HIDUP, KBUSUSNYA LINGKUNGAN ALAM

Download besar, akan kemampuan lingkungan hidup, kbususnya lingkungan alam untukmendukungpemhangunansecara berkelanjutan. Kepedulian tersebut diek...

2 downloads 648 Views 337KB Size
by the government to monitor the performance of sustainable development. efforts are that the policy making should always be provided with exact, acc relevant, and advanced information on population qualities, environ development strategies, and its related interactions.

Pcmbangunan Berkelanjutan dan Indikator Kebijaksanaan

Pada dua dasawarsa terakhir ini muncul kepedulian yang semakin kuat, atau bahkan kekhawatiran yang lebih besar, akan kemampuan lingkungan hidup, kbususnya lingkungan alam untuk mendukungpemhangunan secara

berkelanjutan. Kepedulian tersebut diekspresikan pertama kalisekitar tahun 1970-an melalui Deklarasi Cocoyoc tentang lingkungan hidup dan pembangunan yang juga memperkenalkan konsep Sustainable Development atau Pembangunan Berkelanjutan (PB). Konsep ini merupakan jawaban terhadap kritik yang semakin kuat atas konsep pembangunan yang amat dominan pengaruhnya pada masa itu, yang lebih menekankan pertumbuhan ekonomi. Sejak itu, konsep atau model

PB telah dianut oleb banyak termasuk Indonesia. Komitmen Indonesia pada m

dinyatakan pada GBHN 19 ditegaskan kembali pada GBH yang menekankan bahwa salah pembangunan nasional yan diterapkan dan dipegang tegu pereneanaan dan pelak pembangunan nasional ada Manfaat, yang menyatakan "segala usaba dan k pembangunan nasional mem manfaat yang sebesar-besar kemanusiaan, peningkatan kes an rakyat, dan pengem kepribadian warga negar mengutamakan kelestarian n lubur budaya bangsa dan ke fungsi lingkungan hidup dalam

Soflan Effendi, Ph.D. adalah kepala Pusat Penelitian Kependudukan Universit Mada dan staf pengajar pada jurusan Ilmu Administrasi Negara Fakulta Universitas Gadjah Mada.

Rio de Janeiro pada 1992. Komisi ini, yang diketuai oleh Perdatta Menteri Gro Brudtland dari Norwegia dengan anggota para pemimpin dari berbagai negara, mendefinisikan PB sebagai "model pembangunan yang dapat memenuhi kebutuhan dan aspirasi generasi masa kini maupun masa depan secara harmonis. "** Definisi model PB ini cukup sederhana, namun membawa beberapa konsekuensi yang cukup besar terhadap kebijaksanaan dan operasionalisasi pembangunan, yang antara lain menuntut adanya: - kesadaran dan kemauan nasional untuk melaksanakan proses pembangunan agar berjalan seimbang dengan proses pclestarian dan lingkungan kualitas pembabaruan sumber daya di dalamnya;

* **

***

berupaya untuk mencapai pemera generasional, serta tidak mengutam pembangunan ekonoini semata-ma samping itu, model PB juga, me Me Emil Salim (1991: 3),*** Negara Kependudukan dan Lingku Hidup pada Kabinet Pembangun mengharuskan adanya perhatian interaksi yang dinamis antara vari variabel kependudukan, lingku dengan model atau strategi pemban an. Paling sedikit ada dua tin interaksi yang perlu menjadi perh para pembuat kebijaksan perencana, dan para pelaks pembangunan, yakni.

MPR, Ketetapan-ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indo 1993• Jakarta: Pustaka Karya, 1993The World Commission on Environment and Development, Our Common Fu Oxford, Oxford University Press, 1987. Emil Salim, "Pembangunan Berkelanjutan dan Peranan Kependudukan". Ma pada Pertemuan Kependudukan Nasional, di Pelabuhan Ratu, Jawa Barat,

Desember 1991.

