DAYA DUKUNG DAN DAYA TAMPUNG LINGKUNGAN HIDUP EKOREGION

Download Bismillahirrahmanirrahim. Alhamdulillahi Rabbil Alamin, puji dan syukur dipanjatkan kehadirat Allah SWT karena atas kehendakNya Kajian Daya...

1 downloads 478 Views 23MB Size
KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA PUSAT PENGENDALIAN PEMBANGUNAN EKOREGION SUMATERA

Daya Dukung Dan Daya Tampung Lingkungan Hidup Ekoregion Sumatera Berbasis Jasa Ekosistem Tim Penyusun Pengarah: Drs. Amral Fery, M.Si (Kepala Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion Sumatera) Penanggung Jawab Ahmad Isrooil, SE (Kepala Bidang Inventarisasi DDDT SDA dan Lingkungan Hidup) Koordinator Zuchri Abdi, S.Si. M.Sc. Penyusun: Suharyani, SP., M.Si. Nurul Qisthi Putri, SH Adi Candra, S.Si. Eduard Hutapea, S.Si. Fran David Yuni Ayu Annysha Tenaga Ahli: Dr. Luthfi Muta’ali, S.Si. MSP. (UGM) Prof. Dr. Ir. Rifardi, M.Sc. (UNRI) Dr. Ardinis Arbain (UNAND) Dr. Langgeng Wahyu Santoso, M.Si. (UGM) Dr. Agus Setiawan (UNJAM) Dr. Aswandi (UNILA) Dr. Haris Gunawan (UNRI) Dr. Ir. H. Deni Efizon (UNRI) Ir. Rusliadi, M.Si. (UNRI) Andika Kusuma Nughawa, S.Si., M.Sc. (UGM) Asisten Tenaga Ahli: Gilang Adhi Nugroho, S.Si. (UGM) Giska Parwa Manikasari, S.Hut. (UGM) Rival Juniadi, S.Pi. (UNRI)

Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion Sumatera, Jl. HR. Soebrantas Km 10,5 Panam - Pekanbaru Telepon/Fax(0761) 62962

Kata Pengantar Bismillahirrahmanirrahim. Alhamdulillahi Rabbil Alamin, puji dan syukur dipanjatkan kehadirat Allah SWT karena atas kehendakNya Kajian Daya Dukung dan Daya Tampung Lingkungan Hidup (DDDTLH) Ekoregion Sumatera ini dapat diselesaikan. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), khususnya Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion Sumatera (P3ES) menggunakan metode Jasa Ekosistem (Ecosystem Services)dengan pendekatan spasial untuk menentukan DDDTLH Ekoregion Sumatera. Pengintegrasian DDDTLH kedalam Kebijakan, Rencana dan Program (KRP) akan lebih mudah dan komprehensif dengan pendekatan spasial karena KRP yang terkait dengan sumberdaya alam dan lingkungan hidup selalu menempati ruang tertentu dan bersinggungan bahkan bertampalan dengan jasa-jasa yang disediakan oleh ekosistem yang tidak lain adalah bentuk lain dari bentang lahan. Sebagaimana diketahui bersama, pelestarian fungsi lingkungan hidup adalah rangkaian upaya untuk memelihara kelangsungan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup. Daya dukung lingkungan hidup adalah kemampuan lingkungan hidup untuk mendukung perikehidupan manusia, makhluk hidup lain, dan keseimbangan antar keduanya. Sedangkan daya tampung lingkungan hidup adalah kemampuan lingkungan hidup untuk menyerap zat, energi, dan/atau komponen lain yang masuk atau dimasukkan ke dalamnya. Daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup, sebagai dasar pertimbangan dalam pembangunan sebenarnya telah diamanatkan sejak ditetapkannya UndangUndang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup yang kemudian digantikan oleh Undang-Undang 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Dalam Undang-Undang 32 Tahun 2009 sebagai pengganti Undang-Undang 23 Tahun 1997, fungsi daya tampung dan daya dukung lingkungan sebagai dasar perencanaan dan pengendalian pembangunan semakin diperjelas. Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009, amanat daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup tertuang pada sejumlah pasal, diantaranya Pasal 12 yang menyebutkan bahwa apabila Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH) belum tersusun, maka pemanfaatan sumber daya alam dilaksanakan berdasarkan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup. Selain itu, dalam Pasal 15, 16 dan 17 dijelaskan bahwa daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup merupakan salah satu muatan kajian yang mendasari i

penyusunan atau evaluasi rencana tata ruang wilayah (RTRW), rencana pembangunan jangka panjang dan jangka menengah (RPJP dan RPJM) serta kebijakan, rencana dan/atau program yang berpotensi menimbulkan dampak dan/atau risiko lingkungan hidup, melalui Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS). Pada Pasal 19 dinyatakan bahwa untuk menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup dan keselamatan masyarakat, setiap perencanaan tata ruang wilayah wajib didasarkan pada KLHS dan ditetapkan dengan memperhatikan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup. Dengan kata lain daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup menjadi inti dari proses penyusunan KLHS dan RPPLH atau lebih jauh lagi menjadi core business dari kelembagaan lingkungan hidup baik di pusat maupun di daerah. Hasil kajian DDDTLH Ekoregion Sumatera ini disajikan dalam dua (2) seri buku yang terdiri dari Buku 1 yang berisi deskripsi tentang Daya Dukung dan Daya Tampung Lingkungan Hidup Ekoregion Sumatera Berbasis Jasa Ekosistem dan Buku 2 yang berisi deskripsi Peta Ekoregion Sumatera Skala1:250.000. Dengan selesainya kedua buku ini maka salah satu tahapan dalam proses perencanaan pengendalian pembangunan dibidang lingkungan hidup dan kehutanan di Ekoregion Sumatera telah dapat diselesaikan. Tahapan berikutnya adalah bagaimana mengimplementasikan dan mengintegrasikan hasil-hasil kajian ini kedalam perencanaan pembangunan di daerah. Tentu saja untuk sampai ketahap itu bukanlah pekerjaan yang mudah, diperlukan upaya-upaya lanjutan seperti misalnya mensosialisasikannya dan melakukan pendampingan kepada pemerintah daerah dalam hal penyusunan dan pemanfaatan data dan informasi DDDTLH. Terakhir, ucapan terima kasih disampaikan kepada semua pihak yang telah memberikan kontribusi bagi terwujudnya kedua buku ini baik dari kalangan akademisi, praktisi dan birokrasi, serta orang-perorang yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Selanjutnya, kami menyadari bahwa buku ini masih jauh dari sempurna, oleh sebab itu kritik dan saran untuk penyempurnaannya sangat diharapkan. Terima kasih. Kepala Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion Sumatera,

Drs. Amral Fery, M.Si

ii

DAFTAR ISI BAB I

PENDAHULUAN ........................................................................................... I-1

1.1 Latar Belakang ................................................................................................. I-1 1.2 Maksud dan Tujuan .......................................................................................... I-3 1.3 Manfaat ............................................................................................................ I-4 1.4 Ruang Lingkup Kegiatan ................................................................................. I-4 1.5 Keluaran yang Dihasilkan ................................................................................ I-5 1.6. Konsep Daya Dukung dan Daya Tampung Lingkungan Hidup Berbasis Jasa Ekosistem .................................................................................. I-7 1. Ekoregion Berbasis Bentang lahan (landscape) ......................................... I-8 2. Penutup lahan (landcover) ........................................................................ I-13 3. Jasa Ekosistem (Ecosystem Services) ....................................................... I-15 1.7 Landasan Hukum ........................................................................................... I-18 BAB II METODE PENELITIAN ...............................................................................II-1 2.1 Pendekatan Kajian...........................................................................................II-1 2.2 Ruang Lingkup ................................................................................................II-2 2.3 Alat dan Intrumen ...........................................................................................II-5 2.4 Data dan Indikator ...........................................................................................II-5 2.5 Tahapan Kajian dan Pengolahan .....................................................................II-7 1. Persiapan ....................................................................................................II-7 2. Pengumpulan Data Sekunder dan FGD .....................................................II-7 3. Pengolahan dan Analisis data ...................................................................II-8 4. Verifikasi Hasil dan Ground Check, ..........................................................II-8 5. Penyusunan Laporan dan Album Peta, ......................................................II-8 6. Melakukan Lokakarya atau Diskusi Publik terpilih, ..................................II-9 2.6 Teknik Analisis Data dan Pemetaan ...............................................................II-9 1. Penyusunan Peta Ekoregion dan Peta Landcover ......................................II-9 2. Penilaian Peran Ekoregion dan Liputan Lahan Terhadap Jasa Ekosistem dengan Metode Expert Based Valuation ........................II-10 3. Teknik Analisis Pairwise Comparation....................................................II-11 4. Indek Jasa Ekosistem dan Indek Komposit..............................................II-19

iii

2.7 Analisis Sistem Informasi Geografi ...............................................................II-20 2.8 Batasan Operasional .......................................................................................II-21 BAB III PROFIL EKOREGION DAN TUTUPAN LAHAN .................................... III-1 3.1 Profil Ekoregion Pulau Sumatera ................................................................... III-1 3.2 Profil Tutupan Lahan ..................................................................................... III-5 BAB IV PROFIL DAYA DUKUNG LINGKUNGAN BERBASIS JASA EKOSISTEM ..................................................................................... IV-1 4.1 Profil Daya Dukung Lingkungan Jasa Ekosistem Penyediaan ...................... IV-1 4.2 Profil Daya Dukung Lingkungan Jasa Ekosistem Budaya .......................... IV-23 4.3. Profil Daya Dukung Lingkungan Jasa Ekosistem Pendukung.................... IV-38 4.4 Profil Daya Tampung Lingkungan Jasa Ekosistem Pengaturan .................. IV-57 4.5 Profil Daya Dukung dan Daya Tampung Lingkungan Jasa Ekosistem Penting dan Jasa Dominan ........................................................ IV-88 BAB V PENUTUP ..................................................................................................... V-1 5.1 Kesimpulan ................................................................................................... V-1 5.2 Saran .............................................................................................................. V-2

iv

DAFTAR TABEL Tabel 1.1 Keluaran yang dihasilkan ............................................................................. I-6 Tabel 1.2 Klasifikasi Ekoregion berdasarkan bentuk lahan Pada Skala Nasional dan Pulau/Provinsi ............................................................ I-11 Tabel 1.3 Sistem Klasifikasi penutup lahan Berdasarkan SNI 7645-2010................. I-14 Tabel 1.4. Jenis Jasa Ekosistem ................................................................................... I-16 Tabel 2.1 Jenis Jasa Ekosistem ................................................................................... II-4 Tabel 2.2 Tiga konsep dan data utama dalam penyusunan Peta Daya Dukung dan Daya Tampung Lingkungan Hidup Berbasis Jasa Ekosistem ........................................................................................... II-6 Tabel 2.3 Hasil Penilaian Pakar Untuk Peran Jenis Liputan Lahan Terhadap Jasa Ekosistem Biodiversitas ................................................... II-11 Tabel 2.4 Matrik Pairwise Ekoregion Dan Nilai Koefisien Tutupan Lahan Terhadap Jasa Ekosistem Sumatera ......................................................... II-13 Tabel 2.5 Matrik Pairwise Liputan Lahan Dan Nilai Koefisien Ekoregion Terhadap Jasa Ekosistem Sumatera ......................................................... II-14 Tabel 2.6. Kode Ekoregion untuk matriks hasil KJE ................................................ II-16 Tabel 2.7. Kode Tutupan Lahan untuk matriks hasil KJE......................................... II-17 Tabel 2.8. Perhitungan Interval kelas Geometri pada jasa penyediaan pangan .................................................................................. II-18 Tabel 2.9. Pewarnaan kelas daya dukung dan daya tampung berbasis jasa ekosistem .......................................................................................... II-18 Tabel 3.2 Profil Tutupan Lahan Pulau Sumatera (Bagian 1) .................................... III-9 Tabel 4.1 Distribusi Luas dan Peran Jasa Ekosistem Penyediaan Pangan ............... IV-1 Tabel 4.2 Distribusi Luas dan Peran Jasa Ekosistem Penyediaan Air Bersih .......... IV-2 Tabel 4.3 Distribusi Luas dan Peran Jasa Ekosistem Penyediaan Serat (fiber)........ IV-4 Tabel 4.4 Distribusi Luas dan Peran Jasa Ekosistem Penyediaan Energi ................ IV-5 Tabel 4.5 Distribusi Luas dan Peran Jasa Ekosistem Penyediaan Sumber Daya Genetik ............................................................................................ IV-7 Tabel 4.6 Distrbusi dan Luas Jasa Ekosistem Penyediaan Pangan ........................... IV-8 Tabel 4.7 Distrbusi dan Luas Jasa Ekosistem Penyediaan Air Bersih .................... IV-11 v

Tabel 4.8 Distrbusi dan Luas Jasa Ekosistem Penyediaan Serat ............................. IV-13 Tabel 4.9 Distrbusi dan Luas Jasa Ekosistem Penyediaan Energi .......................... IV-17 Tabel 4.10 Distrbusi dan Luas Jasa Ekosistem Penyediaan Daya Genetik.…….....IV-17 Tabel 4.11 Indeks Jasa Ekosistem Penyediaan Menurut Ekoregion ........................ IV-21 Tabel 4.12 Indeks Jasa Ekosistem Penyediaan Menurut Provinsi............................ IV-22 Tabel 4.13 Distribusi Luas dan Peran Jasa Ekosistem Budaya Tempat Tinggal dan Ruang Hidup ......................................................... IV-23 Tabel 4.14 Distribusi Luas dan Peran Jasa Ekosistem Budaya Rekreasi dan Ekotourism ....................................................................................... IV-25 Tabel 4.15 Distribusi Luas dan Peran Jasa Ekosistem Budaya Estetika .................. IV-26 Tabel 4.16 Distribusi dan Luas Jasa Ekosistem tempat Tinggal dan Ruang Hidup .................................................................................... IV-26 Tabel 4.17 Distrbusi dan Luas Jasa Ekosistem Rekreasi dan Ekotourism ............... IV-30 Tabel 4.18 Distrbusi dan Luas Jasa Ekosistem Estetika/Keindahan Alam .............. IV-33 Tabel 4.19 Indeks Jasa Ekosistem Budaya Menurut Ekoregion .............................. IV-36 Tabel 4.20 Indeks Jasa Ekosistem Budaya Menurut Provinsi .................................. IV-38 Tabel 4.21 Distribusi Luas dan Peran Jasa Ekosistem Pendukung Pembentukan Lapisan Tanah dan Pemeliharaan .................................... IV-38 Tabel 4.22 Distribusi Luas dan Peran Jasa Ekosistem Pendukung Siklus Hara ............................................................................................. IV-40 Tabel 4.23 Distribusi Luas dan Peran Jasa Ekosistem Pendukung Produksi Primer...................................................................................... IV-42 Tabel 4.25 Distribusi Luas dan Peran Jasa Ekosistem Pendukung Biodiversitas........................................................................................... IV-43 Tabel 4.26 Distrbusi dan Luas Jasa Ekosistem Pendukung Pembentukan Lapisan Tanah dan Pemeliharaan .......................................................... IV-45 Tabel 4.27 Distrbusi dan Luas Jasa Ekosistem Pendukung Siklus Hara .................. IV-47 Tabel 4.28 Distrbusi dan Luas Jasa Ekosistem Pendukung Produksi Primer .......... IV-51 Tabel 4.29 Distrbusi dan Luas Jasa Ekosistem Pendukung Biodiversitas ............... IV-52 Tabel 4.30 Indeks Jasa Ekosistem Pendukung Menurut Ekoregion......................... IV-55 Tabel 4.31 Indeks Jasa Ekosistem Budaya Menurut Provinsi .................................. IV-56 Tabel 4.32 Distribusi Luas dan Peran Jasa Ekosistem Pengaturan Iklim ................. IV-57

vi

Tabel 4.33 Distribusi Luas dan Peran Jasa Ekosistem Pengaturan Tata Aliran Air dan Banjir ...................................................................... IV-58 Tabel 4.34 Distribusi Luas dan Peran Jasa Ekosistem Pengaturan Pencegahandan Perlindungan dari Bencana .......................................... IV-60 Tabel 4.35 Distribusi Luas dan Peran Jasa Ekosistem Pengaturan Pemurnian Air ........................................................................................ IV-61 Tabel 4.36 Distribusi Luas dan Peran Jasa Ekosistem Pengaturan Pengolahan dan Penguraian Limbah ...................................................... IV-62 Tabel 4.37 Distribusi Luas dan Peran Jasa Ekosistem Pengaturan Pemeliharaan Kualitas Udara ................................................................. IV-64 Tabel 4.38 Distribusi Luas dan Peran Jasa Ekosistem Pengaturan Penyerbukan Alami ................................................................................ IV-65 Tabel 4.39 Distribusi Luas dan Peran Jasa Ekosistem Pengaturan Pengendalian Hama dan Penyakit .......................................................... IV-66 Tabel 4.40 Distrbusi dan Luas Jasa Ekosistem Pengaturan Iklim ............................ IV-68 Tabel 4.41 Distrbusi dan Luas Jasa Ekosistem Pengaturan Tata Aliran Air dan Banjir ......................................................................................... IV-70 Tabel 4.42 Distrbusi dan Luas Jasa Ekosistem Pengaturan Pencegahan dan Perlindungan dari bencana ............................................................... IV-72 Tabel 4.43 Distribusi dan Luas Jasa Ekosistem Pengaturan Permurnian Air........... IV-26 Tabel 4.44 Distrbusi dan Luas Jasa Ekosistem Pengaturan Pengolahan dan Penguraian Limbah .......................................................................... IV-76 Tabel 4.45 Distrbusi dan Luas Jasa Ekosistem Pengaturan Pemeliharaan Kualitas Udara ........................................................................................ IV-80 Tabel 4.46 Distrbusi dan Luas Jasa Ekosistem Pengaturan Penyerbukan Alami ...................................................................................................... IV-82 Tabel 4.47 Distrbusi dan Luas Jasa Ekosistem Pengaturan Pengendalian Hama dan Penyakit ................................................................................ IV-84 Tabel 4.48 Indeks Jasa Ekosistem Pendukung Menurut Ekoregion......................... IV-85 Tabel 4.49 Indeks Jasa Ekosistem Pendukung Menurut Provinsi ............................ IV-87 Tabel 4.50 Distribusi Daya Dukng dan Daya Tampung Jasa Ekosistem Penting ........................................................................... IV-26

vii

DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Peta Ekoregion Sumatera......................................................................... II-3 Gambar 2.2. Matriks Hasil KJE untuk Jasa Penyediaan Pangan................................ II-16 Gambar 3.1 Peta Ekoregion Pulau Sumatera.............................................................. III-4 Gambar 3.2. Peta Tutupan Lahan Ekoregion Pulau Sumatera .................................... III-8 Gambar 4.1 Peta Daya Dukung Lingkungan Jasa Ekosistem Penyediaan Pangan .................................................................................................. IV-10 Gambar 4.2 Peta Daya Dukung Lingkungan Jasa Ekosistem Penyediaan Air Bersih..............................................................................................IV-12 Gambar 4.3 Peta Daya Dukung Lingkungan Jasa Ekosistem Penyediaan Serat ...................................................................................................... IV-14 Gambar 4.4 Peta Daya Dukung Lingkungan Jasa Ekosistem Penyediaan Energi ................................................................................................... IV-16 Gambar 4.5 Peta Daya Dukung Lingkungan Jasa Ekosistem Penyediaan Sumber Daya Genetik........................................................................... IV-19 Gambar 4.6 Grafik Indeks Daya Dukung Lingkungan Jasa Penyediaan ................. IV-20 Gambar 4.7 Grafik Indeks Daya Dukung Lingkungan Jasa Penyediaan Menurut Provinsi .................................................................................. IV-22 Gambar 4.8 Peta Daya Dukung Lingkungan Jasa Ekosistem Tempat Tinggal dan Ruang Hidup ....................................................... IV-31 Gambar 4.9 Peta Daya Dukung Lingkungan Jasa Ekosistem Rekreasi dan Ekotourism ..................................................................................... IV-31 Gambar 4.10 Daya Dukung Lingkungan Jasa Ekosistem Estetika/ Keindahan Alam ................................................................................. IV-34 Gambar 4.11 Grafik Indeks Daya Dukung Lingkungan Jasa Budaya...................... IV-36 Gambar 4.12 Grafik Indeks Daya Dukung Lingkungan Jasa Budaya Menurut Provinsi................................................................................. IV-37 Gambar 4.13 Peta Daya Dukung Lingkungan Jasa Ekosistem Pendukung Pembentukan Lapisan Tanah dan Pemeliharaan ................................. IV-46 Gambar 4.14 Peta Daya Dukung Lingkungan Jasa Ekosistem Pendukung Siklus Hara .......................................................................................... IV-48

viii

Gambar 4.15 Peta Daya Dukung Lingkungan Jasa Ekosistem Pendukung Produksi Primer................................................................................... IV-50 Gambar 4.16 Peta Daya Dukung Lingkungan Jasa Ekosistem Pendukung Biodiversitas........................................................................................ IV-53 Gambar 4.17 Grafik Indeks Daya Dukung Lingkungan Jasa Pendukung ................ IV-54 Gambar 4.18 Grafik Indeks Daya Dukung Lingkungan Jasa Pendukung Menurut Provinsi................................................................................. IV-56 Gambar 4.19 Peta Daya Dukung Lingkungan Jasa Ekosistem Pengaturan Iklim .................................................................................................... IV-69 Gambar 4.20 Peta Daya Dukung Lingkungan Jasa Ekosistem Pengaturan Tata Aliran Air dan Banjir .................................................................. IV-71 Gambar 4.21 Peta Daya Dukung Lingkungan Jasa Ekosistem Pengaturan Pencegahan dan Perlindungan dari bencana ....................................... IV-73 Gambar 4.22 Peta Daya Dukung Lingkungan Jasa Ekosistem Pengaturan Pemurnian Air ..................................................................................... IV-75 Gambar 4.23 Peta Daya Dukung Lingkungan Jasa Ekosistem Pengaturan Pengolahan dan Penguraian Limbah ................................................... IV-77 Gambar 4.24 Peta Daya Dukung Lingkungan Jasa Ekosistem Pengaturan Pemeliharaan Kualitas Udara .............................................................. IV-79 Gambar 4.25 Peta Daya Dukung Lingkungan Jasa Ekosistem Pengaturan Penyerbukan Alami ............................................................................. IV-81 Gambar 4.26 Peta Daya Dukung Lingkungan Jasa Ekosistem Pengaturan Pengendalian Hama dan Penyakit ....................................................... IV-83 Gambar 4.27 Grafik Indeks Daya Dukung Lingkungan Jasa Pengaturan ................ IV-85 Gambar 4.28 Grafik Indeks Daya Dukung Lingkungan Jasa Pengaturan Menurut Provinsi................................................................................. IV-87 Gambar 4.29 Peta Jasa Ekosistem Penting ............................................................... IV-90

ix

DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Rekapitulasi Hasil Pairwise Comaprison Pengaruh Tutupan Lahan terhadap Jasa Ekosistem Penyediaan ............................................ L-1 Lampiran 2. Rekapitulasi Hasil Pairwise Comaprison Pengaruh Tutupan Lahan terhadap Jasa Ekosistem Pengaturan ............................................. L-2 Lampiran 3. Rekapitulasi Hasil Pairwise Comaprison Pengaruh Tutupan Lahan terhadap Jasa Ekosistem Budaya................................................... L-3 Lampiran 4. Rekapitulasi Hasil Pairwise Comaprison Pengaruh Tutupan Lahan terhadap Jasa Ekosistem Pendukung ............................................. L-4 Lampiran 5. Rekapitulasi Hasil Pairwise Comparison Pengaruh Ekoregion terhadap Jasa Ekosistem Penyediaan ....................................................... L-5 Lampiran 6. Rekapitulasi Hasil Pairwise Comparison Pengaruh Ekoregion terhadap Jasa Ekosistem Pengaturan ........................................................ L-6 Lampiran 7. Rekapitulasi Hasil Pairwise Comparison Pengaruh Ekoregion terhadap Jasa Ekosistem Budaya.............................................................. L-7 Lampiran 8. Rekapitulasi Hasil Pairwise Comparison Pengaruh Ekoregion terhadap Jasa Ekosistem Pendukung ........................................................ L-8 Lampiran 9. Perhitungan Koefisien Jasa Ekosistem Penyediaan Pangan .................... L-9 Lampiran 10. Perhitungan Koefisien Jasa Ekosistem Penyediaan Air Bersih ........... L-12 Lampiran 11. Perhitungan Koefisien Jasa Ekosistem Penyediaan Serat .................... L-13 Lampiran 12. Perhitungan Koefisien Jasa Ekosistem Penyediaan Bahan Bakar, Kayu, dan Fosil ............................................................. L-14 Lampiran 13. Perhitungan Koefisien Jasa Ekosistem Penyediaan Sumberdaya Genetik...........................................................................L-15 Lampiran 14. Perhitungan Koefisien Jasa Ekosistem Pengaturan Iklim .................... L-16 Lampiran 15. Perhitungan Koefisien Jasa Ekosistem Pengaturan Tata Aliran Air dan Banjir ................................................................... L-17 Lampiran 16. Perhitungan Koefisien Jasa Ekosistem Pengaturan Pencegahan dan Perlindungan dari Bencana ....................................... L-18 Lampiran 17. Perhitungan Koefisien Jasa Ekosistem Pengaturan Pemurnian Air ..................................................................................... L-19

x

Lampiran 18. Perhitungan Koefisien Jasa Ekosistem Pengaturan Pengolahan dan Penguraian Limbah ................................................... L-20 Lampiran 19. Perhitungan Koefisien Jasa Ekosistem Pengaturan Pemeliharaan Kualitas Udara .............................................................. L-21 Lampiran 20. Perhitungan Koefisien Jasa Ekosistem Pengaturan Penyerbukan Alami ........................................................................... L-22 Lampiran 21. Perhitungan Koefisien Jasa Ekosistem Pengaturan Pengendalian Hama dan Penyakit ....................................................... L-23 Lampiran 22. Perhitungan Koefisien Jasa Ekosistem Budaya Tempat Tinggal dan Ruang Hidup ...................................................... L-24 Lampiran 23. Perhitungan Koefisien Jasa Ekosistem Budaya Rekreasi dan Ecotourism ..................................................................... L-25 Lampiran 24. Perhitungan Koefisien Jasa Ekosistem Budaya Estetika ..................... L-26 Lampiran 25. Perhitungan Koefisien Jasa Ekosistem Pendukung Pembentukan Lapisan Tanah dan Pemeliharaan ................................. L-27 Lampiran 26. Perhitungan Koefisien Jasa Ekosistem Pendukung Siklus Hara .......................................................................................... L-28 Lampiran 27. Perhitungan Koefisien Jasa Ekosistem Pendukung Produksi Primer ................................................................................... L-29 Lampiran 28. Perhitungan Koefisien Jasa Ekosistem Pendukung Biodiversitas ........................................................................................ L-30

xi

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Peningkatan jumlah penduduk berdampak kepada peningkatan laju penggunaan sumberdaya alam, termasuk pemanfaatan ruang bagi kehidupan manusia dan mahluk hidup lainnya. Hal ini mengakibatkan kualitas dan kuantitas lingkungan hidup di sejumlah kawasan di Ekoregion Sumatera mengalami penurunan. Oleh karena itu, pemanfaatan sumber daya alam harus dilakukan secara bijaksana, yaitu dengan memperhatikan kemampuan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup. Sebagai konsekuensinya daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup penting untuk diketahui, dipahami dan dijadikan dasar dalam perencanaan pemanfaatan sumber daya alam, perencanaan pembangunan dan perencanaan pemanfaatan ruang. Penentuan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup sebagai dasar pertimbangan dalam pembangunan dan pengembangan suatu wilayah telah diamanatkan sejak ditetapkannya Undang-undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang KetentuanKetentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup yang kemudian digantikan oleh Undang-Undang 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.Dalam UndangUndang 32 Tahun 2009 sebagai pengganti Undang-Undang 23 Tahun 1997, amanat daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup tertuang dalam sejumlah pasal, diantaranya Pasal 12 yang menyebutkan bahwa apabila Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH) belum tersusun, maka pemanfaatan sumber daya alam dilaksanakan berdasarkan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup. Selain itu, dalam Pasal 15, 16 dan 17 dijelaskan bahwa daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup merupakan salah satu muatan kajian yang mendasari penyusunan atau evaluasi rencana tata ruang wilayah (RTRW), rencana pembangunan jangka panjang dan jangka menengah (RPJP dan RPJM) serta kebijakan, rencana dan/atau program yang berpotensi menimbulkan dampak dan/atau risiko lingkungan hidup, melalui Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS).

I-1

Daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup tertuang pula pada Pasal 19, yang menyatakan bahwa untuk menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup dan keselamatan masyarakat, setiap perencanaan tata ruang wilayah wajib didasarkan pada KLHS dan ditetapkan dengan memperhatikan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup. Dengan kata lain daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup menjadi inti dari dari kegiatan KLHS dan RPPLH atau lebih jauh lagi menjadi core business dari kelembagaan lingkungan hidup. Disamping UUPLH Nomor 32/2009, daya dukung dan daya tampung lingkungan juga sudah menjadi dasar pertimbangan utama dalam perencanan tata ruang dan pembangunan sektor. Sebagai contoh antara lain: 1. UUNo. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, pasal 20, 23 dan 25 menyiratkah bahwa penyusunan rencana tata ruang wilayah nasional / provinsi / kabupaten /kota harus memperhatikan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup. 2. UU No. 32 Tahun 2014 tentang Kelautan Pasal 1 angka 6 menyatakan bahwa pembangunan kelautan adalah pembangunan yang memberi arahan dalam pendayagunaan sumber daya Kelautan untuk mewujudkan pertumbuhan ekonomi, pemerataan kesejahteraan, dan keterpeliharaan daya dukung ekosistem pesisir dan laut. 3. UU No. 39 tahun 2014 tentang Perkebunan,pasal 6 poin 1 huruf d menyatakan bahwa perencanaan perkebunan dilakukan berdasarkandaya dukung dan daya tampung lingkungan. 4. UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Minerba,pasal 32 huruf c (termasuk juga pasal 18 dan 28), menyatakan bahwa kriteria untuk menetapkan 1 (satu) atau beberapa WIUPK dalam 1 (satu) WUPK adalah Daya Dukung Lingkungan. 5. UU No. 18 Tahun 2012 tentang Pangan, pasal 7 huruf c menyatakan bahwa perencanaan pangan harus memperhatikandaya dukung sumber daya alam, teknologi, dan kelestarian lingkungan Fakta tersebut di atas menunjukkan bahwa, kebutuhan penyusunan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup disuatu wilayah sangat mendesak dan strategis. Oleh karena itu diperlukan dukungan sistem metodologi yang jelas dan mampu mewadahi semua kepentingan pembangunan dan pelestarian lingkungan. Pendekatan

I-2

jasa ekosistem memberikan solusi bagi penyusunan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup yang komprehensif sehingga digunakan dalam inventarisasi ini. Jasa ekosistem adalah manfaat yang diperoleh manusia dari suatu eksosistem. Manfaat ini termasuk jasa penyediaan (provisioning), seperti pangan dan air; jasa pengaturan (regulating) seperti pengaturan terhadap banjir, kekeringan, degradasi lahan dan penyakit; jasa pendukung (supporting), seperti pembentukan tanah dan silkus hara; serta jasa kultural (cultural), seperti rekreasi, spiritual, keagamaan dan manfaat nonmaterial lainnya. Berdasarkan uraian di atas, Pusat Pengendalian Pembangunan

Ekoregion

Sumatera (PPPES), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) melakukan kegiatan inventarisasi daya dukung dan daya tampung lingkungan Pulau Sumatera Berbasis jasa ekosistem dengan pendekatan keruangan (spasial). 1.2 Maksud dan Tujuan Maksud Maksud dari kegiatan ini adalah untuk menyusun peta Daya Dukung Lingkungan Hidup Berbasis Jasa Ekosistem Ekoregion Pulau Sumatera pada skala 1 : 250.000 dan melakukan pendeskripsian hasil peta tersebut Pada tingkat Provinsi dan Ekoregion. Model ini akan dikembangkan lebih lanjut untuk rincian beberapa jenis pengukuran DDLH tematik untuk kepentingan pembangunan sektoral seluruh wilayah ekoregion Sumatera. Tujuan 1.

Menyusun peta Daya Dukung Lingkungan Hidup (DDLH) Berbasis Jasa Ekosistem Ekoregion Pulau Sumateradengan kedalaman analisis skala 1 : 250.000,

2.

Mendeskripsikan dan menganalisis peta Daya Dukung Lingkungan Hidup Berbasis Jasa Ekosistem dengan unit satuan ekoregion dan administratif, khususnya Provinsi-Provinsi di Sumatera.

3.

Menyusun Basis data Spasial Daya Dukung Lingkungan Hidup Berbasis Jasa Ekosistem dalam bentuk Album Peta.

I-3

1.3 Manfaat Konsep daya dukung dan daya tampung lingkungan merupakan amanat UUPPLH Nomor 32 tahun 2009. Manfaat teridentifikasinya Daya Dukung dan Daya Tampung Lingkungan Hidup Berbasis Jasa Ekosistem di Ekoregion Sumatera diantaranya : 1)

Sebagai panduan bagi Pemerintah Pusat khususnya dalam kaitannya dengan pelaksanaan RPJMN khususnya rencana pembangunan wilayah di Pulau Sumatera, sebagaimana tertuang dalam Buku III.

2)

Sebagai pedoman bagi setiap Pemerintah Daerah (Provinsi dan Kabupaten/Kota) dalam rangka perlindungan dan pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup, serta perumusan kebijakan program pembangunan daerah berbasis daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup, dengan mempertimbangkan persebaran potensi dan sumberdaya alam secara menyeluruh dan berkelanjutan (keseimbangan fungsi ekologi ‘ekosistem’ dan peningkatan nilai ekonomi ‘kesejahteraan’);

3)

Sebagai dasar bagi proses perencanaan dan pengambilan keputusan pembangunan seperti penyusunan Rencana Pengelolaan dan Pengendalian Lingkungan Hidup (RPPLH), penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) maupun Rencana Tata Ruang Wilayah bagi setiap Pemerintah Daerah (Provinsi dan Kabupaten/Kota)

di

Ekoregion Sumatera. 4)

Sebagai dasar dan pedoman bagi penyusunan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) untuk semua bentuk aktivitas Kebijakan Rencana dan Program-program pembangunan.

5)

Sebagai media koordinasi, sinkronisasi dan sinergi program-program pembangunan sektoral khususnya sektor pengelolaan sumberdaya alam seperti pertanian, kehutanan,

pertambangan,

perkebunan,

perikanan

dan

kelautan,

industri,

parisiwata, dan pembangunan infrastruktur wilayah. 1.4 Ruang Lingkup Kegiatan Ruang lingkup dan tahapan kegiatan yang dilakukan pada kegiatan Daya Dukung Lingkungan Hidup Berbasis Jasa Ekosistem Ekoregion Pulau Sumatera diantaranya : 1.

Proses pengumpulan data spasial (peta dan citra) dan non spasial (tabuler) dan penyusunan peta input skala 1:250.000, yaitu : I-4

• Peta Ekoregion dan • Peta Liputan lahan 2.

Panel Ahli untuk transformasi data spasial ekoregion dan liputan lahan menjadi jenis daya dukung lingkungan jasa ekosistem. Panel ahli menghasilkan nilai skoring hasil penilaian peran ekoregion dan liputan lahan terhadap nilai jasa ekosistem.

3.

Proses analisis data hasil panel ahli dengan menggunakan prinsip AHP yaitu Pairwise Comparation untuk menghasilkan Koefisien Jasa Ekosistem (KJE)

4.

Proses pengolahan dan analisis spasial berupa pembuatan Peta Daya Dukung Lingkungan Hidup Berbasis Jasa Ekosistem, untuk 20 jenis jasa ekosistem, pada Skala 1:250.000

5.

Verifikasi Hasil atas Peta Daya Dukung Lingkungan Hidup Berbasis Jasa Ekosistem dengan melakukan Focus Group Discussion untuk menilai ketepatan hasil peta.

6.

Penyusunan Laporan Akhir dan Album Peta Daya Dukung Lingkungan Hidup Berbasis Jasa Ekosistem

7.

Ekspose Laporan Akhir

1.5 Keluaran yang Dihasilkan Keluaran yang diharapkan dari kegiatan

Inventarisasi Daya Dukung

Lingkungan Hidup Berbasis Jasa Ekosistem di Pulau Sumatera Tahun 2015 adalah : 1.

Tersedianya peta Daya Dukung Lingkungan Hidup (DDLH) Berbasis Jasa Ekosistem Ekoregion Pulau Sumatera untuk 20 Jenis Jasa Ekosistem dengan kedalaman analisis skala 1 : 250.000, sebagai basis perencanaan lingkungan dan pengendalian pembangunan.

2.

Deskripsi kondisi Daya Dukung Lingkungan Hidup Berbasis Jasa Ekosistem dengan unit satuan ekoregion dan administratif, khususnya Profil DDLH Berbasis Jasa Ekosistem Provinsi-Provinsi di Pulau Sumatera

3.

Tersusunnya Basis Data Spasial dalam bentuk Album peta Daya Dukung Lingkungan Hidup Berbasis Jasa Ekosistem, yang meliputi 2 jenis Peta Input dan 20 Jenis peta output Jasa Ekosistem.

I-5

Tabel 1.1 Keluaran yang dihasilkan No A

Peta Peta Input

Jenis peta Hasil 1. Peta Ekoregion

2. Peta Liputan Lahan B

Peta Output

Peta Jasa Ekosistem

1

Peta Jasa

1. Peta Daya Dukung Lingkungan Jasa Ekosistem Penyediaan Pangan

Ekosistem

2. Peta Daya Dukung Lingkungan Jasa Ekosistem Penyediaan Air

Penyedia

Bersih 3. Peta Daya Dukung Lingkungan Jasa Ekosistem Penyediaan Serat 4. Peta Daya Dukung Lingkungan Jasa Ekosistem Penyediaan Energi 5. Peta Daya Dukung Lingkungan Jasa Ekosistem Penyediaan Sumberdaya Genetik

2

Peta Jasa

1. Peta Daya Dukung Lingkungan Jasa Ekosistem Pengaturan Iklim

Ekosistem

2. Peta Daya Dukung Lingkungan Jasa Ekosistem Pengaturan tata

Pengaturan

aliran air dan pengendali banjir 3. Peta Daya Dukung Lingkungan Jasa Ekosistem Pencegahan dan Perlindungan dari Bencana Alam 4. Peta Daya Dukung Lingkungan Jasa Ekosistem Pemurnian Air 5. Peta Daya Dukung Lingkungan Jasa Ekosistem Pengolahan dan Penguraian Limbah 6. Peta Daya Dukung Lingkungan Jasa Ekosistem Pemeliharaan Kualitas Udara 7. Peta Daya Dukung Lingkungan Jasa Ekosistem Pengaturan Penyerbukan Alami (pollination) 8. Peta Daya Dukung Lingkungan Jasa Ekosistem Pengendalian Hama dan Penyakit

3

Peta Jasa

Ekosistem Budaya

1. Peta Daya Dukung Lingkungan Jasa Ekosistem Tempat Tinggal

dan Ruang Hidup 2. Peta Daya Dukung Lingkungan Jasa Ekosistem Rekreasi dan Ekoturism 3. Peta Daya Dukung Lingkungan Jasa Ekosistem Estetika Alam

4

Peta Jasa

Ekosistem Pendukung

1. Peta Daya Dukung Lingkungan Jasa Ekosistem Pembentukan

Lapisan Tanah dan Pemeliharaan Kesuburan 2. Peta Daya Dukung Lingkungan Jasa Ekosistem Siklus hara (nutrient cycle)

I-6

3. Peta Daya Dukung Lingkungan Jasa Ekosistem Produksi Primer

4. Peta Daya Dukung Lingkungan Jasa Ekosistem Biodiversitas 5

Peta

1. Peta Ekosistem Penting

Komposit

2. Peta Jasa Ekosistem Dominan

1.6. Konsep Daya Dukung dan Daya Tampung Lingkungan Hidup Berbasis Jasa Ekosistem Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) bermaksud melakukan identifikasi daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup Indonesia yang diukur dengan pendekatan jasa ekosistem (ecosystem services) sebagaimana yang dilakukan dalam Millenium Ecosystem Assessment –United Nation. Asumsinya, semakin tinggi jasa ekosistem semakin tinggi kemampuan daya dukung dan daya tampung lingkungan. Jasa ekosistem pada habitat bumi ditentukan oleh keberadaan faktor endogen dan dinamika faktor eksogen yang dicerminkan dengan dua komponen yaitu kondisi ekoregion dan penutup lahan (land cover / land use) sebagai penaksir atau proxy. Dengan demikian terdapat empat konsep penting dalam penyusunan daya dukung lingkungan. Beberapa batasan konsep diantaranya adalah : 1.

Daya Dukung Lingkungan Hidup adalah kemampuan lingkungan hidup untuk mendukung perikehidupan manusia, makhluk hidup lain, dan keseimbangan antarkeduanya.

2.

Daya Tampung Lingkungan Hidup adalah kemampuan lingkungan hidup untuk menyerap zat, energi, dan/atau komponen lain yang masuk atau dimasukkan ke dalamnya.

3.

Ekoregion adalah adalah wilayah geografis yang memiliki kesamaan ciri iklim, tanah, air, flora, dan fauna asli, serta pola interaksi manusia dengan alam yang menggambarkan integritas sistem alam dan lingkungan hidup. Penetapan batas ekoregion dengan mempertimbangkan kesamaan bentang alam, Daerah Aliran Sungai, Keanekaragaman Hayati dan sosial budaya (UU 32 Tahun 2009). Dalam operasionalisasinya penetapan ekoregion menggunakan pendekatan bentang lahan (landscape) dengan mengikuti sistem klasifikasi yang digunakan Verstappen. Selanjutnya jenis-jenis bentang lahan (landscape) akan dijadikan salah satu komponen penaksir atau proxy jasa ekosistem (landscape based proxy)

I-7

4.

Penutup Lahan adalah tutupan biofisik pada permukaan bumi yang dapat diamati, merupakan suatu hasil pengaturan, aktivitas, dan perlakukan manusia yang dilakukan pada jenis penutup lahan tertentu untuk melakukan kegiatan produksi, perubahan,

ataupun

perawatan

pada

penutup

lahan

tersebut.

Dalam

operasionalisasinya, digunakan sistem klasifikasi penutup lahan dari SNI 76452010, dimana jenis-jenis penutup lahan tersebut dijadikan salah satu komponen penaksir atau proxy jasa ekosistem (landcover/landused based proxy) 5.

Jasa Ekosistem adalah manfaat yang diperoleh oleh manusia dari berbagai sumberdaya dan proses alam yang secara bersama-sama diberikan oleh suatu ekosistem yang dikelompokkan ke dalam empat macam manfaat yaitu manfaat penyediaan (provisioning), produksi pangan dan air; manfaat pengaturan (regulating)

pengendalian

iklim

dan

penyakit;

manfaat

pendukung

(supporting),seperti siklus nutrien dan polinasi tumbuhan; serta manfaat kultural (cultural), spiritual dan rekreasional. Sistem klasifikasi jasa ekosistem tersebut menggunakan standar dari Millenium Ecosystem Assessment (2005)

Berdasarkan batasan konsep tersebut, daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup diukur dengan pendekatan jasa ekosistem. Semakin tinggi nilai jasa ekosistem, maka semakin tinggi pula kemampuan daya dukung dan daya tampung lingkungan. Untuk memperoleh nilai jasa ekosistem digunakan dua penaksiran yaitu landscape based proxy dan landcover/landused based proxy, yang selanjutnya digunakan dasar untuk melakukan pemetaan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup. 1.

