FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERKEMBANGAN MOTORIK KASAR BAYI

Download Banyak faktor yang mempengaruhi proses perkembangan motorik, selain faktor ...... Jurnal Ilmu Keluarga dan Konsumen IPB Volume 1 No. 1. Cam...

1 downloads 772 Views 1MB Size
perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERKEMBANGAN MOTORIK KASAR BAYI USIA 6-24 BULAN DI KLINIK BABY SMILE KABUPATEN KARANGANYAR

TESIS

Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Magister Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Utama Kesehatan Ibu dan Anak

Oleh RIADINI WAHYU UTAMI S021308064

PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2015 to user commit

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan segala rahmat dan karunia-Nya yang tidak bisa ternilai. Shalawat dan salam kita ucapkan kepada Rasulullah Muhammad SAW beserta keluarganya, sahabat dan para pengikutnya. Tesis dengan judul “Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Motorik Kasar di Klinik Baby Smile Kabupaten Karanganyar” ini dapat tersusun atas bantuan berbagai pihak dan instansi terkait baik secara moril maupun materiil. Untuk itu, perkenankanlah penulis dengan segala kerendahan hati menghaturkan terima kasih kepada: 1. Prof. Dr. Ravik Karsidi, M.S selaku Rektor Universitas Sebelas Maret Surakarta 2. Prof. Dr. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd, selaku Direktur Program Pascasarjana

Universitas Sebelas Maret Surakarta 3. Prof. dr. Bhisma Murti, MPH, MSc, PhD selaku Ketua Program Studi Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta dan pembimbing II

4. Ir. Ruben Dharmawan, dr, PhD selaku pembimbing I atas bimbingan, masukan, pengarahan dan motivasi bagi penulis 5. Keluarga tercinta, khususnya anakku, suami dan kedua orang tua yang selalu memberikan dukungan serta doa yang tulus kepada penulis 6. Teman-teman seperjuangan angkatan 2013 yang telah memberikan dukungan serta membantu dalam penyelesaian Tesis ini. Sebagai buah karya manusia, penulis menyadari tulisan ini tidak luput dari segala kekurangan. Oleh karena itu penulis berharap adanya masukan serta saran yang membangun demi perbaikan karya ini.

Surakarta, Penulis

commit to user

November 2015

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

PERSEMBAHAN Buah kerja keras dengan kumpulan semangat, tawa serta air mata ini kupersembahkan untuk: Harta paling berharga dalam hidupku, anakku Haidar Adhyastha Fawwaz. Terimakasih karena selalu memberikan semangat agar bunda segera menyelesaikan Tesis ini. Semoga kelak Dhyas lebih hebat dari bunda dan ayah ya… Suamiku tercinta, Hananto Wibowo yang tak pernah absen dalam mengingatkanku walau kita terpisah oleh jarak. Untuk uti, kakung di Kebumen dan uti, kakung di Jogja, terimakasih telah ikut merawat Dhyas selama proses sekolah s2 ini. Do’a dan harapan dari kalian tetap akan selalu Qpinta… KeluargaQ: Om Awan terimaksih lho sudah ikut momong Dhyas. Semoga sukses dan semakin berkembang!; Pakdhe Wegig, Budhe Aan dan semuanya. Luv u all… Qpersembahkan karya tulis ini untuk kalian. Terimakasih telah menemaniku 

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

Riadini Wahyu Utami. S021308064. 2015. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Motorik Kasar Bayi Usia 6-24 Bulan di Klinik Baby Smile Kabupaten Karanganyar. Pembimbing I: Ruben Dharmawan, Pembimbing II: Bhisma Murti. Program Studi Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat, Program Pasca Sarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta. ABSTRAK Latar belakang: Upaya kesehatan anak sejak di dalam kandungan diperlukan agar kualitas hidup anak mencapai tumbuh kembang yang optimal baik fisik, mental, emosional maupun sosial. Banyak faktor yang mempengaruhi proses perkembangan motorik, selain faktor genetik terdapat faktor lingkungan. Faktor lingkungan akan mengoptimalkan potensi genetik yang dipunyai seorang anak. Penelitian ini bertujuan menganalisis hubungan pendidikan ibu, pendapatan keluarga, jenis kelamin, ASI (Air Susu Ibu) eksklusif, riwayat penyakit infeksi, dan status gizi dengan perkembangan motorik kasar bayi usia 6-24 bulan. Subjek dan Metode: Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif observasional dengan pendekatan cross sectional. Subjek penelitian ini adalah anak balita usia 6-24 bulan di Klinik Baby Smile Karanganyar sebanyak 100 responden pada bulan Agustus 2015. Analisis yang digunakan adalah analisis regresi logistik ganda. Hasil: Terdapat pengaruh yang positif dan signifikan secara statistik antara ASI eksklusif (OR=33,77; CI 95% 5,35-213,18; p<0,001) dan status gizi (OR=7,03; CI 95% 1,19-41,70; p=0,032) dengan perkembangan motorik kasar bayi usia 6-24 bulan. Ada hubungan antara pendidikan ibu (OR=0,31; CI 95% 0,03-4,00; p=0,373), pendapatan keluarga (OR=7,56; CI 95% 0,18-313,73; p=0,287), jenis kelamin anak balita (OR=0,52; CI 95% 0,15-1,72; p=0,281), dan riwayat penyakit infeksi (OR=3,07; CI 95% 0,93-10,10; p=0,065) dengan perkembangan motorik kasar anak balita usia 6 – 24 bulan namun tidak signifikan secara statistik. Kesimpulan: Bayi yang mendapat ASI eksklusif dan berstatus gizi baik mempunyai perkembangan motorik kasar normal. Pendidikan ibu, pendapatan keluarga, jenis kelamin anak dan riwayat penyakit infeksi tidak berpengaruh tehadap perkembangan motorik kasar bayi usia 6-24 bulan. Kata kunci: pendidikan ibu, pendapatan keluarga, ASI eksklusif, status gizi, perkembangan motorik kasar.

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

Riadini Wahyu Utami. S021308064. 2015. The Factors Affecting Gross Motor Development of 6-24 Months Babies at Baby Smile Clinic Karanganyar. Supervisor I: Ruben Dharmawan, Supervisor II: Bhisma Murti. Master of Public Health, Post graduate Program of Sebelas Maret University, Surakarta. ABSTRACT Background: The improving of children’s health since inside the womb is needed in order to make the life quality of children can grow well physically, mentally, emotionally, and socially. Many factors affect the motor development; beside genetic factors, there are environmental factors. Environmental factors will optimize the genetic potential which belongs to a child. This research aimed to analyze the relationship between maternal education, family income, the sex of baby, exclusive breastfeeding, history of infectious diseases, nutritional status and gross motor development of infants aged 6-24 months. Subjects and Methods: This study was an observational quantitative study with cross sectional approach. The subjects were 100 children under the age of 6-24 months at the clinic Baby Smile Karanganyar in August 2015. The analysis used was multiple logistic of regression analysis. Results: This study explains that there were positive and statistically significant effects among exclusive breastfeeding (OR = 33.77; 95% CI 5.35 to 213.18; p <0.001) and gross motor development of 6-24 months babies, the nutritional status of children and motor development of 6-24 months babies (OR = 7.03; 95% CI 1.19 to 41.70; p=0.032). There was a relationship between maternal education (OR = 0.31; 95% CI 0.03 to 4.00; p = 0.373), family income (OR = 7.56; 95% CI 0.18 to 313.73; p = 0,287), sex of under five years children (OR = 0.52; 95% CI 0.15 to 1.72; p = 0.281), history of infectious disease (OR = 3.07; 95% CI 0.93 to 10, 10; p = 0.065) and gross motor development of 6-24 months babies, but not statistically significant. Conclusion: The babies who are exclusively breastfed and good nutritional status have normal gross motor development of 6-24 months babies. The maternal education, family income, sex of children and a history of infectious disease did not affect gross motor development of 6-24 months babies. Keywords: Maternal educations, family income, exclusive breastfeeding, nutrition status, gross motor development.

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL ..........................................................................................

i

KATA PENGANTAR ........................................................................................

ii

PERNYATAAN ORISINALITAS ....................................................................

iii

HALAMAN PERSETUJUAN ...........................................................................

iii

HALAMAN PENGESAHAN ...........................................................................

iv

ABSTRAK...........................................................................................................

v

ABSTRACT..........................................................................................................

vi

PERSEMBAHAN ...............................................................................................

vii

DAFTAR ISI .......................................................................................................

viii

DAFTAR TABEL ...............................................................................................

x

DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................

xi

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................

1

A. Latar Belakang.................................................................................................

1

B. Rumusan Masalah............................................................................................

3

C. Tujuan ..............................................................................................................

3

D. Manfaat ............................................................................................................

4

BAB II LANDASAN TEORI.............................................................................

6

A. Tinjauan Pustaka..............................................................................................

6

B. Penelitian yang Relevan...................................................................................

14

C. Kerangka Berpikir ...........................................................................................

15

D. Hipotesis ..........................................................................................................

15

BAB III METODE PENELITIAN....................................................................

15

A. Jenis Penelitian ................................................................................................

17

B. Tempat dan Waktu Penelitian..........................................................................

17

C. Populasi dan Sampel Penelitian .......................................................................

17

D. Variabel Penelitian...........................................................................................

18

E. Definisi Operasional ........................................................................................

18

F. Teknik Pengumpulan Data ...............................................................................

19

G. Teknik Analisis Data .......................................................................................

21

commit to user

viii

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................

23

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................

35

DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................

36

LAMPIRAN

commit to user

ix

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 2.1 Kategori dan Ambang Batas Status Gizi Anak Berdasarkan Indeks

14

Tabel 4.1 Karakteristik Responden Tabel 4.2 Analisis Bivariat Pendidikan Ibu dengan Perkembangan Motorik

23

Kasar dengan Uji Chi Square Tabel 4.3 Analisis Bivariat Pendapatan Keluarga dengan Perkembangan

23

Dengan Uji Chi Square Tabel 4.4 Analisis Bivariat Jenis Kelamin Bayi dengan Perkembangan

24

Dengan Uji Chi Square Tabel 4.5 Analisis Bivariat Pemberian ASI Eksklusif dengan Perkembangan

24

Motorik Kasar dengan Uji Chi Square Tabel 4.6 Analisis Bivariat Riwayat Penyakit Infeksi dengan Perkembangan

24

Motorik Kasar dengan Uji Chi Square Tabel 4.7 Analisis Bivariat Status Gizi dengan Perkembangan Motorik