2

kebijaksanaan, perencanaan, pelaksanaan pembangunan nas harus berbeda dari model pemban an konvensional yang dikenal selam karena dia berwawasan lingkun

tertampung dalam proses pembangun¬ an. Salah satu di antaranya adalah seperti yang diajukan oleh Salim* yang menyarankan agar operasionalisasi model PB ini dijabarkan antara lain sebagai berikut. Sasaran dan laju pembangunan dengan ditentukan harus mengindahkan batasan-batasan yang ditentukan oleh faktor lingkungan hidup dan ekologi. Batasan tersebut adalah batasan keberlanjutan pembangunan (sustainability of development parameters) yang mencakup dimensi keberlanjutan ekologi, ekonomi, keberlanjutan keberlanjutan sosial-budaya, dan keberlanjutan politik. Bila ambang batas ini dilampaui, maka kelestarian alam akan terancam dan ketersediaan sumber daya alam akan semakin menyusut sehingga kualitas hidup akan merosot dan tidak layak lagi bagi kehidupan manusia. Namun dengan berbagai upaya pembangunan dan kependudukan, ambang batas tersebut dapat diubah

*

»»

Emil Salim, Ibid, him. 2. Emil Salim, Ibid, him. 3.

tingkat keberlanjutan (susta level index)*9 pada tingka maupunnasional. Indeks Pemb Berkelanjutan (IPB) ini amat di agar pembuatan keputus kebijaksanaan selalu diduku informasi yang tepat, releva mutakhir tentang kualitas kepe an, kondisi lingkungan, pembangunan dan teknolo interaksi antara kualitas kepen dan kondisi lingkungan yang o peneliti diinterpretasikan beragam sebagai tingkat kebe pembangunan, daya dukung atau kuahtas hidup.

Indikator Pembangunan Berkelanjutan: Indikator Inte Kependudukan, Lingkungan dan Pembangunan

Salah satu upaya pengem Indikator Kebijaksanaan Pemb Berkelanjutan (1KPB) yang tela oleh Kantor Menteri Kependudukan dan Lingkunga selama hampir sepuluh tahu

PP KEPENDUDUKAN UGMDengan menggunakan k

mengukur tingkat keserasian antara jumlah dan kualitas' penduduk dan kualitas lingkungan alam. Namun, seperti disinggung oleh Tim Peneliti PPK-UGM dalam laporanlaporan mereka, hampir semua penelitian tadi mengandung kclemahankelemahan metodologis dan teoretis yang cukup besar sehingga belum sepenuhnya mampu menunjukkan tingkat interaksi, keserasian, atau keberlanjutan pembangunan. Karena itu, hasil penelitian tadi belum dapat memenuhi kebutuhan para pembuat kebijaksanaan pembangunan akan informasi tentang tingkat keberlanjutan pembangunan serta faktor-faktor kependudukan, lingkungan hidup, serta kebijaksanaan pembangunan yang mempengaruhinya. Salah satu pendekatan yang dapat digunakan untuk mengkaji interaksi antara P (kependudukan), L

keterkaitan ini sebagai referens kerangka pemikiran yang diajuka Retclift (1989:29),** Tim Peneli Pusat Penelitian Kependu Universitas Gadjah Mada memform kan model interaksi K-L-PE mengonsepsualisasikan kualitas (physical quality of life) dan dukung wilayah sebagai penee dari kondisi keberlanjutan pemb an. Sejalan dengan pemikiran ini, keberlanjutan pembangunan m daya dukung wilayah akan be sesuai dengan kondisi lingkunga dan kualitas penduduk yang berubah karena pengaruh kebija an dan strategi pembangunan ek dan teknologi. Dengan menggu pendekatan seperti ini dapat d suatu model interaksi antara K, L, sebagai berikut.

(lingkungan) dan PE (pembangunan

*

**

4

Alwi Dahlan. "Interrelationships between Population and Natural Environ Resources, Land, Water and Air". Papier for ESCAP/UNDP Expert Group Mee Population and Sustainable Development.Jomtien, Thailand, UNFPA, May 13-1 Michael Rcdclift, Sustainable Development: Exploring the Contradictions. Ne

Routledge, 1989

Kualitas hidup Tingkat keberlanjutan pembangunan Sumber:

Universitas Gadjah Mada, Pusat Penelitian Kependudukan. Fakto yang mempengarubi Interaksi Kependudukan, Sumber Da Pembangunan di Daerab Istimewa Yogyakarta. Laporan Pe 1991.

