EKSISTENSI YAYASAN SEBAGAI PIHAK DALAM

Download Undang-Undang Yayasan telah mengatur bahwa yayasan dapat melakukan kegiatan usaha agar dana yayasan tidak lagi hanya bergantung pada sumb...

0 downloads 637 Views 314KB Size
EKSISTENSI YAYASAN SEBAGAI PIHAK DALAM MELAKSANAKAN KEGIATAN USAHA DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG YAYASAN THE FOUNDATION EXISTENCE AS A BUSINESS ACTOR SEEN FROM THE VIEW POINT OF THE FOUNDATION LAWS

Fitri Pratiwi Rasyid, Anwar Borahima, Sri Susyanti Nur Bagian Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin, Makassar

Alamat Korespondensi : Fitri Pratiwi Rasyid Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin Makassar, 90245 HP : 085242123121 Email : [email protected]

1

Abstrak Undang-Undang Yayasan telah mengatur bahwa yayasan dapat melakukan kegiatan usaha agar dana yayasan tidak lagi hanya bergantung pada sumbangan. Penelitian ini bertujuan mengetahui implementasi kegiatan usaha yayasan dan konsekuensi hukum penyertaan modal yang melewati batas maksimal dalam Undang-Undang Yayasan. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum empiris yang dilakukan dengan observasi, wawancara, dan studi dokumen terkait masalah yang diteliti. Hasil penelitian menunjukkan bahwa belum tercapai kesesuaian antara maksud dan tujuan yayasan dengan tujuan kegiatan usaha. Konsekuensi hukum terhadap penyertaan modal yang melebihi batas juga tidak diatur dalam Undang-Undang Yayasan. Disamping itu, pengawasan dari instansi terkait juga tidak ada yang melakukan sehingga masih banyak terdapat penyimpanganpenyimpangan berkaitan dengan kegiatan usaha. Kata kunci : yayasan, kegiatan usaha, dan konsekuensi hukum

Abstract Law Foundation has arranged that the fund may carry on business in order to fund the foundation is no longer just rely on donations. This study aimed to the implementation of business foundation and the legal consequences that past capital investment limit in the Law Foundation. The research method used is empirical legal research conducted by observation, interviews, and studies that examined issues related documents. The results showed that compliance has not been achieved between the intent and purpose of the foundation with the purpose of business activities. Legal consequences of the capital investment that exceeds the limit is also not regulated in the Law Foundation. In addition, supervision of related agencies do not exist so that there is still a lot of irregularities related to business activities. Keywords: foundations, business, and legal consequences

2

PENDAHULUAN Pertumbuhan yayasan cukup pesat dalam masyarakat Indonesia. Keberadaan yayasan pada dasarnya merupakan pemenuhan kebutuhan bagi masyarakat yang menginginkan adanya wadah atau lembaga yang bersifat dan bertujuan sosial, keagamaan, serta kemanusiaan. Yayasan dalam bahasa Belanda disebut Stichting. Sebelum adanya peraturan yang mengatur secara khusus tentang Stichting ini, tidaklah berarti bahwa di Indonesia sama sekali tidak ada ketentuan yang mengatur tentang Yayasan. Secara sporadis dalam beberapa pasal undang-undang disebut adanya Yayasan, seperti: Pasal 365, Pasal 899, Pasal 900, Pasal 1680 KUHPerdata, kemudian dalam Pasal 6 ayat (3) dan Pasal 236 Rv, serta Pasal

2

ayat

(7)

Undang-Undang

Kepailitan

(Faillissements-

verordening) (Borahima, 2010) Peraturan yang kemudian mengatur yayasan secara khusus yaitu Undang-Undang No. 16 Tahun 2001 tentang Yayasan. Kemudian Undang-Undang No. 16 Tahun 2001 tentang Yayasan mengalami perubahan dengan Undang-Undang No. 28 Tahun 2004 Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Yayasan mengatur bahwa: “Yayasan adalah badan hukum yang terdiri atas kekayaan yang dipisahkan untuk mencapai tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan, yang tidak mempunyai anggota.”

