PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMILIHAN KEPALA DESA (SUATU STUDI DI DESA TONSEALAMA KECAMATAN TONDANO UTARA) Oleh : THEOFILUS KUHON ABSTRAKSI Konsep demokrasi dapat diartikan sebagai suatu pemerintahan yang berasal dari, oleh dan untuk rakyat karenanya salah satu pilar demokrasi adalah partisipasi. Bentuk partisipasi politik yang sangat penting dilakukan oleh warga negara adalah keikutsertaan dalam pemilihan umum.Pemilihan kepala desa (Pilkades) konon dianggap sebagai arena demokrasi yang paling nyata di desa, dalam Pilkades terjadi kompetisi yang bebas, partisipasi masyarakat, pemilihan secara langsung dengan prinsip one man one vote (satu orang satu suara). Partisipasi masyarakat merupakan keharusan dalam mewujudkan pemerintahan yang demokratis, namun demikian rendahnya partisipasi pemilih menjadi gejala umum dalam pemilihan kepala desa di banyak wilayah dan kemungkinan fenomena rendahnya partisipasi pemilih ini juga akan menjadi gejala umum pemilu Indonesia di masa mendatang . Partisipasi masyarakat merupakan salah satu syarat untuk mewujudkan pemerintahan yang demokratis, meskipun bentuk-bentuk partisipasi masyarakat ini dapat diekspresikan dalam berbagai macam, namun pada umumnya di negara-negara demokrasi ada anggapan bahwa lebih banyak partisipasi masyarakat, akan lebih baik artinya tingginya tingkat partisipasi menunjukkan bahwa masyarakat mengikuti dan memahami masalah-masalah politik dan ikut melibatkan diri dalam kegiatan-kegiatan tersebut. Tidak dapat dipungkiri rendahnya partisipasi masyarakat merupakan masalah nasional, sehingga penangannnya tidak melulu diserahkan pada salah satu pihak, diperlukan keikutsertaan seluruh komponen bangsa untuk menangani masalah ini. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konsep demokrasi dapat diartikan sebagai suatu pemerintahan yang berasal dari, oleh dan untuk rakyat karenanya salah satu pilar demokrasi adalah partisipasi. Bentuk partisipasi politik yang sangat penting dilakukan oleh warga negara adalah keikutsertaan dalam pemilihan umum. Secara umum partisipasi politik merupakan kegiatan seseorang atau sekelompok orang untuk ikut serta secara aktif dalam kehidupan politik, antara lain dengan jalan memilih pimpinan negara dan, secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi kebijakan publik (public policy). Anggota masyarakat yang berpartisipasi dalam proses politik, misalnya dalam pemilihan umum, melakukan tindakannya didorong oleh keyakinan bahwa melalui kegiatan itu kepentingan mereka akan tersalurkan atau sekurang-kurangnya diperhatikan, dan bahwa mereka sedikit banyak dapat mempengaruhi tindakan dari mereka yang berwenang untuk membuat keputusan yang mengikat. Pemilihan kepala desa (Pilkades) konon dianggap sebagai arena demokrasi yang paling nyata di desa,
dalam Pilkades terjadi kompetisi yang bebas, partisipasi masyarakat, pemilihan secara langsung dengan prinsip one man one vote (satu orang satu suara). Demokrasi desa setidaknya dibentuk dengan tiga tata yang dihasilkan dari “kontrak sosial” masyarakat setempat: tata krama (fatsoen), tata susila (etika) dan tata cara (aturan main) atau rule of law. Tata krama dan tata susila adalah bentuk budaya demokrasi yang mengajarkan toleransi, penghormatan terhadap sesama, kesantunan, kebersamaan, dan lainlain. Tata cara adalah sebuah mekanisme atau aturan main untuk mengelola pemerintahan, hukum waris, perkawinan, pertanian, pengairan, pembagian tanah, dan lain-lain. Pemilihan kepala desa merupakan sesuatu hal lazim yang dilaksanakan ditiap-tiap desa, merupakan sesuatu proses rutinitas pergantian pemimpin desa. Kepala desa adalah pemimpin desa di Indonesia. Kepala desa merupakan pimpinan dari pemerintah desa. Masa jabatan kepala desa adalah 6 (enam) tahun, dan dapat diperpanjang lagi untuk satu kali masa jabatan. Kepala desa tidak bertanggung jawab kepada camat, namun hanya dikoordinasikan saja oleh camat. Jabatan kepala desa dapat disebut dengan nama lain, misalnya wali nagari (Sumatera Barat), pambakal (Kalimantan Selatan), hukum tua (Sulawesi Utara). Partisipasi masyarakat
