : bahwa janin itu boleh dimakan baik di bunuh ataupun tidak dibunuh. Sedangkan menurut Ali dan Ibnu Umar :

‫ﺤﺩ ﺜﻨﺎ ﻤﺤﻤﺩ ﺒﻥ ﻴﺤﻲ ﺒﻥ ﻓﺎﺭﺱ ﺤﺩ ﺜﻨﻲ ﺇﺴﺤﻕ ﺒﻥ ﺇﺒﺭﺍ ﻫﻡ ﺒﻥ‬ ‫ﺭﺍﻫﻭﻴﻪ ﺜﻨﺎ ﻋﺘﺎﺏ ﺒﻥ ﺒﺸﻴﺭ ﺜﻨﺎ ﻋﺒﺩﺍﷲ ﺃﺒﻲ ﺯﻴﺎﺩﺍﺡ ﺍﻟﻤﻜﻲ ﻋﻥ ﺃﺒﻲ ﺍﻟﺯ‬ ‫ﺒﻴﺭ ﻋﻥ ﺠﺎ ﺒﺭ ﺒﻥ ﻋﺒﺩ ﺍﷲ ﻋﻥ ﺭﺴﻭل ﺍﷲ ﺼل ﺍﷲ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺴﻠﻡ‬ .‫ﺫﻜﺎﺓ ﺍﻟﺠﻴﻥ ﺫﻜﺎﺓ ﺃﻤﻪ‬:‫ﻗﺎل‬ Artinya: “Bercerita kepada kami Muhammad bin Yahya bin Faris bercerita kepadaku Isha bin Ibrahim bin Ruhawayah dari Athab bin Basyid dari Ubaidillah bin Abi Ziad Al- Qodah Al-Maki dari Abi Zubair, dari jabir bin Abdullah, dari Rasulullah SAW. Beliau bersabda : menyembelih janin dengan menyembelih induknya”.20

19

Ibid, hlm 134 Sunan Abi Dawud li khafid abi Daud sulaiman bin al-Asyasi al-jastani, jilid 2, Darul fikr, libanon,t.t hlm 646 20

32

Imam Malik berkata: Ketika janin itu sudah sempurna bentuknya dan sudah tumbuh rambutnya maka itu boleh dimakan. Analisa yang di kemukakan oleh Abu Bakar: Bahwa Allah mengharamkan bangkai itu secara umum dan mengecualikan hewan yang di sembelih sifat

dan syarat yang disebutkan pada penjelasan

Nabi. Dan sifat-sifat itu tidak ada dalam janin. Maka kalau melihat dhohirnya ayat tersebut janin itu hukumnya haram.21

b. Surah Al-Maidah ayat 3:

‫ﻴﺭِ ﺍﻟﱠﻠ ِﻪ ِﺒ ِﻪ‬ ‫ﺎ ُﺃ ِﻫلﱠ ﻟِ ﹶﻐ‬‫ﻭﻤ‬ ‫ﺨ ﹾﻨﺯِﻴ ِﺭ‬ ِ ‫ﻡ ﺍ ﹾﻟ‬ ‫ﺤ‬  ‫ﻭﹶﻟ‬ ‫ﻡ‬ ‫ﺩ‬ ‫ﺍﻟ‬‫ﻴ ﹶﺘ ﹸﺔ ﻭ‬ ‫ﻤ‬ ‫ﻡ ﺍ ﹾﻟ‬ ‫ﻴﻜﹸ‬ ‫ﻋﹶﻠ‬  ‫ﺕ‬ ‫ﻤ ﹾ‬ ‫ﺭ‬ ‫ﺤ‬  ‫ﻡ‬ ‫ﻴ ﹸﺘ‬ ‫ﺎ ﹶﺫ ﱠﻜ‬‫ﻊ ِﺇﻟﱠﺎ ﻤ‬ ‫ﺒ‬ ‫ل ﺍﻟﺴ‬ َ ‫ﺎ َﺃ ﹶﻜ‬‫ﻭﻤ‬ ‫ﺤ ﹸﺔ‬  ‫ﺍﻟﱠﻨﻁِﻴ‬‫ ﹸﺔ ﻭ‬‫ﺩﻴ‬ ‫ﻤ ﹶﺘﺭ‬ ‫ﺍ ﹾﻟ‬‫ﻭﻗﹸﻭ ﹶﺫ ﹸﺓ ﻭ‬ ‫ﻤ‬ ‫ﺍ ﹾﻟ‬‫ﺨﻨِ ﹶﻘ ﹸﺔ ﻭ‬ ‫ﻤ ﹾﻨ ﹶ‬ ‫ﺍ ﹾﻟ‬‫ﻭ‬ ‫ﺱ‬  ‫ﻴ ِﺌ‬ ‫ﻡ‬ ‫ﻭ‬ ‫ﻴ‬ ‫ﻕ ﺍ ﹾﻟ‬ ‫ﺴﹲ‬  ‫ﻡ ِﻓ‬ ‫ﻻ ِﻡ ﹶﺫِﻟ ﹸﻜ‬‫ﻭﺍ ﺒِﺎ ﹾﻟَﺄﺯ‬‫ﺴﻤ‬ ِ ‫ﺴ ﹶﺘ ﹾﻘ‬  ‫ﻥ ﹶﺘ‬  ‫ﻭَﺃ‬ ‫ﺏ‬ ِ ‫ﺼ‬  ‫ﻋﻠﹶﻰ ﺍﻟ ﱡﻨ‬  ‫ﺢ‬  ‫ﺎ ﹸﺫ ِﺒ‬‫ﻭﻤ‬ ‫ﻡ‬ ‫ﻡ ﺩِﻴ ﹶﻨ ﹸﻜ‬ ‫ﺕ ﹶﻟ ﹸﻜ‬ ‫ﻤ ﹾﻠ ﹸ‬ ‫ﻡ َﺃ ﹾﻜ‬ ‫ﻭ‬ ‫ﻴ‬ ‫ﻥ ﺍ ﹾﻟ‬ ِ ‫ﻭ‬ ‫ﺸ‬ ‫ﺨﹶ‬ ‫ﺍ ﹾ‬‫ﻡ ﻭ‬ ‫ﻫ‬ ‫ﻭ‬ ‫ﺸ‬ ‫ﺨﹶ‬ ‫ﻡ ﻓﹶﻼ ﹶﺘ ﹾ‬ ‫ﻥ ﺩِﻴ ِﻨ ﹸﻜ‬  ‫ﻭﺍ ِﻤ‬‫ﻥ ﹶﻜ ﹶﻔﺭ‬  ‫ﺍﱠﻟﺫِﻴ‬ ‫ ﻓِﻲ‬‫ﻁﺭ‬ ‫ﻀﹸ‬  ‫ﻥِ ﺍ‬‫ﻡ ﺩِﻴﻨﹰﺎ ﹶﻓﻤ‬ ‫ﻼ‬‫ﻡ ﺍ ﹾﻟِﺄﺴ‬ ‫ﺕ ﹶﻟﻜﹸ‬ ‫ﺭﻀِﻴ ﹸ‬ ‫ﻭ‬ ‫ﻤﺘِﻲ‬ ‫ﻌ‬ ‫ﻡ ِﻨ‬ ‫ﻴ ﹸﻜ‬ ‫ﻋﹶﻠ‬  ‫ﺕ‬ ‫ﻤ ﹸ‬ ‫َﺃ ﹾﺘﻤ‬‫ﻭ‬ (3:‫ﻡ )ﺍﻟﻤﺎﺌﺩﺓ‬ ‫ﺭﺤِﻴ‬ ‫ﺭ‬ ‫ﻏﻔﹸﻭ‬ ‫ﻪ ﹶ‬ ‫ﻥ ﺍﻟﱠﻠ‬  ‫ﻹ ﹾﺜ ٍﻡ ﹶﻓِﺈ‬ ِ ‫ﻑ‬ ٍ ‫ﺎ ِﻨ‬‫ﻤ ﹶﺘﺠ‬ ‫ﻴﺭ‬ ‫ﻏ‬ ‫ﺼ ٍﺔ ﹶ‬  ‫ﻤ‬ ‫ﺨ‬ ‫ﻤ ﹾ‬ Artinya: “Diharamkan bagimu (memakan) bangkai,darah, daging babi hewan yang di sembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, dan yang di terkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu sembelih dan (di haramkan bagimu) yang di sembelih untuk berhala dan (di haramkan juga) mengundi nasib dengan anak panah itu) adalah kefasikan pada hari ini , orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu.Sebab itu janganlah takut kepada mereka dan takutlah kepada-ku pada hari ini telah ku-cukupkan kepadamu nikmatku dan telah kuridhai islam itu jadi agama bagimu. Maka barang siapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa. Sesungguhnya Allah Maha pengampun lagi Maha penyayang”.22

21 22

Abi Bakar Ahmad bin Ali Ar-Razi Al-Jashash Op.Cit, hlm 135 Depertemen Agama RI, Op,cit., hlm 157

33

Dari ayat diatas akan penulis uraikan satu-persatu sebagai berikut:

‫ﺍﻟﻤﻴﺘﺔ‬:

bangkai yaitu binatang yang hilang nyawanya tanpa

dengan disengaja yang sudah disyaratkan oleh syarak artinya binatang yang mati dengan sendirinya (tanpa disembelih) atau binatang yang disembelih tapi tidak memenuhi kreteria penyembelihan yang sah.