25

Kasar dengan Uji Chi Square Tabel 4.8 Analisis Bivariat Pendidikan Ibu dengan Perkembangan Motorik Kasar dengan Uji Chi Square

commit to user

x

25

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat ijin studi pendahuluan Lampiran 2. Surat ijin penelitian Lampiran 3. Surat permohonan menjadi responden Lampiran 4. Surat persetujuan menjadi responden Lampiran 5. Kuesioner data responden Lampiran 6. Lembar DDST

commit to user

xi

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG Pembangunan kesehatan sebagai bagian dari upaya membangun manusia seutuhnya antara lain diselenggarakan melalui upaya kesehatan anak yang dilakukan sedini mungkin sejak anak masih dalam kandungan. Upaya kesehatan ibu yang dilakukan sebelum dan semasa hamil hingga melahirkan, ditujukan untuk menghasilkan keturunan yang sehat dan lahir selamat. Upaya kesehatan yang dilakukan sejak anak masih di dalam kandungan sampai lima tahun pertama kehidupannya ditujukan untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya sekaligus meningkatkan kualitas hidup anak agar mencapai tumbuh kembang optimal baik fisik, mental, emosional maupun sosial (Kementrian Kesehatan RI, 2013). Perkembangan adalah bertambahnya kemampuan (skill) dalam struktur fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur dan dapat diramalkan sebagai hasil dari proses pematangan saraf dan otot. Perkembangan motorik merupakan kemampuan gerak seorang anak yang merupakan hasil pola interaksi yang kompleks dari berbagai bagian dan sistem tubuh yang dikontrol oleh otak (Marimbi, 2010). Pemantauan tumbuh kembang anak perlu dilakukan secara rutin, antara lain dengan menggunakan KMS untuk memantau pertumbuhan atau dengan KKA (Kartu Kembang Anak) untuk memantau perkembangannya, dengan demikian setiap ada penyimpangan tumbuh kembang dapat segera diketahui (Soetjiningsih, 2012). Banyak faktor yang mempengaruhi proses perkembangan motorik, selain faktor genetik terdapat faktor lingkungan. Dilihat dari faktor genetik, jenis kelamin mempunyai pengaruh terhadap proses perkembangan bayi, dalam hal ini bayi lakilaki lebih aktif daripada bayi perempuan. Bayi laki-laki lebih awal dalam kemampuan mengangkat kepala, duduk dan berdiri tanpa dibantu oleh orang lain bila dibandingkan dengan bayi perempuan (Piek, 2006; June, 2010). Menurut Campbell (1999), salah satu faktor yang mempengaruhi hal tersebut adalah meningkatnya kadar testosterone pada bayi laki-laki bila dibandingkan dengan bayi perempuan. Faktor lingkungan yang berpengaruh commit to user dalam perkembangan motorik

1

2 digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

anak antara lain adalah pendidikan ibu, pendapatan keluarga, ASI eksklusif, riwayat penyakit infeksi dan status gizi. Faktor lingkungan akan mengoptimalkan potensi genetik yang dipunyai seorang anak. Soetjiningsih (2012), berpendapat bahwa bayi laki-laki lebih sering sakit bila dibandingkan dengan bayi perempuan. Dalam penelitian Litmann (2013), menyatakan bahwa terdapat korelasi antara riwayat kesakitan bayi dengan kesehatan bayi di masa yang akan datang. Bayi yang mempunyai riwayat berat lahir kurang dari 2500 gram dan lahir dengan usia gestasi kurang dari 37 minggu lebih banyak terserang infeksi dan gangguan sistem pernafasan pada usia 4 bulan dan seterusnya. Riskesdas (2007), menyebutkan bahwa prevalensi penyakit tertinggi pada balita adalah ISPA yakni lebih dari 35% dan diare adalah penyakit kedua yang sering diderita oleh balita yaitu 16,7%. Dampak yang terjadi pada bayi dengan ISPA dan bayi yang mengalami kejadian diare berulang adalah sama yakni kehilangan cairan dan elektrolit. Selain itu, absorpsi mikronutrien juga terganggu sehingga ada penurunan berat badan. Sesuai dengan penelitian sebelumnya, nilai OR 18, 947 yang menunjukkan bahwa bayi yang memiliki riwayat penyakit ISPA dan diare berpeluang 18, 947 kali mengalami tumbuh kembang yang tidak sesuai dengan usianya dibandingkan anak yang tidak memiliki riwayat penyakit ISPA dan diare (Astuti, 2011; Tregoning, 2010; WHO, 2002). Pada masa perkembangan bayi, nutrisi menjadi kebutuhan pokok untuk proses tumbuh kembang. Nutrisi awal yang didapat oleh bayi adalah ASI (Air Susu Ibu). Pemberian ASI secara eksklusif tentu membawa banyak manfaat bagi kesehatan bayi karena ASI adalah satu-satunya makanan yang dapat diserap sempurna oleh usus bayi sehingga kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi (Apriadji, 2014). Berbagai nutrien diantaranya taurin, laktosa dan asam lemak ikatan panjang seperti

DHA, AA, omega 3 dan omega 6 di dalam ASI dapat meningkatkan

pertumbuhan dan perkembangan otak, sehingga pemberian ASI secara eksklusif dapat

mempengaruhi

perkembangan

bayi

secara

keseluruhan

termasuk

perkembangan motorik bayi (Yum, 2007; Roesli, 2000). Penyapihan dini bayi dari ASI pada sumber nutrisi yang tidak memadai seperti susu sapi yang tidak cocok dan tidak bersih dapat menyebabkan kekurangan protein dan kekurangan gizi pada bayi (Santrock, 2011). Kekurangan gizito user pada usia dibawah 2 tahun akan commit

3 digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

menyebabkan sel otak berkurang 15-20% sehingga anak kelak dikemudian hari mempunyai kualitas otak sekitar 80-85% (Sari, 2012). Setelah melewati enam bulan, bayi mulai diperkenalkan dengan makanan pendamping ASI (MP-ASI) dan makanan keluarga setelah bayi berusia 12 bulan. Pendapatan keluarga berkaitan erat dengan pemenuhan nutrisi bayi. Keluarga dengan pendapatan tinggi dapat membeli semua jenis makanan yang dibutuhkan oleh bayi dan ibu yang memiliki pendidikan tinggi cenderung dapat mendapatkan banyak informasi mengenai nutrisi bayi. Hal ini berdampak pada pada status gizi bayi. Status gizi yang buruk akan mengganggu proses perkembangan bayi (Solihin dan Faisal, 2013; Lindawati, 2013). Hasil penelitian Hasiroh (2010), menunjukkan bahwa terdapat kaitan antara kurang gizi pada anak usia dini dengan perkembangan motorik, salah satunya tercermin dalam keadaan marasmus dan kwashiorkor yang berdampak pada rendahnya kemampuan kognitif dan nilai IQ. Bila kondisi tersebut dibiarkan terus menerus akan berakibat pada penurunan asupan mikro/ makronutrien yang berlanjut pada gangguan neurotransmitter, gangguan pemusatan perhatian dan penurunan integrasi sensori sehingga perkembangan motorik terganggu. Perkembangan motorik bayi pada tahun-tahun pertama kehidupan begitu pesat, dan yang berperan utama dalam pengasuhan bayi adalah ibu. Ibu mempunyai kedekatan yang lebih dalam terhadapa anak karena ibu yang melahirkan dan menyusui. Pola pengasuhan yang diterapkan oleh ibu terhadap anak bergantung pada pendidikan dan pengalaman ibu. Ibu yang memiliki tinggi akan mudah menerima sumber informasi (Apriastuti, 3013; Trimanto, 2008). Sesuai dengan teori Grossman (1970) bahwa semakin tinggi pendidikan seseorang cenderung meningkatkan kesadaran akan status kesehatan sehingga demand terhadap layanan kesehatan

juga

besar.

Pencarian

informasi

mengenai

pertumbuhan

dan

perkembangan anak pun semakin sering terjadi sehingga ibu yang berpendidikan tinggi cenderung lebih sering menstimulasi anaknya.

commit to user

4 digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

B. RUMUSAN MASALAH Berdasarkan

latar belakang

diatas, maka Penulis merumuskan masalah

sebagai berikut: “Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi perkembangan motorik kasar bayi usia 6-24 bulan?”

C. TUJUAN 1. Tujuan Umum Untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan motorik kasar bayi usia 6-24 bulan. 2. Tujuan Khusus a. Untuk menganalisis pengaruh pendidikan ibu dengan perkembangan motorik bayi usia 6-24 bulan. b. Untuk menganalisis pengaruh pendapatan orangtua dengan perkembangan motorik bayi usia 6-24 bulan. c. Untuk menganalisis pengaruh jenis kelamin dengan perkembangan motorik bayi usia 6-24 bulan. d. Untuk

menganalisis

pengaruh

pemberian

ASI

eksklusif

dengan

infeksi

dengan

perkembangan motorik bayi usia 6-24 bulan. e. Untuk

menganalisis

pengaruh

riwayat

penyakit

perkembangan motorik bayi usia 6-24 bulan. f. Untuk menganalisis pengaruh status gizi dengan perkembangan motorik bayi usia 6-24 bulan.

D. MANFAAT 1. Manfaat praktis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan hasil yang berharga bagi pengembangan ilmu pengetahuan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan motorik bayi seperti pemberian ASI eksklusif, status gizi, jenis kelamin, riwayat kesehatan bayi, pendidikan ibu, dan sosial ekonomi.

commit to user

5 digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

2. Manfaat teoritis a. Bagi tenaga kesehatan Membantu memberi informasi kepada tenaga kesehatan mengenai faktorfaktor yang mempengaruhi perkembangan motorik bayi. b. Bagi ibu yang memiliki bayi Memberikan masukan kepada ibu yang memiliki bayi untuk memperhatikan status gizi yang mempengaruhi perkembangan motorik bayi.

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

BAB II LANDASAN TEORI

A. TINJAUAN PUSTAKA 1. Perkembangan motorik bayi a. Perkembangan motorik pada bayi Perkembangan adalah bertambahnya kemampuan bayi dan semakin matangnya fungsi syaraf di otak perkembangan motorik adalah gerakan-gerakan tubuh atau bagian-bagian tubuh yang disengaja, otomatis, cepat dan akurat. Gerakan-gerakan ini merupakan rangkaian koordinasi dari beratus-ratus otot yang rumit. Ketrampilan motorik ini dapat dikelompokkan menurut ukuran otot dan bagian badan yang terkait yaitu ketrampilan motorik kasar dan motorik halus (Dewi, 2012; Desmita, 2006). Motorik kasar adalah bagian dari aktivitas motor yang melibatkan ketrampilan otot-otot besar atau kasar. Kemampuan menggunakan otot-otot besar bagi anak merupakan kemampuan gerak dasar. Sesuai dengan pendapat (Darrah et.al, 1998 dan Piek, 2006), kemampuan gerak dasar dibagi menjadi empat kategori yaitu lokomotor, nonlokomotor, manipulatif, dan koordinasi. Kemampuan

lokomotor

adalah

kemampuan

yang

digunakan

untuk

memindahkan tubuh dari satu tempat ke tempat yang lain, contoh gerakan antara lain adalah lompat, berjalan, berlari. Kemampuan nonlokomotor adalah gerak berpijak tetap atau dilakukan di tempat tanpa ada ruang gerak yang memadai, gerak nonlokomotor seperti menenkuk, meregang, meliuk, bergoyang. Kemampuan manipulatif adalah kemampuan gerak menggunakan alat sebagai objek. Kemampuan gerak ini dikembangkan ketika anak sedang menguasai beberapa objek. Contoh gerak manipulatif antara lain menendang, melempar, menangkap, memukul. b. Tahapan perkembangan motorik kasar bayi Perkembangan bayi usia 0-2 tahun sangat pesat. Pada tahap ini bayi sedang mengembangkan ikatan cinta dan kepercayaan dengan orangtua serta orang lain. Cara orangtua berpelukan dan bermain akan memberikan dasar bagaimana bayi berinteraksi dengan orang lain.commit Pada tahun pertama, bayi belajar untuk fokus to user

6

perpustakaan.uns.ac.id

7 digilib.uns.ac.id

pada keinginannya untuk menjangkau dan menjelajah serta mempelajari apa ada yang disekitarnya (Brazelton, 1979, Winnicot, 1960). Seperti dijelaskan oleh Marimbi (2010) dan Wisconsin (2008), kemampuan bayi 6 bulan umumnya adalah duduk tanpa dibantu, tengkurap dan membalikkan badannya sendiri. Pada saat ini bayi mulai berlatih merangkak untuk meraih benda atau mendekati seseorang. Saat usia bayi menginjak 9 bulan, bayi sudah dapat memposisikan dirinya untuk duduk tanpa bantuan dan bayi mulai belajar berdiri sendiri dengan berpegangan pada sofa, dinding atau orangtua. Pada tahapan ini bayi kerap jatuh, namun bayi berusaha untuk berdiri kembali. Bersamaan dengan itu bayi sudah merangkak, mengeksplor area disekitarnya (Barroso et. al, 2010; Campbell et. al, 2002). Memasuki usia 12 bulan, bayi sudah semakin stabil dalam memposisikan dirinya. Bayi dapat bergerak memutar dalam kondisi duduk. Beberapa bayi sudah mampu berjalan bahkan tanpa berpegangan dan tetap menjaga keseimbangan. Umumnya usia ini bayi sudah dapat bergerak dari posisi duduk ke berdiri dengan berlutut hingga akhirnya bayi berdiri (Dewi, 2012; Egeland and Farber, 1984). Kemampuan motorik kasar bayi usia 12-18 bulan adalah mampu berjalan mengeksplorasi rumah seta sekeliling rumah, bayi juga dapat menyusun 2-3 kotak. Sedangkan bayi usia 18-24 bulan bayi umumnya memiliji kemampuan untuk naik turun tangga, menyusun 6 kotak dan menunjukmata dan hidungnya. c. Penilaian perkembangan motorik bayi DDST (Denver Development Screening Test) merupakan salah satu metode skrining terhadap kelainan perkembangan anak sejak lahir sampai 6 tahun. DDST memiliki prosedur yang sederhana dan cepat. Formulir DDST berfungsi untuk meng-skrining beberapa masalah perkembangan anak antara lain personal sosial, bahasa, motorik halus dan motorik kasar. Di dalam formulir DDST, hal itu disebut dengan sektor perkembangan.