Walaupun ada pengakuan bahwa yayasan adalah badan hukum, tetapi yayasan sebagai badan hukum berbeda dari perseroan terbatas, terutama dari segi tujuan. Tujuan yayasan harus bersifat sosial dan idiil, tetapi tidak ada undang-undang yang melarang yayasan untuk menjalankan perusahaan (Borahima, 2010). Di dalam Perseroan Terbatas terdapat adanya anggota pemegang saham (pemilik modal) dan bentuk usaha lainnya yang terdapat pemilik modal dan adanya pembagian keuntungan. Sedangkan yayasan tidak mempunyai anggota dan tidak mempunyai saham, sehingga tidak mengenal deviden seperti halnya dalam perseroan (Murjiyanto, 2011) Dalam Undang-Undang Yayasan mengatur bahwa yayasan dapat melakukan kegiatan usaha untuk menunjang maksud dan tujuan

3

pendiriannya. Namun, Kegiatan usaha dari badan usaha yang didirikan yayasan tersebut harus sesuai dengan maksud dan tujuan yayasan serta tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan/atau peraturan perundang-undangan yang berlaku. Artinya, badan usaha yang didirikan oleh yayasan tidak boleh bertentangan dengan kegiatan yang tercantum dalam anggaran dasar yayasan (Wahyono dkk, 2001). Ada hasil penelitian sebelumnya yang juga membahas tentang kegiatan usaha yayasan yakni “Tanggung Jawab Yayasan Terhadap Pelaksanaan Kegiatan Usaha Yang Dilakukan Oleh Rumah Sakit”, oleh Steffi Graf, Skripsi Pada Program Ilmu Hukum Bagian Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin, Tahun 2012 (Graf, 2012). Skripsi tersebut bertujuan untuk mengetahui kesesuaian visi dan misi yayasan, visi dan misi rumah sakit, serta perwujudan visi dan misi tersebut dalam pelaksanaan kegiatan usaha rumah sakit yang berbadan hukum yayasan berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang berlaku dan untuk mengetahui bentuk tanggung jawab yayasan terhadap pelaksanaan kegiatan usaha rumah sakit yang didirikan oleh yayasan. Perbedaan penelitian di atas dengan penelitian penulis ini yaitu objek penelitian pada penelitian ini merupakan implementasi kegiatan usaha yang dilaksanakan oleh yayasan dalam menunjang maksud dan tujuan pendirian yayasan yang tidak hanya terbatas pada kegiatan usaha rumah sakit yang didirikan oleh yayasan tetapi secara keseluruhan dari kegiatan usaha yang dilakukan oleh yayasan. Dalam kenyataan di masyarakat, banyak ditemukan yayasan yang melakukan kegiatan usaha dimana maksud dan tujuan pendiriannya tidak sesuai dengan maksud dan tujuan pendirian yayasan. Hal tersebut terjadi karena tidak adanya batasan yang jelas dari kriteria “sesuai maksud dan tujuan yayasan”. Oleh karena itu penting untuk mengetahui impelementasi kegiatan usaha yayasan dan akibat hukum yang dapat diberikan ketika ada yayasan yang melakukan penyimpangan terhadap ketentuan dalam Undang-Undang Yayasan.

4

BAHAN DAN METODE Lokasi dan rancangan penelitian Penelitian dilakukan di Kota Jakarta dan Kota Makassar. Di Kota Jakarta pada Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, dan di Kota Makassar pada yayasan-yayasan antara lain Yayasan Bakti Bumi Persada, Yayasan Wakaf UMI, Yayasan Mesjid Raya, Yayasan Islami Center, Yayasan Nirwana Indonesia, dan Yayasan Kemanusiaan Fajar. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum empiris. Metode pengumpulan data Teknik pengumpulan data yang diterapkan dalam penelitian ini adalah menggunakan teknik wawancara dan observasi lapangan. Wawancara dilakukan terhadap Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Bapak Abdul Muin Mursidi sebagai Notaris dan pihak-pihak Yayasan yang terkait dengan objek penelitian, antara lain pengurus Yayasan Wakaf UMI Makassar, Yayasan Bakti Bumi

Persada, Yayasan Kemanusiaan Fajar, Yayasan Nirwana Indonesia, Yayasan Mesjid Raya, dan Yayasan Islami Center. Adapun observasi lapangan, yaitu usaha pengumpulan data dengan cara langsung ke lokasi peneltian untuk melihat scara langsung kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh masing-masing sampel yayasan. Analisis data Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif akan diolah dan dianalisis secara kualitatif untuk selanjutnya dideskripsikan guna memberikan pemahaman dengan menggambarkan, menguraikan, dan menjelaskan hasil penelitian ini.

HASIL Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Yayasan mengatur bahwa: “Yayasan adalah badan hukum yang terdiri atas kekayaan yang dipisahkan untuk mencapai tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan, yang tidak mempunyai anggota.”