Ekoregion Berbasis Bentang lahan (landscape) UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup secara eksplisit

mengamanatkan pentingnya penggunaan ekoregion sebagai azas dalam pengelolaan lingkungan. Sebaliknya dalam UU Penataan Ruang juga menegaskan pentingnya penggunaan ekoregion sebagai dasar penyusunan tata ruang wilayah. UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup memberikan definisi ekoregion adalah wilayah geografis yang memiliki kesamaan ciri iklim, tanah, air, flora, dan fauna asli, serta pola interaksi manusia dengan alam yang menggambarkan integritas sistem alam dan lingkungan hidup. Ekoregion adalah bentuk metode

I-8

perwilayahan untuk manajemen pembangunan yang mendasarkan pada batasan dan karakteristik tertentu (deliniasi ruang). Berdasarkan definisi tersebut karaktersitik yang dapat digunakan sebagai dasar penentuan batas wilayah diantara kesamaan karakteristik: a. b. c. d. e. f. g. h.

karakteristik bentang alam; daerah aliran sungai; iklim; flora dan fauna; sosial budaya; ekonomi; kelembagaan masyarakat; dan hasil inventarisasi lingkungan hidup Kompleksnya karakteristik lingkungan yang dijadikan sebagai dasar penentuan

wilayah ekoregion menyulitkan proses deliniasi ekoregion. Diperlukan pendekatan yang lebih praktis untuk penyusunan ekoregion. Widiyanto, dkk, (2008) dalam tulisannya tentang bentang lahan (landscape) untuk pengenalan fenomena geosfer pendekatan teknik bentuk Lahan (landform). Persamaan antara ekoregion dengan bentuk lahan tersebut dapat dicermati dari definisi berikut : • Bentang lahan ialah sebagian ruang permukaan bumi yang terdiri atas sistemsistem, yang dibentuk oleh interaksi dan interdependensi antara bentuk lahan, batuan, bahan pelapukan batuan, tanah, air, udara, tumbuh-tumbuhan, hewan, laut tepi pantai, energi

dan manusia dengan segala aktivitasnya yang secara

keseluruhan membentuk satu kesatuan (Surastopo, 1982). • Bentang

lahan

merupakan

bentangan

permukaan

bumi

dengan

seluruh

fenomenanya, yang mencakup: bentuk lahan, tanah, vegetasi, dan atribut-atribut yang dipengaruhi oleh aktivitas manusia (Vink, 1983). • Bentang lahan adalah bentangan permukaan bumi yang di dalamnya terjadi hubungan

saling

terkait

(interrelationship)

dan

saling

ketergantungan

(interdependency) antar berbagai komponen lingkungan, seperti: udara, air, batuan, tanah, dan flora-fauna, yang mempengaruhi keberlangsungan kehidupan manusia yang tinggal di dalamnya. (Verstappen, 1983)

I-9

Berdasarkan definisi tersebut karaktersitik yang dapat digunakan sebagai dasar penentuan bentang lahan diantara kesamaan karakteristik yaitu : a. b. c. d. e. f. g. h.

Geomorfik (G), Litologik (L), Edafik(E), Klimatik (K) Hidrologik (H), Oseanik (O) Biotik (B) flora dan fauna Antropogenik (A) Berdasarkan perbandingan dua pengertian tersebut di atas (ekoregion dan

bentang lahan), maka terdapat kesamaan substansi antara keduanya, oleh karena itu pendekatan bentang lahan dapat digunakan sebagai teknik penyusunan ekoregion. Menurut Tuttle (1975), bentang lahan (landscape) merupakan kombinasi atau gabungan dari

bentuk

lahan

(landform).

Dengan

kata

lain

untuk

menganalisis

dan

mengklasifikasikan bentang lahan selalu mendasarkan pada kerangka kerja bentuk lahan (landform). Verstappen (1983) telah mengklasifikasikan bentuk lahan berdasarkan genesisnya menjadi 10 macam bentuk lahan asal proses, yaitu: (a) Bentuk lahan asal proses volkanik (V), merupakan kelompok besar satuan bentuk

lahan yang terjadi akibat aktivitas gunung api. Contoh bentuk lahan ini antara lain: kawah, kerucut gunung api, kaldera, medan lava, lereng kaki, dataran, dataran fluvial gunung api. (b) Bentuk lahan asal proses struktural (S), merupakan kelompok besar satuan bentuk

lahan yang terjadi akibat pengaruh kuat struktur geologis. Pegunungan lipatan, pegunungan patahan, perbukitan (monoklinal/homoklinal), kubah, Graben, gawir, merupakan contoh-contoh untuk bentuk lahan asal struktural. (c) Bentuk lahan asal fluvial (F) merupakan kelompok besar satuan bentuk lahan yang

terjadi akibat aktivitas sungai. Dataran alluvial, kerucut alluvial, kipas alluvial, dataran banjir, rawa belakang, teras sungai, dan tanggul alam, gosong sungai merupakan contoh-contoh satuan bentuk lahan ini. (d) Bentuk lahan asal proses solusional (S) merupakan kelompok besar satuan bentuk

lahan yang terjadi akibat proses pelarutan pada batuan yang mudah larut, seperti batu gamping dan dolomite karst menara, karst kerucut, doline, uvala, polye, goa karst, dan logva merupakan contoh-contoh satuan bentuk lahan ini. I-10

(e) Bentuk lahan asal proses denudasional (D) merupakan kelompok besar satuan

bentuk lahan yang terjadi akibat proses degradasi, seperti longsor dan erosi. Contoh satuan bentuk lahan ini antara lain: bukit sisa, lembah sungai, peneplain, dan lahan rusak. (f)

Bentuk lahan asal proses eolian (E) merupakan kelompok besar satuan bentuk lahan yang terjadi akibat proses angin. Contoh satuan bentuk lahan ini antara lain: gumuk pasir barkhan, parallel, parabolik, bintang, lidah, dan transversal.

(g) Bentuk lahan asal marine (M) merupakan kelompok besar satuan bentuk lahan

yang terjadi akibat proses laut oleh tenaga gelombang, arus, dan pasang-surut. Contoh satuan bentuk lahan ini antara lain: gisik pantai (beach), bura (spit), tombolo, laguna, dan beting gisik (beach ridge). Karena kebanyakan sungai dapat dikatakan bermuara ke laut, maka sering kali terjadi bentuk lahan yang terjadi akibat kombinasi proses fluvial dan proses marine. Kombinasi kedua proses itu disebut proses fluvio-marine. Contoh-contoh satuan bentuk lahan yang terjadi akibat proses fluvio-marine ini antara lain delta dan estuari. (h) Bentuk lahan asal glasial (G) merupakan kelompok besar satuan bentuk lahan yang

terjadi akibat proses gerakan es (gletser). Contoh satuan bentuk lahan ini antara lain lembah menggantung dan marine. (i)

Bentuk lahan asal organik (O) merupakan kelompok besar satuan bentuk lahan yang terjadi akibat pengaruh kuat aktivitas organisme (flora dan fauna). Contoh satuan bentuk lahan ini adalah pantai mangrove, gambut, dan terumbu karang.

(j)

Bentuk lahan asal antropogenik (A) merupakan kelompok besar satuan bentuk lahan yang terjadi akibat aktivitas manusia. Waduk, kota, pelabuhan, merupakan contoh-contoh satuan bentuk lahan hasil proses antropogenik. Gambar berikut adalah contoh bentang lahan yogyakarta. Berdasarkan hal tersebut dapat dibuat klasifikasi ekoregion berbasis bentuk

lahan kedalam beberapa kelompok sesuai dengan skala petanya Tabel 1.2 Klasifikasi Ekoregion berdasarkan bentuk lahan Pada Skala Nasional dan Pulau/Provinsi Tingkatan Nasional

(Ekoregion)

Skala

1 : 1.000.000

Dasar Klasifikasi Bentang lahan Bentang lahan Klasifikasi Bentang lahan didasarkan atas kenampakan

morfologi dan batuan secara umum, serta kedudukannya

I-11

Tingkatan

Skala

Dasar Klasifikasi Bentang lahan Bentang lahan terhadap Geotektonik Indonesia, sehingga disebut sebagai

”Morfologi Bentang lahan”, yang terdiri atas: 

Bentang lahan Dataran

(Lereng 0 - 15%)



Bentang lahan Perbukitan

(Lereng 15 - 45%)



Bentang lahan Pegunungan (Lereng >45%)



Batuan malihan, beku, sedimen, aluvium

Dasar Klasifikasi:

Thornbury (1954); Lobeck (1969); dan

Verstappen (2000) Klasifikasi Bentang lahan didasarkan atas kenampakan

morfologi dan asal proses utama (genetik), sehingga disebut sebagai ”Morfogenetik Bentang lahan”, yang terdiri atas:

Pulau dan Kepulauan

1 : 500.000

(Ekonusa)



Bentang lahan Fluvial (F, aliran sungai);



Bentang lahan Marin (M, gelombang laut);



Bentang lahan Aeolian (A, aktivitas angin);



Bentang lahan Volkanik (V, aktivitas gunungapi);



Bentang lahan Struktural (S, aktivitas tektonik);



Bentang lahan Denudasional (D, aktivitas degradasional);



Bentang lahan Solusional (K, aktivitas pelarutan batuan);



Bentang lahan Glasial (G, aliran es dan gletser);



Bentang lahan Organik (O, aktivitas organisme); dan



Bentang lahan Antropogenik (H, aktivitas manusia).

Dasar Klasifikasi: Verstappen (1983) Klasifikasi Bentang lahan didasarkan atas morfologi lebih

rinci, komplek proses (multigenetik), dan struktur sehingga disebut sebagai ”Morfostruktur Bentang lahan”, yang terdiri atas: 

Provinsi (Ekodistrik)

1 : 250.000

Bentang lahan Fluvial: Dataran Aluvial, Fluviovulkan, dan Fluviomarin



Bentang lahan Marin: Pantai dan Pesisir



Bentang lahan Aeolian: Gumukpasir



Bentang lahan Volkanik: Kerucut, Lereng, dan Kaki Gunungapi



Bentang lahan Struktural: Perbukitan/Pegunungan Lipatan /Patahan,

dan

I-12

Lembah

Sinklinal,

Lembah

antar

Tingkatan

Skala

Dasar Klasifikasi Bentang lahan Bentang lahan Perbukitan/ Pegunungan Patahan 

Bentang lahan Denudasional: Perbukitan/Pegunungan Denudasional, dan Lembah antara Perbukitan/Pegunungan Denudasional



Bentang lahan Solusional / Karst: Perbukitan/Pegunungan Karst, Lembah antar Perbukitan/Pegunungan Karst



Bentang lahan Glasial: Pegunungan Glasial dan Lembah Glasial



Bentang lahan Organik: Dataran Gambut dan Dataran Terumbu



Bentang lahan Antropogenik: Dataran Reklamasi Dasar Klasifikasi: Verstappen (1983)

Sumber : Langgeng Wahyu Santoso (2013)

2.

Penutup lahan (landcover) Lahan merupakan bagian dari bentang lahan (landscape) yang mencakup

pengertian lingkungan fisik termasuk iklim, topografi/relief, hidrologi termasuk keadaan vegetasi alami yang semuanya secara potensial akan berpengaruh terhadap penggunaan lahan (Sitorus, 2004). Land cover atau tutupan lahan merupakan keadaan biofisik dari permukaan bumi dan lapisan di bawahnya. Land cover menjelaskan keadaan fisik permukaan bumi sebagai lahan pertanian, gunung atau hutan. Land cover adalah atribut dari permukaan dan bawah permukaan lahan yang mengandung biota, tanah, topografi, air tanah dan permukaan, serta struktur manusia. Dalam pembahasan tentang jasa ekosistem, land cover memiliki posisi penting untuk dibaca dan cerminan potensi dari masing-masing jenis jasa ekosistem dikarenakan merupakan hasil akhir dari setiap bentuk campur tangan kegiatan (intervensi) manusia terhadap lahan di permukaan bumi yang bersifat dinamis dan berfungsi untuk memenuhi kebutuhan hidup baik material maupun spiritual (Arsyad, 1989). Landcover budidaya juga bentukan hasil kreasi interaksi bentang alam dan bentang budaya, sehingga membentuk pola dan cirinya sendiri.

I-13

Pengelompokan penutup lahan dapat diamati dari jenis klasifikasi penutup lahan diantaranya adalah batasan pengertian tentang penutup lahan menurut SNI 7645-2010 adalah sebagai berikut : Tabel 1.3 Sistem Klasifikasi penutup lahan Berdasarkan SNI 7645-2010 Skala 1 : 1.000.000 – 1:500.000

Skala 1:250.000

Nasional V VP

Provinsi

DAERAH BERVEGETASI

DAERAH BERVEGETASI

DAERAH PERTANIAN

DAERAH PERTANIAN

1. Sawah

1. Sawah

2. Ladang, tegal, atau huma

2. Sawah pasang surut

3. Perkebunan

3. Ladang, tegal, atau huma 4. Perkebunan 5. Perkebunan campuran 6. Tanaman Campuran

VBP

DAERAH BUKAN PERTANIAN

DAERAH BUKAN PERTANIAN

4. Hutan lahan kering

7. Hutan lahan kering

5. Hutan lahan basah

8. Hutan lahan kering Primer

6. Semak belukar

9. Hutan lahan kering Sekunder

7. Padang rumput, alang-alang,

10. Hutan lahan basah

dan sabana 8. Rumput rawa

11. Hutan lahan basah Primer 12. Hutan lahan basah Sekunder 13. Semak belukar 14. Padang rumput, alang-alang, dan sabana 15. Rumput rawa

VTB DAERAH TAK BERVEGETASI 9. Lahan Terbuka

DAERAH TAK BERVEGETASI 16. Lahan Terbuka 17. Lahan dan lava 18. Hamparan pasir 19. Beting pantai 20. Gumuk pasir

Permukiman Dan Lahan Bukan

Permukiman Dan Lahan Bukan Pertanian Yang

Pertanian Yang Berkaitan

Berkaitan

I-14

10. Permukiman

21. Permukiman

11. Lahan Terbangun Non

22. Bangunan industri

Permukiman (Infrastruktur)

23. Pertambangan 24. Tempat penimbunan sawah 25. Lahan Terbangun Non Permukiman (Infrastruktur)

Perairan

Perairan

12. Danau atau waduk

26. Danau atau waduk

13. Rawa

27. Tambak

14. Sungai

28. Rawa

15. Anjir pelayaran

29. Sungai

16. Terumbu karang

30. Anjir pelayaran 31. Terumbu Karang 32. Gosong pantai

3.

Jasa Ekosistem (Ecosystem Services) Ekosistem adalah entitas yang kompleks yang terdiri atas komunitas tumbuhan,

binatang dan mikro organisme yang dinamis beserta lingkungan abiotiknya yang saling berinteraksi sebagai satu kesatuan unit fungsional (MA, 2005). Fungsi ekosistem adalah kemampuan komponen ekosistem untuk melakukan proses alam dalam menyediakan materi dan jasa yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan manusia, baik secara langsung maupun tidak langsung (De Groot, 1992). Jasa ekosistem adalah keuntungan yang diperoleh manusia dari ekosistem (MA, 2005). Jasa ekosistem dikategorikan menjadi empat, yaitu meliputi jasa penyediaan (provisioning), jasa pengaturan (regulating), jasa budaya (cultural), dan jasa pendukung (supporting) (MA, 2005). Berdasarkan empat kategori ini dikelaskan ada 23 kelas klasifikasi jasa ekosistem, yaitu (De Groots, 2002) : A. Jasa penyediaan : (1) bahan makanan, (2) air bersih, (3) serat, bahan bakar dan bahan dasar lainnya, (4) materi genetik, (5) bahan obat dan biokimia, (6) spesies hias. B. Jasa Pengaturan : (7) Pengaturan kualitas udara, (8) Pengaturan iklim, (9) Pencegahan gangguan, (10) Pengaturan air, (11) Pengolahan limbah, (12)

I-15

Perlindungan

tanah,

(13)

Penyerbukan,

(14)

Pengaturan

biologis,

(15)

Pembentukan tanah. C. Budaya : (16) Estetika, (17) Rekreasi, (18) Warisan dan indentitas budaya, (20) Spiritual dan keagamaan, (21) Pendidikan. D. Pendukung : (22) Habitat berkembang biak, (23) Perlindungan plasma nutfah Daya dukung merupakan indikasi kemampuan mendukung penggunaan tertentu, sedangkan daya tampung adalah indikasi toleransi mendukung perubahan penggunaan tertentu (atau pengelolaan tertentu) pada unit spasial tertentu. Untuk menghitung daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup, perlu beberapa pertimbangan. Adapun pertimbangan tersebut adalah (a) ruang dan sifatnya, (b) tipe pemanfaatan ruang, (c) ukuran produk lingkungan hidup utama (udara dan air), (d) penggunaan/penutupan lahan mendukung publik (hutan), (e) penggunaan tertentu untuk keperluan pribadi. Menurut sistem klasifikasi jasa ekosistem dari Millenium Ecosystem Assessment (2005), jasa ekosistem dikelompokkan menjadi empat fungsi layanan, yaitu jasa penyediaan(provisioning), jasa pengaturan (regulating), jasa pendukung (supporting), dan jasa kultural (cultural), dengan rincian sebagai berikut: Tabel 1.4. Jenis Jasa Ekosistem Klasifikasi Layanan Ekosistem

Definisi Operasional

Fungsi Penyediaan (Provisioning) 1

Pangan

Hasil laut, pangan dari hutan (tanaman dan hewan), hasil pertanian dan perkebunan untuk pangan, hasil peternakan

2

Air bersih

Penyediaan air dari tanah (termasuk kapasitas penyimpanannya), penyediaan air dari sumber permukaan

3

Serat (fiber)

Hasil hutan, hasil laut, hasil pertanian dan perkebunan untuk material

4

Bahan bakar (fuel)

Penyediaan kayu bakar dan bahan bakar dari fosil

Fungsi Pengaturan (Regulating) 1

Pengaturan iklim

Pengaturan suhu, kelembaban dan hujan, pengendalian gas rumah kaca dan karbon

I-16

2

Pengaturan tata aliran air dan

Siklus hidrologi, serta infrastruktur alam untuk

banjir

penyimpanan air, pengendalian banjir, dan pemeliharaan air

3

Pencegahan dan perlindungan

Infrastruktur alam pencegahan dan perlindungan dari

dari bencana

kebakaran lahan, erosi, abrasi, longsor, badai dan tsunami

4

Pemurnian air

Kapasitas badan air dalam mengencerkan, mengurai dan menyerap pencemar

5

Pengolahan dan penguraian

Kapasitas lokasi dalam menetralisir, mengurai dan

limbah

menyerap limbah dan sampah

6

Pemeliharaan kualitas udara

Kapasitas mengatur sistem kimia udara

7

Pengaturan penyerbukan alami

Distribusi habitat spesies pembantu proses penyerbukan

(pollination)

alami

Pengendalian hama dan

Distribusi habitat spesies trigger dan pengendalihama

penyakit

dan penyakit

8

Fungsi Budaya (Cultural) 1

Spiritual dan warisan leluhur

Ruang dan tempat suci, peninggalan sejarah, peninggalan leluhur

2

3

Tempat tinggal dan ruang

Ruang untuk tinggal dan hidup sejahtera, jangkar

hidup (sense of place)

“kampung halaman” yang punya nilai sentimental

Rekreasi dan ecotourism

Fitur lansekap, keunikan alam, atau nilai tertentu yang menjadi daya tarik wisata

4

Ikatan budaya, adat, pola hidup

Keterikatan komunitas dan hubungan sosial, pelestarian keragaman budaya (misalnya komunitas nelayan, komunitas adat, masyarakat pedalaman, dll.)

5

Estetika

Keindahan alam yang memiliki nilai jual

6

Pendidikan dan pengetahuan

Memiliki potensi untuk pengembangan pendidikan dan pengetahuan

Fungsi Pendukung (Supporting) 1

Pembentukan lapisan tanah dan

Kesuburan tanah

pemeliharaan kesuburan 2

Siklus hara (nutrient)

Kesuburan tanah, tingkat produksi pertanian

3

Produksi primer

Produksi oksigen, penyediaan habitat spesies

I-17

1.7 Landasan Hukum 1.

Undang-Undang RI Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya;

2.

Undang-Undang RI Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan;

3.

Undang-Undang RI Nomor 24 Tahun 2007 tentang Kebencanaan

4.

Undang-Undang RI Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang;

5.

Undang-Undang RI Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup;

6.

Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah;

7.

Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Tata Ruang Nasional;

8.

Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) 2015-2019;

9.

Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 16 tahun 2015 tentang Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan;

10. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 18 tahun 2012 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 16 tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja KLH;

I-18

BAB II METODE PENELITIAN

2.1 Pendekatan Kajian Menurut UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, terdapat dua pengertian tentang Daya Dukung dan Daya Tampung Lingkungan Hidup, yaitu : “ Daya dukung lingkungan hidup adalah kemampuan untuk mendukung perikehidupan manusia, makhluk keseimbangan antarkeduanya” “ Daya tampung lingkungan hidup adalah kemampuan untuk menyerap zat, energi, dan/atau komponen lain dimasukkan ke dalamnya”

lingkungan hidup hidup lain, dan lingkungan hidup yang masuk atau

Terdapat banyak teknik atau metode dalam mengoperasionalisasi konsep daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup di atas, diantaranya yang sudah disepakati oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada forum koordinasi Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (PPPE) seluruh Indonesia adalah penggunaan konsep jasa ekosistem (ecosisystem services). Jasa Ekosistem adalah manfaat yang diperoleh oleh manusia dari berbagai sumberdaya dan proses alam yang secara bersama-sama diberikan oleh suatu ekosistem (MA, 2005). Jasa ekosistem dikategorikan menjadi empat, yaitu meliputi jasa penyediaan (provisioning), jasa pengaturan (regulating), jasa budaya (cultural), dan jasa pendukung (supporting) (MA, 2005). Berdasarkan empat kategori ini dikelaskan ada 23 kelas klasifikasi jasa ekosistem, yaitu (De Groots, 2002): 1. Jasa penyediaan : (1) bahan makanan, (2) air bersih, (3) serat, bahan bakar dan bahan dasar lainnya (4) materi genetik,(5) bahan obat dan biokimia, (6) spesies hias. 2. Jasa Pengaturan : (7) Pengaturan kualitas udara, (8) Pengaturan iklim, (9) Pencegahan gangguan, (10) Pengaturan air, (11) Pengolahan limbah, (12) Perlindungan tanah, (13) Penyerbukan, (14) Pengaturan biologis, (15) Pembentukan tanah. 3. Budaya : (16) Estetika, (17) Rekreasi, (18) Warisan dan indentitas budaya, (20) Spiritual dan keagamaan, (21) Pendidikan. 4. Pendukung : (22) Habitat berkembang biak, (23) Perlindungan plasma nutfah

II-1

Berdasarkan pengertian dan klasifikasi di atas, terdapat kesamaan substansi pengertian jasa ekosistem dengan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup, dimana pengertian jasa penyediaan, budaya lebih mencerminkan konsep daya dukung lingkungan dan jasa pengaturan memiliki kesamaan susbtansi dengan daya tampung lingkungan. Sedangkan jasa pendukung bisa bermakna dua yaitu daya dukung maupun daya tampung lingkungan Secara operasional, kajian ini menetapkan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup dengan pendekatan konsep jasa ekosistem, dengan pengembangan asumsi dasar sebagai berikut : •

Semakin tinggi jasa ekosistem suatu wilayah, maka semakin tinggi kemampuan lingkungan hidup untuk mendukung perikehidupan manusia, makhluk hidup lain, dan keseimbangan antar keduanya (lihat jasa penyediaan, Jasa budaya, dan pendukung)



Semakin tinggi jasa ekosistem suatu wilayah, maka semakin tinggi kemampuan lingkungan hidup untuk menyerap zat, energi, dan/atau komponen lain yang masuk atau dimasukkan ke dalamnya (lihat jasa pengaturan) Konsep daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup berbasis konsep jasa

ekosistem tersebut di atas, secara operasional dilakukan dengan menggunakan pendekatan keruangan yaitu menyusun peta daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup jasa ekosistem sebanyak jenis jasa ekosistem yang dikaji (20 jasa ekosistem). Dengan dihasilkannya peta tersebut dapat diketahui luasan, distribusi, dan indek daya dukung jasa lingkungan. Proses penyusunan peta daya dukung dan daya tampung lingkungan jasa ekosistem dijelaskan pada bagian berikut. 2.2 Ruang Lingkup 1.

Ruang Lingkup Wilayah dan Unit Analisis Ruang lingkup wilayah kajian penyusunan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup ekoregion Sumatera meliputi areal seluas 443.065,8 km2 yang meliputi sepuluh Provinsi di Pulau Sumatera yaitu Sumatera Selatan, Sumatera Barat, Sumatera Utara, Riau, Jambi, Aceh, Lampung, Bengkulu, Kepulauan Bangka Belitung, dan Kepulauan Riau. Secara geografis ekoregion Sumatera terletak pada

II-2

koordinat geografis 95o0’0” BT - 110o0’0”BT hingga 6o7’0” LU - 6o40’0” LS . Gambaran ekoregion Sumatera disajikan pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Peta Ekoregion Sumatera

Sesuai dengan skala dan cakupan area, unit analisis data yang digunakan dalam kajian ini meliputi administrasi dan ekoregion. Unit admistrasi yang digunakan adalah Provinsi, sedangkan unit ekoregion mencakup 13 jenis ekoregion, yaitu : 1. Dataran Denudasional Kompleks Bangka Belitung – Natuna 2. Dataran Fluvial Sumatera 3. Dataran Gambut Sumatera 4. Dataran Pantai Timur Sumatera 5. Dataran Struktural Jalur Bukit Barisan 6. Dataran Vulkanik Jalur Bukit Barisan 7. Pegunungan Struktural Jalur Bukit Barisan 8. Pegunungan Vulkanik Jalur Bukit Barisan 9. Perbukitan Denudasional Bangka Belitung – Natuna 10. Perbukitan Struktural Jalur Bukit Barisan 11. Perbukitan Struktural Kompleks Kepulauan Riau II-3

12. Perbukitan Struktural Kompleks Mentawai 13. Perbukitan Vulkanik Jalur Bukit Barisan 2.

Ruang Lingkup Substansi Materi Dalam penyusunan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup ekoregion Sumatera terdapat dua substansi materi input dan output 1. Materi Input, berupa penyusunan peta liputan lahan dan peta ekoregion 2. Materi Proses, berupa penilaian tim panel pakar terhadap peran liputan lahan dan ekoregio terhadap jenis-jenis jasa ekosistem 3. Materi Output, terdiri dari (1) penyusunan peta 20 jenis jasa ekosistem, (2) identifikasi luasan klasifikasi jenis-jenis jasa ekosistem, (3) indek 20 jenis jasa ekosistem, (4) indek komposit jasa ekosistem. Adapun jenis jasa ekosistem tersebut adalah sebagai berikut : Tabel 2.1 Jenis Jasa Ekosistem No 1

2

3

Jenis Jasa Ekositem

Jenis

Jasa Penyediaan

1.

Pangan

(Provisioning)

2.

Air bersih

3.

Serat (fiber)

4.

Bahan bakar (fuel), Kayu dan Fosil

5.

Sumberdaya genetik

Jasa Pengaturan

1.

Pengaturan iklim

(Regulating)

2.

Pengaturan tata aliran air dan banjir

3.

Pencegahan dan perlindungan dari bencana alam

4.

Pemurnian air

5.

Pengolahan dan penguraian limbah

6.

Pemeliharaan kualitas udara

7.

Pengaturan penyerbukan alami (pollination)

8.

Pengendalian hama dan penyakit

1.

Tempat tinggal dan ruang hidup (sense of place)

2.

Rekreasi dan ecotourism

3.

Estetika (Alam)

Jasa Budaya (Cultural)*

II-4

4

Jasa Pendukung

1.

(Supporting)

Pembentukan lapisan tanah dan pemeliharaan

kesuburan 2.

Siklus hara (nutrient cycle)

3.

Produksi primer

4.

Biodiversitas (perlindungan plasma nutfah)

2.3 Alat dan Intrumen Beberapa alat dan instrumen yang digunakan dalam penyusunan Peta daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup berbasis jasa ekosistem diantaranya : 1.

Peta Ekoregion skala 1:250.000, yang dikeluarkan atau bersumber dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan Badan Informasi Geospasial (BIG) tahun 2013

2.

Peta Liputan Lahan skala 1:250.000 yang dikeluarkan atau bersumber dari Badan Planologi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan telah diverifikasi menjadi one map policy oleh Badan Informasi Geospasial (BIG) tahun 2013

3.

Kuesioner atau daftar pertanyaan yang diajukan kepada panel pakar tentang kontribusi atau peran ekoregion dan liputan lahan terhadap jasa ekosistem.

4.

Komputer dengan software GIS yaitu Arc GIS 11 untuk melakukan analisis spasial dan pemetaan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup berbasis jasa ekosistem.

5.

Komputer dengan softwareExpert Choice untuk melakukan proses pengolahan data hasil kuesener panel pakar analisis spasial untuk menghasilkan koefisien ekoregion, koefisien liputan lahan dan koefisien jasa ekosistem.

6.

Citra satelit dan GPS untuk melakukan vaerifikasi peta dan kondisi di lapangan

7.

Data-data sekunder sektoral lain, baik tabuler maupun spasial

yang memiliki

relevansi dengan jenis jasa ekosistem 2.4 Data dan Indikator Data dan indikator yang digunakan dalam penyusunan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup ekoregion Sumatera terdiri dari dua konsep input data yang meliputi liputan lahan dan ekoregion dan satu konsep output yaitu jasa ekosistem. Selengkapnya data dan indikator ketiga kosep tersebut disajikan dalam klasifikasi

II-5

berikut (Tabel ). Sistem klasifikasi ekoregion mengikuti Verstappen dan klasifikasi liputan lahan menggunakan SNI dan one map policy. Ketiga data tersebut diilustrasikan pada tabel berikut dengan mengambil contoh skala 1:250.000. Tabel 2.2 Tiga konsep dan data utama dalam penyusunan Peta Daya Dukung dan Daya Tampung Lingkungan Hidup Berbasis Jasa Ekosistem Tiga Konsep Utama Ekoregion * 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.

11. 12. 13. 14. 15. 16. 17.

18. 19. 20.

21.

22. 23. 24. 25. 26.

Kerucut Gunungapi Lereng Gunungapi Kaki Gunungapi Pegunungan Patahan Pegunungan Lipatan Perbukitan Patahan Perbukitan Lipatan Lerengkaki Patahan Lerengkaki Lipatan Lembah antar Patahan Lembah antar Lipatan Dataran Fluvio Gunungapi Dataran Aluvial Dataran Fluviomarin Pegunungan Solusional Perbukitan Solusional Lembah antar Perbukitan / Pegunungan Solusional Pegunungan Denudasional Perbukitan Denudasional Lerengkaki Perbukitan/Pegunun gan Denudasional Lembah antar Perbukitan / Pegunungan Denudasional Gumuk Pasir Padang Pasir Pantai (Shore) Pesisir (Coast) Pegunungan Glasial

Liputan Lahan * 1. Bangunan Bukan Permukiman 2. Bangunan Permukiman /Campuran 3. Danau/Telaga 4. Hutan Lahan Rendah (Hutan lahan basah) 5. Hutan Lahan Tinggi (HutanLahan Kering) 6. Hutan Mangrove 7. Hutan Rawa/Gambut 8. Hutan Tanaman 9. Kebun dan Tanaman Campuran (Tahunan dan semusim) 10. Kolam air asin/payau 11. Lahan Terbuka (hamparan pasir, lava) 12. Lahan Terbuka Diusahakan 13. Perkebunan 14. Pertambangan 15. Rawa Pesisir 16. Rawa Pedalaman 17. Savana/Padang rumput 18. Semak dan belukar 19. Sungai 20. Tanaman Semusim Lahan Basah (Sawah) 21. Tanaman Semusim Lahan Kering (Tegalan/Ladang) 22. Waduk dan Danau Buatan 23. Tambak/Empang

II-6

Jasa Ekosistem 1. 2. 3. 4.

Pangan Air bersih Serat (fiber) Bahan bakar (fuel), Kayu dan Fosil 5. Sumberdaya genetik 6. Pengaturan iklim 7. Pengaturan tata aliran air dan banjir 8. Pencegahan dan perlindungan dari bencana alam 9. Pemurnian air 10. Pengolahan dan penguraian limbah 11. Pemeliharaan kualitas udara 12. Pengaturan penyerbukan alami (pollination) 13. Pengendalian hama dan penyakit 14. Tempat tinggal dan ruang hidup (sense of place) 15. Rekreasi dan ecotourism 16. Estetika (Alam) 17. Pembentukan lapisan tanah dan pemeliharaan kesuburan 18. Siklus hara (nutrient cycle) 19. Produksi primer 20. Biodiversitas (perlindungan plasma nutfah)

27. Perbukitan Glasial 28. Lembah antar Perbukitan / Pegunungan Glasial 29. Dataran Gambut 30. Dataran Terumbu 31. Dataran Reklamasi Keterangan : *) Untuk di Ekoregion Sumatera tidak semua jenis klasifikasi penutup lahan dan ekoregion ada.

2.5 Tahapan Kajian dan Pengolahan Berdasarkan tujuan dan ruang lingkup subtansi materi dari penyusunan “Inventarisasi Daya Dukung Lingkungan Ekoregion Berbasis Jasa Ekosistem” dapat dirumuskan beberapa garis besar tahapan pelaksanaan kegiatan, yaitu : 1.

Persiapan  Review terhadap studi-studi mengenai daya dukung lingkungan dan jasa ekosistem khususnya dalam lingkup wilayah kajian. 

Mempelajari

kebijakan,

peraturan

perundang-undangan,

dan

program

pembangunan yang berkaitan dengan wilayah kajian. 

Menyusun sejumlah indikator atau kriteria mengenai Jasa Ekosistem yang akan digunakan dalam penyusunan Inventarisasi Daya Dukung Lingkungan Ekoregion Berbasis Jasa Ekosistem.

 2.

Menyusun rencana kerja dan metodologi yang akan digunakan

Pengumpulan Data Sekunder dan FGD  Melakukan penelusuran terhadap data spasial Pulau Sumatera (Data Collecting). Data ini nantinya akan dijadikan materi atau bahan utama dalam penyusunan Inventarisasi Daya Dukung Lingkungan Ekoregion Berbasis Jasa Ekosistem, yaitu data ekoregion dan tutupan lahan. 

Pengumpulan berbagai macam kebijakan dan program-program pembangunan dari Instansi, lembaga/SKPD terkait.



Penggalian informasi yang lebih mendetail melalui FGD (Focus Group Disscussion) ataupun Indepth interview dengan pakar/ahli berbagai bidang menggunakan kuesioner.



Pengisian kuesioner dari parameter Jasa Ekosistem di Pulau Sumatera.

II-7

3. Pengolahan dan Analisis data  Input data atau pemasukan nilai berdasarkan penentuan pakar kedalam data spasial yang telah disiapkan dengan teknik skoring. 

Pengolahan dan analisis data, dalam penyusunan peta-peta diantaranya : (1) Peta Input yaitu Peta Ekoregion dan Peta Liputan Lahan, dan (2) Peta Output berupa peta Daya Dukung Lingkungan Ekoregion Berbasis Jasa Ekosistem, sebanyak 20 Jenis jasa ekosistem



Menyusun tabulasi data dan informasi kewilayahan terkait daya dukung dan daya tampung berbasis jasa ekosistem, baik berdasarkan Administrasi (Provinsi) maupun Ekoregion.



Hasil Pengolahan dan Analisis Data yang menghasilkan 20 jenis Peta Daya Dukung Lingkungan Ekoregion Berbasis Jasa Ekosistem akan dijadikan bahan untuk verifikasi dan Ground check sebagai penyempurnaan hasil. Secara khusus, proses dan jenis analisis data disampaikan pada bagian sub bab Analisis Data

4.

Verifikasi Hasil dan Ground Check, Mengingat cakupan area yang sangat luas, verifikasi Hasil dan Ground Check dilakukan dengan cara melakukan FGD (Focus Group Disscussion) dengan nara sumber dan stakeholder serta pihak-pihak lain yang concern dan memiliki hasil kajian yang berhubungan dengan 20 jenis jasa ekosistem. Selanjutnya semua peta hasil analisis di konfirmasi atau verifikasi dengan kajian dan temuan serta pendapat nara sumber dan stakeholder. Hasil verifikasi dijadikan sebagai bahan perbaikan peta untuk penyusunan laporan “Inventarisasi Daya Dukung Lingkungan Ekoregion Berbasis Jasa Ekosistem”.

5.

Penyusunan Laporan dan Album Peta, Penyusunan laporan kegiatan yang merupakan rangkaian keseluruhan pelaksanaan kegiatan “Inventarisasi Daya Dukung Lingkungan Ekoregion Berbasis Jasa Ekosistem”. Laporan terdiri dari empat bagian, yaitu : (1) Pendahuluan, (2) Metode, (3) Profil Daya Dukung dan Daya Tampung Lingkungan Berbasis Jasa Ekosistem, dan (4) Kesimpulan dan Rekomendasi. Selain dalam bentuk laporan, hasil Inventarisasi Daya Dukung Lingkungan Ekoregion Sumatera Berbasis Jasa Ekosistem juga ditampilkan dalam bentuk Album Peta.

II-8

6.

Melakukan Lokakarya atau Diskusi Publik terpilih, Lokakarya atau seminar bertujuan untuk sosialisasi hasil penyusunan Inventarisasi Daya Dukung Lingkungan Ekoregion Sumatera Berbasis Jasa Ekosistem sekaligus untuk mendapatkan masukan dan saran untuk penyempurnaan hasil dan implikasinya

bagi

program

pengendalian

pembangunan

dan

pengelolaan

lingkungan. 2.6 Teknik Analisis Data dan Pemetaan Diantara beberapa tahapan kajian di atas, khusus untuk analisis data dan proses penyusunan peta daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup diperlukan penjelasan yang lebih rinci.

Beberapa

teknik analisis yang digunakan dalam

penyusunan Inventarisasi Daya Dukung Lingkungan Ekoregion Berbasis Jasa Ekosistem diantaranya. 1.

Penyusunan Peta Ekoregion dan Peta Landcover Dengan menggunakan analisis Sistem Informasi Geografi (Geographic Information System=GIS) dilakukan input, pengolahan dan penyusunan Peta Ekoregion dan Peta Liputan lahan. a. Peta Ekoregion, dilakukan dengan melakukan interpretasi citra satelit yang memuat beberapa informasi tentang kemiringan lereng, ketinggian tempat, geomorfologi, dan geologi. Dalam penyusunan peta ekoregion Sumatera skala 1:250.000 ini digunakan sumber Peta Ekoregion yang telah disusun oleh BIG dan KLHK. b. Peta Liputan Lahan, dilakukan dengan melakukan interpretasi citra satelit sehingga dihasilkan jenis-jenis liputan lahan. Jenis-jenis liputan lahan sangat berpengaruh terhadap jasa ekosistem. Dalam penyusunan peta liputan lahan Sumatera skala 1:250.000 ini digunakan sumber Peta Ekoregion yang telah disusun oleh BIG dan KLHK (Dirjen Planologi) one map policy, dengan jumlah klasifikasi sebanyak 21 jenis liputan lahan yaitu : 1. 2. 3. 4. 5. 6.

Bangunan Bukan Permukiman Bangunan Permukiman/Campuran Danau/Telaga Hutan Lahan Rendah Hutan Lahan Tinggi Hutan Mangrove II-9

7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21.

Hutan Rawa/Gambut Hutan Tanaman Kebun dan Tanaman Campuran (Tahunan dan Semusim) Kolam Air Asin/Payau Lahan Terbuka Lahan Terbuka Diusahakan Perkebunan Rawa Pedalaman Rawa Pesisir Sabana Semak dan Belukar Sungai Tanaman Semusim Lahan Basah Tanaman Semusim Lahan Kering Waduk dan Danau Buatan

Peta ekoregion dan peta liputan lahan menjadi peta input dalam proses penyusunan peta daya dukung lingkungan berbasis jasa ekosistem. 2. Penilaian Peran Ekoregion dan Liputan Lahan Terhadap Jasa Ekosistem dengan Metode Expert Based Valuation Perolehan data untuk penyusunan peta daya dukung dan daya tampung lingkungan berbasis jasa ekosistem dilakukan dengan metode expert based valuation yaitu penilaian peran masing-masing

jenis tipe liputan lahan dan

ekoregion yang dilakukan oleh sejumlah pakar yang berkompeten di bidangnya. Metode expert based valuation pada dasarnya mirip dengan penerapan metode Delphi merupakan suatu metode yang dilakukan dengan membentuk suatu kelompok atau komunikasi grup yang terdiri dari para ahli untuk membahas suatu permasalahan. Umumnya para ahli yang dilibatkan merupakan para ahli yang memiliki keahlian di bidang permasalahan yang sedang dibahas dan sangat mengenali wilayah kajian (Sumatera). Metode Expert Based Valuation dalam penyusunan Peta Daya Dukung Lingkungan Berbasis Jasa Ekosistem di Ekoregion Sumatera dilakukan oleh delapan pakar dari perguruan tinggi di Pulau Sumatera termasuk Pusat Studi Lingkungan, yang terdiri dari pakar Kehutanan, Biologi, Pertanian, Geografi, Lingkungan, Geologi dan GIS. Para pakar mengisi daftar pertanyaan tentang peran dan kontribusi ekoregion dan liputan lahan terhadap jasa ekosistem. Berikut

II-10

disajikan contoh hasil penilaian pakar untuk peran jenis liputan lahan terhadap jasa ekosistem biodiversitas. Tabel 2.3 Hasil Penilaian Pakar Untuk Peran Jenis Liputan Lahan Terhadap Jasa Ekosistem Biodiversitas PAKAR PAKAR PAKAR PAKAR PAKAR PAKAR PAKAR 1 2 3 4 5 6 7

JENIS PENUTUPAN LAHAN infrastruktur jalan, bandar udara, dan lahan terbangun non pemukiman Bangunan Permukiman/Campuran Danau/Telaga Hutan Lahan Rendah Hutan Lahan Tinggi Hutan Mangrove Hutan Rawa/Gambut Hutan Tanaman Kebun dan Tanaman Campuran (Tahunan dan Semusim) Kolam Air Asin/Payau Lahan Terbuka (Hamparan Pasir, Lava) Perkebunan Pertambangan Rawa Pesisir Rawa Pedalaman Savana/Padang Rumput Herbal/Rumput Semak dan Belukar Sungai Tanaman Semusim Lahan Basah (Sawah) Tanaman Semusim Lahan Kering (Tegalan/Ladang) Waduk dan Danau Buatan Tambak/Empang

0

0

0

O

1

0

2

1 8 7 7 8 8 7 8 8 3 7 1 7 7 5 5 5 6 8 8 8 8

4 5 7 6 4 6 1 4 5 1 6 1 5 4 6 2 1 5 9 7 6 7

1 3 5 5 5 5 3 4 7 5 3 0 2 2 7 6 6 5 9 8 7 7

0 5 8 10 7 8 5 4 4 4 5 1 6 7 4 5 6 8 10 5 10 10

3 7 7 7 7 5 6 5 5 2 7 2 5 5 5 5 7 6 9 7 5 6

0 8 3 2 8 3 3 7 8 0 5 1 6 1 1 1 5 5 10 8 8 9

4 5 5 4 4 3 5 8 3 5 3 4 5 6 2 5 3 7 9 9 7 7

Keterangan : Skala penilaian 0=tidak memiliki peran/tidak berhubungan. 1-2 (sangat rendah), 3-4 (Rendah), 5-6 (Sedang), 7-8 (Tinggi), 9-10 (Sangat Tinggi)

Selanjutnya seluruh hasil dan jawaban atau penilaian dari panel pakar tersebut diolah dengan analisis pairwise comparation yang hasilnya dianalisis dengan sistem informasi geografi sehingga dihasilkan peta daya dukung dan daya tampung lingkungan berbasis jasa ekosistem yang selanjutnya dipresentasikan kembali oleh tim kepada para panel pakar untuk dilakukan koreksi dan penyimpulan akhir terhadap peta yang telah dibuat. 3. Teknik Analisis Pairwise Comparation Analisis Pairwise Comparation, menjadi bagian awal dari proses pelaksanaan metode AHP yang menghasilkan indeks atau bobot suatu variabel dalam proses pengambilan keputusan. Matrik pairwise memberikan perbandingan berpasangan yang menggambarkan kontribusirelatif atau pengaruh setiap elemen II-11

terhadap masing-masing tujuan atau kriteria yang setingkat di atasnya. Dalam hal ini peran masing-masing jenis liputan lahan atau ekoregion. Perbandingan dilakukan berdasarkan pilihan atau “judgment” dari panel pakar dengan menilai tingkat kepentingan suatu variabel jenis liputan lahan atau ekoregion dibandingkan jenis lainnya dalam kaitannya dengan jasa ekosistem tertentu.Beberapa langkah langkah dalam membuat matrik pairwise atau Pairwise Comparation, diantaranya adalah: 1. Membuat matrik perbandingan berpasangan, antara penilaian pakar terhadap jenis-jenis ekoregion dan liputan lahan. Model berpasangan ini melakukan penilaian peran suatu variabel terhadap kepentingan tertentu dilakukan dengan cara membandingkannya variabel lain secara berpasangan. Sebagai contoh dalam penilaian peran ekoregion terhadap jasa ekosistem pangan, maka tiap jenis ekoregion dibandingkan kepentingannya terdapat jasa pangan. Demikian pula untuk jenis liputan lahan dibandingkan antar jenis dan perannya terhadap jasa ekosistem pangan. 2. Menormalkan data yaitu dengan membagi nilai dari setiap elemen di dalam matriks yang berpasangan dengan nilai total dari setiap kolom. 3. Menghitung nilai eigen vector dan menguji konsistensinya, jika tidak konsisten pengambil data (preferensi) perlu diulangi. Nilai eigen vector yang dimaksud adalah nilai eigen vector maksimum yang diperoleh dengan menggunakan software Matlab maupun manual dengan excel 4. Menghitung eigen vector dari setiap matriks perbandingan berpasangan. Nilai eigen vector merupakan bobot setiap elemen. Langkah ini mensintesis pilihan dan penentuan prioritas elemen-elemen pada tingkat hirarki terendah sampai pencapaian tujuan 5. Menguji

konsistensi

hirarki.