Terdapat tiga kode

penilaian dalam tiap item/ kotak tugas perkembangan ini yaitu lulus (P= Passed), gagal (F= Failed), menolak (M), atau anak tidak dapat kesempatan melakukan tugas (NO= No Opportunity. pertama pelaksanaan skrining commit toProsedur user

8 digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

ini membuat garis vertikal sesuai umur bayi yang akan memotong kotak-kotak tugas perkembangan pada formulir DDST. Setelah dilakukan tes, dilanjutkan dengan menghitung nilai sesuai kriteria pada masing-masing sektor, berapa banyak untuk nilai P dan berapa banyak nilai F yang didapat. Untuk interpretasi hasil tes skrining DDST pada sektor perkembangan motorik ini adalah dengan melihat nilai P serta F dan bayi dikatakan: normal bila anak gagal/ menolak tugas pada kotak di sebelah kanan garis umur, bila anak lulus, gagal/ menolak tugas dimana garis umur berada diantara 25-75% (warna putih); waspada apabila anak gagal atau menolak tugas pada kotak dimana garis umur berada diantara 75-90% (warna hijau) dan terlambat bila anak gagal / menolak tugas pada item yang berada di sebelah kiri garis umur. Bila tugas-tugas yang dikerjakan berada pada kotak yang terpotong oleh garis vertikal umum (area putih di dalam kotak), maka hal ini bukan merupakan suatu keterlambatan perkembangan, karena terdapat kontrol lebih lanjut mengenai perkembangan selanjutnya (Drotar, 2008; Ringwalt, 2008, Dewi, 2012). 2. Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan motorik bayi a. Pendidikan ibu Pendidikan adalah segala upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain baik individu, kelompok atau masyarakat sehingga mereka melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku pendidikan. Pendidikan mencakup tiga ranah antara lain ranah kognitif yang mencerminkan pemahaman, ranah afektif yang mencerminkan sikap dan minat terhadap sesuatu dan ranah psikomotor yang menggambarkan ketrampilan seseorang terhadap suatu hal. Perbedaan tingkat pendidikan menyebabkan perbedaan pengetahuan kesehatan, semakin tinggi tingkat pendidikan semakin mudah mereka menerima serta mengembangkan pengetahuan dan teknologi sehingga akan meningkatkan kesejahteraan keluarga (Bloom,

1956;

Kusmiyati,

2008;

Tirtarahardja,

2010).

Seperti

yang

dikemukakan oleh Apriastuti (2013), Trimanto (2008), dan Grossman (1970), bahwa pendidikan seorang ibu juga berpengaruh terhadap cara asuh terhadap anaknya dan informasi yang ibu dapat. Bila pendidikan ibu tinggi pendidikan maka akan meningkatkan kesadaran akan status kesehatan keluarganya dan ibu cenderung lebih sering menstimulasi anaknya. commit to user

9 digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

Jenjang

pendidikan

adalah

tahapan

pendidikan

yang

diterapkan

berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik, tujuan yang dicapai dan kemampuan yang dikembangakan. Menurut UU RI No. 20 tahun 2003, jalur pendidikan dibagi menjadi jalur formal, jalur informal dan jalur non formal. Untuk jalur formal antara lain: a) Pendidikan dasar (9 tahun), yaitu pendidikan yang diselenggarakan untuk memberikan bekal dasar yang diperlukan untuk hidup dalam bermasyarkat berupa pengembangan sikap, pengetahuan dan ketrampilan dasar. Pendidikan dasar berbentuk Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah atau bentuk lain yang sederajat serta Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs) atau bentuk lain yang sederajat; b) Pendidikan menengah, yakni pendidikan yang berfungsi sebagai lanjutan dan perluasan pendidikan dasar, dan dalam hubungan keatas memepersiapakan peserta didik untuk mengikuti pendidikan tinggi ataupun memasuki lapangan kerja. Pendidikan menengah terdiri atas pendidikan menengah umum dan pendidikan menengah jurusan, seperti SMA, MAN, SMK, MAK atau bentuk lain yang sederajat; c) Pendidikan tinggi, pendidikan ini merupakan kelanjutan pendidikan menengah yang diselenggarakan untuk menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan akademik dan atau profesional yang dapat menerapkan, mengembangkan dan atau menciptakan ilmu pengetahuan, teknologi dan atau kesenian. Pendidikan tinggi dapat berbentuk akademi, politeknik, sekolah tinggi, institut dan universitas. b. Pendapatan orangtua Kehidupan sosial banyak dipengaruhi oleh kondisi sosial ekonomi. Pendapatan adalah salah satu tolok ukur ekonomi suatu keluarga. Pendapatan keluarga adalah pendapatan yang diperoleh suami yang bekerja dapat pula ditambah dengan pendapatan yang diperoleh karena istri yang bekerja. Pendapatan keluarga diukur dengan banyaknya akumulasi pendapatan keluarga, setelah dikonversi menjadi per bulan, sehingga satuannya rupiah per bulan. Pendapatan bulanan atau Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) Karanganyar adalah Rp. 1.226.000,- (Andini, 2014; Banadji, 2015; Keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor 560/ 85 Tahun 2014). commit to user

10 digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

Peningkatan

pendapatan

rumah

tangga

menentukan

kesejahteraan

keluarga. Keluarga dengan pendapatan cukup akan berkaitan dengan kemampuan memberikan makanan yang bernutrisi bagi anggota keluarga dimana makanan berdampak pada status gizi bayi sehingga secara tidak langsung mempengaruhi perkembangan motorik bayi. Anak yang tumbuh dalam keluarga miskin adalah paling rawan terhadap kurang gizi diantara anggota keluarga yang lain. Anak dibawah usia dua tahun merupakan usia paling rentan terhadap perubahan keadaan gizi dan kesehatan. Jika pada masa tersebut anak tidak mendapatkan energi dan zat gizi baik maka akan mudah mengalami gangguan pertumbuhan dan perkembangan (Susanti, 2014, Susanty dan Ani, 2012; Kartika, 2002). Pendapatan

di

dalam

suatu

keluarga

juga

berkontribusi

dalam

perkembangan bayi. Keluarga dengan pendapatan cukup memungkinkan orangtua memberikan alat permainan sebagai sarana stimulasi perkembangan anak. Keluarga tersebut juga cenderung menyekolahkan anaknya pada pendidikan usia dini yang mana secara tidak langsung anak tersebut lebih sering berinteraksi dengan lingkungan sehingga stimulasi perkembangan terjadi, baik interaksi fisik maupun verbal. Perkembangan bayi dapat optimal bila orangtua atau lingkungan memberikan pengasuhan yang baik (Freitas, 2013; Briawan, 2013; Martani, 2012; Hastuti, 2009; Ernawati, 2006). c. Jenis kelamin Setiap bayi yang sehat mempunyai pola perkembangan yang sama, mulai dari tengkurap, merangkak, berjalan dan seterusnya, namun faktor herediter seperti jenis kelamin mempunyai pengaruh yang berbeda. Seperti halnya pada remaja, perubahan sistem endokrin mempengaruhi produksi dan kinerja hormon yang lain, pun bila ada gangguan pada sistem endokrin tersebut. Pertumbuhan dan perkembangan anak dengan jenis kelamin laki-laki setelah lahir akan cenderung lebih cepat dibandingkan dengan anak perempuan serta akan bertahan sampai waktu tertentu. Hal tersebut dipengaruhi oleh hormon testosteron yang lebih tinggi pada bayi laki-laki dibandingkan dengan bayi perempuan. Bayi atau anak laki-laki lebih tertarik pada kegiatan yang terorganisir, menjadi lebih agresif dan impulsif bila dibandingkan bayi perempuan yang lebih senang commit pada to user

perpustakaan.uns.ac.id

11 digilib.uns.ac.id

pada kegiatan yang tenang dan nyaman. Hal ini menunjukkan bahwa bayi lakilaki lebih menunjukkan perannya dan punya kesenangan yang lebih terhadap sesuatu yang menantang sehingga bayi laki- laki lebih aktif (Nurdiah, 2014; Alexander and Wilcox, 2012; Batubara, 2010; Spinillo, 2009; Miller et al., 2006; Alimul, 2006; Conellan et al., 2000; Campbell, 1999; Thomas et al., 1985). d. Riwayat penyakit infeksi Pada periode pascanatal, perkembangan motorik awal bayi adalah reflek primitif dan reflek postural. Reflek primitif timbul sejak masa empat bulan terakhir masa prenatal sampai empat bulan postnatal, mulai menghilang dalam umur kurang lebih tiga bulan, diganti oleh reflek postural yang terdiri dari reflek righting yang mulai muncul pada umur 3-9 bulan serta reflek proteksi dan keseimbangan pada umur 6-18 bulan, dan akhirnya berkembang menjadi gerak yang sempurna (Hutahean, 2007). Perkembangan pada masa tersebut dapat terganggu apabila bayi menderita suatu penyakit terutama penyakit infeksi seperti ISPA dan diare. ISPA merupakan penyakit yang disebabkan oleh bakteri atau virus dengan gejala yang timbul antara lain hidung tersumbat atau berair, batuk, nyeri tenggorakan dan infeksi saluran pernafasan ini timbul 14 hari. Diare adalah gejala penyakit yang disebabkan oleh banyak faktor antara lain makanan. BAB lebih dari lima kali dalam 24 jam dengan konsistensi cair merupakan gejala dari diare. Diare dapat mengakibatkan menurunnya nafsu makan dan absorpsi nutrisi dalam usus tidak maksimal. Kejadian diare berulang dapat mengarah ke KEP bahkan kematian pada bayi. Bayi atau anak dapat mengalami stress berkepanjangan akibat dari penyakitnya. Perawatan kesehatan yang teratur, tidak saja bila bayi sakit akan menunjang perkembangan bayi (Soetjiningsih, 2012; Hasyuti, 2011). e. Pemberian ASI eksklusif ASI (Air Susu Ibu) eksklusif menurut WHO (World Health Organization) adalah pemberian ASI saja tanpa tambahan cairan lain baik susu formula, air putih, air jeruk, ataupun makanan tambahan lain. Sebelum mencapai usia 6 bulan sistem pencernaan bayi belum berfungsi dengan sempurna, dan akan menimbulkan reaksi seperti alergi bila bayi diberikan makanan selain ASI. Para ahli anak telah mengadakan penelitian commit toterhadap user keunggulan ASI, antara lain:

12 digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

ASI mengandung hampir semua zat gizi yang diperlukan oleh bayi termasuk kadar laktosa yang tinggi sehingga memudahkan penyerapan berbagai jenis mineral, ASI mengandung berbagai antibodi yang dapat melindungi bayi dari penyakit infeksi, ASI tidak mengandung beta laktoglobulin sehingga risiko alergi pada bayi sangat kecil. Selain lebih ekonomis dan praktis, ASI dapat menjadi perantara untuk menjalin kasih sayang antara ibu dan bayi (Marimbi, 2010; Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Tengah, 2012). Penelitian menunjukkan bahwa pemberian ASI pada akan berpengaruh positif pada kesehatan dan status gizi bayi. Pemberian ASI secara eksklusif mendukung pertumbuhan bayi, meningkatkan perkembangan sel otak, perkembangan

bahasa,

dan

perkembangan

motorik

bayi

karena

ASI

mengandung berbagai nutrien diantaranya taurin, laktosa dan asam lemak ikatan panjang seperti DHA, AA, omega 3 dan omega 6 yang dapat meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan otak, sehingga pemberian ASI secara eksklusif dapat mempengaruhi perkembangan bayi secara keseluruhan termasuk perkembangan motorik kasar bayi (Roesli, 2000; Yum, 2007; Olof, et al., 2013; Mary et al., 2012). f. Status gizi Nutrisi memegang peranan penting pada pertumbuhan dan perkembangan bayi. Selama periode perkembangan prenatal, kekurangan nutrisi akan mempengaruhi perkembangan pada implantasi ovum hingga melahirkan. Masa pertumbuhan pada bayi membutuhkan kalori yang cukup dan terdapat kaitan antara berat badan yang lebih serta tingginya kadar subkutan terhadap penurunan perkembangan motorik, seperti pada kondisi marasmus dan kwashiorkor yang berdampak pada rendahnya kemampuan kognitif dan nilai IQ. Bila kondisi tersebut dibiarkan terus menerus akan berakibat pada penurunan asupan mikro/ makronutrien yang berlanjut pada gangguan neurotransmitter, gangguan pemusatan perhatian dan penurunan integrasi sensori sehingga perkembangan motorik terganggu (Hasiroh, 2010; Marimbi, 2010; Meghan et al., 2012; Hidayah, 2013; Solihin dan Faisal, 2013). commit to user

13 digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

Salah satu indikator dalam penilaian status gizi adalah dengan menggunakan metode penilaian antropometri. Penilaian ini relatif mudah dan cepat serta digunakan untuk melihat ketidakseimbangan asupan protein dan energi. Ketidakseimbangan ini terlihat pada pola pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan tubuh seperti lemak, otot dan jumlah air dalam tubuh. Untuk membantu dalam menginterpretasi data antropometri, pengukuran umumnya dinyatakan sebagai suatu indeks seperti berat badan menurut umur. Umur sangat memegang peranan dalam penentuan status gizi, kesalahan penentuan akan menyebabkan interpretasi status gizi yang salah. Ketentuan umur bayi atau anak 1 tahun adalah 12 bulan, 1 bulan adalah 30 hari. Bila kurang dari 15 hari maka dibulatkan kebawah, bila lebih dari sama dengan 15 hari dibulatkan ke bulan selanjutnya (Sudiman, 2006; Supariasa, 2006; Soetjiningsih, 2012). Berat badan merupakan ukuran antropometri yang terpenting dan paling sering digunakan, karena berat badan dapat memberikan gambaran keadaan saat ini. Berat badan sangat peka terhadap perubahan yang mendadak baik karena penyakit infeksi maupun karena konsumsi makan yang menurun. Pada masa bayi-balita, berat badan dapat digunakan untuk melihat laju pertumbuhan fisik maupun status gizi, kecuali terdapat kelainan klinis seperti dehidrasi, asites, edema dan adanya tumor (WHO, 1986; Woodruff dan Duffied, 2002; Onis, et al., 2006; Mei dan Laurence, 2007; Proverawati, 2010)

commit to user

14 digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

Tabel 2.1 Kategori dan Ambang Batas Status Gizi Anak Berdasarkan Indeks Indeks Berat badan menurut umur (BB/U) Anak usia 0-60 bulan

Kategori Status Gizi Gizi buruk Gizi kurang Gizi baik Gizi lebih

Ambang Batas (Z-Score) <-3 SD -3 SD sampai dengan <-2 SD -2 SD sampai dengan 2 SD > 2 SD

Panjang badan menurut umur (PB/U) atau tinggi badan menurut umur (TB/U) Anak usia 0-60 bulan

Sangat pendek Pendek Normal Tinggi

<-3 SD -3 SD sampai dengan <-2 SD -2 SD sampai dengan 2 SD >2 SD

Berat badan menurut panjang badan (BB/PB) atau (BB/TB) Anak usia 0-60 bulan

Sangat kurus Kurus Normal Gemuk

<-3 SD -3 SD sampai dengan <-2 SD -2 SD sampai dengan 2 SD >2 SD

Indeks masa tubuh menurut umur (IMT/U) Anak usia 0-60 bulan

Sangat kurus Kurus Normal Gemuk

<-3 SD -3 SD sampai dengan <-2 SD -2 SD sampai dengan 2 SD >2 SD

Indeks masa tubuh menurut umur (IMT/U) Anak usia 5-18 tahun

Sangat kurus Kurus Normal Gemuk Obesitas

<-3 SD -3 SD sampai dengan <-2 SD -2 SD sampai dengan 2 SD >2 SD

Sumber: Depkes RI, 2010

B. PENELITIAN RELEVAN Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Motorik Anak Usia 12-18 Bulan Di Keluarga Miskin Dan Tidak Miskin (Kartika dan Latinulu, 2002), dengan hasil terdapat perbedaan signifikan pada antara status gizi dengan perkembangan motorik bayi yang dilihat dari angka kecukupan konsumsi energi dan protein. Pada keluarga miskin terdapat 6 bayi (40%) yang memiliki status gizi kurang dan mengalami keterlambatan perkembangan motorik. Persamaan penelitian ini dengan commit to user penelitian yang terdahulu adalah pada variabel dependennya yakni perkembangan

15 digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

motorik bayi serta adanya korelasi antara status gizi dengan perkembangan motorik kasar bayi. Sedangkan perbedaannya adalah pada waktu, tempat dan sampel penelitian serta pada variabel independen yaitu pemberian ASI eksklusif, jenis kelamin, riwayat penyakit infeksi, dan pendidikan ibu.

C. KERANGKA PIKIR

Pemberian ASI eksklusif

Jenis Kelamin

Pendidikan ibu

Imunitas bayi baik

Peningkatan hormone testosteron

Sadar informasi

Perkembangan motorik kasar bayi

Stimulasi bayi

Riwayat kesehatan bayi

Status Gizi

Makanan bernutrisi

Beli alat permainan

Pendapatan orangtua Keterangan: : Mempengaruhi : Tidak diteliti

D. HIPOTESIS Sesuai dengan pemikiran yang dikemukakan dalam landasan teori diatas maka perumusan hipotesis yang akam diuji kebenarannya adalah sebagai berikut: 1. Pendidikan ibu diatas SMA berpengaruh positif terhadap perkembangan motorik kasar bayi usia 6-24 bulan. 2. Pendapatan

orangtua

≥Rp.1.226.000,-

berpengaruh

positif

terhadap

perkembangan motorik kasar bayi usia 6-24 bulan. 3. Bayi berjenis kelamin laki-laki berpengaruh positif terhadap perkembangan motorik kasar bayi usia 6-24 bulan. commit to user

16 digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

4. Bayi yang tidak pernah menderita penyakit infeksi berpengaruh positif terhadap perkembangan motorik kasar bayi usia 6-24 bulan. 5. ASI eksklusif berpengaruh positif terhadap perkembangan motorik kasar bayi usia 6-24 bulan. 6. Status gizi berpengaruh positif terhadap perkembangan motorik kasar bayi usia 6-24 bulan.

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

BAB III METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif observasional dengan pendekatan cross sectional, karena meneliti variabel bebas pendidikan ibu, pendapatan orangtua, jenis kelamin, riwayat penyakit infeksi, pemberian ASI eksklusif, serta status gizi dan variabel terikat perkembangan motorik dalam satu waktu.

B. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Klinik Baby Smile Kabupaten Karanganyar. 2. Waktu 1-6 Agustus 2015.

C. Populasi dan Sampel Penelitian 1. Populasi Bayi usia 6-24 bulan di Klinik Baby Smile pada bulan Agustus 2015 yakni sebanyak 500 bayi. 2. Sampel Bayi usia 6-24 bulan yang datang ke Klinik Baby Smile Kabupaten Karanganyar. Menurut Murti (2013), rasio subjek penelitian dalam analisis multivariat adalah: n = 15 – 20 subjek per variabel independen sehingga jumlah sampel dalam penelitian ini sebanyak 100 subjek yang datang ke Klinik Baby Smile Kabupaten Karanganyar serta memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. 3. Kriteria Sampel a. Kriteria inklusi Bayi yang berusia 6-24 bulan dan sehat. b. Kriteria eksklusi Bayi yang retardasi mental dan bayitodengan commit user cacat fisik.

17

18 digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

D. Variabel Penelitian 1. Variabel dependen: perkembangan motorik kasar bayi usia 6-24 bulan 2. Variabel independen: pendidikan ibu, pendapatan keluarga, jenis kelamin, ASI eksklusif, riwayat penyakit infeksi, dan status gizi.

E. Definisi Operasional 1. Pendidikan ibu a. Definisi: Pendidikan formal terakhir yang ditempuh oleh ibu dari subjek penelitian. b. Alat ukur: Kuesioner c. Skala data: Nominal dikotomi dengan nilai 0: pendidikan dasar dan menengah (SD dan SMP) dan nilai 1: pendidikan lanjutan (SMA/SMK). 2. Pendapatan orangtua a. Definisi: Pendapatan yang diperoleh orangtua (ayah dan ibu) subjek penelitian dalam kurun waktu 1 bulan. b. Alat ukur: Kuesioner c. Skala data: Kontinu. Untuk keperluan pengolahan data maka data kontinu diubah menjadi data nominal dikotomi dengan nilai 0: dibawah UMK Kabupaten Karanganyar (Rp. 1.226.000,-) dan nilai 1: lebih dari sama dengan UMK Kabupaten Karanganyar (Rp. 1.226.000,-). 3. Jenis kelamin a. Definisi: Jenis kelamin subjek penelitian. b. Alat ukur: Kuesioner c. Skala data: Nominal dikotomi dengan nilai 0: perempuan dan nilai 1: laki-laki 4. ASI eksklusif a. Definisi: Pemberian ASI selama 6 bulan tanpa tambahan makanan apapun termasuk susu formula dan air putih pada subjek penelitian. b. Alat ukur: Kuesioner c. Skala data: Nominal dikotomi dengan nilai 0: tidak ASI eksklusif dan nilai 1: ASI eksklusif. commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