Undang-Undang Yayasan ini menegasakan bahwa yayasan adalah suatu badan hukum yang mempunyai maksud dan tujuan bersifat sosial,

5

keagamaan, dan kemanusiaan, didirikan dengan memerhatikan persyaratan formal yang dtentukan dalam undang-undang ini. Dalam melakukan implementasi kegiatan usaha yayasan, ada beberapa indikator yang diukur antara lain: Implementasi Kegiatan Usaha Yayasan Dalam Menunjang Tujuan Pendirian Yayasan Dengan diberlakukannya Undang-Undang Yayasan, status badan hukum diperoleh setelah ada akta pendirian yayasan yang dilakukan dengan akta notaris dan dibuat dalam bahasa Indonesia (Pasal 9 ayat (2) UndangUndang Yayasan) yang disahkan oleh Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia (Pasal 11 ayat (1) Undang-Undang Yayasan). Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap 6 (enam) sampel yayasan, diketahui bahwa dari 6 (enam) sampel yayasan tersebut hanya ada 1 (satu) sampel yayasan yang telah berbadan hukum. Yayasan tersebut adalah Yayasan Wakaf UMI. Sedangkan bagi 5 (lima) sampel yayasan yang lainnya belum berstatus badan hukum. Untuk lebih rinci akan tergambar pada Tabel 1 mengenai Status Badan Hukum Yayasan berikut ini. Berdasarkan tabel tersebut, dapat dilihat bahwa hanya ada 1 (satu) disampel yang berbadan hukum sehingga seharusnya hanya yayasan yang berbadan hukumlah yang dapat tetap menggunakan nama “yayasan”. Namun dalam kenyataannya, ke-6 (enam) sampel tersebut tetap eksis menggunakan nama “yayasan” dan melaksanakan kegiatan usaha. Yayasan-yayasan tersebut antara lain Yayasan Bakti Bumi Persada, Yayasan Wakaf UMI, Yayasan Islami Center, dan Yayasan Nirwana Indonesia. Sebagaimana yang telah diuraikan sebelumnya di atas, Yayasan Bakti Bumi Persada mendirikan sebuah universitas swasta untuk menunjang maksud dan tujuan yayasannya; Yayasan Wakaf UMI selain mendirikan universitas swasta, juga mendirikan rumah sakit swasta, selain itu juga ada PT. BMTU, PT. Teknik, PT. Bisnis, PT. Umitoha, dan PT. Industri; Yayasan Islami Center yang mendirikan selain Mesjid Al-Markaz, juga didirkan Badan Pendidikan Islam, LAZ, KBIH, KJKS BMT, Koperasi dan Radio; dan Yayasan Nirwana Indonesia yang mendirikan sebuah perseroan komanditer yaitu CV. Nirwana. Namun,

6

sampai saat ini kegiatan usaha tersebut tetap dilaksanakan. Selain itu dalam Pasal 7 ayat (2) Undang-Undang Yayasan menetapkan bahwa : “………batas maksimal yayasan untuk melakukan penyertaan dengan ketentuan 25% (dua puluh lima persen) dari seluruh kekayaan yayasan.”

Berdasarkan data penelitian diketahui bahwa sama seperti batasan maksud dan tujuan dari pendirian badan usaha yang walaupun tidak bersesuaian dengan maksud dan tujuan yayasan, penyertaan modal yayasan dalam mendirikan badan usaha juga tidak diperhatikan oleh pihak-pihak yang terkait, baik oleh pihak yayasan maupun instansi pemerintah yang memberikan izin untuk mendirikan badan usaha. Mengenai hal tersebut akan dibahas lebih lanjut pada pembahasan rumusan masalah yang kedua. Konsekuensi Hukum Terhadap Kegiatan Usaha Yayasan yang Melebihi Jumlah Penyertaan Modal dalam Undang-Undang Yayasan Berdasarkan hasil penelitian diperoleh data bahwa tidak ada instansi terkait yang melakukan fungsi pengawasan terhadap kegiatan usaha yang dilakukan oleh yayasan-yayasan. Menurut Iwan Setiawan : “Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia sebagai instansi pemerintah hanya diberikan kewenangan untuk melakukan proses administrasi pengesahan status badan hukum yayasan. apabila ada hal lain daripada tugas yang diamanatkan, kementerian tidak memiliki hak untuk mencampuri.”