‫ﺍﻟﺩﻡ‬:

darah yang diharamkan disini adalah darah yang

mengalir.23 Sebagaimana firman Allah surah Al-An’am 145:

‫ﻥ‬  ‫ﻴﻜﹸﻭ‬ ‫ﻥ‬  ‫ﻪ ِﺇﻟﱠﺎ َﺃ‬ ‫ﻤ‬ ‫ﻌ‬ ‫ﻁ‬ ‫ﻴ ﹾ‬ ‫ﻋ ٍﻡ‬ ِ ‫ﻋﻠﹶﻰ ﻁﹶﺎ‬  ‫ﻤﹰﺎ‬‫ﺤﺭ‬  ‫ﻤ‬ ‫ﻲ‬  ‫ﻲ ِﺇﹶﻟ‬ ‫ﺤ‬ ِ ‫ﺎ ﺃُﻭ‬‫ﺩ ﻓِﻲ ﻤ‬ ‫ﺠ‬ ِ ‫ل ﻻ َﺃ‬ ْ ‫ﹸﻗ‬ (145:‫ﺴﻔﹸﻭﺤﹰﺎ )ﺍﻷﻨﻌﺎﻡ‬  ‫ﻤ‬ ‫ﻤﹰﺎ‬‫ﻭ ﺩ‬ ‫ﻴ ﹶﺘﺔﹰ َﺃ‬ ‫ﻤ‬ Artinya: “Katakanlah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku sesuatu yang diharamkan bagi orang yang memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai atau darah yang mengalir”.24 Sedangkan darah yang tidak mengalir seperti hati dan limpa itu halal dalam hadis Nabi SAW. ditegaskan:

‫ ﻋﻥ‬,‫ ﻨﺎ ﻋﻠﻲ ﺒﻥ ﻤﺨﻠﺩ ﺒﻥ ﺯﻴﺩ ﺒﻥ ﺍﺴﻠﻡ‬,‫ﺤﺩﺜﻲ ﺍﻟﺤﺴﻥ ﺒﻥ ﺍﺴﻤﺎﻋﻴل‬ ,‫ﺡ ﻨﺎ ﻤﺤﻤﺩ ﺒﻥ ﻤﺨﻠﺩ‬.‫ﺍﺒﻴﻪ ﻋﻥ ﻋﻤﺭ ﻋﻥ ﺍﻟﻨﺒﻲ ﺼﻠﻲ ﺍﷲ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺴﻠﻡ‬ ‫ ﻋﻥ‬,‫ ﻨﺎ ﻋﺒﺩﺍﷲ ﺒﻥ ﺯﻴﺩ ﺍﺴﻠﻡ‬.‫ ﻨﺎ ﻤﻁﺭﻑ‬,‫ﻨﺎ ﺍﺒﺭﺍﻫﻴﻡ ﺒﻥ ﻤﺤﻤﺩ ﺍﻟﻌﺘﻴﻕ‬ ‫ ﺍﺤل ﻟﻨﺎ‬: ‫ ﺍﻥ ﺭﺴﻭﻻﷲ ﺼﻠﻴﺎﷲ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺴﻠﻡ ﻗﺎل‬: ‫ ﻋﻥ ﺍﺒﻥ ﻋﻤﺭ‬,‫ﺍﺒﻴﻪ‬ ‫ ﻭﻤﻥ‬,‫ ﻤﻥ ﺍﻟﻤﻴﺘﺔ ﺍﻟﺤﻭﺕ ﻭﺍﻟﺠﺭﺍﺩ‬,‫ ﻭﻤﻥ ﺍﻟﻤﻴﺘﺔ ﻤﻴﺘﺘﺎﻥ‬,‫ﻤﻥ ﺍﻟﺩﻡ ﺩﻤﺎﻥ‬ .(‫ )ﻟﻔﻅ ﻤﻁﺭﻑ‬.‫ﺍﻟﺩﻡ ﺍﻟﻜﺒﺩ ﺍﻟﻁﺤﺎل‬ Artinya: “Khusain bin Ismail telah bercerita kepada kami: Ali bin Muslim Abdurrahman bin Zaid bin Aslam dari ayahnya dari Ibn Umar dari Nabi SAW. Bercerita kepada kami Muhammad bin Mukhalid kepada Ibrahim Bin Muhammad Al-atiq kepada Mutharof Abdullah bin Zaid bin Aslam dari 23 24

Abi Bakar Ahmad bin Ali Ar-Razi, OP.Cit., hlm. 135 Departemen agama RI, Op.Cit, hlm 157

34

Ayahnya dari Ibnu Umar bahwasanya Rasulullah SAW bersabda : telah dihalalkan untuk kita darah yaitu dua darah, dan bangkai yang berupa dua bangkai, bangkai itu adalah ikan dan belalang dandarah yang dihalalkan adalah hati dan limpa. (lafad oleh mutarof).”25

‫ﻭﻟﺤﻡ ﺍﻟﺤﻨﺯﻴﺭ‬:

Daging babi yang diharamkan tidak hanya

dagingnya saja melainkan juga minyak, tulang dan semua jenisjenisnya. Hanya disebut dengan istilah ”daging” karena yang banyak manfaatnya.

‫ ﻭﻤﺎ ﺍﻫل ﻟﻐﻴﺭﺍﷲ ﺒﻪ‬: Daging hewan yang di sembelih dengan menyebut selain nama Allah.secara lahiriyah lafad ini sudah jelas, yaitu haramnyaa daging hewan yang di sembelih dengan menyebut selain nama Allah. Karena lafad adalah sebagai rasa penyebutan dan penamaan (dzikir dan tasmiyah) maka di haramkan penyebutan nama berhala sebagaimana yang di lakukan orang Arab dahulu ketika menyembelih. ‫ﻭﺍﻟﻤﻨﺨﻨﺔ‬: Mati karena di cekik dengan tali atau lainnya.

‫ﻭﺍﻟﻤﻭﻗﻭﺫﺓ‬:

Mati karena di pukul dengan kayu atau yang lainnya

sehingga mati.

‫ﻭﺍﻟﻤﺘﺭﺩﻴﺔ‬: Mati karena jatuh, hewan yang jatuh hingga

mati. Menurut Abu Bakar: ketika ada sebab yang lain yang menyebabkan dia mati karena jatuh dan matinya itu baru, maka hukumya boleh dimakan.

‫ﻭﺍﻟﻨﻁﻴﻘﺔ‬: Mati karena di tanduk ‫ﻭﻤﺎ ﺍﻜل ﺍﻟﺴﺒﻊ‬: Kecuali sempat di sembelih.26

25 26

hlm 430

Sunan Darul Qutdni Imam Al-Kabir Ali bin Umar Al-dar qutdni,Op.Cit,hlm. 158 Imam Abu Bakar Ahmad Ar-Razi Al-Jashash,Ahkamul Qur’an, Juz II, Darul Fikr, tth,

35

Ulama fikih berbeda pendapat tentang sembelihan hewan yang mati karena dipukul dan lainnya. Menurut Imam Muhammad disitu ditemukan kejanggalan, artinya ketika hewan tadi mati karena dipukul, dicekik, atau karena diterkam binatang buas dan sebelum mati sempat disembilih, maka tergolong halal dan jika sebaliknya maka hukumnya haram. Pendapat ini senada dengan Abi Yusuf. Abu Bakar berkata bahwa firman Allah:

‫ﺍﻻﻤﺎﺫ ﻜﻴﺘﻡ‬

itu

ditujukan untuk hewan yang masih dalam keadaan hidup.27 Mengenai syarat menyembelih ada dua segi. Pertama dari segi tempat yang disembelih dan apa yang dipotong. Secara normal tempat yang disembelih pada hewan adalah pada lehernya. Sedangkan menurut Imam Hanafi ada empat, yaitu rongga udara, rongga makanan dan dua otot darah. Menurut Imam Syafi’i cukup dua tempat yaitu rongga udara dan rongga makanan,dan yang lebih sempurna adalah rongga udara makanan dan dua otot darah.28 Menurut Abu Bakar tidak ada pertentangan mengenai bolehnya memotong pada tempat-tempat ini dan hal itu menunjukkan bahwa memotong tempat-tempat itu merupakan syarat-syarat menyembelih.29

‫ﺍﻻﻟﺔ‬: Alat sembelih, ayat yang digunakan untuk menyembelih adalah setiap benda tajam yang bisa memotong urat darah leher yang mengalirkan darah.30

‫ﺍﻟﺫﻴﻥ‬: Orang yang menyembelih semestinya muslim. ‫ﺍﻟﺘﺴﻤﻴﺔ‬:

Penyebutan nama ketika menyembelih dengan nama

Allah dan ketika lupa menyebutnya maka tidak apa-apa. 27 28 29 30

Ibid, hlm 431 Ibid, hlm. 434 Ibid, hlm 435 Ibid, hlm 436

36

‫ﺍﻟﻨﺼﺏ‬

‫ﻋﻠﻰ‬

‫ﻭﻤﺎ ﺫﺒﻎ‬: Sesuatu yang disembelih dengan tatacara

keberhalaan.

‫ﻭﺍﻥ ﺘﺴﺘﻘﺴﻤﻭﺍ‬

: Daging sembelihan yang pembagiannya

ditentukan dengan undian anak panah.

‫ﺍﻻﺯﻻﻡ‬

: “Anak panah”; kayu yang berbentuk anak panah,

tanpa mata dan bulu, orang jahiliyah digunakan sebagai alat untuk mengundi apakah maksudnya boleh dilakukan atau tidak. Cara undiannya dengan menggunakan tiga batang anak panah, masingmasing batang tertulis” Kerjakanlah”, jangan kerjakan, dan yang satu tidak tertulis apa-apa. Kemudian mereka letakkan di ka’bah dan apabila sewaktu-waktu mereka membutuhkannya, mereka meminta kepada juru kunci Ka’bah untuk mengambilkan salah satu anak panah itu. Jika yang dipilih itu yang tanpa tulisan maka undian diulang lagi.31

c. Surah Al-An’am ayat 145:

‫ﻥ‬  ‫ﻴﻜﹸﻭ‬ ‫ﻥ‬  ‫ﻪ ِﺇﻟﱠﺎ َﺃ‬ ‫ﻤ‬ ‫ﻌ‬ ‫ﻁ‬ ‫ﻴ ﹾ‬ ‫ﻋ ٍﻡ‬ ِ ‫ﻋﻠﹶﻰ ﻁﹶﺎ‬  ‫ﻤﹰﺎ‬‫ﺤﺭ‬  ‫ﻤ‬ ‫ﻲ‬  ‫ﻲ ِﺇﹶﻟ‬ ‫ﺤ‬ ِ ‫ﺎ ﺃُﻭ‬‫ﺩ ﻓِﻲ ﻤ‬ ‫ﺠ‬ ِ ‫ل ﻻ َﺃ‬ ْ ‫ﹸﻗ‬ ِ‫ﻴﺭ‬ ‫ﻘﹰﺎ ُﺃ ِﻫلﱠ ﻟِ ﹶﻐ‬‫ﻭ ِﻓﺴ‬ ‫ﺱ َﺃ‬  ‫ﺠ‬  ‫ﻪ ِﺭ‬ ‫ﺨ ﹾﻨﺯِﻴ ٍﺭ ﹶﻓِﺈﻨﱠ‬ ِ ‫ﺤﻡ‬  ‫ﻭ ﹶﻟ‬ ‫ﺴﻔﹸﻭﺤﹰﺎ َﺃ‬  ‫ﻤ‬ ‫ﻤﹰﺎ‬‫ﻭ ﺩ‬ ‫ﻴ ﹶﺘﺔﹰ َﺃ‬ ‫ﻤ‬ :‫ﻡ )ﺍﻷﻨﻌﺎﻡ‬ ‫ﺭﺤِﻴ‬ ‫ﺭ‬ ‫ﻏﻔﹸﻭ‬ ‫ﻙ ﹶ‬  ‫ﺒ‬ ‫ﺭ‬ ‫ﻥ‬  ‫ﺎ ٍﺩ ﹶﻓِﺈ‬‫ﻻ ﻋ‬‫ﻍ ﻭ‬ ٍ ‫ﺎ‬‫ ﺒ‬‫ﻴﺭ‬ ‫ﻏ‬ ‫ ﹶ‬‫ﻁﺭ‬ ‫ﻀﹸ‬  ‫ﻥِ ﺍ‬‫ﺍﻟﱠﻠ ِﻪ ِﺒ ِﻪ ﹶﻓﻤ‬ (145 Artinya: “Katakanlah: “Tidaklah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali jika makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir atau daging babi karena sesungguhnya semua itu kotoran. (rijs) atau binatang yang disembelih atas nama selain Allah. Barang siapa yang dalam keadaan terpaksa sedang dia tidak menginginkannya

31

Ibid, hlm 440

37

dan tidak (pula) melampaui batas, maka sesungguhnya Tuhanmu maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.32 Keharaman bangkai, darah, babi, sudah disebutkan pada pembahasan sebelumnya. Pada lafad ‫ﺍﻟﻤﻨﺨﻨﻘﺔ‬ pada lafad

‫ﺍﻟﻤﻴﺘﺔ‬.