19 digilib.uns.ac.id

5. Riwayat penyakit infeksi a. Definisi: Riwayat subjek penelitian mengalami penyakit infeksi seperti ISPA (batuk pilek selama 14 hari) dan diare (BAB lebih dari 4 kali dalam sehari dan konsistensi cair) dari semenjak lahir sampai dengan saat penelitian. b. Alat ukur: Kuesioner c. Skala data: Nominal dikotomi dengan nilai 0: pernah menderita ISPA atau diare atau keduanya dan nilai 1: tidak pernah menderita ISPA atau diare. 6. Status gizi a. Definisi: Penilaian status gizi pada subjek penelitian dengan rumus BB/U. b. Alat ukur: Infant baby scale c. Skala data: Kontinu. Untuk keperluan pengolahan data, data kontinu diubah menjadi data nominal dikotomi dengan nilai 0: status gizi abnormal dan nilai 1: status gizi normal. 7. Perkembangan motorik a. Definisi: Kemampuan bayi dalam menggerakkan otot tubuh seperti duduk, merangkak, berdiri, berjalan dan berlari. b. Alat ukur: Denver Development Screening Test II (DDST) c. Skala data: Nominal dikotomi dengan nilai 0: terlambat perkembangan, dicurigai (suspect terlambat perkembangan) dan nilai 1: normal

F. Teknik Pengumpulan Data 1. Jenis Data a. Data Primer Pengambilan data primer untuk mengetahui perkembangan bayi pada penelitian ini adalah dengan menggunakan DDST (Denver Development Screening Test) untuk mengetahui apakah perkembangan bayi sesuai dengan usianya atau ada keterlambatan. Untuk data mengenai pendidikan terakhir ibu, pendapatan orangtua, jenis kelamin bayi, riwayat penyakit infeksi, riwayat pemberian ASI dan status gizi diperoleh dari wawancara kepada ibu bayi secara langsung. b. Data Sekunder Data sekunder dalam penelitian ini berupa jumlah kunjungan bayi di Klinik Baby Smile Kabupaten Karanganyar bulan April 2015. commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

20 digilib.uns.ac.id

2. Instrumen Penelitian Instrumen penelitian yang digunakan berupa lembar DDST II (Denver Development Screening Test), kuesioner yang berisi tentang pernyataan mengenai pendidikan terakhir ibu, pendapatan orangtua, jenis kelamin bayi, riwayat penyakit infeksi, dan riwayat pemberian ASI serta infant baby scale untuk mengukur status gizi. 3. Teknik Pengumpulan Data a. Pendidikan terakhir ibu Data ini didapat dengan wawancara langsung kepada ibu, apakah ibu sudah lulus SMA/ sederajat atau SMP/ sederajat atau SD/ sederajat atau belum lulus SD atau sudah lulus S1 atau Diploma. b. Pendapatan orangtua Data ini didapat dengan wawancara langsung kepada ibu tentang pendapatan ibu selama sebulan atau suami selama sebulan atau ibu dan suami selama sebulan. c. Jenis kelamin bayi Data ini didapat dengan cara melihat pada buku KMS atau buku KIA milik bayi. d. ASI eksklusif Data ini didapat dengan cara wawancara langsung kepada ibu apakah setelah bayi baru lahir sampai dengan usia enam bulan bayi pernah diberikan air putih atau susu formula atau makanan pendamping seperti bubur, pisang, atau nasi. e. Riwayat penyakit infeksi Data ini didapat dari buku KIA atau menanyakan langsung kepada ibu apakah anaknya pernah menderita batuk, sesak nafas, hidung tersumbat atau berair dengan lama 14 hari dan diare (BAB >5 kali dalam 24 jam dan konsistensi cair) sejak bayi baru lahir hingga penelitian ini dilakukan. f. Status gizi Status gizi didapat dengan rumus BB/U dimana berat badan bayi diukur dengan menggunakan infant baby scale yang sudah dipastikan sebelumnya bahwa jarum ada pada angka nol dan alat tersebut bebas dari pemberat seperti pengalas. Saat bayi dilakukan penimbangan, terlebih dahulu meminimalkan atau menanggalkan berat tambahan seperti mainan atau sepatu bayi. Untuk usia bayi didapat dari penghitungan tanggal lahir bayi commit hingga to tanggal user dilakukan pemeriksaan. Patokan

21 digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

usia bayi dalam satu bulan adalah 30 hari, bila dalam penghitungan usia kurang dari 15 hari

maka dibulatkan kebawah, dan bila ≥15 hari dibulatkan

keatas.untuk penyajian status gizi dengan ambang batas Z-score. g. Perkembangan motorik bayi Pada lembar DDST ditarik garis vertikal sesuai usia bayi sehingga memotong kotak-kotak tugas perkembangan formulir DDST. Setelah itu dinilai apakah bayi dapat melewati tugas perkembangan pada sektor motorik kasar dengan kriteria penilaian: P (Passed) atau L (Lulus) bila bayi mampu melewati tugas dan F (Failed) atau G (Gagal) bila bayi belum mampu melakukan tugas perkembangan dan R (refusal) atau M (Menolak) bila bayi menolak untuk melakukan tugas perkembangan pada sektor motorik kasar. Interpretasi hasil tes skrining DDST pada sektor perkembangan motorik kasar ini adalah dengan melihat nilai P serta F dan bayi dikatakan: normal bila anak gagal/ menolak tugas pada kotak di sebelah kanan garis umur, bila anak lulus, gagal/ menolak tugas dimana garis umur berada diantara 25-75% (warna putih); waspada apabila anak gagal atau menolak tugas pada kotak dimana garis umur berada diantara 75-90% (warna hijau) dan terlambat bila anak gagal / menolak tugas pada item yang berada di sebelah kiri garis umur.

G. Teknik Analisis Data Analisis data dilakukan dengan komputerisasi, dan langkah-langkah analisis data yang akan dilakukan adalah sebagai berikut: 1. Analisis Univariat Analisis univariat yaitu menganalisis tiap-tiap variabel penelitian yang ada secara deskriptif dengan menghitung distribusi frekuensi. Variabel yang dianalisis secara univariat dalam penelitian ini adalah pendidikan ibu, pendapatan orangtua, jenis kelamin, riwayat penyakit infeksi, pemberian ASI eksklusif dan status gizi. 2. Analisis Bivariat Analisis bivariat yaitu analisis yang dilakukan untuk melihat hubungan kedua variabel antara variabel bebas dengan variabel terikat. Uji yang digunakan pada commit to user

22 digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

analisis bivariat ini dengan menggunakan uji Chi Square untuk menentukan hubungan dua gejala atau tata jenjang dengan data berskala nominal. 3. Analisis Multivariat Analisis multivariat digunakan untuk menganalisis hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat. Uji statistik ini menggunakan uji regresi logistik berganda. Analisis regresi logistik berganda digunakan untuk mendapatkan nilai odds ratio ( Exponen β) yang telah disesuaikan. Regresi logistik ganda adalah bagian dari analisis regresi, dimana variabel dependen merupakan variabel dikotomi. Analisis ini untuk mengetahui seberapa besar pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen yang dilihat dari besarnya r².

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

A. GAMBARAN LOKASI PENELITIAN Penelitian ini dilakukan Klinik Baby Smile Kabupaten Karanganyar yang terletak di jalan Kabupaten Karanganyar. Klinik ini melayani pijat bayi, terapi uap, dan baby spa.

B. HASIL PENELITIAN Populasi penelitian ini adalah 100 bayi usia 6 – 24 bulan yang datang ke Klinik Baby Smile pada tanggal 1-6 Agustus 2015. Bayi yang datang ke klinik yang menjadi sampel telah memenuhi kriteria inklusi. 1. Gambaran distribusi frekuensi Tabel 4.1 Karakteristik Responden No. Variabel 1 Pendidikan ibu Pendidikan dasar Pendidikan lanjutan 2 Pendapatan keluarga < UMK ≥ UMK 3 Jenis kelamin Laki-laki Perempuan 4 ASI eksklusif Ya Tidak 5 Riwayat penyakit infeksi Pernah sakit Tidak pernah sakit 6 Status gizi Normal Abnormal

N

%

8 92

8 92

3 97

3 97

56 44

56 44

48 52

48 52

38 62

38 62

85 15

85 15

Tabel 4.1 Menunjukkan sebagian besar subjek penelitian memiliki latar belakang pendidikan lanjutan dan pendapatan keluarga yang tinggi pula, sedangkan proporsi jumlah subjek penelitian laki-laki dan perempuan hampir sama. 48 dari 100 subjek penelitian pada penelitian ini mendapat ASI eksklusif hingga 6 bulan commit to user dan 15 % responden memiliki status gizi kurang dan lebih. 62% subjek penelitian

23

24 digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

tidak pernah menderita penyakit infeksi seperti ISPA dan diare dari lahir hingga penelitian dilakukan.

2. Pendidikan ibu dengan perkembangan motorik kasar Tabel 4.2. Analisis Bivariat Pendidikan Ibu dengan Perkembangan Motorik Kasar dengan uji Chi Square Pendidikan ibu

Perkembangan Motorik Kasar Terlambat Normal N % N % Dasar 2 2 6 6 Lanjutan 24 24 68 68 Total 26 26 74 74 Sumber: Data Primer Agustus 2015

Total N 8 92 100

% 8 92 100

OR

p

0,94

0,946

Berdasarkan tabel diatas, terdapat hubungan negatif antara pendidikan ibu dan perkembangan motorik kasar balita usia 6-24 bulan meskipun secara statistik tidak signifikan. Anak balita umur 6-24 bulan yang ibunya berpendidikan SMA

keatas memiliki

kemungkinan untuk mempunyai

perkembangan motorik kasar normal 0,9 kali lebih kecil daripada pendidikan dibawah SMA (OR= 0,94; CI 95% 0,18 – 5,00; p= 0,946). Hasil analisis tentang hubungan variabel dengan p=0,946 mengandung arti bahwa hasil tersebut tidak bisa diandalkan, karena peristiwa mendapat hasil seperti itu karena kemungkinan peluang sangat besar yaitu 946 kebetulan dari 1000 peristiwa.

3. Pendapatan keluarga dengan perkembangan motorik kasar Tabel 4.3. Analisis Bivariat Pendapatan Keluarga dengan Perkembangan Motorik Kasar dengan uji Chi Square Perkembangan Motorik Kasar Pendapatan Terlambat Normal keluarga N % N % < UMK 2 2 1 1 ≥ UMK 24 24 73 73 Total 26 26 74 74 Sumber: Data Primer Agustus 2015 commit to user

Total N 3 97 100

% 3 97 100

OR

p

6,08

0,103

25 digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

Tabel 4.3 menjelaskan bahwa pendapatan lebih dari UMK mempunyai hubungan yang positif dengan perkembangan anak balita meski secara statistik tidak signifikan (p=0,103). Anak balita umur 6-24 bulan yang keluarganya mempunyai pendapatan diatas UMK memiliki kemungkinan untuk mempunyai perkembangan motorik kasar normal 6,10 kali lebih besar daripada balita yang pendapatan keluarganya kurang dari UMK (OR= 6,08; CI 95% 0,53 – 70,01; p=0,103).

4. Jenis kelamin dengan perkembangan motorik kasar Tabel 4.4. Analisis Bivariat Jenis Kelamin Bayi dengan Perkembangan Motorik Kasar dengan uji Chi Square Perkembangan Motorik Kasar Jenis kelamin Terlambat Normal bayi N % N % Perempuan 10 10 34 34 Laki-laki 17 17 39 39 Total 27 27 73 73 Sumber: Data Primer Agustus 2015

Total N 44 56 100

% 44 56 100

OR

p

0,68

0,394

Tabel 4.4 menunjukkan bahwa bayi berjenis kelamin laki-laki memiliki kecenderungan perkembangan motorik kasarnya 0,68 kali lebih kecil daripada bayi perempuan (OR=0,68; CI 95% 0,27 – 1,67; p= 0,394).