(consistency

ratio).

Penilaian

dalam

membandingkan antara satu kriteria dengan kriteria yang lain adalah bebas satu sama lain, dan hal ini dapat mengarah pada ketidak konsistensian. Saaty (1990) telah membuktikan bahwa indeks konsistensi dari matrik ber ordo n dapat diperoleh dengan rumus : CI = (λmaks-n)/(n-1) Keterangan:

II-12

CI = Indeks Konsistensi (ConsistencyIndex) λmaks = Nilai eigen terbesar dari matrik berordo n Nilai eigen terbesar didapat dengan menjumlahkan hasil perkalian jumlah kolom dengan eigen vector. Batas ketidak konsistensian di ukur dengan menggunakan rasio konsistensi (CR), yakni perbandingan indeks konsistensi (CI) dengan nilai pembangkit random (RI).Nilai ini bergantung pada ordo matrik n. Rasio konsistensi dapat dirumuskan: CR = CI/RI Bila nilai CR lebih kecil dari 10%, ketidak konsistensian pendapat masih dianggap dapat diterima. Jika tidak memenuhi dengan CR < 0,100 maka penilaian harus diulang kembali. Berdasarkan proses dan prosedur di atas, berikut disampaikan contoh hasil matrik pairwise untuk salah satu kelompok jasa ekosistem yaitu jasa penyedia, baik untuk Matrik Pairwise Ekoregion maupun Matrik Pairwise Liputan lahan. Semakin tinggi nilai koefisien ekoregion atau liputan lahan maka semakin penting dan besar perannya terhadap besar kecilnya nilai jasa ekosistem Tabel 2.4 Matrik Pairwise Ekoregion Dan Nilai Koefisien Tutupan Lahan Terhadap Jasa Ekosistem Sumatera Tutupan Lahan Bangunan Bukan Permukiman (Industri, perdagangan, infrastruktur jalan, bandar udara dan lahan terbangun non permukiman) Bangunan Permukiman/Campuran Danau/Telaga Hutan Lahan Rendah Hutan Lahan Tinggi Hutan Mangrove Hutan Rawa/Gambut Hutan Tanaman Kebun dan Tanaman Campuran (Tahunan dan semusim) Kolam air asin/payau Lahan Terbuka (hamparan pasir, lava)

JASA PENYEDIAAN Air Bahan Sumberdaya Pangan Serat Bersih Bakar Genetik

0,161

0,171

0,188

0,352

0,145

0,243 1,152 1,071 0,984 1,111 0,886 0,536

0,241 2,385 1,779 1,809 1,006 0,802 0,908

0,194 0,478 1,894 1,890 1,683 1,529 2,674

0,327 1,496 1,442 1,184 0,929 1,005 1,026

0,187 1,328 2,593 2,524 2,275 1,817 0,846

0,937

0,709

1,840

1,146

0,995

0,903 0,325

0,405 0,221

0,481 0,348

0,362 0,447

0,785 0,282

II-13

Tutupan Lahan Lahan Terbuka Diusahakan Perkebunan Pertambangan Rawa Pesisir Rawa Pedalaman Savana/Padang rumput Herbal dan Rumput Semak dan belukar Sungai Tanaman Semusim Lahan Basah (Sawah) Tanaman Semusim Lahan Kering (Tegalan/Ladang) Waduk dan Danau Buatan Tambak/Empang

JASA PENYEDIAAN Air Bahan Sumberdaya Pangan Serat Bersih Bakar Genetik 0,571 0,312 0,687 0,490 0,303 0,927 0,548 1,588 1,116 0,638 0,211 0,186 0,340 1,369 0,202 0,709 0,735 0,836 1,042 0,775 0,602 1,009 0,880 1,036 0,858 0,564 0,467 0,468 0,572 0,578 0,502 0,465 0,593 0,365 0,652 0,616 0,516 0,779 0,605 0,677 1,155 2,678 0,361 2,591 1,126 3,249 1,222 1,141 0,802 0,780

1,887

0,524

1,173

0,501

0,674

1,746 1,952

2,749 1,154

0,506 0,449

2,343 0,454

1,299 0,660

Tabel 2.5 Matrik Pairwise Liputan Lahan Dan Nilai Koefisien Ekoregion Terhadap Jasa Ekosistem Sumatera Ekoregion Kaki Gunungapi Dataran Kaki Gunungapi Lembah antar Perbukitan/ Pegunungan patahan (Terban) Lembah antar perbukitan/ Pegunungan Lipatan (Intermountain Basin) Perbukitan Patahan Perbukitan Lipatan Pegunungan Patahan Pegunungan Lipatan Dataran Fluvio Gunungapi Dataran Aluvial Dataran Fluviomarin Lembah antar Perbukitan / Pegunungan Solusional Perbukitan Solusional Pegunungan Solusional Karts Lembah antar Perbukitan /Pegunungan Denudasional Lerengkaki Perbukitan/ Pegunungan

JASA PENYEDIAAN Air Bahan Sumberdaya Pangan Serat Bersih Bakar Genetik 1,482 1,315 1,110 1,863 1,568 2,721 2,800 1,465 2,727 1,990

1,575

1,551

0,897

1,320

1,291

1,255

1,224

1,468

0,906

1,071

0,458 0,498 0,477 0,515 3,770 3,184 2,349

0,667 0,554 0,522 0,528 3,596 3,227 2,326

1,079 1,189 1,194 1,211 1,071 1,071 1,098

1,097 0,634 1,775 1,086 3,084 2,487 1,472

1,178 1,178 1,443 1,443 1,947 1,834 1,704

1,104

1,417

0,578

0,942

0,827

0,425 0,375

0,374 0,334

0,588 0,647

0,653 0,629

0,635 0,760

1,098

1,043

0,781

0,833

0,901

0,983

0,998

1,057

0,988

0,974

II-14

JASA PENYEDIAAN Air Bahan Sumberdaya Pangan Serat Bersih Bakar Genetik

Ekoregion Denudasional Perbukitan Denudasional

0,432 0,410 0,248 0,568 0,893 0,236 0,695 0,389 0,270

Pegunungan Denudasional Gumuk Pasir Pantai (Shore) Pesisir (Coast) Pegunungan Glasial Lahan Gambut (Peat Land) Rataan Terumbu (Reef flat) Dataran Reklamasi

0,487 0,505 0,321 0,270 0,490 1,141 0,400 0,279 0,297

0,543 0,535 2,302 2,463 1,658 0,475 0,514 0,379 0,253

0,772 0,653 0,191 0,719 0,502 0,181 0,720 0,518 0,215

0,967 0,985 0,227 0,606 1,077 0,481 0,820 0,639 0,174

Berdasarkan dua nilai koefisien jenis ekoregion dan liputan lahan tersebut disusun Koefisen Jasa Ekosistem (KJE) dengan melakukan perkalian sebagai berikut: 1. Perkalian sederhana KJE basis ekoregion dan KJE basis liputan lahan KJE = kec * klc.. KJE = f { kec , klc} KJE = koefisien jasa ekosistem kec = koefisien berdasarkan ekoregion klc

= koefisien berdasarkan liputan lahan

2. Scalling Nilai KJE Proses scalling nilai KJE dilakukan dengan persamaaan sebagai berikut:

Keterangan: IJElc

: Koefisien Jasa ekositem liputan lahan

IJEEco

: Koefisien Jasa Ekosistem ekoregion

Maks (√IJElc*IJEeco)

: Nilai maksimal dari hasil sintesis indeks

II-15

Gambar 2.2 merupakan contoh hasil KJE untuk Jasa Penyedia Pangan di Ekoregion Sumatera

Gambar 2.2. Matriks Hasil KJE untuk Jasa Penyediaan Pangan Tabel 2.6. Kode Ekoregion untuk matriks hasil KJE kode 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

Ekoregion/Bentuk lahan Kerucut dan Lereng Gunungapi Kaki Gunungapi Dataran Kaki Gunungapi Lembah antar Perbukitan/ Pegunungan patahan (Terban) Lembah antar perbukitan/ Pegunungan Lipatan (Intermountain Basin) Perbukitan Patahan Perbukitan Lipatan Pegunungan Patahan Pegunungan Lipatan Dataran Fluvio Gunungapi Dataran Aluvial

II-16

kode 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26

Ekoregion/Bentuk lahan Dataran Fluviomarin Lembah antar Perbukitan / Pegunungan Solusional Perbukitan Solusional Pegunungan Solusional Karts Lembah antar Perbukitan /Pegunungan Denudasional Lerengkaki Perbukitan/ Pegunungan Denudasional Perbukitan Denudasional Pegunungan Denudasional Gumuk Pasir Pantai (Shore) Pesisir (Coast) Pegunungan Glasial Lahan Gambut (Peat Land) Rataan Terumbu (Reef flat) Dataran Reklamasi

Tabel 2.7. Kode Tutupan Lahan untuk matriks hasil KJE Kode

A B C D E F G H I J K L M N O P Q R S T U V W X

Tutupan Lahan Bangunan Bukan Permukiman (Industri, perdagangan, infrastruktur jalan, bandar udara dan lahan terbangun non permukiman) Bangunan Permukiman/Campuran Danau/Telaga Hutan Lahan Rendah Hutan Lahan Tinggi Hutan Mangrove Hutan Rawa/Gambut Hutan Tanaman Kebun dan Tanaman Campuran (Tahunan dan semusim) Kolam air asin/payau Lahan Terbuka (hamparan pasir, lava) Lahan Terbuka Diusahakan Perkebunan Pertambangan Rawa Pesisir Rawa Pedalaman Savana/Padang rumput Herbal dan Rumput Semak dan belukar Sungai Tanaman Semusim Lahan Basah (Sawah) Tanaman Semusim Lahan Kering (Tegalan/Ladang) Waduk dan Danau Buatan Tambak/Empang

II-17

3. Klasifikasi Nilai KJE Rentang nilai KJE yang telah dinormasilasi dalam proses scalling memiliki kisaran nilai antara 0-1, semakin mendekati nilai 1, maka Koefisien Jasa Ekosistem (KJE) suatu wilayah (area) semakin tinggi, demikian pula sebaliknya. Berdasarkan sebaran data nilai KJE dapat dilakukan klasifikasi KJE kedalam 5 tingkat. Klasifikasi KJE ini ditentukan berdasarkan aturan Geometrik yang dapat dituliskan dalam formula sebagai berikut; Xn= B / A X = n√B/A = (0,988/0,08)1/5 X = 1,65 Dimana B = Nilai Maksimum A = Nilai Minimum n = Jumlah Kelas Tabel 2.8. Perhitungan Interval kelas Geometri pada jasa penyediaan pangan

Klasifikasi

Rumus

Interval

Keterangan Kelas

Kelas I

A – Ax

0 – 0,1328

Sangat Rendah

Kelas II

Ax - Ax2

0,1328 - 0,2204

Rendah

Kelas III

Ax2- Ax3

0,2204 – 0,3659

Sedang

Kelas IV

Ax3 - Ax4

0.3659 – 0,6075

Tinggi

Kelas V

Ax4 - Ax5

0,6075 – 0,9880

Sangat Tinggi

Tabel 2.9. Pewarnaan kelas daya dukung dan daya tampung berbasis jasa ekosistem No Klasifikasi Warna 1

Sangat Rendah

Merah Tua

2

Rendah

Oranye

3

Sedang

Kuning

4

Tinggi

Hijau Muda

5

Sangat Tinggi

Hijau Tua

II-18

Tiap jasa ekosistem memiliki rentang kelas yang berbeda-beda, akibat dari nilai minimum dan maksimum yang bervariasi. Semua nilai koefisien jasa ekosistem ditampilkan dalam peta Daya Dukung Lingkungan Jasa ekosistem. 4. Indek Jasa Ekosistem dan Indek Komposit Indek Jasa Ekosistem adalah nilai indek yang menunjukkan besar kecilnya nilai jenis-jenis jasa ekosistem. Nilai indeks jasa ekosistem berkisar antara 0 (kecil) – 1 (besar), yang ditampilkan menurut administrasi dan ekoregion. Nilai Indek Jasa Ekosistem (IJE) pada hakekatnya adalah variasi nilai Koefisien Jasa Ekosistem yang dibobot dengan luas poligon (area). Secara singkat dirumuskan sebagai berikut :

IJE i,x = (KJE i,a x LPa) + (KJE i,b x LPb) + (KJE i,c x LPc) + ........ (KJE i,n x LPn) LAtot Keterangan IJE

i,x

= Nilai Indek Jasa Ekosistem Jenis i (misalnya pangan) di wilayah x (misalnya Provinsi atau ekoregion tertentu)

KJE i,x

= Koefisien Jasa Ekosistem Jenis i (misalnya pangan) di poligon a

LPa

= Luas Poligon a dengan nilai KJE a

LAtot

= Luas Poligon Total Indek Jasa Ekosistem (IJE) ditampilkan menurut unit analisis wilayah

adminsitrasi (Provinsi) dan ekoregion, untuk membandingkan secara relatif nilai jasa ekosistem antar ekoregion dan antar wilayah administrasi. Indek Komposit Jasa Ekosistem adalah nilai gabungan dari indek jenis-jenis jasa ekosistem yang diperoleh dengan cara melakukan perhitungan rata-rata (mean). Adapun formulasi IKJE adalah sebagai berikut : \

IKJE i,x

= IJE i,x + IJE j,x + IJE k,x + IJE l,x + IJE m,x ∑IJE

Keterangan IKJE

i,x=

Indek komposit jasa ekosistem kelompok jasa ekosistem i (Penyedia, Pengaturan, Budaya, Pendukung) di wilayah x

IJE

i,x

= Indek jasa ekosistem i (misalnya pangan, air bersih, serat, bahan bakar sumberdaya genetik) , diwilayah x

∑IJE

= Jumlah jasa ekosistem (misalnya untuk kelompok jasa pendukung=5 IJE) II-19

Indek Komposit Jasa Ekosistem dilakukan secara bertingkat pada empat jenis kelompok jasa ekosistem, yaitu kelompok jasa ekosistem penyedia, pengaturan, budaya, dan pendukung serta gabungan 20 jenis jasa ekosistem yang disebut dengan indek komposit daya dukung dan daya tampung lingkungan. Indek Komposit Jasa Ekosistem (IKJE) juga ditampilkan menurut unit analisis wilayah adminsitrasi (Provinsi) dan ekoregion, untuk membandingkan secara relatif nilai jasa ekosistem antar ekoregion dan antar wilayah administrasi. Untuk mempresentasikan nilai IJE maupun IKJE lebih menarik, selain dipetakan, nilai IJE dan IKJE dapat ditampilkan dalam bentuk tabel dan grafik. 2.7 Analisis Sistem Informasi Geografi Sistem Informasi Geografis (SIG) adalah sistem yang dapat mendukung pengambilan keputusan spasial dan mampu mengintegrasikan deskripsi-deskripsi lokasi dengan karakteristik-karakteristik fenomena yang terjadi di lokasi tersebut. Seluruh tahap penyusunan Inventarisasi Daya Dukung dan Daya Tampung Lingkungan Hidup berbasis Jasa Ekosistem di Ekoregion Sumatera menggunan SIG baik untuk pengumpulan, penyimpanan, mendapatkan kembali informasi, maupun menampilkan suatu data spasial maupun data atribut. SIG mempunyai beberapa langkah yang berurutan dan berkaitan erat mulai dari perencanaan, penelitian, persiapan, inventarisasi, pemetaan tematik, penggabungan peta, editing, hingga pemetaan. Analisa data spasial tersebut menjadi dasar bagi input, proses maupun menghasilkan output peta daya dukung lingkungan yang dilakukan dengan teknik overlay antara peta ekoregion dan peta liputan lahan. Analisis SIG dapat menyajikan data informasi bereferensi geografis sehingga dapat membantu dalam menentukan lokasi-lokasi strategis sesuai dengan variasi nilai jasa ekosistem, baik menurut administrasi, ekoregion ataupun unit analisis lainnya. Penyusunan Peta Daya Dukung Lingkungan berbasis jasa Ekosistem di ekoregion Sumatera dengan memanfaatkan sistem informasi geografis dilakukan dalam beberapa tahapan, yaitu: (1) penyusunan peta ekoregion, yang berasal dari overlay peta lereng dan ketinggian tempat DEM, informasi spasial tentang geomorfologi, dan geologi, (2) penyusunan peta tutupan lahan yang berasal dari interpretasi visual citra penginderaan jauh dengan sistem klasifikasi one map policy. Dua jenis data spasial

II-20

tersebut digabung dan divaluasi dengan data atribut tentang sumbangan atau peran ekoregion dan tutupan lahan terhadap nilai jasa ekosistem yang diperoleh nilai kuantitatif (skor) dari tim panel pakar (lihat tahap analisis data). Masing-masing komponen ekoregion dan tutupan lahan tersebut memiliki nilai koefisien tertentu dalam mempengaruhi jasa ekosistem (hasil matrik pairwise comparation). Berdasarkan variasi nilai koefisien ekoregion dan tutupan lahan tersebut, dilakukan analisis SIG untuk menentukan Koefisien Jasa Ekosistem (KJE). Setelah diperoleh koefisisen jasa ekosistem, tahap akhir pemetaan daya dukung adalah pembuatan layout, yaitu proses untuk mengatur data yang digunakan sebagai output, dan bagaimana data tersebut akan ditampilkan. Sistem informasi geografis (SIG) dapat menampilkan berbagai macam informasi sebagai hasil akhir dari suatu operasi. Hasil akhir yang dapat ditampilkan adalah dalam bentuk peta, tabel, dan grafis. Peta daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup berbasis jasa ekosistem ditampilkan dalam lima bentuk klasifikasi secara ordinal, mulai dari sangat rendah, rendah, sedang, tinggi, sangat tinggi. Dalam analisis SIG ini dibutuhkan bantuan perangkat keras berupa seperangkat komputer (hard ware) dan juga perangkat lunak (soft ware). Dalam penelitian ini, digunakan soft ware ArcGis 11 yang dikeluarkan oleh Environmental System Research Institute (ESRI). ArcGis 11 dapat melakukan pertukaran data, operasi-operasi matematik, menampilkan informasi spasial maupun atribut secara bersamaan, membuat peta tematik, menyediakan bahasa pemrograman (script) serta melakukan fungsi-fungsi khusus lainnya dengan bantuan extensions.. 2.8 Batasan Operasional Beberapa batasan penting khususunya konsep dan hasil dalam kajian ini dapat diuraikan sebagai berikut : 1. Koefisien Matrik Pairwise Landcover adalah nilai yang diperoleh dari analisis matrik pairwise hasil penilaian pakar (metode expert based valuation) terhadap peran tutupan lahan terhadap jenis-jenis jasa ekosistem. 2. Koefisien Matrik Pairwise Ekoregion adalah nilai yang diperoleh dari analisis matrik pairwise hasil penilaian pakar (metode expert based valuation) terhadap peran ekoregion terhadap jenis-jenis jasa ekosistem.

II-21

3. Koefisien Matrik Pairwise Jasa Ekosistem adalah nilai yang menunjukkan besar kecilnya nilai jasa ekosistem yang diperoleh dari perhitungan perkalian matrik pairwise landcover dan matrik pairwise landcover serta digunakan untuk melakukan pemetaan jenis-jenis jasa ekosistem (20 jenis jasa ekosistem). 4. Indek Jasa Ekosistem adalah nilai indek yang menunjukkan besar kecilnya nilai jenis-jenis jasa ekosistem. Nilai indeks jasa ekosistem berkisar antara 0 (kecil) 1(besar), yang ditampilkan menurut administrasi dan ekoregion. 5. Indek Komposit Jasa Ekosistem adalah nilai gabungan dari indek jenis-jenis jasa ekosistem yang diperoleh dengan cara melakukan perhitungan rata-rata (mean). Indek Komposit Jasa Ekosistem dilakukan secara bertingkat pada empat jenis kelompok jasa ekosistem, yaitu kelompok jasa ekosistem penyedia, pengaturan, budaya, dan pendukung serta gabungan 20 jenis jasa ekosistem yang disebut dengan indek komposit 6. Indek Ekosistem Penting adalah nilai yang menunjukkan tingkat kepentingan suatu wilayah atau ekosistem, dibandingkan dengan wilayah atau ekosistem yang lain. Indek Ekosistem Penting diperoleh dengan melakukan penjumlahan terhadap koefisien matrik pairwise jasa ekosistem. Semakin tinggi nilai indek ekosistem penting, semakin tinggi nilai kepentingannya dalam pengelolaan lingkungan 7. Indek Ekosistem Dominan adalah nilai perbandingan dominasi dari Indek 20 jenis Jasa Ekosistem yang dinilai dengan nilai yang tertinggi di masing-masing jenis jasa ekosistem. 8. Peta jasa ekosistem adalah gambaran visual yang menunjukkan variasi distribusi keruangan besarnya nilai jenis-jenis jasa ekosistem dalam suatu ekoregion. Nilai jasa ekosistem direpresentasikan dalam bentuk data klasifikasi ordinal sebanyak 5 kelas, mulai dari sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah dan sangat rendah.

II-22

BAB III PROFIL EKOREGION DAN TUTUPAN LAHAN

3.1 Profil Ekoregion Pulau Sumatera Pulau Sumatera adalah salah satu pulau terbesar di Indonesia. Luasan Pulau Sumatera yang besar membuat pulau ini menempati peringkat keenam sebagai pulau terbesar di dunia. Letak geografis Pulau Sumatera yang unik menyebabkan pulau ini memiliki karakter alam yang beragam dan menarik. Selain itu, Pulau yang pada zaman dahulunya dikenal sebagai Swarnadwipaatau pulau emas ini juga termasuk dalam deretan pegunungan api pasifik (Ring of Fire) yang panjangnya mencapai 40.000 km, mulai dari Gunung Leuser yang terletak di Propinsi Aceh, Gunung Sinabung di Propinsi Sumatera Utara, hingga Gunung Anak Krakatau yang terletak di bagian selatan Pulau Sumatera. Sumatera merupakan pulau yang memiliki kondisi fisiografi yang unik. Fisiografi pulau ini dibentuk oleh rangkaian Pegunungan Barisan di sepanjang sisi baratnya, yang memisahkan pantai barat dan pantai timur. Lerengnya mengarah ke Samudera Indonesia dan pada umumnya curam. Hal ini mengakibatkan jalur pantai barat kebanyakan bergunung-gunung kecuali dua ambang dataran rendah di Sumatera Utara, yakni Melaboh dan Singkel atau Singkil. Sedangkan Sisi timur dari pantai Sumatera ini terdiri dari lapisan tersier yang sangat luas serta berbukit-bukit dan berupa dataran rendah aluvial. Jalur rendah terdapat di bagian timur. Pada bagian ini banyak mengandung biji intan yang tersebar di Propinsi Aceh yang lebarnya 30 km. Semakin ke arah selatan semakin melebar dan bertambah hingga 150-200 km yang terutama terdapat di Sumatra Tengah dan Sumatra Selatan. Kondisi fisiografi yang unik membuat wilayah Pulau Sumatera mempunyai kekayaan sumber daya alam dan keanekaragaman hayati yang luar biasa besar. Pulau Sumatera ini merupakan bagian dari pusat keanekaragaman hayati atau yang dikenal sebagai “Sundaland Hotspot” di Asia Tenggara yang juga merupakan salah satu dari 25 sumber kehidupan flora dan fauna yang paling kaya sekaligus yang paling terancam di dunia.Pusat-pusat keanekaragaman hayati ini hanya mencakup 1,4% dari luas Planet Bumi, tetapi mempunyai 60% keanekaragaman spesies darat. Pulau Sumatera adalah tempat tinggal bagi lebih dari 10.000 spesies tumbuh-tumbuhan. Kebanyakan spesies ini berada di hutan-hutan dataran rendah. Pulau ini juga merupakan satu-satunya tempat di dunia dimana gajah, badak, harimau, macan tutul, dan orangutan dapat ditemukan di tempat yang sama. Kekayaan sumber daya alam dan keanekaragaman hayati Pulau Sumatera tidak dapat terlepas dari besarnya luasan hutan, utamanya hutan hujan tropis di Pulau Sumatera. Hutan Sumatera yang III-1

tergolong dalam hutan hujan tropis ini terbagi dalam tiga wilayah besar diantaranya Taman Nasional Gunung Leuser, Taman Nasional Kerinci Seblat, dan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan. Keanekaragaman hayati Pulau Sumatera masuk dalam daftar salah satu warisan dunia oleh UNESCO.Hal ini dikarenakan hutan di Sumatera merupakan Hutan Hujan Tropis yang berperan sebagai Hutan Lindung dan didiami oleh sekitar 10.000 jenis tanaman, dimana 17 diantaranya adalahflora endemik. Tidak hanya itu, lebih dari 200 spesies mamalia dan 580 spesies unggas aneka warna dan bunyi suara juga berlindung di hutan lindung ini. Oleh sebab itu, kelestarian Hutan Hujan Tropis ini harus senantiasa dijaga dari konversi lahan dan perburuan liar. Hal ini terutama bertujuan untuk menjaga keseimbangan lingkungan, dan juga menjaga ketersediaan air bersih. Kekayaan sumber daya alam Pulau Sumatera tidak hanya berasal dari sumber daya alam hayati saja, namun juga terdapat berbagai kekayaan alam lain. Propinsi Aceh misalnya memiliki usaha pertambangan umum yang telah dimulai sejak tahun 1900.. Daerah operasi minyak dan gas di bagian utara dan timur meliputi daratan seluas 8.225,19 km² dan dilepas pantai Selat Malaka 38.122,68 km². Sumatera Utara juga memiliki kekayaan tambang yang cukup besar. Sekurang-kurangnya terdapat 27 jenis barang tambang nonlogam (golongan C), 15 jenis barang tambang logam dan enam jenis minyak,dan gas (migas) serta energi. Barang tambang nonlogam antara lain terdiri dari: batu gamping, dolomite, pasir kuarsa, belerang, kaolin, diatomea dan bentonit. Sedangkan barang tambang logam mencakup emas, perak, tembaga dan timah hitam. Sementara potensi migas dan energi antara lain minyak bumi, gas alam dan panas bumi. Berbagai potensi pertambangan logam maupun non logam juga terdapat di berbagai propinsi lain di Pulau Sumatera. Pengembangan potensi wilayah di Pulau ini dapat dilakukan melalui berbagai bidang antara lain: bidang pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, pertambangan, pariwisata, dan lain-lain. Hal ini dapat dikembangkan dengan baik karena didukung dengan kondisi fisik wilayah Sumatera, potensi iklim, terutama curah hujan yang tinggi dan penyebarannya yang cukup merata sepanjang tahun, serta kondisi tanahnya yang yang bervariasi, sehingga menjadikan lahan di Pulau Sumatra memiliki potensi pertanian, perkebunan, dan kehutanan yang besar. Keberadaan sumber-sumber air baik berupa sungai waduk, danau, serta laut juga merupakan potensi besar dalam pengembangan perikanan di Pulau Sumatera. Selain itu kondisi alam yang unik dan menarik juga merupakan potensi besar yang dapat dimanfaatkan dalam mendukung pengembangan kepariwisataan Pulau Sumatera. Ekoregion di Pulau Sumatera didominasi oleh Ekoregion Dataran Aluvial. Ekoregion Dataran Aluvial memiliki luasan sebesar 8.302.423,63 hektar atau sekitar 17,47% dari keseluruhan luas Pulau Sumatera. Ekoregion Dataran Aluvial sebagian besar terletak pada Provinsi Sumatera Selatan dengan III-2

luasan ekoregion sebesar 2.129.659,89 hektar serta Provinsi Riau dengan luasan mencapai 2.057.454,99 hektar.Secara umum, pesebaran ekoregion ini mengikuti daerah aliran sungai baik yang terletak di bagian barat maupun bagian timur Pulau Sumatera. Material utama penyusun ekoregion ini adalah endapan alluvium yang berlapis-lapis, yang terdiri dari material pasir, debu, dan lempung relatif seimbang. Komposisi endapan alluvium ini bervariasi, tergantung pada kondisi geologi di daerah hulu yang terbentuk akibat aktivitas pengendapan sediman aliran sungai, hasil erosi tanah di daerah hulu atau lereng atas. Material aluvium selanjutnya akan berkembang menjadi tanah aluvial. Dominasi ekoregion selanjutnya yang terdapat di Pulau Sumatera berdasarkan Gambar 3.1 dan Tabel 3.1 adalah Ekoregion Perbukitan Struktural Patahan. Ekoregion Perbukitan Struktural Patahan di Pulau Sumatera memiliki luasan 8.059.151,42 hektar atau mencapai 16,96%. Persebaran ekoregion ini paling besar terdapat di Provinsi Sumatera Barat dengan luasan 1.789.393,46 hektar dan Provinsi Sumatera Utara yang luasannya mencapai 1.728.793,13 hektar. Ekoregion ini merupakan wilayah perbukitan yang terbentuk karena tenaga endogen yang menekan lapisan kulit bumi secara vertikal, sehingga lapisan terangkat dan patah (membentuk struktur patahan). Jenis tanah pada ekoregion ini didominasi oleh tanah dengan bahan induk vulkan.

III-3

Gambar 3.1 Peta Ekoregion Pulau Sumatera

III-4

Ekoregion ketiga yang juga cukup mendominasi di Pulau Sumatera adalah Ekoregion Dataran Gambut. Ekoregion Dataran Gambut di Pulau Sumatera memiliki luasan sebesar 7.097.065,09 hektar atau sekitar 14,94% dari keseluruhan luas Pulau Sumatera. Persebaran Ekoregion ini yang paling banyak terdapat di Provinsi Riau dengan luasan 3.639.389 hektar atau sekitar 14,94% dari keseluruhan luas Pulau Sumatera. Ekoregion Lahan Gambut yang terdapat di Pulau Sumatera terbentuk seperti halnya dengan proses pembentukan tanah gambut di pulau-pulau lain, yakni terbentuk dari timbunan sisa-sisa tanaman yang telah mati, baik yang sudah lapuk maupun belum. Ekoregion Lahan Gambut di Pulau Sumatera umumnya menyebar di daerah cekungan rawa, yaitu memanjang pada sebelah timur Pulau Sumatera, termasuk beberapa wilayah Provinsi Riau. Selanjutnya Ekoregion keempat yang memiliki luasan cukup besar di Pulau Sumatera adalah Ekoregion Perbukitan Struktural Lipatan. Di Pulau Sumatera Ekoregion ini memiliki luasan sebesar 6.388.510,24 hektar atau mencapai 13,45% dari keseluruhan ekoregion yang terdapat di Pulau Sumatera. Bila dilihat dari pesebarannya, sebagian besar Ekoregion Perbukitan Struktural Lipatan terletak di Provinsi Riau 1.579.918,11 hektar dan Provinsi Sumatera Selatan 1.546.000,09 hektar. Perbukitan Struktural lipatan merupakan perbukitan yang tersusun oleh batuan intrusive dan batuan sedimen yang sudah mengalami deformasi oleh tenaga tektonik, dengan membentuk struktur lipatan. Tanah pada ekoregion ini umumnya didominasi oleh tanah latosol dan podsolik yang memiliki tingkat kesuburan rendah hingga sedang. Ekoregion kelima yang mendominasi di Pulau Sumatera adalah Ekoregion Pegunungan Struktural Patahan. Luasan ekoregion ini di pulau Sumatera mencapai 5.982.245,9 hektar atau 12,59% dari keseluruhan luasan Pulau Sumatera. Persebaran ekoregion ini di Pulau Sumatera paling banyak terletak di Provinsi Aceh dengan luasan sebesar 2.546.144,91 hektar. Ekoregion ini merupakan pegunungan yang terbentuk karena tenaga endogen yang menekan lapisan kulit bumi secara vertikal, sehingga lapisan terangkat dan patah (membentuk struktur patahan). Ekoregion ini umumnya memiliki lereng terjal (>45%). Jenis tanah pada ekoregion ini didominasi oleh tanah dengan bahan induk vulkan. Ekoregion lain, menempati proporsi dari 0 hingga < 5% dari total keseluruhan luas wilayah Pulau Sumatera. Meskipun tidak berada dalam proporsi yang mendominasi, setiap ekoregion memberikan karakteristik bagi pembentukan jasa ekosistem di Pulau Sumatera. 3.2 Profil Tutupan Lahan Lahan diartikan sebagai lingkungan fisik yang terdiri atas relief atau topografi, iklim, tanah dan air dan biotik seperti manusia, hewan, dan tumbuhan yang berkaitan dengan daya dukungnya terhadap kehidupan dan kesejahteraan hidup manusia. Pengertian penggunaan lahan mempunyai makna yang III-5

berbeda dengan liputan lahan. Istilah liputan lahan (penutup lahan) berkaitan dengan jenis kenampakan yang ada di permukaan bumi, sedangkan penggunaan lahan berkaitan dengan kegiatan manusia pada bidang lahan tersebut. Pengetahuan tentang tutupan lahan penting untuk berbagai kegiatan perencanaan dan pengelolahan lahan di permukaan bumi. Menurut Lillesand dan Kiefer (1979), Dalam pembahasan tentang jasa ekosistem, land cover memiliki posisi penting untuk dibaca dan cerminan potensi dari masing-masing jenis jasa ekosistem dikarenakan merupakan hasil akhir dari setiap bentuk campur tangan kegiatan (intervensi) manusia terhadap lahan di permukaan bumi yang bersifat dinamis dan berfungsi untuk memenuhi kebutuhan hidup baik material maupun spiritual (Arsyad, 1989). Landcover budidaya juga bentukan hasil kreasi interaksi bentang alam dan bentang budaya, sehingga membentuk pola dan cirinya sendiri. Pulau Sumatera terbagi menjadi sepuluh Provinsi. Provinsi yang memiliki luasan paling besar adalah Provinsi Riau, sedangkan Provinsi yang luasannya paling kecil adalah Provinsi Kep. Riau. Berdasarkan data tutupan lahan pada tabel dapat diketahui tutupan lahan yang dominan di Pulau Sumatera. Tutupan lahan di Pulau sumatera yang paling mendominasi berupa tanaman semusim lahan kering yang memiliki luasan 10.395.593,78 hektar atau sekitar 21,92% dari keseluruhan tutupan lahan yang terdapat di Pulau Sumatera. Tutupan lahan jenis ini tersebar diseluruh Provinsi yang ada di Sumatera dan pesebaran paling banyak berada di Provinsi Sumatera Utara dengan luasan 2.324.126,32 hektar. Selanjutnya untuk jenis tutupan lahan terbesar kedua di Pulau Sumatera adalah tutupan lahan hutan yang berupa hutan tanaman dan hutan lahan tinggi. Masing-masinh tutupan lahan tersebut memiliki luasan 7.312.583,68 hektar dan 7.147.800,19 hektar. Presentase luasan hutan tanaman adalah 15,42%, sedangkan presentase untuk hutan lahan tinggi adalah 15,07%. Tutupan lahan berupa hutan tanaman sebagian besar terletak di Provinsi Riau. Sedangkan Hutan Lahan Tinggi terletak di Provinsi Aceh. Berikutnya untuk tutupan lahan dominan yang ketiga berupa semak dan belukar. Luasan tutupan lahan semak dan belukar di Pulau Sumatera adalah sebesar 4.364.002,42 hektar atau sekitar 9,20% dari keseluruhan tutupan lahan yang terdapat di Sumatera. Sedangkan sebaran tutupan lahan ini yang paling besar berada di Provinsi Riau dan Sumatera Selatan dengan masing-masing luasannya adalah 934.420,28 hektar dan 860.435,53 hektar. Selanjutnya untuk tutupan lahan yang paling kecil luasannya berupa bangunan bukan pemukiman dan lahan terbuka yang diusahakan. Luasan masing-masing tutupan lahan ini adalah 1.818,24 hektar dan 20.864,83 hektar. Selain tutupan lahan yang juga kecil luasannya adalah berupa sabana dan waduk/danau. Masing-masing tutupan lahan ini memiliki luasan 56.240,96 hektar dan 28.071,44. Keempat jenis tutupan lahan tersebut memiliki luasan yang kurang dari 1%. Seluruh III-6

Provinsi yang terletak di Pulau Sumatera memiliki tutupan lahan yang bervariasi sesuai dengan kenampakan alam dan perkembangan wilayahnya masing-masing.

III-7

III-8

Gambar 3.2. Peta Tutupan Lahan Ekoregion Pulau Sumatera

Bangunan Bukan Permukiman Bangunan Permukiman/Campur an Danau/Telaga Hutan Lahan Rendah Hutan Lahan Tinggi Hutan Mangrove Hutan Rawa/Gambut Hutan Tanaman Kebun dan Tanaman Campuran (Tahunan dan Semusim) Kolam Air Asin/Payau Lahan Terbuka Lahan Terbuka Diusahakan Perkebunan Rawa Pedalaman Rawa Pesisir Sabana Semak dan Belukar Sungai Tanaman Semusim Lahan Basah Tanaman Semusim Lahan Kering Waduk dan Danau Buatan (blank) Total

TUTUPAN LAHAN

0,00

1,70 0,12 10,39 43,12 0,34 2,74 4,55

1,90 1,54 2,05 0,00 0,00 0,29 0,06 0,01 11,17 0,24 6,63 13,15 0,01 0,01 100,00

96.450,53 6.896,95 590.573,81 2.451.585,83 19.313,97 155.723,39 258.427,97

108.174,03

87.408,51 116.349,41

16.281,53 3.222,88 573,32 635.036,33 13.797,90

376.834,24

747.444,44

788,61 439,50 5.685.591,14

%

268,00

Ha

ACEH

1.985.675,79

445,55

200.672,31

103.180,37

239.273,02 1.907,97

1.189,19 37,61

758,25 8.969,77

484.657,65

70.376,22 89,44 154.395,79 580.527,35 738,41 1.900,60 136.539,93

16,36

Ha

%

0,02 0,00 100,00

10,11

5,20

0,00 0,00 0,06 0,00 0,00 12,05 0,10

0,04 0,45

24,41

3,54 0,00 7,78 29,24 0,04 0,10 6,88

0,00

BENGKULU

III-9

4.916.622,12

1.883.796,78

126.473,10

0,00 245.738,33 30.510,47

20.096,20 186.359,62

876,75 55.415,39

302.215,11

103.377,88 5.808,44 490.385,51 709.783,60 6.028,17 177.289,26 572.337,85

129,67

Ha

JAMBI

0,00 0,00 100,00

38,31

2,57

0,00 0,41 3,79 0,00 0,00 5,00 0,62

0,02 1,13

6,15

2,10 0,12 9,97 14,44 0,12 3,61 11,64

0,00

%

5.750,67 610,11 1.658.696,13

406.033,39

6.756,16

133.909,16 45.777,87 3,43 180.509,19 2.628,74

13.518,19

494,74 107.867,23

328.577,69

49.857,80 12,50 150.654,60 2.947,77 45.883,66 36.687,66 140.104,93

110,64

0,35 0,04 100,00

24,48

0,41

0,81 0,00 8,07 2,76 0,00 10,88 0,16

0,03 6,50

19,81

3,01 0,00 9,08 0,18 2,77 2,21 8,45

0,01

KEP. BANGKA BELITUNG Ha %

Tabel 3.2 Profil Tutupan Lahan Pulau Sumatera (Bagian 1)

995,85 224,28 769.813,43

143.011,17

4.961,99

199.742,25 1.191,39

10.773,59 10.895,78

207,36 19.780,18

32.628,19

44.670,78 468,55 175.003,01 12468,38 64.287,80 19.781,74 28.237,04

484,11

Ha

18,58

0,64

0,00 0,00 1,40 1,42 0,00 25,95 0,15

0,03 2,57

4,24

5,80 0,06 22,73 1,62 8,35 2,57 3,67

0,06

%

0,13 0,03 100,00

KEP. RIAU

Bangunan Bukan Permukiman Bangunan Permukiman/Campur an Danau/Telaga Hutan Lahan Rendah Hutan Lahan Tinggi Hutan Mangrove Hutan Rawa/Gambut Hutan Tanaman Kebun dan Tanaman Campuran (Tahunan dan Semusim) Kolam Air Asin/Payau Lahan Terbuka Lahan Terbuka Diusahakan Perkebunan Rawa Pedalaman Rawa Pesisir Sabana Semak dan Belukar Sungai Tanaman Semusim Lahan Basah Tanaman Semusim Lahan Kering Waduk dan Danau Buatan (blank) Total

TUTUPAN LAHAN

2.291,16 229.770,28 7.346,64 80.131,65 129.289,20 26.066,73

0,62 1,34 2,27 0,00 0,00 5,58 1,85 0,73 6,16 0,18 8,45 47,66 0,10 0,00 100,00

21.046,20

45.259,87 76.546,03

188.164,55 62.419,32 24.502,99 207.608,91 6.037,40

284.740,94

1.606.787,90

3347,93 66,00 3.371.455,87

7.742,37 1,21 8.933.238,95

1.191.430,25

155.695,62

934.420,28 40.968,85

374.019,95

156.414,85 10.199,03 505.748,10 176.023,97 187.033,88 1.630.298,99 3.088.259,52

10,68 0,02 2,53 4,87 0,05 0,03 6,87

360.215,39 549,89 85.305,11 164.333,68 1.801,38 939,46 231.678,15

86,44

Ha

0,00

%

RIAU

104,77

Ha

LAMPUNG

0,09 0,00 100,00

13,34

1,74

0,08 0,90 1,45 0,29 0,00 10,46 0,46

0,03 2,57

4,19

1,75 0,11 5,66 1,97 2,09 18,25 34,57

0,00

%

III-10

1.175,67 0,00 4.213.942,05

928.571,95

333.260,07

236.179,69 2.229,88

1.056,24 21.507,17 4.289,51

18,39 12.767,62

105.558,39

101.202,51 23.020,23 642.024,26 1.262.238,13 15.757,70 42.213,60 480.634,61

236,42

Ha

0,03 0,00 100,00

22,04

7,91

0,00 0,03 0,51 0,10 0,00 5,60 0,05

0,00 0,30

2,50

2,40 0,55 15,24 29,95 0,37 1,00 11,41

0,01

%

SUMATERA BARAT

Lanjutan Tabel Profil Tutupan Lahan Pulau Sumatera (Bagian 1)

7.761,46 30,50 8.661.696,07

963.719,27

764.997,63

83.977,25 967.673,13 3.134,32 31.161,22 860.435,53 39.545,53

82.881,32 236.245,42

2.456.452,07

331.105,54 15.051,94 116.711,96 475.178,22 171.233,12 71.969,86 982.199,90

230,88

0,09 0,00 100,00

11,13

8,83

0,00 0,97 11,17 0,04 0,36 9,93 0,46

0,96 2,73

28,36

3,82 0,17 1,35 5,49 1,98 0,83 11,34

0,00

SUMATERA SELATAN Ha %

7.230.444,13

63,33

2.324.126,32

432.374,41

625.058,88 18.164,12

90.023,47 8.825,27 3.433,52

38.585,83 94.813,31

90.546,93

191.228,83 114.092,75 374.552,26 1.312.713,27 25.730,02 91.796,85 1.394.163,79

150,96

Ha

0,00 0,00 100,00

32,14

5,98

0,00 1,25 0,12 0,05 0,00 8,64 0,25

0,53 1,31

1,25

2,64 1,58 5,18 18,16 0,36 1,27 19,28

0,00

%

SUMATERA UTARA

BAB IV PROFIL DAYA DUKUNG LINGKUNGAN BERBASIS JASA EKOSISTEM

4.1 Profil Daya Dukung Lingkungan Jasa Ekosistem Penyediaan 1. Profil dan Distribusi Jasa Ekosistem Penyediaan Menurut Ekoregion Pangan merupakan kebutuhan dasar bagi setiap mahluk hidup untuk dapat bertahan hidup. Hal ini membuat ketersediaan pangan di suatu wilayah merupakan hal yang penting dan harus selalu terjamin ketersediaannya. Alam diciptakan terdiri dari berbagai ekosistem yang juga memberikan bermacam-macam manfaat bagi mahluk hidup. Salah satu manfaat ini adalah penyediaan bahan pangan, yakni segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati baik tumbuhan maupun hewan yang dapat diperuntukan bagi konsumsi manusia. Pulau Sumatera merupakan salah satu pulau di Indonesia yang memiliki luasan lahan besar. Lahan yang terdapat di Pulau Sumatera dapat dibagi menjadi beberapa ekoregion sesuai dengan ciri-ciri dan kenampakan alamiah lahan tersebut. Masingmasing ekoregion umumnya memiliki cirikhas yang berbeda termasuk dalam penyediaan bahan pangan bagi manusia. Secara umum di Pulau Sumatera lahan yang mampu menyediakan bahan pangan dapat dibagi menjadi lahan berpotensi tinggi, sedang, dan rendah. Lahan yang berpotensi tinggi dalam menyediakan bahan pangan memiliki luasan 11.819.769,63 hektar atau sekitar 24,92% dari keseluruhan lahan yang terdapat di Pulau Sumatera. Lahan yang berpotensi sedang dalam penyediaan bahan pangan memiliki luasan sebesar 9.193.194,01 hektar atau sekitar 19,38%. Sedangkan lahan yang memiliki potensi rendah dalam penyediaan bahan pangan bagi manusia memiliki luasan sebesar 26.414.212,06 hektar atau 55,69% dari keseluruhan lahan yang terdapat di Pulau Sumatera. Tabel 4.1 Distribusi Luas dan Peran Jasa Ekosistem Penyediaan Pangan Ekoregion Dataran Aluvial Dataran Fluvio Gunungapi Dataran Fluviomarin Dataran Kaki Gunungapi Kaki Gunungapi