Menurut model mi, interaksi yang tidak seimbang antara K dan LH akan berakibat rendahnya daya dukung wilayah, merosotnya kualitas hidup, dan akhirnya, menurunnya tingkat keberlanjutan pembangunan. Ketidakseimbangan tersebut dapat disebabkan oleh strategi dan kebijaksanaan pembangunan ekonomi dan tekuologi yang terlalu ekstraktif sehingga sumber daya alam dieksploitasi secara besarbesaran. Atau, karena kondisi lingkungan yang kurang baik, di daerah lahan kritis, misalnya, daya dukung alam rendah sehingga menyebabkan tingkat keberlanjutan pembangunan di daerah tersebut rendah pula. Keadaan ini mestinya dapat diubah melalui

intervensi pembangunan, m dengan teknologi irigas

peningkatan mutu tanah s pendapatan penduduk mening dengan demikian, kualitas hidup meningkat pula. Kebijak pembangunan dapat pula di pada peningkatan kualitas pe melalui penerapan tekuologi ke dan pendidikan. Dengan de kemampuan untuk meman lingkungan alam menjadi menin menyebabkan daya dukung meningkat. Untuk menguji model terseb Penelitian Kependudukan Un Gadjah Mada dan beberap penelitian lainnya telah men

variabel utama yang. diamati yakni*: Variabel Kependudukan, Variabel Lingkungan Alam dan Variabel Daya Dukung Wilayah, Variabel Tekanan Penduduk dan Tingkat Keserasian sebagai proksi dari lnteraksi. Pada penelitian Indikator lnteraksi Kependudukan dan Lingkungan Hidup yang diadakan antara 1987 - 1991, variabel kependudukan yang dikumpulkan mencakup Kepadatan Penduduk, Jumlah Anggota Keluarga, dan Rerata Pertumbuhan Penduduk selamakurun waktu 1980-1990. Variabel Lingkungan Alam terdiri dari Indeks Kekeringan, Indeks Kelembaban, Koefisien Aliran Permukaan (runoff), Tingkat Erosi, Curah Hujan, danVolume Permukaan (runoff), dan Kemampuan Lahan. Variabel Daya Dukung Wilayah dioperasionalkan sebagai Variabel

*

**

6

(D) hubungan kurang harmonis kualitas K rendah dan kondisi LH Seperti sudah disinggung d kousep daya dukung wilayah suatu konsep yang dinamis mengukur berbagai peringkat in antara kualitas penduduk dan k lingkungan hidup. Suatu tipolog dukung wilayah yang dirum dengan menggunakan variabel k penduduk dan variabel ko lingkungan hidup dapat menja anaksis yang cukup baik dan berm bagi para perumus kebijaksana perencana pembangunan. S tampak pada tabel berikut, terd kondisi daya dukung wilayah, yak daya dukung tinggi dan dinamis kualitas penduduk dan ko lingkungan sama-sama tinggi; (B dukung rendah karena ko lingkungan jelek walaupun k

Universitas Gadjah Mada, Pusat Penelitian Kependudukan. Studi tentang In Interaksi Kependudukan dan Lingkungan Hidup Alamiab di Kalimantan Ba Kalimantan Timur. Yogyakarta: PPK-UGM, 1992. Model Otto Soemarwoto adalah: PP = (l-a)Z * F/L, dimana PP adalah t penduduk, Z-. kebutuhan lahan pertanian (ha/jiwa), F: jumlah petani, L lua pertanian, dan a: rasio pcndapatan dari sektor nonpertanian terhada pendapatan.