5. Riwayat pemberian ASI eksklusif dengan perkembangan motorik kasar Tabel 4.5. Analisis Bivariat Pemberian ASI Eksklusif dengan Perkembangan Motorik Kasar dengan uji Chi Square Riwayat Perkembangan Motorik Kasar pemberian ASI Terlambat Normal eksklusif N % N % Ya 24 24 24 24 Tidak 2 2 50 50 Total 26 26 74 74 Sumber: Data Primer Agustus 2015

Total N 48 52 100

% 48 52 100

OR

p

25,0

<0,001

Berdasarkan tabel 4.5 terdapat hubungan positif dan signifikan secara to dengan user statistik antara pemberian ASI commit eksklusif perkembangan motorik kasar

26 digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

bayi usia 6 – 24 bulan. Bayi yang diberikan ASI eksklusif memiliki kemungkinan perkembangan motorik kasar yang normal 25 kali lebih besar daripada bayi yang tidak diberikan ASI eksklusif (OR= 25,00; CI 95% 5,45 – 114,58; p<0,001).

6. Riwayat penyakit infeksi dengan perkembangan motorik kasar Tabel 4.6. Analisis Bivariat Riwayat Penyakit Infeksi dengan Perkembangan Motorik Kasar dengan uji Chi Square Riwayat Perkembangan Motorik Kasar penyakit Terlambat Normal infeksi N % N % Ya 17 17 21 21 Tidak 9 9 53 53 Total 26 26 74 74 Sumber: Data Primer Agustus 2015

Total N 38 62 100

% 38 62 100

OR

4,77

p

0,001

Tabel 4.6 menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang positif dan signifikan secara statistik antara riwayat penyakit infeksi dan perkembangan motorik kasar bayi usia 6 – 24 bulan. Bayi usia 6 – 24 bulan yang tidak pernah menderita penyakit infeki seperti ISPA dan diare memiliki kemungkinan perkembangan motorik kasarnya normal 4,77 kali lebih besar daripada bayi yang pernah menderita ISPA atau diare sejak lahir hingga penelitian dilakukan (OR= 4,77; CI 95% 1,84 – 12,36; p=0,001). 7. Status gizi dengan perkembangan motorik kasar Tabel 4.7. Analisis Bivariat Status Gizi dengan Perkembangan Motorik Kasar dengan uji Chi Square Perkembangan Motorik Kasar Status gizi Terlambat Normal N % N % Abnormal 7 7 8 8 Normal 19 19 66 66 Total 26 26 74 74 Sumber: Data Primer Agustus 2015

Total N 15 85 100

% 15 85 100

OR

3,04

p

0,048

Tabel 4.7 menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang positif dan signifikan secara statistik antara status gizi dengan perkembangan motorik kasar commit to user bayi usia 6 – 24 bulan. Bayi usia 6 – 24 bulan yang status gizinya normal

27 digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

memiliki kemungkinan 3,04 kali lebih besar perkembangan motorik kasarnya normal daripada bayi yang mempunyai status gizi kurang atau lebih (OR= 3,04; CI 95% 0,97 – 9,46; p= 0,048).

8. Analisis multivariat Analisis multivariat adalah kelanjutan dari analisis bivariat yang bertujuan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen. Hasil analisis bivariat menunjukkan variabel yang signifikansinya <0,05 adalah variabel pemberian ASI eksklusif dan status gizi.

Tabel 4.8. Analisis Multivariat Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Motorik Kasar yang Normal dengan Uji Regresi Logistik Berganda Exp (b) Variabel independen OR Pendidikan ibu ( ≥ SMA) Pendapatan keluarga (≥ Rp. 1.226.000,-) Jenis kelamin bayi (laki-laki) ASI eksklusif Riwayat tidak pernah menderita penyakit infeksi Status gizi (normal) N observasi -2log likehood Nagelkerke R square Sumber: Data Primer Agustus 2015

0,31 7,56 0,52 33,77 3,07 7,03 100 71,7 51,2%

CI 95% Batas bawah 0,03 0,18 0,15 5,35 0,93 1,19

p Batas atas 4,00 0,373 313,73 0,287 1,72 0,281 213,18 <0,001 10,10 0,065 41,70 0,032

Tabel 4.8 menyajikan hasil analisis regresi logistik ganda faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan motorik kasar yang normal pada anak balita usia 6 – 24 bulan. Terdapat hubungan antara pendidikan ibu, pendapatan keluarga, jenis kelamin bayi, pemberian ASI eksklusif, riwayat penyakit infeksi, dan status gizi dengan perkembangan motorik kasar anak balita usia 6-24 bulan. Hubungan antara pendidikan ibu dengan perkembangan motorik kasar anak memiliki hubungan negatif dan pengaruh sedang, namun secara statistik tidak signifikan (OR= 0,31; CI 95% 0,03-4,00; p= 0,373). Anak balita yang pendapatan keluarga ≥ UMK mempunyai kemungkinan commit to user 7,56 kali lebih besar perkembangan motorik kasarnya normal daripada anak

perpustakaan.uns.ac.id

28 digilib.uns.ac.id

balita yang keluarganya berpendapatan kurang dari UMK. Hubungan pendapatan keluarga dengan perkembangan motorik kasar memiliki pengaruh positif dan kuat, namun secara statistik tidak signifikan (OR=7,56; CI 95% 0,18-313,73; p=0,287). Anak balita yang berjenis kelamin laki-laki memiliki kemungkinan perkembangan motorik kasarnya normal 0,52 kali lebih kecil daripada anak balita perempuan. Hubungan jenis kelamin anak balita dengan perkembangan motorik kasar memiliki pengaruh negatif dan sedang namun secara statistik tidak signifikan (OR= 0,52; CI 95% 0,15-1,72; p= 0,281). Pemberian ASI eksklusif pada bayi hingga 6 bulan memiliki kemungkinan 33,77 kali lebih besar perkembangan motorik kasarnya normal daripada tidak diberikan ASI eksklusif. Hubungan pemberian ASI eksklusif dengan perkembangan motorik kasar memiliki pengaruh positif dan sangat kuat, secara statistik signifikan (OR= 33,77; CI 95% 5,35-213,18; p<0,001). Anak balita yang tidak pernah menderita penyakit infeksi memiliki kemungkinan perkembangan motorik kasarnya normal 3,07 kali lebih besar daripada anak balita yang pernah sakit. Hubungan riwayat penyakit infeksi dengan perkembangan motorik kasar memiliki pengaruh yang kuat dan positif, namun secara statistik tidak signifikan (OR=3,07; CI 95% 0,93-10,10; p=0,065). Status gizi normal anak balita memiliki kemungkinan perkembangan motorik kasarnya normal 7,03 kali lebih besar daripada anak balita yang status gizinya kurang atau lebih. Hubungan status gizi dengan perkembangan motorik kasar memiliki pengaruh yang positif dan kuat, secara statistik signifikan (OR=7,03; CI 95% 1,19-41,70; p= 0,032). Nilai -2log likelihood merupakan parameter yang menunjukkan kesesuaian antara model analisis regresi logistik dan sampel yang dianalisis, makin kecil parameter tersebut, makin sesuai antara model dan datanya. Pada penelitian ini nilai -2log likelihood 71,7 yang mengandung arti bahwa model ini cukup baik untuk menggambarkan data/ hubungan variabel di dalam sampel karena nilainya <100 sebagai batasan. Nilai Nagelkerke R square 51,2% mengandung arti bahwa semua variabel yang dimasukkan dalam model (pendidikan ibu, pendapatan keluarga, jenis kelamin pemberian ASI eksklusif, riwayat commitbayi, to user

29 digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

penyakit infeksi, dan status gizi) secara bersama mampu menjelaskan variasi di dalam perkembangan motorik kasar bayi usia 6 – 24 bulan. C. PEMBAHASAN 1. Hubungan antara pendidikan ibu dengan perkembangan motorik kasar anak balita usia 6-24 bulan Pendidikan memiliki dampak yang positif terhadap pertumbuhan dan perkembangan

anak.

Perbedaan

pendidikan

menyebabkan

perbedaan

penahaman, persepsi, dan pengetahuan kesehatan. Pendidikan seorang ibu juga berpengaruh terhadap cara asuh terhadap anaknya. Bila pendidikan ibu tinggi maka akan meningkatkan kesadaran akan status kesehatan keluarganya dan ibu cenderung

lebih

sering

menstimulasi

anaknya

(Trimanto,

2008

dan

Grossman,1970). Pada penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti terdapat 92 subjek penelitian yang ibunya lulus pendidikan lanjutan dan 8 subjek dengan ibu yang hanya lulus pendidikan dasar. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara pendidikan ibu dengan perkembangan motorik kasar anak balita (OR=0,31; CI 95% 0,03-4,00; p=0,373), dengan demikian ibu yang lulus ≥ SMA memiliki kemungkinan perkembangan motorik kasar anaknya normal yakni 0,31 kali lebih kecil daripada 0,05). Sedangkan pada penelitian yang dilakukan oleh Apriatuti (2013) di Kabupaten Boyolali, didapatkan hasil yang signifikan antara pendidikan ibu dengan perkembangan anak (p<0,001). Adanya perbedaan hasil tersebut adalah karena faktor kebetulan yang besar.

commit to user

30 digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

2. Hubungan antara pendapatan keluarga dengan perkembangan motorik kasar anak balita usia 6-24 bulan Pendapatan berpengaruh dalam perkembangan bayi. Keluarga dengan pendapatan cukup memungkinkan orangtua memberikan alat permainan sebagai sarana stimulasi perkembangan anak. Keluarga tersebut juga cenderung menyekolahkan anaknya pada pendidikan usia dini yang mana secara tidak langsung anak tersebut lebih sering berinteraksi dengan lingkungan sehingga stimulasi

perkembangan

terjadi,

baik

interaksi

fisik

maupun

verbal

(Freitas, 2013). Presentasi subjek penelitian yang mempunyai keluarga dengan pendapatan lebih dari UMK dibandingkan kurang dari UMK adalah 97 dibanding 3 subjek. Analisis hubungan antara pendapatan keluarga dengan perkembangan motorik kasar anak balita bahwa anak balita yang keluarganya mempunyai pendapatan ≥UMK memiliki kemungkinan perkembangan motorik kasarnya normal 7,56 kali lebih besar daripada yang kurang dari UMK. Hasil statistik menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang positif dan kuat, namun secara statistik tidak signifikan (OR=7,56; CI 95% 0,18-313,73; p=0,287). Sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Briawan (2013), di dalam studinya dijelaskan bahwa anak yang mempunyai keluarga dengan pendapatan kurang, perkembangan anaknya adalah normal (p>0,05). Berbeda dengan hasil studi yang dilakukan oleh Kartika dan Latinulu (2002) di Kabupaten Ciomas, Bogor, dari total subjek 43 anak balita, didapat 75% sampel dari keluarga miskin mempunyai kemampuan motorik kasar yang lambat dan 25% dari keluarga yang tidak miskin. Sebaliknya terdapat 65% sampel dari keluarga tidak miskin memunyai perkembangan motorik kasar normal, sedangkan dari keluarga miskin hanya 35% (OR=5,6; CI 95% 1,132,06; p<0,05).