merupakan keharusan dalam mewujudkan pemerintahan
yang demokratis, namun demikian rendahnya partisipasi pemilih menjadi gejala umum dalam pemilihan kepala desa di banyak wilayah dan kemungkinan fenomena rendahnya partisipasi pemilih ini juga akan menjadi gejala umum pemilu Indonesia di masa mendatang. Sampai saat ini belum ada penjelasan yang memadai apa yang menyebabkan seorang pemilih untuk tidak ikut memilih, berbagai penjelasan mengenai rendahnya partisipasi pemilih di Indonesia hingga saat ini masih didasarkan pada asumsi dan belum didasarkan pada riset yang kokoh. Pengamat dan penyelenggara pemilu memang kerap melontarkan pendapat tentang penyebab rendahnya tingkat partisipasi pemilih,
tetapi
berbagai penjelasan itu didasarkan pada pengamatan dan bukan berdasarkan hasil riset. Pemahaman mereka tentang demokrasi pada umumnya adalah masyarakat dapat ikut menentukan siapa yang memimpin mereka melalui pemilu (Pilkades), namun hal lain yang diungkapkan adalah adanya penilaian bahwa tidak ada calon kepala desa yang memenuhi kriteria sebagai pemimpin yang baik, dengan kalimat lain dapat dinyatakan bahwa ketidakhadiran mereka dalam Pilkades bukan disebabkan karena sistem Pilkades yang tidak demokratis.
Tidak dapat dipungkiri rendahnya partisipasi masyarakat merupakan masalah
nasional, sehingga penangannnya tidak melulu diserahkan pada salah satu pihak, diperlukan keikutsertaan seluruh komponen bangsa untuk menangani masalah ini
Setiap wilayah maupun periode pemilihan kepala desa selalu ditemukan keunikannya masing-masing, secara umum pemilihan kepala desa sangat kental akan kedekatan emosi karena pemilih mengenal betul orang-orang yang mencalonkan diri menjadi kepala desa, juga didukung adanya hubungan kekerabatan, dan persaingan yang tajam antar tim sukses calon kepala desa. A. Rumusan Masalah Bertolak dari latar belakang di atas, maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah: Apakah yang menyebabkan rendahnya partisipasi masyarakat desa Tonsea Lama Kecamatan Tondano Utara dalam proses pemilihan kepala desa? B. Tujuan Penelitian Untuk mengetahui rendahnya tingkat partisipasi masyarakat pemilih pada pemilihan kepala desa. C. Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan mempunyai kegunaan, baik teoritis maupun praktis. D. Kegunaan Teoritis Penelitian ini diharapkan bisa menyumbang pemahaman tentang faktor pendukung dan penghambat partisipasi pemilih di Indonesia. Hasil Penelitian ini juga bisa memperkaya khasanah wawasan mengenai faktor pendukung dan penghambat partisipasi pemilih di Indonesia.
BAB II TELAAH PUSTAKA A. Partisipasi Politik Secara harfiah partisipasi berarti keikutsertaan, untuk memaknai partisipasi dalam konteks politik dapat dikatakan sebagai bentuk keikutsertaan warga dalam berbagai proses politik,
keikutsertaan warga yang dimaksud adalah kemauan warga untuk melihat,
mengkritisi serta ikut terlibat secara aktif dalam setiap proses politik (baca : pilkada atau pemilu). Keterlibatan tersebut bukan berarti warga akan mendukung seluruh keputusan, kebijakan maupun pelaksanaan kebijakan, /keputusan yang akan dan telah ditetapkan oleh pemimpinnya, jika terjadi sebaliknya maka kondisi ini tidak bisa dikatakan sebagai partisipasi, namun yang lebih tepat adalah mobilisasi politik (Huntington& Nelson 1994:25).