Kondisi (A) dapat berubah menjadi (B) karena pengarub kebijaksanaan pembangunan yang amat ekstraktif serta penggunaan teknologi yang amat polutif dalam pembangunan suatu wilayah. Demikian pula, kondisi (B) dapat diubah menjadi kondisi (A) bila dalam

pembangunan diterapkan teknologi yang mampu meningkatkan kondisi lingkungan hidup sehingga daya dukung wilayah menjadi lebih tinggi. Contoh kondisi seperti itu kita jumpai di negara-negara maju yang kaya seperti Singapura dan Hongkong, yang dengan kekayaan dan teknologi dapat meningkatkan kondisi lingkungan hidup di negara tersebut. Kondisi (C) memang tidak terlalu mengkhawatirkan dalam jangka pendek, tetapi pada jangka panjang dapat berkembang menjadi kondisi kritis (D) bila pembangunan dilaksanakan secara ekstraktif dan dengan menggunakan teknologi polutif yang semakin menurunkan kondisi lingkungan hidup. Daya dukung alam akan menurun secara drastis karena kualitas penduduk yang rendah. lndikator daya dukung wilayah maupun keberlanjutan pembangunan

Pelembagaan lndikator Pembangunan

Untuk mendukung peny keputusan dan kebijak pembangunan berkelanjutan d daerah maupun di tingkat pus diperlukan informasi yang dapa dan selalu mutakhir tentang kon kuaktas penduduk, kondisi lin kebijak serta hidup, pembangunan ekonomi dan te lnteraksi ketiga komponen ini kemudian akan menghasilkan p tentang daya dukung wilayah tingkat keberlanjutan pemba nasional maupun daerah. Sa seperti sudah disinggung oleh Emil Salim (1991), Alwi Dahla Djajadiningrat (1991), dan para lainnya (UGM, 1992), studi-st telah diadakan hingga saat mampu menyediakan informa parsial sehingga masih ja kebutuhan para pembuat kebija maupun perencana pemba Menyadari kekosongan ini, Menteri Negara Kependudu Lingkungan Hidup pada Pembangunan V telah me

upaya yang baru sama sekali karena sudah dimulai sejak Pelita III,antara lain dalam bentuk penyusunan Neraca Kependudukan dan Lingkungan Hidup Daerah (NKLD), yang merupakan Biro Bina jawab tanggung Kependudukan dan Lingkungan Hidup Daerah Tingkat I. Namun, Neraca ini memerlukan penyempurnaan agar betul-betul mampu berfungsi sebagai sumber informasi dalam penyusunan kebijaksanaan PB yang diamanatkan oleh GBHN 1993, UU Nomor 4 Tahun 1982 tentang Pengendalian Lingkungan Hidup, maupun UU No. 10 Tahun 1992 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Sejahtera. Upaya penyusunan dan penerapan berbagai indikator kebijaksanaan atau indikator pembangunan sosial* di Indonesia sebenarnya sudah cukup lama dan banyak dilakukan oleh berbagai pihah. Indikator Kesejahteraan Rakyat, Indikator Kualitas Hidup, dan Indikator Kesejahteraan Wanita Indonesia yang diterbitkan oleh Biro

*

8

menunjukkan perkembangan cukup menarik dan lata dapat m beberapa observasi yang dapat m perhatian dalam upaya pengemb indi pelembagaan dan kebijaksanaan yang sejenis. Seperti inovasi sosial lai pengembangan indikator kebijaks sebenarnya merupakan suatu p pelembagaan yang keberhasil amat tergantung kemampuan hambatan-ham mengatasi kelembagaan. Agar dapat mele suatu indikator baru pertama harus diterima oleh berbagai piha ini biasanya baru tercapai bila pihak merasa bahwa informas dihasilkannya memang betul berguna bagi pelaksanaan pek mereka. Selam itu, ada berbagai kelembagaan yang perlu diatasi upaya pengembangan indi kebijaksanaan seperti indi interaksi K-L-PE, antara lain s berikut.

