IDENTIFIKASI FAKTOR PROGNOSTIK GLOMERULONEFRITIS AKUT

Download Glomerulonefritis akut pasca streptokokkus (GNAPS) adalah salah satu penyebab tersering penyakit glomerular pada anak ... Glomerulonefritis...

0 downloads 411 Views 67KB Size
IDENTIFIKASI FAKTOR PROGNOSTIK GLOMERULONEFRITIS AKUT PASCA STREPTOKOKKUS PADA ANAK IDENTIFICATION OF ACUTE POST STREPTOCOCCAL GLOMERULONEPHRITIS PROGNOSTIC FACTORS IN CHILDREN

Syamsul Nur, Husein Albar, Dasril Daud Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran, Universitas Hasanuddin, Makassar

Alamat Korespondensi : Syamsul Nur Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar, 90245 HP : 081342501010 (Email : [email protected])

Abstrak Glomerulonefritis akut pasca streptokokkus (GNAPS) adalah salah satu penyebab tersering penyakit glomerular pada anak di negara-negara sedang berkembang, termasuk Indonesia, serta merupakan penyebab utama terjadinya gagal ginjal tahap akhir dan bahkan pada beberapa kasus dapat menyebabkan kematian, sehingga penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor prognostik yang mempengaruhi luaran penderita GNAPS pada anak dengan desain penelitian kohort retrospektif mengenai identifikasi faktor prognostik terhadap luaran penderita GNAPS pada anak dengan menetukan faktor umur, status gizi, derajat kesadaran, derajat proteinuria, kadar hemoglobin, kadar albumin, kadar ureum dan kadar kreatinin dengan data berasal dari rekam medik penderita GNAPS pada anak yang dirawat di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar tahun 2009-2013, dan hasilnya menunjukkan bahwa dari 86 rekam medik penderita yang menjadi sampel penelitian, didapatkan 82 (95,3%) penderita yang sembuh dan 4 (4,7%) penderita yang meninggal,53 (61,6%) penderita adalah laki-laki dan 33 (38,4%) adalah perempuan dengan rentangan umur 3,42 – 14,67 tahun serta rerata umur 9,36 tahun, dan dengan analisis multivariat didapatkan hasil bahwa kadar kreatinin serum >1,5mg/dl merupakan faktor prognostik yang independen terhadap luaran GNAPS pada anak dengan nilai p = 0,03 (p<0,05), AOR 15,43, dan IK 95% 1,31-181,7. Kata kunci:glomerulonefritis, streptokokkus, prognostik, anak

Abstract Acute Post Streptococcal Glomerulonephritis (APSGN) is one of the commonest causes of glomerular disease in developing countries, including Indonesia, and represent main caused of end stage renal failure, and even in several mortality case. This study aimed to identify the prognostic factors affecting the outcome of patients with APSGN in children with a retrospective cohort study design on the identification of the prognostic factors of the output of APSGN in children by determining the age factor, nutrition status, consciousness level, proteinuria level, hemoglobin level, albumin level, ureum level, and creatinine level. The data were obtained from medical records of the hospitalized pediatric patient with APSGN in Wahidin Sudirohusodo Hospital Makassar in 20092013. The research result revealed that 82 (95,3% ) of the total 86 medical records of the patients were able to recover, while the rest 4 (4,7%) died. Fifty three (61,6%) were male patients and 33 (38,4%) were female patients. The age range was between 3,42-14,67 years and the mean age was 9,36 years. The result of the multivariate analysis revealed that the creatinine serum level >1,5 mg/dl was the independent prognostic factor affecting the APSGN output in children; the p value= 0,03 (p<0,05), AOR 15,43, and IK 95% 1,31-181,7. Keywords: glomerulonephritis, streptococcus, prognostic, children