,‫…ﺍﻟﻤﻭﻓﻭﺩﺓ‬itu termasuk

Surat Al-An’am turun di Makkah (sebelum Nabi

hijrah) makanan diharamkan pada waktu itu yakni bangkai. Darah dan babi. Sedangkan surah Al-Maidah turun di Madinah dan turunnya lebih akhir daripada surat Al-An’am. Bisa saja ini sebagai penjelas terhadap ayat yang turunnya lebih awal. Dan huruf (

‫ ) ﺃﻭ‬pada ayat

‫ﺍﻭ ﺇﻻ ﺍﻥ ﻴﻜﻭﻥ ﻤﻴﺘﺔ‬...‫ ﺃﻭﺩﻤﺎ‬lafad ( ‫ ) ﺃﻭ‬ini kalau bersanding dengan ‫ﻻ‬

huruf (

) maka mempunyai arti “Dan”, “ Tidak”, “Atau”, sebagai

pilihan sehingga keharaman yang dimaksud adalah bangkai dan darah yang mengalir, dan babi, tidak bangkai atau…atau… Abu Bakar berkata: bahwa ada perbedaan pendapat diantara para ulama, tentang keharaman hewan yang bertaring dan burung yang mempunyai kuku tajam. Menurut Imam Abu Hanifah, Abu Yusuf Zufr dan Muhammad, Imam Malik dan Imam Syafi’I, bahwa tidak dihalalkan hewan yang mempunyai taring dan burung yang berkuku tajam.33 Pendapat ini dikuatkan dengan hadist Nabi SAW:

‫ﺤﺩﺜﻨﺎ ﻤﺤﻤﻭﺩ ﺒﻥ ﻏﻴﻼﻥ ﺤﺩﺜﻨﺎ ﺍﺒﻭﺍ ﻟﻨﻀﺭ ﻫﺎﺸﻡ ﺒﻥ ﺍﻟﻘﺎﺴﻡ ﺤﺩﺜﻨﺎ‬ ‫ ﺤﺭﻡ‬:‫ﻋﻜﺭﻤﺔ ﺒﻥ ﻋﻤﺎﺭ ﻋﻥ ﻴﺤﻴﻰ ﺒﻥ ﺃﺒﻲ ﺴﻠﻤﺔ ﻋﻥ ﺠﺎﺒﺭ ﻗﺎل‬ ‫ﺭﺴﻭل ﺍﷲ ﺼﻠﻰ ﺍﷲ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺴﻠﻡ ﻴﻌﻨﻲ ﻴﻭﻡ ﺨﻴﺒﺭ ﺍﻟﺤﻤﺭ ﺍﻹﻨﺴﻴﺔ‬ ‫ﻭﻟﺤﻭﻡ ﺍﻟﺒﻐﺎل ﻭﻜل ﺫىﻨﺎﺏ ﻤﻥ ﺍﻟﺴﺒﺎﻉ ﻭﺫﻯ ﻤﺨﻠﺏ ﻤﻥ ﺍﻟﻁﻴﺭ‬ 32 33

tth, hlm 26

Departemen Agama RI, Op.cit, hlm 213 Imam Abu Bakar Ahmad Ar-Razi Al-Jashash, Ahkam Al-Quran, Juz III, Darul Fik,

38

Artinya: “Bercerita kepada kami Mahmud bin Ghalib, bercerita kepada kami Abu Nadhor Hasyim bin Al-Qosyim, bercerita kepada kami Ikrimah bin Imar dari Yahya bin Abi Katsir dari Abi Salamah dari Jabir ia berkata: Rasulullah SAW.: telah mengharamkan yaitu pada hari perang khoibar mengalirkan darah manusia dan daging kuda dan setiap hewan buas yang memiliki taring dan burung yang mempunyai kuku yang tajam”.34

Tentang hewan singa bumi para ulama berbeda pendapat diantaranya, menurut Imam Malik dan Auza’I bahwa memakankan hewan singa bumi seperti landak, tikus dan lainnya itu hukumnya makruh. Sedangkan menurut Imam Syafi’I semua itu hukumnya haram dengan alasan bahwa segala sesuatu binatang yang dianggap kotor atau jijik oleh orang Arab tergolong khobaits, seperti srigala, tikus, ular, gagak dan sejenisnya. Karena dianggap kotor dan jijik maka keharamannya tergolong pada

‫ﺍﻟﺨﺒﺎﺌﺙ‬.35

d. Sebagaimana firman Allah Surah Al-A’raf ayat 157:

‫ﻋ ْﻨ َﺪ ُه ْﻢ ﻓِﻲ‬ ِ ‫ﺠﺪُو َﻧ ُﻪ َﻣ ْﻜﺘُﻮﺑًﺎ‬ ِ ‫ﻲ ا ْﻟُﺄﻣﱢﻲﱠ اﱠﻟﺬِي َﻳ‬ ‫ل اﻟ ﱠﻨ ِﺒ ﱠ‬ َ ‫ن اﻟ ﱠﺮﺳُﻮ‬ َ ‫ﻦ َﻳ ﱠﺘ ِﺒﻌُﻮ‬ َ ‫اﱠﻟﺬِﻳ‬ ‫ﻞ َﻟ ُﻬ ُﻢ‬ ‫ﺤﱡ‬ ِ ‫ﻦ ا ْﻟ ُﻤ ْﻨ َﻜ ِﺮ َو ُﻳ‬ ِ‫ﻋ‬ َ ‫ف َو َﻳ ْﻨﻬَﺎ ُه ْﻢ‬ ِ ‫ﻞ َﻳ ْﺄ ُﻣ ُﺮ ُه ْﻢ ﺑِﺎ ْﻟ َﻤ ْﻌﺮُو‬ ِ ‫اﻟ ﱠﺘ ْﻮرَا ِة وَا ْﻟ ِﺄ ْﻧﺠِﻴ‬ ‫ل اﱠﻟﺘِﻲ‬ َ ‫ﺻ َﺮ ُه ْﻢ وَا ْﻟ َﺄﻏْﻼ‬ ْ ‫ﻋ ْﻨ ُﻬ ْﻢ ِإ‬ َ ‫ﻀ ُﻊ‬ َ ‫ﺚ َو َﻳ‬ َ ‫ﺨﺒَﺎ ِﺋ‬ َ ‫ﻋَﻠ ْﻴ ِﻬ ُﻢ ا ْﻟ‬ َ ‫ﺤﺮﱢ ُم‬ َ ‫ت َو ُﻳ‬ ِ ‫ﻄ ﱢﻴﺒَﺎ‬ ‫اﻟ ﱠ‬ ‫ﺼﺮُو ُﻩ وَا ﱠﺗ َﺒﻌُﻮا اﻟﻨﱡﻮ َر اﱠﻟﺬِي‬ َ ‫ﻋ ﱠﺰرُو ُﻩ َو َﻧ‬ َ ‫ﻦ ﺁ َﻣﻨُﻮا ِﺑ ِﻪ َو‬ َ ‫ﻋَﻠ ْﻴ ِﻬ ْﻢ ﻓَﺎﱠﻟﺬِﻳ‬ َ ‫ﺖ‬ ْ ‫آَﺎ َﻧ‬ (157:‫ن )ﻷﻋﺮاف‬ َ ‫ﻚ ُه ُﻢ ا ْﻟ ُﻤ ْﻔِﻠﺤُﻮ‬ َ ‫ل َﻣ َﻌ ُﻪ أُوَﻟ ِﺌ‬ َ ‫ُأ ْﻧ ِﺰ‬ Artinya: “orang-orang yang mengikuti Rasul, Nabi yang Ummi, yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam taurat dan injil yang ada di sisi mereka, yang menyuruh mereka megerjakan 34

Abi Isa bin Muhammad bin Isa, Al-Jami’As-Shahih Wa Huwa Sunan AT-Tirmidzi, Jilid 4, Dar-Fikr, t.k, 1988, hlm 61 35 Imam Abu Bakar Ahmad Ar-Razi Al-Jashash, Op.cit., hlm 29

39

yang ma’ruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang mungkar dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk dan membuang dari nereka beban-beban dan belenggu yang ada pada mereka). Maka orang-orang yang beriman kepadanya, memahaminya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (Al-Quran), mereka itulah orang-orang yang beruntung”.36

B. AL-QURTHUBI 1. Riwayat Hidup dan Karya-Karya Al-Qurtubi Al-Qurtubi adalah salah seorang mufassir dan seorang alim yang mumpuni.37 Nama lengkapnya adalah Abu Abdullah Muhammad bin Ahmad bin Ali Abi Bakar bin Faraj Al Ansari Al Hajraji Al-Andalusi AlQurtubi.