Partisipasi politik yang dimaksud adalah keterlibatan warga dalam segala tahapan kebijakan, mulai dari sejak perencanaan, pembuatan keputusan sampai dengan penilaian keputusan, termasuk juga peluang untuk ikut serta dalam pelaksanaan keputusan. Peran warga dalam partisipasi politik tersebut, selama ini bisa dikatakan masih sangat kurang (Gatara & Dzulkiah Said 2007:90-91). Partisipasi Pemilih Partisipasi masyarakat merupakan keharusan dalam mewujudkan pemerintahan yang demokratis, oleh karena itu pertanyaannya adalah bagaimana agar partisipasi masyarakat ini bisa muncul? Tentu saja jawabannya tidak semudah membalikan telapak tangan, namun harus tetap ada upaya yang harus di usahakan menuju partisipasi tersebut. Terkadang keinginan untuk berpartisipasi dari masyarakat sangat besar, tetapi untuk mengaktualisasikan partisipasi tersebut kerap tidak tahu bagaimana caranya, jika hal tersebut dibiarkan maka kemungkinan yang timbul adalah kekerasan sebagai bentuknya, karena partisipasi masyarakat dalam pemerintahan daerah berarti masyarakat bekerja sebagai patner (mitra) pemerintah dan mereka berpartisipasi dengan berbagai cara dalam mempromosikan hak asasi manusia dan barang-barang yang berkaitan erat sebagai kebutuhan public. Pemerintah daerah yang demokratis, bertindak secara proaktif menjemput partisipasi masyarakat, hanya dengan begitu pemerintah akan mendapatkan legitimasi yang kuat kukuh, terbantu tugas-tugasnya, dan dapat bersama-sama masyarakat mengelola setiap kebijakan public menjadi lebih menguntungkan dan memenuhi kebutuhan masyarakat agar partisipasi rakyat itu bisa terwujud , maka ada agenda bersama yang dilaksanakan pemerintahan daerah dan rakyat atau elemen-elemen masyarakat setempat agenda bersama tersebut pertama adalah dalam bentuk transformasi pendidikan, pendidikan adalah unsure vital dalam setiap masyarakat, terutama masyarakat demokratis. Sasaran pendidikan demokratis adalah menghasilkan rakyat yang bebas, mau bertanya dan analitis dalam pandangan mereka, tapi mem,ahami ajaran dan praktek demokrasi, dalam perspektif ini tidak cukup jika mengatakan bahwa tugas pendidikan pada suatu demokrasi hanyalah menghindari indoktrinasi rezim otoriter dan menyediakan ajaran netral mengenai nilai-nilai politik, karena pendidikan memainkan suatu peran tunggal dalam masyarakat bebas, jika system pendidikan direzim lain merupakan alat bagi rezim itu, dalam suatu demokrasi rezim adalah abdi rakyat. B. Konsep Pemilihan Kepala Desa
Pemilihan Kepala Desa, atau seringkali disingkat Pilkades, adalah suatu pemilihan Kepala Desa secara langsung oleh warga desa setempat. Berbeda dengan Lurah yang merupakan Pegawai Negeri Sipil, Kepala Desa merupakan jabatan yang dapat diduduki oleh warga biasa. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 2005 Tentang Desa : 1.
BPD memproses pemilihan kepala desa, paling lama 4 (empat) bulan
sebelum berakhirnya masa jabatan kepala desa. 2.
Kepala Desa dipilih langsung oleh penduduk desa dari calon yang memenuhi syarat; Pemilihan Kepala Desa bersifat langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil; Pemilihan Kepala Desa dilaksanakan melalui tahap pencalonan dan tahap pemilihan.
3.
