I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Rongga mulut merupakan tempat berkumpulnya bakteri, pada keadaan penurunan imunitas, bakteri rongga mulut yang semula komensal dapat berubah menjadi patogen yang dapat menimbulkan infeksi. Bakteri yang biasanya terdapat dalam mulut diantaranya adalah Streptococcus mutans, Streptococcus viridians, Staphylococcus
aureus
epidermidis,
Staphylococcus
pneumonia,
dan
Staphylococcus aureus (Ohara-Nemoto, 2008). Staphylococcus aureus sering ditemukan sebagai kuman flora normal pada kulit dan selaput lendir pada manusia, namun bakteri ini juga dapat menjadi penyebab infeksi baik pada manusia maupun pada hewan (Morgan, 2008). Staphylocossus aureus dikenal sebagai mikroorganisme patogen yang dihubungkan dengan berbagai sindrom klinis. Bakteri ini menyebabkan timbulnya penyakit dengan tanda-tanda yang khas seperti nekrosis, peradangan dan pembentukan abses dalam rongga mulut. Penyakit rongga mulut yang berhubungan dengan bakteri antara lain karies gigi, gingivitis, periodontitis, dan berbagai penyakit infeksi odontogenik terutama abses. Abses merupakan suatu penyakit infeksi yang ditandai oleh adanya lubang yang berisi nanah (pus) dalam jaringan (Robertson dan Smith, 2009). Abses gigi terjadi ketika terinfeksi bakteri dan menyebar ke rongga mulut atau dalam gigi. Menurut Sabiston (2004), pola penyebaran abses dipengaruhi oleh 3 kondisi, yaitu virulensi bakteri, ketahanan jaringan, dan perlekatan otot. Virulensi bakteri yang tinggi mampu menyebabkan bakteri bergerak secara leluasa ke segala arah. Pemberian obat antibiotik dan analgesik dapat diberikan untuk mengatasi hal
1
2
tersebut tetapi karena pemakaian antibiotik yang tidak sesuai sering menimbulkan resistensi. Resistensi antimikroba merupakan suatu masalah besar yang berkembang di seluruh dunia. Resistensi bakteri yang terjadi secara cepat ini menimbulkan kekhawatiran munculnya multidrugs resistant yang pada gilirannya akan semakin mempersulit proses terapi penderita penyakit infeksi (Najah dan Mohammed, 2012). Dalam rangka menanggulangi tingginya angka resistensi obat antibiotik, obat herbal mulai dikembangkan. Salah satu tumbuhan yang dapat digunakan sebagai obat bakteri adalah jintan hitam (Nigella sativa). Menurut Randhawa dan Alghamdi (2012), Jintan hitam diketahui memiliki berbagai macam khasiat antara lain anti bakteri, anti jamur, anti kanker, antioksidan, antiparasit, analgesik, anti koagulan dan juga agen hipoglikemik. Aktivitas antimikroba jintan hitam berasal dari kandungan zat aktifnya yaitu thymoquinone. Dalam sebuah penelitian disebutkan bahwa thymoquinone mempunyai efek antibakteri terhadap S. aureus dengan nilai IC50 1,8µM (0,3µg/ml) dan 3,0 µM (0,6 µg/ml) (Rajshekar dkk, 2011). Thymoquinone mempunyai aktivitas antibakteri yang tinggi terhadap bakteri gram positif. Thymoquinone juga dilaporkan mempunyai efek sinergi dengan streptomycin dan gentamycin. Cahieb dkk, (2011) menguji kemampuan thymoquinone secara in vitro dalam melawan bakteri dengan bakteri patogen yang ada pada manusia. Adanya sifat antibakteri yang terdapat dalam ekstrak jinten hitam (Nigella sativa)
membuat
penulis
ingin
membuktikan
bagaimana
daya
hambat
thymoquinone terhadap bakteri yang sering menimbulkan abses gingival dan
3
infeksi dalam rongga mulut lain, bahkan bisa menginfeksi jaringan tubuh yang lainnya.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka didapatkan rumusan masalah dari penelitian ini yaitu apakah ekstrak jinten hitam (Nigella Sativa) dapat menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus.
C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas daya hambat dari ekstrak jintan hitam (Nigella sativa) dalam menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus.
D. Manfaat Penelitian Sebagai salah satu bentuk pengembangan dan penerapan ilmu pengetahuan di bidang kedokteran gigi dan di harapkan dapat memberikan informasi ilmiah mengenai efektifitas Nigella sativa sebagai anti bakteri pada Staphylococcus aureus.
4
E. Keaslian Penelitian Penelitian mengenai pengaruh jintan hitam (Nigella sativa) terhadap efektivitas daya hambat pertumbuhan bakteri secara in vitro sebelumnya sudah pernah dilakukan oleh Najah dan Mohammed, (2012) dalam jurnal,” Effect of Nigella Sativa L. extracts against Streptococcus mutans and Streptococcus mitis in Vitro”. Perbedaan dengan peneliti sebelumnya, Najah dan Mohammed, (2012) meneliti tentang efektifitas zona hambat ekstrak jintan hitam (Nigella sativa) pada bakteri Streptococcus mutans dan Streptococcus mitis, sedangkan pada penelitian ini menggunakan ekstrak jintan hitam untuk mengukur efektifitas zona hambat pada bakteri Staphylococcus aureus.