Sangat RendahRendah Ha % 138.442,84 3,49 216.347,13 8,31 146.260,32 8,56 427.606,24 12,44 495.159,49 24,88

IV-1

Sedang Ha 2.030.575,52 35.622,40 329.063,59 1.052.207,97 354.693,91

% 51,12 1,37 19,25 30,61 17,82

Tinggi-Sangat Tinggi Ha % 1.803.392,08 45,40 2.350.674,81 90,32 1.234.074,96 72,19 1.957.652,70 56,95 1.140.669,05 57,31

Ekoregion Kerucut dan Lereng Gunungapi Lahan Gambut (Peat Land) Lembah antar perbukitan/ Pegunungan Lipatan (Intermountain Basin) Lembah antar Perbukitan/ Pegunungan patahan (Terban) Pegunungan Denudasional Pegunungan Lipatan Pegunungan Patahan Perbukitan Denudasional Perbukitan Lipatan Perbukitan Patahan Pesisir (Coast) Tubuh Air Total

Sangat RendahRendah Ha %

Sedang Ha

%

Tinggi-Sangat Tinggi Ha %

1.095.561,06

62,63

586.950,13

33,56

66.611,86

3,81

5.882.043,79

78,85

973.570,85

13,05

603.994,03

8,10

3.278.687,09

45,47

1.975.808,78

27,40

1.956.640,36

27,13

157.919,66

12,38

464.584,30

36,42

652.959,10

51,19

1.753.571,15 5.282.453,11 2.621.579,95 81.498,11 3.125.466,49 1.334.679,06 372.206,90 4.729,69 26.414.212,06

99,65 87,44 99,06 99,61 97,09 94,35 53,35 2,98 55,69

6.120,23 759.049,79 24.767,81 321,64 93.538,04 79.925,40 292.623,34 133.770,31 9.193.194,01

0,35 12,56 0,94 0,39 2,91 5,65 41,94 84,28 19,38

0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 32.870,25 20.230,43 11.819.769,63

0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 4,71 12,75 24,92

Sebagian besar lahan yang memiliki potensi tinggi terletak pada ekoregion Dataran Fluvio Gunung Api, dan Dataran Fluviomarin. Dataran Fluvio Gunung Api merupakan wilayah dengan topografi datar dan terbentuk dari proses pengendapan fluvial. Material penyusun umumnya banyak dipengaruhi oleh hasil erupsi gunung api. Proses perkembangan tanah tergolong cukup lanjut yang dapat membentuk tanah aluvial dan tanah andosol. Kedua jenis tanah ini merupakan tanah yang subur dengan kandungan hara tinggi. Hal ini membuat pemanfaatan daerah ini umumnya untuk pertanian dan perkebunan dikarenakan tanahnya yang produktif. Sedangkan dataran Fluviomarin material penyusunnya umumnya terdiri dari endapan aluvium-marin dari hasil percampuran proses fluvial dengan proses marin. Ekoregion ini dapat menjadi jasa penyediaan pangan khususnya perikanan. Lahan yang memiliki potensi rendah sebagian besar terletak pada Ekoregion Pengunungan dan Perbukitan Denudasional, Pegunungan Patahan, serta Perbukitan Lipatan. Tabel 4.2 Distribusi Luas dan Peran Jasa Ekosistem Penyediaan Air Bersih Ekoregion Dataran Aluvial Dataran Fluvio Gunungapi Dataran Fluviomarin Dataran Kaki Gunungapi Kaki Gunungapi

Sangat RendahRendah Ha % 119.337,19 3,00 445,56 0,02 146.260,32 8,56 427.606,24 12,44 1.169.210,11 58,74

IV-2

Sedang Ha % 141.929,34 3,57 265.287,36 10,19 636.871,21 37,26 1.223.083,29 35,58 424.688,55 21,34

Tinggi-Sangat Tinggi Ha % 3.711.143,91 93,42 2.336.911,41 89,79 926.267,34 54,19 1.786.777,39 51,98 396.623,78 19,93

Ekoregion

Sangat RendahRendah Ha %

Kerucut dan Lereng 1.733.302,12 Gunungapi Lahan Gambut (Peat Land) 7.412.999,89 Lembah antar perbukitan/ Pegunungan Lipatan 3.150.333,17 (Intermountain Basin) Lembah antar Perbukitan/ Pegunungan patahan 68.945,64 (Terban) Pegunungan Denudasional 1.507.474,79 Pegunungan Lipatan 1.565.239,90 Pegunungan Patahan 778.343,25 Perbukitan Denudasional 68.056,32 Perbukitan Lipatan 2.131.371,46 Perbukitan Patahan 636.814,88 Pesisir (Coast) 669.044,43 Tubuh Air 2.593,67 Total 21.587.378,94

Sedang

Tinggi-Sangat Tinggi Ha %

Ha

%

99,10

15.820,93

0,90

0,00

0,00

99,38

46.608,78

0,62

0,00

0,00

819.743,76

11,37

74,19

260.217,82

20,40

14,33 74,09 70,59 16,82 33,70 54,90 4,11 5,40 32,58

0,00 0,00 0,00 0,00 2.930,07 1.121,81 0,00 147.558,43 10.389.295,71

0,00 0,00 0,00 0,00 0,09 0,08 0,00 92,96 21,91

43,69

5,41

3.241.059,30 44,95

946.299,60

85,67 252.216,59 25,91 4.476.262,99 29,41 1.868.004,51 83,18 13.763,43 66,21 1.084.702,99 45,02 776.667,77 95,89 28.656,06 1,63 8.578,33 45,52 15.450.501,05

Selain bahan pangan hal lain yang juga merupakan kebutuhan utama bagi manusia adalah ketersediaan air bersih. Air bersih juga merupakan salah satu manfaat yang dapat diperoleh dari ekosistem. Secara alami, air bersih dapat berasal dari air permukaan, seperti: sungai dan danau maupun berasal dari air tanah. Ekoregion yang terdapat di Pulau Sumatera ada yang dapat memberikan manfaat berupa penyediaan air bersih dengan baik maupun tidak.

Secara umum di Pulau

Sumatera lahan yang mampu menyediakan air bersih dapat dibagi menjadi lahan berpotensi tinggi, sedang, dan rendah. Lahan yang berpotensi tinggi dalam menyediakan air bersih di Pulau Sumatera memiliki luasan sebesar 10.389.295,71 hektar atau sekitar 21,91% dari keseluruhan lahan yang terdapat di Pulau Sumatera. Lahan yang memiliki potensi sedang dalam penyediaan air bersih memiliki luasan sebesar 15.450.501,05 hektar atau sekitar 32,58%. Sedangkan lahan yang memiliki potensi rendah memiliki luasan sebesar 21.587.378,94 atau sebesar 45,52%.dari keseluruhan lahan yang terdapat di Pulau Sumatera. Sebagian besar lahan yang memiliki potensi tinggi terletak pada ekoregion Dataran Aluvial, dan Dataran Fluvio Gunung Api. Dataran aluvial tersusun oleh material aluvium yang mampu membentuk akuifer yang potensial, dengan dukungan morfologi yang datar. Kondisi seperti ini menyebabkan cadangan atau ketersediaan air tanahnya relatif dangkal (< 10 m) yang membentuk reservoir air tanah atau cekungan hidrogeologi. Dataran aluvial umumya juga memiliki sungan yang mengalir sepanjang IV-3

tahun dengan debit aliran yang besar. Hal ini membuat Ekoregion Dataran Aluvial memiliki ketersediaan air yang melimpah. Selanjutnya untuk Dataran Fluvio Gunung Api juga memiliki potensi penyediaan air yang baik. Material piroklastik dengan komposisi pasir, kerikil, dan kerakal merupakan kompisisi material yang memiliki permeabilitas tinggi, sehingga membentuk akuifer yang potensial. Dukungan morfologi datar hingga cekung pada ekoregion ini membentuk reservoir tanah atau cekungan hidrogeologi. Disamping itu, pada tekuk-tekung lereng vulkanik biasanya muncul mata air. Hal ini yang menjadikan Ekoregion Dataran Fluvio Gunung Api potensial sebagai sumber penyedia air bersih. Lahan yang memiliki potensi rendah sebagian besar terletak pada Ekoregion Kerucut dan Lereng Gunung Api, Lahan Gambut (Peat Land), dan Pesisir (Coast). Ekosistem juga menyediakan serat alami yang dapat berasal dari tumbuhtumbuhan, hewan, maupun proses geologis. Serat yang berasal dari sumber tersebut dapat mengalami pelapukan. Serat alami dapat digolongkan ke dalam (1) serat tumbuhan/serat pangan, (2) serat kayu, (3) serat hewan, dan (4) serat mineral, seperti logam dan karbon. Ekoregion yang terdapat di Pulau Sumatera ada yang dapat memberikan manfaat berupa penyediaan serat (fiber) dengan baik maupun tidak. Secara umum di Pulau Sumatera lahan yang mampu menyediakan serat (fiber) dapat dibagi menjadi lahan berpotensi tinggi, sedang, dan rendah. Lahan yang berpotensi tinggi dalam menyediakan serat (fiber) di Pulau Sumatera memiliki luasan sebesar 24.398.043,43 hektar atau sekitar 51,44% dari keseluruhan lahan yang terdapat di Pulau Sumatera. Tabel 4.3 Distribusi Luas dan Peran Jasa Ekosistem Penyediaan Serat (fiber) Ekoregion Dataran Aluvial Dataran Fluvio Gunungapi Dataran Fluviomarin Dataran Kaki Gunungapi Kaki Gunungapi Kerucut dan Lereng Gunungapi Lahan Gambut (Peat Land) Lembah antar perbukitan/ Pegunungan Lipatan (Intermountain Basin) Lembah antar Perbukitan/

Sangat RendahSedang Rendah Ha % Ha % 1.883.221,27 47,41 0,00 0,00 1.538.844,07 59,13 0,00 0,00 782.267,69 45,76 424.780,90 24,85 646.965,58 18,82 92.830,25 2,70 230.521,47 11,58 1.140.601,29 57,30 226.979,58

12,98

672,89

0,04

5.810.654,85 77,89 1.648.953,82 22,11 1.338.981,98 18,57 776.300,43

60,86

IV-4

98.233,25

1,36

12.273,54

0,96

Tinggi-Sangat Tinggi Ha % 2.089.189,16 52,59 1.063.800,27 40,87 502.350,27 29,39 2.697.671,08 78,48 619.399,68 31,12 1.521.470,58 86,98 0,00

0,00

5.773.920,99 80,07 486.889,09

38,17

Ekoregion

Sangat RendahRendah Ha %

Pegunungan patahan (Terban) Pegunungan Denudasional 1.619.440,33 Pegunungan Lipatan 630.239,92 Pegunungan Patahan 236.595,82 Perbukitan Denudasional 74.942,96 Perbukitan Lipatan 579.179,93 Perbukitan Patahan 600.399,81 Pesisir (Coast) 145.891,73 Tubuh Air 158.641,65 Total 17.280.069,05

Sedang Ha

92,03 140.251,05 10,43 759.049,79 8,94 377.233,69 91,60 0,00 17,99 990.703,65 42,44 0,00 20,91 63.390,30 99,94 88,79 36,43 5.749.063,22

%

Tinggi-Sangat Tinggi Ha %

7,97 0,00 12,56 4.652.213,19 14,25 2.032.518,25 0,00 6.876,79 30,78 1.649.120,94 0,00 814.204,65 9,09 488.418,47 0,06 0,00 12,12 24.398.043,43

0,00 77,00 76,80 8,40 51,23 57,56 70,00 0,00 51,44

Lahan yang memiliki potensi sedang dalam penyediaan serat (fiber) memiliki luasan sebesar 5.749.063,22 hektar atau sekitar 12,12%. Sedangkan lahan yang memiliki potensi rendah memiliki luasan sebesar 17.280.069,05atau sebesar 36,43%.dari keseluruhan lahan yang terdapat di Pulau Sumatera. Sebagian besar lahan yang memiliki potensi tinggi terletak pada Ekoregion Kerucut dan Lereng Gunung Api, Lembah antar perbukitan/Pegunungan Lipatan (Intermountain Basin), dan Dataran Kaki Gunung Api. Ketiga ekoregion tersebut merupakan wilayah yang didominasi oleh penggunaan lahan jenis hutan. Hutan merupakan merupakan sumber untuk serat kayu atau tumbuhan. Hutan juga menjadi habitat untuk berbagai hewan, sehingga mempunyai potensi untuk sumber serat hewan. Sedangkan Lahan yang memiliki potensi rendah sebagian besar terletak pada Ekoregion Pegunungan Denudasional, Perbukitan Denudasional, dan Lahan Gambut (Peat Land). Tabel 4.4 Distribusi Luas dan Peran Jasa Ekosistem Penyediaan Energi Ekoregion Dataran Aluvial Dataran Fluvio Gunungapi Dataran Fluviomarin Dataran Kaki Gunungapi Kaki Gunungapi Kerucut dan Lereng Gunungapi Lahan Gambut (Peat Land) Lembah antar perbukitan/ Pegunungan Lipatan (Intermountain Basin) Lembah antar Perbukitan/ Pegunungan patahan (Terban) Pegunungan Denudasional Pegunungan Lipatan Pegunungan Patahan

Sangat RendahTinggi-Sangat Sedang Rendah Tinggi Ha % Ha % Ha % 43,37 0,00 140.102,96 3,53 3.832.264,11 96,47 58,18 0,00 216.288,95 8,31 2.386.297,21 91,69 221.598,31 12,96 551.787,37 32,28 936.013,19 54,76 35,55 0,00 347.156,27 10,10 3.090.275,09 89,90 61.685,29 3,10 960.094,46 48,23 968.742,70 48,67 1.725.434,99 98,65 23.675,84 1,35 12,21 0,00 2.636.378,86 35,34 4.788.288,58 64,19 34.941,23 0,47

3.113.555,71

43,18 3.402.063,71 47,18

695.516,81

9,65

68.837,26

5,40

699.830,45

54,87

506.795,34

39,73

851.421,63 770.809,06 10.168,21

48,38 12,76 0,38

900.316,09 615.584,56 578.305,32

51,16 7.953,66 10,19 4.655.109,28 21,85 2.057.874,23

IV-5

0,45 77,05 77,76

Perbukitan Denudasional Perbukitan Lipatan Perbukitan Patahan Pesisir (Coast) Tubuh Air Total

35.072,03 1.567.586,73 349.106,77 669.044,43 1.433,26 12.082.269,63

42,86 32.994,24 48,70 1.647.338,85 24,68 262.725,87 95,89 4.372,93 0,90 9.738,74 25,48 15.180.665,18

40,33 13.753,49 51,18 4.078,95 18,57 802.771,82 0,63 24.283,14 6,14 147.558,43 32,01 20.164.240,88

16,81 0,13 56,75 3,48 92,96 42,52

Ekosistem memberikan manfaat penyediaan energi, baik yang berasal dari fosil seperti minyak bumi dan batubara serta sumber energi alternatif yang berasal dari alam seperti tenaga air mikro hidro, tenaga matahari dan tenaga angin serta panas bumi. Selain itu, ekosistem juga menyediakan energi yang berasal dari bio massa minyak tanaman seperti minyak sawit, minyak buah biji jarak. Hutan dan berbagai macam tanaman kayu-kayuan juga memberikan sumbangan terhadap sumber energi. Ekoregion yang terdapat di Pulau Sumatera ada yang dapat memberikan manfaat berupa penyediaan energi dengan baik maupun tidak. Secara umum di Pulau Sumatera lahan yang mampu menyediakan energi dapat dibagi menjadi lahan berpotensi tinggi, sedang, dan rendah. Lahan yang berpotensi tinggi dalam menyediakan energi di Pulau Sumatera memiliki luasan sebesar 20.164.240,88 hektar atau sekitar 42,52% dari keseluruhan lahan yang terdapat di Pulau Sumatera. Lahan yang memiliki potensi sedang dalam penyediaan energi memiliki luasan sebesar 15.180.665,18 hektar atau sekitar 32,01%. Sedangkan lahan yang memiliki potensi rendah memiliki luasan sebesar 12.082.269,63atau sebesar 25,48%.dari keseluruhan lahan yang terdapat di Pulau Sumatera. Sebagian besar lahan yang memiliki potensi penyediaan energi tinggi terletak pada ekoregion Dataran Aluvial dan Fluvio Gunung Api. Dataran Aluvial yang relatif datar, memiliki intensitas dan luasan penyinaran matahari relatif tinggi. Hal ini dapat dimanfaatkan untuk pengembangan pembangkit listrik tenaga surya. Sedangkan pada Ekoregion Dataran Fluvio Gunung Api umumnya juga terdapat hutan. Hutan merupakan penyedia energi terutama dari hasil hutan seperti kayu atau ranting. Sebagian besar lahan yang memiliki potensi penyediaan energi rendah terletak pada ekoregion kerucut dan lereng gunung api serta pesisir (coast).

IV-6

Tabel 4.5 Distribusi Luas dan Peran Jasa Ekosistem Penyediaan Sumber Daya Genetik Ekoregion Dataran Aluvial Dataran Fluvio Gunungapi Dataran Fluviomarin Dataran Kaki Gunungapi Kaki Gunungapi Kerucut dan Lereng Gunungapi Lahan Gambut (Peat Land) Lembah antar perbukitan/ Pegunungan Lipatan (Intermountain Basin) Lembah antar Perbukitan/ Pegunungan patahan (Terban) Pegunungan Denudasional Pegunungan Lipatan Pegunungan Patahan Perbukitan Denudasional Perbukitan Lipatan Perbukitan Patahan Pesisir (Coast) Tubuh Air Total

Sangat RendahRendah Ha % 259.563,04 6,53 251.969,53 9,68 146.260,32 8,56 427.606,24 12,44 67.214,69 3,38 774.416,79 44,27 2.118.590,20 28,40

Sedang Ha 115,43 0,00 13.005,87 0,00 1.101.964,89 271.360,71 3.479.746,98

% 0,00 0,00 0,76 0,00 55,36 15,51 46,65

Tinggi-Sangat Tinggi Ha % 3.712.731,97 93,46 2.350.674,81 90,32 1.550.132,68 90,68 3.009.860,67 87,56 821.342,87 41,26 703.345,55 40,21 1.861.271,49 24,95

378.521,65

5,25

5.913.429,01

82,00

919.185,57

12,75

68.778,43

5,39

791.127,46

62,03

415.557,17

32,58

162.916,09 80.547,59 12.321,11 12.613,95 91.877,07 23.328,10 32.767,18 2.593,67 4.911.885,65

9,26 1,33 0,47 15,42 2,85 1,65 4,70 1,63 10,36

1.263.474,48 1.236.791,28 576.152,42 49.001,51 1.723.596,96 580.844,69 400.829,45 16.423,29 17.417.864,43

71,80 333.300,81 20,47 4.724.164,03 21,77 2.057.874,23 59,89 20.204,29 53,54 1.403.530,49 41,06 810.431,67 57,45 264.103,87 10,35 139.713,48 36,73 25.097.425,63

Ekosistem menyediakan beragam sumber daya genetik yang melimpah dan bernilai ekonomis dan bermanfaat bagi kesejahteraan manusia. Sumberdaya genetik berhubungan erat dengan keanekaragaman hayati baik flora maupun fauna, dimana keanekaragaman hayati yang tinggi akan diikuti dengan sumber daya genetik yang melimpah. Ketersediaan dan distribusi sumberdaya genetik ditentukan oleh tipe ekosistem, yaitu ekoregion bentangalam dan penutup lahan khususnya areal bervegetasi. Ekoregion yang terdapat di Pulau Sumatera ada yang dapat memberikan manfaat berupa penyediaan sumber daya genetik dengan baik maupun tidak. Secara umum di Pulau Sumatera lahan yang mampu menyediakan sumber daya genetik dapat dibagi menjadi lahan berpotensi tinggi, sedang, dan rendah. Lahan yang berpotensi tinggi dalam menyediakan energi di Pulau Sumatera memiliki luasan sebesar 25.097.425,63 hektar atau sekitar 52,92% dari keseluruhan lahan yang terdapat di Pulau Sumatera. Lahan yang memiliki potensi sedang dalam penyediaan energi memiliki luasan sebesar 17.417.864,43 hektar atau sekitar 36,73%. Sedangkan lahan yang memiliki potensi rendah memiliki luasan sebesar 4.911.885,65atau sebesar.10,36%dari keseluruhan lahan yang terdapat di Pulau Sumatera.

IV-7

18,94 78,20 77,76 24,69 43,60 57,29 37,85 88,02 52,92

Sebagian besar lahan yang memiliki potensi tinggi dalam penyediaan sumber daya genetik terletak pada ekoregion Dataran Aluvial, Dataran Fluvio Gunung Api, dan Dataran Fluvio Marin. Dataran Aluvial dan Dataran Fluvio Gunung Api merupakan wilayah yang subur dan banyak terdapat vegetasi. Wilayah yang banyak memiliki tutupan lahan berupa vegetasi umumnya juga akan memiliki keanekaragaman fauna. Sedangkan Dataran Fluvio Marin merupakan wilayah potensial penyedia sumber daya genetik yang berasal dari laut. Sebagian besar lahan yang memiliki potensi rendah dalam penyediaan sumber daya genetik terletak pada ekoregion Kerucut dan Lereng Gunung Api. 2. Profil Distribusi Daya Dukung Lingkungan Jasa Ekosistem Penyediaan Menurut Provinsi Tabel 4.6 Distrbusi dan Luas Jasa Ekosistem Penyediaan Pangan Provinsi ACEH BENGKULU JAMBI KEP. BANGKA BELITUNG KEP. RIAU LAMPUNG RIAU SUMATERA BARAT SUMATERA SELATAN SUMATERA UTARA

Sangat RendahRendah Ha % 4.102.228,12 72,15 1.231.992,34 62,04 2.142.156,22 43,57 1.614.999,73 97,40 540.655,08 70,20 1.163.695,93 34,51 5.747.768,60 64,34 2.884.520,56 68,45 3.249.756,59 37,52 3.736.438,89 51,68

Sedang Ha 585.529,51 273.584,76 1.085.775,68 36.095,12 134.907,33 632.978,14 1.860.068,09 611.421,66 2.458.207,82 1.514.625,92

% 10,30 13,78 22,08 2,18 17,52 18,77 20,82 14,51 28,38 20,95

Tinggi-Sangat Tinggi Ha % 997.833,52 17,55 480.098,69 24,18 1.688.690,23 34,35 6.991,19 0,42 94.636,86 12,29 1.574.940,08 46,71 1.325.467,05 14,84 718.001,04 17,04 2.953.701,16 34,10 1.979.409,82 27,38

Berdasarkan data pada tabel 4.6 dan gambar 4.1 dapat diketahui potensi penyediaan pangan pada masing-masing Provinsi yang terletak di Pulau Sumatera. Provinsi yang memiliki presentase paling besar lahan potensial atau paling tinggi dalam penyediaan pangan adalah Provinsi Lampung dengan presentase 46,71% atau 1.574.940,08 hektar. Provinsi kedua dan ketiga yang juga memiliki presentase lahan potensial atau paling tinggi dalam penyediaan pangan adalah Provinsi Jambi (34,35%) dan

Provinsi

Sumatera

Selatan

(34,10%).

Masing-masing

luasannya

adalah

1.688.690,23 hektar dan 2.953.701,16 hektar. Bila dilihat dari tutupan lahan yang dominan, Provinsi Lampung didominasi oleh tutupan lahan berupa tanaman semusim lahan kering atau penggunaan lahannya adalah pertanian yang mencapai 47,66% dari keseluruhan penggunaan lahan di Provinsi Lampung. Hal yang sama juga nampak di

IV-8

Provinsi Jambi, dimana tutupan lahan berupa tanaman semusim lahan kering mencapai 38,31%. Sedangkan di Provinsi Sumatera Selatan tutupan lahan yang dominan berupa kebun dan tanaman campuran yang presentasenya mencapai 28,36% dari keseluruhan penggunaan lahan di Sumatera Selatan. Luasnya penggunaan lahan untuk perkebunan dan pertanian pada ketiga Provinsi tersebut merupakan faktor utama yang mendukung tingginya kemampuan penyediaan pangan pada ketiga Provinsi tersebut.

IV-9

IV-10

Gambar 4.1 Peta Daya Dukung Lingkungan Jasa Ekosistem Penyediaan Pangan

Selanjutnya, untuk Provinsi yang memiliki kemampuan penyediaan pangan yang rendah terletak pada Provinsi Kep. Bangka Belitung yang presentase lahan penyediaan pangan rendahnya mencapai 1.614.999,73 hektar atau sekitar 97,40% dari keseluruhan lahan yang tersedia. Bila dilihat dari ekoregian yang ada di wilayah ini, sebesar 90,68% adalah Ekoregion Pegunungan Denudasional. Material dominan ekoregion ini adalah batuan-batuan beku gunung berapi tua yang telah megalami pelapukan tingkat lanjut, dan batuan sedimen berupa batu gamping napal. Morfologi berbukit dengan lereng curam, dan proses denudasional yang dicirikan oleh tingkat pelapukan batuan yang telah berlanjut, erosi lereng, dan gerakan massa batuan sangat potensial terjadi. Tanah pada wilayah ekoregion ini adalah jenis tanah podsolik dan latosol yang mudah mengalami longsor ketika kejenuhan tanahnya sudah tinggi. Tabel 4.7 Distrbusi dan Luas Jasa Ekosistem Penyediaan Air Bersih Sangat RendahRendah Ha % ACEH 1.564.139,18 27,51 BENGKULU 736.430,26 37,09 JAMBI 2.270.547,84 46,18 KEP. BANGKA BELITUNG 1.471.682,62 88,76 KEP. RIAU 477.768,26 62,03 LAMPUNG 1.294.719,29 38,40 RIAU 5.146.916,02 57,61 SUMATERA BARAT 1.485.269,06 35,25 SUMATERA SELATAN 3.742.491,41 43,21 SUMATERA UTARA 3.397.415,01 46,99

Provinsi

Sedang Ha 3.236.827,53 733.786,36 1.664.022,76 163.722,81 237.917,59 1.205.193,78 1.758.485,86 2.110.058,55 2.022.342,38 2.318.143,43

% 56,93 36,95 33,84 9,87 30,89 35,75 19,68 50,07 23,35 32,06

Tinggi-Sangat Tinggi Ha % 884.624,44 15,56 515.459,17 25,96 982.051,52 19,97 22.680,61 1,37 54.513,42 7,08 871.701,08 25,85 2.027.901,86 22,70 618.615,65 14,68 2.896.831,78 33,44 1.514.916,19 20,95

Air bersih merupakan kebutuhan dasar manusia, sehingga ketersediaannya menjadi penting. Ketersediaan recharge area di suatu daerah akan menjaga stabilitas pasokan air. Provinsi Sumatera Selatan dan Bengkulu memiliki kawasan hutan yang cukup luas, meskipun hutan bukan merupakan penggunaan lahan yang dominan pada kedua Provinsi tersebut. Bila dilihat dari ekoregionnya, Provinsi Sumatera Selatan 17,32% wilayahnya adalah Ekoregion Dataran Kaki Gunung Api dan 15,87%

IV-11

IV-12

Gambar 4.2 Peta Daya Dukung Lingkungan Jasa Ekosistem Penyediaan Air Bersih

wilayahnya merupakan Ekoregion Dataran Fluvio Vulkan. Kedua ekoregion tersebut merupakan wilayah yang subur dengan hutan yang masih lebat. Sedangkan Provinsi Bengkulu, 31% wilayahnya merupakan pegunungan patahan yang juga memiliki kawasan hutan yang masih lebat. Meskipun begitu, Provinsi Bemgkulu juga memiliki cukup banyak wilayah yang penyediaan air bersihnya rendah. Selanjutnya, untuk wilayah yang memilki potensi penyediaan air bersih rendah banyak tersebar di wilayah Sumatera bagian Barat, terutama di Provinsi Kep. Bangka Belitung. Presentase lahan yang berpotensi rendah pada Provinsi ini mencapai 88,76% atau seluas 1.471.682,62 hektar. Meskipun luasanya masih kalah disbanding Provinsi lainnya, namun hamper semua wilayah Kep. Bangka Belitung memiliki potensi yang rendah dalam penyediaan air bersih. Hal ini terutama disebabkan oleh wilayah Kep. Bangka Belitung yang sebagian merupakan Pegunungan Denudasional. Pada ekoregion ini air tanah cukup sulit didapatkan, kecuali pada lembah-lembah sempit yang ada itupun dalam jumlah yang sangat terbatas. Umumnya air tanah dijumpai dalam bentuk rembesan diantara lapisan batuan yang telah lapuk di bagian atas dan lapisan batuan yang masih padu dibagian bawah, atau dalam bentuk mata air kontak yang terpotong lereng pada tekuk-tekuk lereng atau lereng kaki, dengan debit aliran air yang umumnya relatif kecil. Tabel 4.8 Distrbusi dan Luas Jasa Ekosistem Penyediaan Serat Provinsi ACEH BENGKULU JAMBI KEP. BANGKA BELITUNG KEP. RIAU LAMPUNG RIAU SUMATERA BARAT SUMATERA SELATAN SUMATERA UTARA

Sangat RendahTinggi-Sangat Sedang Rendah Tinggi Ha % Ha % Ha % 1.576.108,02 27,72 466.811,76 8,21 3.642.671,36 64,07 413.714,82 20,83 164.891,39 8,30 1.407.069,58 70,86 1.791.064,26 36,43 505.893,36 10,29 2.619.664,50 53,28 1.463.035,96 88,24 149.139,57 8,99 45.910,51 2,77 430.464,25 55,89 46.383,34 6,02 293.351,68 38,09 1.283.426,84 38,07 465.839,74 13,82 1.622.347,56 48,12 3.973.764,93 44,48 1.223.296,92 13,69 3.736.241,89 41,82 759.710,51 18,03 788.776,83 18,72 2.665.455,92 63,25 3.793.493,85 43,80 466.282,11 5,38 4.401.889,61 50,82 1.795.285,61 24,83 1.471.748,21 20,35 3.963.440,82 54,82

IV-13

IV-14

Gambar 4.3 Peta Daya Dukung Lingkungan Jasa Ekosistem Penyediaan Serat

Berdasarkan data pada tabel dapat diketahui potensi penyediaan serat pada masing-masing Provinsi yang terletak di Pulau Sumatera. Provinsi yang memiliki presentase paling besar lahan potensial atau paling tinggi dalam penyediaan serat adalah Provinsi Bengkulu dengan presentase 70,86% atau lahan seluas 1.407.069,58 hektar. Provinsi berikutnya yang juga memiliki presentase besar lahan penyedia serat adalah Provinsi Aceh (64,0%) dan Provinsi Sumatera Barat (63,25%). Masing-masing luasannya adalah 3.642.671,36 hektar di Provinsi Aceh dan 2.665.455,92 hektar di Provinsi Sumatera Barat. Provinsi Bengkulu memiliki kawasan hutan yang cukup luas, meskipun hutan bukan merupakan penggunaan lahan yang dominan. Hutan merupakan salah satu sumber penyedia serat alami. Provinsi Aceh juga memiliki luasan hutan yang besar, yakni mencapai 53,51% (hutan lahan rendah dan hutan lahan tinggi). Dari keseluruhan penggunaan lahan di Aceh, hutan merupakan bentuk penggunaan lahan yang paling dominan. Hal yang sama juga nampak di Sumatera Barat yang juga memiliki potensi tinggi dalam penyediaan serat. Luas kawasan hutan lahan rendah dan lahan tinggi di Provinsi ini mencapai 45,19% dari keseluruhan penggunaan lahan yang ada di Provinsi Sumatera Barat. Selanjutnya, untuk Provinsi yang memiliki presentase terbesar lahan potensi rendah dalam penyediaan serat adalah Provinsi adalah Kep. Bangka Belitung (88,24%). Sebagian besar lahan di Provinsi ini, yakni seluas 1.463.035,96 hektar berpotensi rendah dalam penyediaan serat. Luasan lahan hutan di Provinsi ini hanya sekitar 153.602,37 hektar saja. Jumlah ini cukup rendah jika dibandingkan dengan luasan hutan di sebagian besar Provinsi di Pulau Sumatera. Selain itu, seperti yang dijelaksan sebelumnya bahwa sebagian besar wilayah Kep. Bangka Belitung masuk dalam ekoregion Pegunungan Denudasional (90,68%). Provinsi lain yang memiliki luasan lahan berpotensi rendah cukup besar adalah Provinsi Riau. Luasan lahan berpotensi rendah di Provinsi ini mencapai 3.973.764,93 hektar (44,48%). Sebenarmya Provinsi Riau memiliki lahan berpotensi rendah dan tinggi yang cukup berimbang. Wilayah dengan lahan potensi rendah yang luas terutama terletak di Provinsi Riau bagian barat yang juga didominasi oleh kenampakan ekoregion Pegunungan Denudasional.

IV-15

IV-16

Gambar 4.4 Peta Daya Dukung Lingkungan Jasa Ekosistem Penyediaan Energi

Tabel 4.9 Distrbusi dan Luas Jasa Ekosistem Penyediaan Energi Sangat RendahRendah Ha % ACEH 953.725,27 16,77 BENGKULU 373.070,80 18,79 JAMBI 1.516.176,63 30,84 KEP. BANGKA BELITUNG 835.931,41 50,42 KEP. RIAU 420.498,81 54,60 LAMPUNG 628.654,17 18,65 RIAU 2.152.267,25 24,09 SUMATERA BARAT 904.880,01 21,47 SUMATERA SELATAN 2.139.068,22 24,70 SUMATERA UTARA 2.157.997,07 29,85

Provinsi

Sedang Ha 1.098.778,15 515.468,54 1.590.012,24 780.263,99 291.518,59 824.292,51 4.389.024,18 911.534,16 2.594.494,03 2.185.278,80

% 19,33 25,96 32,34 47,06 37,85 24,45 49,13 21,63 29,95 30,22

Tinggi-Sangat Tinggi Ha % 3.633.087,73 63,90 1.097.136,45 55,25 1.810.433,25 36,82 41.890,63 2,53 58.181,86 7,55 1.918.667,47 56,91 2.392.012,31 26,78 2.397.529,09 56,90 3.928.103,32 45,35 2.887.198,77 39,93

Berdasarkan data pada tabel dapat diketahui potensi penyediaan energi pada masing-masing Provinsi yang terletak di Pulau Sumatera. Provinsi yang memiliki presentase paling besar lahan potensial atau paling tinggi dalam penyediaan energi adalah Provinsi Aceh dengan presentase 63,90% atau luasan 3.633.087,73 hektar. Sedangkan Provinsi berikutnya yang memiliki lahan potensi tinggi dalam penyediaan energi adalah Provinsi Lampung (56,91%) dan Provinsi Sumatera Barat (56,90%). Luasan lahan berpotensi tinggi di Lampung adalah 1.918.667,47 hektar dan di Provinsi Sumatera Barat mencapai 2.397.529,09 hektar. Provinsi Aceh memiliki luasan hutan yang besar, yakni mencapai 53,51% (hutan lahan rendah dan hutan lahan tinggi). Hal ini disebabkan karena kayu dan ranting dari kawasan hutan dapat menjadi sumber energi bagi kegiatan domestik masyarakat. Hal yang sama juga nampak di Provinsi Sumatera Barat. Luas kawasan hutan lahan rendah dan lahan tinggi di Provinsi ini mencapai 45,19% dari keseluruhan penggunaan lahan yang ada di Provinsi Sumatera Barat. Sedangkan Provinsi Lampung bila dilihat dari kondisi ekoregionnya didominasi oleh Dataran Kaki Gunung Api, yakni mencapai 46,94%. Secara genetik ekoregion ini memiliki bahan piroklastik yang dapat ditambang sebagai bahan galian golongan C. Selanjutnya, Provinsi yang memiliki presentase lahan potensi rendah cukup besar adalah Provinsi Kep Riau dengan presentase 54,60% atau luasan 420.498,81 dan Kep. Bangka Belitung dengan presentase 50,42% dan luasan 835.931,41 hektar. Kedua Provinsi tersebut sebenarnya memiliki luasan yang kecil dibandingkan Provinsi lain. Namun, sebagian besar wilayahnya berpotensi rendah. Sedangkan Provinsi yang memiliki luasan lahan potensi rendah paling besar adalah Provinsi Sumatera Utara yang luasnya mencapai 2.157.997,07 hektar. Meskipun begitu lahan potensi rendah di IV-17

Sumatera Utara ini hanya memilki presentase 29,85% dari keseluruhan luasan lahan di Sumatera Utara. Tabel 4.10 Distrbusi dan Luas Jasa Ekosistem Penyediaan Sumber Daya Genetik Sangat RendahRendah Provinsi Ha % ACEH 260.170,59 4,58 BENGKULU 111.692,13 5,62 JAMBI 445.213,13 9,06 KEP. BANGKA BELITUNG 171.357,30 10,33 KEP. RIAU 65.545,18 8,51 LAMPUNG 618.163,10 18,33 RIAU 964.546,75 10,80 SUMATERA BARAT 193.173,53 4,58 SUMATERA SELATAN 1.372.690,12 15,85 SUMATERA UTARA 709.333,82 9,81

Sedang Ha 1.218.309,30 402.265,80 2.388.775,86 1.220.857,52 426.075,34 767.564,44 3.774.080,32 1.325.603,71 3.022.599,21 2.871.732,92

% 21,43 20,26 48,59 73,63 55,32 22,77 42,25 31,46 34,90 39,72

Tinggi-Sangat Tinggi Ha % 4.207.111,25 74,00 1.471.717,86 74,12 2.082.633,13 42,36 265.871,22 16,03 278.578,75 36,17 1.985.886,60 58,90 4.194.676,66 46,96 2.695.166,02 63,96 4.266.376,24 49,26 3.649.407,89 50,47

Berdasarkan data pada tabel dapat diketahui potensi penyediaan sumber daya genetik pada masing-masing Provinsi yang terletak di Pulau Sumatera. Provinsi yang memiliki presentase paling besar lahan potensial atau paling tinggi dalam penyediaan sumber daya genetik adalah Provinsi Aceh dengan presentase 74% atau seluasr 4.207.111,25 hektar. Provinsi lain yang juga sebagian besar wilayahnya memiliki potensi tinggi dalam penyediaan sumber daya genetic adalah Provinsi Bengkulu dengan presentase 74,12% atau seluas 1.471.717,86 hektar. Luasan ini memang tidak terlalu besar, namun sebagian besar wilayah Provinsi Bengkulu memiliki potensi yang tinggi dalam penyediaan sumber daya genetik.

IV-18

IV-19

Gambar 4.5 Peta Daya Dukung Lingkungan Jasa Ekosistem Penyediaan Sumber Daya Genetik

Sumberdaya genetik berhubungan erat dengan keanekaragaman hayati baik flora maupun fauna, dimana keanekaragaman hayati yang tinggi akan diikuti dengan sumber daya genetik yang melimpah. Ketersediaan dan distribusi sumberdaya genetik ditentukan oleh tipe ekosistem, yaitu ekoregion bentangalam dan penutup lahan khususnya areal bervegetasi. Provinsi Aceh sebagai Provinsi yang memiliki luasan terbesar penyedia sumber daya genetik didukung oleh luasan kawasan hutan yang mencapai 3.042.159,64 hektar (hutan lahan tinggi dan lahan rendah). Kawasan hutan merupakan habitat bagi berbagai macam jenis flora dan fauna. Sedangkan Provinsi Bengkulu sebagian besar lahannya merupakan lahan bervegetasi baik berupa kawasan hutan yang mencapai 37,01% maupun perkebunan yang mencapai 24,41%. Provinsi di Pulau Sumatera juga ada yang memiliki lahan potensi rendah dalam penyediaan sumber daya genetik. Diantaranya adalah Provinsi Lampung yang memiliki luasan lahan potensi rendah sebesar 618.163,10 hektar atau 18,33% dari keseluruhan wilayah Lampung serta Provinsi Sumatera Selatan yang memiliki luasan lahan potensi rendah sebesar 1.372.690,12 hektar atau mencapai 15,85% dari keseluruhan wilayahnya. Meskipun begitu kedua Provinsi ini masih didominasi oleh lahan berpotensi tinggi dalam penyediaan sumber daya genetik 3. Indeks Daya Dukung Lingkungan Jasa Ekosistem Penyediaan Menurut Ekoregion dan Provinsi

Tubuh Air Perbukitan Patahan Perbukitan Denudasional

SD GENETIK

Pegunungan Lipatan

ENERGI

Lembah antar Perbukitan/…

SERAT

Lahan Gambut (Peat Land)

AIR BERSIH

Kaki Gunungapi

PANGAN

Dataran Fluviomarin Dataran Aluvial

0.00

0.50

1.00

1.50

2.00

2.50

Gambar 4.6 Grafik Indeks Daya Dukung Lingkungan Jasa Penyediaan

IV-20

Tabel 4.11 Indeks Jasa Ekosistem Penyediaan Menurut Ekoregion Ekoregion

Pangan

Dataran Aluvial Dataran Fluvio Gunungapi Dataran Fluviomarin Dataran Kaki Gunungapi Kaki Gunungapi Kerucut dan Lereng Gunungapi Lahan Gambut (Peat Land) Lembah antar perbukitan/ Pegunungan Lipatan (Intermountain Basin) Lembah antar Perbukitan/ Pegunungan patahan (Terban) Pegunungan Denudasional Pegunungan Lipatan Pegunungan Patahan Perbukitan Denudasional Perbukitan Lipatan Perbukitan Patahan Pesisir (Coast) Tubuh Air

1,05 1,18 1,54 1,23 1,51 1,28 1,05

Indeks Daya Dukung Air Serat Energi bersih 0,78 1,68 0,86 0,75 1,43 0,84 0,80 1,25 0,76 0,69 1,46 0,77 0,78 1,43 0,73 1,10 1,52 0,87 0,80 1,50 0,88

Genetik

Ratarata

0,86 0,77 0,90 0,74 0,91 1,43 1,03

1,04 1,00 1,05 0,98 1,07 1,24 1,05

1,05

0,81

1,64

0,86

0,98

1,07

1,48

0,78

1,42

0,80

0,96

1,02 1,07 1,09 1,01 1,20 1,30 1,06 1,28

0,80 1,49 1,45 0,82 1,01 1,20 0,86 2,19

1,37 1,69 1,69 1,42 1,51 1,50 1,32 0,56

0,87 1,06 1,06 0,89 0,91 1,03 0,87 1,42

1,05 2,05 2,00 1,13 1,35 1,70 1,27 1,25

1,09 1,02 1,47 1,46 1,05 1,20 1,35 1,08 1,34

Berdasarkan pada tabel dapat diketahui nilai indeks jasa ekosistem penyediaan pada masing-masing ekoregion di Pulau Sumatera. Nilai indeks tertinggi pada penyediaan pangan terdapat pada ekoregion Dataran Fluvio Marin dengan nilai indeks sebesar 1,54. Ekoregion Dataran Fluviomarin material penyusunnya umumnya terdiri dari endapan aluvium-marin dari hasil percampuran proses fluvial dengan proses marin. Ekoregion ini dapat menjadi jasa penyediaan pangan khususnya perikanan. Selanjutnya ekoregion yang juga memiliki nilai tinggi dalam penyediaan pangan adalah Ekoregion Kaki Gunung Api dengan nilai indeks sebesar 1,51. Ekoregion ini material penyusun umumnya banyak dipengaruhi oleh hasil erupsi gunung api. Proses perkembangan tanah tergolong cukup lanjut yang dapat membentuk tanah aluvial dan tanah andosol. Kedua jenis tanah ini merupakan tanah yang subur dengan kandungan hara tinggi. Hal ini membuat pemanfaatan daerah ini umumnya untuk pertanian dan perkebunan dikarenakan tanahnya yang produktif. Selanjutnya untuk penyediaan air bersih ekoregion yang memiliki nilai indeks tertinggi adalah Pegunungan Lipatan dan Pegunungan Patahan. Maing-masing nilai indeksnya adalah 1,49 dan 1,45. Kedua ekoregion ini terbentuk dari asal proses

IV-21

struktural. Wilayah ini memiliki ketersediaan air yang baik berasal dari air permukaan maupun air tanah. Aliran sungai mengalir sepanjang tahun dan mata air banyak dijumpai di daerah-daerah tekuk lereng. Selain sebagai penyedia air yang baik. Kedua ekoregion ini juga merupakan penyedia serat (fiber) yang baik. Wilayah ekoregion ini sebagian besar masih berhutan dan masih terjaga secara alami. Ekoregion yang mampu menyediakan sumber daya genetik yang baik adalah tubuh air dengan nilai indek mencapai 1,42. Air disamping merupakan sumber kehidupan, tetapi juga merupakan sumber energi yang potensial. Keberadaan air yang melimpah juga dapat dimanfaatkan sebagai pembangkit listrik tenaga air. Selanjutnya, ekoregion yang memiliki indeks tinggi dalam penyediaan sumber daya genetik adalah Pegunungan Lipatan dan Pegunungan Lipatan dengan nilai indeks masing-masing adalah 2.05 dan 2,00. Kawasan Hutan pada kedua ekoregion tersebut merupakan penyedia energi terutama dari hasil hutan seperti kayu atau ranting.