Baca karangan Duncan MacRac,Jr., Policy Indicators, Chapel Hill, USA: The Un of North Carolina Press, 1985, mengenai perbedaan antara indikator sos indikator kebijaksanaan.

indikator yang dihasilkan tersebut dipahami dan digunakan oleh para pemakainya. 2. Upaya penyusunan dan pelembagaan indikator kebijalisanaan pada dasarnya adalah upaya pengembangan kemampuan kelembagaan. Karena itu, biasanya memerlukan biaya amat besar dan seringkali biaya yang besar itu pun tidak digunakan secara bijaksana Tumpang tindih antara berbagai lembaga dan departemen pemerintah sering terjadi karena indikator yang sama digunakan dalam indikator yang berbeda yang disusun oleh lembaga yang berbeda pula. 3- Agar memiliki manfaat yang lebih luas dan dapat digunakan oleh pemakai yang lebih beragam, indikator kebijaksanaan harus disusun atas dasar model-model dan konsep-konsep yang diajukan oleh para pengguna serta dengan dilandasi oleh kerangka teori yang baik. Dengan demikian, indikator akan lebih dimengerti, lebih diterima, dan akan berguna untuk analisis lebih luas. Dalam praktik, seringkali penyusunan indikator tidak didasarkan atas konsep-

tanpa mengaitkannya denga

pengembangan kelemba Beberapa contoh pengem indikator kesehatan mas seperti CHIPS, misalnya, a mengalarai kegagalan k pengumpulannya dilakukan ad-boc sebagai suatu p Akhirnya, setelah proye dibiayai oleh USAID itu s pengumpulan informas seharusnya berjalan ter terhenti. 5- Agar bermanfaat bagi peny kebijaksanaan, suatu indikat boleh bersifat kaku dan haru berkembang. Salah satu cont indikator yang terlalu kaku indikator jenis pekerjaan be kan sektor industri (pertani perkebunan, pertamba industri perakitan, kons perdagangan, transportasi, ja keuangan, dan pemerintah). penggunaan indikator sep merupakan gejala pekerjaa paling menonjol di negar yakni pekerjaan nonpertania menghidupi lebih dari 40 penduduk di desa dan kot terekam dalam survai ket kerjaan. Dengan dem

lain, penggunaan indikator sebagai dalam menentukan dasar kemampuan seorang pejabat telah menimbulkan tekanan yang amat kuat dari beberapa kalangan untuk menyampaikan laporan yang tidak benar tentang "prestasinya".

Kesimpulan: Beberapa Pelajaran dalam Peiembagaan Indikator Interaksi Kependudukan, Lingkungan, dan Pembangunan Dari observasi atas berbagai upaya penyusunan dan peiembagaan indikator

kebijaksanaan dapat ditarik beberapa pelajaran yang berguna bagi upaya peiembagaan untuk pembangunan berkelanjutan seperti halnya indikator daya dukung wilayah maupun interaksi K, LH, dan PE. 1. Inisiatif penyusunan indikator interaksi K-LH-P sejak 3-4 tahun ini yang telah dilaksanakan oleh Kantor Menteri Negara KLH bckerja sama dengan beberapa universitas, antar a lam UGM, memang cukup bermanfaat dan perlu dilanjutkan. Pada saat ini indikator tersebut masih dalam tahap penyusunan konsep dan pengujian parameterparameternya. Usaha mengembangkan konsep dan paramater ini

10

2.

3.

penyaluran informasi yang Khusus menyangkut Ind K-LH-P, sistem NKLD yang berjalan dapat digunakan. kelembagaan NKLD sudah berkembang, walaupun memerlukan perbaikan kon parameter, kualitas data pengolahan dan pen informasi kebijaksanaan rutin dan berkesinambunga terus ditingkatkan. Untuk lebih menjamin kebe pelembagaannya, Indikator harus dapat menunjukka setiap kebijaksanaan pemba dan teknologi yang dit terhadap kualitas pend kondisi lingkungan, dan kar keberla terhadap pembangunan. Untuk meng efek-efek negatif perlu dik "sanksi" yang tegas ter kebijaksanaan-kebijaksanaa tidak mampu memb pengaruh positif atau mengganggu tingkat keberla Keberhasilan upaya peiem indikator K-LH-P amat dite oleh kemampuan instan ditunjuk sebagai penan jawab. Instansi tersebut

