Kebijakan dan Manajemen Publik
ISSN 2303 - 341X
Volume 1, Nomor 1, Januari 2013
Bentuk-Bentuk Partisipasi Masyarakat Desa dalam Program Desa Siaga Di Desa Bandung Kecamatan Playen Kabupaten Gunung Kidul Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Nuring Septyasa Laksana1 (Mahasiswa Ilmu Administrasi Negara Tahun 2008)
Abstrak Dalam upaya mewujudkan good governance dibutuhkan keseriusan pemerintah untuk mencapainya, salah satu aspek yang harus dipenuhi adalah adanya partisipasi masyarakat dalam program-program pemerintah. Adanya partisipasi masyarakat dalam setiap program pemerintah akan dapat mendorong tercapainya tujuan-tujuan pembangunan nasional maupun daerah. Salah satu bagian yang terpenting adalah mewujudkan partisipasi masyarakat di bidang kesehatan.Hingga saat ini pemerintah serius dalam melaksanakan program-program di bidang kesehatan.Melalui Kementrian Kesehatan Republik Indonesia yang membawa Visi menuju Indonesia Sehat demi peningkatan kesehatan masyarakat yang baik, mengeluarkan Program Desa Siaga. Di dalam pelaksanaan program Desa Siaga dibutuhkan partisipasi masyarakat didalamnya yang diharapkan dapat mengurangi angka kematian Ibu dan Bayi serta mewujudkan kemandirian masyarakat di bidang kesehatan, sehingga cita-cita mewujudkan Indonesia Sehat akan tercapai. Kata Kunci
: Good Governance, Partisipasi Masyarakat, Program Desa Siaga
Pendahuluan Secara keseluruhan hingga saat ini kondisi masyarakat di dunia masih sulit untuk ikut serta dalam melaksanakan programprogram pemerintahnya, salah satunya adalah permasalahan mengenai partisipasi masyarakat dalam bidang kesehatan.Secara umun berbagai negara sepakat bahwa kesehatan merupakan indikator terpenting dalam mewujudkan kemajuan bangsanya.Banyak permasalahan dalam bidang kesehatan di dunia yang hingga saat ini masih menjadi perbincangan berbagai kalangan.Dari sekian banyak permasalahansalah satunyaialah masih tingginya angka kematian bayi dan angka kematian ibu di dunia utamanya yang terjadi di negara-negara berkembang. Oleh karena itu melalui Pembangunan Milenium atau Millennium Development Goals (MDGs) yang memiliki lima komponen, yaitu: (i) pengurangan penduduk miskin dan kelaparan, (ii) peningkatan akses pendidikan dasar, (iii) kesetaraan gender, (iv) pengurangan angka kematian bayi dan balita, serta (v) pengurangan kematian ibu karena melahirkan, setidaknya dapat menyamakan programprogram di berbagai negara berkembang untuk menyelesaikan permasalahan di bidang kesehatan tersebut. Permasalahan mengenai angka
kematian ibu dan angka kematian bayi di dunia dapat dlihat dari data-data yang disajikan.Data yang dilansir badan kesehatan dunia World Health Organization (WHO) menyebutkan bahwa angka kematian ibu dan anak masih tergolong tinggi yaitu mencapai 60-80 %.Pada tahun 2005, sebanyak 536.000 perempuan meninggal dunia akibat masalah persalinan, lebih rendah dari jumlah kematian ibu tahun 1990 yang sebanyak 576.000.Menurut data WHO, sebanyak 99 persen kematian ibu diakibat masalah persalinan atau kelahiran terjadi di negara-negara berkembang.Rasio kematian ibu di negara berkembang merupakan yang tertinggi dengan 450 kematian ibu per 100 ribu kelahiran bayi hidup. Sementara itu, saat ini sudah terjadi pergeseran paradigma government menjadi governance, dimana governance menekankan adanya kolaborasi dalam kesetaraan dan keseimbangan antara pemerintah, pihak swasta dan masyarakat (civil society), Sehingga dengan kondisi tersebut akan menjadikan pemerintah untuk memberikan pelayanan yang baik terhadap masyarakat. Jadi dalam good governance menekankan bagaimana pemerintah mau untuk berinteraksi secara kondusif dengan masyarakat dalam berbagai bidang mulai dari bidang sosial, ekonomi ataupun politik.
1. Korespondensi Nuring Septyasa Laksana, Mahasiswa Program Studi Ilmu Administrasi Negara, FISIP, Universitas Airlangga, Jl Airlangga 4-6 Surabaya
56
Kebijakan dan Manajemen Publik
ISSN 2303 - 341X
Volume 1, Nomor 1, Januari 2013
Dengan demikian konsepsi kepemerintahan yang baik adalah mengandung arti adanya hubungan sinergis antara negara, swasta dan masyarakat.Syarat bagi terciptanya good governance setidaknya memiliki transparansi, akuntabilitas, dan pemerintahan yang partisipatif.Pemerintahan yang partisipatif dapat dimaknai sebagai wujud pemerintah yang berupaya untuk mengakomodasi berbagai aspirasi yang muncul di masyarakat dan mau melibatkan masyarakat dalam decision making process. Permasalahan mengenai angka kematian ibu dan bayi juga dapat tersurat di negara-negara di kawasan Asia Tenggara, seperti yang dilansir dari data terakhir Badan pusat statistik (BPS) adalah sebesar 262 per 100 ribu kelahiran hidup pada tahun 2005. Sedangkan Laporan Pembangunan Manusia tahun 2000 menyebutkan angka kematian ibu di Indonesia paling tinggi di Asia Tenggara 307 per 100 ribu kelahiran, angka kematian ibu di Malaysia jauh di bawah Indonesia yaitu 41 per 100 ribu kelahiran hidup, Singapura 6 per 100 ribu kelahiran hidup, Thailand 44 per 100 ribu kelahiran hidup, dan Filiphina 170 per 100 ribu kelahiran hidup. Padahal, tahun 2000 itu angka kematian ibu masih berkisar di angka 307 per 100 ribu kelahiran hidup.Bahkan Indonesia kalah dibandingkan Vietnam, negara yang belum lama merdeka, yang memiliki angka kematian ibu 160 per 100 ribu kelahiran hidup.Jadi jika dilihat dari data yang ada maka Indonesia menjadi negara yang memiliki angka kematian ibu tertinggi di kawasan Asia Tenggara. Masih rendahnya partisipasi masyarakat di bidang kesehatan yang salah satu dampaknya adalah masih tingginya angka keamatian ibu dan anak juga terjadi di Indonesia.Data Depkes RI (2006) menyatakan tingginya angka kematian ibu sebesar 307:100.000 (SKRT 2001) dan kematian bayi sebesar 35:1000 kelahiran hidup (SDKI 2002 – 2003). Fenomena permasalahan di bidang kesehatan juga terjadi di setiap daerah, seperti yang terjadi di Jawa Tengah, berdasarkan data dari Dinkes Provinsi Jateng (2008) yaitu masalah utama kesehatan di Jawa Tengah antara lain : masih adanya kasus gizi buruk (1,61 %), tingginya berbagai penyakit menular seperti demam berdarah sebesar 2,17:10.000 penduduk, malaria berjumlah 222.704 yang tersebar di 28 kabupaten/kota, tuberkulosis paru (50,8 %), HIV/AIDS 243 kasus dengan rincian185 infeksi HIV dan 58 kasus AIDS, meningkatnya penyakit tidak menular, munculnya penyakit baru seperti SARS dan flu burung. Kejadian luar biasa (KLB) penyakit