38

Beliau termasuk salah seorang ulama yang dilahirkan di

Spanyol, dimana dan kapan tepatnya berkaitan dengan kelahiran beliau tidak diketahui. Ia adalah hamba Allah yang saleh, bijaksana, wira’i dan zuhud. Beliau menghabiskan waktunya untuk urusan-urusan yang bisa menolong kearah akhirat dan untuk mencari keridloan Allah, beribadah dan mengarang. Beliau merantau keluar daerahnya (Al-Makary) untuk belajar ilmuilmu agama, sehingga menjadi sarjana yang teliti dan kehidupannya cenderung asketisme dan selalu meditasi tentang kehidupan setelah mati. Al-Qurtuby telah belajar ilmu-ilmu agama kepada para ulama di masanya. Diantara para gurunya yang terkenal adalah Abu Abbas Ahmad bin Umar Al Qurtuby yang mempunyai kitab Shahih Muslim. Tokoh ini seorang guru ulama salaf yang terkenal ahli bahasa Arab. 36

Departemen Agama, Op.cit., hlm 246 As-Sayyid Muhammad ‘Ali Iyaziy, Al Mufassiruun Hayatun wa Minhajuhum wizarah as-saqafah wa Al-Irsyad Al Islamy, Teheran, 1414 H., hlm 409. 38 Muhammad Husain Al Zahabi, Al-Tafsir wa Al-Mufassirun, Juz , Daar Al-Maktabah Al Harisah, Mesir, 1976, hlm. 457 37

40

Setelah Al-Qurtubi menuntut ilmu dari beberapa guru reputasinya menjadi besar, pada kenyataannya setelah pergi ke arah timur di dataran tinggi Mesir, beliau juga belajar ilmu hadis. Seperti Imam Nawawi telah mengutip dari kitab mufhimnya di beberapa tempat dari karya-karyanya yang menyebutkan ada dua tokoh dari siapa Al-Qurtuby telah belajar ilmu hadis, yaitu dari Al Hafidz Abu Ali Hasan Ali bin Muhammad bin Ali Hafzi bin Yahsubi.39 Dari beberapa ulama pada masanya ia belajar agama dan belajar bahasa arab serta belajar ilmu hadis dari tokoh ulama di Mesir, beliau menjadi paham agama serta meneruskan cita-citanya untuk mengarang dan menulis yang berguna pada masanya. Dimana terlihat semasa hidupnya banyak karya-karya ilmiahnya yang antara selain sebagai berikut: 1. Al Jami’ li-Akham al-Quran 2. At-Tadzkiratu fi Ahwali al-Mauta wa Umuri al-Akhirati 3. Al-Asna fi Syarkhi al-Asma’ al-Husna 4. At-Tadzkaru fi Afdlali al-Adzkari 5. At-Tadzkiratu bi al-Umuri al-Akhirati 6. Syarh at-Tuqsho fi al-Hadis al-Nabawi 7. Al-I’lam bima fi Dini al-Nashoro min al-Mafasid wa al-Auhani wa Idhari Makhosini Dini al-Islami. 40 Komentar-komentarnya dalam kitab diatas adalah sangat semurna dan sangat berguna. Kebanyakan para pengarang yang menceritakan tentang Al-Qurtubi mereka mengakui serta mengambil rujukan pendapat dari komentar kitab Al-Qurtubi. E.J. Brill menjelaskan dalam kaitannya muqoddimahnya tafsir Al-Jami’ li Ahkam al-Quran, yang menerangkan 39

. Ibid,. hlm. 512 . Muhammad Hussain al-Zahabi, op.cit., hlm. 457

40

41

pada nilai Al Quran akan mendapatkan tingkatan yang tinggi dan keutamaan dimata Allah bagi mereka yang membawa dan mempunyai kemampuan ijtihad untuk menggali isi kandungan Al Quran.41 Melihat kembali tentang karya-karya seperti kitab Al-Tadzkiroh fi Umuri Al-Akhiroh dan kitab Syarh at-Tuqsho, ia Ibnu Farihun berkata: bahwa saya tidak berkomentar dari kitab-kitab itu mempunyai bahar rojaz. Imam Al-Qurtubi kemudian berdomisili di Munyah Ibnu Kasib, selanjutnya beliau meninggal dan dimakamkan di Munyah pada malam senin 9 Syawal 671 H. 42 2. Bentuk Metode dan Corak Penafsiran Al-Qurtubi a. Bentuk Penafsiran Al-Qurtubi Kitab tafsir jami’ li Ahkam al-Quran karya Al-Qurtubi termasuk dalam tafsir Al-Ra’yi. Yaitu suatu metode penafsiran AlQuran yang pola pemahamanya dilakukan melalui ijtihad setelah seorang mufassir Al-Ra’yi mengetahui beberapa syaratnya. 43Al-Ra’yi terlebih dahulu harus mencari makna ayat-ayat Al-Quran yang terdapat dalam Al-Quran itu sendiri, lalu pada sunnah Nabi SAW, perbuatan para sahabat dan tabi’in. jika tidak menjumpai dalil yang terdapat pada beberapa sumber diatas, barulah seorang mufassir menggunakan kekuatan akal pikirannya (ijtihad).44 b. Metode Penafsiran Al-Qurtubi Berbeda dengan tafsir al-Quran karya para ulama sedunia . tafsir al-jami’ li- ahkam al-quran lebih menekankan pada pemahaman hukum islam dari segi fungsinya sebagai petunjuk bagi umat islam

41

. Ibid., hlm. 512 . Al-Qurtubi, Al Jami’ li Ahkam al-Quran, Juz I, Dar Al-Kutub Al-Misriyyah, 1967,

42

hlm. 1

43

. M. Nur Ichwan, Memasuki Dunia Al Qur’an, Lubuk Raya, Semarang, 2001, hlm. 180 . M. Nur Ichwan, Belajar Mudah Ilmu-Ilmu Al-Quran, Semarang, 2001, hlm. 215

44

42

untuk mencapai kebahagian hidup didunia dan akhirat, karena inilah tujuan utama menafsirkan Al-Quran. Metode yang digunakan al-qurtubi dalam menyusun tafsirnya dapat di golongkan sebagai tafsir tahlili atau analitik. Karena dalam penyusunannya dengan menafsirkan ayat-ayat sesuai dengan runtutan dalam mushaf al-quran. Sedangkan dalam rangka menerangkan maknanya yang terkandung dalam ayat dilakukan melalui beberapa ciri yaitu ciri kebahasan, munasabah ayat, hubungan ayat dengan hadis, hubungannya dengan sosial histori kultural.45 c. Corak Penafsiran Al-Qurtubi Kitab tafsir jami’ ahkam karya Al-Qurtubi termasuk tafsir yang bercorak fikih. Dalam tafsirnya ini Qurtubi tdak menafsirkan diri pada ayat-ayat hukum semata, tetapi menafsirkan Al-Qur’an secara menyeluruh.46

3. Penafsiran Al-Qurtubi terhadap Makanan Yang Diharamkan Dalam Al-Quran a. Surah Al-Baqarah Ayat 173:

ِ‫ﻥ‬‫ﻴﺭِ ﺍﻟﱠﻠ ِﻪ ﹶﻓﻤ‬ ‫ﺎ ُﺃ ِﻫلﱠ ِﺒ ِﻪ ﻟِ ﹶﻐ‬‫ﻭﻤ‬ ‫ﺨ ﹾﻨﺯِﻴ ِﺭ‬ ِ ‫ ﺍ ﹾﻟ‬‫ﺤﻡ‬  ‫ﹶﻟ‬‫ﻡ ﻭ‬ ‫ﺩ‬ ‫ﺍﻟ‬‫ﻴ ﹶﺘ ﹶﺔ ﻭ‬ ‫ﻡ ﺍ ﹾﻟﻤ‬ ‫ﻴﻜﹸ‬ ‫ﻋﹶﻠ‬  ‫ﻡ‬ ‫ﺭ‬ ‫ﺤ‬  ‫ﺎ‬‫ِﺇ ﱠﻨﻤ‬ :‫ﻡ )ﺍﻟﺒﻘﺭﺓ‬ ‫ﺭﺤِﻴ‬ ‫ﺭ‬ ‫ﻏﻔﹸﻭ‬ ‫ﻪ ﹶ‬ ‫ﻥ ﺍﻟﱠﻠ‬  ‫ﻴﻪِ ِﺇ‬ ‫ﹶﻠ‬‫ﻡ ﻋ‬ ‫ﺎ ٍﺩ ﻓﹶﻼ ِﺇ ﹾﺜ‬‫ﻻ ﻋ‬‫ﻍ ﻭ‬ ٍ ‫ﺎ‬‫ ﺒ‬‫ﻴﺭ‬ ‫ﻏ‬ ‫ ﹶ‬‫ﻁﺭ‬ ‫ـ ﹸ‬‫ﺍﻀ‬ (173 Artinya: “Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan (harrama) bagimu bangkai, darah, daging babi dan binatang yang (ketika disembelih) di sebut (nama) selain Allah. Tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang

45 46

Muhammad Ali Iyazi, op.cit. hlm. 411 . Manna’ Khalil Al-Qattan, op.cit., hlm. 514

43

ia tidak mengingnkannya dantidak (pula) melampaui batas ‫س‬ maka tidak ada dosa bagimu. (Al-Baqarah, 173)47

Dalam ayat ini

‫ ﺍﻨﻤﺎ ﺤﺭﻡ ﻋﻠﻴﻜﻡ ﺍﻟﻤﻴﺘﺔ‬tidak ada hukum

haram

yang dikeluarkan dari ayat tersebut, karena ayat tersebut turun di Madinah dn dikuatkan dengan ayat lain yang menurut riwayat ayat itu turun di Arofah. Bangkai adalah sesuatu ruh yang berpisah dengan cara tidak di sembelih, dan sesuatu yang dimakan maka sembelihannyaq itu seperti bangkainya. Kebanyakan pakar ilmu itu memperbolehkan memakan sesuatu yang ada di dalam laut baik itu mati ataupun hidup, ini merupakan pendapat Imam Maliki. Lafad

‫اﻨﻤﺎ‬

itu adalah kalimat yang digunakan untuk meringkas

yang memuat makna tidak ada dan tetap maka suatu lafad yang di ucapkan itu hukumnya tetap dan lafad yang tidak diucapkan (selainnya) itu hukumnya tidak ada dan lafad

‫ﻤـﺎ‬

yang ada pada ayat

tersebut itu berfaedah meringkas suatu yang haram, dan terkadang menghasilka hukum halal, seperti pada ayat:

‫ﻴﺎﺍﻴﻬﺎﺍﻟﺫﻴﻥ ﺍﻤﻨﻭﺍﻜﻠﻭﺍ ﻤﻥ ﻁﻴﺒﺎﺕ ﻤﺎ ﺭﺯﻗﻨﺎﻜﻡ‬ lafad “maa” yang ada pada ayat tersebut itu berfaedah membolehkan mutlak. Maka tidak ada hukum haram yang dikeluarkan dari ayat tersebut. Ayat tersebut turun di Madinah dan dikuatkan dengan ayat yang menurut riwayat ayat itu turun di Arafah48.