Kepala desa menjabat maksimal dua kali
4.
Untuk pencalonan dan pemilihan Kepala Desa, BPD membentuk Panitia Pemilihan yang terdiri dari unsur perangkat desa, pengurus lembaga kemasyarakatan, dan tokoh masyarakat.Panitia pemilihan melakukan pemeriksaan identitas bakal calon berdasarkan persyaratan yang ditentukan, melaksanakan peinungutan suara, dan melaporkan pelaksanaan pemilihan Kepala Desa kepada BPD.
5.
Panitia pemilihan melaksanakan penjaringan dan penyaringan Bakal Calon Kepala Den sesuai persyaratan;Bakal Calon Kepala Desa yang telah memenuhi persyaratan ditetapkan sebagai Calon Kepala Desa oleh Panitia Pemilihan.
6.
Calon Kepala Desa yang berhak dipilih diumumkan kepada masyarakat
ditempat-tempat yang terbuka sesuai dengan kondisi sosial budaya masyarakat setempat. 7.
Calon Kepala Desa dapat, melakukan kampanye sesuai dengan kondisi sosial budaya masyarakat setempat; Calon Kepala Desa yang dinyatakan terpilih adalah calon yang mendapatkan dukungan suara terbanyak; Panitia Pemilihan Kepala Desa melaporkan hash pemilihan Kepala Desa kepada BPD; Calon Kepala Desa Terpilih sebagaimana dirnaksud pada ayat; ditetapkan dengan Keputusan BPD berdasarkan Laporan dan Berita Acara Pemilihan dari Panitia Pemilihan.
8.
Calon Kepala Desa Terpilih disampaikan oleh BPD kepada Bupati/Walikota
melalui Camat untuk disahkan menjadi Kepala Desa Terpilih. 9.
Bupati/Walikota
menerbitkan
Keputusan
Bupati/
Walikota
tentang
Pengesahan Pengangkatan Kepala Desa Terpilih paling lama 15 (lima belas) hari terhitung tanggal diterimanya penyampaian hasil pemilihan dari BPD. 10.
Kepala Desa Terpilih dilantik oleh Bupati/Walikota paling lama 15 (lima
belas) hari terhitung tanggal penerbitan keputusan Bupati/Walikota. 11.
Masa jabatan Kepala Desa adalah 6 (enam) tahun terhitung sejak tanggal
pelantikan dan dapat dipilih kembali hanya untuk satu kali masa jabatan berikutnya. Demokrasi dalam konteks pemilihan Kepala Desa (Pilkades) dapat dipahami sebagai pengakuan keanekaragaman serta sikap politik partisipasif dari masyarakat dalam bingkai demokratisasi pada tingkat desa. Hal ini merujuk pada UU Nomor 8 Tahun 2005 tentang Perubahan atas UU No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang mengakui penyelenggaraan pemerintahan desa sebagai subsistem dari sistem penyelenggaraan pemerintahan dimana desa berhak dan memiliki kewenangan untuk mengurus rumahtanggga desa.. BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Pada setiap penelitian memerlukan jenis penelitian yang sesuai dengan pokok permasalahan yang diteliti, agar data yang diperoleh menjadi selaras dengan permasalahan sehingga mempermudah pelaksanaan penelitian. Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif, yang ingin mendapat gambaran secara utuh rendahnya partisipasi pemilih pada pemilihan kepala desa. (Menurut Moleong 2008:9). B. Fokus Penelitian Berdasarkan masalah yang diangkat dalam penelitian ini, maka focus penelitian ini adalah : Berdasarkan judul penelitian “Partisipasi Masyarakat dalam Pemillihan Kepala Desa (suatu studi di Desa Tonsealama Kecamatan Tondano Utara” maka tentunya penelitian difokuskan pada bagaimana partisipasi masyarakat di Desa Tonsealama Kecamatan Tondano Utara dalam Pemilihan Kepala Desa. C. Jenis Dan Sumber Data Jenis data dalam penelitian ini berupa data primer dan data sekunder dalam penelitian ini yang dijadikan sumber data adalah:
a.