maupun keracunan makanan masih sering terjadi di Jawa Tengah sebanyak 486 KLB yang tersebar di 35 kabupaten/kota. Fenomena di bidang kesehatan juga terjadi di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Menurut data dari BPS DIY (2004) angka kematian ibu 152:1000 (tahun 2000), 116,12:1000 kelahiran hidup (tahun 2003). Sedangkan angka kematian bayi 34:1000 (tahun 2000), 31:1000 kelahiran hidup pada tahun 2003. Didukung pula dengan umur harapan hidup (UHH) pada tahun 2000 mencapai 68,2 tahun sedangkan tahun 2003 meningkat menjadi 69,3 tahun. Berdasarkan Perpres Nomor 7 Tahun 2005, secara jelas menggambarkan keinginan pembangunan kesehatan untuk menurunkan prevalensi gizi kurang pada anak balita dari 25,8% menjadi 20,0% (http://www.setneg.go.id). Berdasarkan data lain yang pernah dikeluarkan oleh Dinas Kesehatan DIY pada tahun 2008 terjadi sebanyak 376 angka kematian bayi di DIY, sedangkan jumlah angka kematian ibu sebanyak 104 orang pada tahun 2008. Selain itu pada tahun 2009 bahwa rata-rata jumlah balita gizi buruk di DIY masih tergolong tinggi, hal ini dibuktikkan dengan adanya balita penderita gizi buruk di kota Yogya sebesar 71 anak, yang terdiri dari 12 anak dalam kategori kurus sekali dan 59 anak berkategori kurus. Sementara itu, di Kabupaten Kulon Progo, dari jumlah 26.852 anak berusia di bawah lima tahun, sebanyak 704 di antaranya menderita gizi buruk. Sedangkan dalam kondisi yang lain yang berhubungan dengan kesehatan masyarakat ditemukan data dari dinas kesehatan Kabupaten Bantul bahwa Angka kematian ibu dan bayi di Kabupaten Bantul masih tinggi. Tercatat sejak Januari hingga September 2010 ada 96 kasus.96 Kasus tersebut terdiri dari angka kematian ibu (AKI) sembilan kasus dan angka kematian bayi (AKB) sebanyak 87 kasus. Kasus AKI maupun AKB dari tahun ke tahun masih sering terjadi karena pada triwulan 2010, dari 10.000 proses kelahiran, maka angka kematian mencapai 96 kasus. Sementara pada 2009 dari sebanyak 13.000 proses kehamilan angka kematian mencapai 161 kasus terdiri atas 19 kasus AKI dan 142 kasus AKB. Fenomena masalah di bidang kesehatan juga terjadi kabupaten Gunung Kidul. Dimana dapat dilihat dari data yang pernah dikeluarkan dinas kesehatan kabupaten Gunungkidul mengenai Angka Kematian Ibu pada tahun 2005 bahwa terjadi 46,9 per 100 ribu kelahiran, pada tahun 2006 dan 2007 terjadi 72,9 per 100 ribu kelahiran, pada tahun 2008 terjadi 66,9 per 100 ribu kelahiran dan
57
Kebijakan dan Manajemen Publik
ISSN 2303 - 341X
Volume 1, Nomor 1, Januari 2013
pada tahun 2009 bahwa terjadi angka kematian ibu sebesar 66,93 per 100 ribu kelahiran, sementara angka kematian bayi sebesar 19 bayi pada tahun 2005, 18 kematian bayi pada tahun 2006, 17 kematian bayi pada tahun 2007, 2008 dan 2009 setiap 1.000 angka kelahiran hidup (KH). Sedangkan data dari Dinas Peternakan DIY mengenai flu burung yang diperoleh telah terjadi kematian unggas pada tahun 2005 sebanyak lebih dari 4.000 ekor, utamanya terjadi pada ayam petelur. Angka itu terus meningkat setiap tahunnya. Pada tahun 2008 di DIY terjadi kematian pada unggas sebanyak 29.400 ekor dan kemudian meningkat di tahun 2009 dimana terdapat 30.511 ekor unggas yang mati. Sementara itu dari data dinas peternakan Gunung Kidul, di kabupaten Gunung Kidul pada tahun 2008 terjadi kematian pada unggas sebanyak 3500 ekor, pada tahun 2009 terjadi kematian sebanyak 594 ekor unggas selama Mei hingga Desember, tahun 2010 angka kematian unggas mulai bulan Februari hingga September sejumlah 1.656 ekor unggas yang mati, dan tahun 2011 mulai bulan Juli hingga Desember terjadi kematian unggas sebanyak 2152 ekor, sementara mengenai jumlah kematian unggas di kecamatan Playen selama tahun 2009 hingga 2011 ditemukan 628 unggas mati mendadak dan sebanyak 222 unggas mati terjadi di Desa Bandung. Sementara itu dampak flu burung yang terjadi di DIY mulai tahun 2008 hingga 2010 mengakibatkan 20 orang terkena virus flu burung, dari jumlah itu 4 orang di antaranya adalah warga kabupaten Gunung Kidul dan salah satunya adalah orang dari Kecamatan Playen. Jadi, dari penjelasan di atas mengenai fenomena rendahnya partisipasi masyarakat terhadap program pemerintah, utamanya dalam program kesehatan perlu diamati.Gunung Kidul yang merupakan bagian dari Daerah Istimewa Yogyakarta melalui Kecamatan Playen juga pernah mendapatkan penghargaan dari pemerintah dengan menjadi daerah terbaik pada tingkatan Provinsi DIY dalam pelaksanaan desa siaga endemik flu burung pada tahun 2009.Hal inilah yang menjadi salah satu daya tarik peneliti untuk melihat partisipasi masyarakat desa utamanya mengenai bentuk-bentuk partisipasi masyarakat desa dalam program desa siaga. Selain itu Gunung Kidul juga merupakan kabupaten yang dianggap berhasil oleh pemerintah dalam melaksanakan program desa siaga. Permasalahan yang ingin dijawab dalam penelitian ini adalah Bagaimanakah
bentuk-bentuk partisipasi masyarakat desa dalam program Desa Siaga di Desa Bandung Kecamatan Playen Kabupaten Gunung Kidul Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta ?