47

. Departemen Agama RI, loc. cit.hlm. 42 . Li Abi Abdullah Muhammad Ibnu Ahmadi Al Ansori Al-Qurtubi, Jami’ al-Ahkam aQur’an, Jilid 1-2, Dar al-Kutub al-Alamiah, Beirut, Libanon, 1993, hlm. 145 48

44

‫ن‬ َ ‫ن َﻳﻜُﻮ‬ ْ ‫ﻄ َﻌ ُﻤ ُﻪ ِإﻟﱠﺎ َأ‬ ْ ‫ﻋ ٍﻢ َﻳ‬ ِ ‫ﻋﻠَﻰ ﻃَﺎ‬ َ ‫ﺤﺮﱠﻣًﺎ‬ َ ‫ﻲ ُﻣ‬ ‫ﻲ ِإَﻟ ﱠ‬ َ‫ﺣ‬ ِ ‫ﺟ ُﺪ ﻓِﻲ ﻣَﺎ أُو‬ ِ ‫ﻞ ﻻ َأ‬ ْ ‫ُﻗ‬ ‫ﺲ َأ ْو ِﻓﺴْﻘًﺎ ُأ ِهﻞﱠ ِﻟ َﻐ ْﻴ ِﺮ اﻟﱠﻠ ِﻪ‬ ٌ ‫ﺟ‬ ْ ‫ﺧ ْﻨﺰِﻳ ٍﺮ َﻓِﺈ ﱠﻧ ُﻪ ِر‬ ِ ‫ﺤ َﻢ‬ ْ ‫ﺴﻔُﻮﺣ ًﺎ َأ ْو َﻟ‬ ْ ‫َﻣ ْﻴ َﺘ ًﺔ َأ ْو دَﻣًﺎ َﻣ‬ (145:‫ﻏﻔُﻮ ٌر َرﺣِﻴ ٌﻢ )اﻷﻧﻌﺎم‬ َ ‫ﻚ‬ َ ‫ن َر ﱠﺑ‬ ‫غ وَﻻ ﻋَﺎ ٍد َﻓِﺈ ﱠ‬ ٍ ‫ﻏ ْﻴ َﺮ ﺑَﺎ‬ َ ‫ﻄﺮﱠ‬ ُ‫ﺿ‬ ْ ‫ﻦا‬ ِ ‫ِﺑ ِﻪ َﻓ َﻤ‬ Artinya: “Katakanlah: “Tidaklah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali jika makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir atau daging babi karena sewsungguhnya semua itu kotoran. (rijs) atau binatang yang disembelih atas nama selain Allah. Barang siapa yang dalam keadaan terpaksa sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka sesungguhnya Tuhanmu maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. 49 Bangkai adalah suatu ruh yang terpisah dengan jalan tidak disembelih, dan sesuatu yang haram di makan seperti binatang buas. Ayat diatas adalah umum, kemudian di takhsis dengan perkataan nabi:

‫ﺤﺩﺜـﻨﺎ ﺍﺒـﻭ ﻤﺼﻌﺏ ﺜﻨﺎ ﻋﺒﺩﺍﻟﺭﺤﻤﻥ ﺒﻥ ﺯﻴﺩ ﺒﻥ ﺍﺴﻠﻡ ﻋﻥ ﺍﺒﻴﻪ ﻋﻥ‬ ‫ ﺍﺤﻠﺕ ﻟﻨﺎ‬:‫ﻋـﺒﺩﺍﷲ ﺒﻥ ﻋﻤﺭ ﺍﻥ ﺭﺴﻭل ﺍﷲ ﺼﻠﻰ ﺍﷲ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺴﻠﻡ ﻗﺎل‬ ‫ﻤﻴﺘـﺘﺎﻥ ﻭﺩﻤـﺎﻥ ﻓﺎﻤﺎﺍﻟﻤﻴﺘـﺘﺎﻥ ﻓﺎﻟﺤـﻭﺕ ﻭﺍﻟﺠﺭﺍﺩ ﻭﺍﻤﺎﺍﻟﺩﻤﺎﻥ ﻓﺎﻟﻜﺒﺩ‬ ‫ﻭﺍﻟﻁﺤﺎل‬ Artinya: “Abu Mas’ud menceritakan pada kita dari Abdurrahman bin Zaid bin Aslam dari bapaknya dari Abdullah bin Umar sesungguhnya rasulullah SAW bersabda:telah dihalalkan bagi kalian dua bangkai dan dua darah, adapun dua bangkai itu adalah ikan dan belalang sedangkan dua darah yaitu hati dan limpa”. 50

49

. Departemen Agama RI, loc. cit, hlm 213 . Sunan Al-Hafidz bin Abdillah Muhammad ibn Yazid al-Qojwini ibnu Majah, Juz II, Dar al-Fikr, hlm. 1152 50

45

Kebanyakan

pakar

ilmu

madzhab

Imam

Maliki

itu

memperbolehkan memakan sesuatu yang ada di dalam laut baik mati atau hidup. Dari hadits diatas dapat diambil kesimpulan bahwa memakan bangkai belalang itu boleh dan halal bagaimanapun cara-mati-nya. Dan pendapat itu didukung oleh Imam Nafi’ dan Ibnu Abdul Hakim dan kebanyakan ulama pun mendukungnya. Dan keterangan itu juga menurut Madzhab Syafii dan Abu Hanifah. Sedangkan Imam Malik melarang memakan belalang yang matinya itu sebab dibungkam hidungnya, karena itu termasuk binatang buruan darat. Para ulama ikhtilaf (berbeda pendapat) tentang apakah boleh mengambil sesuatu manfaat atau memanfaatkan bangkai atau sesuatu yang najis. Menurut Imam Malik itu boleh, karena Nabi pernah berjalan melewati bangkai kambingnya Maemunah, kemudian Nabi berkata “hendaklah kalian ambil kulitnya”. Sedangkan menurut salah satu ulama itu tidak boleh memanfaatkan sesuatu dari bangkai atau sesuatu yang najis. Dan tidak diperbolehkan menyirami sesuatu tanaman atau memberi minuman hewan dengan air yang najis dan pendapat ini mengambil dalil

‫ ﺤـﺭﻤﺕ ﻋﻠﻴﻜﻡ ﺍﻟﻤﻴﺘﺔ ﻭﺍﻟﺩﻡ‬dan hadits

nabi yang artinya bahwa “Rasul itu melarang memanfaatkan sesuatu dari bangkai bagaimanapun bentuknya”. 51 Adapun onta sapi dan kambing yang disembelih dan didalam perutnya itu terdapat janin yang mati, maka memakan janin itu hukumnya

boleh,

karena

penyembeliha

janin

itu

termasuk

penyembeliha induknya. Kecuali ketika janin itu keluar dalam keadaan hidup kemudian disembelih maka itu memiliki hukum sendiri. Begitu juga apabila ada orang menjual kambing tetapi mengecualikan janin

51

. Li Abi Abdullah Muhammad Ibnu Ahmadi Al Ansori Al-Qurtubi, loc.cit., hlm 145

46

yang ada pada kambing itu maka hukumnya tidak boleh, karena antara kambing dan janinnya itu satu anggota.

‫ ﻭﺍﻟﺩﻡ‬ulama sepakat bahwa darah itu haram

dan najis sehingga

tdak boleh dimakan atau dimanfaatkan. Dan menurut Ibnu Khuwaidz Mandhadhi bahwa darah yan ada atau menempel pada daging itu tidak haram (di ma’fu).52 Sedangka mayoritas ulama berpendapat bahwa darah itu haram dengan mengambil dasar firman Allah surat Al-Maidah ayat 3 yang berbunyi:

(3:‫ﻡ )ﺍﻟﻤﺎﺌﺩﺓ‬ ‫ﺍﻟﺩ‬‫ﻴ ﹶﺘ ﹸﺔ ﻭ‬ ‫ﻤ‬ ‫ﻡ ﺍ ﹾﻟ‬ ‫ﻴﻜﹸ‬ ‫ﻋﹶﻠ‬  ‫ﺕ‬ ‫ﻤ ﹾ‬ ‫ﺭ‬ ‫ﺤ‬  Artinya: “Diharamkan bagimu (memakan) bangkai dan darah……”. Darah yang disebut dalam ayat tersebut diatas masih umum karena segala macam darah masuk didalamnya dan hukumnya haram. Pada ayat yang lain Allah berfirman:

‫ن‬ َ ‫ن َﻳﻜُﻮ‬ ْ ‫ﻄ َﻌ ُﻤ ُﻪ ِإﻟﱠﺎ َأ‬ ْ ‫ﻋ ٍﻢ َﻳ‬ ِ ‫ﻋﻠَﻰ ﻃَﺎ‬ َ ‫ﺤﺮﱠﻣًﺎ‬ َ ‫ﻲ ُﻣ‬ ‫ﻲ ِإَﻟ ﱠ‬ َ‫ﺣ‬ ِ ‫ﺟ ُﺪ ﻓِﻲ ﻣَﺎ أُو‬ ِ ‫ﻞ ﻻ َأ‬ ْ ‫ُﻗ‬ (145:‫ﺴﻔُﻮﺣ ًﺎ )اﻷﻧﻌﺎم‬ ْ ‫َﻣ ْﻴ َﺘ ًﺔ َأ ْو دَﻣًﺎ َﻣ‬ Artinya: “Katakanlah:”Tidaklah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali jika makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir”. 53 Ayat diatas menerangkan bahwa darah yang

‫ـﺴﻔﻭﺤﺎ‬ ‫ﻤـ‬

itu

hukumnya haram. Dan diriwayatkan dari siti A’isyah ia berkata bahwa kita pernah memasak hewan yang hidup di darat di laut pada zaman rasulullah, kemudian kami menghilangkan warna kuning dari darah kemudian kami memakannya. Keadaan itu diperbolehkan karena ada masyaqoh dan suatu hal yang masyaqoh dalam agama itu akan mendapatkan keringanan Allah 52

. Ibid. hlm. 145 . Departemen Agama RI, op.cit. hlm. 212-213

53

47

menyebutkan lafadz

‫ﻭﺍﻟـﺩﻡ‬

dalam al-Quran itu adalah mutlak dan

batasannya adalah pada surat al-An’am yaitu

‫ ﻤـﺴﻔﻭﺤﺎ‬karena darah

kalau bercampur dengan daging kemudian darah itu mengalir maka hukumnya haram dengan dalil ijma’. Begitu juga

‫ ﺍﻟﻜـﺒﺩ‬dan ‫اﻟﻁﺤﺎل‬

itu hukumnya haram. Adapun mengenai darah itu para ulama berbeda pendapat menurut riwayat dari Imam Al-Qobis bahwa darah ikan itu suci dan tidak haram, dan pendapat ini dipilih oleh Ibn Al-Araby, ia berkata bahwa kalau darah ikan itu najis maka syarak itu mensyariatkan untuk menyembelihnya.

