Batik Garut dalam tinjauan Geometri Fraktal1 Yun Hariadi2 Head of Research Pixel People Project3 Muhamad Lukman4 Head of Design Pixel People Project3
Abstrak Paper ini membahas secara khusus batik garut dalam tinjauan Geometri fraktal. Paper ini juga sebagai kelanjutan paper sebelumnya yang menunjukkan bahwa batik secara umum memiliki sifat fraktal. Batik Garut dalam tinjauan dimensi fraktal memiliki sifat yang khas diantara batik-batik lainnya. Batik Garut bersama dengan batik Madura memiliki kedekatan dimensi fraktal dengan batik Yogya dan batik Solo. Melalui dimensi fraktal tingkat fraktal batik Garut diukur dan dibandingkan. Kata Kunci: batik, fractal,Garut,jBatik,Madura
1. Pendahuluan Dalam penelitian paper sebelumnya [Hariadi et al, 2007] telah ditunjukkan bahwa dimensi fraktal batik Garut berada dalam satu kelompok dengan batik Yogya dan batik Solo. Pada paper ini akan dilakukan secara khusus pengukuran dimensi fraktal batik Garut. Perhitungan dimensi fraktal batik menunjukkan hadirnya fraktal. Hadirnya fraktal dalam batik menimbulkan pertanyaan lebih jauh, kenapa batik bersifat fraktal? Untuk menjawab pertanyaan ini, perlu dipahami sifat fraktal itu sendiri. Bahwa hadirnya fraktal berarti terdapat self-similarity atau selfaffine. Sifat self-similarity dan self-affine ini berarti terdapat pendetailan geometri pada skala yang lebih kecil. dalam batik, proses isen memberi sumbangan yang besar dalam membentuk pendetailan dalam skala yang lebih kecil, karena motif utama dan isen ini tidak harus sama secara geometris, maka proses ini lebih dekat dengan self-affine dibanding dengan self-similarity. Pertanyaan selanjutnya, kenapa proses isen ada dalam batik? Proses isen dalam batik, dan dalam seni dekoratif lainnya, bukanlah sekedar untuk mengisi ruang kosong belaka, lebih dari itu proses ini sebagai manifestasi penyempurnaan dan memberi makna secara menyeluruh. Tentu saja hal ini bisa kita pahami, bahwa batik memiliki nilai simbolis bahkan mistik. Unsur simbolis dan mistik ini terkait erat 1
Paper dipresentasikan pada Japan Foundation
[email protected] 3 http://batikfractal.com 4
[email protected] 2
dengan fungsi batik yang berhubungan dengan fungsi ritual. Lebih jauh lagi jika kita amati sebaran dimensi fraktal ini pada batik, terlihat bahwa sifat fraktal ini tidak terkonsentrasi pada bagian tertentu, tetapi menyebar secara simetris. Hampir semua motif batik bersifat simetri dalam penyebaran dimensi fraktalnya. Hal ini terkait dengan konsep keharmonisan dan kesetimbangan dalam memaknai simbolisme batik. Sistematika paper ini sebagai berikut: pada bagian pertama metodologi penghitungan dimensi fraktal dengan menggunakan tranformasi Fourier. Pada bagian ke dua dilakukan analisis batik Garut relative terhadap batik batik daerah lainnya. Pada bagian terakhir merupakan kesimpulan.
2. Metodologi
Dimensi Fraktal log 1 → log
= lim
Misalkan Z sebuah gambar dengan ukuran × , dengan nilai pada masing-masing pixel adalah , = , Transformasi Fourier dari Z $
(
1 , = ,
! "#)$%&')(
#* '*
+ , = , − - , - =
$
(
1 , "* &*
Besaran pada tiap pixel didefinisikan sebagai besarnya G . = /+ , / Nilai pada setiap W, dikelompokkan dalam parameter sudut (m sudut berbeda) dan jarak tertentu (n jarak berbeda), dengan acuan pada ordinat 0 , 0 &'
.123 , 4 5 = 67"& | tan< "#= ∈ 23 , ? − 0 + − 0 ∈ 4 A =
Gambar 1 pembagian koordinat pada sudut dan jarak
B 23 = C3 , D3 = −C3 4 + E3 <
D3 = 6F
G
H1IG ,JK 5|*L,⋯,NOA
4 = P4 |Q = R, ⋯ , S OT = U 23 |V = 1, ⋯O, WX <
[
= Y ZB IG G\]
3. Analisis Berikut ini hasil penghitungan dimensi fraktal untuk beberapa motif batik Garut diantara batik-batik daerah lainnya. Secara umum, batik berdasarkan asal daerahnya memiliki dimensi fraktal diantara 1 sampai 2. Diantara batik-batik daerah lainnya batik Garut berada dalam kondisi normal tidak berada dalam kndisi eksitrim misalnya batik Tasik(mendekati Df=2) atau batik Cirebon(mendekati Df=1).
Figure 2. sebaran dimensi fraktal pada setiap sudut. Dimensi fraktal batik Garut berada diantara batik-batik daerah lainnya.