Governance Dalam perkembangan di dunia birokrasi telah terjadi pergeseran paradigma.Pergeseran paradigma itu sendiri diakibatkan oleh semakin dewasanya birokrasi dan adanya tuntutan dari masyarakat mengenai kinerja briokrasi.Pergeseran paradigma yang dimaksud adalah pergeseran dari government menjadi governance.Governance sebagai Tata Pemerintahan, di sini bukan hanya dalam pengertian struktur dan manajemen lembaga yang disebut eksekutif, karena pemerintah (government) hanyalah salah satu dari tiga aktor besar yang membentuk lembaga yang disebut governance. Dua aktor lain adalah private sektor (sektor swasta) dan civil society (masyarakat madani). Karenanya memahami governance adalah memahami bagaimana integrasi peran antara pemerintah (birokrasi), sektor swasta dan civil society dalam suatu aturan main yang disepakati bersama. Lembaga pemerintah harus mampu menciptakan lingkungan ekonomi, politik, sosial budaya, hukum dan keamanan yang kondusif. Sektor swasta berperan aktif dalam menumbuhkan kegiatan perekonomian yang akan memperluas lapangan kerja dan meningkatkan pendapatan, sedangkan civil society harus mampu berinteraksi secara aktif dengan berbagai macam aktifitas perekonomian, sosial dan politik termasuk bagaimana melakukan kontrol terhadap jalannya aktifitas-aktifitas tersebut. Tiga komponen dalam konsep governance saling berinteraksi dan menjalankan fungsinya masing-masing, yaitu government atau state, private sector, dan civil society.Jadi governance merupakan interelasi dan interdependensi antar komponen pemerintah, pelaku usaha, dan masyarakat sipil (Hetifah, 2004:91).Institusi pemerintah berfungsi menciptakan lingkungan politik dan hukum yang kondusif, sektor swasta menciptakan pekerjaan dan pendapatan, sedangkan masyarakat berperan dalam membangun interaksi sosial, ekonomi, dan politik, termasuk mengajak kelompokkelompok masyarakat untuk berpartisipasi dalam aktivitas ekonomi, sosial, dan politik.
58
Kebijakan dan Manajemen Publik
ISSN 2303 - 341X
Volume 1, Nomor 1, Januari 2013
Government Government atau pemerintah merupakan aktor negara yang menjadi badan pendorong terciptanya lingkungan yang mampu memfasilitasi pihak lain di komunitas dan sektor swasta untuk aktif melakukan upaya pembangunan, penyedia jasa pelayanan, dan infrastruktur. Menurut Bank Dunia, pemerintah adalah sentral dalam pembangunan sosial dan ekonomi, tidak sebagai penyedia langsung pembangunan, tetapi sebagai partner, katalis, dan fasilitator. Menurut Hetifah Sumarto(2004)government atau pemerintah merupakan aktor negara yang menjadi badan pendorong terciptanya lingkungan yang mampu memfasilitasi pihak lain di komunitas dan sektor swasta untuk aktif melakukan upaya pembangunan, penyedia jasa pelayanan, dan infrastruktur. Menurut Bank Dunia, pemerintah adalah sentral dalam pembangunan sosial dan ekonomi, tidak sebagai penyedia langsung pembangunan, tetapi sebagai partner, katalis, dan fasilitator. Pemerintah bertugas merumuskan rangkaian tujuan proses memerintah. Sebagai institusi yang berwenang mengalokasikan nilai-nilai kedalam masyarakat, pemerintah memainkan peranan merumuskan kebijakan publik berdasarkan keinginan dan tuntutan dari masyarakat.Pemerintah juga bertanggung jawab dalam proses implementasi kebijakan, terutama bertanggung jawab dalam hal hasil dan dampaknya pada masyarakat. Dalam arena masyarakat yang kompetitif dan kompleks, kehadiran pemerintah sangat dibutuhkan sebagai fasilitator, yakni memudahkan atau menjembatani permainan aktor-aktor politik dan ekonomi dalam masyarakat. Civil Society Civil Society merupakan konsep tentang keberadaan satu masyarakat yang dalam batas-batas tertentu mampu memajukan dirinya sendiri melalui penciptaan aktivitas mandiri, dalam satu ruang gerak yang tidak memungkinkan negara melakukan intervensi. Penekanan diberikan pada hak-hak dasar individual sebagai manusia maupun warga negara. Penekanan ini yang membuat konsep civil societysangat erat terkait dengan demokrasi dan demokratisasi. Civil society dapat dimaknai sebagai kumpulan institusi atau organisasi di luar pemerintah dan sektor swasta, atau sebagai ruang tempat kelompokkelompok sosial dapat eksis dan bergerak. Banyak komponen civil society seperti organisasi, institusi masyarakat akar rumput, media massa, institusi pendidikan, asosiasi
profesi, organisasi keagamaan, forum warga atau forum kota dan yang lainnya yang secara keseluruhan dapat menjadi kekuatan penyeimbang terhadap pemerintah maupun dunia usaha. Kontribusi CSOs (Civil Society Organizations) sangat penting dalam mendorong proses pembangunan yang bersifat partisipatoris. Peran ini tidak hanya dalam tataran kajian dan pengembangan konsep atau teori, peningkatan kesadaran akan pentingnya partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan yang berkaitan dengan masalah publik, advokasi untuk mereformasi kebijakan agar lebih kondusif terhadap partisipasi masyarakat, tetapi juga dalam mempraktekkan pendekatan pembangunan yang bersifat partisipatoris (Hetifah, 2004:34). Sektor Privat Sektor privat/swasta adalah perusahaan dan industri swasta yang merupakan mesin utama global untuk produksi, penciptaan lapangan pekerjaan, perdagangan, pertumbuhan ekonomi, dan potensial bagi perkembangan ekonomi di negara-negara miskin, terlebih-lebih dengan hilangnya ekonomi komando yang sentralistik. Perusahaan dan industri tersebut juga menjadi konsumen terbesar sumber daya alam, sumber polusi, penyebar bahan beracun dan menjadi sumber malapetaka lingkungan. Shabercoff Philip (2000 :221) berpendapat bahwa dengan munculnya korporasi transnasional perusahaan dengan daya operasi di seluruh dunia, selama lebih dari setengah abad, perusahaan dan industri merupakan pemusatan kekuasaan ekonomi yang hanya dapat ditandingi oleh sejumlah negara industri. Private sector merupakan bagian dari ekonomi nasional yang tidak berada di bawah kontrol negara. Sektor privat/swasta meliputi perusahaan-perusahaan swasta yang bergerak di berbagai bidang dan sumber informasi di pasar. Sektor privat/swasta dibedakan dengan masyarakat (civil society), karena sektor privat/swasta mempunyai pengaruh terhadap kebijakan-kebijakan sosial, politik, ekonomi dan perusahaan-perusahaan itu sendiri. Good Governance UNDP mendefinisikan Good Governance sebagai pelaksanaan otoritas politik, ekonomi dan administrasi untuk mengatur urusan-urusan negara yang memiliki mekanisme, proses, hubungan, serta kelembagaan yang kompleks di mana warga negara dan berbagai kelompok mengartikulasikan kepentingan mereka,