‫ﻭﻟﺤـﻡ ﺨﻨﺯﻴـﺭ‬

Allah mengkhususkan dengan menyebutkan

daging babi itu adalah untuk menunjukkan bahwa babi itu haram baikitu di sembelih ataupun tidak disembelih. Ulama ber-ijma’ tentang haramnya lemak babi karena daging dan lemak itu ada persamaan arti, lemak itu termasuk daging tetapi kalau daging tidak termasuk lemak, Allah mengharamkan lemak kepada bani Israil.54 Allah berfirman surah Al-An’am ayat 146:

(146:‫ﺎ )ﺍﻷﻨﻌﺎﻡ‬‫ﻬﻤ‬ ‫ﻤ‬ ‫ﻭ‬‫ﺸﺤ‬ ‫ﻡ ﹸ‬ ‫ﻴ ِﻬ‬ ‫ﻋﹶﻠ‬  ‫ﻤﻨﹶﺎ‬ ‫ﺭ‬ ‫ﺤ‬  Artinya: “Kami haramkan atas mereka lemak dari kedua binatang itu……”.55

‫ﻭﻤـﺎ ﺍﻫل ﺒﻪ ﻟﻐﻴﺭ ﺍلﻟﻪ‬

Yaitu hewan yang disembelih

dengan menyebut nama selain Allah yaitu sembelihan orang Majusi, orang Ma’atil, orang Watsani. Orang majusi menyembelih karena api, orang Ma’atil menyembelih karena dirinya sendiri (karena tidak punya 54

. Li Abi Abdullah Muhammad Ibnu Ahmadi Al Ansori Al-Qurtubi, op.cit. hlm. 145 Departemen Agama RI, Op.,cit.hlm 213

55

48

kepercayaan) dan tidak ada perbedan tentang haramnya sembelihan mereka (majusi dan lain-lain).artinya sembelihan mereka itu tidak boleh di makan pendapat ini menurut imam malik, syafi’I dan lainlain.56 b. Surah al-Maidah Ayat 3:

‫ﻴﺭِ ﺍﻟﱠﻠ ِﻪ ِﺒ ِﻪ‬ ‫ﺎ ُﺃ ِﻫلﱠ ﻟِ ﹶﻐ‬‫ﻭﻤ‬ ‫ﺨ ﹾﻨﺯِﻴ ِﺭ‬ ِ ‫ﻡ ﺍ ﹾﻟ‬ ‫ﺤ‬  ‫ﻭﹶﻟ‬ ‫ﻡ‬ ‫ﺩ‬ ‫ﺍﻟ‬‫ﻴ ﹶﺘ ﹸﺔ ﻭ‬ ‫ﻤ‬ ‫ﻡ ﺍ ﹾﻟ‬ ‫ﻴﻜﹸ‬ ‫ﻋﹶﻠ‬  ‫ﺕ‬ ‫ﻤ ﹾ‬ ‫ﺭ‬ ‫ﺤ‬  ‫ﻡ‬ ‫ﻴ ﹸﺘ‬ ‫ﺎ ﹶﺫ ﱠﻜ‬‫ﻊ ِﺇﻟﱠﺎ ﻤ‬ ‫ﺒ‬ ‫ل ﺍﻟﺴ‬ َ ‫ﺎ َﺃ ﹶﻜ‬‫ﻭﻤ‬ ‫ﺤ ﹸﺔ‬  ‫ﺍﻟﱠﻨﻁِﻴ‬‫ ﹸﺔ ﻭ‬‫ﺩﻴ‬ ‫ﻤ ﹶﺘﺭ‬ ‫ﺍ ﹾﻟ‬‫ﻭﻗﹸﻭ ﹶﺫ ﹸﺓ ﻭ‬ ‫ﻤ‬ ‫ﺍ ﹾﻟ‬‫ﺨﻨِ ﹶﻘ ﹸﺔ ﻭ‬ ‫ﻤ ﹾﻨ ﹶ‬ ‫ﺍ ﹾﻟ‬‫ﻭ‬ ‫ﺱ‬  ‫ﻴ ِﺌ‬ ‫ﻡ‬ ‫ﻭ‬ ‫ﻴ‬ ‫ﻕ ﺍ ﹾﻟ‬ ‫ﺴﹲ‬  ‫ﻡ ِﻓ‬ ‫ﻻ ِﻡ ﹶﺫِﻟ ﹸﻜ‬‫ﻭﺍ ﺒِﺎ ﹾﻟَﺄﺯ‬‫ﺴﻤ‬ ِ ‫ﺴ ﹶﺘ ﹾﻘ‬  ‫ﻥ ﹶﺘ‬  ‫ﻭَﺃ‬ ‫ﺏ‬ ِ ‫ﺼ‬  ‫ﻋﻠﹶﻰ ﺍﻟ ﱡﻨ‬  ‫ﺢ‬  ‫ﺎ ﹸﺫ ِﺒ‬‫ﻭﻤ‬ ‫ﻡ‬ ‫ﻡ ﺩِﻴ ﹶﻨ ﹸﻜ‬ ‫ﺕ ﹶﻟ ﹸﻜ‬ ‫ﻤ ﹾﻠ ﹸ‬ ‫ﻡ َﺃ ﹾﻜ‬ ‫ﻭ‬ ‫ﻴ‬ ‫ﻥ ﺍ ﹾﻟ‬ ِ ‫ﻭ‬ ‫ﺸ‬ ‫ﺨﹶ‬ ‫ﺍ ﹾ‬‫ﻡ ﻭ‬ ‫ﻫ‬ ‫ﻭ‬ ‫ﺸ‬ ‫ﺨﹶ‬ ‫ﻡ ﻓﹶﻼ ﹶﺘ ﹾ‬ ‫ﻥ ﺩِﻴ ِﻨ ﹸﻜ‬  ‫ﻭﺍ ِﻤ‬‫ﻥ ﹶﻜ ﹶﻔﺭ‬  ‫ﺍﱠﻟﺫِﻴ‬ ‫ ﻓِﻲ‬‫ﻁﺭ‬ ‫ﻀﹸ‬  ‫ﻥِ ﺍ‬‫ﻡ ﺩِﻴﻨﹰﺎ ﹶﻓﻤ‬ ‫ﻼ‬‫ﻡ ﺍ ﹾﻟِﺄﺴ‬ ‫ﺕ ﹶﻟﻜﹸ‬ ‫ﺭﻀِﻴ ﹸ‬ ‫ﻭ‬ ‫ﻤﺘِﻲ‬ ‫ﻌ‬ ‫ﻡ ِﻨ‬ ‫ﻴ ﹸﻜ‬ ‫ﻋﹶﻠ‬  ‫ﺕ‬ ‫ﻤ ﹸ‬ ‫َﺃ ﹾﺘﻤ‬‫ﻭ‬ (3:‫ﻡ )ﺍﻟﻤﺎﺌﺩﺓ‬ ‫ﺭﺤِﻴ‬ ‫ﺭ‬ ‫ﻏﻔﹸﻭ‬ ‫ﻪ ﹶ‬ ‫ﻥ ﺍﻟﱠﻠ‬  ‫ﻹ ﹾﺜ ٍﻡ ﹶﻓِﺈ‬ ِ ‫ﻑ‬ ٍ ‫ﺎ ِﻨ‬‫ﻤ ﹶﺘﺠ‬ ‫ﻴﺭ‬ ‫ﻏ‬ ‫ﺼ ٍﺔ ﹶ‬  ‫ﻤ‬ ‫ﺨ‬ ‫ﻤ ﹾ‬ Artinya: “Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas selain Allah,yang tercekik, yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk dan yang diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya), dan di haramkan bagimu) yang disembelih untuk berhala. Dan (diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak panah itu) adalah kefasikan. Pada hari itu) orang-orang kafir, telah putus ada untuk (mengalahkan ) agamamu, sebab itu janganlah, kamu untuk kepada mereka dan takutlah kepadaku. Pada hari ini telah ku sempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah kucukupkan kepadamu nikmatku, dan telah kuridhai Islam itu jadi agama bagimu. Maka barangsiapa terpaksa) karena kelaparan tanpa sengaja berbuat Dosa, sesungguhnya Allah mahapengampun lagi maha penyayang”57

‫ﻭﺍﻟﻤﻨﺨﻨﻔﺔ‬: binatang yang mati karena di cekik.

56 57

Li Abi Abdullah Muhammad Ibnu Ahmadi Ansori Al-Qurtubim, Op.,cit., hlm 146 Departemen Agama RI, Op,cit., hlm 157

49

Qotadah dengan ibnu abbas mengatakan bahwa orang-orang jahiliyah

mencekik

kambing

dan

hewan

lainnya

kemudian

memakannya.

‫ـﻭﺫﺓ‬ ‫ﻭﺍﻟﻤﻭﻗـ‬:

yakni binatang yang mati karena di pukul

dengan batu atau tongkat dengan tanpa disembelih. Qotadah berkata: orang Jahiliyah melakukan hal-hal tersebut. Sedangkan Ibnu Thalhah menambahi bahwa orang-orang Jahiliyah memukul beberapa hewan ternak dengan kayu (tongkat) sampai mati lalu memakannya. Sebagian dari mereka membunuh dengan benda tajam. Dalam shahih Muslim diriwayatkan dari Ubay Ibn Hatim berkata : saya bertanya kepada Rasulullah SAW., “sesungguhnya saya melempar (berburu) hewan buruan lalu aku mendapatkannya”. Rasul menjawab “jika hewan buruan tersebut tepat mengenai ujung panahmu maka makanlah dan jika hanya mengenai panahmu (bukan ujungnya) maka jangan kau makan”.58

‫ﻭﺍﻟﻤﺘـﺭﺩﻴﺔ‬: yakni hewan yang mati karena dilempar dari atas kebawah (baik dari atas gunung atau kesumur). Jika terjadi pada dirimu, yaitu ketika kamu memanah hewan buruan kemudian jatuh dari atas gunung kebumi maka haram kamu makan. Karena kadang-kadang matinya sebab jatuh bukan karena panahmu. Begitu juga apabila kamu temukan didalam air maka janganlah kamu makan, sesungguhnya kamu tidak tahu bahwa yang membunuh itu air tersebut bukan panahmu.

‫ﻭﺍﻟﻨﻁــﻴﺤﺔ‬:

yakni binatang yang diadu (bertengkar) salah

satunya mati sebelum disembelih.

58

L, Abi Abdullah Muhammad Ibnu Ahmad Ansori Al-Qurtubi, Op.Cit.hlm 151

50

Kata

‫ﻨﻁـﻴﺤﺔ‬

bermakna

‫ ﻨﺎﻁﻴﺤﺔ‬karena diantara kedua hewan

tersebut saling menanduk kemudian keduanya mati. Dikatakan sebagian yang lain

‫ ﻨﻁﻴﺤﺔ‬tidak boleh dikatakan ‫( ﻨﻁﻴﻊ‬di tanduk).

‫ﻭﻤﺎ ﺍﻜل ﺍﻟﺴﺒﻊ‬: Yaitu binatang yang memiliki taring dan kuku tajam seperti harimau, anjing liar, serigala, macan tutul dan sejenisnya. Semua itu adalah binatang liar.

‫ـﺘﻡ‬ ‫ـﺎ ﺫﻜﻴـ‬ ‫ﺍﻻﻤـ‬:

Yakni setiap hewan yang ditemukan dalam

keadaan sembelihan sesuai dengan penjelasan-penjelasan yang telah disebutkan.

Yang

demikian

itu

dikembalikan

pada

cara-cara

penyembelihn sebagaimana telah dijelaskan diatas. Karena pada hakekatnya pengecualian yang ada kembali pula pada Qaul-qaul atau pendapat yang telah ada.

‫ﺫﻜﻴــﺘﻡ‬

Lafad ini menurut perkatan orang arab

‫ﺍﻟﺫﺒــﻴﺢ‬

(menyembelih). Ibnu Sayyidah berkata dalam kitabnya Al-muhkam sebagai berikut: “Orang Arab mengatakan mengatakan menyembelih janin berarti juga menyembelih induknya, artinya jika menyembelih hewan kemudian didalamnya terdapat janinnya maka sudah termasuk penyembelihan induknya”.59 Al Qurtubi berkata: Bahwa hadis ini diriwayatkan oleh Darul Quthni dari cerita Abi Said dan Abu Hurairah dan Ali dan Abdullah dari

Nabi

SAW.

berkata:

“Menyembelih

janin

berarti

juga

menyembelih induknya”. Kecuali hadis yang diriwayatkan Abu Hurairah Ia berkata: Jika janin tersebut keluar dari perut induknya dalam keadaan mati maka hukumnya haram dimakan. Sebab menyembelih induknya saja bukan berarti menyembelih janinnya.