commit to user

31 digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

3. Hubungan antara jenis kelamin bayi dengan perkembangan motorik kasar anak balita usia 6-24 bulan Salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak adalah faktor genetik, dalam hal ini jenis kelamin anak juga berperan. Perkembangan anak dengan jenis kelamin laki-laki setelah lahir akan cenderung lebih cepat dibandingkan dengan anak perempuan serta akan bertahan sampai waktu tertentu (Campbell, 1999; Nurdiah, 2014). Conellan (2000), dalam studinya mengemukakan bahwa bayi laki-laki lebih cenderung untuk bergerak (berpindah-pindah) dibandingkan dengan bayi perempuan. Hal yang sama juga dijelaskan oleh McIntyre dan Edwards (2009), anak laki-laki lebih banyak menghabiskan waktu diluar rumah. Selain itu anak laki-laki lebih senang bermain senjata mainan serta kendaraan yang banyak melibatkan gerak fisik dibandingkan dengan anak perempuan. Lebih cepatnya perkembangan motorik kasar anak balita laki-laki disebabkan oleh hormon testosteron yang lebih tinggi pada bayi laki-laki dibandingkan dengan bayi perempuan sehingga anak balita perempuan lebih senang pada kegiatan yang tenang dan nyaman (Alexander dan Wilcox, 2012). Pada penelitian ini, hasil analisis hubungan antara jenis kelamin anak balita dengan perkembangan motorik kasar didapatkan hasil terdapat hubungan dengan kedua variabel tersebut, yaitu anak balita yang berjenis kelamin laki-laki memiliki kemungkinan perkembangan motorik kasarnya normal setengah kali lebih kecil daripada anak balita berjenis kelamin perempuan. Hasil tersebut tidak dapat diandalkan secara statistik (OR=0,52; CI 95% 0,15-1,72; p=0,281). Presentasi subjek anak balita yang berjenis kelamin laki-laki dibanding anak balita berjenis kelamin perempuan adalah 56 dibanding 44 anak balita. Hasil analisis tentang hubungan variabel dengan p=0,281 mengandung arti bahwa hasil tersebut tidak bisa diandalkan karena peristiwa mendapat hasil seperti itu karena kemungkinan peluang sangat besar yaitu 281 kebetulan dari 1000 peristiwa.

commit to user

32 digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

4. Hubungan antara ASI eksklusif dengan perkembangan motorik kasar anak balita usia 6-24 bulan Pemberian ASI pada anak balita berpengaruh positif pada kesehatan dan status gizi bayi. Pemberian ASI secara eksklusif mendukung pertumbuhan bayi, meningkatkan

perkembangan

sel

otak,

perkembangan

bahasa,

dan

perkembangan motorik bayi karena ASI mengandung berbagai nutrien diantaranya taurin, laktosa dan asam lemak ikatan panjang seperti DHA, AA, omega 3 dan omega 6 yang dapat meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan otak, sehingga pemberian ASI secara eksklusif dapat mempengaruhi perkembangan bayi secara keseluruhan termasuk perkembangan motorik kasar bayi (Yum, 2007; Olof, et al., 2013; Mary et al., 2012). Sesuai dengan hasil penelitian ini, dimana terdapat hubungan antara ASI eksklusif dengan perkembangan motorik kasar. Bayi yang mendapatkan ASI eksklusif selama 6 bulan mempunyai kemungkinan perkembangan motorik kasarnya normal lebih besar 33,77 kali lebih besar perkembangan motorik kasarnya daripada bayi yang tidak mendapat ASI eksklusif. Hasil tersebut menunjukkan hubungan yang positif, kuat, dan secara statistik signifikan (OR= 33,77; CI 95% 5,35-213,18; p<0,001). Presentasi subjek bayi yang mendapat ASI eksklusif dibandingkan dengan bayi yang tidak mendapat ASI eksklusif adalah 52 dibanding 48 anak balita. Hal yang sama dijelaskan oleh Dewey (2001) dalam studinya di Honduras. Studi tersebut menghasilkan perbedaan antara bayi yang mendapat ASI eksklusif dan tidak. Bayi yang mendapat ASI eksklusif selama enam bulan penuh lebih cepat merangkak dan berjalan pada usia 12 bulan. Hal yang sama juga dijelaskan oleh Novita, dkk (2008), bahwa bayi yang yang mendapat ASI eksklusif selama enam bulan penuh lebih mempunyai funsi lokomotor yang lebih baik (p=0,001).

5. Hubungan antara riwayat penyakit infeksi dengan perkembangan motorik kasar anak balita usia 6-24 bulan Hasil analisis hubungan antara riwayat penyakit infeksi dengan perkembangan motorik kasar anak balita usia 6-24 bulan menunjukkan bahwa anak balita yang tidak pernah menderita commit to user penyakit infeksi mempunyai

33 digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

kemungkinan 3,07 kali lebih besar perkembangan motorik kasarnya normal daripada anak balita yang pernah menderita penyakit infeksi seperti ISPA atau diare atau keduanya (OR= 3,07; CI 95% 0,93-10,10; p=0,065). Hasil tersebut secara statistik tidak signifikan. Presentasi subjek anak balita yang tidak pernah sakit dibandingkan dengan anak balita yang pernah sakit adalah 62 dibanding 38. Hasyuti (2011), juga melakukan penelitian di Kabupaten Jeneponto, Makasar pada 123 anak balita dan didapatkan hasil bahwa riwayat penyakit infeksi

seperti

ISPA

dan

diare

tidak

mempunyai

pengaruh

dengan

perkembangan motorik kasar anak balita. Berbeda halnya dengan hasil penelitian yang didapat oleh Tanjung (2007) yang melaporkan bahwa terdapat perbedaan yang bermakna pada pertumbuhan dan perkembangan anaka balita yang terkena penyakit infeksi dan tidak. Perkembangan bayi, balita dan anak dapat terganggu apabila bayi menderita suatu penyakit terutama penyakit infeksi seperti ISPA dan diare. Diare dapat mengakibatkan menurunnya nafsu makan dan absorpsi nutrisi dalam usus tidak maksimal. Kejadian diare berulang dapat mengarah ke KEP bahkan kematian pada bayi (Soetjiningsih, 2012). 6. Hubungan antara status gizi dengan perkembangan motorik kasar anak balita usia 6-24 bulan Hasil analisis hubungan antara status gizi dengan perkembangan motorik kasar anak balita menunjukkan bahwa anak balita usia 6-24 bulan yang status gizinya normal memiliki kemungkinan perkembangan motorik kasarnya normal 7,03 kali lebih besar daripada anak balita yang status gizinya kurang atau lebih. Hasil ini secara statistik signifikan dan menunjukkan hubungan yang positif dan kuat (OR= 7,03; CI 95% 1,19-41,70; p=0,032). Presentasi subjek antara anak balita yang status gizi normal dibandingkan dengan status gizi abnormal adalah 85 dibanding 15 anak balita. Sesuai dengan studi yang dilakukan oleh Ati dkk (2013) di RSUD Tugurejo Semarang, yakni dari 50 responden didapat 66% perkembangan motorik kasarnya normal dan sisanya memiliki perkembangan motorik kasar commit to user yang terlambat (p=0,000; α=0,05), dengan demikian dapat disimpulkan bahwa

34 digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id

terdapat hubungan yang positif antara status gizi dengan perkembangan motoric kasar anak balita. Semakin baik status gizi seorang anak maka perkembangan motorik kasarnya senderung normal.

D. KETERBATASAN 1. Penelitian ini menggunakan rumus besar sampel multvariat, sehingga mendapatkan hasil tidak signifikan, diperlukan penggunaan rumus yang lebih akurat. Selain itu, adanya perbedaan hasil antara penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah karena adanya faktor kebetulan sangat besar. 2. Pemilihan subjek penelitian tidak menggunakan teknik random sehingga populasi anak balita tidak memiliki peluang yang sama menjadi subjek penelitian. Dengan adanya keterbatasan penelitian tersebut diharapkan penelitian ini dapat dijadikan inspirasi peneliti selanjutnya untuk dapat melakukan penelitian yang lebih mendalam.

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN 1. Bayi yang mendapat ASI eksklusif dan memiliki status gizi normal mempunyai pengaruh yang positif terhadap perkembangan motorik kasar . 2. Pendidikan ibu, pendapatan keluarga, jenis kelamin bayi, dan riwayat penyakit infeksi tidak mempunyai pengaruh terhadap perkembangan motorik kasar anak balita usia 6 – 24 bulan.

B. IMPLIKASI Implikasi praktis dari temuan penelitian ini, keterlambatan perkembangan motorik kasar anak balita usia 6 – 24 bulan dapat terhindar bila memperhatikan ASI eksklusif dan status gizi anak balita.

C. SARAN 1. Bagi penelitian selanjutnya Penelitian selanjutnya bisa meneliti pengaruh status gizi ibu dan ASI eksklusif terhadap perkembangan anak balita secara menyeluruh. 2. Bagi ibu yang memiliki bayi Bagi ibu yang memiliki bayi agar dapat memberikan ASI secara eksklusif selama enam bulan dan memperhatikan status gizi anaknya dimana kedua hal tersebut berpengaruh terhadap perkembangan motorik anak.

commit to user

35

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

DAFTAR PUSTAKA

Alexander, G and Wilcox, T. Sex Differences in Early Infacy. Child Development Prespectives. Volume 6 Number 4. Alimul. 2006. Ilmu Kesehatan Anak Untuk Kebidanan. Jakarta: Salemba Medika. Andini, KN. 2014. Hubungan Antara Pendapatan Keluarga dengan Pemakaian Alat Kontrasepsi IUD di Kelurajan Mojosongo Kecamatan Jebres Kota Surakarta. Universitas Sebelas Maret: Karya Tulis Ilmiah. Apriadji, WH. 2014. Buku Super Lengkap Makanan Bayi Sehat Alami. Pustaka Bunda: Jakarta. Apriastuti, DA. 2013. Analisis Tingkat Pendidikan dan Pola Asuh Orangtua dengan Perkembangan Anak Usia 48-60 Bulan. Jurnal Ilmiah Kebidanan. Vol. 4 No. 1 Astuti, R. 2011. Hubungan Antara Riwayat ISPA dan Diare dengan Tumbuh Kembang Anak Usia 1-5 Tahun di Posyandu Desa Cetan Kabupaten Klaten. Jurnal Komunikasi Kesehatan. Vol 2 No 02. Ati CA, Alfiyanti D, Solekhan A. 2013. Hubungan Antara Status Gizi dengan Perkembangan Motorik Kasar Anak Balita di RSUD Tugurejo Semarang Tahun 2013. Jurnal Ilmu Keperawatan dan Kebidanan. Vol 1, No 4. Banadji, RM. 2015. Hubungan ingkat Pendapatan Orangtua dengan Status Gizi Balita di Kelurahan Pungawan Kecamaan Banjarsari Surakarta. Universitas Sebelas Maret: Skripsi. Barroso RMA, Schapiro L, Liang W, Rodrigues O, Shafir T, Kaciroti N, Jacobson SW, Lozoff B. 2010. Motor Development in 9-Month-Old Infants in Relation to Cultural Diffrences and Iron Status. Developmental Psychobiology. Batubara, J. 2010. Adolescent Development (Perkembangan Remaja). Sari Pediatri Volume 12 Nomor 1. Bloom, BS, Engelhart, MD, Furst, EJ, Hill, WH, & Krathwohl, DR. 1956. Taxonomy of educational objectives the classification of educational goals handbook I: Cognitive domain. New York: David McKay Company, Inc. Brazelton, TB. 1979. Four Early Stages in the Development of Mother-Infant Interaction. The Psychoanalytic Study of the Child. Vol 34, 349-369. Briawan, D dan Herawati, T. 2013. Peran Stimulasi Orangtua Terhadap Perkembangan Anak Balita Keluarga Miskin. Jurnal Ilmu Keluarga dan Konsumen IPB Volume 1 No. 1 Campbell SK, Kolobe THA, Wright BD, Linacre JM. 2002. Validity of the Test of Infant Motor Performances for Prediction of 6-, 9- and 12-month Scores on the Alberta Infant Motor Scale. Developmental Medicine and Child Neurology 44, 4; commit to user