59
Kebijakan dan Manajemen Publik
ISSN 2303 - 341X
Volume 1, Nomor 1, Januari 2013
melaksanakan hak dan kewajiban mereka serta menengahi perbedaan yang ada di antara mereka. Prinsip utama Good governance adalah cara mengatur pemerintahan yang memungkinkan layanan publiknya efisien, sistem pengadilannya bisa diandalkan, dan administrasinya bertanggung jawab pada publik. UNDP dan World Bank mengartikan good governance sebagai suatu penyelenggaraan manajemen pembangunan yang solid dan bertanggung jawab yang sejalan dengan pinsip demokrasi dan pasar yang korupsi efisien, penghindaran salah alokasi dana investasi dan pencegahan korupsi baik secara politik maupun administratif, menjalankan disiplin anggaran serta penciptaan legal and political framework bagi tumbuhnya aktivitas usaha (Mardiasmo, 2002: 23). Partisipasi Masyarakat Konsep partisipasi dalam administrasi publik merupakan hal yang penting dalam mewujudkan nilai demokrasi. Osborne dan Gaebler mengungkapkannya ketika memasukkan prinsip reinventing government yaitu prinsip “community owned government : empowering rather than serving” yang menunjukkan betapa pentingnya partisipasi masyarakat dalam administrasi publik. Dan kemudian berkembang perspektif new publik service yang lebih memperkuat kedudukan partisipasi masyarakat. Jati diri warga negara tidak dipandang sebagai persoalan kepentingan semata (self interest) namun juga melibatkan nilai, kepercayaan, dan kepedulian terhadap orang lain. Warga negara diposisikakn sebagai pemilik pemerintahan (owner of government) dan mampu bertindak secara bersama-sama mencapai sesuatu yang lebih baik.Kepentingan publik tidak lagi dipandang sebagai agregasi kepentingan pribadi, melainkan sebagai hasil dialog dan keterlibatan publik dalam mencari nilai bersama dan kepentingan bersama (Muluk, 2007:33). Partisipasi masyarakat dalam program pemerintahan dapat meningkatkan kemandirian yang dibutuhkan oleh masyarakat dalam mempercepat pembangunan.Masyarakat dapat berpartisipasi dalam tahapan perencanaan, implementasi dan juga evaluasi program-program pembangunan.Dengan demikian, telah terjadi perubahan pandangan masyarakat terhadap partisipasi, kini masyarakat tidak lagi memandang partisipasi sebagai sebuah kesempatan yang diberikan oleh pemerintah karena kemurahan hatinya,
tetapi lebih menghargai partisipasi sebagai suatu layanan dasar dan bagian integral dari local governance. Maka dalam hal ini partisipasi masyarakat dapat diartikan sebagai keikutsertaan masyarakat dalam programprogram pembangunan baik itu dalam proses perencanaan, implementasi, maupun evaluasi guna menjalin kerjasama dengan pihak-pihak yang lain dalam menyukseskan program pembangunan tersebut. Manfaat Partisipasi Dalam sistem pemerintahan yang demokratis, konsep partisipasi masyarakat merupakan salah satu konsep yang penting karena berkaitan langsung dengan hakikat demokrasi sebagai sistem pemerintahan yang berfokus pada rakyat sebagai pemegang kedaulatan. Menurut Thomsen yang dikutip oleh Suriana dalam tesisnya yang berjudul ‘analisis keberlanjutan pengelolaan sumber daya laut gugus pulau Kaledupa berbasis partisipasi masyrarakat’ ( Suriana, 2009: 13) memaparkan keuntungan dari partisipasi masyarakat adalah: 1. 2.
3.
4.
5.
Partisipasi memperluas basis pengetahuan dan representasi. Partisipasi membantu terbangunannya transparansi komunikasi dan hubungan-hubungan kekuasaan di antara para stakeholders Partisipasi dapat meningkatkan pendekatan iteratif dan siklikal dan menjamin bahwa solusi didasarkan pada pemahaman dan pengetahuan lokal. Partisipasi akan mendorong kepemilikan lokal, komitmen dan akuntabilitas. Pelibatan masyarakat lokal dapat membantu terciptanya hasil (outcomes) yang berkelanjutan dengan menfasilitasi kepemilikan masyarakat terhadap proyek dan menjamin bahwa aktivitas-aktivitas yang mengarah pada keberlanjutan akan terus berlangsung. Hasil yang diperoleh dari usaha-usaha kolaboratif lebih mungkin untuk diterima oleh seluruh stakeholders. Partisipasi dapat membangun kapasitas masyarakat dan modal sosial. Pendekatan partisipatif akan meningkatkan pengetahuan dari tiap stakeholders tentang kegiatan/aksi yang dilakukan oleh stakholders lain.
60
Kebijakan dan Manajemen Publik
ISSN 2303 - 341X
Volume 1, Nomor 1, Januari 2013
Bentuk-bentuk Partisipasi Masyarakat Telah disinggung sebelumnya bahwa secara sederhana partisipasi bisa diartikan sebagai keikutsertaan seseorang, kelompok, atau masyarakat dalam proses pembangunan. Pengertian tersebut dapat diartikan bahwa seseorang, kelompok, atau masyarakat dapat memberikan kontribusi/sumbangan yang sekiranya dapat menunjang keberhasilan dari sebuah proyek/program pembangunan.Secara umum partisipasi masyarkat dapat dilihat dari bentuk partisipasi masyarakat yang diberikan dalam bentuk nyata (memiliki wujud) dan juga bentuk partisipasi yang diberikan dalam bentuk tidak nyata (abstrak).Bentuk partisipasi yang nyata misalnya uang, harta benda, tenaga dan keterampilan sedangkan bentuk partisipasi yang tidak nyata adalah partisipasi buah pikiran, partisipasi sosial, pengambilan keputusan dan partisipasi representatif. Bentuk-bentuk partisipasi masyarakat dapat dilihat sebagai berikut (Huraerah, 2008: 102) : 1. Partisipasi buah pikiran, yang diberikan partisipan dalam anjang sono, pertemuan atau rapat; 2. Partisipasi tenaga, yang diberikan partisipan dalam berbagai kegiatan untuk perbaikan atau pembangunan desa, pertolongan bagi orang lain, dan sebagainya; 3. Partisipasi harta benda, yang diberikan orang dalam berbagai kegiatan untuk perbaikan atau pembangunan desa, pertolongan bagi orang lain yang biasanya berupa uang, makanan dan sebagainya; 4. Partisipasi keetrampilan dan kemahiran, yang diberikan orang untuk mendorong aneka ragam bentuk usaha dan industri; 5. Partisipasi sosial, yang diberikan orang sebagai tanda keguyuban. Sementara itu Ndraha (1990:103-104) membagi bentuk atau tahap partisipasi menjadi 6 bentuk/tahapan, yaitu: a. partisipasi dalam/melalui kontak dengan pihak lain (contact change) sebagai salah satu titik awal perubahan sosial; b. partisipasi dalam memerhatikan/menyerap dan memberi tanggapan terhadap informasi, baik dalam arti menerima (menaati, memenuhi,