SUMATERA UTARA SUMATERA SELATAN SUMATERA BARAT SD Genetik

RIAU LAMPUNG

Energi

KEP. RIAU

Serat Air Bersih

KEP. BANGKA BELITUNG

Pangan

JAMBI BENGKULU ACEH

0.00

0.50

1.00

1.50

2.00

Gambar 4.7 Grafik Indeks Daya Dukung Lingkungan Jasa Penyediaan Menurut Provinsi

IV-22

Tabel 4.12 Indeks Jasa Ekosistem Penyediaan Menurut Provinsi Indeks Daya Dukung Provinsi

Komposit

ACEH BENGKULU JAMBI KEP. BANGKA BELITUNG KEP. RIAU LAMPUNG RIAU SUMATERA BARAT SUMATERA SELATAN SUMATERA UTARA

Pangan

Air Bersih

Serat

1,17 1,08 1,28 1,03 1,01 1,43 0,90 1,28 1,10 1,27

1,28 1,10 0,94 0,76 0,89 0,70 0,84 1,21 0,83 0,97

1,55 1,62 1,51 1,35 1,29 1,14 1,76 1,63 1,45 1,56

Energi Genetik 0,98 0,99 0,86 0,85 0,86 0,65 0,92 0,97 0,91 0,84

1,72 1,44 1,21 0,98 1,29 0,79 1,12 1,57 0,96 1,17

1,34 1,25 1,16 0,99 1,07 0,94 1,11 1,33 1,05 1,16

Selanjutnya, bila dilihat menurut Provinsi, jasa ekosistem penyediaan pangan paling banyak disediakan oleh Provinsi Lampung dengan nilai indeks 1,43. Provinsi Lampung memiliki lahan dataran subur yang cukup luas dan digunakan untuk pertanian, sehingga mampu menjadi penyedia pangan. Jasa penyedia air bersih terbesar di Provinsi Sumatera adalah Provinsi Aceh (1,28). Selain itu, Provinsi Aceh juga merupakan Provinsi yang menjadi penyedia sumber daya genetik terbesar (1,72). Hal ini tidak terlepas dari luasnya kawasan hutan yang ada di Provinsi Aceh. Hutan merupakan sumber utama pendukung ketersediaan air bersih dan juga sumber daya genetik yang berupa flora dan fauna. Sedangkan untuk penyedia serat dan Energi yang paling baik secara berurutan adalah Provinsi Riau (1,76) dan Provinsi Bengkulu (0,99). 4.2 Profil Daya Dukung Lingkungan Jasa Ekosistem Budaya Tabel 4.13 Distribusi Luas dan Peran Jasa Ekosistem Budaya Tempat Tinggal dan Ruang Hidup Ekoregion Dataran Aluvial Dataran Fluvio Gunungapi Dataran Fluviomarin Dataran Kaki Gunungapi Kaki Gunungapi Kerucut dan Lereng Gunungapi Lahan Gambut (Peat Land) Lembah antar perbukitan/ Pegunungan Lipatan (Intermountain Basin) Lembah antar Perbukitan/

Sangat RendahSedang Rendah Ha % Ha % 43,37 0,00 1.703,49 0,04 58,18 0,00 13.763,40 0,53 94.990,83 5,56 530.366,84 31,03 35,55 0,00 1.914,33 0,06 151.755,91 7,62 1.777.106,01 89,28 1.749.123,04 100,00 0,00 0,00 7.332.486,97 98,30 0,00 0,00

Tinggi-Sangat Tinggi Ha % 3.970.663,58 99,96 2.588.822,76 99,47 1.084.041,19 63,42 3.435.517,03 99,94 61.660,53 3,10 0,00 0,00 127.121,70 1,70

3.873,95

0,05 3.260.843,30 45,22 3.946.418,98 54,73

92,89

0,01

IV-23

424.938,02 33,32 850.432,14

66,68

Ekoregion Pegunungan patahan (Terban) Pegunungan Denudasional Pegunungan Lipatan Pegunungan Patahan Perbukitan Denudasional Perbukitan Lipatan Perbukitan Patahan Pesisir (Coast) Tubuh Air Total

Sangat RendahRendah Ha % 1.710.326,09 6.024.319,28 2.636.179,55 78.809,42 2.273.979,17 1.393.469,25 528.248,96 3.296,43 23.981.088,85

Sedang Ha

97,19 49.365,29 99,72 17.183,61 99,62 10.168,21 96,32 3.010,33 70,64 897.165,62 98,51 21.135,21 75,71 151.162,01 2,08 154.000,74 50,56 7.313.826,41

%

Tinggi-Sangat Tinggi Ha %

2,81 0,00 0,28 0,00 0,38 0,00 3,68 0,00 27,87 47.859,74 1,49 0,00 21,67 18.289,52 97,02 1.433,26 15,42 16.132.260,44

0,00 0,00 0,00 0,00 1,49 0,00 2,62 0,90 34,01

Ekosistem memberikan manfaat positif bagi manusia khususnya ruang untuk tinggal dan hidup sejahtera. Ruang hidup ini didukung oleh kemampuan dan kesesuaian lahan yang tinggi sehingga memberikan

dukungan kehidupan baik secara sosial,

ekonomi maupun budaya. Jasa ekosistem sebagai tempat tinggal dan ruang hidup secara sosial sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan fisik dan geografis serta peluang pengembangan wilayah yang lebih besar. Ekoregion yang terdapat di Pulau Sumatera ada yang dapat memberikan manfaat berupa tempat tinggal dan ruang hidup. Secara umum di Pulau Sumatera lahan yang dapat digunakan tempat tinggal dan ruang hidup dapat dibagi menjadi lahan berpotensi tinggi, sedang, dan rendah. Lahan yang berpotensi tinggi sebagai tempat tinggal dan ruang hidup di Pulau Sumatera memiliki luasan sebesar 16.132.260,44 hektar atau sekitar 34,01% dari keseluruhan lahan yang terdapat di Pulau Sumatera. Lahan yang memiliki potensi sedang sebagaitempat tinggal dan ruang hidup memiliki luasan sebesar 7.313.826,41 hektar atau sekitar 15,42% Sedangkan lahan yang memiliki potensi rendah memiliki luasan sebesar 23.981.088,85 hektar atau sebesar 50,56% dari keseluruhan lahan yang terdapat di Pulau Sumatera. Sebagian besar lahan yang memiliki potensi tinggi sebagai tempat tinggal dan ruang hidup terletak pada ekoregion Dataran Aluvial, Dataran Kaki Gunung Api, dan Dataran Fluviomarin. Ketiga ekoregion tersebut merupakan wilayah yang memiliki kondisi geografis yang datar dan ketersediaan air bersih relatif banyak, sehingga cocok untuk pengembangan permukiman. Selain itu, Pembangunan infrastruktur dan sarana prasarana pada ekoregion dataran relatif lebih mudah dan berbiaya rendah karena kondisi geografis yang datar. Sebagian besar lahan yang memiliki potensi rendah tempat

IV-24

tinggal dan ruang hidup terletak di Kerucut dan Lereng Gunung Api, Pegunungan dan Perbukitan Denudasional, serta Pegunungan Lipatan. Tabel 4.14 Distribusi Luas dan Peran Jasa Ekosistem Budaya Rekreasi dan Ekotourism Ekoregion

Sangat RendahRendah Ha % 3.384.929,95 85,21 2.296.820,82 88,25 1.115.159,35 65,24 3.098.889,55 90,15 147.455,13 7,41 34,75 0,00 7.459.608,67 100,00

Dataran Aluvial Dataran Fluvio Gunungapi Dataran Fluviomarin Dataran Kaki Gunungapi Kaki Gunungapi Kerucut dan Lereng Gunungapi Lahan Gambut (Peat Land) Lembah antar perbukitan/ Pegunungan Lipatan 6.135.712,31 (Intermountain Basin) Lembah antar Perbukitan/ 1.003.642,64 Pegunungan patahan (Terban) Pegunungan Denudasional 1.759.691,38 Pegunungan Lipatan 1.565.186,69 Pegunungan Patahan 223.686,55 Perbukitan Denudasional 81.819,75 Perbukitan Lipatan 2.124.187,55 Perbukitan Patahan 186.318,40 Pesisir (Coast) 26.899,71 Tubuh Air 0,00 Total 30.610.043,19

85,09 78,69

Sedang Ha 540.200,31 281.919,01 440.711,27 336.866,16 1.446.388,60 171.011,55 0,00

% 13,60 10,83 25,78 9,80 72,66 9,78 0,00

1.069.683,19 14,83 256.887,98

100,00 0,00 25,91 4.476.316,20 8,45 376.650,96 100,00 0,00 65,99 1.094.816,97 13,17 364.950,73 3,86 235.258,36 0,00 10.011,60 64,54 11.101.672,88

20,14

Tinggi-Sangat Tinggi Ha % 47.280,18 1,19 23.904,52 0,92 153.528,24 8,98 1.711,21 0,05 396.678,71 19,93 1.578.076,74 90,22 0,00 0,00

5.740,73

0,08

14.932,44

1,17

0,00 0,00 0,00 74,09 0,00 0,00 14,23 2.046.010,26 77,31 0,00 0,00 0,00 34,01 0,00 0,00 25,80 863.335,34 61,03 33,72 435.542,43 62,43 6,31 148.718,84 93,69 23,41 5.715.459,64 12,05

Ekosistem menyediakan fitur lansekap, keunikan alam, atau nilai tertentu yang menjadi daya tarik wisata. Berbagai macam bentuk bentang alam dan keunikan flora dan fauna serta keanekaragaman hayati yang terdapat dalam ekosistem memberi ciri dan keindahan bagi para wisatawan. Dari sisi ekonomi, akan diperoleh banyak keuntungan bahkan menjadi sumber devisa negara yang besar. Variasi bentangalam berpengaruh besar terhadap nilai jasa budaya rekreasi dan ecotourism. Ekoregion yang terdapat di Pulau Sumatera ada yang dapat memberikan manfaat berupa rekreasi dan ekotourism. Secara umum di Pulau Sumatera lahan yang dapat digunakan rekreasi dan ekotourism dapat dibagi menjadi lahan berpotensi tinggi, sedang, dan rendah. Lahan yang berpotensi tinggi sebagai tempat rekreasi dan ekotourism di Pulau Sumatera memiliki luasan sebesar 5.715.459,64 hektar atau sekitar 12,05% dari keseluruhan lahan yang terdapat di Pulau Sumatera. Lahan yang memiliki potensi sedang sebagaitempat rekreasi dan ekotourism memiliki luasan sebesar 11.101.672,88 hektar atau sekitar 23,41%. Sedangkan lahan yang memiliki potensi

IV-25

rendah memiliki luasan sebesar 30.610.043,19 hektaratau sebesar 64,54% dari keseluruhan lahan yang terdapat di Pulau Sumatera. Sebagian besar lahan yang memiliki potensi tinggi sebagai tempat rekreasi dan ekotourism terletak pada ekoregion Kerucut dan Lereng Gunung Api. Ekoregion ini memiliki kondisi udara yang sejuk yang cocok untuk dimanfaatkan sebagai daerah wisata. Selain itu, kawasan ekoregion ini sebagian besar masih berhutan lebat dan memiliki keanekaragaman hayati yang sangat tinggi. Berbagai flora dan fauna langka banyak terdapat pada ekoregion ini. Sebagian besar lahan yang memiliki potensi rendah untuk tempat rekreasi dan ekotourism terletak di Pegunungan dan Perbukitan Denudasional serta lahan gambut. Tabel 4.15 Distribusi Luas dan Peran Jasa Ekosistem Budaya Estetika Ekoregion Dataran Aluvial Dataran Fluvio Gunungapi Dataran Fluviomarin Dataran Kaki Gunungapi Kaki Gunungapi Kerucut dan Lereng Gunungapi Lahan Gambut (Peat Land) Lembah antar perbukitan/ Pegunungan Lipatan (Intermountain Basin) Lembah antar Perbukitan/ Pegunungan patahan (Terban) Pegunungan Denudasional Pegunungan Lipatan Pegunungan Patahan Perbukitan Denudasional Perbukitan Lipatan Perbukitan Patahan Pesisir (Coast) Tubuh Air Total

Sangat RendahSedang Rendah Ha % Ha % 3.384.814,52 85,21 535.803,31 13,49 2.296.774,56 88,25 281.734,07 10,82 1.111.899,33 65,05 418.796,87 24,50 1.773.150,37 51,58 1.620.908,68 47,15 24,77 0,00 1.450.946,30 72,89 34,75 0,00 0,00 0,00 7.459.608,67 100,00 0,00 0,00

6.134.851,39 85,07 201.307,98 660.809,08

51,81 465.733,63

1.759.691,38 100,00 1.495.529,46 24,75 0,00 0,00 81.819,75 100,00 2.124.187,55 65,99 519.352,60 36,71 100,53 0,01 0,00 0,00 28.802.648,71 60,73

0,00 69.657,23 753.547,01 0,00 593.862,57 179.752,53 297.229,52 11.187,74 6880467.43

Tinggi-Sangat Tinggi Ha % 51.792,61 1,30 24.135,71 0,93 178.702,67 10,45 43.407,86 1,26 539.551,39 27,11 1.749.088,30 100,00 0,00 0,00

2,79

874.976,85

12,13

36,51

148.920,35

11,68

0,00 0,00 1,15 4.476.316,20 28,47 1.892.800,75 0,00 0,00 18,45 500.954,40 12,71 715.499,34 42,60 400.370,44 7,05 147.542,70 14,51 11.744.059,56

0,00 74,09 71,53 0,00 15,56 50,58 57,38 92,95 24,76

Estetika keindahan alam terbentuk dari perpaduan berbagai bentangalam yang masing-masing memiliki keindahan dan keunikan tersendiri. Penyediaan estetika keindahan alam ini bergantung pada kondisi saat ini apakah masih dalam keadaan baik ataukah sudah mengalami banyak kerusakan. Ekoregion yang terdapat di Pulau Sumatera ada yang dapat memberikan manfaat berupa rekreasi dan ekotourism. Secara umum di Pulau Sumatera lahan yang memiliki

IV-26

estetika keindahan alam dapat dibagi menjadi lahan berpotensi tinggi, sedang, dan rendah. Lahan yang berpotensi tinggi yang memiliki estetika keindahan alam di Pulau Sumatera memiliki luasan sebesar 11.744.059,56 hektar atau sekitar 24,76% dari keseluruhan lahan yang terdapat di Pulau Sumatera. Lahan yang memiliki potensi sedang estetika keindahan alam memiliki luasan sebesar 6.880.467,43 hektar atau sekitar 14,51%. Sedangkan lahan yang memiliki potensi rendah memiliki luasan sebesar 28.802.648,71 hektaratau sebesar 60,73% dari keseluruhan lahan yang terdapat di Pulau Sumatera. Sebagian besar lahan yang memiliki potensi tinggi estetika keindahan alam terletak pada ekoregion Kerucut dan Lereng Gunung Api. Kawasan ekoregion ini sebagian besar masih berhutan lebat dan memiliki keanekaragaman hayati yang sangat tinggi. Berbagai flora dan fauna langka banyak terdapat pada ekoregion ini. Sebagian besar lahan yang memiliki potensi rendah estetika keindahan alam terletak di Pegunungan dan Perbukitan Denudasional, serta lahan gambut. 1. Profil Distribusi Daya Dukung Lingkungan Jasa Ekosistem Budaya Menurut Provinsi Tabel 4.16 Distrbusi dan Luas Jasa Ekosistem Tempat Tinggal dan Ruang Hidup Sangat RendahTinggi-Sangat Sedang Rendah Tinggi Provinsi Ha % Ha % Ha % ACEH 4.090.660,05 71,95 402.740,36 7,08 1.192.190,73 20,97 BENGKULU 1.144.887,14 57,66 182.627,56 9,20 658.161,09 33,15 JAMBI 1.932.002,02 39,30 729.808,27 14,84 2.254.811,83 45,86 KEP. BANGKA BELITUNG 1.570.936,23 94,74 79.051,92 4,77 8.097,89 0,49 KEP. RIAU 328.216,16 42,61 231.735,19 30,09 210.247,92 27,30 LAMPUNG 890.943,87 26,42 282.085,56 8,37 2.198.584,72 65,21 RIAU 4.495.593,97 50,32 1.750.777,22 19,60 2.686.932,54 30,08 SUMATERA BARAT 2.806.307,70 66,60 683.023,15 16,21 724.612,41 17,20 SUMATERA SELATAN 3.337.180,78 38,53 1.145.278,67 13,22 4.179.206,12 48,25 SUMATERA UTARA 3.384.360,92 46,81 1.826.698,52 25,26 2.019.415,19 27,93

Berdasarkan data pada tabel dapat diketahui potensi tempat tinggal dan ruang hidup pada masing-masing Provinsi yang terletak di Pulau Sumatera. Provinsi yang memiliki presentase paling besar lahan potensial atau paling tinggi adalah Provinsi Lampung dengan presentase 65,21% atau luasan 2.198.584,72 hektar dari keseluruhan wilayahnya. Berikutnya Provinsi yang juga memiliki presentase lahan potensi tinggi yang besar adalah Provinsi Sumatera Selatan yang memiliki presentase 48,25% atau luasan 4.179.206,12 hektar. Bila dilihat secara spasial Provinsi yang memiliki luasan besar lahan untuk tempat tinggal dan ruang hidup berada di bagian tengah Pulau

IV-27

Sumatera. Hal ini dikarenakan wilayah tengah memiliki topografi yang relatif datar, jika dibandingkan dengan bagian barat dan timur Pulau Sumatera yang kenampakan fisiknya lebih kompleks. Secara khusus di Provinsi Lampung dan Sumatera Selatan juga memiliki lahan pertanian yang cukup luas serta ketersediaan air yang baik. Dimana kedua faktor tersebut merupakan faktor dominan yang menentukan manusia dalam memilih tempat tinggal dan ruang hidup.

IV-28

IV-29

Gambar 4.8 Peta Daya Dukung Lingkungan Jasa Ekosistem Tempat Tinggal dan Ruang Hidup

Sedangkan wilayah yang memiliki lahan potensi rendah sebagai tempat tinggal dan ruang hidup terletak di Kep. Bangka Belitung, dimana sebagian besar wilayah Provinsi ini merupakan lahan berpotensi rendah (94,74%). Wilayah Provinsi lain yang juga banyak memiliki lahan berpotensi rendah sebagai tempat tinggal dan ruang hidup adalah Provinsi Aceh. Provinsi Aceh memilki luasan lahan potensi rendah sebesar 4.090.660,05 hektar, yakni 71,95% dari keseluruhan wilayah Aceh. Hal yang paling mendasar yang menjadi penyebabnya adalah luasan wilayahnya yang didominasi Hutan yang dilindungi dan dibatasi aktivitasnya. Selain itu, di sepanjang wilayah pesisir Sumatera bagian barat juga banyak terdapat lahan berpotensi rendah sebagai tempat tinggal dan ruang hidup. Hal ini dikarenakan wilayah sepanjang Pantai Sumatera bagian barat termasuk dalam zona penunjaman lempeng tektonik yang rawan akan bencana alam. Tabel 4.17 Distrbusi dan Luas Jasa Ekosistem Rekreasi dan Ekotourism Sangat RendahRendah Provinsi Ha % ACEH 2.154.117,92 37,89 BENGKULU 954.631,15 48,08 JAMBI 3.431.027,21 69,78 KEP. BANGKA BELITUNG 1.605.681,95 96,84 KEP. RIAU 615.233,23 79,88 LAMPUNG 2.240.252,87 66,44 RIAU 7.659.240,17 85,74 SUMATERA BARAT 1.482.406,79 35,18 SUMATERA SELATAN 6.878.500,07 79,41 SUMATERA UTARA 3.588.951,84 49,64

IV-30

Sedang Ha 3.269.881,53 322.810,66 1.014.128,93 24.514,69 154.966,04 718.903,92 998.116,79 1.250.058,13 884.854,12 2.463.438,06

% 57,51 16,26 20,63 1,48 20,12 21,32 11,17 29,66 10,22 34,07

Tinggi-Sangat Tinggi Ha % 261.591,69 4,60 708.233,98 35,67 471.465,98 9,59 27.889,40 1,68 0,00 0,00 412.457,35 12,23 275.946,78 3,09 1.481.478,34 35,16 898.311,38 10,37 1.178.084,74 16,29

IV-31

Gambar 4.9 Peta Daya Dukung Lingkungan Jasa Ekosistem Rekreasi dan Ekotourism

Berdasarkan data pada tabel dapat diketahui potensi rekreasi dan ekotourism pada masing-masing Provinsi yang terletak di Pulau Sumatera. Provinsi yang memiliki presentase paling besar lahan potensial atau paling tinggi adalah Provinsi Bengkulu, dimana 35,67% wilayahnya memiliki potensi rekreasi dan ekotourism. Sedangkan Provinsi lain yang juga memiliki luasan lahan besar untuk dapat dimanfaatkan sebagai rekreasi dan ekotourism adalah Provinsi Sumatera Barat dan Sumatera Utara. Masingmasing Provinsi ini memiliki luasan lahan mencapai 1.481.478,34 hektar dan 1.178.084,74 hektar. Provinsi Bengkulu memiliki kawasan hutan yang cukup luas, meskipun hutan bukan merupakan penggunaan lahan yang dominan. Lahan hutan yang masih alami merupakan salah satu destinasi pariwisata yang menarik. Hal yang sama juga nampak di Provinsi Sumatera Barat. Luas kawasan hutan lahan rendah dan lahan tinggi di Provinsi ini mencapai 45,19% dari keseluruhan penggunaan lahan yang ada di Provinsi Sumatera Barat. Sedangkan untuk Provinsi Sumatera Utara bila dilihat dari ekoregion dominannya, yakni Pegunungan Lipatan juga merupakan wilayah yang menarik. Aktivitas tektonik yang dinamis membuat wilayah ini memiliki kenampakan alam yang indah. Selain itu, diwilayah ini juga merupakan habitat berbagai flora dan fauna langka yang terdapat di Sumatera. .Selanjutnya, beberapa Provinsi di Pulau Sumatera juga memiliki presentase dan luasan lahan berpotensi rendah yang besar. Provinsi yang sebagian besar lahan di wilayahnya berpotensi rendah sebagai rekreasi dan ekotourism adalah Kep. Bangka Belitung dengan 96,84% atau seluas 1.605.681,95 hektar. Sedangkan Provinsi yang lain yang juga memiliki presentase lahan berpotensi rendah yang besar adalah Provinsi Riau (85,74%) atau seluas 7.659.240,17 hektar. Tutupan lahan di Provinsi Riau didominasi oleh Lahan Gambut (peat land) yang mencapai 40,65% dari keseluruhan wilayahnya. Pemanfaatan lahan gambut umunya adalah untuk perkebunan, terutama di Provinsi Riau banyak dimanfaatkan untuk penanaman kelapa sawit. Hal ini membuat lahan berpotensi rendah untuk rekreasi dan ekotourism di Provinsi Riau jumlahnya besar.

IV-32

Tabel 4.18 Distrbusi dan Luas Jasa Ekosistem Estetika/Keindahan Alam Sangat RendahSedang Rendah Ha % Ha % ACEH 2.126.878,28 37,41 603.638,05 10,62 BENGKULU 859.241,96 43,27 405.178,65 20,41 JAMBI 3.287.629,33 66,87 396.992,99 8,07 KEP. BANGKA BELITUNG 1.600.472,81 96,53 31.246,89 1,88 KEP. RIAU 615.233,23 79,88 36.703,53 4,77 LAMPUNG 2.032.388,21 60,28 908.688,95 26,95 RIAU 7.634.918,51 85,47 551.305,85 6,17 SUMATERA BARAT 1.461.575,92 34,68 672.727,85 15,96 SUMATERA SELATAN 5.663.437,02 65,39 1.926.991,72 22,25 SUMATERA UTARA 3.520.873,45 48,69 1.346.992,94 18,63

Provinsi

Berdasarkan

data

pada

tabel

dapat

diketahui

Tinggi-Sangat Tinggi Ha % 2.955.074,81 51,97 721.255,19 36,32 1.231.999,80 25,06 26.366,35 1,59 118.262,51 15,35 430.536,98 12,77 747.079,37 8,36 2.079.639,48 49,35 1.071.236,83 12,37 2.362.608,25 32,68

potensi

jasa

budaya

estetika/keindahan alam pada masing-masing Provinsi yang terletak di Pulau Sumatera.Provinsi yang memiliki presentase paling besar lahan potensial atau paling tinggi dalam jasa estetika/keindahan alam adalah Provinsi Aceh dengan presentase lahan berpotensi tinggi sebesar 52,97% atau seluas 2.955.074,81 hektardari keseluruhan wilayahnya. Provinsi berikutnya yang juga memiliki luasan lahan berpotensi tinggi yang besar adalah Provinsi Sumatera Barat (49,35%) dan Sumatera Utara (32,68%).

IV-33

IV-34

Gambar Peta 4.10 Daya Dukung Lingkungan Jasa Ekosistem Estetika/Keindahan Alam

Masing-masing Provinsi tersebut memiliki luasan sebesar 2.079.639,48 hektar dan 2.362.608,25 di Sumatera Utara. Hal yang menjadi faktor pendukung dari ketiga Provinsi tersebut sebagai wilayah yang memiliki estetika/keindahan alam adalah keberadaan kawasan hutan yang cukup luas dan alami. Kawasan hutan yang luas dan alami tidak hanya memiliki beragam jenis flora namun juga beragam jenis fauna. Bahkan, Flora dan Fauna langka pun terdapat oada kawasan hutan di ketiga Provinsi tersebut. Selain itu, sebagian wilayah Provinsi Aceh, Sumatera Barat, dan Sumatera Utara juga terletak pada Pulau Sumatera bagian barat. Dimana, pada wilayah ini merupakan zona penunjaman lempeng tektonik. Hal ini membuat aktivitas tektonik maupun vulkanik di ketiga Provinsi tersebut sangat dinamis. Wilayah dengan aktifitas tektonik dan vulkanik yang dinamis seringkali juga memiliki kenampakan alam dan landskap yang indah. Selanjutnya sebagian Provinsi juga memiliki presentase dan luasan lahan berpotensi rendah yang cukup besar. Kep. Bangka Belitung adalah salah satu Provinsi yang sebagian besar lahannya berpotensi rendah, yakni seluas 1.600.472,81 hektar atau 96,53%. Kep. Bangka Belitung yang didominasi dataran hingga perbukitan denudasional, banyak memiliki bad land. Meskipun begitu, Kep. Bangka Belitung masih memiliki 26.366,35 hektar lahan berpotensi tinggi. Selain itu, Provinsi lain yang juga memiliki lahan berpotensi rendah dengan luasan besar adalah Provinsi Riau dengan 7.634.918,51 hektar, serta Provinsi Sumatera Selatan dengan luasan lahan berpotensi rendah mencapai 5.663.437,02 hektar.

IV-35

2. Indeks Daya Dukung Lingkungan Jasa Ekosistem Budaya Menurut Ekoregion dan Provinsi Tubuh Air Pesisir (Coast) Perbukitan Patahan Perbukitan Lipatan Perbukitan… Pegunungan Patahan Pegunungan Lipatan Pegunungan… Lembah antar… Lembah antar… Lahan Gambut (Peat… Kerucut & Lereng… Kaki Gunungapi Dataran Kaki Gunungapi Dataran Fluviomarin Dataran Fluvio… Dataran Aluvial

ESTETIKA REKREASI EKOTOURISM TEMPAT TINGGAL

0.00 0.50 1.00 1.50 2.00 2.50

Gambar 4.11 Grafik Indeks Daya Dukung Lingkungan Jasa Budaya Tabel 4.19 Indeks Jasa Ekosistem Budaya Menurut Ekoregion Ekoregion Dataran Aluvial Dataran Fluvio Gunungapi Dataran Fluviomarin Dataran Kaki Gunungapi Kaki Gunungapi Kerucut dan Lereng Gunungapi Lahan Gambut (Peat Land) Lembah antar perbukitan/ Pegunungan Lipatan (Intermountain Basin) Lembah antar Perbukitan/ Pegunungan patahan (Terban) Pegunungan Denudasional Pegunungan Lipatan Pegunungan Patahan Perbukitan Denudasional Perbukitan Lipatan Perbukitan Patahan Pesisir (Coast) Tubuh Air

Indeks Daya Dukung Tempat Rekreasi Estetika Tinggal Ekotourism 1,06 0,72 0,76 1,19 0,72 0,73 1,19 0,88 0,84 1,28 0,69 0,72 1,19 0,75 0,80 1,03 1,01 1,16 0,96 0,83 0,79

IV-36

Ratarata

0,85 0,88 0,97 0,89 0,92 1,07 0,86

1,08

0,73

0,81

0,87

1,25

0,77

0,81

1,04 0,90 0,92 1,06 1,07 1,13 0,87 1,02

0,78 1,32 1,28 0,84 0,91 1,08 1,14 1,91

0,83 1,56 1,52 0,91 1,03 1,17 1,08 1,76

0,94 0,88 1,26 1,24 0,93 1,00 1,12 1,03 1,56

Ekosistem memberikan manfaat positif bagi manusia khususnya ruang untuk tinggal dan hidup sejahtera. Ruang hidup ini didukung oleh kemampuan dan kesesuaian lahan yang tinggi sehingga memberikan

dukungan kehidupan baik secara sosial,

ekonomi maupun budaya. Jasa ekosistem sebagai tempat tinggal dan ruang hidup secara sosial sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan fisik dan geografis serta peluang pengembangan wilayah yang lebih besar. Jenis ekoregion yang memberikan jasa ekosistem budaya tempat tinggal dan ruang tinggi adalah ekoregion Dataran Kaki Gunung Api. Ekoregion tersebut merupakan wilayah yang memiliki kondisi geografis yang datar dan ketersediaan air bersih relatif banyak, sehingga cocok untuk pengembangan permukiman. Selain itu, Pembangunan infrastruktur dan sarana prasarana pada ekoregion dataran relatif lebih mudah dan berbiaya rendah karena kondisi geografis yang datar. Berikutnya untuk jasa budaya rekreasi dan ekotourism indeks tertinggi selain pada tubuh air (1,91) terletak pada Ekoregion Pegunungan Lipatan dan Pegunungan Patahan. Nilai indeksnya masing-masing adalah 1,32 dan 1,28. Kedua ekoregion ini memiliki kondisi udara yang sejuk yang cocok untuk dimanfaatkan sebagai daerah wisata. Selain itu, kawasan ekoregion ini sebagian besar masih berhutan lebat dan memiliki keanekaragaman hayati yang sangat tinggi. Berbagai flora dan fauna langka banyak terdapat pada ekoregion ini. Oleh karena itu, ekoregion ini juga memiliki nilai tertinggi indeks estetika/keindahan alam. SUMATERA UTARA SUMATERA SELATAN SUMATERA BARAT RIAU LAMPUNG

Estetika

KEP. RIAU

Rekreasi dan Ekotourism Tempat Tinggal

KEP. BANGKA… JAMBI BENGKULU ACEH 0.00

0.50

1.00

1.50

Gambar 4.12Grafik Indeks Daya Dukung Lingkungan Jasa Budaya Menurut Provinsi

IV-37

Tabel 4.20 Indeks Jasa Ekosistem Budaya Menurut Provinsi Indeks Daya Dukung Tempat Rekreasi Estetika Tinggal Ekotourism

Provinsi ACEH BENGKULU JAMBI KEP. BANGKA BELITUNG KEP. RIAU LAMPUNG RIAU SUMATERA BARAT SUMATERA SELATAN SUMATERA UTARA

0,97 1,02 1,12 1,04 1,10 1,35 0,96 1,07 1,03 1,09

1,16 0,99 0,89 0,76 0,89 0,72 0,83 1,09 0,79 0,89

RataRata

1,15 1,05 0,99 0,87 0,99 0,93 0,89 1,13 0,88 0,99

1,33 1,15 0,95 0,80 0,97 0,72 0,87 1,22 0,84 0,97

Selanjutnya, bila dilihat berdasarkan Provinsi yang terletak di Pulau Sumatera. Provinsi Lampung memiliki indeks tertinggi sebagai wilayah yang cocok untuk tempat tinggal dan ruang hidup. Hal ini tidak terlepas dari wilayah Provinsi Lampung yang didominasi oleh Dataran Kaki Gunung Api. Ekoregion ini merupakan wilayah dataran yang sangat subur dan berudara sejuk yang cocok untuk dijadikan tempat tinggal dan ruang hidup khususnya untuk pertanian dan pemukiman. Sedangkan untuk jasa ekosistem rekreasi dan ekotourism serta estetika/keindahan alam yang memiliki nilai indeks tertinggi adalah Provinsi Aceh. Untuk nilai jasa ekosistem rekreasi dan ekotourism nilai indeksnya adalah 1,16, sedangkan untuk estetika/ keindahan alam nilai indeknya adalah 1,33. Hal ini tidak terlepas dari luasnya lahan hutan alami yang ada di Provinsi Aceh yang baik untuk destinasi pariwisata. 4.3. Profil Daya Dukung Lingkungan Jasa Ekosistem Pendukung 1. Profil Distribusi Daya Dukung Lingkungan Jasa Ekosistem Pendukung Menurut Ekoregion Tabel 4.21Distribusi Luas dan Peran Jasa Ekosistem Pendukung Pembentukan Lapisan Tanahdan Pemeliharaan Ekoregion Dataran Aluvial Dataran Fluvio Gunungapi Dataran Fluviomarin Dataran Kaki Gunungapi Kaki Gunungapi Kerucut dan Lereng Gunungapi

Sangat RendahRendah Ha % 138.442,84 3,49 216.347,13 8,31 126.896,46 7,42 345.277,50 10,04 67.384,24 3,39 619.230,10 35,40

IV-38

Sedang Ha % 122.594,47 3,09 54.300,79 2,09 128.667,52 7,53 84.263,19 2,45 954.738,06 47,96 442.368,32 25,29

Tinggi-Sangat Tinggi Ha % 3.711.373,13 93,43 2.331.996,42 89,60 1.453.834,89 85,05 3.007.926,22 87,50 968.400,15 48,65 687.524,62 39,31

Ekoregion Lahan Gambut (Peat Land) Lembah antar perbukitan/ Pegunungan Lipatan (Intermountain Basin) Lembah antar Perbukitan/ Pegunungan patahan (Terban) Pegunungan Denudasional Pegunungan Lipatan Pegunungan Patahan Perbukitan Denudasional Perbukitan Lipatan Perbukitan Patahan Pesisir (Coast) Tubuh Air Total

Sangat RendahSedang Rendah Ha % Ha % 508.017,68 6,81 5.090.319,51 68,24

Tinggi-Sangat Tinggi Ha % 1.861.271,49 24,95

382.799,40

5,31 1.821.270,58 25,26

5.007.066,25 69,44

70.008,63

5,49

548.122,99 42,97

1.426.366,90 81,06 326.459,56 18,55 772.374,21 12,78 794.285,18 13,15 365.320,29 13,80 413.556,26 15,63 33.077,97 40,43 35.208,30 43,03 994.921,93 30,91 1.140.785,00 35,44 355.085,58 25,10 362.776,50 25,65 159.133,51 22,81 162.192,65 23,25 158.469,73 99,84 260,71 0,16 6.739.154,07 14,21 12.482.169,59 26,32

657.331,44 51,54 6.864,92 0,39 4.474.843,51 74,07 1.867.471,21 70,57 13.533,48 16,54 1.083.297,59 33,65 696.742,38 49,25 376.374,34 53,94 0,00 0,00 28.205.852,04 59,47

Ekosistem memberikan jasa pendukung berupa pembentukan lapisan tanah dan pemeliharaan kesuburan yang bervariasi antar lokasi. Lokasi yang memiliki jenis batuan cepat lapuk, dengan kondisi curah hujan dan penyinaran matahari yang tinggi akibat bentuk permukaan bumi, serta didukung oleh keberadaan organisme dalam tanah dan tumbuhan penutup tanah menyebabkan proses pembentukan tanah semakin cepat. Ekoregion yang terdapat di Pulau Sumatera ada yang dapat memberikan manfaat berupa pembentukan lapisan tanah dan pemeliharaan. Secara umum di Pulau Sumateralahan yang dapat mendukung pembentukan lapisan tanah dan pemeliharaan dapat dibagi menjadi lahan berpotensi tinggi, sedang, dan rendah. Lahan yang berpotensi tinggi mendukung pembentukan lapisan tanah dan pemeliharaan di Pulau Sumatera memiliki luasan sebesar 28.205.852,04 hektar atau sekitar 59,47% dari keseluruhan lahan yang terdapat di Pulau Sumatera. Lahan yang memiliki potensi sedang sebagai pendukungpembentukan lapisan tanah dan pemeliharaan memiliki luasan sebesar 12.482.169,59 hektar atau sekitar 26,32% Sedangkan lahan yang memiliki potensi rendah memiliki luasan sebesar 6.739.154,07 hektar atau sebesar 14,21% dari keseluruhan lahan yang terdapat di Pulau Sumatera. Sebagian besar lahan yang memiliki potensi tinggi mendukung pembentukan lapisan tanah dan pemeliharaan terletak pada ekoregion Dataran Aluvial, dan Dataran Fluvio Gunung Api. Secara genetik, material penyusun dataran aluvial umumnya berupa aluvium dengan komposisi pasir, debu, dan lempung yang relatif seimbang dengan sumber sangat bergantung kepada kondisi geologi daerah hulu, yang terbentuk akibat

IV-39

aktivitas pengendapan aliran sungai. Ekoregion ini terbentuk oleh proses pengendapan fluvial (aliran sungai), yang membentuk struktur berlapis horisontal dan tersortasi dengan baik (lapisan dengan material kasar di bagian bawah, dan semakin ke atas semakin halus), serta lapisan umumnya tebal. Kondisi hidrologi satuan ini dibangun oleh material aluvium yang mampu membentuk akuifer yang potensial, dengan dukungan morfologi yang datar, maka menyebabkan cadangan atau ketersediaan airtanah dangkal sangat potensial, sehingga membentuk resevoir airtanah atau cekungan hidrogeologi. Tanah di ekoregion ini sangat potensial untuk pertanian. Sedangkan Dataran Fluvio Gunung Api merupakan wilayah dengan topografi datar dan terbentuk dari proses pengendapan fluvial. Material penyusun umumnya banyak dipengaruhi oleh hasil erupsi gunung api. Proses perkembangan tanah tergolong cukup lanjut yang dapat membentuk tanah aluvial dan tanah andosol. Kedua jenis tanah ini merupakan tanah yang subur dengan kandungan hara tinggi.Sebagian besar lahan yang memiliki potensi rendah mendukung pembentukan lapisan tanah dan pemeliharaan terletak di Pegunungan Denudasional. Tabel 4.22 Distribusi Luas dan Peran Jasa Ekosistem Pendukung Siklus Hara Ekoregion Dataran Aluvial Dataran Fluvio Gunungapi Dataran Fluviomarin Dataran Kaki Gunungapi Kaki Gunungapi Kerucut dan Lereng Gunungapi Lahan Gambut (Peat Land) Lembah antar perbukitan/ Pegunungan Lipatan (Intermountain Basin) Lembah antar Perbukitan/ Pegunungan patahan (Terban) Pegunungan Denudasional Pegunungan Lipatan Pegunungan Patahan Perbukitan Denudasional Perbukitan Lipatan Perbukitan Patahan Pesisir (Coast) Tubuh Air Total

Sangat RendahTinggi-Sangat Sedang Rendah Tinggi Ha % Ha % Ha % 257.667,46 6,49 60.590,68 1,53 3.654.152,30 91,99 216.347,13 8,31 35.622,40 1,37 2.350.674,81 90,32 146.260,32 8,56 747.478,05 43,73 815.660,50 47,72 345.277,50 10,04 82.328,74 2,40 3.009.860,67 87,56 67.214,69 3,38 1.509.879,20 75,85 413.428,55 20,77 1.061.598,42 60,69 687.524,62 39,31 0,00 0,00 2.455.363,24 32,92 4.874.526,42 65,35 129.719,01 1,74 377.660,73

5,24 5.816.056,67 80,65 1.017.418,82 14,11

68.778,43 1.478.514,26 1.564.612,36 778.314,83 64.089,76 2.117.284,25 631.194,52 274.455,58 2.593,67 11,907.227,16

5,39 1.044.819,80 81,92 161.864,83 12,69 84,02 281.177,13 15,98 0,00 0,00 25,90 521.275,03 8,63 3.955.615,50 65,47 29,41 1.868.032,93 70,59 0,00 0,00 78,33 17.729,99 21,67 0,00 0,00 65,77 597.917,42 18,57 503.802,85 15,65 44,62 721.915,87 51,03 61.494,07 435 39,34 213.008,81 30,53 210.236,09 30,13 1,63 17.903,81 11,28 138.232,95 87,09 25,11 19.097.787,58 40,27 16.422.160,96 34,63

IV-40

Hara diperlukan untuk produksi bahan organik baik pada tingkat trofik produser ataupun konsumer yang umumnya berada dalam lingkungan abiotik dengan konsentrasi yang lebih rendah dari pada yang dibutuhkan untuk aktivitas pertumbuhan. Meskipun begitu, organisme di dalam ekosistem yang tua seperti hutan berisi hara dalam konsentrasi dengan jumlah yang besar dan bernilai. Kenyataan di lapangan, proses akumulasi dan konservasi hara begitu efisien, sehingga komunitas tumbuhan tidak harus terganggu untuk jangka waktu yang lama mungkin menjadi relatif independen terhadap hara mineral dalam tanah untuk memenuhi kebutuhannya. Kebutuhan hara mereka dapat dipenuhi secara cukup dari atmosfir maupun dari akumulasi hara di dalam biomasa hidup maupun yang mati dari sistem yang bersangkutan. Siklus hara dalam ekosistem itu sifatnya kompleks. Siklus beberapa elemen lebih banyak terjadi antara organisme hidup dan atmosfir, sedang siklus elemen lain umumnya terjadi antara organisme hidup dan tanah. Untuk beberapa elemen mengikuti kedua siklus tersebut. Ada juga siklus yang terjadi secara internal di dalam tumbuhan dan hewan yang mengubah hara di dalam individu organisme. Proses dari serapan hara, akumulasi hara pada tubuh tumbuhan dan kembali ke tanah melalui siklus yang bervarisi sesuai dengan kondisi tumbuhan, iklim dan jenis tanahnya sendiri pada akhirnya berpengaruh terhadap kesuburan tanah dan tingkat produksi pertanian yang tinggi. Ekoregion yang terdapat di Pulau Sumatera ada yang dapat memberikan manfaat berupa pendukung siklus hara. Secara umum di Pulau Sumatera lahan yang dapat mendukung siklus hara dapat dibagi menjadi lahan berpotensi tinggi, sedang, dan rendah. Lahan yang berpotensi tinggi mendukung siklus hara di Pulau Sumatera memiliki luasan sebesar 16.422.160,96 hektar atau sekitar 34,63% dari keseluruhan lahan yang terdapat di Pulau Sumatera. Lahan yang memiliki potensi sedang sebagai pendukungsiklus hara memiliki luasan sebesar 19.097.787,58 hektar atau sekitar 40,27% Sedangkan lahan yang memiliki potensi rendah memiliki luasan sebesar hektaratau sebesar dari keseluruhan lahan yang terdapat di Pulau Sumatera. Sebagian besar lahan yang memiliki potensi tinggi mendukung siklus hara terletak pada ekoregion Dataran Aluvial dan Dataran Fluvio Gunung Api. Lahan di kedua dataran tersebut mengandung kandungan mineral yang tinggi sebagai hasil pengendapan material subur. Selain itu, curah hujan dan intensitas penyinaran matahari juga tinggi di kedua dataran ini. Faktor-faktor tersebut melancarkan siklus hara sehingga