PENDAHULUAN Glomerulonefritis akut (GNA), adalah suatu kumpulan gejala yang ditandai oleh penurunan mendadak laju filtrasi glomerulus dengan manifestasi klinik berupa edema, hematuria, hipertensi, oligouria serta insufisiensi ginjal. Oleh karena itu, menurut Wong (2009), GNA sering juga disebut sebagai sindrom nefritik akut (SNA), sedangkan menurut Albaret al (2005), glomerulonefritis akut pasca streptokokkus (GNAPS), merupakan bentuk GNA/SNA akibat infeksi Streptococcus β-hemolyticus grup A (SBHA), yang paling banyak ditemukan pada anak umur 3-8 tahun dengan rasio anak laki-laki : perempuan adalah 2,3 : 1.GNAPS merupakan salah satu penyebab tersering penyakit glomerular di negara-negara sedang berkembang, dan juga merupakan salah satu penyebab utama terjadinya gagal ginjal tahap akhir serta tingginya angka morbiditas pada anak, bahkan pada beberapa kasus dapat menyebabkan kematian bila terlambat diidentifikasi atau bila tindakan suportif tidak segera diberikan. Menurut Mossie et al (2012), kematian umumnya terjadi terutama pada fase akut akibat gagal ginjal akut, edema paru akut, atau hipertensi ensefalopati. Untuk menurunkan angka kesakitan dan angka kematian, maka pendekatan yang perlu dipikirkan adalah langkah-langkah atau tindakan sebelum terjadinya komplikasi. Oleh karena itu perlu dilakukan usaha-usaha untuk mengurangi terjadinya komplikasi dengan mengetahui secara pasti faktor prediktor yang berpengaruh dalam perjalanan penyakit GNAPS, sehingga nantinya diharapkan akan menghasilkan luaran yang lebih baik. Dengan mengetahui faktor ini diharapkan penatalaksanaan yang lebih cepat, tepat, dan lebih komprehensif dapat diberikan kepada para penderita, sehingga angka mortalitas dapat diturunkan.Penelitian tentang faktor yang dapat meningkatkan angka morbiditas dan mortalitas GNAPS juga sudah dilakukan di berbagai negara. Mossieet al (2012), mempublikasikan bahwa tidak terdapat hubungan bermakna antara luaran penderita GNAPS dengan disfungsi ginjal dan derajat hipertensi, sedangkan menurut Steer et al (2007), faktor resiko terjadinya GNAPS adalah tingkat sosioekonomi yang rendah. White et al (2007), menyimpulkan bahwa faktor ras dan BBLR berpengaruh terhadap prognosis GNAPS pada anak di Northern Territory, Australia; dan penelitian oleh Kumar (2011), juga mendapatkan bahwa edema, proteinuria, dan hematuria merupakan gejala klinik yang selalu ada, sedangkan faktor yang penting dalam penentuan prognosis adalah hipertensi dan gagal jantung kongestif. Kadar ureum dan kreatinin digunakan untuk menilai kerusakan ginjal yang telah terjadi dan sekaligus sebagai salah satu faktor prognostik; sedangkan kadar ASO adalah faktor yang tidak spesifik.

Hasil-hasil penelitian ini menyimpulkan adanya faktor prediktor yang sangat beragam, sehingga masih sulit menduga penderita GNAPS yang akan mengalami gejala yang memburuk ataupun sembuh. Oleh karena itu kewaspadaan untuk mencegah timbulnya komplikasi dan pengenalan awal faktor prognostik terhadap luaran merupakan hal yang sangat perlu dilakukan. Perbedaan ini bisa disebabkan oleh banyak faktor yang bervariasi di setiap individu, sehingga bila kita telah mengetahui faktor prognostik ini sebelumnya, maka tindakan-tindakan pencegahan mungkin bisa dilakukan dengan cepat dan tepat, sehingga komplikasi yang berat dan bahkan kematian akibat GNAPS juga bisa dikurangi. Selain itu, jika sudah terlanjur menderita GNAPS, kita masih dapat mempersingkat lamanya perawatan di rumah sakit dengan tetap memperhatikan dan mengatasi faktor tersebut. Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka penulis menganggap penting dilakukan penelitian untuk mengetahui faktor prognostik yang mempengaruhi luaran penderita GNAPS pada anak. Identifikasi faktor ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan penanganan yang lebih komprehensif. Jika sejak awal perawatan sudah dapat diprediksi perjalanan penyakit dengan berpedoman pada faktor prognostik tersebut, maka dapat diupayakan tindakan pencegahan dan penanganan yang lebih adekuat, sehingga angka morbiditas dan angka mortalitas dapat ditekan. Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi faktor prognostikyang mempengaruhi luaran penderita GNAPS pada anak yang di rawat di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar.

BAHAN DAN METODE Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian kohort retrospektif mengenai identifikasi faktor prognostik terhadap luaran penderita GNAPS pada anak dengan menentukan faktor umur, status gizi, derajat kesadaran, derajat proteinuria, kadar hemoglobin, kadar albumin, kadar ureum, dan kadar kreatinin. Lokasi dan Rancangan Penelitian Penelitian ini dilakukan di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar dengan menggunakan data dari rekam medik pasien penderita GNAPS yang terdaftar di Departemen Ilmu Kesehatan Anak (DIKA), RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo tahun 2009 - 2013.