melaksanakan), mengiyakan, menerima dengan syarat, maupun dalam arti menolaknya; c. partisipasi dalam perencanaan pembangunan, termasuk pengambilan keputusan; d. partisipasi dalam pelaksanaan operasional pembangunan; e. partisipasi dalam menerima, memelihara dan mengembangkan hasil pembangunan; dan f. partisipasi dalam menilai pembangunan, yaitu keterlibatan masyarakat dalam menilai sejauh mana pelaksanaan pembangunan sesuai dengan rencana dan sejauh mana hasilnya dapat memenuhi kebutuhan masyarakat. Program Desa Siaga Desa Siaga adalah program yang memiliki ekspektasi dan goals untuk mencapai suatu kondisi masyarakat tingkat desa yang memiliki kemampuan dalam menemukan permasalahan yang ada, kemudian merencanakan dan melakukan pemecahannya sesuai potensi yang dimilikinya, serta selalu siap siaga dalam menghadapi masalah kesehatan dan kegawat-daruratan. Desa siaga sendiri memilki tujuan untuk mengembangkan kepedulian dan kesiapsiagaan masyarakat desa dalam mencegah dan mengatasi masalah kesehatan, bencana dan kegawat-daruratan secara mandiri sehingga akan dapat mewujudkan desa sehat yang mandiri, yang artinya : 1. meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat desa tentang pentingnya kesehatan, 2. meningkatkan kewaspadaan dan kesiapsiagaan masyarakat desa terhadap resiko dan bahaya yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan, 3. meningkatkan keluarga yang sadar gizi dan melaksanakan perilaku hidup sehat dan bersih, 4. meningkatnya kesehatan lingkungan di Desa, 5. meningkatnya kemampuan dan kemauan masyarakat desa untuk menolong diri sendiri di bidang kesehatan. Gambaran umum kajian penelitan Sejak adanya Program Desa Siaga yang bertujuaan secara umum untuk memberikan kesadaran masyarakat di bidang kesehatan dan utamanya menekan angka
61
Kebijakan dan Manajemen Publik
ISSN 2303 - 341X
Volume 1, Nomor 1, Januari 2013
kematian ibu dan kematian bayi, maka setiap desa diharapkan mampu memiliki fasilitas kesehatan yang baik. Di Desa Bandung sendiri dalam mengupayakan peningkatan pelayanan kesehatan terdapat Puskesmas pembantu, dimana di Puskesmas pembantu itu sendiri terdapat seorang bidan yang siap menangani proses kelahiran bayi dan menangani pelayanan kesehatan masyarakat tingkat dasar. Selain itu pelayanan kesehatan masyarakat Desa Bandung juga didukung dengan adanya rumah sakit swasta dan dokter praktek, yang tentunya juga dapat membantu pelayanan masyarakat dalam hal kesehatan.Selain itu upaya yang dilakukan masyarakat Bandung adalah dengan adanya delapan posyandu yang pelaksanaannya setiap bulan, dimana kegiatan yang dilakukan seperti adanya penimbangan bayi, pemberian makanan tambahan kepada bayi dan pengetahuan umum mengenai makanan bergizi kepada ibu-ibu. Untuk mengenai jumlah angka kematian bayi dan ibu pada kurun waktu tahun 2007 hingga maret 2012 terjadi kematian pada ibu berjumlah satu orang dan kematian bayi berjumlah 15 orang bayi yang terjadi pada, tahun 2007 tujuh orang bayi meninggal, tahun 2008 empat orang bayi meninggal, tahun 2009 enam bayi meninggal, tahun 2010 empat orang bayi meninggal, tahun 2011 satu orang ibu meninggal dan hingga maret 2012 satu orang bayi meninggal. Salah satu penyebabnya adalah terjadinya kelahiran bayi secara prematur yang berjumlah lima orang bayi. Pelaksanaan Desa Siaga di Desa Bandung sendiri juga tidak terlepas dari adanya forum Desa Siaga yang saat ini telah memiliki kepengurusan mulai dari tingkat desa hingga dusun.Pelaksanaan forum Desa Siaga sendiri diadakan setiap bulannya. Salah satu kegiatan yang dilakukan masyarakat Bandung di bidang kesehatan adalah dengan adanya kemauan melapor kepada petugas kesehatan setempat mengenai kejadian-kejadian adanya gejala penyakit menular seperti flu burung, hal ini seperti yang pernah dilakukan masyarakat pada tahun 2009, masyarakat melaporkan kejadian matinya ternak mereka dan kemudian petugas dari Dinas Peternakan mengadakan penyemprotan kandang ternak yang dibantu oleh masyarakat. Selain itu di Desa Bandung juga memiliki PAUD yang salah satu fungsinya mengenalkan pendidikan kesehatan kepada anak sejak dini.Di Desa Bandung terdapat dua PAUD yaitu PAUD yang ada di Dusun Mendongan dan PAUD yang ada di Dusun Bandung. Masyarakat Desa Bandung selama ini juga telah aktif menciptakan
lingkungan yang sehat salah satunya adalah adanya kegiatan kerja bakti setiap bulannya baik di tingkat desa, dusun ataupun RT. Selain itu di Desa Bandung juga pernah diadakan pelatihan mengenai pemberantasan jentik nyamuk, sehingga masyarakat setidaknya dapat menjaga kesehatan lingkungannya dengan 3M. Perkembangan Desa Siaga di Desa Bandung Desa Bandung di Kecamatan Playen Kabupaten Gunung Kidul merupakan salah satu Desa yang telah melaksanakan Program Desa Siaga sejak munculnya SK dari Kementrian Kesehatan Republik Indonesia tahun 2006 no. 564 mengenai pelaksanaan Program Desa Siaga. Pada tahapan awal Kabupaten Gunung Kidul memilih 10 Desa untuk melaksanakan Program Desa Siaga tahap pertama. Kemudian pada tahun 2007 terdapat 40 desa dan tahun 2008 sudah 103 desa yang melaksanakan Program Desa Siaga dan puncaknya pada tahun 2009 bahwa seluruh desa di Kabupaten Gunung Kidul sudah melaksanakan Program Desa