IV-41

tanah relatif suburSebagian besar lahan yang memiliki potensi rendah mendukung siklus hara terletak pada Pegunungan dan Perbukitan Denudasional Tabel 4.23 Distribusi Luas dan Peran Jasa Ekosistem Pendukung Produksi Primer Ekoregion Dataran Aluvial Dataran Fluvio Gunungapi Dataran Fluviomarin Dataran Kaki Gunungapi Kaki Gunungapi Kerucut dan Lereng Gunungapi Lahan Gambut (Peat Land) Lembah antar perbukitan/ Pegunungan Lipatan (Intermountain Basin) Lembah antar Perbukitan/ Pegunungan patahan (Terban) Pegunungan Denudasional Pegunungan Lipatan Pegunungan Patahan Perbukitan Denudasional Perbukitan Lipatan Perbukitan Patahan Pesisir (Coast) Tubuh Air Total

Sangat RendahSedang Rendah Ha % Ha 259.563,04 6,53 0,00 251.969,53 9,68 0,00 146.260,32 8,56 646.881,20 427.606,24 12,44 1.571.262,84 67.214,69 3,38 1.288.062,20 841.032,59 48,08 220.565,83 2.152.684,32 28,86 1.779.305,91

% 0,00 0,00 37,84 45,71 64,71 12,61 23,85

3.158.898,39 43,81 3.148.633,99

43,66

903.603,86

12,53

35,97

156.437,45

12,27

660.246,52

51,77

1.432.487,13 1.317.403,17 613.241,34 61.746,43 1.564.627,08 599.054,49 121.448,78 4.625,17 13.680.109,24

458.779,08

Tinggi-Sangat Tinggi Ha % 3.712.847,40 93,47 2.350.674,81 90,32 916.257,35 53,60 1.438.597,83 41,85 635.245,56 31,91 687.524,62 39,31 3.527.618,45 47,29

243.781,88 81,41 83.422,37 4,74 21,81 248.628,67 4,12 4.475.471,05 23,17 165.606,79 6,26 1.867.499,63 13.533,48 75,47 6.539,84 7,99 48,61 561.402,21 17,44 1.092.975,24 782.288,13 42,35 33.261,84 2,35 17,41 235.444,14 33,75 340.807,57 138.272,76 2,91 15.832,50 9,97 28,84 10.463.629,40 22,06 23.283.437,06

13,85 74,08 70,57 16,54 33,95 55,30 48,85 87,11 49,09

Ekosistem dapat berfungsi sebagai penghasil oksigen dan pengikat karbon. Keberadaan vegetasi seperti hutan yang menyerap karbondioksida untuk pembuatan makanan melalui proses fotosintesis menghasilkan oksigen yang diperlukan makhluk hidup di bumi untuk beraktivitas dan memungkinkan tumbuhnya banyak habitat spesies. Jasa produksi oksigen bervariasi antarlokasi dan berhubungan erat dengan keberadaan vegetasi dan hutan. Ekoregion yang terdapat di Pulau Sumatera ada yang dapat memberikan manfaat berupa pendukung produksi primer. Secara umum di Pulau Sumatera lahan yang dapat mendukung siklus hara dapat dibagi menjadi lahan berpotensi tinggi, sedang, dan rendah. Lahan yang berpotensi tinggi mendukung produksi primer di Pulau Sumatera memiliki luasan sebesar 23.283.437,06 hektar atau sekitar 49,09% dari keseluruhan lahan yang terdapat di Pulau Sumatera. Lahan yang memiliki potensi sedang sebagai pendukungproduksi primer memiliki luasan sebesar 10.463.629,40 hektar atau sekitar 22,06% Sedangkan lahan yang memiliki potensi rendah memiliki luasan sebesar

IV-42

13.680.109,24 hektar atau sebesar 28,84% dari keseluruhan lahan yang terdapat di Pulau Sumatera. Sebagian besar lahan yang memiliki potensi tinggi mendukung produksi primer terletak pada ekoregion Dataran Aluvial dan Dataran Fluvio Gunung Api. Kedua ekoregion tersebut merupakan wilayah yang tutupan lahannya didominasi oleh vegetasi. Vegetasi ini dapat berupa hutan, tanaman pertanian, dan sebagainya. Keberadaan berbagai jenis vegetasi merupakan sumber bagi pendukung produksi primer, yakni berupa oksigen yang dihasilkan dari proses fotosintesis tumbuhan. Sebagian besar lahan yang memiliki potensi rendah mendukung produksi primer terletak pada Pegunungan dan Perbukitan Denudasional. Tabel 4.25 Distribusi Luas dan Peran Jasa Ekosistem Pendukung Biodiversitas Ekoregion Dataran Aluvial Dataran Fluvio Gunungapi Dataran Fluviomarin Dataran Kaki Gunungapi Kaki Gunungapi Kerucut dan Lereng Gunungapi Lahan Gambut (Peat Land) Lembah antar perbukitan/ Pegunungan Lipatan (Intermountain Basin) Lembah antar Perbukitan/ Pegunungan patahan (Terban) Pegunungan Denudasional Pegunungan Lipatan Pegunungan Patahan Perbukitan Denudasional Perbukitan Lipatan Perbukitan Patahan Pesisir (Coast) Tubuh Air Total

Sangat RendahRendah Ha % 316.554,65 7,97 251.969,53 9,68 156.006,17 9,13 443.864,36 12,91 67.214,69 3,38

Sedang Ha 3.193.914,22 955.170,98 1.105.702,08 2.856.296,18 955.781,04

% 80,40 36,70 64,68 83,09 48,02

Tinggi-Sangat Tinggi Ha % 461.941,57 11,63 1.395.503,83 53,62 447.690,62 26,19 137.306,38 3,99 967.526,72 48,61

39.757,81

2,27

734.273,63

41,98

975.091,61

55,75

4.714.036,68

63,19

2,645.068,62

35,46

100.503,37

1,35

2.213.158,85

30,69

3.982.239,91

55,22 1.015.737,47

14,09

611.111,01

47,91

502.487,22

39,40

161.864,83

12,69

814.026,38 1.386.152,44 613.241,34 50.948,91 1.563.888,76 594.197,49 32.607,36 2.593,67 13.871.330,09

46,26 22,94 23,17 62,27 48,58 42,00 4,67 1,63 29,25

615.641,54 178,821,33 165.249,42 10.698,53 560.735,13 37.263,39 210.356,01 17.799,29 18.727.498,53

34,99 2,96 6,24 13,08 17,42 2,63 30,15 11,21 39,49

330.023,46 4.476.529,13 1.867.856,99 20.172,30 1.094.380,63 783.143,58 454.737,12 138.337,47 14.828.347,08

18,75 74,10 70,58 24,65 34,00 55,36 65,18 87,15 31,27

Seiring semakin meningkatnya jumlah penduduk, maka meningkat pula kebutuhan sumberdaya alam hayati yang berakibat pada menurunnya sumberdaya alam hayati tersebut apabila tidak dikelola secara lestari atau dikenal dengan degradasi sumberdaya alam dan lingkungan. Oleh karena itu, tuntutan terhadap pengelolaan sumberdaya alam hayati secara berkelanjutan menjadi prioritas. Mengingat, kebutuhan akan sumberdaya alam hayati sangat tergantung pada kondisi suatu wilayah, maka

IV-43

dalam

pelaksanaan

pengelolaannya

diperlukan

pemahaman

terhadap

nilai

kenakeragaman hayati sebagai sumberdaya alam hayati sesuai dengan wilayahnya. Nilai keanekaragaman hayati mencakup tingkat keragamanan dan kelimpahan, sehingga dapat menjadi

acuan

dalam

pengelolaan

kawasan

untuk

mendukung

konservasi

keanekaragaman hayati yang ada di dalam wilayah kelola suatu unit pengelolaan atau unit usaha.Ekosistem telah memberikan jasa keanekaragaman hayati (biodiversity) di antara makhluk hidup dari semua sumber, termasuk diantaranya, daratan, lautan dan ekosistem akuatik lain serta kompleks-kompleks ekologi yang merupakan bagian dari keanekaragamannya; mencakup keanekaragaman di dalam spesies, antara spesies dan ekosistem yang menjadi habitat perkembangbiakan flora fauna. Semakin tinggi karakter biodiversitas maka semakin tinggi fungsi dukungan ekosistem terhadap perikehidupan. Ekoregion yang terdapat di Pulau Sumatera ada yang dapat memberikan manfaat berupa pendukung biodiversitas. Secara umum di Pulau Sumatera lahan yang dapat mendukung biodiversitas dapat dibagi menjadi lahan berpotensi tinggi, sedang, dan rendah. Lahan yang berpotensi tinggi mendukung biodiversitas di Pulau Sumatera memiliki luasan sebesar 14.828.347,08 hektar atau sekitar 31,27% dari keseluruhan lahan yang terdapat di Pulau Sumatera. Lahan yang memiliki potensi sedang sebagai pendukung biodiversitas memiliki luasan sebesar 18.727.498,53 hektar atau sekitar 39,49%. Sedangkan lahan yang memiliki potensi rendah memiliki luasan sebesar 13.871.330,09 hektar atau sebesar 29,25% dari keseluruhan lahan yang terdapat di Pulau Sumatera. Sebagian besar lahan yang memiliki potensi tinggi mendukung biodiversitas terletak pada ekoregion Pegunungan Lipatan dan Pegunungan Patahan. Kedua ekoregion ini terbentuk dari asal proses struktural. Kedua pegunungan ini sebagian besar masih berhutan lebat dan umumnya termasuk kawasan hutan lindung atau hutan suaka alam. Kedua ekoregion ini juga merupakan tempat hidup berbagai flora dan fauna, termasuk flora dan fauna langka yang ada di Pulau Sumatera. Sebagian besar lahan yang memiliki potensi rendah mendukung biodiversitas terletak pada ekoregion Lahan Gambut dan Perbukitan Denudasional.

IV-44

2. Profil Distribusi Daya Dukung Lingkungan Jasa Ekosistem Pendukung Menurut Provinsi Tabel 4.26 Distrbusi dan Luas Jasa Ekosistem Pendukung Pembentukan Lapisan Tanah dan Pemeliharaan Sangat RendahRendah Ha % ACEH 485.531,24 8,54 BENGKULU 147.720,09 7,44 JAMBI 366.633,37 7,46 KEP. BANGKA BELITUNG 1.344.632,32 81,10 KEP. RIAU 208.161,95 27,03 LAMPUNG 881.919,20 26,16 RIAU 449.719,50 5,03 SUMATERA BARAT 758.783,48 18,01 SUMATERA SELATAN 720.049,92 8,31 SUMATERA UTARA 1.376.003,01 19,03

Provinsi

Sedang Ha 1.036.472,80 454.388,86 1.999.520,67 259.336,47 274.826,78 473.679,38 2.642.023,82 708.431,81 2.651.229,94 1.982.259,06

% 18,23 22,88 40,67 15,64 35,68 14,05 29,57 16,81 30,61 27,42

Tinggi-Sangat Tinggi Ha % 4.163.587,10 73,23 1.383.566,84 69,68 2.550.468,08 51,87 54.117,25 3,26 287.210,54 37,29 2.016.015,57 59,79 5.841.560,42 65,39 2.746.727,97 65,18 5.290.385,71 61,08 3.872.212,56 53,55

Berdasarkan data pada tabel dapat diketahui potensi jasa pendukung pembentukan lapisan tanah dan pemeliharaan pada masing-masing Provinsi yang terletak di Pulau Sumatera. Provinsi yang memiliki presentase paling besar lahan potensial atau paling tinggi adalah Provinsi Aceh, dimana 73,23% dari wilayahnya merupakan lahan berpotensi tinggi. Luasan lahan tersebut mencapai 4.163.587,10 hektar. Selanjutnya, Provinsi yang juga memiliki luasan lahan berpotensi tinggi besar adalah Provinsi Riau dan Sumatera Selatan. Masing-masing luasanya adalah 5.841.560,42 hektar dan 5.290.385,71 hektar. Provinsi Aceh memiliki luasan hutan yang besar dan masih alami. Hutan menyediakan kondisi alami yang mendukung pembentuk lapisan tanah dan pemeliharaan kesuburan. Ranting pohon, sampah daun, atau bangkai binatang menjadi pupuk alami untuk tumbuhan di hutan.Pegunungan dan perbukitan masih banyak terdapat batuan induk sebagai tersedia bahan untuk pelapukan batuan.

IV-45

IV-46

Gambar 4.13 Peta Daya Dukung Lingkungan Jasa Ekosistem Pendukung Pembentukan Lapisan Tanah dan Pemeliharaan

Batuan induk diendapkan oleh aliran sungai di wilayah hulu karena mempunyai bobot yang berat. Curah hujan dan intensitas penyinaran matahari di pegunungan yang relatif tinggi menjadi faktor pembentukan tanah. Sedangkan Provinsi Riau dan Sumatera Selatan selain juga memiliki kawasan hutan, kedua Provinsi ini didominasi oleh ekoregion lahan gambut (peat land). Tanah gambut terbentuk dari timbunan sisasisa tanaman yang telah mati, baik yang sudah lapuk maupun belum. Timbunan terus bertambah karena proses dekompisisi terhambat oleh kondisi anaerob dan/atau kondisi lingkungan lainnya yang menyebabkan rendahnya tingkat perkembangan biota pengurai. Selanjutnya beberapa wilayah juga memiliki presentase lahan berpotensi rendah yang cukup besar dalam pembentukan lapisan tanah dan pemeliharaan. Provinsi yang paling besar lahan potensi rendahnya adalah Kep. Bangka Belitung dengan luasan mencapai

1.344.632,32

hektar.

Adanya

proses

denudasional

yang

berlanjut

mengakibatkan mineral-mineral primer dalam tanah banyak yang tercuci atau tertransformasi menjadi mineral sekunder. Tanah pada wilayah ini juga mudah mengalami longsor saat kejenuhan tinggi, terutama pada daerah-daerah miring. Tabel 4.27 Distrbusi dan Luas Jasa Ekosistem Pendukung Siklus Hara Sangat RendahRendah Ha % ACEH 1.151.494,25 20,25 BENGKULU 524.635,95 26,42 JAMBI 771.343,17 15,69 KEP. BANGKA BELITUNG 1.415.258,86 85,35 KEP. RIAU 276.632,46 35,92 LAMPUNG 1.008.495,54 29,91 RIAU 1.443.103,10 16,15 SUMATERA BARAT 1.176.858,05 27,93 SUMATERA SELATAN 1.948.406,58 22,49 SUMATERA UTARA 2.190.999,19 30,30

Provinsi

IV-47

Sedang Ha 1.269.262,58 973.625,38 2.778.242,94 212.063,43 361.851,22 619.355,51 5.084.512,68 1.888.593,45 3.396.458,43 2.513.821,97

% 22,32 49,03 56,51 12,79 46,98 18,37 56,92 44,82 39,21 34,77

Tinggi-Sangat Tinggi Ha % 3.264.834,31 57,42 487.414,46 24,55 1.367.036,02 27,80 30.763,75 1,86 131.715,59 17,10 1.743.763,09 51,72 2.405.687,95 26,93 1.148.491,76 27,25 3.316.800,56 38,29 2.525.653,48 34,93

IV-48

Gambar 4.14 Peta Daya Dukung Lingkungan Jasa Ekosistem Pendukung Siklus Hara

Berdasarkan data pada tabel dapat diketahui potensi jasa pendukung siklus hara pada masing-masing Provinsi yang terletak di Pulau Sumatera. Provinsi yang memiliki presentase paling besar lahan potensial atau paling tinggi adalah Provinsi Aceh dengan luasan 3.264.834,31 hektar atau sekitar 57,42% dari keseluruhan wilayahnya. Provinsi lain yang juga memiliki luasan lahan berpotensi besar adalah Provinsi Lampung dan Provinsi Sumatera Selatan dengan masing masing luasan lahannya adalah 1.743.763,09 hektar (51,72%) dan 3.316.800,56 hektar (38,29%). Siklus hara adalah suatu proses suplai dan penyerapan dari senyawa kimia yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan metabolisme. Hara essensial yang dibutuhkan oleh tumbuhan tinggi adalah unsur bahan anorganik alam. Kebutuhan akan bahan anorganik bagi tumbuhan tinggi (pohon) membedakannya dengan organisme lainnya seperti manusia, hewan dan beberapa mikroorganisme yang membutuhkan bahan makanan organik (Mengel et al,. 1987). Menurut Binkley (1987) bahwa proses siklus hara mencakup proses mikroklimat, kualitas kimia dari bahan organik, status kimia dari tanah dan aktivitas binatang. Kawasan hutan yang ada di ketigaProvinsi tersebut merupakan tempat sempurna untuk siklus hara. Proses fotosintesis di hutan berjalan dengan baik karena kondisi lingkungan yang masih alami. Vegetasi yang rapat, intensitas penyinaran matahari dan udara yang relatif bersih menjadi syarat untuk proses fotosintesis. Kandungan klorofil tumbuhan di hutan yang tinggi karena proses pertumbuhan relatif alami. Siklus hara yang berjalan dengan baik membuat tanah di kawasan hutan relatif lebih subur. Lahan berpotensi tinggi juga terdapat di dataran rendah yang dimanfaatkan untuk persawahan. Selanjutnya, untuk Provinsi yang memiliki luasan lahan berpotensi rendah adalah Kep. Bangka Belitung yang 85,35% wilayahnya merupakan lahan berpotensi rendah. Proses denudasional, erosi lereng, dan gerakan massa batuan yang potensial terjadi menjadi penghambat proses terjadinya siklus hara.

IV-49

IV-50

Gambar 4.15 Peta Daya Dukung Lingkungan Jasa Ekosistem Pendukung Produksi Primer

Tabel 4.28 Distrbusi dan Luas Jasa Ekosistem Pendukung Produksi Primer Sangat RendahRendah Ha % ACEH 1.204.900,51 21,19 BENGKULU 346.104,39 17,43 JAMBI 1.874.581,44 38,13 KEP. BANGKA BELITUNG 1.367.471,92 82,47 KEP. RIAU 442.967,03 57,51 LAMPUNG 1.119.832,86 33,21 RIAU 1.964.646,84 21,99 SUMATERA BARAT 1.121.522,12 26,61 SUMATERA SELATAN 1.901.263,59 21,95 SUMATERA UTARA 2.336.818,54 32,32 Provinsi

Sedang Ha 582.896,35 438.291,18 889.325,64 104.098,94 74.207,67 1.349.455,71 1.667.270,45 620.732,45 3.119.808,78 1.617.542,23

% 10,25 22,07 18,09 6,28 9,63 40,02 18,66 14,73 36,02 22,37

Tinggi-Sangat Tinggi Ha % 3.897.794,28 68,56 1.201.280,22 60,50 2.152.715,04 43,78 186.515,19 11,25 253.024,56 32,85 902.325,58 26,76 5.301.386,44 59,34 2.471.688,69 58,66 3.640.593,20 42,03 3.276.113,87 45,31

Berdasarkan data pada tabel dapat diketahui potensi jasa pendukung produksi primer pada masing-masing Provinsi yang terletak di Pulau Sumatera. Provinsi yang memiliki presentase paling besar lahan potensial atau paling tinggi adalah Provinsi Aceh dengan luasan 3.897.794,28 hektar atau mencapai 68.56% dari keseluruhan wilayahnya. Aceh merupakan salah satu Provinsi yang memiliki kawasan hutan terluas di Pulau Sumatera. Kawasan hutan lahan rendah, hutan lahan tinggi, serta hutan tanaman di Provinsi Aceh dengan luasan yang besar berpotensi sangat tinggi untuk menghasilkan oksigen. Hutan terdiri dari vegetasi yang rapat dan memiliki tajuk yang luas, sehingga menghasilkan oksigen relatif banyak. Hutan juga menjadi habitat bagi flora fauna karena kondisi lingkungan yang masih terjaga dan alami. Hal ini mendukung untuk penyediaan primer bagi kehidupan mahluk hidup termasuk manusia. Sedangkan Provinsi lain yang juga memiliki luasan lahan berpotensi tinggi yang besar adalah Provinsi Riau. Luasan lahan berpotensi tinggi di Provinsi ini mencapai 5.301.386,44 hektar. Oksigen tidak hanya dihasilkan oleh kawasan hutan namun juga vegetasi rapat. Provinsi Riau memiliki lahan gambut yang luas yang juga dimanfaatkan sebagai perkebunan. Dengan vegetasi tanaman perkebunan yang rapat juga merupakan salah satu pendukung produksi primer. Tidak semua Provinsi di Pulau Sumatera didominasi oleh lahan berpotensi tinggi dalam mendukung produksi primer. Provinsi yang memiliki luasan lahan berpotensi rendah cukup besar adalah Kep. Bangka Belitung, dimana 82,47% wilayahnya merupakan lahan berpotensi rendah. Selain itu, meskipun memiliki luasan lahan berpotensi tinggi dan sedang cukup besar, namun Provinsi Riau, Provinsi Sumatera Barat, dan Provinsi Lampung juga memiliki luasan lahan berpotensi rendah cukup

IV-51

besar. Hal ini terutama pada wilayah-wilayah yang jarang vegetasi, yakni perkotaan yang padat penduduk dan bangunan. Intervensi manusia yang begitu besar membuat sebagian wilayah di ketiga Provinsi tersebut menjadi rendah dalam mendukung produksi primer. Tabel 4.29 Distrbusi dan Luas Jasa Ekosistem Pendukung Biodiversitas Provinsi ACEH BENGKULU JAMBI KEP. BANGKA BELITUNG KEP. RIAU LAMPUNG RIAU SUMATERA BARAT SUMATERA SELATAN SUMATERA UTARA

Sangat RendahRendah Ha % 1.223.058,05 21,51 310.542,76 15,64 2.034.594,40 41,38 768.683,62 46,36 310.869,17 40,36 951.209,02 28,21 2.898.921,41 32,45 1.091.144,20 25,89 2.223.638,75 25,67 2.058.668,72 28,47

Sedang Ha 1.259.225,78 854.824,73 1.538.328,64 620.892,23 182.734,14 1.906.833,00 4.721.471,57 815.635,93 4.265.692,85 2.561.859,66

% 22,15 43,05 31,29 37,45 23,73 56,56 52,85 19,36 49,25 35,43

Tinggi-Sangat Tinggi Ha % 3.203.307,32 56,34 820.308,30 41,31 1.343.699,08 27,33 268.510,19 16,19 276.595,96 35,91 513.572,13 15,23 1.312.910,75 14,70 2.307.163,13 54,75 2.172.333,97 25,08 2.609.946,25 36,10

Berdasarkan data pada tabel dapat diketahui potensi jasa pendukung biodiversitas pada masing-masing Provinsi yang terletak di Pulau Sumatera. Provinsi yang memiliki presentase paling besar lahan potensial atau paling tinggi adalah Provinsi Aceh dengan presentase 56,34% atau seluas 3.203.307,32 hektar. Sedangkan Provinsi selanjutnya yang juga memiliki luasan lahan berpotensi tinggi besar adalah Provinsi Sumatera Barat dengan luasan 2.307.163,13 atau 54,75% dari keseluruhan luas wilayahnya. Keanekaragamandi antara makhluk hidup dari semua sumber, termasuk diantaranya, daratan, lautan dan ekosistem akuatik lain serta kompleks-kompleks ekologi yang merupakan bagian dari keanekaragamannya; mencakup keanekaragaman di dalam spesies, antara spesies dan ekosistem. Biodiversitas atau keanekaragaman hayati suatu wilayah tergantung dari kondisi lingkungannya. Baik Provinsi Aceh

IV-52

IV-53

Gambar 4.16 Peta Daya Dukung Lingkungan Jasa Ekosistem Pendukung Biodiversitas

maupun Provinsi Sumatera Barat merupakan wilayah yang memiliki pegunungan dan perbukitan dengan kawasan hutan yang luas dan masih terjaga keasliannya. Hutan merupakan tempat sempurna untuk melestarikan keanekaragaman hayati. Ekosistem hutan menyediakan situasi dimana flora dan fauna dapat bertahan hidup dan berkembang biak dengan baik.Hal ini seperti udara yang bersih, ketersediaan air yang melimpah, zat hara, bahan makanan dan sebagainya. Hal tersebut menyebabkan beragamnya jenis flora dan fauna di kawasan hutan. Selain ada Provinsi yang memiliki lahan berpotensi tinggi luas, terdapat pula Provinsi yang sebagian besar wilayahnya merupakan lahan berpotensi rendah dalam mendukung biodiversitas atau keanekaragaman hayati. Diantaranya adalah Provinsi Kep. Bangka Belitung, Provinsi Jambi dan Provinsi Riau. Kep. Bangka Belitung didominasi oleh ekoregion dataran dan perbukitan denudasional, umumnya tutupan lahan vegetasi di ekoregion ini tidak dominan. Provinsi Jambi dan Provinsi Riau tutupan lahannya didominasi oleh vegetasi yang berupa perkebunan dan pertanian. Umumnya pada wilayah ini vegetasi yang ada berjenis sama, sehingga keragaman baik flora maupun faunanya tergolong rendah.

3. Indeks Daya Dukung Lingkungan Jasa Ekosistem Pendukung Menurut Ekoregion dan Provinsi Tubuh Air Pesisir (Coast) Perbukitan Patahan Perbukitan Lipatan Perbukitan Denudasional Pegunungan Patahan Pegunungan Lipatan Pegunungan Denudasional Lembah antar… Lembah antar… Lahan Gambut (Peat Land) Kerucut & Lereng… Kaki Gunungapi Dataran Kaki Gunungapi Dataran Fluviomarin Dataran Fluvio Gunungapi Dataran Aluvial

BIODIVERSITAS PRODUKSI PRIMER SIKLUS TANAH

0.00 0.50 1.00 1.50 2.00 2.50

Gambar 4.17 Grafik Indeks Daya Dukung Lingkungan Jasa Pendukung

IV-54

Tabel 4.30 Indeks Jasa Ekosistem Pendukung Menurut Ekoregion Ekoregion Dataran Aluvial Dataran Fluvio Gunungapi Dataran Fluviomarin Dataran Kaki Gunungapi Kaki Gunungapi Kerucut dan Lereng Gunungapi Lahan Gambut (Peat Land) Lembah antar perbukitan/ Pegunungan Lipatan (Intermountain Basin) Lembah antar Perbukitan/ Pegunungan patahan (Terban) Pegunungan Denudasional Pegunungan Lipatan Pegunungan Patahan Perbukitan Denudasional Perbukitan Lipatan Perbukitan Patahan Pesisir (Coast) Tubuh Air

Tanah 1,14 1,05 1,06 1,01 1,19 1,66 1,23

Indeks Daya Dukung Siklus Produksi Biodiversitas Hara Primer 0,88 1,01 0,83 0,80 0,84 0,72 0,94 0,92 0,82 0,76 0,83 0,67 0,94 0,97 0,84 1,39 1,48 1,43 1,00 1,08 1,03

Rata Rata

0,97 0,85 0,94 0,82 0,98 1,49 1,08

1,21

0,94

1,09

0,94

1,04

1,15

0,90

0,98

0,86

1,19 2,22 2,17 1,20 1,50 1,65 1,09 0,49

0,97 1,91 1,85 1,01 1,23 1,43 1,32 1,30

1,07 2,10 2,04 1,14 1,39 1,69 1,28 1,18

1,02 2,15 2,08 1,08 1,34 1,74 1,22 1,42

0,97 1,06 2,09 2,04 1,11 1,37 1,63 1,23 1,10

Berdasarkan pada tabel diatas dapat diketahui besaran indeks jasa ekosistem pendukung pada masing-masing ekoregion yang ada di Pulau Sumatera. Nilai indeks tertinggi pada semua jasa ekosistem pendukung terletak pada ekoregion Pegunungan Lipatan dan Pegunungan Patahan. Kedua ekoregion ini terbentuk dari asal proses struktural. Kedua pegunungan ini sebagian besar masih berhutan lebat dan umumnya termasuk kawasan hutan lindung atau hutan suaka alam. Kedua ekoregion ini juga merupakan tempat hidup berbagai flora dan fauna, termasuk flora dan fauna langka yang ada di Pulau Sumatera.

IV-55

SUMATERA UTARA SUMATERA SELATAN SUMATERA BARAT RIAU

Biodiversitas

LAMPUNG

Produksi Primer

KEP. RIAU

Siklus Hara

KEP. BANGKA BELITUNG

Tanah

JAMBI BENGKULU ACEH

0.00

0.50

1.00

1.50

2.00

Gambar 4.18 Grafik Indeks Daya Dukung Lingkungan Jasa Pendukung Menurut Provinsi Tabel 4.31 Indeks Jasa Ekosistem Budaya Menurut Provinsi Provinsi ACEH BENGKULU JAMBI KEP. BANGKA BELITUNG KEP. RIAU LAMPUNG RIAU SUMATERA BARAT SUMATERA SELATAN SUMATERA UTARA

Tanah 1,88 1,66 1,39 1,12 1,33 1,00 1,31 1,72 1,21 1,39

Indeks Daya Dukung Siklus Produksi Biodiversitas Hara Primer 1,60 1,75 1,77 1,32 1,48 1,43 1,16 1,26 1,20 0,92 1,00 0,93 1,18 1,29 1,28 0,84 0,81 0,74 1,06 1,25 1,12 1,46 1,63 1,60 0,94 1,00 0,91 1,16 1,26 1,16

RataRata

1,75 1,47 1,25 0,99 1,27 0,85 1,18 1,60 1,01 1,24

Bila dilihat dari nilai indeks setiap Provinsi, untuk semua jasa pendukung terdapat di Provinsi Aceh. Provinsi Aceh kenampakan alamnya didominasi oleh wilayah pegunungan dan perbukitan. Selain itu, penggunaan lahan dominan di Aceh adalah berupa hutan. Hutan menyediakan kondisi alami yang mendukung pembentuk lapisan tanah dan pemeliharaan kesuburan. Ranting pohon, sampah daun, atau bangkai binatang menjadi pupuk alami untuk tumbuhan di hutan. Pegunungan dan perbukitan masih banyak terdapat batuan induk sebagai tersedia bahan untuk pelapukan batuan. Batuan induk diendapkan oleh aliran sungai di wilayah hulu karena mempunyai bobot yang berat. Curah hujan dan intensitas penyinaran matahari di pegunungan yang relatif tinggi

IV-56

menjadi faktor pembentukan tanah. Hutan juga merupakan tempat hidup berbagai flora dan fauna, termasuk flora dan fauna langka yang ada di Pulau Sumatera. 4.4 Profil Daya Tampung Lingkungan Jasa Ekosistem Pengaturan 1. Profil Distribusi Daya Tampung Lingkungan Jasa Ekosistem Pengaturan Menurut Ekoregion Tabel 4.32 Distribusi Luas dan Peran Jasa Ekosistem Pengaturan Iklim Ekoregion Dataran Aluvial Dataran Fluvio Gunungapi Dataran Fluviomarin Dataran Kaki Gunungapi Kaki Gunungapi Kerucut dan Lereng Gunungapi Lahan Gambut (Peat Land) Lembah antar perbukitan/ Pegunungan Lipatan (Intermountain Basin) Lembah antar Perbukitan/ Pegunungan patahan (Terban) Pegunungan Denudasional Pegunungan Lipatan Pegunungan Patahan Perbukitan Denudasional Perbukitan Lipatan Perbukitan Patahan Pesisir (Coast) Tubuh Air Total

Sangat RendahRendah Ha % 1.126.900,58 28,37 806.194,31 30,98 1.156.484,27 67,65 1.500.541,10 43,65 67.381,02 3,39

Ha 1.143.018,00 1.331.349,82 342.540,76 1.150.516,98 1.304.988,26

% 28,77 51,15 20,04 33,47 65,56

Tinggi-Sangat Tinggi Ha % 1.702.491,86 42,86 465.100,20 17,87 210.373,83 12,31 786.408,84 22,88 618.153,17 31,05

Sedang

39.757,81

2,27

3,94

0,00

1.709.361,30

97,73

1.505.446,04

20,18

2.443.937,32

32,76

3.510.225,31

47,06

4.446.937,15

61,67

1.960.037,03

27,18

804.162,05

11,15

1.030.663,70

80,81

110.811,44

8,69

133.987,91

10,51

162.912,66 80.547,59 12.321,11 29.256,23 1.564.481,77 349.555,17 145.717,04 19.065,94 14.044.163,46

9,26 1,33 0,47 35,76 48,60 24,71 20,89 12,01 29,61

659.067,38 759.655,75 352.505,38 32.490,20 561.547,52 282.761,16 208.926,21 139.403,79 12.783.560,96

37,45 937.711,34 12,57 5.201.299,55 13,32 2.281.521,27 39,71 20.073,32 17,44 1.092.975,24 19,99 782.288,13 29,94 343.057,24 87,82 260,71 26,95 20.599.451,28

53,29 86,09 86,21 24,53 33,95 55,30 49,17 0,16 43,43

Secara alamiah ekosistem mampu memberikan jasa ekosistem berupa jasa pengaturan iklim mikro, yang meliputi pengaturan suhu, kelembaban dan hujan, angin, pengendalian gas rumah kaca, dan penyerapan karbon. Fungsi pengaturan iklim dipengaruhi oleh keberadaan faktor biotik khususnya vegetasi, serta letak dan faktor fisiografis seperti ketinggian tempat dan bentuk lahan. Kawasan dengan kepadatan vegetasi yang rapat dan letak ketinggian yang besar seperti pegunungan akan memiliki sistem pengaturan iklim yang lebih baik yang bermanfaat langsung pada pengurangan emisi karbondiokasida dan efek rumah kaca serta menurunkan dampak pemanasan global seperti peningkataan permukaan laut dan perubahan iklim ekstrim dan gelombang panas. IV-57

Ekoregion yang terdapat di Pulau Sumatera ada yang dapat memberikan manfaat berupa pengaturan iklim maupun tidak. Secara umum di Pulau Sumatera lahan yang mampu melakukan pengaturan iklim dapat dibagi menjadi lahan berpotensi tinggi, sedang, dan rendah. Lahan yang berpotensi tinggi dalam pengaturan iklim di Pulau Sumatera memiliki luasan sebesar 20.599.451,28 hektar atau sekitar 43,43% dari keseluruhan lahan yang terdapat di Pulau Sumatera. Lahan yang memiliki potensi sedang dalam pengaturan iklim memiliki luasan sebesar 12.783.560,96 hektar atau sekitar 26,95%. Sedangkan lahan yang memiliki potensi rendah memiliki luasan sebesar 14.044.163,46 hektar atau sebesar 29,61% dari keseluruhan lahan yang terdapat di Pulau Sumatera. Sebagian besar lahan yang memiliki potensi tinggi dalam pengaturan iklim terletak pada ekoregion Kerucut dan Lereng Gunung Api, Pegunungan Patahan, dan Pegunungan Lipatan. Ketiga ekoregion tersebut didominasi oleh penggunaan lahan hutan, yang juga merupakan penghasil oksigen. Penggunaan lahan dan ketinggian tempat menyebabkan udara di pegunungan dan perbukitan lebih sejuk dan relatif bersih. Hutan juga menjadi penyaring alami polusi udara yang dihasilkan oleh kegiatan manusia. Sebagian besar lahan yang memiliki potensi rendah dalam pengaturan iklim terletak di Lembah antar Perbukitan/ Pegunungan patahan (Terban) dan dataran Fluviomarin. Tabel 4.33 Distribusi Luas dan Peran Jasa Ekosistem Pengaturan Tata Aliran Air dan Banjir Ekoregion

Sangat RendahRendah Ha % 138.442,84 3,49 216.347,13 8,31 126.896,46 7,42 345.277,50 10,04 61.720,07 3,10 20.641,51 1,18 428.560,01 5,75

Dataran Aluvial Dataran Fluvio Gunungapi Dataran Fluviomarin Dataran Kaki Gunungapi Kaki Gunungapi Kerucut dan Lereng Gunungapi Lahan Gambut (Peat Land) Lembah antar perbukitan/ Pegunungan 377.660,73 Lipatan (Intermountain Basin) Lembah antar Perbukitan/ Pegunungan 68.778,43 patahan (Terban) Pegunungan Denudasional 563.701,37 Pegunungan Lipatan 80.547,59 Pegunungan Patahan 12.321,11 Perbukitan Denudasional 29.157,24 Perbukitan Lipatan 91.877,07 Perbukitan Patahan 23.328,10

Sedang Ha 0,00 0,00 19.363,86 0,00 5.494,62 0,00 166.030,49

5,24

3.948.577,59

5,39

843.567,20

32,03 1,33 0,47 35,64 2,85 1,65

741.680,41 1.386.359,69 754.250,82 30.203,42 1.683.887,98 516.847,37

IV-58

% 0,00 0,00 1,13 0,00 0,28 0,00 2,23

Tinggi-Sangat Tinggi Ha % 3.833.967,60 96,51 2.386.297,21 91,69 1.563.138,54 91,44 3.092.189,41 89,96 1.923.307,76 96,62 1.728.481,54 98,82 6.865.018,17 92,03

54,76 2.884.897,91 40,01 66,14

363.117,42

28,47

42,15 454.309,60 25,82 22,95 4.574.595,62 75,72 28,50 1.879.775,84 71,03 36,91 22.459,09 27,45 52,31 1.443.239,47 44,83 36,54 874.428,99 61,81

Ekoregion Pesisir (Coast) Tubuh Air Total

Sangat RendahRendah Ha % 31.528,63 4,52 1.433,26 0,90 2.618.219,05 5,52

Tinggi-Sangat Tinggi Ha % Ha % 64.162,44 9,20 602.009,42 86,28 1.160,41 0,73 156.136,76 98,37 10.161.586,30 21,43 34.647.370,35 73,05

Sedang

Pengaturan tata air dengan siklus hidrologi sangat dipengaruhi oleh keberadaan tutupan lahan dan fisiografi suatu kawasan. Siklus hidrologi yang terjadi di biosfer dan litosfer, yaitu ekosistem air yang meliputi aliran permukaan,ekosistem air tawar, dan ekosistem air laut. Siklus hidrologi yang normal akan berdampak pada pengaturan tata air yang baik untuk berbagai macam kepentingan seperti penyimpanan air, pengendalian banjir, dan pemeliharaan ketersediaan air. Ekoregion yang terdapat di Pulau Sumatera ada yang dapat memberikan manfaat berupa pengaturan tata air dengan baik maupun tidak. Secara umum di Pulau Sumatera lahan yang mampu melakukan pengaturan tata air dapat dibagi menjadi lahan berpotensi tinggi, sedang, dan rendah. Lahan yang berpotensi tinggi dalam pengaturan tata air di Pulau Sumatera memiliki luasan sebesar 34.647.370,35 hektar atau sekitar 73,05% dari keseluruhan lahan yang terdapat di Pulau Sumatera. Lahan yang memiliki potensi sedang dalam pengaturan tata air memiliki luasan sebesar 10.161.586,30 hektar atau sekitar 21,43% Sedangkan lahan yang memiliki potensi rendah memiliki luasan sebesar 2.618.219,05 hektar atau sebesar 5,52% dari keseluruhan lahan yang terdapat di Pulau Sumatera. Sebagian besar lahan yang memiliki potensi tinggi dalam pengaturan tata air terletak pada ekoregion Kerucut dan lereng Gunung Api, Kaki Gunung Api, dan Dataran Aluvial. Ketiga ekoregion tersebut merupakan wilayah yang didominasi oleh tutupan lahan berupa vegetasi yang cukup luas. Kawasan yang penggunaan lahannya didominasi hutan mempunyai potensi tinggi untuk menyerap air. Vegetasi di kawasan hutan mampu menampung air hujan dan mengalirkanya dalam tanah, sehingga menjadi cadangan air tanah. Semakin tinggi kerapatan vegetasi maka air hujan yang dapat ditangkap semakin banyak. Sebagian besar lahan yang memiliki potensi rendah dalam pengaturan tata air terletak pada pegunungan dan perbukitan Denudasional.

IV-59

Tabel 4.34 Distribusi Luas dan Peran Jasa Ekosistem Pengaturan Pencegahan dan Perlindungan dari Bencana Ekoregion Dataran Aluvial Dataran Fluvio Gunungapi Dataran Fluviomarin Dataran Kaki Gunungapi Kaki Gunungapi Kerucut dan Lereng Gunungapi Lahan Gambut (Peat Land) Lembah antar perbukitan/ Pegunungan Lipatan (Intermountain Basin) Lembah antar Perbukitan/ Pegunungan patahan (Terban) Pegunungan Denudasional Pegunungan Lipatan Pegunungan Patahan Perbukitan Denudasional Perbukitan Lipatan Perbukitan Patahan Pesisir (Coast) Tubuh Air Total

Sangat RendahRendah Ha % 121.163,57 3,05 251.969,53 9,68 584.047,09 34,17 452.053,96 13,15 67.214,69 3,38 19.151,04 1,09 1.562.435,76 20,95

Ha 1.020.619,96 824.405,00 714.188,38 1.639.645,37 1.141.878,35 584.254,19 3.989.292,64

% 25,69 31,68 41,78 47,70 57,37 33,40 53,48

2.373.799,77

32,92

3.932.051,24

54,53

905.285,21

12,55

611.219,39

47,92

504.221,14

39,53

160.022,52

12,55

1.283.801,36 1.564.612,36 778.672,19 61.615,46 2.121.950,34 632.316,33 95.691,07 9.140,51 12.590.854,43

Sedang

72,96 148.685,77 25,90 1.419,48 29,42 1.628.885,48 75,31 16.106,77 65,92 503.191,62 44,70 764.652,98 13,72 337.905,56 5,76 11.268,19 26,55 17.762.672,12

Tinggi-Sangat Tinggi Ha % 2.830.626,91 71,26 1.526.269,81 58,64 411.163,40 24,05 1.345.767,58 39,15 781.429,41 39,26 1.145.717,81 65,50 1.907.880,27 25,58

8,45 327.204,25 0,02 4.475.471,05 61,55 238.790,09 19,69 4.097,52 15,63 593.862,57 54,05 17.635,15 48,43 264.103,87 7,10 138.321,74 37,45 17.073.649,16

18,59 74,08 9,02 5,01 18,45 1,25 37,85 87,14 36,00

Ekosistem mengandung unsur pengaturan pada infrastruktur alamuntuk pencegahan dan perlindungan dari beberapa tipe bencana khususnya bencana alam. Tempat-tempat yang memiliki liputan vegetasi yang rapat dapat mencegah areanya dari bencana erosi, longsor, abrasi, dan tsunami. Selain itu bentuk lahan secara spesifik berdampak langsung terhadap sumber bencana, sebagai contoh bencana erosi dan longsor umumnya terjadi pada bentuk lahan struktural dan denudasional dengan morfologi perbukitan. Ekoregion yang terdapat di Pulau Sumatera ada yang dapat memberikan manfaat berupa pencegahan dan perlindungan dari bencana dengan baik maupun tidak. Secara umum di Pulau Sumatera lahan yang mampu melakukan pencegahan dan perlindungan dari bencana dapat dibagi menjadi lahan berpotensi tinggi, sedang, dan rendah. Lahan yang berpotensi tinggi dalam pencegahan dan perlindungan dari bencana di Pulau Sumatera memiliki luasan sebesar 17.073.649,16 hektar atau sekitar 36% dari keseluruhan lahan yang terdapat di Pulau Sumatera. Lahan yang memiliki potensi sedang dalam pencegahan dan perlindungan dari bencana memiliki luasan sebesar 17.762.672,12 hektar atau sekitar 37,45%. Sedangkan lahan yang memiliki potensi

IV-60

rendah memiliki luasan sebesar 12.590.854,43 hektar atau sebesar 26,55% dari keseluruhan lahan yang terdapat di Pulau Sumatera. Sebagian besar lahan yang memiliki potensi tinggi dalam pencegahan dan perlindungan dari bencana terletak pada ekoregion Pegunungan Lipatan. Pegunungan Lipatan sebagian besar wilayahnya masih berupa hutan dengan tutupan vegetasi yang lebat. Hal ini membuat wilayah ini mampu mencegah terjadinya bencana seperti tanah longsor dan erosi. Meskipun begitu upaya untuk menjaga kawasan ini agar tidak rusak harus terus dilakukan terutama dari bahaya penebangan hutan dan pembakaran hutan. Sebagian besar lahan yang memiliki potensi rendah dalam pencegahan dan perlindungan dari bencana terletak pada Pegunungan dan Perbukitan Denudasional. Tabel 4.35 Distribusi Luas dan Peran Jasa Ekosistem Pengaturan Pemurnian Air Sangat RendahTinggi-Sangat Sedang Rendah Tinggi Ha % Ha % Ha % Dataran Aluvial 259.563,04 6,53 1.861.752,13 46,87 1.851.095,27 46,60 Dataran Fluvio Gunungapi 251.969,53 9,68 1.266.645,45 48,67 1.084.029,36 41,65 Dataran Fluviomarin 1.153.736,39 67,49 316.122,83 18,49 239.539,65 14,01 Dataran Kaki Gunungapi 345.277,50 10,04 82.328,74 2,40 3.009.860,67 87,56 Kaki Gunungapi 61.720,07 3,10 5.494,62 0,28 1.923.307,76 96,62 Kerucut dan Lereng Gunungapi 940.226,44 53,75 105.551,05 6,03 703.345,55 40,21 Lahan Gambut (Peat Land) 5.551.728,41 74,42 1.907.880,27 25,58 0,00 0,00

Ekoregion

Lembah antar perbukitan/ Pegunungan Lipatan (Intermountain Basin) Lembah antar Perbukitan/ Pegunungan patahan (Terban) Pegunungan Denudasional Pegunungan Lipatan Pegunungan Patahan Perbukitan Denudasional Perbukitan Lipatan Perbukitan Patahan Pesisir (Coast) Tubuh Air Total

415.299,11

5,76

5.778.418,30 80,13 1.017.418,82 14,11

68.778,43 1.134.302,89 80.547,59 12.321,11 50.948,91 91.877,07 23.328,10 33.214,03 2.593,67 10.477.432,29

5,39 64,46 1,33 0,47 62,27 2,85 1,65 4,76 1,63 22,09

1.044.819,80 289.749,52 1.385.998,28 754.074,88 10.567,57 1.777.426,02 516.847,37 350.815,52 0,00 17.454.492,34

81,92 16,47 22,94 28,49 12,92 55,22 36,54 50,28 0,00 36,80

161.864,83 335.638,96 4.574.957,02 1.879.951,78 20.303,27 1.349.701,43 874.428,99 313.670,95 156.136,76 19.495.251,08

12,69 19,07 75,73 71,04 24,81 41,93 61,81 44,96 98,37 41,11

Suatu sistem ekologi yang terdiri atas komponen-komponen yang saling berintegrasi, sehingga membentuk suatu kesatuan (Asdak, 1995). Apabila salah satu komponen terganggu, maka hal ini akan mempengaruhi komponen lain yang ada pada ekosistem tersebut. Pencemar yang masuk ke suatu ekosistem perairan dapat dibersihkan secara alami oleh ekosistem itu sendiri. Hal ini dapat terjadi karena pengaruh organisme dan tanaman air yang hidup dan berkembang di ekosistem tersebut.