59

Muhammad bin Ahmad Abu Bakar bin Farh Al-Anshori Al-Khazrozi Al-Qurtubi, Jami ’li hkami Al-Quranjilid 3, Darl kutub Al-Alimiah, Bairut libanon,t.t,.hlm 33

51

Ibnu Mundzir berkata: Sebagaimana sabda Nabi, “Bahwa menyembelih janin termasuk juga menyembelih induknya”. Ini menunjukkan bahwa janin bukan termasuk induknya, Rosul juga berkata: Jika menyembelih induknya tersebut ternyata hamil sesungguhnya yang demikian itu termasuk menyembelih janinnya. Sehingga penyembelihan induknya juga termasuk penyembelihan pada janinnya.60

‫ﺫﻜﻴﺘﻡ‬

menurut bahasa berasal dari kata ‫( ﺘﻤﺎﻡ‬sempurna )yaitu

sempurna giginya. Binatang yang disembelih adalah adalah binatang yang sudah sampurna tambah giginya, begitu juga sampurna kuatnya. Arti ‫ ذآﻴ ﺘﻢ‬ditemukan dari kata-kata sempurna. Sembelihlah sembelihanmu sehingga keluar darahnya itu sesungguhnya lebih bagus karena akan mempercepat dan meringankan rasa sakitnya daripada disiksa. Para ulama berbeda pendapat mengenai

‫ﺫﻜﺎﺓ‬, menurut jumhur

ulama bahwa senjata yang digunakan itu harus alat penyembelihan bukan gigi dan tulang. Karena hal tersebut menimbulkan luka. Kemudian fuqoha mesir berpendapat bahwa gigi, kuku tajam tidak boleh

digunakan

untuk

menyembelih

sebab

keduanya

tidak

menjadikan sekarat tetapi mencekik (tidak menyembelih). Ibnu Abbas berpendapat: Boleh menyembelih hewan dengan senjata apa saja yang dikehendaki. Sesunguhnya makruh menggunakan gigi, tulang dalam keadaan apapun baik itu membuat sekarat binatang atau tidak. Menurut Ibrahim dan Hasan dan Laits bin Said, diriwayatkan dari Syafi’I dengan hujjah hadisnya Rafi’ bin Khodij berkata: Saya bertanya pada Nabi tentang penyambelihan tersebut, Nabi menjawab, sembelihlah dengan cara yang patutatau pantas. 60

ibid hal. 36

52

Dalam kitab Al-Muwatho’nya Imam Malik dari Nafi’ dari laki-laki (golongan Anshor) dar Muadz bin Sa’ad; sesungguhnya budak perempuan Ka’ab bin Malik melukai kambingnya hingga terluka, kemudian aku menanyakan Nabi, Dia menjawab, “ tidak apa-apa dan makanlah.” Imam Malik dan jamaahnya berkata, tidak sah dalam penyembelihannya kecuali dengan memotong tenggorokan dan dua urat leher. Imam Syafi’I berkata sah sembelihan dengan memotong kerongkongan dan tenggorokan (saluran makanan dari tenggorokan sampai usus besar ) tanpa harus memotong urat leher.

Karena

keduanya tempat lewat makanan dan minuman, sehingga tanpa keduanya seekor binatang mustahil hidup. Dan disamping itu keduanya sebagai pangkal kematian.61

‫ ﻭﻤﺎ ﺫﺒﺢ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﻨﺼﺏ‬dan diharamkan bagimu yan disembelih untuk berhala. Ibnu Faris berkata: ‫ ﺃﻟﻨـﺼﺏ‬adalah batu yang didirikan kemudian disembah. Lalu kepadanya dipersembahkan darah dari penyembelihan binatang tersebut. Ibnu menyembelih

Juraij

berkata:

binatang

sambil

orang-orang menghadap

pedalaman Al-Bait

Makkah (Baitullah)

kemudian mempersembahkan atau meletakkan daging sembelihannya pada batu-batu tersebut. Kemudian setelah datang agama Islam yang dibawa oleh Nabi kita mengatakan sesungguhnya kita mengagungkan baitullah sebagaimana kita lakukan saat ini. Sepertinya Nabi tidak memakruhkan yang demikian itu.62 Kemudian turun wahyu Allah surat Al-Hajj ayat 37:

61 62

Ibid, hal 37 ibid hal 39

53

‫ﺨ َﺮهَﺎ‬ ‫ﺳﱠ‬ َ ‫ﻚ‬ َ ‫ﻦ َﻳﻨَﺎُﻟ ُﻪ اﻟ ﱠﺘ ْﻘﻮَى ِﻣ ْﻨ ُﻜ ْﻢ َآ َﺬِﻟ‬ ْ ‫ل اﻟﱠﻠ َﻪ ُﻟﺤُﻮ ُﻣﻬَﺎ وَﻻ ِدﻣَﺎ ُؤهَﺎ َوَﻟ ِﻜ‬ َ ‫ﻦ َﻳ ﻨَﺎ‬ ْ ‫َﻟ‬ (37:‫ﻦ )اﻟﺤﺞ‬ َ ‫ﺴﻨِﻴ‬ ِ‫ﺤ‬ ْ ‫ﺸ ِﺮ ا ْﻟ ُﻤ‬ ‫ﻋﻠَﻰ ﻣَﺎ َهﺪَا ُآ ْﻢ َو َﺑ ﱢ‬ َ ‫َﻟ ُﻜ ْﻢ ِﻟ ُﺘ َﻜﺒﱢﺮُوا اﻟﱠﻠ َﻪ‬ Artinya: “Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak mencapai keridhoan Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya. Demikianlah Allah telah medudukkannya untuk kamu supaya kamu mengagungkan Allah terhadap hidayah-Nya kepada kamu. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik.63

c. Surat Al-An’am ayat 145 :

‫ﻥ‬  ‫ﻴﻜﹸﻭ‬ ‫ﻥ‬  ‫ﻪ ِﺇﻟﱠﺎ َﺃ‬ ‫ﻤ‬ ‫ﻌ‬ ‫ﻁ‬ ‫ﻴ ﹾ‬ ‫ﻋ ٍﻡ‬ ِ ‫ﻋﻠﹶﻰ ﻁﹶﺎ‬  ‫ﻤ ﹰﺎ‬‫ﺤﺭ‬  ‫ﻤ‬ ‫ﻲ‬  ‫ﻲ ِﺇﹶﻟ‬ ‫ﺤ‬ ِ ‫ﺎ ﺃُﻭ‬‫ﺩ ﻓِﻲ ﻤ‬ ‫ﺠ‬ ِ ‫ل ﻻ َﺃ‬ ْ ‫ﻗﹸـ‬ ِ‫ﻴﺭ‬ ‫ﻘﹰﺎ ُﺃ ِﻫلﱠ ﻟِ ﹶﻐ‬‫ﻭ ِﻓﺴ‬ ‫ﺱ َﺃ‬  ‫ﺠ‬  ‫ﻪ ِﺭ‬ ‫ﺨ ﹾﻨﺯِﻴ ٍﺭ ﹶﻓِﺈﻨﱠ‬ ِ ‫ﺤﻡ‬  ‫ﻭ ﹶﻟ‬ ‫ﺴﻔﹸﻭﺤ ﹰﺎ َﺃ‬  ‫ﻤ‬ ‫ﻤﹰﺎ‬‫ﻭ ﺩ‬ ‫ـ ﹶﺘﺔﹰ َﺃ‬‫ﻤﻴ‬ :‫ﻡ )ﺍﻷﻨﻌﺎﻡ‬ ‫ﺭﺤِﻴ‬ ‫ﺭ‬ ‫ﻏﻔﹸﻭ‬ ‫ﻙ ﹶ‬  ‫ﺒ‬ ‫ﺭ‬ ‫ﻥ‬  ‫ﺎ ٍﺩ ﹶﻓ ِﺈ‬‫ﻻ ﻋ‬‫ﻍ ﻭ‬ ٍ ‫ﺎ‬‫ ﺒ‬‫ﻴﺭ‬ ‫ﻏ‬ ‫ ﹶ‬‫ﻁﺭ‬ ‫ﻀﹸ‬  ‫ﻥِ ﺍ‬‫ﺍﻟﱠﻠ ِﻪ ِﺒ ِﻪ ﹶﻓﻤ‬ (145 Artinya: “Katakanlah tidaklah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bamgkai atau darah yang mengalir atau daging babi karena sesungguhnya semua itu kotor atau binatang yang disembelih atas nama selain Allah. Barang siapa yang dalam keadaan terpaksa sedang dia tidak menginginkannya dan tidak pula melampui batas, maka sesungguhnya Tuhanmu Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.64

Pada

ayat

tersebut

terdapat

hal-hal

yang

mula-mula

diharamkan, kemudian dalam surah Al-Maidah diharamkan memakan segala macam binatang buas yang mempunyai taring dan burung yang mempunyai cengkeraman yang kuat.

63 64

Departemen Agama RI Op, Cit hal. 517 ibid hal. 213

54

Al-Qurtubi berkata: Bahwa sesungguhnya daging binatang buas dan semua hewan selain manusia dan babi adalah mubah atau boleh (dalam hal memakannya). Kemudian Syeh At-Thobari menambahi bahwa : setiap perkara yang didiamkan oleh nabi adal halal.(taqrir Nabi). Sedangkan

menurut

Ibn

Araby:

bahwa

madaniyah. Ayat tersebut bersamaan turunnya ayat

ayat

tersebut

‫ﺍﻟـﻴﻭﻡ ﺍﻜﻤﻠـﺕ‬

...‫ ﻟﻜـﻡ‬pada waktu itu tidak diharamkan hal-hal yang ada pada ayat tersebut. Setelah itu turun ayat Al-Maidah (yang menambahkan pada hal-hal yang diharmkan ) kemudian Rasulullah sewaktu di Madinah menjelaskan ayat tersebut dalam sabdanya

‫ﺃﻜـل ﻜـل ﺫﻱ ﻨﺎﺏ ﻤﻤﻥ‬

‫ ﺍﻟـﺴﺒﻊ‬yaitu memakan setiap hewan yang mempunyai taring dan kaki empat serta paruh yang kuat. Para ulama berbeda pendapat tentang persoalan di atas. Maka sesuai dengan ijma’ mengenai dhahirnya hadis yang diturunkan, yakni mencegah memakan setiap hewan yang memiliki paruh yang kuat. Dan pendapat mengenai hadis ini lebih utama. Ibn Amr memahami: saya membenarkan perkataan