Siaga yaitu sebanyak 144 Desa. Kabupaten Gunung Kidul sebelumnya juga pernah menjalankan program yang bertujuan untuk mengantisipasi jumlah angka kematian ibu dan anak pada tahun 2005 dengan program Siap antar Jaga. Dalam pelaksanaan Program Desa Siaga di Desa Bandung dilaksanakan oleh petugas dari Dinas Kesehatan, Puskesmas, Bidan dan kader Desa Siaga serta masyarakat secara umum. Sementara itu secara garis besar kondisi kesehatan masyarakat di Kecamatan Playen khususnya Desa Bandung dikategorikan baik, hal ini dikarenakan letak Desa Bandung dekat dengan fasilitas kesehatan seperti Puskesmas dan rumah sakit swasta, selain itu baiknya sarana transportasi dan jalan juga memudahkan masyarakat untuk pergi ke Puskesmas ataupun rumah sakit swasta. Masyarakat Desa Bandung pun sudah memiliki kesadaran akan pentingnya kesehatan, masyarakat Desa Bandung juga telah memanfaatkan pelayanan kesehatan yang ada di sekitar Desa Bandung baik itu Puskesmas Playen ataupun rumah sakit swasta sekitar. Dengan kondisi kesadaran masyarakat yang baik akan pentingnya kesehatan maka di Desa Bandung selama ini tidak ditemukan penyakit-penyakit yang membahayakan kesehatan masyarakat Desa Bandung. Program Desa Siaga di Kabupaten Gunung Kidul secara keseluruhan mulai dikenalkan kepada masyarakat mulai pada tahun 2008, begitu juga yang terjadi di Desa
62
Kebijakan dan Manajemen Publik
ISSN 2303 - 341X
Volume 1, Nomor 1, Januari 2013
Bandung. Masyarakat mengetahui Program Desa Siaga melalui kegiatan sosialisasi, penyuluhan hingga pelatihan yang diberikan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Gunung Kidul, Puskesmas, Pengurus Desa Siaga serta melalui kegiatan-kegiatan di tingkat desa seperti Musyawarah Desa. Sosialisasi Program Desa Siaga dilakukan melalui adanya forum desa siaga, pertemuan ibu-ibu PKK, Posyandu hingga melalui rapat di tingkat dusun. Di Kabupaten Gunung Kidul sosialisasi awal setelah adanya SK MENKES no.564 tahun 2006 mengenai pelaksanaan Desa Siaga diawali dengan adanya pelatihan tenaga kesehatan yaitu tenaga kesehatan yang ada di Puskesmas, selanjutnya ada 10 Desa yang ditunjuk untuk menjadi Desa yang mengawali pelaksanaan Desa Siaga termasuk Desa Bandung. Tahapan selanjutnya adalah melatih kader yang ada di setiap desa dan kemudian membentuk kepengurusan Desa Siaga. Desa Bandung adalah Desa yang hingga saat ini masih mengembangkan Desa Siaga.Desa Bandung juga disebut sebagai desa yang memiliki inovasi dalam pengembangan Desa Siaga.Salah satu bukti adalah ketika adanya penghargaan dari Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta mengenai Desa Siaga Flu Burung dan dijadikan desa percontohan di Gunung Kidul dalam pelaksanaannya.Pengembangan Program Desa Siaga di Desa Bandung dapat tercermin dari adanya berbagai bentuk atau jenis Desa Siaga itu sendiri seperti adanya Desa Siaga Tanggap Flu Burung, Desa Siaga Kawasan Bebas Rokok, Desa Siaga Rawan Bencana dan Desa Siaga Sehat Jiwa. Perkembangan Program Desa Siaga di Desa Bandung bukan hanya terdapat dalam hal inovasi saja, namun perkembangan Desa Siaga di Desa Bandung sudah berkembang dalam ruang lingkup yang lebih sempit yaitu di Desa Bandung sudah melaksanakan Program Desa Siaga di tingkat dusun. Jadi dalam hal ini selain pelaksanaannya sudah ada di tingkat dusun juga sudah dibentuk pengurus Desa Siaga tingkat dusun. Partisipasi masyarakat Desa dalam program Desa Siaga
Bandung
UNDP mendefinisikan Good Governance sebagai pelaksanaan otoritas politik, ekonomi dan administrasi untuk mengatur urusan-urusan negara yang memiliki mekanisme, proses, hubungan, serta kelembagaan yang kompleks dimana warga negara dan berbagai kelompok mengartikulasikan kepentingan mereka, melaksanakan hak dan kewajiban mereka serta
menengahi perbedaan yang ada di antara mereka. Prinsip utama Good governance adalah mengatur pemerintahan yang memungkinkan layanan publiknya berfungsi efisien, sistem pengadilannya bisa diandalkan, dan administrasinya bertanggung jawab pada publik. UNDP dan World Bank mengartikan good governance sebagai suatu penyelenggaraan manajemen pembangunan yang solid dan bertanggung jawab yang sejalan dengan pinsip demokrasi dan pasar yang korupsi efisien, penghindaran salah alokasi dana investasi dan pencegahan korupsi baik secara politik maupun administratif, menjalankan disiplin anggaran serta penciptaan legal and political framework bagi tumbuhnya aktivitas usaha (Mardiasmo, 2002: 23). Partisipasi masyarakat di Desa Bandung dalam Program Desa Siaga menggambarkan kondisi yang baik, partisipasi masyarakat dalam Program Desa Siaga dapat dibuktikan dengan hadirnya masyarakat dalam kegiatan-kegiatan yang terkait dalam program tersebut seperti kegiatan Musyawarah, Sosialisasi, Penyuluhan, hingga Pelatihanpelatihan. Bagi kader dan masyarakat perempuan juga antusias mengikuti kegiatan Posyandu ataupun PKK.Selain itu dengan adanya antusias masyarakat yang tinggi kepengurusan Desa Siaga juga terdapat di tingkat dusun sehingga ada pengurus dusun siaga.Dalam pelaksanaan Program Desa Siaga di Desa Bandung juga mendapatkan dukungan dari tokoh masyarakat hingga aparat Desa. Partisipasi masyarakat dalam Program Desa Siaga juga melalui tahapan pelaksanaan, dimana di Desa Bandung pelaksanaan Program Desa Siaga dapat dilihat dari adanya kegiatan seperti adanya upaya masyarakat untuk menciptakan lingkungan sehat dan PHBS. Selain itu kegiatan yang lain adalah adanya Posyandu yang dilakukan dalam waktu sebulan sekali. Dalam melaksanakan Program Desa Siaga masyarakat selalu mengambil peran dalam menciptakan lingkungan yang sehat dan bebas dari penyakit, hal ini ditunjukan dengan partisipasi masyarakat dalam mengikuti kegiatan-kegiatan kebersihan lingkungan seperti kerja bakti di tingkat desa hingga adanya kerja bakti di tingkat dusun yang dilakukan bersama semua elemen masyarakat.Selain itu ada kegiatan masyarakat untuk menciptakan ambulan desa yang bertujuan untuk membawa masyarakat yang sakit ke Puskesmas ataupun Rumah Sakit.