Hasil perhitungan terhadap dimensi fraktal pada sample batik daerah dan selanjutnya dilakukan pengujian anova menunjukkan bahwa daerah asal batik menunjukkan perbedaan. Hasil uji anova membagi pengelompokan batik berdasarkan dimensi fraktalnya. Pada kelompok pertama, dengan dimensi fraktal sekitar 1.1 hanya beranggotakan batik cirebon. Hal ini menunjukkan, berdasarkan dimensi fraktalnya, batik cirebon berdeda dengan batik dari daerah lainnya. Pada kelompok ke dua dengan dimensi fraktal sekitar 1.3(1.4) beranggotakan batik solo, garut, yogya, dan madura, hal ini berarti bahwa dimensi fraktal batik solo(1.3) mirip dengan dimensi fraktal batik garut, yogya, dan madura atau dimensi fraktal batik yogya(1.4) mirip denga dimensi fraktal batik solo, garut, dan madura. Pada kelompok ke tiga dengan dimensi fraktal sekitar 1.25 beranggotakan batik garut, yogya, dan solo. Pada kelompok ke empat dengan dimensi fraktal sekitar 1.4 beranggotakan batik madura, yogya, dan solo. Sedangkan pada kelompok ke lima dengan dimensi fraktal sekitar 1.6 beranggotakan batik lasem dan tasik. Pada kelompok ke dua, tiga, dan empat, terlihat bahwa baik pada dimensi fraktal batik madura maupun garut, batik yogya dan batik solo memiliki kemiripan dalam dimensi fraktalnya. Batik garut dan batik madura berbeda dalam dimensi fraktal meskipun keduanya dekat dengan dimensi fraktal batik yogya maupun solo. Hal ini berarti, bahwa batik yogya dan batik solo berpengaruh terhadap batik garut dan batik madura, meskipun pengaruh tersebut berbeda dalam dimensi fraktalnya. Hal ini cukup menarik jika kita hubungkan pada letak geografis antara yogya&solo terhadap garut dan madura. Garut secara geografis berada disebelah barat yogya&solo sedangkan madura berada disebelah timur yogya&solo.
Figure 3. Uji Anova pengelompokkan dimensi fraktal terhadap batik daerah, terdapat lima pengelompokkan batik berdasarkan asal daerah. Batik Garut memiliki kedekatan dimensi fraktal dengan batik Yogya dan Solo. Sekaligus pula berada dalam satu kelompok dengan batik Madura.
Figure 4. sebaran dimensi fraktal batik Garut pada keseluruhan sudut. Mayoritas sudut memiliki dimensi fraktal antara 1 sampai 2, dan pada beberapa sudut memiliki dimensi fraktal lebih dari 2 namun kurang dari 3.
Figure 5. distribusi dimensi fraktal batik Garut. Frekwensi tertinggi berada dalam rentang 1.5 hingga 2. Hal ini berbeda dengan analisis sebelumnya (figure 2) yang menunjukkan dimensi fraktal kurang dari 1.5. perbedaan ini disebabkan oleh jumlah objek batik Garut yang dianalisis. Pada analisis ini jumlah objek batik Garut jauh lebih banyak, sehingga member gambaran yang paling masuk akal.
4. Kesimpulan Batik Garut memiliki kemiripan dimensi fraktal dengan batik Yogya dan batik Solo. Hal ini ditunjukkan dalam pengujian Annova yang mengelompokkan batik Garut dengan batik Yogya dan batik Solo. Pengelompokkan batik daerah berdasarkan dimensi fraktal membagi menjadi lima kelompok. dengan batik yogya dan batik solo merupakan irisan antara batik madura dan batik garut. Sifat fraktal dalam batik yang ditunjukkan oleh dimensi fraktal batik yang berada di sekitar 1.5 menunjukkan bahwa dalam batik terdapat tingkat kedetailan yang tinggi pada skala yang berbeda-beda. Lebih jauh sifat fraktal ini menyebar secara simetris terhadap motif batik (kecuali motif banji) dan batik daerah. Secara umum batik bersifat fraktal, secara khusus dimensi fraktal antar motif berbeda demikian juga terhadap batik kedaerahan. Kekonsistenan dimensi fraktal dari batik yang berada diantara dimensi 1 dan 2 menunjukkan kepatuhan terhadap pakem batik. Selain kepatuhan pada pakem, keterbatasan media yang menggunakan canting, kain, garis sebagai efek dari lilin juga berperan dalam menjaga dimensi fraktal untuk tetap pada rentangnya.
Penambahan data batik Garut berakibat pada dimensi fraktal batik Garut konsisten berada diantara 1.5 hingga 2.
Daftar Pustaka 1. Hariadi, Yun., Lukman, Muhamad., Haldani, Achmad. (2007). Batik Fraktal: from traditional art to modern Complexity. Proceeding Generative Art X, Milan Italia. 2. Hariadi, Yun. (2008) Fraktal Geometri on Batik. Journal Social Complexity Bandung Fe Institute. 3. Hariadi, Yun. Batik Wujud Kompleksitas Sosial. Kompas 10 Maret 2008. 4. Achjadi, Judi (ed). Batik Spirits of Indonesia. Yayasan Batik Indonesia,PT Buku Antar Bangsa, 1999 5. Haldani, Achmad. Estetika Batik Tradisional dan Potensi Pengembangannya. Naskah diskusi 2007.