IV-61

Namun,kemampuan pemurnian air secara alami (self purification) memerlukan waktu dan dipengaruhi oleh tinggi rendahnya beban pencemar dan teknik pemulihan alam khususnya aktivitas bakteri alam dalam merombak bahan organik, sehingga kapasitas ekosistem perairan atau badan air dalam mengencerkan, mengurai dan menyerap pencemar meningkat. Ekoregion yang terdapat di Pulau Sumatera ada yang dapat memberikan manfaat berupa pemurnian air dengan baik maupun tidak. Secara umum di Pulau Sumatera lahan yang mampu melakukan pemurnian air dapat dibagi menjadi lahan berpotensi tinggi, sedang, dan rendah. Lahan yang berpotensi tinggi dalam pemurnian air di Pulau Sumatera memiliki luasan sebesar 19.495.251,08 hektar atau sekitar 41,11% dari keseluruhan lahan yang terdapat di Pulau Sumatera. Lahan yang memiliki potensi sedang dalam pemurnian air memiliki luasan sebesar 17.454.492,34 hektar atau sekitar 36,80%. Sedangkan lahan yang memiliki potensi rendah memiliki luasan sebesar 10.477.432,29 hektar atau sebesar 22,09% dari keseluruhan lahan yang terdapat di Pulau Sumatera. Sebagian besar lahan yang memiliki potensi tinggi dalam pemurnian air terletak pada ekoregion Kaki Gunung dan Dataran Kaki Gunung. Kawasan hutan yang mendominasi ekoregion tersebut merupakan kawasan yang masih alami karena belum banyak diintervensi oleh kegiatan manusia. Air permukaan di hutan masih relatif bersih karena belum banyak pencemaran, sehingga banyak dimanfaatkan sebagai sumber air. Sebagian besar lahan yang memiliki potensi rendah dalam pemurnian air terletak pada Lahan Gambut dan Dataran Fluviomarin. Tabel 4.36 Distribusi Luas dan Peran Jasa Ekosistem Pengaturan Pengolahan dan Penguraian Limbah Ekoregion Dataran Aluvial Dataran Fluvio Gunungapi Dataran Fluviomarin Dataran Kaki Gunungapi Kaki Gunungapi Kerucut dan Lereng Gunungapi Lahan Gambut (Peat Land) Lembah antar perbukitan/ Pegunungan Lipatan (Intermountain Basin) Lembah antar Perbukitan/

Sangat RendahSedang Rendah Ha % Ha % 138.442,84 3,49 121.120,20 3,05 216.347,13 8,31 35.622,40 1,37 126.896,46 7,42 418.982,91 24,51 345.277,50 10,04 82.328,74 2,40 67.214,69 3,38 1.509.848,66 75,85

1.732.629,23

99,06

0,04

15.808,71

0,90

4.727.937,31

63,38 2.630.481,05 35,26

101.190,31

1,36

4.226.651,52

58,61 2.762.662,71 38,31

221.822,00

3,08

5,39

140.767,60

11,04

68.778,43

IV-62

685,10

Tinggi-Sangat Tinggi Ha % 3.712.847,40 93,47 2.350.674,81 90,32 1.163.519,49 68,07 3.009.860,67 87,56 413.459,09 20,77

1.065.917,02 83,57

Ekoregion Pegunungan patahan (Terban) Pegunungan Denudasional Pegunungan Lipatan Pegunungan Patahan Perbukitan Denudasional Perbukitan Lipatan Perbukitan Patahan Pesisir (Coast) Tubuh Air Total

Sangat RendahRendah Ha % 1.518.670,84 5.968.924,52 2.382.201,35 71.037,55 2.518.821,37 545.070,27 32.607,36 1.433,26 24.688.941,63

Sedang Ha

86,30 201.287,14 98,80 70.892,76 90,02 263.529,82 86,82 4.143,38 78,25 681.024,74 38,53 777.786,12 4,67 192.040,66 0,90 2.536,41 52,06 10.820.889,84

%

Tinggi-Sangat Tinggi Ha %

11,44 39.733,40 1,17 1.685,62 9,96 616,59 5,06 6.638,82 21,16 19.158,41 54,98 91.748,07 27,52 473.052,47 1,60 154.760,76 22,82 11.917.344,23

2,26 0,03 0,02 8,11 0,60 6,49 67,80 97,50 25,13

Alam menyediakan berbagai macam mikroba (aerob) yang mampu menguraikan zat organik yang terdapat dalam limbah dan sampah menjadi zat anorganik yang stabil dan tidak memberikan dampak pencemaran bagi lingkungan. Mikroba aerob yang disediakan ekosistem dan berperan dalam proses menetralisir, mengurai, dan menyerap limbah dan sampah diantaranya bakteri, jamur, protozoa, dan ganggang. Ekoregion yang terdapat di Pulau Sumatera ada yang dapat memberikan manfaat berupa pengolahan dan penguraian limbah dengan baik maupun tidak. Secara umum di Pulau Sumatera lahan yang mampu melakukan pengolahan dan penguraian limbah dapat dibagi menjadi lahan berpotensi tinggi, sedang, dan rendah. Lahan yang berpotensi tinggi dalam pengolahan dan penguraian limbah di Pulau Sumatera memiliki luasan sebesar 11.917.344,23 hektar atau sekitar 25,13% dari keseluruhan lahan yang terdapat di Pulau Sumatera. Lahan yang memiliki potensi sedang dalam pengolahan dan penguraian limbah memiliki luasan sebesar 10.820.889,84 hektar atau sekitar 22,82% Sedangkan lahan yang memiliki potensi rendah memiliki luasan sebesar 24.688.941,63 hektar atau sebesar 52,06% dari keseluruhan lahan yang terdapat di Pulau Sumatera. Sebagian besar lahan yang memiliki potensi tinggi dalam pengolahan dan penguraian limbah terletak pada ekoregion Dataran Aluvial dan Dataran Fluvio Gunung Api. Kedua Ekoregion ini didominasi oleh kawasan hutan, sehingga kegiatan manusia masih terbatas. Jenis limbah di hutan adalah bangkai, ranting atau sisa organisme lain, sehingga alam masih mampu menguraikan. Hasil penguraian sampah sisa organisme dapat dimanfaatkan menjadi pupuk kompos untuk tumbuhan di hutan. Sebagian besar lahan yang memiliki potensi rendah dalam pengolahan dan penguraian limbah terletak pada Kerucut dan Lereng Gunung Api, Pegunungan Lipatan, dan Pegunungan Patahan.

IV-63

Tabel 4.37 Distribusi Luas dan Peran Jasa Ekosistem Pengaturan Pemeliharaan Kualitas Udara Ekoregion

Sangat RendahRendah Ha % 1.940.212,88 48,84 973.310,80 37,40 815.821,50 47,73 429.520,57 12,50 67.245,23 3,38

Dataran Aluvial Dataran Fluvio Gunungapi Dataran Fluviomarin Dataran Kaki Gunungapi Kaki Gunungapi Kerucut dan Lereng 39.761,74 Gunungapi Lahan Gambut (Peat Land) 2.087.896,10 Lembah antar perbukitan/ Pegunungan Lipatan 3.428.951,70 (Intermountain Basin) Lembah antar Perbukitan/ 776.300,43 Pegunungan patahan (Terban) Pegunungan Denudasional 1.432.487,13 Pegunungan Lipatan 80.654,20 Pegunungan Patahan 12.321,11 Perbukitan Denudasional 61.746,43 Perbukitan Lipatan 573.621,48 Perbukitan Patahan 195.142,18 Pesisir (Coast) 121.448,78 Tubuh Air 158.469,73 Total 13.194.912,00

2,27

Ha 1.716.462,06 1.621.717,15 683.203,53 2.221.537,50 1.101.060,92

% 43,21 62,31 39,97 64,63 55,32

Tinggi-Sangat Tinggi Ha % 315.735,49 7,95 7.616,39 0,29 210.373,83 12,31 786.408,84 22,88 822.216,30 41,31

750.479,91

42,91

958.881,39

Sedang

54,82

27,99 3.510.441,08

47,06

47,55 2.878.580,67

39,92

903.603,86

12,53

60,86

26,87

156.437,45

12,27

18,59 20,50 21,79 24,53 48,23 30,90 37,23 0,00 40,56

0,00 4.722.492,27 2.057.340,93 0,00 1.092.975,24 782.288,13 316.524,44 260,71 14.994.426,74

0,00 78,17 77,74 0,00 33,95 55,30 45,37 0,16 31,62

342.725,18

81,41 327.204,25 1,34 1.238.356,43 0,47 576.685,73 75,47 20.073,32 17,82 1.552.407,81 13,79 437.174,15 17,41 259.727,27 99,84 0,00 27,82 19.237.836,96

1.861.271,49 24,95

Kualitas udara yang baik merupakan salahsatu manfaat yang diberikan oleh ekosistem. Kualitas udarasangat dipengaruhi oleh interaksi antar berbagai polutan yang diemisikan ke udara dengan faktor-faktor meteorologis (angin, suhu, hujan,dan sinar matahari), serta pemanfaatan ruang di permukaan bumi. Semakin tinggi intensitas pemanfaatan ruang, semakin dinamis kualitas udara. Jasa pemeliharaan kualitas udara pada kawasan bervegetasi dan pada daerah bertopografi tinggi umumnya lebih baik dibanding dengan daerah nonvegetasi. Ekoregion yang terdapat di Pulau Sumatera ada yang dapat memberikan manfaat berupa pemeliharaan kualitas udara dengan baik maupun tidak. Secara umum, di Pulau Sumatera lahan yang mampu melakukan pengolahan dan penguraian limbah dapat dibagi menjadi lahan berpotensi tinggi, sedang, dan rendah. Lahan yang berpotensi tinggi dalam pemeliharaan kualitas udara di Pulau Sumatera memiliki luasan sebesar 14.994.426,74 hektar atau sekitar 31,62% dari keseluruhan lahan yang terdapat di Pulau Sumatera. Lahan yang memiliki potensi sedang dalam pemeliharaan kualitas udara memiliki luasan sebesar 19.237.836,96 hektar atau sekitar 40,56% Sedangkan lahan

IV-64

yang memiliki potensi rendah memiliki luasan sebesar 3.194.912,00 atau sebesar 27,82% dari keseluruhan lahan yang terdapat di Pulau Sumatera. Sebagian besar lahan yang memiliki potensi tinggi dalam pemeliharaan kualitas udara terletak pada ekoregion Pegunungan Lipatan dan Pegunungan Patahan. Kedua ekoregion ini didominasi oleh penggunaan lahan berupa hutan. Tutupan vegetasi pada dua ekoregion tersebut juga rapat. Selain itu, curah hujan di kawasan tersebut cukup tinggi dan penyinaran matahari berlangsung intensif. Hal ini membuat proses fotosintesis dapat berjalan dengan baik dan membuat udara lebih sejuk. Sebagian besar lahan yang memiliki potensi rendah dalam pemeliharaan kualitas udara terletak pada Pegunungan dan Perbukitan Denudasional. Tabel 4.38 Distribusi Luas dan Peran Jasa Ekosistem Pengaturan Penyerbukan Alami Ekoregion Dataran Aluvial Dataran Fluvio Gunungapi Dataran Fluviomarin Dataran Kaki Gunungapi Kaki Gunungapi Kerucut dan Lereng Gunungapi Lahan Gambut (Peat Land) Lembah antar perbukitan/ Pegunungan Lipatan (Intermountain Basin) Lembah antar Perbukitan/ Pegunungan patahan (Terban) Pegunungan Denudasional Pegunungan Lipatan Pegunungan Patahan Perbukitan Denudasional Perbukitan Lipatan Perbukitan Patahan Pesisir (Coast) Tubuh Air Total

Sangat RendahSedang Tinggi-Sangat Tinggi Rendah Ha % Ha % Ha % 305.360,95 7,69 3.021.608,29 76,06 645.441,20 16,25 288.938,01 11,10 16.473,66 0,63 2.297.232,66 88,27 286.658,01 16,77 1.212.367,02 70,92 210.373,83 12,31 432.858,15 12,59 2.963.470,22 86,21 41.138,55 1,20 67.587,78 3,40 0,00 0,00 1.922.934,67 96,60

686.514,85

687.524,62

39,31

5.598.337,19 75,05 1.861.271,49 24,95

0,00

0,00

2.303.164,15 31,94 4.103.810,03 56,91

804.162,05

11,15

133.987,91

10,51

618.910,93

39,25

48,52

727.754,79 41,36 82.407,32 1,36 12.854,41 0,49 61.746,43 75,47 2.126.029,29 66,05 632.316,33 44,70 295.605,71 42,37 158.730,44 100,00 14.685.774,74 30,96

375.083,57 21,44

522.564,21 40,97 788.154,72 1.484.198,86 765.994,06 20.073,32 1.092.975,24 782.288,13 397.721,86 0,00 19.408.054,66

44,79 243.781,88 24,57 4.474.896,72 28,95 1.867.499,29 24,53 0,00 33,95 0,00 55,30 0,00 57,00 4.372,93 0,00 0,00 40,92 13.333.346,30

13,85 74,07 70,57 0,00 0,00 0,00 0,63 0,00 28,11

Ekosistem menyediakan jasa pengaturan penyerbukan alami khususnya lewat tersedianya habitat spesies yang dapat membantu proses penyerbukan alami. Habitat alami seperti hutan dan areal bervegetasi umumnya menyediakan media spesies pengatur penyerbukan yang lebih melimpah. Penyerbukan alami adalah proses penyerbukan (berpindahnya serbuk sari dari kepala sari ke kepala putik) yang secara

IV-65

khusus terjadi pada bunga yang sama atau antar bunga yang berbeda tetapi dalam satu tanaman atau di antara bunga pada klon tanaman yang sama. Ekoregion yang terdapat di Pulau Sumatera ada yang dapat memberikan manfaat berupa pengatur penyerbukan alami dengan baik maupun tidak. Secara umum, di Pulau Sumatera lahan yang mampu melakukan pengatur penyerbukan alami dapat dibagi menjadi lahan berpotensi tinggi, sedang, dan rendah. Lahan yang berpotensi tinggi dalam pengatur penyerbukan alami di Pulau Sumatera memiliki luasan sebesar 13.333.346,30 hektar atau sekitar 28,11% dari keseluruhan lahan yang terdapat di Pulau Sumatera. Lahan yang memiliki potensi sedang dalam pengatur penyerbukan alami memiliki luasan sebesar 19.408.054,66 hektar atau sekitar 40,92% Sedangkan lahan yang memiliki potensi rendah memiliki luasan sebesar 14.685.774,74 hektar atau sebesar 30,96% dari keseluruhan lahan yang terdapat di Pulau Sumatera. Sebagian besar lahan yang memiliki potensi tinggi dalam pengatur penyerbukan alami terletak pada ekoregion Kaki Gunung Api dan Dataran Fluvio Gunung Api.Kedua ekoregion yang didominasi kawasan hutan, mempunyai potensi tinggi untuk mengatur penyerbukan. Hutan merupakan tempat yang “sempurna” untuk kegiatan alami seperti penyerbukan.

Keseimbangan

ekosistem

yang

masih

terjaga

membuat

organisme/tumbuhan dapat melakukan proses penyerbukan. Pada ekosistem yang masih alami akan terjadi proses timbal balik antara organisme, salah satunya adalah proses penyerbukan. Sebagian besar lahan yang memiliki potensi rendah dalam pengatur penyerbukan alami terletak pada Perbukitan Denudasional dan Lahan Gambut. Tabel 4.39 Distribusi Luas dan Peran Jasa Ekosistem Pengaturan Pengendalian Hama dan Penyakit Ekoregion Dataran Aluvial Dataran Fluvio Gunungapi Dataran Fluviomarin Dataran Kaki Gunungapi Kaki Gunungapi Kerucut dan Lereng Gunungapi Lahan Gambut (Peat Land) Lembah antar perbukitan/ Pegunungan Lipatan (Intermountain Basin) Lembah antar Perbukitan/ Pegunungan patahan (Terban)

Sangat RendahRendah Ha % 138.442,84 3,49 251.969,53 9,68 146.260,32 8,56 427.606,24 12,44 67.448,77 3,39

Ha 165.251,76 36.968,48 123.867,66 5.251,91 1.431.043,34

% 4,16 1,42 7,25 0,15 71,89

Tinggi-Sangat Tinggi Ha % 3.668.715,84 92,35 2.313.706,32 88,90 1.439.270,88 84,20 3.004.608,77 87,41 492.030,34 24,72

Sedang

1.061.598,42 516.663,29

60,69 6,93

687.524,62 2.589.302,77

39,31 34,71

0,00 4.353.642,62

0,00 58,36

391.043,38

5,42

3.957.660,52

54,88

2.862.432,33

39,69

72.422,33

5,68

701.001,82

54,96

502.038,90

39,36

IV-66

Ekoregion Pegunungan Denudasional Pegunungan Lipatan Pegunungan Patahan Perbukitan Denudasional Perbukitan Lipatan Perbukitan Patahan Pesisir (Coast) Tubuh Air Total

Sangat RendahRendah Ha % 1.432.487,13 81,41 1.566.031,84 25,92 778.848,13 29,43 61.746,43 75,47 1.875.182,33 58,25 627.198,03 44,34 145.731,92 20,89 158.380,94 99,78 9.719.061,86 20,49

Sedang Ha 327.204,25 4.475.471,05 1.867.499,63 20.073,32 250.846,95 5.118,30 185.877,05 88,79 16.830.052,24

% 18,59 74,08 70,57 24,53 7,79 0,36 26,64 0,06 35,49

Tinggi-Sangat Tinggi Ha % 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 1.092.975,24 33,95 782.288,13 55,30 366.091,52 52,47 260,71 0,16 20.878.061,60 44,02

Pengendalian hama adalah pengaturan makhluk-makhluk atau organisme pengganggu yang disebut hama karena dianggap mengganggu kesehatan manusia, ekologi, atau ekonomi. Hama dan penyakit merupakan ancaman biotis yang dapat mengurangi hasil dan bahkan dapat menyebabkan gagal panen. Ekosistem secara alami menyediakan sistem pengendalian hama dan penyakit melalui keberadaan habitat spesies trigger dan pengendali hama dan penyakit. Ekoregion yang terdapat di Pulau Sumatera ada yang dapat memberikan manfaat berupa pengatur pengendalian hama dan penyakit dengan baik maupun tidak. Secara umum, di Pulau Sumatera lahan yang mampu melakukan pengatur pengendalian hama dan penyakit dapat dibagi menjadi lahan berpotensi tinggi, sedang, dan rendah. Lahan yang berpotensi tinggi dalam pengatur pengendalian hama dan penyakit di Pulau Sumatera memiliki luasan sebesar 20.878.061,60 hektar atau sekitar 44,02% dari keseluruhan lahan yang terdapat di Pulau Sumatera. Lahan yang memiliki potensi sedang dalam pengatur pengendalian hama dan penyakit memiliki luasan sebesar 16.830.052,24 hektar atau sekitar 35,49% Sedangkan lahan yang memiliki potensi rendah memiliki luasan sebesar 9.719.061,86 hektar atau sebesar 20,49% dari keseluruhan lahan yang terdapat di Pulau Sumatera. Sebagian besar lahan yang memiliki potensi tinggi dalam pengatur pengendalian hama dan penyakit terletak pada ekoregion Dataran Fluvial, Dataran Fluvio Gunung Api, dan Dataran Kaki Gunung Api. Pada Ekoregian yang dominasi penggunaan lahannya masih berupa hutan mempunyai kondisi yang relatif alami. Ekosistem di hutan relatif masih terjaga, sehingga siklus rantai makanan masih seimbang. Hama yang mengganggu akan dimangsa oleh predator alami mereka, sehingga terjadi keseimbangan alam. Benalu atau gulma yang mengganggu pada tumbuhan akan dilawan oleh tumbuhan tersebut dengan cara tertentu. Perlawanan terhadap hama dan penyakit secara IV-67

alami bisa dilakukan karena ekosistem masih terjaga. Sebagian besar lahan yang memiliki potensi rendah dalam pengatur pengendalian hama dan penyakit terletak pada Pegunungan dan Perbukitan Denudasional 2. Profil Distribusi Daya Dukung Lingkungan Jasa Ekosistem Pengaturan Menurut Provinsi Tabel 4.40 Distrbusi dan Luas Jasa Ekosistem Pengaturan Iklim Sangat RendahTinggi-Sangat Sedang Rendah Tinggi Ha % Ha % Ha % ACEH 1.321.165,61 23,24 682.023,66 12,00 3.682.401,87 64,77 BENGKULU 427.538,71 21,53 563.931,65 28,40 994.205,43 50,07 JAMBI 2.261.065,26 45,99 891.560,51 18,13 1.763.996,35 35,88 KEP. BANGKA BELITUNG 191.570,61 11,55 642.727,01 38,76 823.788,41 49,68 KEP. RIAU 360.852,08 46,85 176.339,20 22,90 233.007,98 30,25 LAMPUNG 1.765.760,61 52,37 894.749,03 26,54 711.104,50 21,09 RIAU 2.203.362,16 24,66 2.243.228,88 25,11 4.486.712,69 50,22 SUMATERA BARAT 755.111,01 17,92 911.599,95 21,63 2.547.232,30 60,45 SUMATERA SELATAN 2.645.482,44 30,54 3.976.938,51 45,91 2.039.244,62 23,54 SUMATERA UTARA 2.112.254,96 29,21 1.800.462,56 24,90 3.317.757,12 45,89

Provinsi

Berdasarkan data pada tabel dapat diketahui potensi lahan dalam pengaturan iklim pada masing-masing Provinsi yang terletak di Pulau Sumatera. Provinsi yang memiliki presentase paling besar lahan potensial atau paling tinggi adalah Provinsi Aceh dengan presentase mencapai 64,77% atau luasan 3.682.401,87 hektar dari keseluruhan wilayahnya. Provinsi Sumatera Barat dan Provinsi Riau juga memiliki luasan lahan berpotensi tinggi dalam pengaturan iklim yang besar. Presentase luasannya mencapai 60,45% di Sumatera Barat dan 50,22% di Provinsi Riau. Provinsi Aceh dan Sumatera Barat memiliki tutupan lahan berupa hutan yang cukup luas. Sedangkan Provinsi Riau memiliki tutupan lahan vegetasi berupa perkebunan yang juga luas. Hutan menghasilkan karbon dan oksigen, sehingga suhu menjadi lebih sejuk.

IV-68

IV-69

Gambar 4.19 Peta Daya Dukung Lingkungan Jasa Ekosistem Pengaturan Iklim

Fungsi hutan lainnya adalah menyerapkarbondioksida dan partikel kotor yang ada di udara, sehingga kualitasdapat terjaga. Selain itu, hamparan tanaman kebun dan tanaman semusim yang luas mampu menetralisir iklim disekitarnya menjadi sejuk. Oksigen dihasilkan dari proses fotosintesis tanaman, semakin rapat dan banyak jumlah vegetasi maka semakin banyak oksigen yang dihasilkan. Tabel 4.41 Distrbusi dan Luas Jasa Ekosistem Pengaturan Tata Aliran Air dan Banjir SANGAT RENDAHRENDAH Ha % ACEH 203.599,02 3,58 BENGKULU 75.130,72 3,78 JAMBI 152.792,44 3,11 KEP. BANGKA BELITUNG 569.350,89 34,34 KEP. RIAU 81.743,07 10,61 LAMPUNG 372.483,89 11,05 RIAU 343.083,75 3,84 SUMATERA BARAT 113.056,20 2,68 SUMATERA SELATAN 477.838,55 5,52 SUMATERA UTARA 229.140,52 3,17

PROVINSI

SEDANG Ha 1.014.071,61 457.890,61 1.718.386,43 680.857,76 370.138,21 477.615,14 1.139.716,92 971.287,02 1.632.440,78 1.699.181,81

% 17,84 23,06 34,95 41,06 48,06 14,17 12,76 23,05 18,85 23,50

TINGGI-SANGAT TINGGI Ha % 4.467.920,51 78,58 1.452.654,45 73,16 3.045.443,25 61,94 407.877,39 24,60 318.317,98 41,33 2.521.515,12 74,79 7.450.503,07 83,40 3.129.600,04 74,27 6.551.386,24 75,64 5.302.152,30 73,33

Berdasarkan data pada tabel dapat diketahui potensi lahan dalam pengaturan tata aliran air dan banjir pada masing-masing Provinsi yang terletak di Pulau Sumatera. Provinsi yang memiliki presentase paling besar lahan potensial atau paling tinggi adalah Provinsi Riau, dimana 83.40%

dari luasanya merupakan lahan berpotensi tinggi.

Sedangkan Provinsi lain yang juga memiliki luasan lahan yang besar dalam pengaturan tata aliran air dan banjir adalah Provinsi Sumatera Selatan dengan luasan lahan 6.551.386,24 hektar (5.64%) serta Provinsi Aceh dengan luasan yang mencapai 4.467.920,51 hektar atau 78,58% dari keseluruhan wilayahnya. Ketiga Provinsi tersebut memiliki tutupan lahan berupa vegetasi yang cukup luas. Hutan di perbukitan dan pegunungan merupakan recharge area.

IV-70

IV-71

Gambar 4.20 Peta Daya Dukung Lingkungan Jasa Ekosistem Pengaturan Tata Aliran Air dan Banjir

Vegetasi yang rapat dan tajuk yang luas membuat air hujan yang terserap semakin banyak.Air akan ditampung oleh tumbuhan dan dialirkan ke dalam tanah.Air hujan akan diserap langsungoleh tanah tanpa melalui tumbuhan langsung

menuju

akuifer. Aliran air tanah akan menuju ke wilayah yang lebih rendah akibat gravitasi. Hal tersebut menyebabkan ketersediaan air di dataran rendah dapat terpenuhi. Tabel 4.42 Distrbusi dan Luas Jasa Ekosistem Pengaturan Pengaturan Pencegahan dan Perlindungan dari bencana Sangat RendahRendah Ha % ACEH 1.398.812,15 24,60 BENGKULU 530.135,28 26,70 JAMBI 1.740.544,84 35,40 KEP. BANGKA BELITUNG 1.232.805,86 74,35 KEP. RIAU 348.054,73 45,19 LAMPUNG 947.770,00 28,11 RIAU 1.424.322,95 15,94 SUMATERA BARAT 1.177.860,75 27,95 SUMATERA SELATAN 1.508.487,80 17,42 SUMATERA UTARA 2.282.060,07 31,56 Provinsi

Sedang Ha 970.419,47 808.436,65 1.811.767,72 197.682,32 161.517,58 1.887.273,43 3.783.303,57 1.817.757,63 4.062.781,23 2.261.732,52

% 17,07 40,71 36,85 11,92 20,97 55,98 42,35 43,14 46,91 31,28

Tinggi-Sangat Tinggi Ha % 3.316.359,52 58,33 647.103,86 32,59 1.364.309,56 27,75 227.597,87 13,73 260.626,95 33,84 536.570,72 15,91 3.725.677,22 41,71 1.218.324,88 28,91 3.090.396,54 35,68 2.686.682,05 37,16

Berdasarkan data pada tabel dapat diketahui potensi lahan dalam pengaturan pencegahan dan perlindungan dari bencanapada masing-masing Provinsi yang terletak di Pulau Sumatera. Provinsi yang memiliki presentase paling besar lahan potensial atau paling tinggi adalah Provinsi Aceh dan Provinsi Riau. Lahan berpotensi tinggi di Provinsi Aceh dalam pengaturan pencegahan dan perlindungan dari bencana mencapai 58,33% atau seluas 3.316.359,52 hektar dari keseluruhan wilayahnya, Sedangkan di Provinsi Riau Presentase lahan berpotensi tinggi mencapai 41,71% atau seluas 3.725.677,22 hektar. Wilayah Provinsi Riau lebih didominasi oleh lahan berpotensi sedang. Bencana merupakan kejadian alam atau buatan manusia yang menimbulkan kerugian baik jiwa maupun finansial. Lingkungan yang lestari dan terjaga dapat meminimalisir resiko bencana terutama bencana akibat aktivitas manusia. Keberadan Pulau Sumatera dengan berbagai karakteristiknya di masing-masing provinsi juga tidak terlepas dari adanya potensi bencana.

IV-72

IV-73

Gambar 4.21 Peta Daya Dukung Lingkungan Jasa Ekosistem Pengaturan Pencegahan dan Perlindungan dari bencana

Adanya berbagai ekosistem dalam setiap satuan administrasi juga memiliki peran dalam Pengaturan Pencegahan dan Perlindungan Bencana. Secara khusus di Provinsi Aceh yang memiliki kawasan hutan luas juga memiliki perannya tersendiri. Kawasan hutan memiliki kemampuan untuk mengurangi kerawanan terhadap bahaya banjir dan longsor. Vegetasi di hutan mampu mengikat tanah dengan kuat, sehingga tidak mudah tererosi oleh air hujan. Vegetasi juga mengurangi jumlah air hujan yang langsung jatuh ke dalam tanah. Dua fungsi tersebut akan mengurangi bahaya longsor di pegunungan dan perbukitan. Sedimentasi juga akan berkurang karena tanah tidak mudah tererosi. Hal ini akan mengurangi endapan sedimen di dataran rendah. Tabel 4.43 Distrbusi dan Luas Jasa Ekosistem Pengaturan Pemurnian Air Sangat RendahRendah Ha % ACEH 598.602,28 10,53 BENGKULU 321.945,16 16,21 JAMBI 894.921,80 18,20 KEP. BANGKA BELITUNG1.078.740,60 65,06 KEP. RIAU 159.094,66 20,66 LAMPUNG 690.311,45 20,47 RIAU 2.396.624,43 26,83 SUMATERA BARAT 347.478,34 8,25 SUMATERA SELATAN 2.690.801,03 31,07 SUMATERA UTARA 1.298.912,55 17,96

Provinsi

Sedang Ha 1.698.870,19 733.375,17 2.489.585,13 325.692,55 319.341,19 770.165,64 4.547.971,02 1.269.032,98 2.805.792,38 2.494.666,10

% 29,88 36,93 50,64 19,64 41,46 22,84 50,91 30,12 32,39 34,50

Tinggi-Sangat Tinggi Ha % 3.388.118,68 59,59 930.355,46 46,85 1.532.115,19 31,16 253.652,89 15,30 291.763,41 37,88 1.911.137,06 56,68 1.988.708,29 22,26 2.597.431,94 61,64 3.165.072,16 36,54 3.436.895,99 47,53

Berdasarkan data pada tabel dapat diketahui potensi lahan dalam pengaturan pemurnian air pada masing-masing Provinsi yang terletak di Pulau Sumatera. Provinsi yang tergolong memiliki presentase besar lahan potensial atau paling tinggi adalah Provinsi Sumatera Barat dan Provinsi Aceh.Provinsi Sumatera Barat memiliki 2.597.431,94 hektar atau 61,64% lahan berpotensi tinggi di wilayahnya. Sedangkan Provinsi Aceh memiliki lahan berpotensi tinggi seluas 3.388.118,68 hektar atau seluas 59,59% dari keseluruhan wilayahnya.

IV-74

IV-75

Gambar 4.22 Peta Daya Dukung Lingkungan Jasa Ekosistem Pengaturan Pemurnian Air

Provinsi Sumatera Barat memiliki 2.597.431,94 hektar atau 61,64% lahan berpotensi tinggi di wilayahnya. Sedangkan Provinsi Aceh memiliki lahan berpotensi tinggi seluas 3.388.118,68 hektar atau seluas 59,59% dari keseluruhan wilayahnya. Hal tersebut tidak terlepas dari luasan kawasan hutan yang besar dengan kondisinya masih terjaga dengan baik. Ekosistem hutan yang alami membuat beban pencemar masih rendah, hal ini memudahkan air untuk memurnikan diri, sehingga kualitas air relatif baik. Limbah yang ada di hutan hanya sisa-sisa kehidupan organisme hutan seperti ranting, kayu ataupun daun. Flora dan fauna di sungai akan dapat berkembang biak karena kualitas air yang baik. Tabel 4.44 Distrbusi dan Luas Jasa Ekosistem Pengaturan Pengolahan dan Penguraian Limbah Sangat RendahRendah Ha % ACEH 3.861.513,33 67,92 BENGKULU 1.144.897,27 57,66 JAMBI 2.141.375,11 43,55 KEP. BANGKA BELITUNG 1.366.559,05 82,42 KEP. RIAU 488.136,48 63,38 LAMPUNG 1.159.918,90 34,40 RIAU 4.278.869,52 47,90 SUMATERA BARAT 2.535.737,76 60,17 SUMATERA SELATAN 3.917.514,08 45,23 SUMATERA UTARA 3.794.420,12 52,48

Provinsi

IV-76

Sedang Ha 854.185,86 396.791,16 2.095.715,15 187.722,32 198.868,44 417.164,20 2.487.456,01 1.051.143,22 1.430.688,72 1.701.154,74

% 15,02 19,98 42,63 11,32 25,82 12,37 27,84 24,94 16,52 23,53

Tinggi-Sangat Tinggi Ha % 969.891,95 17,06 443.987,36 22,36 679.531,86 13,82 103.804,67 6,26 83.194,35 10,80 1.794.531,04 53,22 2.166.978,20 24,26 627.062,28 14,88 3.313.462,76 38,25 1.734.899,77 23,99

IV-77

Gambar 4.23 Peta Daya Dukung Lingkungan Jasa Ekosistem Pengaturan Pengolahan dan Penguraian Limbah

Ekosistem sendiri tidaklah bersifat statis, melainkan selalu mengalami perubahan. Keseimbangan lingkungan dapat berubah melalui proses alami maupun karena campur tangan manusia. Pencemaran lingkungan adalah salah satu faktor yang dapat mengganggu keseimbangan alam. Pencemaran lingkungan disebabkan oleh bahan pencemar (limbah) yang berasal dari berbagai sumber. Limbah adalah sumber daya alam yang telah kehilangan fungsinya. Keberadaan limbah di lingkungan harus ditangani secara tepat karena selain berpotensi menjadi polutan, keberadaan limbah dapat mengganggu keindahan, kenyamanan dan kesehatan. Karena keberadaannya yang dapat mengganggu keseimbangan ekosistem itulah, limbah harus ditangani secara bijak seperti dengan cara mengurangi penggunaan barang tertentu (reduce), pemanfaatan kembali (reuse), dan daur ulang (recycle). Alam sendiri mempunyai kemampuan untuk mengolah limbah agar tidak memberikan dampak. Kemampuan tersebut dipengaruhi oleh jenis limbah/sampah dan kondisi lingkungan. Berdasarkan data pada tabel dapat diketahui potensi lahan dalam pengaturan pengolahan dan penguraian limbah pada masing-masing Provinsi yang terletak di Pulau Sumatera. Provinsi yang tergolong memiliki presentase besar lahan potensial atau paling tinggi adalah Provinsi Lampung, dimana 53,22% atau 1.794.531,04 hektar dari keseluruhan wilayahnya merupakan lahan berpotensi tinggi. Berikutnya adalah Provinsi Sumatera Selatan dengan luasan lahan berpotensi tinggi mencapai 3.313.462,76 hektar atau sekitar 38,25%. Sebagian besar wilayah di Pulau Sumatera memiliki lahan berpotensi rendah dalam pengaturan pengolahan dan penguraian limbah

IV-78

IV-79

Gambar 4.24 Peta Daya Dukung Lingkungan Jasa Ekosistem Pengaturan Pemeliharaan Kualitas Udara

Tabel 4.45 Distrbusi dan Luas Jasa Ekosistem Pengaturan Pemeliharaan Kualitas Udara Sangat RendahRendah Ha % ACEH 1.233.587,39 21,70 BENGKULU 355.819,30 17,92 JAMBI 2.073.220,16 42,17 KEP. BANGKA BELITUNG 1.381.494,50 83,32 KEP. RIAU 412.247,82 53,52 LAMPUNG 842.935,45 25,00 RIAU 2.599.668,03 29,10 SUMATERA BARAT 505.286,37 11,99 SUMATERA SELATAN 2.076.536,14 23,97 SUMATERA UTARA 1.714.116,83 23,71

Sedang

Provinsi

Ha 1.112.858,05 782.051,93 1.407.036,16 254.976,02 206.403,71 2.054.155,30 3.762.326,74 1.443.219,76 5.044.369,68 3.170.439,62

% 19,57 39,38 28,62 15,38 26,80 60,92 42,12 34,25 58,24 43,85

Tinggi-Sangat Tinggi Ha % 3.339.145,70 58,73 847.804,56 42,70 1.436.365,81 29,21 21.615,52 1,30 151.547,74 19,68 474.523,39 14,07 2.571.308,97 28,78 2.265.437,13 53,76 1.540.759,74 17,79 2.345.918,19 32,44

Udara bersih merupakan kebutuhan dasar manusia untuk dapat bertahan hidup. Ketersediaan vegetasi menjadi penting untuk penyediaan udara bersih karena sebagai penyaring alami. Berdasarkan data pada tabel dapat diketahui potensi lahan dalam pengaturan kualitas udara pada masing-masing Provinsi yang terletak di Pulau Sumatera. Provinsi yang tergolong memiliki presentase besar lahan potensial atau paling tinggi adalah Provinsi Aceh dan Provinsi Sumatera Barat. Luasan lahan berpotensi tinggi di Provinsi Aceh mencapai 58,73% dari keseluruhan wilayah Aceh. Sedangkan luasan lahan berpotensi tinggi di Sumatera Barat mencapai 53,76% dari keseluruhan wilayah Provinsi Sumatera Barat. Kedua Provinsi tersebut diketahui memiliki kawasan hutan alami yang cukup luas. Oksigen yang dihasilkan oleh hutan menetralisir kualitas udara dan partikel kotor diserap oleh tumbuhan. Hal ini menyebabkan udara di kawasan hutan relatif sejuk dan bersih. Selain kedua propnsi tersebut, Provinsi Riau juga memiliki luasan lahan berpotensi tingi yang besar, yakni 2.571.308,97 hektar. Meskipun tidak mendominasi, namun lahan perkebunan di Provinsi ini juga mempunyai potensi tinggi dalam pengaturan pemurnian kualitas udara. Hamparan tanaman pangan menghasilkan oksigen dari hasil fotosintes. Hal ini menetralisir udara yang panas menjadi lebih sejuk.

IV-80

IV-81

Gambar 4.25 Peta Daya Dukung Lingkungan Jasa Ekosistem Pengaturan Penyerbukan Alami

Tabel 4.46 Distrbusi dan Luas Jasa Ekosistem Pengaturan Pengaturan Penyerbukan Alami Sangat RendahRendah Ha % ACEH 972.889,87 17,11 BENGKULU 380.114,22 19,14 JAMBI 2.146.963,95 43,67 KEP. BANGKA BELITUNG 786.978,51 47,46 KEP. RIAU 285.654,10 37,09 LAMPUNG 999.867,48 29,66 RIAU 3.094.958,07 34,65 SUMATERA BARAT 804.666,68 19,10 SUMATERA SELATAN 2.998.317,01 34,62 SUMATERA UTARA 2.215.364,84 30,64 Provinsi

Sedang Ha 1.882.031,71 781.904,95 1.325.381,70 726.379,82 332.569,41 1.711.481,84 5.053.370,63 1.560.464,78 3.399.207,31 2.635.262,53

% 33,10 39,38 26,96 43,81 43,18 50,76 56,57 37,03 39,24 36,45

Tinggi-Sangat Tinggi Ha % 2.830.669,56 49,79 823.656,62 41,48 1.444.276,47 29,38 144.727,71 8,73 151.975,76 19,73 660.264,82 19,58 784.975,04 8,79 1.848.811,80 43,87 2.264.141,25 26,14 2.379.847,27 32,91

Penyerbukan adalah peristiwa jatuhnya serbuk sari di kepala putik. Penyerbukan, atau polinasi adalah jatuhnya serbuk sari pada permukaan putik. Penyerbukan merupakan bagian penting dari proses reproduksi tumbuhan berbiji. Penyerbukan yang sukses akan diikuti segera dengan tumbuhnya buluh serbuk yang memasuki saluran putik menuju bakal biji. Di bakal biji terjadi peristiwa penting berikutnya yaitu pembuahan.Penyerbukan alami dilakukan melalui bantuan spesies tertentu, keberadaan spesies tersebut dipengauhi oleh kondisi lingkungan. Berdasarkan data pada tabel dapat diketahui potensi lahan dalam pengaturan penyerbukan alami pada masing-masing Provinsi yang terletak di Pulau Sumatera. Provinsi yang tergolong memiliki presentase besar lahan potensial atau paling tinggi adalah Provinsi Aceh yang memiliki lahan berpotensi tinggi seluas 2.830.669,56 hektar atau mencapai 49,79% dari keseluruhan wilayahnya. Kondisi lingkungan yang alami, khususnya kawasan hutan di Provinsi Aceh membuat proses penyerbukan berjalan dengan normal. Spesies pembantu penyerbukan dapat ditemukan pada lingkungan yang masih alami.