63
Kebijakan dan Manajemen Publik
ISSN 2303 - 341X
Volume 1, Nomor 1, Januari 2013
Bentuk-bentuk partisipasi masyarakat Desa Bandung dalam program Desa Siaga Bentuk-bentuk partisipasi masyarakat dapat dilihat sebagai berikut (Huraerah, 2008: 102) : a. Partisipasi buah pikiran, yang diberikan partisipan dalam anjang sono, pertemuan atau rapat; b. Partisipasi tenaga, yang diberikan partisipan dalam berbagai kegiatan untuk perbaikan atau pembangunan desa, pertolongan bagi orang lain, dan sebagainya; c. Partisipasi harta benda, yang diberikan orang dalam berbagai kegiatan untuk perbaikan atau pembangunan desa, pertolongan bagi orang lain yang biasanya berupa uang, makanan dan sebagainya; d. Partisipasi keterampilan dan kemahiran, yang diberikan orang untuk mendorong aneka ragam bentuk usaha dan industri; e. Partisipasi sosial, yang diberikan orang sebagai tanda keguyuban. Sementara itu Ndraha (1990:103-104) membagi bentuk atau tahap partisipasi menjadi enam bentuk/tahapan, yaitu: a. partisipasi dalam atau melalui kontak dengan pihak lain (contact change) sebagai salah satu titik awal perubahan sosial; b. patisipasi dalam memperhatikan/menyerap dan memberi tanggapan terhadap informasi, baik dalam arti menerima (mentaati, memenuhi, melaksanakan), mengiyakan, menerima dengan syarat, maupun dalam arti menolaknya; c. partisipasi dalam perencanaan pembangunan, termasuk pengambilan keputusan; d. partisipasi dalam pelaksanaan operasional pembangunan; e. partisipasi dalam menerima, memelihara dan mengembangkan hasil pembangunan; dan f. partisipasi dalam menilai pembangunan, yaitu keterlibatan masyarakat dalam menilai sejauh mana pelaksanaan pembangunan sesuai dengan rencana dan sejauh mana hasilnya dapat memenuhi kebutuhan masyarakat. Dari penelitian yang dilakukan Di Desa Bandung Kecamatan Playen Kabupaten Gunung Kidul mengenai bentuk-bentuk partisipasi masyarakat dalam Program Desa Siaga ditemukan bahwa partisipasi masyarakat dalam bentuk tenaga, utamanya yang diberikan oleh kaum bapak-bapak seperti dalam kegiatan kerja bakti ataupun pembangunan fasilitas kesehatan seperti POSKESDES. Masyarakat
Desa Bandung dalam Program Desa Siaga juga memberikan sumbangan berupa partisipasi harta benda. Hal ini dapat dilihat dengan adanya sumbangan dana dari masyarakat yang memiliki kelebihan pendapatan seperti PNS. Sumbangan yang diberikan oleh masyarakat secara umum diberikan melalui iuran kebersihan, walaupun tidak semua masyarakat mau memberikan iuran kebersihan namun dengan adanya iuran tersebut setidaknya dapat membantu pelaksanaan Program Desa Siaga. Dari hasil peneletian tidak hanya uang ataupun dana yang diberikan oleh masyarakat namun juga ada “Ambulan Desa” yang tujuannya untuk membantu masyarakat yang sakit untuk di bawa ke Puskesmas ataupun Rumah Sakit setempat. Masyarakat Desa Bandung yang memiliki mobil secara sukarela ketika dimintai tolong masyarakat yang lain dan Ambulan Desa ini tidak dikenai tarif atau biaya ketika meminjamnya. Ambulan Desa di Desa Bandung juga sudah terdapat di setiap dusun yang ada, jadi ketika ada masyarakat yang sakit yang harus dibawa ke Puskesmas atau Rumah Sakit tidak perlu menyewa mobil.Masyarakat Desa Bandung dalam Program Desa Siaga juga memberikan partisipasi berupa buah pikiran, hal ini dapat dilihat dari keikutsertaan masyarakat untuk mengikuti forum Desa Siaga khususnya para kader desa siaga. Partisipasi yang diberikan yaitu kemauan untuk bertanya ketika dalam forum Desa Siaga hingga kemauan untuk memberikan saran dan pendapat, dengan kondisi itu pertemuan Desa Siaga yang diadakan dapat membangun suasana yang kondusif ( gayeng ). Sementara itu dalam penelitian ini juga ditemukan hambatan dalam pelaksanaan Program Desa Siaga di Desa Bandungseperti adanya kekurangan tenaga kesehatan seperti kurangnya ketersediaan motivator atau tenaga penyuluh dalam pelaksanaan Program Desa Siaga, selain itu belum adanya dukungan sarana-prasana yang baik dan masih adanya keterbatasan dana untuk menjalankan Program Desa Siaga.Di sisi lain tidak hanya mengenai hambatan-hambatan dalam pelaksanaan Program Desa Siaga yang ditemukan peneliti di lapangan, namun peneliti juga menemukan faktor-faktor yang mendukung pelaksanaan Program Desa Siaga di Desa Bandungseperti adanya semangat dan motivasi yang masih tinggi yang dimiliki oleh kader-kader pengurus Desa Siaga, adanya dukungan dari tokoh masyarakat dan aparat Desa Bandung, dan adanya partisipasi masyarakat Desa Bandung dalam Program Desa Siaga sehingga dengan
64
Kebijakan dan Manajemen Publik
ISSN 2303 - 341X
Volume 1, Nomor 1, Januari 2013
dukungan-dukungan tersebut dapat menjadi kunci suksesnya pelaksanaan Program Desa Siaga di Desa Bandung selama ini. Kesimpulan Dari hasil penelitian mengenai bentukbentuk partisipasi msyarakat desa dalam program Desa Siaga di Desa Bandung Kecamatan Playen Kabupaten Gunung Kidul Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yang berdasar pada penyajian data, analisis data dan interpretasi data dapat ditarik kesimpulan, sebagai berikut : 1) Pelaksanaan program Desa Siaga di Kabupaten Gunung Kidul secara umum telah dilaksanakan sejak tahun 2006 dengan berpedoman pada SK Menkes no. 564 tahun 2006 mengenai pelaksanaan program Desa Siaga, upaya yang telah dilakukan oleh Dinas Kesehatan Gunung Kidul dalam pelaksanaan Program Desa Siaga seperti sosialisasi, pelatihan ataupun penyuluhan baik kepada tenaga kesehatan, kader Desa Siaga dan masyarakat. Namun secara keseluruhan pada tahun 2009 program Desa Siaga di Kabupaten Gunung Kidul baru dapat dilaksanakan diseluruh desa di Kabupaten Gunung Kidul.Pelaksanaan Desa Siaga di Desa Bandung sudah dilaksanakan sejak tahun 2006 dan mendapat penghargaan dari Gubernur DIY dalam program Desa Siaga tanggap Flu Burung pada tahun 2009, sehingga menjadi desa percontohan di Kabupaten Gunung Kidul dalam program Desa Siaga tanggap Flu Burung. 2) Partisipasi masyarakat Desa Bandung dalam pelaksanaan Program Desa Siaga menggambarkan kondisi yang baik, hal ini dikarenakan adanya dukungan yang baik dari aparat desa, tokoh masyarakat, kader Desa Siaga hingga masyarakat. Selain itu masyarakat dan kader Desa Siaga antusias dengan adanya kegiatan forum desa siaga, sosialisasi program, pelatihan-pelatihan dan penyuluhanpenyuluhan. Selain itu kegiatankegiatan Desa Siaga selalu mendapat dukungan dari ibu-ibu PKK dan kader-kader Posyandu. Pelaksanaan Desa Siaga di Desa Bandung juga didukung dengan adanya kepengurusan Desa Siaga hingga tingkat Dusun, sehingga di Desa