Data Primer, diperoleh dari sumber yang akan diwawancarai.
b.
Data Sekunder, diperoleh dari buku-buku atau dokumen yang berkaitan
dengan pencalonan Kepala Desa. D. Teknik Pengumpulan Data Menurut Nazir 2003:174 bahwa pengumpulan data tidak lain dari suatu proses pengadaan data primer untuk keperluan penelitian. Pengumpulan data sebagai suatu prosedur yang sistematik dan standar untuk memperoleh data yang diperlukan. Pada penelitian ini, pelaksanan pengumpulan data, baik data primer maupun data sekunder dilakukan beberapa teknik sebagai berikut : 1.
Teknik Wawancara atau interview
2.
Dokumentasi
3.
Observasi
E. Teknik Analisis Data Analisis data dalam penelitian ini meliputi tiga kegiatan yang terjadi hampir secara bersamaan, yaitu reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. Reduksi data dipahami sebagai bentuk analisis yang menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu dan mengorganisasikan data sehingga kesimpulan-kesimpulan final dapat ditarik dan diverifikasikan, dalam hal ini yang diperlukan adalah logika untuk menerima atau menolak sesuatu yang dinyatakan dengan kalimat (Hadari Nawawi. 1992:209). BAB V PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN A. Karakteristik Kepribadian Pemilih di Desa Tonsealama Merujuk pada hasil penelitian untuk mengukur ciri-ciri kepribadian informan, fakta yang ada menggambarkan bahwa ada ciri-ciri tidak toleran, otoriter, dan acuh tak acuh terhadap penyelenggaraan Pilkades. Ini berarti sesuai dengan temuan-temuan beberapa ahli, yang menggambarkan para nonvoter umum-nya berkerpibadian tidak toleran dan otoriter. Hal yang menarik adalah bahwa alasan mereka untuk tidak aktif dalam Pilkades di Tonsealama pada umumnya bahwa sudah ada lembaga yang mengurus masalah Pilkades ini, ada juga alasan bahwa masalah Pilkades di Tonsealama ini menjadi tanggung jawab, seluruh warga masyarakat. Artinya ketika informan tidak terlibat secara aktif dalam
pemilihan kepala desa, informan beranggapan ada bagian masyarakat lain yang sudah mengurusi kegiatan tersebut, dan mengganggap sudah gugur tanggung jawabnya. Di sisi lain, ada nonvoter yang diteliti menunjukkan sikap sangat tidak toleran, hal ini dibuktikan dengan sikap informan yang acuh tak acuh terhadap Pilkades karena alasan mereka tidak memilih adalah merasa belum “merdeka”. Artinya secara ekonomi mereka belum terbebas dari kemiskinan walaupun telah ada pergantian kepala desa. Menurut pendapat informan perubahan pemimpin tidak membawa perubahan yang berarti terhadap kehidupan mereka (tidak berbanding lurus). Hal ini secara langsung membentuk ciri-ciri kepribadian mereka acuh tak acuh. Hal ini didukung dari temuan fakta bahwa pemerintahan desa tidak membawa pengaruh besar bagi kehidupan informan, peran pemerintahan desa hanya sebatas peran administratif, dimana pada saat pembuatan KTP, KK maupun
jual beli tanah.