‫ﻻﻤﺤـﺭﻤﺎ‬

‫( ﺍﻻﻤﺎﻓـﻴﻬﺎ‬tidak ada keharaman yang jelas kecuali sebagaimana yang telah disebutkan dalam ayat Allah). Dan perlu diingat, bahwa diantara keharaman itu adalah jika hewan tersebut secara jelas tidak disembelih dengan nama Allah. Menurut ahli fikih, Imam Malik, Syafi’I , Abu Hanifah mengatakan sesungguhnya memakan setiap hewan yang memiliki taring dan paruh yang kuat adalah haram. Dan tidak ada yang dapa mencegah setelah ditetapkan hukum lain, firman Allah

‫ﻗـل ﻻﺍﺠـﺩ‬

‫ ﻓﻴﻤﺎﺍﺤـﻰ ﺍﻻﻤﺤﺭﻤﻬﺎ‬dan Nabi telah menetapkan bahwa ‫ﺍﻜل ﻜل ﺫﻱ‬

55

‫ﻨـﺎﺏ ﻓﻰ ﺍﻟﺴﺒﻊ ﺤﺭﺍﻡ‬

jadi memakan hewan yang memiliki taring dan

paruh yang kuat adalah haram.65 Sesungguhnya Nabi mencegah dari memakan dari setiap hewan yang bertaring dan paruh yang kuat, kemudian terjadi perbedaan pendapat dikalangan para sahabat dan ulama-ulama sesudahnya mengenai keharaman tersebut. Kemudian sesuai dengan kaidah di atas diperbolehkan bagi siapa saja yang mengetahui secara pasti tentang lafadz-lafadz tahrim ini jika berkumpul dengan mani’(pencegahan) untuk menetapkannya makruh atau sejenisnya. Seperti adanya ta’wil tentang Nabi mengharamkan daging khimar yang kemudian sebagian sahabat menta’wil bahwa: Hewan tersebut najis serta beberapa kelompok lain yang memberikan ta’wil yng berbeda mengenai hal tersebut, dan akhirnya menetapkan keharaman khimar tersebut masih ikhtilaf dikalangan umat. Maka diperbolehkan bagi seseorang

yang mengikuti ulama untuk

menghukumi lafadz-lafadz tahrim tersebut karena berkumpul dengan mani’ sebagai makruh atau sejenisnya sesuai dengan kemampuan ijtihad dan qiyasnya. Diriwayatkan dari Amr bin Dinar dari Abi sya’sya’ dari ibn Abbas : bahwa orang jahiliyah itu memakan sesuatu dan meninggalkan beberapa perkara. Allah mengutus Nabi dan menurunkan kitab-Nya yang intinya bahwa hal yang dihalalkan oleh Allah adalah jelas halalnya begitu juga sebaliknya. Sedangkan hal yang didiamkan oleh Allah adalah pengampunan. Jika kita melihat dhahirnya ayat ‫ﺍﺠـﺩ‬

‫ ﻗـل‬yaitu sesuatu yang

tidak jelas pengharamannya itu hukumnya mubah. Diriwayatkan oleh Zuhri dari Ubaidillah bin Abdillah bin Abbas sesunguhnya dia 65

Muhammad bin Ahmad bin Abu Bakar bin Farh Al-Ansori Al-Rozi Al-Qurtubi, Jami’ul Ahkam Al-Quran jilid 7-8, Al-Ilmiah, Bairut –Libanon,tt, hal 76-77

56

membaca

‫ﻗـل ﻻﺍﺠﺩ ﻓﻴﻤﺎﺍﺤﻰ ﺍﻻﻤﺤﺭﻤﻬﺎ‬

dia berkata: Sesungguhnya

diharamkannya atas kita memakan bangkai yakni memakan daging bangkai tersebut. Adapun kulitnya, tulang, bulu, rambutnya adalah halal.66 Di sini tidak dijelaska secara terperinci mengenai tafsirnya

‫( ﺍﻟﻤـﺴﻨﻭﺡ‬darah yang mengalir). Darah yang mengalir itu duhukumi haram dan dihukummi ma’fu (dimaafkan). Dan diceritakan oleh Al-Mawardi bahwa sesungguhnya darah yang tidak mengalir dan hanya sedikit dan membeku seperti halnya hati dan limpa itu hukumnya halal, sebagaimana sabda Nabi yang artinya halal bagi kita dua bangkai dan dua darah. Dan jika tidak sedikit dan keras dan bercampur dengan daging maka keharamnnya didasarkan pada dua pendapat . yang pertama adalah haram karena banyak yang mengalir atau sebagainya. Dan sesungguhnya penjelasan mengena‫س‬i ‫( ﺍﻟﻤﺴﻔﻭﺡ‬darah yang mengalir)itu mengecualikan hati dan limpa. Kedua darah tersebut tidak haram memakannya karena pengkhususan (hukum) haram hanya pada

‫ـﺴﻔﻭﺡ‬ ‫ﻤـ‬

(darah yanng

mengalir) saja. 67

d. Surat Al-A’raf Ayat 157:

‫ﻡ ﻓِﻲ‬ ‫ﻫ‬ ‫ﺩ‬ ‫ﻋ ﹾﻨ‬ ِ ‫ﻤ ﹾﻜﺘﹸﻭﺒﹰﺎ‬ ‫ﻪ‬ ‫ﻭ ﹶﻨ‬‫ﺠﺩ‬ ِ ‫ﻴ‬ ‫ﻲ ﺍﱠﻟﺫِﻱ‬  ‫ﻤ‬ ‫ﻲ ﺍ ﹾﻟُﺄ‬  ‫ل ﺍﻟ ﱠﻨ ِﺒ‬ َ ‫ﻭ‬‫ﺭﺴ‬ ‫ﻥ ﺍﻟ‬  ‫ﻭ‬‫ﻴ ﱠﺘ ِﺒﻌ‬ ‫ﻥ‬  ‫ﺍﻟﱠـﺫِﻴ‬ ‫ﻡ‬ ‫ﻬ‬ ‫ل ﹶﻟ‬ ‫ﺤﱡ‬ ِ ‫ﻴ‬ ‫ﻭ‬ ‫ﻤ ﹾﻨ ﹶﻜ ِﺭ‬ ‫ﻥ ﺍ ﹾﻟ‬ ِ‫ﻋ‬  ‫ﻡ‬ ‫ﻫ‬ ‫ﺎ‬‫ﻴ ﹾﻨﻬ‬ ‫ﻭ‬ ‫ﻑ‬ ِ ‫ﻭ‬‫ﻌﺭ‬ ‫ﻤ‬ ‫ﻡ ﺒِﺎ ﹾﻟ‬ ‫ﻫ‬ ‫ﺭ‬ ‫ﻤ‬ ‫ﻴ ْﺄ‬ ‫ل‬ ِ ‫ﺍ ﹾﻟ ِﺄ ﹾﻨﺠِﻴ‬‫ﺍ ِﺓ ﻭ‬‫ﻭﺭ‬ ‫ﺍﻟـ ﱠﺘ‬ ‫ل ﺍﱠﻟﺘِﻲ‬ َ ‫ﻏﻼ‬ ‫ﺍ ﹾﻟ َﺄ ﹾ‬‫ﻡ ﻭ‬ ‫ﻫ‬ ‫ﺭ‬ ‫ﺼ‬  ‫ﻡ ِﺇ‬ ‫ﻬ‬ ‫ﻋ ﹾﻨ‬  ‫ﻊ‬ ‫ﻀ‬  ‫ﻴ‬ ‫ﻭ‬ ‫ﺙ‬ ‫ﺎﺌِ ﹶ‬‫ﺨﺒ‬ ‫ﻡ ﺍ ﹾﻟ ﹶ‬ ِ‫ﻴﻬ‬ ‫ﹶﻠ‬‫ﻡ ﻋ‬ ‫ﺤﺭ‬  ‫ﻴ‬ ‫ﻭ‬ ‫ﺕ‬ ِ ‫ﺎ‬‫ﻴﺒ‬ ‫ﻁ‬ ‫ﺍﻟ ﱠ‬

66 67

Ibid hal. 79 ibid, hlm 80

57

‫ﺭ ﺍﱠﻟﺫِﻱ‬ ‫ﻭﺍ ﺍﻟﻨﱡﻭ‬‫ﺒﻌ‬ ‫ﺍ ﱠﺘ‬‫ﻩ ﻭ‬ ‫ﻭ‬‫ﺼﺭ‬  ‫ﻭ ﹶﻨ‬ ‫ﻩ‬ ‫ﻭ‬‫ﺯﺭ‬ ‫ﻋ‬  ‫ﻭ‬ ‫ﻤﻨﹸﻭﺍ ِﺒ ِﻪ‬ ‫ ﺁ‬‫ﻡ ﻓﹶﺎﱠﻟﺫِﻴﻥ‬ ‫ﻴ ِﻬ‬ ‫ﻋﹶﻠ‬  ‫ﺕ‬ ‫ﻜﹶﺎﻨﹶـ ﹾ‬ (157:‫ﻥ )ﻷﻋﺭﺍﻑ‬  ‫ﻭ‬‫ﻤ ﹾﻔِﻠﺤ‬ ‫ﻡ ﺍ ﹾﻟ‬ ‫ﻫ‬ ‫ﻪ ﺃُﻭﹶﻟﺌِﻙ‬ ‫ﻌ‬ ‫ﻤ‬ ‫ل‬ َ ِ‫ُﺃ ﹾﻨﺯ‬ Artinya: “Yaitu orang-orang yang mengikuti Rasul, nabi yang ummi yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam taurat dan injil yang ada disisi mereka. Yang menyuruh mereka mengerjakan yang ma’ruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang munkar dan menghalalkan begi mereka segala yang buruk dan membuang dari mereka beban-beban dan belenggu –belenggu yang ada pada mereka. Maka orang-orang yang beriman kepadannya, memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yan terang yang diturunkan kepadanya (Al-Quran) mereka itulah orangorang yang beruntung”.68 Sesungguhnya (‫ـﺒﺎﺕ‬ ‫ )ﻁﻴـ‬adalah semua jenis makanan yag dihalalkan. Di sini seakan-akan Imam Malik mensifati halal dengan thayyib, karena

‫ ﻁـﻴﺏ‬memuat kata sanjungan sedangkan ‫ﺍﻟﺨـﺒﺎﺌﺙ‬

adalah makanan yang diharamkan. Sebagaiman kata Ibnu Abbas:

‫ﺍﻟﺨـﺒﺎﺌﺙ‬

adalah daging giling, riba, dan lain-lain,maka imam malik

menghalalkan

makanan

jijik

seperti

ular,

kalajengking

dan

sejenisnnya. Imam Syafi’i berpendapat bahwa

‫ ﺍﻟﺨﺒﺎﺌﺙ‬adalah lafadz umum

untuk keharaman secara syarak dan juga makanan jijik. Maka Syafi’i mengharamkan ular, kalajengking dan sejenisnya.69

68 69

Departemen Agama RI, Op. Cit, hal 246 Op. Cit hal. 191