Populasi dan Sampel Populasi penelitian adalah semua pasien dengan diagnosis GNAPS yang terdaftar di DIKA RSUP Dr. Wahidin Sudirohosodo Makassar tahun 2009-2013. Sampel penelitian ini adalah data dari seluruh populasi terjangkau yang memenuhi kriteria penelitian. Cara pengambilan sampel adalah melalui data rekam medik pasien kemudian dicatat data-data yang berhubungan dengan penelitian. Metode Pengumpulan Subyek penelitian berupa data dari rekam medik pasien yang telah memenuhi kriteria inklusi dimasukkan ke dalam penelitian ini, kemudian dilakukan pengamatan dan pada akhirnya subyek akan terbagi dalam dua kelompok, yaitu kelompok yang sembuh dan kelompok yang meninggal. Pada setiap sampel dilakukan pencatatan data berupa inisial pasien, nomor register, umur saat terdiagnosis, jenis kelamin, status gizi, nilai Glasgow Coma Scale (GCS), derajat proteinuria, kadar hemoglobin darah, kadar albumin darah, kadar ureum darah, dan kadar kreatinin darah. Pengumpulan data diambil dari rekam medik pasien yang kemudian dianalisis. Analisis Data Seluruh data yang diperoleh dari rekam medik dikelompokkan berdasarkan tujuan dan jenis data, kemudian dianalisis dengan metode statistik yang sesuai, yaitu analisis univariat, bivariat, dan multivariat.

HASIL Karakteristik sampel Tabel 1 memperlihatkan karakteristik sampel penelitian. Dari seluruh sampel yang ada (86 anak), pada kelompok GNAPS yang mengalami perbaikan klinis (sembuh), terdapat 51 (62,2%) laki-laki dan 31 (37,8%) perempuan, sedangkan pada kelompok yang meninggal terdapat 2 (50%) laki-laki dan 2 (50%) perempuan.Sampel penelitian dikelompokkan menjadi 2 kelompok luaran, yaitu kelompokyang sembuh dan meninggal, kemudian dilakukan penjaringan faktorprognostik terhadap luaran penderita GNAPS pada anak. Penjaringan faktor prognostik luaran Tabel 2 memperlihatkan hubungan berbagai variabel terhadap kelompok luaran GNAPS pada anak. Analisis statistik memperlihatkan adanya perbedaan bermakna antara nilai GCS (derajat kesadaran), penderita GNAPS dengan kelompok luaran, dengan nilai p = 0,023 (p<0,05), COR 14,57 dan IK 95% 1,41-150,53; perbedaan bermakna antara kadar ureum

dengan kelompok luaran dengan nilai p = 0,042 (p<0,05), COR 12,67 dan IK 95% 1,51106,47; dan perbedaan bermakna antara kadar kreatinin dengan kelompok luaran dengan nilai p = 0,01 (p<0,05), COR 21,6 dan IK 95% 2,04-228,27. Hal ini berarti bahwa dengan analisis bivariat, maka ada 3 variabel prognostik yang mempengaruhi luaran penderita GNAPS pada anak, yaitu nilai GCS (derajat kesadaran), kadar ureum, dan kadar kreatinin. Identifikasi faktor prognostik independen terhadap luaran Tabel 3 memperlihatkan hasil analisis regresi ganda logistik ketiga faktor prognostik luaran GNAPS pada anak.Analisis statistik multivariat memperlihatkan adanya perbedaan bermakna antara kadar kreatinin dengan kelompok luaran GNAPS dengan nilai p = 0,03 (p<0,05), AOR15,43 dan IK 95% 1,31-181,7 yang menunjukkan bahwa penderita dengan kadar kreatinin >1,5mg/dl mempunyai resiko 15,43 kali mengalami kematian dibandingkan dengan penderita dengan kadar kreatinin< 1,5mg/dl. Hal ini berarti bahwa kadar kreatinin merupakan faktor prognostik independen terhadap luaran penderita GNAPS pada anak.