Bandung terdapat kepengurusan Desa Siaga dan kepengurusan Dusun Siaga yang memiliki fungsi dan tujuan yang sama. 3) Desa Bandung adalah Desa yang memiliki inovasi dalam pelaksanaan program Desa Siaga seperti dengan adanya Desa Siaga tanggap Flu Burung, Desa Siaga Sehat Jiwa, Desa Siaga Tanggap Bencana dan Desa Siaga Kawasan Bebas Merokok. Secara umum kondisi kesehatan masyarakat desa Bandung dikategorikan baik hal ini dikarenakan adanya kemauan masyarakat untuk memanfaatkan fasilitas kesehatan yang ada di sekitarnya seperti Puskesmas dan Rumah Sakit. 4) Bentuk-bentuk partisipasi masyarakat Desa Bandung dalam program Desa Siaga meliputi : a) Partisipasi masyarakat dalam bentuk tenaga, seperti adanya kemauan dari masyarakat secara umum ikut serta dalam pelaksanaan kerja bakti ataupun pembangunan fasilitas kesehatan seperti Poskesdes. b) Partisipasi masyarakat dalam bentuk harta benda, seperti adanya kemauan masyarakat untuk memberikan sumbangan berupa uang untuk kegiatankegiatan Desa Siaga. Secara umum masyarakat mau memberikan iuran kebersihan yang dikelola oleh pengurus Desa Siaga, selain itu ada juga masyarakat yang mau memberikan makanan ringan dan memberikan air minum dalam kegiatan-kegiatan Desa Siaga seperti; memberikan air mineral, teh ataupun kopi. Masyarakat Desa Bandung yang memiliki mobil pribadi juga memiliki kemauan untuk menjadikan mobilnya menjadi “Ambulan Desa” ketika ada masyarakat yang harus dibawa ke fasilitas kesehatan seperti rumah sakit ataupun Puskesmas, sehingga masyarakat yang membutuhkan tidak perlu menyewa mobil untuk ke rumah sakit ataupun Puskesmas. c) Partisipasi masyarakat dalam bentuk buah pikiran, hal ini ditunjukan dengan keikutsertaan masyarakat untuk mengikuti forum Desa Siaga khususnya yang dilakukan kader Desa Siaga tingkat desa hingga dusun. Partisipasi yang diberikan seperti adanya kemauan untuk bertanya ketika ada forum Desa Siaga hingga memberikan saran dan pendapat,
65
Kebijakan dan Manajemen Publik
ISSN 2303 - 341X
Volume 1, Nomor 1, Januari 2013
dengan kondisi seperti itu pertemuan Desa Siaga yang diadakan dapat membangun suasana yang kondusif (gayeng).
Daftar Pustaka Aprissa
Thalita, Eka, 2009. Partisipasi Masyarakat dalam Program Kelurahan Siaga di Kecamatan Wonocolo Kota Surabaya. Skripsi Ilmu Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Airlangga, Surabaya. Arip Mustari, Kristiani, 2007. Persepsi stakeholder terhadap pembentukan kelurahan Siaga di kota Tasikmalaya tahun 2006. Thesis Program Magister Kebijakan dan Manajemen Pelayanan kesehatan. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada. Bungin, Burhan. 2003.Analisis Data Penelitian Kualitatif. PT Raja Grafindo Persada, Jakarta. Denhardt, Robert B. dan Janet V. Denhardt. 2003. “The New Public Service: An Approach to Reform”. International Review of Public Administration 8 (1). Pdf, diakses 04-06-2011, 22.36 Faisal, Sanapiah. 1990. Penelitian Kualitatif: Dasar-dasar dan Aplikasi. Malang : YA3 Malang. Hetifah Sj. Sumarto. 2004. Inovasi, Partisipasi, dan Good Governance. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia. Huraerah, Abu. 2008. Pengorganisasian & Pengembangan Masyarakat : Model & Strategi Pembangunan Berbasis Kerakyatan. Bandung: Humaniora. Husein, Umar. 2004. Metode Riset Ilmu Administrasi. Gramedia Pustaka Utama. . Mardiasmo. 2004. Otonomi dan Manajemen keuangan Daerah. Yogyakarta : Penerbit Andi Masoed, Mochtar. 2003.Negara, Kapital, dan Demokrasi, Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Miles, Mathew J dan A. Michael Huberman. 1992. Analisis Data Kualitatif: Buku Sumber Tentang MetodeBaru. Jakarta : UI Press.
Moleong. 2007. Metode Penelitian Kualitatif, Bandung : PT Remaja Rodakarya. Muluk, Khairul. New Public Service dan Pemerintahan Partsipatif. Universitas Brawijaya, muluk-demokratisasi administrasi publik dalam pemerintahan.pdf, diakses 04-062011, 05:45 Muluk, Khairul. 2007. Menggugat Partisipasi Publik dalam Pemerintahan Daerah. Malang : Lembaga Penerbitan dan Dokumentasi FIA-Unibraw. Ndraha, Talizuduhu. 1990. Pembangunan Masyarakat: Mempersiapkan Masyarakat Tinggal Landas. Jakarta: PT Renika Cipta. Nugroho, Riant. 2008. Public Policy. Jakarta : PT. Elex Media Komputindo Patton, Michael Quinn. 2006. Metode Evaluasi Kualitatif. Yoyakarta : Penerbit Pustaka Belajar. Oktarina Ratu, Ainun. 2011. Partisipasi Masyarakat dalam Pengelolaan Wisata Anyar Mangrove di Surabaya. Skripsi Ilmu Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Airlangga, Surabaya. Santosa, Pandji. 2009. Administrasi Publik Teori dan Aplikasi Good Governance, Bandung : PT Refika Aditama. Shabecoff, Phillip. 2000. Sebuah Nama Baru Untuk Perdamaian. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia. Slamet, Y. 1994. Pembangunan Masyarakat Berwawasan Partisipasi. Surakarta : Universitas Sebelas Maret Press. Subarsono, A.G, 2006. Analisis Kebijakan Publik : Konsep, Teori, dan Aplikasi. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Suriana,
2009. Analisis keberlanjutan pengelolaan sumber daya laut gugus pulau kaledupa berbasis partisipasi masyrarakat. Thesis Program Magister Ekonomi dan Manajemen. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Thoha, Miftah. 2009. Ilmu Administrasi Publik Kontemporer. Jakarta: Kencana. Widodo, Joko. 2007. Analisis Kebijakan Publik Konsep dan Aplikasi Analisis Proses Kebijakan Publik.Malang : Bayumedia Publishing.
66
Kebijakan dan Manajemen Publik
ISSN 2303 - 341X
Volume 1, Nomor 1, Januari 2013
67