B. Sistem Politik Perilaku tidak memilih bukanlah tanpa tujuan. Perilaku tidak memilih sebenarnya dimaksudkan sebagai simbol atas berbagai bentuk protes politik yang tidak tersuarakan. Perilaku tidak memilih bagi para pelakunya bisa merefleksi berbagai pesan. Catatan penting yang perlu diungkap lebih jauh bahwa ternyata perilaku tidak memilih di desa Tonsealama tidak disebabkan anggapan bahwa sistem pemilihan kepala desa yang tidak demokratis. Pemahaman informan tentang sistem pemilihan kepala desa yang demokratis adalah masyarakat ikut dilibatkan dalam tahapan-tahapan penyelenggaraan pemilihan kepala desa. Sejak dari pembentukan P4KD, pencalonan kepala desa, penyusunan daftar pemilih, sosialisasi, kampanye, hingga hari pemungutan suara, dan penetapan calon kepala desa terpilih. Beberapa sumber menyatakan bahwa ada kesalahan teknik pada panitia, dimana pada awal pemungutan suara, pemilih yang datang setelah mendaftarkan diri dipersilahkan untuk menunggu dan setelah dipanggil baru diberi kartu suara untuk kemudian menuju bilik suara dan seterusnya. Beberapa nara sumber berpendapat bahwa prosedur pemanggilan ini yang kemudian menjadikan penumpukan pemilih hingga kemudian pemilih harus menunggu lama untuk memberikan suaranya di bilik suara. Banyaknya pemilih yang harus antri menunggu ini kemudian membuat pemilih yang baru datang malas memberikan suara dan memutuskan untuk pulang. C. Kepercayaan Politik
Konteks semacam ini perilaku nonvoting merupakan bentuk protes dari ketidakpercayaan orang terhadap sistem politik yang sedang berjalan, namun perilaku nonvoting secara teoritis seringkali juga dipahami sebagai bentuk kepercayaan politik, artinya ketidakhadiran seseorang dalam pemilihan kepala desa (pilkades) merupakan refleksi dari kepercayaan terhadap sistem politik yang ada.Analisis terhadap pemilihan kepala desa Tonsealama, ditemukan fakta bahwa pemilih merasa kecewa karena kepala desa yang saat ini memimpin tidak mampu memenuhi harapan masyarakat Tonsealama, hal ini membuat pemimpin terpilih dianggap tidak berkinerja bagus. Kekecewaan pemilih ini menjadi penting untuk dianalisis karena beberapa hal. Pertama identifikasi kekecewaan pemilih menjadi pemicu untuk memilih dimasa yang akan datang. Kedua kekecewaaan di masa lalu ternyata berdampak pada ketidak percayaan pemilih terhadap pemimpin desa Tonsealama di masa yang akan datang. Kebanyakan informan membandingkan figur kepala desa incumbent dengan ini dianggap mempunyai kinerja yang lebih baik, peduli terhadap masyarakatnya, jujur, dan religius, sehingga dapat dikatakan bahwa ada krisis kepemimpinan yang dirasakan oleh informan. D. Faktor Sosial Ekonomi Faktor ekonomi bisa jadi merupakan penentu utama mengapa seseorang tidak memilih, hal ini terjadi ketika demokrasi yang dilaksanakan selama ini tidak berbanding lurus dengan kemakmuran masyarakat, ketika kran demokrasi dibuka lebar-lebar ternyata tidak membawa dampak yang positif terhadap masyarakat yang terjadi adalah masyarakat lebih memilih untuk bekerja daripada datang ke TPS untuk memilih. Terjadinya pergeseran kultur masyarakat desa yang dulunya paternalistik, dan tergantung pada pemimpinnya sekarang sudah tidak lagi menempatkan pemimpin sebagai sesuatu yang paling penting, artinya mencari uang adalah sesuatu yang lebih penting, ada proses pergeseran dari masyarakat tradisional ke masyarakat yang materialistik yang tengah terjadi pada masyarakat desa Tonsealama. E. Partisipasi Pemilih Pemberian suara dalam Pemilu merupakan wujud partisipasi dalam politik, kegiatan ini tidak sekedar hanya pemilih memberikan suaranya namun sebelumnya terdapat rangkaian proses mengapa seseorang memutuskan untuk berangkat ke TPS atau tidak. Kasus Pilkades di Tonsealama ini partisipasi yang terjadi lebih banyak mengarah pada pola partisipasi yang dimobilisasi. Data yang ada menunjukkan bahwa tingkah laku pemilih dipengaruhi oleh interaksi antara faktor internal dan faktor eksternal, kasus di desa