PEMBAHASAN Penelitian ini menyimpulkan bahwa faktor prognostik independen GNAPS pada anak adalah kadar kreatinin. Dari karakteristik sampel didapatkan bahwa anak laki-laki lebih banyak menderita GNAPS (61,6%) dibandingkan dengan anak perempuan (38,4%) dengan perbandingan 1,6:1. Hal ini sejalan dengan beberapa penelitian sebelumnya, seperti penelitian Albaret al (2005), yang menyebutkan bahwa GNAPS lebih sering mengenai anak laki-laki dengan rasio 2,3:1, juga penelitian oleh Etuk et al(2009),mendapatkan laki-laki sebanyak 56% dan perempuan 44%, serta penelitian oleh Sepahi et al (2011), dengan rasio laki-laki : perempuan adalah 1,23:1. Menurut Ahn et al (2008), hal ini bisa saja disebabkan karena anak laki-laki lebih sering berada diluar rumah, sehingga kemungkinan untuk terpapar infeksi SBHA juga lebih besar. Dari hasil penelitian ini juga didapatkan bahwa rerata umur penderita adalah 9,36 tahun dengan rentangan 3,42-14,67 tahun. Hal ini sesuai dengan penelitian oleh Bingler et al (2007), yang menyebutkan bahwa GNAPS umumnya didapatkan pada anak umur lebih dari 6 tahun dan jarang ditemukan pada bayi. Namun demikian, umur bukan merupakan faktor prognostik GNAPS pada anak. Selain itu, status gizi, derajat proteinuria, kadar hemoglobin, dan kadar albumin juga bukan faktor prognostik GNAPS pada anak. Hal ini sesuai dengan penelitian oleh Mossie et al (2012), yang juga menyimpulkan tidak adanya perbedaan yang bermakna secara statistik antara status gizi dengan luaran penderita GNAPS pada anak,namun

berbeda dengan Ahn et al (2008), yang menghubungkan antara proteinuria dengan luaran fungsi ginjal yang jelek pada GNAPS, sedangkan Tasic et al (2008), juga menyebutkan bahwa kadar hemoglobin bukan faktor faktor prognostik GNAPS pada anak. Pada analisis bivariat didapatkan adanya 3 variabel yang bermakna secara statistik bila dihubungkan dengan luaran penderita GNAPS pada anak, yaitu derajat kesadaran (nilai GCS), kadar ureum, dan kadar kreatinin, namun setelah dilanjutkan dengan analisis multivariat, didapatkan hasil bahwa kadar kreatinin adalah satu-satunya variabel independen yang merupakan faktor prognostik luaran GNAPS pada anak. Hal ini sesuai dengan penelitian oleh Mossie et al(2012), yang menyebutkan bahwa kadar ureum bukan faktor yang berpengaruh dalam luaran penderita GNAPS pada anak, sedangkan Sepahi et al (2011), dan Kumar (2011), mendapatkan bahwa kadar kreatinin berpengaruh terhadap mortalitas penderita GNAPS pada anak. Rodriguez-Iturbe et al(2009), menyatakan bahwa kadar kreatinin serum tidak akan berubah sampai 25-50% fungsi ginjal telah hilang. Pada penelitian ini didapatkan nilai rerata kadar kreatinin adalah 1,153 mg/dl, sedangkan Mossie et al (2012), mendapatkan nilai rerata 1,5 mg/dl. Keterbatasan penelitian ini adalah hanya dilakukan terhadap penderita yang dirawat di RSUP Wahidin Sudirohusodo Makassar, sehingga tidak terlalu mencerminkan populasi GNAPS anak di kota Makassar secara keseluruhan. Selain itu, penelitian ini menggunakan data rekam medik sebagai acuan, sehingga masih ditemukan adanya data yang tidak lengkap; sedangkan kekuatan penelitian adalah menggunakan metode kohort retrospektif yang berarti diawali dari identifikasi faktor prognostik yang selanjutnya diikuti sampai didapatkan luaran. Selain itu, penelitian ini juga mengeksplorasi 8 variabel faktor prognostik yang berarti multivariabel, sehingga hasil yang didapatkan tidak hanya menghasilkan kemaknaan, tetapi juga memenuhi dalam hal keterkaitan antar variabel, sehingga dapat meminimalkan pengaruh faktor perancu yang dapat timbul. Menurut Suarta (2006), insidens GNAPS di Indonesia cenderung meningkat, sehingga hasil penelitian ini diharapkan dapat meminimalisasi efek prognostik yang dihasilkan terhadap penderita yang dirawat dengan tujuan agar angka mortalitas dapat dikurangi.

KESIMPULAN DAN SARAN Kami menyimpulkanbahwa faktor prognostik independen luaran penderita GNAPS pada anak adalah kadar kreatinin >1,5 mg/dl dengan nilai AOR 15,43 yang berarti bahwa risiko untuk mengalami kematian adalah sebesar 15,43 kali dibandingkan penderita GNAPS

dengan kadar kreatinin <1,5 mg/dl.Berdasarkan hasil penelitian ini, maka diharapkan agar dapat dijadikan sebagai salah satu acuan tambahan dalam penanganan GNAPS yang lebih komprehensif dan menyarankanagar pemeriksaan kadar kreatinin darah sebaiknya dijadikan pemeriksaan rutin pada setiap penderita GNAPS pada anak untuk mencegah komplikasi dan mengurangi angka kematian, serta perlu dilakukan penelitian lebih lanjut yang bersifat multisenter dengan melibatkan faktor-faktor lain yang mungkin juga berhubungan dengan luaran GNAPS pada anak.