Selain tidak adanya instansi yang berwenang terhadap pengawasan terhadap yayasan, juga tidak ada pengaturan tentang akibat hukum yang dapat diberikan kepada yayasan yang melakukan penyertaan modal melebih batas maksimal yang ditentukan yaitu 25% (dua puluh lima persen) dari seluruh kekayaan yayasan. Menurut Iwan Setiawan : “bahwa kementerian selama ini hanya turut campur mengenai yayasan dalam hal mengesahkan pendirian yayasan, menerima pencatatan perubahan anggaran dasar, memberikan persetujuan perubahan anggaran dasar, mencatatkan pemberitahuan perubahan anggaran dasar, dan menerima data yayasan.”

Berdasarkan hasil penelitian fungsi pengawasan maupun akibat hukum bagi yayasan yang melakukan penyertaan modal lebih dari 25% (dua puluh lima persen) sebagaimana yang disyaratkan dalam Undang-Undang Yayasan, tidak terpenuhi baik secara tertulis di dalam Undang-Undang Yayasan terlebih lagi dilakukan dalam tindakannya dalam masyarakat.

7

PEMBAHASAN Penelitian ini menunjukkan bahwa implementasi kegiatan usaha yayasan tidak dilakukan sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Yayasan. Kegiatan usaha yang dilakukan tidak sesuai maksud dan tujuannya dengan maksud dan tujuan pendirian yayasan. Begitupula dengan konsekuensi hukum bagi yayasan yang melebihi batas maksimal penyertaan dalam suatu badan usaha yang dilakukan oleh yayasan. Padahal ada harapan yang besar ketika terbit Undang-Undang Yayasan mengenai kejelasan status hukum dari pendirian yayasan. Di samping manusia sebagai pembawa hak, di dalam hukum juga badan-badan atau perkumpulan-perkumpulan dipandang sebagai subjek hukum yang dapat memiliki hak-hak dan melakukan perbuatan-perbuatan hukum seperti manusia. Badan-badan dan perkumpulan-perkumpulan itu dapat memiliki kekayaan sendiri, ikut serta dalam lalu lintas hukum dengan perantaraan pengurusnya, dapat digugat dan menggugat di muka hakim, singkatnya dapat diperlakukan sepenuhnya sebagai seorang manusia (Kansil, 2005). Sebagaimana pendapat Scholten (terjemahan) bahwa, “dapat didirikan badan hukum yayasan dengan tidak adanya campur tangan dari penguasa dan bahwa kebiasaan dan yurisprudensi bersama-sama menetapkan aturan itu (Rido, 2004). Pasal 285 ayat (1) NBW mengatur bahwa: “Een stichting is een rechtshandeling in het leven groepen rechtspersoon, welke geen leden kent en beoogt met behulp van een daartoe bestemd vermogen een in de statute vermeld doel te verwezenlijken.”

(Yayasan adalah badan hukum yang lahir karena suatu perbuatan hukum,

yang tidak mempunyai anggota dan bertujuan untuk

melaksanakan tujuan yang tertera dalam statute (Anggaran Dasar) yayasan dengan dana yang disediakan untuk itu) (Ali, 2011).

Adanya ketentuan Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Yayasan ini mengakui bahwa yayasan merupakan suatu badan hukum, yang mana status badan hukum yayasan semula diperoleh dari sistem terbuka penentuan suatu badan hukum (het open system van Rechtspersonen), beralih menjadi sistem

8

tertutup (de Gesloten system van Reschtspersonen). Artinya, sekarang yayasan menjadi badan hukum karena undang-undang atau berdasarkan undang-undang, bukan lagi berdasarkan sistem terbuka yang berlandaskan pada kebiasaan, doktrin dan ditunjang oleh yurisprudensi (Ais, 2006). Selain menetapkan status badan hukum yayasan, Undang-Undang Yayasan juga mengatur tentang yayasan yang dapat melakukan kegiatan usaha guna menunjang pencapaian maksud dan tujuan pendiriannya. Hal tersebut menimbulkan polemik tetang dapat atau tidaknya yayasan melakukan bisnis karena mengingat tujuan idiil suatu yayasan adalah sosial, kemanusiaan dan keagamaan. Rai Widjaya berpendapat bahwa, apabila ternyata bahwa yayasan sudah jelas-jelas mengalihkan atau mengubah kegiatannya ke bidang usaha, dengan sendirinya bentuk yayasan yang ditetapkan semula juga harus diakhiri, dimana dengan masuknya yayasan ke bentuk usaha yang bersifat bisnis tentunya maksud dan tujuannya memang untuk mencari laba atau keuntungan (Widjaya, 2006). Muncul kekhawatiran, apakah bentuk badan hukum yayasan ini hanya akan digunakan oleh masyarakat untuk mempermudah mereka dalam menjalankan kegiatan usaha dengan maksud “terselubung”. Rudhi Prasetya mengenai tipe-tipe yayasan, salah satu tipe yayasan yaitu tipe yayasan yang tidak dapat dibenarkan, karena tipe ini sebenarnya merupakan tipe “yayasan terselubung” (Prasetya, 2012). Sementara Anwar Borahima berpendapat bahwa walaupun pada hakikatnya Yayasan bertujuan idiil, tetapi tidak ada larangan bagi Yayasan untuk berbisnis (Borahima, 2010). Badan sosial jika melakukan kegiatan usaha,