memang tidak dirancang sebagai statistik kantor kependudukan, lingkungan hidup, dan pembangunan sehingga tidak memiliki kemampuan profesional yang memadai untuk mengolah informasi statistik yang diperlukan oleh para pembuat kebijaksanaan daerah. Bappeda memiliki lebih banyak kemampuan profesional dimaksud, tetapi tugasnya yang utama adalah mengoordinasi dan suatu

membuat perencanaan pembangunan daerab. Untuk mengatasi kelemahan ini perlu diadakan penataan organisasi di tingkat pusat maupun daerah yang bertujuan untuk: (a) meningkatkan kerja sama antara Biro BKLH, Bappeda, dan perguruan tinggi; (b) meningkatkan profesionalitas para aparatur BKLH dan Bappeda dalam pengumpulan data.dan pemrosesan data Indikator Interaksi K-L-PE; dan (c) mengadakan upaya social marketing guna menyebarkan pemanfaatan informasi indikator ini dalam perumusan kebijaksanaan. Tulisan ini mengulas upaya pengembangan suatu indikator kebijaksanaan baru yang diperlukan

oleh Pemerintah untuk memantau

banyak negara dalam peny indikator semacam itu mengecewakan karena peny indikator kebijaksanaan mem waktu yang amat lama, sekit tahun, dan merupakan upay memerlukan banyak biaya. Kar disarankan agar dalam pengem indikator pembangunan berke

ini digunakan mekanisme yang ada yakni NKLD. Untu kelemahan-kelemaban NKLD ketajaman konsep, kualitas pa dan data, serta kelemahan kelem dari instansi pelaksananya dihilangkan agar Indikator K-L betul-betul berguna dan diman dalam penyusunan kebijak pembangunan di tingkat pus daerah.

Daftar Pustaka

Ancok, Djamaludin. 1992. Pop environment and develo anIndonesianmodelfor as the interactions. Yogy Population Studies Center, Mada University.

sistem

dinamik

perencanaan •

dalam

alternatif

keserasian kebijaksanaan kependudukan dan lingkungan hidup. Mimeo. Jakarta : Kantor Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup. Gain, Ascobat. 1984. "Indikator kualitas manusia dan penduduk", Prisma, 13(9): 23-32. Hossain, Manowar. 1922. "Population, environment and development", paper presented for the Fourth Asian and Pacific Population

Conference,

ESCAP/UNFPA,

Denpasar, Bali, August 19-24. MacRae Jr., Duncan. 1985. Policy indicators. Chapel Hill : University of South Carolina Press. Redclift, Michael. 1989. Sustainable development: exploring the contradictions. New York Routledge. Majelis Indonesia. Republik Permusyawaratan Rakyat. 1993Ketetapan-ketetapan Majelis Rakyat Permusyawaratan Republik Indonesia 1993 Jakarta: BP Pustaka Karya. Salim, Emil. 1991. "Pembangunan berkelanjutan dan peranan Kependudukan", makalab pada Pertemuan Kependudukan Nasional, Pelabuban Ratu, Jawa Barat, 16-18 Desember.

12

_____ Faktor-faktor

mempengarubi inte kependudukan dan sumbe pembangunanan di D Istimewa Yogyakarta. Yogy PPK-UGM. . 1991a. Faktor

keserasian

__

a

kependudukan, lingkunga dan potensi daerah Kab Gunung Kidul, DIY. Yogy PPK-UGM. . 1991b. Mon kependudukan dan lingk dengan menggunakan k daya dukung wilayab: kasus di Kabupaten Kulon Yogyakarta: PPK-UGM.

United Nations. Departme International Economic and Affairs. 1990. Interrelatio between population environment in rural ar developing countries. New United Nations Fund Popu (UNFPA). .1991. Populatio the environment: issues, pro andpolicies. Discussion pap Population and Environmen York, 4-5 March.