BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Perawatan kecantikan yang dilakukan oleh mahasiswi kota Yogyakarta didorong oleh adanya alasan dan tujuan yang ingin dicapai oleh mahasiswi. Ketidakpuasan terhadap tubuh menyebabkan mahasiswi selalu berusaha untuk menutupi
dan
memperbaiki
kekurangannya
tersebut.
Keluarga,
teman
sepergaulan, dan media masa menjadi agen sosialisasi pendorong mahasiswi untuk melakukan perawatan kecantikan. Pemaknaan cantik menurut mahasiswi terbagi menjadi kecantikan dari dalam (inner beauty) dan kecantikan dari luar (outer beauty). Inner beauty tidak tampak dari penampilan lahiriah, tetapi berkaitan dengan sifat dan kepribadian seorang perempuan. Persepsi mahasiswi tentang kecantikan dari dalam merupakan hasil konstruksi sosial yang selama ini selalu mengaitkan inner beauty dengan kepribadian seorang perempuan. Kecantikan dari luar (outer beauty) merupakan kecantikan yang tampak dari fisik seorang perempuan. Kecantikan ini berkaitan dengan konsep kecantikan ideal yang berkembang di masyarakat. Persepsi mahasiswi terkait dengan outer beauty merupakan hasil dari representasi konstruksi kecantikan dari media masa. Iner beauty dan outer beauty saling melengkapi satu sama lain, keduanya harus dimiliki oleh perempuan agar kecantikan perempuan sempurna. 97
Pemilihan klinik kecantikan NaavaGreen sebagai media mempercantik wajah berdasarkan adanya pertimbangan. Pertama, klinik kecantikan NaavaGreen memberikan penawaran cantik yang berbeda dari klinik-klinik kecantikan lain, yaitu Cantik Alami. Kedua, klinik kecantikan NaavaGreen menjawab kebutuhan mahasiswi untuk tampil cantik menggunakan teknologi modern yang aman dan berkualitas dengan harga yang relatif terjangkau. Ketiga, klinik kecantikan NaavaGreen sudah banyak direkomendasikan oleh teman-teman mahasiswi. Adanya kesamaan nilai, baik itu pengetahuan dan persepsi menyebabkan mahasiswi cenderung mempercayai pengalaman orang-orang terdekatnya. Mahasiswi ingin mendapatkan kulit wajah yang cantik, bersih, dan lebih cerah sebagai wujud pencitraan diri. Lingkungan menumbuhkan kesadaran mahasiswi untuk lebih peduli terhadap penampilan. Kesan pertama yang muncul dari keindahan fisik membuat mahasiswi berusaha untuk terus memperbaiki segala kekurangan yang nampak dari tubuhnya. Upaya mahasiswi untuk meningkatkan citra diri berhasil jika dilihat dari adanya komentar-komentar positif yang menjadi sebuah bonus penghargaan. Mahasiswi mendapatkan penerimaan diri dan kepuasan diri yang kemudian membuat mahasiswi menjadi bergantung kepada klinik kecantikan NaavaGreen.Wajah yang cantik akan terlihat lebih menarik sehingga peluang terhadap penghargaan diri akan semakin terbuka dengan mudah dan hal ini memiliki pengaruh yang cukup signifikan terhadap aspek kehidupan mereka. Melalui kecantikan dapat terbangun kesan positif dan harapan-harapan terhadap kesan positif inilah yang ingin dicapai oleh mahasiswi.
98
B. Catatan Kritis Perawatan kecantikan yang dilakukan oleh mahasiswi dapat dikatakan sebagai tindakan yang rasional karena ada landasan alasan dan tujuan yang ingin dicapai oleh mahasiswi dibalik tindakan tersebut. Mahasiswi terpengaruh oleh wacana-wacana yang mengatakan bahwa penampilan sangat berpengaruh terhadap kehidupan sosial perempuan, sehingga perawatan kecantikan menjadi bagian dari kebutuhan mahasiswi yang penting untuk dipenuhi. Perawatan ini dilakukan karena mahasiswi sangat peduli dengan adanya penghargaan dan keinginan untuk diakui dan diterima di lingkungan sosial. Kepuasan mahasiswi terhadap hasil yang didapatkan menjadikan mahasiswi semakin yakin memilih klinik kecantikan NaavaGreen sebagai media pencapaian tujuan mahasiswi tersebut. Mahasiswi mengatakan bahwa cantik tidak hanya identik dengan penampilan fisik yang menarik, melainkan juga terkait dengan kecantikan yang terpancar dari kepribadian seseorang (inner beauty), namun pada kenyataannya mahasiswi lebih berfokus pada pembentukan citra tubuh ideal (outer beauty). Hal ini tercermin dari salah satu upaya mempercantik wajah yang dilakukan oleh mahasiswi, yaitu dengan menggunakan produk dan perawatan dari klinik kecantikan. Ambiguitas ini menunjukan bahwa meskipun secara sikap mereka tidak setuju dengan konsep cantik yang dikonstruksikan oleh media, tapi pada kenyataannya mereka tetap ingin menjadi cantik seperti konstruksi tersebut. Ini
99
menujukkan bahwa perempuan seolah-olah memang tidak memiliki tawaran definisi lain untuk meneguhkan sikapnya. Perempuan berhak untuk menjadi cantik, namun di lain pihak, kecantikan perempuan tidak lagi ditentukan oleh dirinya sendiri, tetapi oleh masyarakat, di mana nilai kecantikan tersebut sudah tereduksi. Mahasiswi dalam tatanan struktural fungsional hanya berfungsi sebagai penerima, ia hanya menerima nilai cantik dan memindahkan nilai tersebut. Pemahaman cantik di kalangan mahasiswi memang beragam, namun keberagaman tersebut tidak luput dari bagian konstruksi cantik yang diciptakan oleh industri.
100