tujuannya

bukan

untuk

mencari

keuntungan,

melainkan

melaksanakan sesuatu yang idiil atau filantropis atau amal walaupun tidak mustahil bahwa yayasan mendapat keuntungan (Borahima, 2010). Sejalan dengan uraian di atas, Chataramarrasjid berpendapat bahwa, dalam kegiatan usaha yang dilakukan yayasan, yayasan masih boleh mendapat keuntungan sejauh keuntungan yang diperoleh dipergunakan untuk tujuan yang idealistis yakni yang bersifat sosial, keagamaan, dan kemanusiaan. Usaha yang

9

memeroleh keuntungan ini bertujuan agar yayasan tidak bergantung pada bantuan dan sumbangan (Ais, 2002). Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang Yayasan mengatur : “yayasan dapat melaksanakan kegiatan usaha yayasan guna menunjang pencapaian maksud dan tujuan pendirian yayasan dengan cara mendirikan dan/atau ikut serta dalam suatu badan usaha.”

Pasal 7 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Yayasan mengatur : “Yayasan dapat mendirikan suatu badan usaha yang kegiatanya sesuai dengan maksud dan tujuan yayasan;Yayasan dapat melakukan penyertaan dalam berbagai bentuk usaha yang sifatnya prospektif dengan ketentuan maksimal 25 % (dua puluh lima persen) dari seluruh kekayaan yayasan.”

Penjelasan Pasal 8 Undang-Undang Yayasan mengatur : “Kegiatan usaha dari badan usaha yayasan mempunyai cakupan, antara lain:hak asasi manusia, kesenian, olah raga, pendidikan, kesehatan, perlindungan konsumen, lingkungan hidup, dan ilmu pengetahuan.”

Berdasarkan pengaturan yang demikian di atas, Undang-Undang Yayasan membuka peluang bagi yayasan untuk menjaga eksistensinya di masyarakat dalam melakukan kegiatan yayasannya dan tidak lagi hanya bergantung pada sumbangan dari donatur dalam hal pendanaan. Namun, karena batasan kesesuaian maksud dan tujuan pendirian yayasan dengan maksud dan tujuan kegiatan usaha tidak jelas, sehingga menimbulkan penafsiran yang berbeda-beda dari tiap yayasan yang dalam hal pengelolaan yayasannya diwakili oleh organ yayasan. Terlebih lagi tidak ada pengaturan dalam Undang-Undang Yayasan maupun peraturan perundang-undang lainnya berkaitan dengan fungsi pengawasan oleh instansi terkait menyebabkan pihak internal yayasanlah yang memiliki kewenangan mutlak terhadap pengelolaan kegiatan yayasan dalam hal melaksanakan suatu kegiatan usaha. Selain itu, tidak ada pula pengaturannya dalam UndangUndang Yayasan mengenai akibat hukum bagi yayasan yang melakukan penyertaan modal melebihi jumlah penyertaan modal sebagaimana yang telah diatur dalam Undang-Undang Yayasan.

10

KESIMPULAN DAN SARAN Implementasi yayasan dalam melaksanakan kegiatan usaha yayasan guna menunjang hakikat pendiriannya, baik dari indikator status badan hukum dari masing-masing sampel yayasan, maksud dan tujuan pendirian yayasan dan kegiatan usaha, besaran modal pendirian dan kedudukan organ yayasan, berdasarkan hasil penelitian masih terdapat yayasan-yayasan yang tidak

sesuai

dengan

pengaturan

dalam

Undang-Undang

Yayasan.