IV-82

IV-83

Gambar 4.26 Peta Daya Dukung Lingkungan Jasa Ekosistem Pengaturan Pengendalian Hama dan Penyakit

Tabel 4.47 Distrbusi dan Luas Jasa Ekosistem Pengaturan Pengendalian Hama dan Penyakit Sangat RendahRendah Ha % ACEH 1.078.281,86 18,97 BENGKULU 505.982,81 25,48 JAMBI 479.734,57 9,76 KEP. BANGKA BELITUNG 1.368.344,28 82,53 KEP. RIAU 248.937,84 32,32 LAMPUNG 1.048.642,08 31,10 RIAU 557.092,43 6,24 SUMATERA BARAT 1.126.538,53 26,73 SUMATERA SELATAN 1.178.495,15 13,61 SUMATERA UTARA 2.127.012,32 29,42

Provinsi

Sedang Ha 3.076.583,32 765.639,84 2.567.910,20 238.542,11 356.437,22 467.615,44 2.231.696,50 1.655.505,01 3.050.780,30 2.419.342,28

% 54,11 38,56 52,23 14,39 46,28 13,87 24,98 39,29 35,22 33,46

Tinggi-Sangat Tinggi Ha % 1.530.725,96 26,92 714.053,14 35,96 1.868.977,35 38,01 51.199,64 3,09 164.824,20 21,40 1.855.356,63 55,03 6.144.514,80 68,78 1.431.899,72 33,98 4.432.390,12 51,17 2.684.120,04 37,12

Pengendalian hama dan penyakit adalah pengaturan makhluk-makhluk atau organisme pengganggu yang disebut hama dan penyakit karena dianggap mengganggu kesehatan manusia, ekologi, atau ekonomi. Pada tanaman perkebunan sering dijumpai berbagai jenis serangga. Tidak semua jenis serangga tersebut berstatus hama. Beberapa jenis di antaranya justru merupakan serangga berguna, misalnya penyerbuk dan musuh alami (parasitoid dan predator). Organisme dalam aktivitas hidupnya selalu berinteraksi dengan organisme lainnya dalam suatu keterkaitan dan ketergantungan yang kompleks. Interaksi antar organisme tersebut dapat bersifat antagonistik, kompetitif atau simbiotik. Sifat antagonistik ini dapat dilihat pada musuh alami yang merupakan agen hayati dalam pengendalian hama. Alam sudah menyediakan spesies tertentu (musuh alami) untuk pengendalian hama dan penyakit. Musuh alami memiliki peranan dalam pengaturan dan pengendalian populasi hama, sebagai faktor yang bekerjanya tergantung kepada kepadatan, dalam kisaran tertentu musuh alami dapat mempertahankan populasi hama di sekitar aras keseimbanganumum.Setiap spesies serangga hama sebagai bagian dari komplekskomunitas dapat diserang oleh serangga lain atau oleh patogen penyebab penyakit pada serangga. Kondisi lingkungan sangat mempengaruhi ketersediaan musuh alami tersebut di suatu wilayah. Berdasarkan data pada tabel dapat diketahui potensi lahan dalam pengaturan pengendalian hama dan penyakit pada masing-masing Provinsi yang terletak di Pulau Sumatera. Provinsi yang tergolong memiliki presentase besar lahan potensial atau paling tinggi adalah Provinsi Riau dengan luasan lahan berpotensi tinggi sebesar 6.144.514,80 hektar atau mencapai 68,78% dari keseluruhan wilayahnya. Adanya perkebunan dan tanaman semusim juga berpotensi tinggi untuk mengendalikan hama IV-84

dan penyakit secara alami. Hama yang sering ditemukan di tanaman semusim adalah tikus. Alam menyediakan ular dan burung hantu untuk mengurangi hama tikus.

3. Indeks Daya Dukung Lingkungan Jasa Ekosistem Pengaturan Menurut Ekoregion dan Provinsi Tubuh Air Perbukitan Patahan HAMA PENYAKIT

Perbukitan Denudasional

PENYERBUKAN ALAMI

Pegunungan Lipatan

UDARA PP LIMBAH

Lembah antar…

PEMURNIAN AIR

Lahan Gambut (Peat…

PP BENCANA

Kaki Gunungapi

TATA AIR

Dataran Fluviomarin

IKLIM

Dataran Aluvial

0.00 0.50 1.00 1.50 2.00 2.50

Gambar 4.27 Grafik Indeks Daya Dukung Lingkungan Jasa Pengaturan Tabel 4.48 Indeks Jasa Ekosistem Pendukung Menurut Ekoregion Indeks Daya Dukung 1

2

3

4

5

6

7

8

Rata rata

Dataran Aluvial

1,06

0,85

0,94

0,80

0,74

1,09

1,19

1,11

0,97

Dataran Fluvio Gunungapi

0,89

0,74

0,80

0,69

0,77

0,92

1,09

0,98

0,86

Dataran Fluviomarin

0,93

0,84

0,93

0,81

0,92

1,02

1,13

1,04

0,95

Dataran Kaki Gunungapi

0,86

0,69

0,77

0,65

0,66

0,91

1,08

0,96

0,82

Kaki Gunungapi

0,99

0,82

0,85

0,76

0,68

1,08

1,27

1,07

0,94

Kerucut dan Lereng Gunungapi

1,53

1,23

1,21

1,10

0,69

1,58

1,69

1,44

1,31

Lahan Gambut (Peat Land)

1,26

1,07

1,13

0,98

1,07

1,27

1,27

1,30

1,17

1,12

0,87

1,00

0,83

0,68

1,17

1,30

1,16

0,99

0,80

0,90

0,77

0,70

1,10

1,27

1,08

Pegunungan Denudasional

1,13

0,91

1,04

0,87

0,80

1,17

1,31

1,17

1,05

Pegunungan Lipatan

2,19

1,72

1,67

1,52

0,72

2,21

2,19

1,92

1,77

Pegunungan Patahan

2,13

1,66

1,63

1,48

0,72

2,15

2,16

1,88

1,73

Ekoregion

Lembah antar perbukitan/ Pegunungan

Lipatan (Intermountain Basin) Lembah antar Perbukitan/ Pegunungan

patahan (Terban)

IV-85

1,02

0,95

Indeks Daya Dukung 1

2

3

4

5

6

7

8

Rata rata

Perbukitan Denudasional

1,19

0,94

1,11

0,91

0,80

1,25

1,33

1,22

1,09

Perbukitan Lipatan

1,42

1,12

1,21

1,06

0,70

1,49

1,60

1,39

1,25

Perbukitan Patahan

1,70

1,38

1,53

1,34

0,86

1,83

1,82

1,66

1,51

Pesisir (Coast)

1,26

1,13

1,40

1,17

1,39

1,35

1,27

1,34

1,29

Tubuh Air

0,89

1,41

1,06

1,76

1,80

0,71

0,50

0,71

1,10

Ekoregion

Keterangan : (1) Jasa Ekosistem Pengaturan Iklim, (2) Pengaturan Tata Air dan Banjir, (3) Pengaturan Pencegahan dan Perlindungan Bencana, (4) Pengaturan Pemurnian Air, (5) Pengaturan Pengolahan dan Penguraian Limbah, (6) Pengaturan Pemeliharaan Kualitas Udara, (7) Pengaturan Penyerbukan Alami (pollination), dan (8) Pengaturan Pengendalian Hama dan Penyakit

Fungsi pengaturan didukung oleh kondisi lingkungan yang masih alami. Semakin alami kondisi lingkungan, maka akan semakin besar pulapotensi pengaturan. Fungsi pengaturan iklim tertiggi terletak di Pegunungan Lipatan dengan nilai indeks 2,19. Fungsi pengaturan tata air dan banjir tertinggi terletak di Ekoregion Pegunungan lipatan dengan nilai indeks 1,72. Fungsi pengaturan pencegahan dan perlindungan bencana tertinggi terletak pada Ekoregion Pegunungan Lipatan dengan nilai indeks 1,67. Fungsi pengaturan pemurnian air selain di tubuh air terletak di Pegunungan Lipatan dengan nilai indeks 1,52. Fungsi pengaturan pengolahan dan penguraian limbah yang tertinggi terletak pada Ekoregion Tubuh air dan Pesisir (coast). Fungsi pemeliharaan kualitas udara yang tertinggi terletak pada Ekoregion Pegunungan Lipatan dengan nilai indeks 2,21. Fungsi pengaturan penyerbukan alami tertinggi terletak pada Ekoregion Pegunungan Lipatan dengan nilai indeks 2,19. Fungsi pengendalian hama dan penyakit yang tertinggi terletak pada Ekoregion Pegunungan Lipatan dengan nilai indeks 1,92. Sebagian besar fungsi pengaturan terletak pada Ekoregion Pegunungan Lipatan hal ini mengindikasikan kondisi yang masih alami dan terjaga pada ekoregion tersebut.

IV-86

SUMATERA UTARA SUMATERA SELATAN

INDEKS R8

SUMATERA BARAT

INDEKS R7

RIAU

INDEKS R6

LAMPUNG

INDEKS R5

KEP. RIAU

INDEKS R4

KEP. BANGKA BELITUNG

INDEKS R3

JAMBI

INDEKS R2

BENGKULU

INDEKS R1

ACEH

0.00

0.50

1.00

1.50

2.00

Gambar 4.28 Grafik Indeks Daya Dukung Lingkungan Jasa Pengaturan Menurut Provinsi Tabel 4.49 Indeks Jasa Ekosistem Pendukung Menurut Provinsi Ratarata

Indeks Daya Dukung

Provinsi 1

2

3

4

5

6

7

8

ACEH 1,83 1,46 1,46 1,32 0,77 1,86 1,89 1,67 1,53 BENGKULU 1,56 1,19 1,27 1,08 0,68 1,58 1,70 1,46 1,31 JAMBI 1,31 1,08 1,11 1,00 0,77 1,39 1,47 1,31 1,18 KEP. BANGKA BELITUNG 1,06 0,86 0,97 0,82 0,82 1,10 1,24 1,12 1,00 KEP. RIAU 1,32 1,07 1,29 1,05 0,87 1,40 1,49 1,34 1,23 LAMPUNG 0,83 0,75 0,75 0,70 0,72 0,92 1,09 0,95 0,84 RIAU 1,38 1,10 1,23 1,03 0,91 1,40 1,38 1,37 1,22 SUMATERA BARAT 1,67 1,34 1,36 1,23 0,75 1,74 1,77 1,58 1,43 SUMATERA SELATAN 1,07 0,86 0,95 0,80 0,81 1,08 1,26 1,12 0,99 SUMATERA UTARA 1,29 1,06 1,08 0,98 0,72 1,35 1,44 1,28 1,15 Keterangan : (1) Jasa Ekosistem Pengaturan Iklim, (2) Pengaturan Tata Air dan Banjir, (3) Pengaturan Pencegahan dan Perlindungan Bencana, (4) Pengaturan Pemurnian Air, (5) Pengaturan Pengolahan dan Penguraian Limbah, (6) Pengaturan Pemeliharaan Kualitas Udara, (7) Pengaturan Penyerbukan Alami (pollination), dan (8) Pengaturan Pengendalian Hama dan Penyakit

Semakin alami kondisi lingkungan, maka akan semakin besar pulapotensi pengaturan. Fungsi pengaturan iklim tertiggi terletak di Provinsi Aceh dengan nilai indeks 1,83. Fungsi pengaturan tata air dan banjir tertinggi terletak di Provinsi Aceh dengan nilai indeks 1,46. Fungsi pengaturan pencegahan dan perlindungan bencana tertinggi terletak pada Provinsi Aceh dengan nilai indeks 1,46. Fungsi pengaturan pemurnian air terletak di Provinsi Aceh dengan nilai indeks 1,32. Fungsi pengaturan pengolahan dan penguraian limbah yang tertinggi terletak pada Provinsi Riau dengan nilai indeks 0,91. Fungsi pemeliharaan kualitas udara yang tertinggi terletak pada IV-87

Provinsi Aceh dengan nilai indeks 1,86. Fungsi pengaturan penyerbukan alami tertinggi terletak pada Provinsi Aceh dengan nilai indeks 1,89. Fungsi pengendalian hama dan penyakit yang tertinggi terletak pada Provinsi Aceh dengan nilai indeks 1,67. Sebagian besar fungsi pengaturan terletak pada Provinsi Aceh hal ini mengindikasikan kondisi yang masih alami dan terjaga pada Provinsi Aceh. 4.5 Profil Daya Dukung dan Daya Tampung Lingkungan Jasa Ekosistem Penting dan Jasa Dominan Jasa ekosistem penting dapat digunakan untuk mengetahui potensi daya dukung dan daya tampung pada suatu wilayah. Nilai ekosistem penting dapat diketahui melalui rata-rata koefisien daya dukung atau daya tampung. Tingkat kepentingan daya dukung pada jasa ekosistem diperoleh melalui rata-rata seluruh jasa ekosistem yang dikategorikan sebagai daya dukung. Jasa ekosistem yang dikategorikan sebagai daya dukung adalah seluruh jasa penyediaan, jasa budaya, dan jasa pendukung. Distribusi daya dukung dan daya tampung jasa ekosistem penting pada masing-masing provinsi di Pulau Sumatera dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 4.50 Distribusi Daya Dukung Dan Daya Tampung Jasa Ekosistem Penting PENTING I (PRIORITAS I) Provinsi Ha % ACEH 3.760.113,77 66,13 BENGKULU 1.166.671,96 58,75 JAMBI 1.938.091,69 39,42 KEP. BANGKA BELITUNG 175.279,30 10,57 KEP. RIAU 250.547,50 32,53 LAMPUNG 1.899.585,55 56,34 RIAU 3.954.512,48 44,27 SUMATERA BARAT 2.547.257,44 60,45 SUMATERA SELATAN 3.862.504,59 44,59 SUMATERA UTARA 3.292.617,53 45,54

PENTING II (PRIORITAS II) Ha % 1.739.074,34 30,59 757.826,88 38,16 2.850.321,35 57,97 735.122,57 44,34 368.448,32 47,84 1.387.313,99 41,15 4.680.200,20 52,39 1.581.121,33 37,52 4.456.680,47 51,45 3.761.033,48 52,02

PENTING III (PRIORITAS III) Ha % 186.403,02 3,28 61.176,94 3,08 128.209,07 2,61 747.684,17 45,09 151.203,44 19,63 84.714,61 2,51 298.591,05 3,34 85.564,50 2,03 342.480,51 3,95 176.823,63 2,45

Kategori Penting I atau Prioritas I dapat diartikan bahwa wilayah tersebut memiliki potensi daya dukung wilayah yang sangat besar untuk jasa penyediaan, budaya, pendukung dan pengaturan. Selain itu, pada wilayah dengan kategori ini mendapat prioritas pertama dalam pemanfaatan dan pengembangan kewilayahan dalam sektor-sektor yang berkaitan dengan jasa penyediaan, budaya, pendukung dan pengaturan. Berdasarkan pada tabel 4.50 provinsi yang memiliki wilayah kategori I atau Prioritas petama paling besar adalah Provinsi Aceh yang memiliki luasan wilayah kategori I sebesar 3.760.113,77 hektar atau sekitar 66.13% dari keseluruhan wilayah IV-88

Aceh. Sedangkan Provinsi kedua yang wilayahnya didominasi oleh kategori 1 adalah Provinsi Sumatera Barat dengan luasan mencapai 2.547.257,44 hektar atau sekitar 60,45%. Dengan demikian untuk wilayah yang mendapatkan prioritas dalam pemanfaatan dan pengembangan kewilayahan terkait dengan jasa penyediaan, budaya, pendukung dan pengaturan adalah Provinsi Aceh dan Provinsi Sumatera Barat. Besarnya nilai indeks jasa ekosistem penting Provinsi Aceh dan Provinsi Sumatera Barat juga terkait dengan keberadaan kawasan lindung

dan strategis

lingkungan pada kedua wilayah tersebut. Kedua kawasan ini memiliki fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup dan memiliki pengaruh penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem, sehingga kelestariannya dijaga. Rendahnya intervensi kegiatan manusia di kawasan tersebut membuat kawasan hutan masih terjaga dengan baik.Hutan merupakan salah satu elemen utama dalam mendukung penyediaan jasa ekosistem, baik jasa ekosistem penyediaan, budaya, pengaturan maupun pendukung. Keberadaan kawsan lindung dan strategis di kedua provinsi tersebut juga mengindikasikan pentingnya memberikan prioritas pengembangan pada kedua provinsi tersebut. Selanjutnya untuk wilayah yang memiliki kategori Penting II yang paling luas adalah Provinsi Riau dengan luasan 4.680.200,20 hektar atau presentase sebesar 52,39% dari keseluruhan wilayah Provinsi Riau. Wilayah kategori penting II merupakan wilayah prioritas kedua dalam pemanfaatan dan pengembangan kewilayahan terkait dengan jasa penyediaan, budaya, pendukung, dan pengaturan. Sedangkan wilayah yang memiliki kategori Penting III terbesar adalah Provinsi Kep. Bangka Belitung dengan luasan sebesar 747,684.17 hektar atau sekitar 45,09%. Wilayah kategori III merupakan wilayah prioritas ketiga dalam dalam pemanfaatan dan pengembangan kewilayahan terkait dengan jasa penyediaan, budaya, pendukung, dan pengaturan. Bila dilihat secara spasial wilayah-wilayah kategori I yang merupakan wilayah prioritas relatif tersebar baik di bagian utara, tengah, maupun selatan Pulau Sumatera. Provinsi Aceh dan Sumatera Barat menjadi propinsi yang sebagian besar wilayahnya merupakan wilayah kategori I atau wilayah prioritas karena memiliki daya dukung wilayah paling besar dalam penyediaan jasa ekosistem baik penyediaan, budaya, pengaturan, maupun pendukung.

IV-89

IV-90

Gambar 4.29 Peta Jasa Ekosistem Penting

BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan Berdasarkan pada hasil dan pembahasan dapat ditarik beberapa kesimpulan, sebagai berikut: 1. Jasa Ekosistem ditentukan oleh dua komponen penting yang mempengaruhinya, yakni ekoregion dan tutupan lahan. Ekoregion yang paling mendominasi di Pulau Sumatera adalah Ekoregion Dataran Aluvial. Ekoregion Dataran Aluvial memiliki luasan sebesar 8.302.423,63 hektar atau sekitar 17,47% dari keseluruhan luas Pulau Sumatera. Ekoregion Dataran Aluvial sebagian besar terletak pada Provinsi Sumatera Selatan dengan luasan ekoregion sebesar 2.129.659,89 hektar serta Provinsi Riau dengan luasan mencapai 2.057.454,99 hektar. Tutupan lahan di Pulau sumatera yang paling mendominasi berupa tanaman semusim lahan kering yang memiliki luasan 10.395.593,78 hektar atau sekitar 21,92% dari keseluruhan tutupan lahan yang terdapat di Pulau Sumatera. Tutupan lahan jenis ini tersebar diseluruh Provinsi yang ada di Sumatera dan pesebaran paling banyak berada di Provinsi Sumatera Utara. 2. Nilai indeks tertinggi untuk jasa ekosistem penyediaan berada pada Ekoregion Pegunungan Struktural Lipatan dengan nilai indeks sebesar 1,47. Sedangkan Provinsi dengan nilai indeks jasa ekosistem penyediaan tertinggi adalah Provinsi Aceh. Untuk Nilai indeks tertinggi untuk jasa ekosistem budaya terletak pada Ekoregion Pegunungan Struktural Lipatan dengan nilai indeks 1,26. Sedangkan Provinsi dengan nilai indeks jasa ekosistem budaya tertinggi adalah Provinsi Aceh dan Nilai indeks tertinggi untuk jasa ekosistem pengaturan terletak pada Ekoregion Pegunungan Struktural Lipatan dengan nilai indeks 1,77. Sedangkan Provinsi dengan nilai indeks jasa ekosistem pengaturan tertinggi adalah Provinsi Aceh serta Nilai Indeks tertinggi untuk jasa ekosistem pendukung terletak pada Ekoregion Pegunungan Struktural Lipatan dengan nilai indeks 2,09. Sedangkan Provinsi dengan nilai indeks jasa ekosistem pengaturan tertinggi adalah Provinsi Aceh. 3. Wilayah yang mendapatkan prioritas pertama dalam pemanfaatan dan pengembangan kewilayahan terkait dengan jasa penyediaan, budaya, pendukung dan pengaturan adalah Provinsi Aceh dan Provinsi Sumatera Barat.Morfologi kedua wilayah ini yang didominasi oleh pegunungan dan perbukitan membuat Provinsi Aceh dan Sumatera Barat memiliki V-1

luasan kawasan hutan yang besar. Hutan merupakan salah satu elemen utama dalam mendukung penyediaan jasa ekosistem, baik penyediaan, budaya, pengaturan maupun pendukung. Selain itu, sebagian besar hutan yang terdapat pada kedua wilayah tersebut merupakan kawasan lindung nasional, sehingga kondisi hutan masih terjaga kelestariannya dan belum terintervensi oleh kegiatan manusia. 5.2 Saran 1. Ekoregion di Pulau Sumatera didominasi oleh Ekoregion Dataran Aluvial. Secara umum, pesebaran ekoregion ini mengikuti daerah aliran sungai baik yang terletak di bagian barat maupun bagian timur Pulau Sumatera. Ekoregion ini merupakan wilayah yang memiliki kondisi tanah yang cukup subur. Hal ini membuat penggunaan lahan yang cocok pada wilayah ini adalah dalam untuk pertanian. Ekoregion dataran aluvial memiliki peranan yang besar dalam mendukung jasa penyediaan, khususnya penyedian pangan. 2. Terkait dengan pemanfaatan dan pengembangan kewilayahan dalam sektor-sektor yang berkaitan dengan jasa penyediaan, budaya, pendukung dan pengaturan,terdapat wilayahwilayah yang penting untuk dijadikan prioritas dalam pengembangan. Wilayah ini adalah Provinsi Aceh dan Provinsi Sumatera Barat. Kedua wilayah tersebut merupakan wilayah dengan jasa ekosistem penting tertinggi. 3. Salah satu komponen yang paling berpengaruh pada jasa ekosistem adalah tutupan lahan, terutama tutupan lahan yang berupa hutan dan vegetasi lain. Wilayah-wilayah yang memiliki kondisi hutan yang masih baik umumnya memiliki nilai jasa ekositem yang baik di beberapa jenis jasa ekosistem. Oleh karena itu, keberadaan hutan harus terus dijaga dengan sebaikbaiknya agar tetap lestari dan alami.

V-2

LAMPIRAN

LAMPIRAN Lampiran 1. Rekapitulasi Hasil Pairwise Comaprison Pengaruh Tutupan Lahan terhadap Jasa Ekosistem Penyediaan Tutupan Lahan

Pangan

Air Bersih

Serat

Energi

SD. Genetik

Bangunan Bukan Permukiman (Industri, perdagangan, infrastruktur jalan, bandar udara dan lahan terbangun non permukiman)

0,16

0,17

0,19

0,35

0,14

Bangunan Permukiman/Campuran

0,24

0,24

0,19

0,33

0,19

Danau/Telaga

1,15

2,38

0,48

1,50

1,33

Hutan Lahan Rendah

1,07

1,78

1,89

1,44

2,59

Hutan Lahan Tinggi

0,98

1,81

1,89

1,18

2,52

Hutan Mangrove

1,11

1,01

1,68

0,93

2,28

Hutan Rawa/Gambut

0,89

0,80

1,53

1,00

1,82

Hutan Tanaman

0,54

0,91

2,67

1,03

0,85

Kebun dan Tanaman Campuran (Tahunan dan semusim)

0,94

0,71

1,84

1,15

1,00

Kolam air asin/payau

0,90

0,40

0,48

0,36

0,79

Lahan Terbuka (hamparan pasir, lava)

0,32

0,22

0,35

0,45

0,28

Lahan Terbuka Diusahakan

0,57

0,31

0,69

0,49

0,30

Perkebunan

0,93

0,55

1,59

1,12

0,64

Pertambangan

0,21

0,19

0,34

1,37

0,20

Rawa Pesisir

0,71

0,73

0,84

1,04

0,78

Rawa Pedalaman

0,60

1,01

0,88

1,04

0,86

Savana/Padang rumput

0,56

0,47

0,47

0,57

0,58

Herbal dan Rumput

0,50

0,47

0,59

0,36

0,65

Semak dan belukar

0,62

0,52

0,78

0,61

0,68

Sungai

1,16

2,68

0,36

2,59

1,13

Tanaman Semusim Lahan Basah (Sawah)

3,25

1,22

1,14

0,80

0,78

Tanaman Semusim Lahan Kering (Tegalan/Ladang)

1,89

0,52

1,17

0,50

0,67

Waduk dan Danau Buatan

1,75

2,75

0,51

2,34

1,30

Tambak/Empang

1,95

1,15

0,45

0,45

0,66

L-1

Lampiran 2. Rekapitulasi Hasil Pairwise Comaprison Pengaruh Tutupan Lahan terhadap Jasa Ekosistem Pengaturan

Tutupan Lahan Bangunan Bukan Permukiman (Industri, perdagangan, infrastruktur jalan, bandar udara dan lahan terbangun non permukiman) Bangunan Permukiman/Campuran Danau/Telaga

Iklim

Tata Air Pemurnian dan Bencana Limbah Air banjir

Kualitas Udara

Penyerbukan Alami

Hama dan Penyakit

0,23

0,15

0,40

0,15

0,18

0,16

0,16

0,19

0,21

0,17

0,43

0,16

0,26

0,17

0,20

0,31

0,92

1,56

1,11

1,95

1,97

0,69

0,42

0,70

Hutan Lahan Rendah

2,54

2,00

2,24

1,97

0,90

2,70

2,47

2,34

Hutan Lahan Tinggi

2,72

2,11

1,97

1,83

0,73

2,70

2,59

2,28

Hutan Mangrove

2,08

1,58

2,64

1,81

2,23

2,45

2,02

2,24

Hutan Rawa/Gambut

2,24

1,87

2,03

1,72

1,80

2,25

1,80

2,13

Hutan Tanaman Kebun dan Tanaman Campuran (Tahunan dan semusim) Kolam air asin/payau Lahan Terbuka (hamparan pasir, lava) Lahan Terbuka Diusahakan Perkebunan

1,34

0,96

1,09

0,88

0,61

1,30

1,24

1,29

1,09

0,65

0,92

0,63

0,60

1,06

1,37

1,08

0,56

0,79

0,68

0,86

1,00

0,37

0,38

0,43

0,31

0,35

0,34

0,26

0,38

0,25

0,33

0,36

0,36

0,37

0,34

0,32

0,39

0,33

0,42

0,45

0,89

0,59

0,61

0,50

0,52

0,92

1,21

1,06

Pertambangan

0,21

0,18

0,20

0,18

0,21

0,17

0,17

0,21

Rawa Pesisir

0,96

1,01

0,79

0,90

1,70

0,73

0,87

1,09

Rawa Pedalaman

1,05

1,20

0,86

1,00

1,69

0,95

1,04

1,24

Savana/Padang rumput

0,65

0,52

0,45

0,49

0,55

0,67

0,89

0,85

Herbal dan Rumput

0,65

0,47

0,62

0,52

0,49

0,57

1,04

0,83

Semak dan belukar

0,77

0,63

0,85

0,59

0,62

0,71

1,21

0,83

Sungai Tanaman Semusim Lahan Basah (Sawah) Tanaman Semusim Lahan Kering (Tegalan/Ladang) Waduk dan Danau Buatan Tambak/Empang

0,50

2,04

1,24

2,43

2,29

0,83

0,37

0,48

0,76

0,81

0,69

0,70

0,99

0,92

1,17

0,99

0,63

0,60

0,58

0,58

0,65

0,83

1,08

0,84

0,80

0,75

1,32

1,68

1,61

0,72

0,33

0,42

0,55

1,67

0,61

0,88

0,61

0,56

0,25

0,37

L-2

Lampiran 3. Rekapitulasi Hasil Pairwise Comaprison Pengaruh Tutupan Lahan terhadap Jasa Ekosistem Budaya T Tinggal

Rekreasi dan Ecotourism

Estetika

0,96

0,71

0,64

Bangunan Permukiman/Campuran

3,21

0,56

0,59

Danau/Telaga

0,97

2,08

1,91

Hutan Lahan Rendah

1,11

1,47

1,64

Hutan Lahan Tinggi

0,81

1,60

1,93

Hutan Mangrove

0,75

1,94

1,88

Hutan Rawa/Gambut

0,82

1,14

1,02

Hutan Tanaman

0,87

0,69

0,79

Kebun dan Tanaman Campuran (Tahunan dan semusim)

0,92

0,69

0,86

Kolam air asin/payau

0,31

0,77

0,48

Lahan Terbuka (hamparan pasir, lava)

0,58

0,66

0,65

Lahan Terbuka Diusahakan

0,79

0,34

0,53

Perkebunan

0,99

0,55

0,51

Pertambangan

0,42

0,36

0,20

Rawa Pesisir

0,58

0,72

0,64

Rawa Pedalaman

0,80

0,81

0,55

Savana/Padang rumput

1,01

0,75

0,95

Herbal dan Rumput

0,90

0,78

0,71

Semak dan belukar

0,75

0,34

0,51

Sungai

1,20

1,85

1,97

Tanaman Semusim Lahan Basah (Sawah)

1,23

1,15

0,99

Tanaman Semusim Lahan Kering (Tegalan/Ladang)

1,35

0,59

0,58

Waduk dan Danau Buatan

0,99

1,82

1,93

Tambak/Empang

0,67

0,61

0,56

Tutupan Lahan Bangunan Bukan Permukiman (Industri, perdagangan, infrastruktur jalan, bandar udara dan lahan terbangun non permukiman)

L-3

Lampiran 4. Rekapitulasi Hasil Pairwise Comaprison Pengaruh Tutupan Lahan terhadap Jasa Ekosistem Pendukung Tanah

Siklus Hara

Produksi Primer

Biodiversitas

0,19

0,15

0,14

0,15

0,23

0,18

0,16

0,18

Danau/Telaga

0,41

1,38

1,25

1,56

Hutan Lahan Rendah

2,22

2,01

2,58

2,79

Hutan Lahan Tinggi

2,70

2,36

2,58

2,69

Hutan Mangrove

1,50

2,37

2,27

2,10

Hutan Rawa/Gambut

1,70

1,41

1,66

1,82

Hutan Tanaman Kebun dan Tanaman Campuran (Tahunan dan semusim) Kolam air asin/payau Lahan Terbuka (hamparan pasir, lava) Lahan Terbuka Diusahakan

1,25

0,94

1,30

0,90

1,24

0,74

0,97

0,76

0,37

0,65

0,59

0,67

0,35

0,30

0,23

0,23

0,56

0,41

0,27

0,28

Perkebunan

1,38

0,62

0,65

0,45

Pertambangan

0,21

0,17

0,21

0,18

Rawa Pesisir

0,55

0,76

0,68

0,81

Rawa Pedalaman

1,07

1,12

0,85

1,21

Savana/Padang rumput

1,00

0,66

0,73

0,74

Herbal dan Rumput

0,96

0,50

0,64

0,60

Semak dan belukar

1,14

0,74

0,66

0,64

Sungai Tanaman Semusim Lahan Basah (Sawah) Tanaman Semusim Lahan Kering (Tegalan/Ladang) Waduk dan Danau Buatan

0,85

1,71

1,13

1,45

1,31

0,98

0,77

0,67

0,89

0,74

0,67

0,52

0,56

1,41

1,25

1,08

Tambak/Empang

0,38

0,69

0,76

0,53

Tutupan Lahan

Bangunan Bukan Permukiman (Industri, perdagangan, infrastruktur jalan, bandar udara dan lahan terbangun non permukiman) Bangunan Permukiman/Campuran

L-4

Lampiran 5. Rekapitulasi Hasil Pairwise Comparison Pengaruh Ekoregion terhadap Jasa Ekosistem Penyediaan EKOREGION

Pangan

Air Bersih

Serat

Energi

SD. Genetik

Kerucut dan Lereng Gunungapi

0,94

0,31

1,52

0,48

0,91

Kaki Gunungapi

1,48

1,31

1,11

1,86

1,57

Dataran Kaki Gunungapi

2,72

2,80

1,46

2,73

1,99

Lembah antar Perbukitan/ Pegunungan patahan (Terban)

1,57

1,55

0,90

1,32

1,29

Lembah antar perbukitan/ Pegunungan Lipatan (Intermountain Basin)

1,25

1,22

1,47

0,91

1,07

Perbukitan Patahan

0,46

0,67

1,08

1,10

1,18

Perbukitan Lipatan

0,50

0,55

1,19

0,63

1,18

Pegunungan Patahan

0,48

0,52

1,19

1,78

1,44

Pegunungan Lipatan

0,51

0,53

1,21

1,09

1,44

Dataran Fluvio Gunungapi

3,77

3,60

1,07

3,08

1,95

Dataran Aluvial

3,18

3,23

1,07

2,49

1,83

Dataran Fluviomarin

2,35

2,33

1,10

1,47

1,70

Lembah antar Perbukitan / Pegunungan Solusional

1,10

1,42

0,58

0,94

0,83

Perbukitan Solusional

0,43

0,37

0,59

0,65

0,63

Pegunungan Solusional Karts

0,37

0,33

0,65

0,63

0,76

Lembah antar Perbukitan /Pegunungan Denudasional

1,10

1,04

0,78

0,83

0,90

Lerengkaki Perbukitan/ Pegunungan Denudasional

0,98

1,00

1,06

0,99

0,97

Perbukitan Denudasional

0,43

0,49

0,54

0,77

0,97

Pegunungan Denudasional

0,41

0,50

0,54

0,65

0,98

Gumuk Pasir

0,25

0,32

2,30

0,19

0,23

Pantai (Shore)

0,57

0,27

2,46

0,72

0,61

Pesisir (Coast)

0,89

0,49

1,66

0,50

1,08

Pegunungan Glasial

0,24

1,14

0,48

0,18

0,48

Lahan Gambut (Peat Land)

0,70

0,40

0,51

0,72

0,82

Rataan Terumbu (Reef flat)

0,39

0,28

0,38

0,52

0,64

Dataran Reklamasi

0,27

0,30

0,25

0,21

0,17

L-5

Lampiran 6. Rekapitulasi Hasil Pairwise Comparison Pengaruh Ekoregion terhadap Jasa Ekosistem Pengaturan EKOREGION

Iklim

Tata Air dan banjir

Bencana

Pemurnian Air

Limbah

Kualitas Udara

Penyerbukan Alami

Hama dan Penyakit

Kerucut dan Lereng Gunungapi

2,18

2,06

1,83

0,70

0,67

1,91

1,10

0,47

Kaki Gunungapi

1,30

1,85

1,65

2,21

1,74

1,90

2,44

1,33

Dataran Kaki Gunungapi

1,10

2,19

1,32

2,15

2,49

1,51

1,70

2,15

Lembah antar Perbukitan/ Pegunungan patahan (Terban)

0,60

0,82

1,06

1,14

1,32

0,89

1,12

1,61

Lembah antar perbukitan/ Pegunungan Lipatan (Intermountain Basin)

0,54

0,74

0,96

1,07

1,05

0,89

1,12

1,44

Perbukitan Patahan

0,99

0,88

0,49

1,55

1,00

1,26

0,84

0,76

Perbukitan Lipatan

0,89

0,88

0,58

1,29

0,81

1,26

0,84

0,76

Pegunungan Patahan

2,02

0,78

0,55

1,33

0,84

1,95

1,35

0,59

Pegunungan Lipatan

1,79

0,78

0,65

1,20

0,68

1,95

1,35

0,59

Dataran Fluvio Gunungapi

1,11

2,16

1,59

1,57

2,47

1,07

2,44

2,12

Dataran Aluvial

1,11

2,00

1,91

1,18

2,39

0,97

1,87

2,70

Dataran Fluviomarin

0,89

1,32

1,14

0,75

1,84

1,05

1,41

2,15

Lembah antar Perbukitan / Pegunungan Solusional

0,76

1,07

1,29

0,62

1,11

0,94

0,83

1,61

Perbukitan Solusional

1,00

0,81

1,85

0,57

0,55

0,79

0,58

0,59

Pegunungan Solusional Karts

1,64

0,65

1,83

0,55

0,43

0,91

0,77

0,47

Lembah antar Perbukitan /Pegunungan Denudasional

0,61

0,98

0,82

0,91

0,87

0,53

0,78

1,15

Lerengkaki Perbukitan/ Pegunungan Denudasional

0,55

0,71

0,72

0,83

0,94

0,51

0,84

1,00

Perbukitan Denudasional

0,99

0,62

0,54

0,66

0,69

0,56

0,80

0,66

Pegunungan Denudasional

1,64

0,62

0,69

0,63

0,58

0,62

1,09

0,52

Gumuk Pasir

0,47

0,41

1,14

1,12

0,82

0,27

0,28

0,44

Pantai (Shore)

0,91

0,66

0,76

0,48

0,69

1,42

0,83

0,89

Pesisir (Coast)

1,27

1,04

1,10

1,05

1,58

1,42

1,14

1,30

Pegunungan Glasial

1,61

1,99

1,54

2,47

0,45

1,43

0,48

0,70

Lahan Gambut (Peat Land)

1,10

1,08

1,11

0,41

0,60

1,10

0,90

1,31

Rataan Terumbu (Reef flat)

0,76

0,41

0,70

0,47

0,60

0,71

0,34

0,75

Dataran Reklamasi

0,28

0,21

0,65

0,30

0,34

0,30

0,18

0,32

L-6

Lampiran 7. Rekapitulasi Hasil Pairwise Comparison Pengaruh Ekoregion terhadap Jasa Ekosistem Budaya T Tinggal

Rekreasi dan Ecotourism

Estetika

Kerucut dan Lereng Gunungapi

0,20

2,77

2,90

Kaki Gunungapi

1,14

1,25

1,63

Dataran Kaki Gunungapi

3,23

0,71

1,00

Lembah antar Perbukitan/ Pegunungan patahan (Terban)

1,74

0,74

0,98

Lembah antar perbukitan/ Pegunungan Lipatan (Intermountain Basin)

1,85

0,68

0,81

Perbukitan Patahan

0,45

1,22

1,02

Perbukitan Lipatan

0,68

0,53

0,68

Pegunungan Patahan

0,39

1,90

1,49

Pegunungan Lipatan

0,50

0,53

0,83

Dataran Fluvio Gunungapi

3,60

0,79

0,79

Dataran Aluvial

3,36

0,80

0,79

Dataran Fluviomarin

1,89

0,86

0,80

Lembah antar Perbukitan / Pegunungan Solusional

1,41

1,20

0,90

Perbukitan Solusional

0,67

1,45

1,00

Pegunungan Solusional Karts

0,40

1,47

1,05

Lembah antar Perbukitan /Pegunungan Denudasional

1,10

0,42

0,57

Lerengkaki Perbukitan/ Pegunungan Denudasional

0,75

0,32

0,48

Perbukitan Denudasional

0,50

0,27

0,33

Pegunungan Denudasional

0,36

0,28

0,32

Gumuk Pasir

0,24

1,22

1,48

Pantai (Shore)

0,31

2,60

2,13

Pesisir (Coast)

1,01

1,77

1,76

Pegunungan Glasial

0,21

2,21

2,26

Lahan Gambut (Peat Land)

0,58

0,31

0,34

Rataan Terumbu (Reef flat)

0,41

0,77

0,62

Dataran Reklamasi

1,11

0,42

0,36

EKOREGION

L-7

Lampiran 8. Rekapitulasi Hasil Pairwise Comparison Pengaruh Ekoregion terhadap Jasa Ekosistem Pendukung Tanah

Siklus Hara

Kerucut dan Lereng Gunungapi

0,67

0,50

Produksi Primer 1,05

Kaki Gunungapi

1,42

1,75

1,81

2,21

Dataran Kaki Gunungapi Lembah antar Perbukitan/ Pegunungan patahan (Terban) Lembah antar perbukitan/ Pegunungan Lipatan (Intermountain Basin) Perbukitan Patahan

2,77

3,07

1,85

1,36

1,42

1,60

1,11

1,16

1,42

1,60

1,11

1,16

0,77

0,76

1,03

0,94

Perbukitan Lipatan

0,77

0,83

1,03

1,03

Pegunungan Patahan

0,72

0,68

1,05

0,95

Pegunungan Lipatan

0,72

0,73

1,16

1,05

Dataran Fluvio Gunungapi

2,65

2,92

2,84

1,98

Dataran Aluvial

2,54

2,54

2,66

1,38

Dataran Fluviomarin Lembah antar Perbukitan / Pegunungan Solusional Perbukitan Solusional

2,20

2,26

2,10

1,49

1,14

1,08

0,89

0,95

0,43

0,42

0,54

0,72

Pegunungan Solusional Karts Lembah antar Perbukitan /Pegunungan Denudasional Lerengkaki Perbukitan/ Pegunungan Denudasional Perbukitan Denudasional

0,40

0,35

0,51

0,75

1,47

1,04

0,69

0,79

0,91

0,92

0,70

0,79

0,65

0,57

0,64

0,92

Pegunungan Denudasional

0,55

0,44

0,60

0,94

Gumuk Pasir

0,41

0,33

0,22

0,25

Pantai (Shore)

0,51

0,41

0,54

0,91

Pesisir (Coast)

1,16

0,96

1,36

1,79

Pegunungan Glasial

0,33

0,25

0,50

0,50

Lahan Gambut (Peat Land)

0,96

1,06

1,21

0,65

Rataan Terumbu (Reef flat)

0,30

0,39

0,64

0,57

Dataran Reklamasi

0,27

0,23

0,21

0,17

EKOREGION

Biodiversitas 2,01

L-8

Lampiran 9. Perhitungan Koefisien Jasa Ekosistem Penyediaan Pangan

L-9

Kode Ekoregion untuk matriks hasil KJE kode

Ekoregion/Bentuk lahan

1

Kerucut dan Lereng Gunungapi

2

Kaki Gunungapi

3

Dataran Kaki Gunungapi

4

Lembah antar Perbukitan/ Pegunungan patahan (Terban)

5

Lembah antar perbukitan/ Pegunungan Lipatan (Intermountain Basin)

6

Perbukitan Patahan

7

Perbukitan Lipatan

8

Pegunungan Patahan

9

Pegunungan Lipatan

10

Dataran Fluvio Gunungapi

11

Dataran Aluvial

12

Dataran Fluviomarin

13

Lembah antar Perbukitan / Pegunungan Solusional

14

Perbukitan Solusional

15

Pegunungan Solusional Karts

16

Lembah antar Perbukitan /Pegunungan Denudasional

17

Lerengkaki Perbukitan/ Pegunungan Denudasional

18

Perbukitan Denudasional

19

Pegunungan Denudasional

20

Gumuk Pasir

21

Pantai (Shore)

22

Pesisir (Coast)

23

Pegunungan Glasial

24

Lahan Gambut (Peat Land)

25

Rataan Terumbu (Reef flat)

26

Dataran Reklamasi

L-10

Kode Tutupan Lahan untuk matriks hasil KJE Kode A B C D E F G H I J K L M N O P Q R S T U V W X

Tutupan Lahan Bangunan Bukan Permukiman (Industri, perdagangan, infrastruktur jalan, bandar udara dan lahan terbangun non permukiman) Bangunan Permukiman/Campuran Danau/Telaga Hutan Lahan Rendah Hutan Lahan Tinggi Hutan Mangrove Hutan Rawa/Gambut Hutan Tanaman Kebun dan Tanaman Campuran (Tahunan dan semusim) Kolam air asin/payau Lahan Terbuka (hamparan pasir, lava) Lahan Terbuka Diusahakan Perkebunan Pertambangan Rawa Pesisir Rawa Pedalaman Savana/Padang rumput Herbal dan Rumput Semak dan belukar Sungai Tanaman Semusim Lahan Basah (Sawah) Tanaman Semusim Lahan Kering (Tegalan/Ladang) Waduk dan Danau Buatan Tambak/Empang

L-11

Lampiran 10. Perhitungan Koefisien Jasa Ekosistem Penyediaan Air Bersih

L-12

Lampiran 11. Perhitungan Koefisien Jasa Ekosistem Penyediaan Serat

L-13

Lampiran 12. Perhitungan Koefisien Jasa Ekosistem Penyediaan Bahan Bakar, Kayu, dan Fosil

L-14

Lampiran 13. Perhitungan Koefisien Jasa Ekosistem Penyediaan Sumberdaya Genetik

L-15

Lampiran 14. Perhitungan Koefisien Jasa Ekosistem Pengaturan Iklim

L-16

Lampiran 15. Perhitungan Koefisien Jasa Ekosistem Pengaturan Tata Aliran Air dan Banjir

L-17

Lampiran 16. Perhitungan Koefisien Jasa Ekosistem Pengaturan Pencegahan dan Perlindungan dari Bencana

L-18

Lampiran 17. Perhitungan Koefisien Jasa Ekosistem Pengaturan Pemurnian Air

L-19

Lampiran 18. Perhitungan Koefisien Jasa Ekosistem Pengaturan Pengolahan dan Penguraian Limbah

L-20

Lampiran 19. Perhitungan Koefisien Jasa Ekosistem Pengaturan Pemeliharaan Kualitas Udara

L-21

Lampiran 20. Perhitungan Koefisien Jasa Ekosistem Pengaturan Penyerbukan Alami

L-22

Lampiran 21. Perhitungan Koefisien Jasa Ekosistem Pengaturan Pengendalian Hama dan Penyakit

L-23

Lampiran 22. Perhitungan Koefisien Jasa Ekosistem Budaya Tempat Tinggal dan Ruang Hidup

L-24

Lampiran 23. Perhitungan Koefisien Jasa Ekosistem Budaya Rekreasi dan Ecotourism

L-25

Lampiran 24. Perhitungan Koefisien Jasa Ekosistem Budaya Estetika

L-26

Lampiran 25. Perhitungan Koefisien Jasa Ekosistem Pendukung Pembentukan Lapisan Tanah dan Pemeliharaan

L-27

Lampiran 26.Perhitungan Koefisien Jasa Ekosistem Pendukung Siklus Hara

L-28

Lampiran 27. Perhitungan Koefisien Jasa Ekosistem Pendukung Produksi Primer

L-29

Lampiran 28. Perhitungan Koefisien Jasa Ekosistem Pendukung Biodiversitas

L-30