Tonsealama ini pemilih yang tidak memilih berdasarkan alasan atas pengalaman hidup mereka Dari wawancara yang dilaksanakan informan merasa kecewa terhadap kepala desa lama yang tidak mampu memenuhi harapan masyarakat Tonsealama. Hal ini membuat pemimpin terpilih dianggap tidak berkinerja bagus. Kekecewaan pemilih ini menjadi penting untuk dianalisis karena beberapa hal. Pertama identifikasi kekecewaan pemilih menjadi pemicu untuk memilih dimasa yang akan datang. Kedua, kekecewaaan di masa lalu ternyata berdampak pada ketidak percayaan pemilih terhadap pemimpin desa Tonsealama di masa yang akan datang. F. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Rendahnya Partisipasi Pemilih a. Faktor Sosial Ekonomi b. Faktor Psikologis c. Kepercayaan Politik d. Sistem politik
BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan uraian hasil penelitian dan pembahasan tersebut, dapat di kemukakan kesimpulan sehubungan pokok permasalahan partisipasi masyarakat dalam pemilihan kepala desa yang diajukan dalam penelitian ini, sebagai berikut: 1. Karakteristik Kepribadian Pemilih di Desa Tonsealama, alasan mereka untuk tidak aktif dalam Pilkades di Tonsealama pada umumnya bahwa sudah ada lembaga yang mengurus masalah Pilkades ini, ada juga alasan bahwa masalah Pilkades di Tonsealama ini menjadi tanggung jawab, seluruh warga masyarakat. Artinya ketika informan tidak terlibat secara aktif dalam pemilihan kepala desa, informan beranggapan ada bagian masyarakat lain yang sudah mengurusi kegiatan tersebut, dan mengganggap sudah gugur tanggung jawabnya. 2. Sistem politik. Catatan penting yang perlu diungkap lebih jauh bahwa ternyata perilaku tidak memilih di desa Tonsealama tidak disebabkan anggapan bahwa sistem pemilihan kepala desa yang tidak demokratis. Pemahaman informan tentang sistem pemilihan kepala desa yang demokratis adalah masyarakat ikut dilibatkan dalam tahapan-tahapan penyelenggaraan pemilihan kepala desa. Sejak dari
pembentukan P4KD, pencalonan kepala desa, penyusunan daftar pemilih, sosialisasi, kampanye, hingga hari pemungutan suara, dan penetapan calon kepala desa terpilih. 3. Kepercayaan politik. Fakta di lapangan menunjukkan bahwa faktor yang menyebabkan para pemilih tidak memilih disebabkan adanya ketikdakpercayaan terhadap kinerja Kepala Desa incumbent. 4.Faktor sosial ekonomi. Ada proses pergeseran dari masyarakat tradisional ke masyarakat yang materialistik yang tengah terjadi pada masyarakat desa Tonsealama. 5. Partisipasi masyarakat. Masyarakat sudah menganggap bahwa kegiatan memilih itu tidak penting karena dampak kedepan bagi mereka sudah tidak ada. B. 6.2. Saran Diharapkan bahwa menjelang pemilihan pilkades, Sarana sosialisasi menjadi penting baik bagi Panitia Pelaksana Pencalonan dan Pemilihan Kepala Desa (P4KD) maupun bagi masyarakat Tonsealama pada umumnya, tahapan-tahapan disosialisasikan baik melalui pertemuan-pertemuan organisasi kemasyarakatan yang ada di desa Tonsealama, pertemuan Jaga dan Meweteng maupun media-media tidak resmi lainnya misalnya di warung-warung di Tonsealama yang terkenal dengan istilah “warung kongko-kongko”, yang dimaksud adalah warung dimana seseorang bisa menikmati kopi dan