36

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id 37

Campbell, DW and Warren. 1999. Sex Differences in the Activity Level of Infants. Departement of Psychology University of Manitoba Canada. Carneiro P, Meghir C, Parey M. 2011. Maternal Education, Home Environment and the Development of Children and Adolescents. www.ucl.ac.uk Conellan J, Baron-Cohen S, Wheelwright S, BAtki A, Ahluwalia J. 2000. Sex differences in Human Neonatal Social Perception. Infant Behavior & Development 23 (2000) 113–118 Dahlan, MS. 2010. Langkah-Langkah Membuat Proposal Penelitian Bidang Kedokteran Dan Kesehatan. Jakarta: Sagung Seto. Darrah, J, Piper M, Watt MJ. 1998. Assesment of gross motor skills of at-risk infants: predictive validity of the Alberta Infant Motor Scale. Developmental Medicine and Child Neurology. Volume 40 issue 7 Desmita. 2006. Psikologi Perkembangan. Bandung: Rosda Karya. Dewi, VNL. 2012. Asuhan Neonatus Bayi dan Anak Balita. Jakarta: Salemba Medika. Dewey KG, Cohen RJ, Brown KH, Rivera LL. 2001. Effect of Exclusive Breastfeeding for Four Versus Six Months on Maternal Nutritional Status and Infant Motor Development: Results of Two Randomized Trials in Honduras. J. Nutritional 131(2): 262-7. Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Tengah. 2013. Buku Profil Kesehatan Propinsi Jawa Tengah Tahun 2012. Dinkes Propinsi Jawa Tengah. Drotrar D, Stancin T, Dworkin P. 2008. Pediatic Developmental Screening: Understanding and Selecting Screening Instruments. Journal Pediatric. Egeland B and Farber EA. 1984. Infant –Mother Attachment: Factors elated to Its Development and Changes over Time. Child Development Vol. 55, No. 3 Ernawati, A. 2006. Hubungan Faktor Sosial Ekonomi, Higiene Sanitasi Lingkungan, Tingkat Konsumsi dan Infeksi dengan Status Gizi Anak Usia 2-5 Tahun di Kabupaten Semarang Tahun 2003. Universitas Diponegoro: Tesis. Freitas, TC, Gabbard C, Cacola P, Montebelo, Santos. 2013. Family socioeconomic status and the provision of motor affordances in the home. 2013 Jul-Aug;17(4):319-27. doi: 10.1590/S1413-35552013005000096. Epub 2013 Aug 1. Grossman M (1972). On the concept of health capital and the demand for health. Journal of Political Economy. 80: 223-255 Hasiroh, Y. 2010. Perubahan Anak Balita Gizi Buruk yang Dirawat di RSUP H. Adam Malik Medan. Universitas Sumatera Utara: Skripsi. commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id 38

Hasyuti, N. 2011. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Status Perkembangan Motorik Kasar Baduta Usia 6-18 Bulan di Kabupaten Jenenpoto Tahun 2011. Universitas Hasanudin: Skripsi. Hastuti,D. 2009. Stimulasi Psikososial Pada Anak Kelompok Bermain dan Pengaruhnya Pada Perkembangan Motorik, Kognitif, Sosial Emosi, dan Moral/Karakter Anak. Jurnal Ilmu Keluarga dan Konsumen IPB Volume 2 Nomor 1. Hidayah, F. 2013. ASI Eksklusif Sebagai Faktor Risisko Kejadian Stunting PAda Anak Usia 624 Bulan di Kota Yogyakarta. Tesis: Universitas Gadjah Mada. Hutahean, BP. 2007. Gangguan Perkembangan Neurologis Pada Bayi dengan Riwayat Hiperbilirubinemia. Universitas Diponegoro: Tesis. June C, Davis, Milles MS. 2010. Effects of gender on the Health an\d Development of Medically at Risk Infants. J Obstet Gynecol Neonatal Nurs. 39(5): 536–549. Kartika, V dan Latinulu. 2002. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Motorik Anak Usia 12-18 Bulan di Keluarga Miskin dan Tidak Miskin. ejournal.litbang.depkes.go.id/index.php/pgm/article/view/1424/2945 Keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor 560/85 Tahun 2014 Tetang Upah Minimum Pada 35 (Tiga Puluh Lima) Kabupaten/ Kota di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2015. Kementrian Kesehatan RI. 2013. Pedoman Pelaksanaan Stimulasi, Deteksi dan Intervensi Dini Tumbuh Kembang Anak di Tingkat Pelayanan Kesehatan Dasar. Kemenkes RI. Kusmiyati, I. 2008. Hubungan Tingkat Pengetahuan Orangtua Tentang Fungsi Keluarga dengan Perkembangan Motorik Kasar dan Motorik Halus pada Anak Usia Toddler. Universitas Indonesia: Tugas Akhir. Lindawati. 2013. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Perkembangan Motorik Anak Usia Pra Sekolah. Jurnal Health Quality Vol. 4 No. 1, Nopember 2013, Hal. 1 - 76 Litmann, B and Parmele. Medical Correlates of Infant Development. Pediatrics. 61(3):470-4 Marimbi, H. 2010. Tumbuh Kembang, Status Gizi dan Imunisasi Dasar pada Balita. Yogyakarta: Nuha Medika. Marry JR, Felicis MM, Wade, A et al. 2012. Support for Healthy Breastfeeding Mothers with Healthy Term Babies. Cochrane Database System Rev.; 5: CD001141. Martini, W. 2012. Metode Stimulasi dan Perkembangan Emosi Anak Usia Dini. Jurnal Psikologi UGM Volume 39 Nomor 1. McIntyre M and Edwards C. 2009. The Early Development of Gender Differences. Annual Review of Anthropology 38, pp. 83-97 commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id 39

Meghan S, Adair LS, Goldman BD, Borja JB, Bentley M. 2012. Infant Overweight is Associated with Delayed Motor Development. J Pediatr. Vol. 157(1). 20–25 Mei Z and Grummer, LM. 2007. Standart Deviation of Antropometric Z-scores as a Data Quality Assesment Tool Using the 2006 WHO Growth Standards: a Cross Country Analysis. Bulletin of the World Health Organization 85 (6) Miller JL, Macedonia C, Sonies BC. 2006. Sex Differences in Prenatal Oral-Motor Function and Development. Developmental Medicine and Child Neurology; Jun 2006; 48, 6; ProQuest Nursing & Allied Health Source pg. 46. Murti, B. 2013. Desain dan Ukuran Sampel untuk Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif di Bidang Kesehatan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Novita L, Gurnida DA, Garna H. 2008. Perbandingan Fungsi Kognitif Bayi Usia 6 bulan yang Mendapat dan Tidak Mendapat ASi Eksklusif. Universitas Padjadjaran Bandung. Nurdiah, Muhamada A, Halida. 2014. Pengembangan Kecerdasan Gerak Tubuh Usia 5-6 Tahun di TK Primanda Untan Pontianak. Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran Volume 3 Nomor 5. Olof, HJ, Inga T, Gunnlaugsson G, Fewtrell MS, Hibberd PL, Kleinman RE. 2013. Exclusive Breastfeeding and Developmental Behavioral Status in Early Childhood. Nutrients. Vol. 5, 4414-4428. Onis M, Onyango AW, Barghi E, Garza C, Yang H. 2006. Comparison of the World Health Organization (WHO) Child Growth Standards and the National Center for Health Statistics/WHO international growth reference: implications for child health programmes. Public Health Nutrition: 9(7), 942–947 Piek, JP. 2006. Infant Motor Development. Human Kinetics: USA. Ringwalt S. 2008. Developmental Screening and Assesment Instruments with an Emphasis on Social and Emotional Development for Young Children Ages Birth trough Five. The National Early Childhood Technical Assistance Center. Roesli, U. 2000. Mengenal ASI Eksklusif. Jakarta: Niaga Swadaya. Sari DW, Endang N, Purwanto, Setyo. 2012. Hubungan Antara Status Gizi dengan Perkembangan Motorik Kasar Anak Usia 1-5 Tahun di Posyandu Buah Hati Ketelan Banjarsari Surakarta. Jurnal Kesehatan ISSN 1979-7621 Vol. 5 No.2 Soekirman. 2000. Ilmu Gizi dan Aplikasinya untuk Keluarga dan Masyarakat Ditjen Dikti. Jakarta. Departemen Pendidikan Nasional. Soetjiningsih. 2012. Tumbuh Kembang Anak. EGC: Jakarta.

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id 40

Solihin, Rindu DM, Anwar F, Sukandar D. 2013. Kaitan Antara Status Gizi, Perkembangan Kognitif, dan Perkembangan Motorik pada Anak Usia Prasekolah. Jurnal Penelitian Gizi dan Makanan Badan Penelitian dan Pengembangan Kemenkes RI Volume 36 nomer 1. Available at: http://ejournal.litbang.depkes.go.id/index.php/pgm/article/view/3396/3387. Spinillo A, Montanari L, Gardella B, Roccio M, Stronati M, Fazzi E. 2009. Infant sex, Obstetric Risk Factors, and 2-year Neurodevelopmental Outcome Among Preterm Infants. Developmental Medicine and Child Neurology; Jul 2009; 51, 7; ProQuest Nursing & Allied Health Source pg. 518. Sudiman, H. 2006. Perbandingan Status Gizi Balita dengan Indeks Antropometri Berdasar Baku Rujukan WHO-NCHS dan Baku WHO 2005. Buletin Penelitian Kesehatan Volume 34 nomor 3. Supariasa, IGD. 2006. Penilaian Status Gizi. Jakarta: EGC. Susanti, NY. 2014. Hubungan Pola Asuh Gizi dengan Kejadian Balita dengan Berat Badan Di Bawah Garis Merah (BGM) di Polindes Bidan Irma Desa Sumberejo Kecamatan Banyuputih Kabupaten Situbondo Tahun 2014. Susanty, NM dan Margawati, A. 2012. Hubungan Derajat Stunting, Asupan Zat Gizi dan Sosial Ekonomi Rumah Tangga dengan Perkembangan Motorik Anank Usia 24-36 Bulan di wilayah Kerja Puskesmas Bugangan Semarang. Journal of Nutrition College Volume 1 Nomor 1. Taufiqqurohman M.A. 2008. Metodelogi Penelitian Kedokteran dan Kesehatan. CSGF: Klaten. Thomas JR, French KE. 1985. Gender differences across age in motor performance: A metaanalysis. Psychological Bulletin, Vol 98(2), 1985, 260-282. Tregoning, JS. Schwarze. 2010. Respiratory Viral Infections in InFants: Causes, Clinical Symptoms, Virology, and Immunology. Clinical microbiology reviews. Volume 23 No 1 Trimanto, A. 2008. Hubungan Antara Tingkat Pendidikan Ibu, Pendapatan Keluaraga, dan Modal Sosial dengan Status Gizi Anak Balita di Kabupaten Sragen. Universitas Sebelas Maret: Tesis. Tidak dipublikasikan. Winnicott, DW. The Theory of the Parent-Infant Relationship. The International Journal of Psychoanalysis. 41:585-595. Wooddruff BA and Duffield. 2002. Antropometric Assesmentof Nutritional Status in Adolescent Populations in Humanitarian Emergencies. European Journal of Clinical Nutrition (2002) 56, 1108–1118. WHO. 2002. Penanganan ISPA Pada Anak Di Rumah Sakit Kecil Negara Berkembang: Pedoman Untuk Dokter Dan Petugas Kesehatan Senior/ Natalia Susi Jakarta: EGC commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id 41

WHO. 1986. Use and Interprtation of Antropometric Indicators of Nutritional Status. Bulletin of the World Health Organtation. 64 (6). Yum, J. 2007. The Effects of Breast Milk Versus Infant Formulae on Cognitive Development. Journal On Developmental Disabilities, Volume 13 Number 1.

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

commit to user