Konsekuensi hukum terhadap kegiatan usaha yayasan yang melebihi jumlah penyertaan modal sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Yayasan, tidak diatur dalam Undang-Undang Yayasan terkait suatu instansi yang berwenang melakukan pengawasan dan tidak ada akibat hukum terhadap yayasan yang melakukan hal demikian sehingga pihak internal yayasan memiliki kewenangan yang luas dalam mengelola kegiatan usaha yayasannya. Di dalam Undang-Undang Yayasan perlu adanya pengaturan yang lebih spesifik mengenai batasan-batasan kriteria dari maksud dan tujuan serta bentuk kegiatan usaha yang dapat dilakukan oleh yayasan. Hal tersebut agar yayasan dalam melakukan kegiatan usaha sebagaimana yang diperbolehkan dalam Undang-Undang Yayasan, tidak menafsirkan sendiri kegiatan-kegiatan usaha yang hendak mereka lakukan. Perlu pula mengatur tentang fungsi pengawasan yang dilakukan oleh instansi terkait agar yayasan dalam melakukan kegiatan usaha yayasan tidak menyimpang dari maksud dan tujuan awal pendirian yayasan dan perlu pula mengatur tentang akibat hukum dari suatu yayasan yang melakukan penyertaan modal yayasan, baik dalam hal pendirian dan/atau ikut serta dalam suatu badan usaha yang melebih batas maksimal sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Yayasan agar ketentuan mengenai diperbolehkannya yayasan melakukan kegiatan usaha dengan cara mendirikan dan/atau ikut serta dalam suatu badan usaha yang bersifat prospektif, tidak menjadi suatu peraturan yang kehilangan daya paksanya sehingga dapat dilanggar dengan mudah oleh yayasan-yayasan. Selain daripada itu, pengaturan tentang sanksi yang ditetapkan dalam Undang-Undang Yayasan terhadap kegiatan usaha yayasan yang melebihi jumlah penyertaan modal yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang Yayasan.

11

DAFTAR PUSTAKA Ais, Chatamarrasjid. (2002). Badan Hukum Yayasan (Suatu Analisis Mengenai Yayasan Sebagai Suatu Badan Hukum Sosial). Bandung: PT. Citra Aditya Bakti. -----------------------. (2006). Badan Hukum Yayasan (Edisi Revisi). Bandung: PT. Citra Aditya Bakti. Ali, Chidir. (2011). Badan Hukum. Bandung: PT. Alumni. Borahima, Anwar. (2010). Kedudukan Yayasan Di Indonesia (Eksistensi, Tujuan, dan Tanggung Jawab Yayasan). Kencana Prenada Group. Jakarta. Graf, Steffi. (2012). Tanggung Jawab Yayasan Terhadap Pelaksanaan Kegiatan Usaha Yang Dilakukan Oleh Rumah Sakit. Makassar: Skripsi Pada Program Ilmu Hukum Bagian Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin. Kansil, C.S.T.; S.T. Kansil, Christine. (2005). Hukum Perusahaan Indonesia (Aspek Hukum Dalam Ekonomi). Jakarta: Pradnya Paramita. Murjiyanto. (2011). Badan Hukum Yayasan. Yogyakarta: Liberty Yogyakarta. Prasetya, Rudhi. (2012). Yayasan Dalam Teori dan Praktik. Jakarta: Sinar Grafika. Widjaya, Rai, I. G. (2006). Hukum Perusahaan. Bekasi: Kesaint Blanc. Rido, Ali. 2004. Badan Hukum dan Kedudukan Badan Hukum Perseroan, Perkumpulan, Koperasi, Yayasan, Wakaf. Bandung: PT. Alumni. Wahyono, Boedi; Margono, Suyud. (2001). Hukum Yayasan Antara Fungsi Karikatif Atau Komersial. Jakarta: CV. Novindo Pustaka Mandiri. Undang-Undang No. 16 Tahun 2001 jo Undang-Undang No. 28 Tahun 2004 tentang Yayasan

12

LAMPIRAN Tabel 1. Status Badan Hukum Yayasan No 1 2 3 4 5 6

Nama Yayasan Yayasan Bakti Bumi Persada Yayasan Wakaf UMI Yayasan Mesjid Raya Yayasan Islami Center Yayasan Nirwana Indonesia Yayasan Kemanusiaan Fajar

Status Badan Hukum Belum berbadan hukum Berbadan hukum Belum berbadan hukum Belum berbadan hukum Belum berbadan hukum Belum berbadan hukum

Data Sekunder: Maret 2013

13

Tanggal Pendirian 22 April 2003 23 Juni 1987 10 Juni 1987 11 Maret 1994 7 Desember 2004 10 Agustus 2009