merokok, di warung ini seringkali terjadi diskusi non formal dari para pengunjungnya, sehingga terjadi transformasi pengetahuan tentang apa itu istilah demokrasi, dari beberapa informan dapat diketahui bahwa pemahaman mereka mengenai demokrasi justru didapat dari “warung kongkokongko” ini, Memberikan Pemahaman bagi mereka tentang demokrasi pada umumnya adalah pentig karena masyarakat dapat ikut menentukan siapa yang memimpin mereka melalui pemilu (Pilkades), namun hal lain yang diungkapkan adalah adanya penilaian bahwa tidak ada calon kepala desa yang memenuhi kriteria sebagai pemimpin yang baik, dengan kalimat lain dapat dinyatakan bahwa ketidakhadiran mereka dalam Pilkades bukan disebabkan karena sistem Pilkades yang tidak demokratis. Diperlukan keikutsertaan seluruh komponen bangsa untuk menangani masalah ini. Kasus di Desa Tonsealama beberapa hal yang dapat dilaksanakan diantaranya, adanya sanksi yang tegas bagi kepala desa yang menyalahgunakan kekuasaan, hal ini sekaligus untuk menjaga agar kepala desa melaksanakan tugasnya dengan baik, sehingga dapat menjadi pemimpin yang sesuai dengan harapan masyarakat desa Tonsealama. Karena partisipasi sebenarnya sekaligus merupakan alat kontrol bagi pemimpin agar tidak
menyelewengkan kewenangan yang diberikan kepadanya, karena partisipasi akan menjamin akuntabilitas pemimpin. DAFTAR PUSTAKA Asfar Muhammad, “Presiden Golput”,Jawa Pos Press, Surabaya.2004 Asfar Muhammad, “Non Voting:Beberapa Variabel Penjelas”.1997.Surabaya Studia Politica1 Amal Ichasul. Teori-teori Mutakhir Partai Politik. PT Tiara Wacana Yogya.1988. Campbell Angus,.”The Passive Citizen”.1976.North Sciuante, Massachusetts.Duxburry Press Gatara Sahid. AA & Said Dzulkiah. Muh.Sosiologi Politik, CV Pustaka Setia, 2007 Gaffar Affan.”Javanese Voters, A Case Study of Election Under A Hegemonic Party System”.1992.Yogyakarta:Gajahmada University Press Get Involved in Politics”.1977.Chicago.Rand Mcnally College Publishing Company Hadari Nawawi, “Instrumen Penelitian di Bidang Sosial”. Gadjah Mad University Press, Yogyakarta. Huntington Samuel P. & Nelson John,Partisipasi Politik di Negara berkembang, PT Rineka Cipta, 1994 Hadi Sutrisno. “Statistik 2”, Andi Offset, Yogyakarta, 2000 Lester W Milbarth & Goel M.L..”Political Participations: How And Why Do People Moleong Lexi J. 2008. Metodologi Penelitian Kualitatif. Ed revisi. Remaja Rosdakarya. Bandung Nasution S., Metodologi Penelitian Naturalistik Kualitatif, Transito, Bandung, 1988 Nazir Moh., ”Metode Penelitian”, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2003 Priyono, AE, Samadhi Wiily P. dan Törnquist Olle et all. Menjadikan Demokrasi Bermakna: Masalah dan Pilihan di Indonesia. edisi revisi (Jakarta: Demos, 2007.) Priyatmoko dkk.”Sikap Politik, Afiliasi Politik Orang Tua dan Perilaku Memilih Pemuda Kota Sanit Arbi.”Aneka Pandangan Fenomena Golput”.1997.Jakarta.Pustaka Sinar Harapan. Suparyo Yossy (ed)., Demokrasi Deliberatif yang Menyejahterakan: Upaya Revitalisasi Demokrasi Lokal (Jakarta: Panitia Nasional Kaukus 2008) Surbakti Ramlan, Memahami Ilmu Politik, PT Grasindo, 1999, Jakarta Sherman Arnold K. dan Kolker Aliza.”The Social Bases of Politics.1987.California A Division of WodsworthInc.Surabaya”.1992.Lembaga Penelitian Universitas Air Langga. Welch Susan dkk.”American Goverment” .1991.New York West Publishing Company Sumber lain : Peraturan Pemerintah No. 72 Tahun 2005 tentang Desa Perda Kabupaten Minahasa No. 4 Tahun 2006 tentang Pemilihan Hukum Tua UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah www.wikipedia.com www.google.com