DAFTAR PUSTAKA Ahn SY., et al. (2008). Acute poststreptococcal glomerulonephritis: an update. Current Opinion in Pediatrics; 20: 157-62. Albar H.,et al. (2005). The profile of acute glomerulonephritis among Indonesian children. Paediatrica Indonesiana; 45(11-12): 264-9. Bingler MA.,et al. (2007). Acute poststreptococcal glomerulonephritis in 14-month-old-boy: why is this uncommon?. Pediatric Nephrology; 22: 448-50. Etuk IS.,et al. (2009). Epidemiology and clinical features of glomerulonephritis in Calabar. Nigerian Journal of Physiology Science; 24(2): 91-4. Kumar GV.(2011). Clinical study of post streptococcal glomerulonephritis in children with special reference to presentation. Current Pediatric Respirology; 15(2): 89-92. Mossie L.,et al.(2012). Outcome of children with acute post streptococcal glomerulonephritis in Tikur Anbessa specialized teaching hospital. Ethiopian Journal of Pediatrics and Child Health; 8: 1-16. Rodriguez-Iturbe B.,et al. (2009). Acute Postinfectious Glomerulonephritis.In:Pediatric Nephrology. Sixth Completely Revised. Volume 1. Sections 1-6. Berlin: 743-55. Sepahi MA.,et al. (2011). Acute glomerulonephritis: a 7 years follow up of children in Center of Iran. Acta Medica Iranica; 49(6): 375-8. Steer AC.,et al. (2007). Group A streptococcal infections in children. Journal of Paediatrics and Child Health; 43: 203-13. Suarta IK.(2006). Erythrocyturia and proteinuria conversion in post-streptococcal acute glomerulonephritis. Paediatrica Indonesiana; 46(3-4): 71-6. Tasic V.,et al. (2008). Thrombocytopenia during the course of acute poststreptococcal glomerulonephritis. The Turkish Journal of Pediatrics; 45(2): 148-51. White AV.,et al. (2007). Childhood post-streptococcal glomerulonephritis as a risk factor for chronic renal disease in later life. Medical Journal of Australia; 174: 492-4. Wong W.(2009). Glomerulonephritis-acute in children. Starship Children’s Health Clinical Guideline: 1-3.

Tabel 1 : Karakteristik sampel penelitian Total No.

Karakteristik

(N = 86)

Kelompok

53:33 (61,6:38,4)

Sembuh N(%) = 82(95,3) 51:31(62,2:37,8)

Meninggal N(%) = 4(4,7) 2:2 (50:50)

1

Jenis kelamin L:P (%)

2

Umur (tahun) Rentangan Rerata (SD) Median

3,42 – 14,67 9,36 (2,85) 9,085

3,42-14,67 9,44 (2,82) 9,21

3,83-11,83 7,75 (3,34) 7,67

Status gizi (%) Baik, Lebih Kurang Buruk

37 (43) 48 (55,8) 1 (1,2)

35 (42,68) 47 (57,32) 0 (0)

2 (50) 1 (25) 1 (25)

Nilai GCS (%) 15 13-14 9-12 3-8

69 (80,2) 9 (10,5) 7 (8,1) 1 (1,2)

68 (82,9) 9 (11,0) 5 (6,1) 0 (0)

1 (25) 0 (0) 2 (50) 1 (25)

Derajat Proteinuria <2+ >2+

17 (19,8) 69 (80,2)

17 (20,73) 65 (79,27)

0 (0) 4 (100)

Kadar Hb (gr/dl) Rentangan Rerata (SD) Median

5,0-15,7 10,92 (1,73) 10,8

5,0-15,7 10,96 (1,76) 10,95

9,4-11,0 10,15 (0,77) 10,1

Kadar albumin (gr/dl) Rentangan Rerata (SD) Median

1,7-4,0 2,895 (0,55) 2,9

1,7-4,0 2,91 (0,55) 2,9

1,9-3,0 2,58 (0,5) 2,7

Kadar ureum (mg/dl) Rentangan Rerata (SD) Median

12-455 57,43 (65,79) 34,5

12-266 50,15 (47,43) 33

48-455 206,75 (175,2) 162

Kadar kreatinin (mg/dl) Rentangan Rerata (SD) Median

0,2 – 20,6 1,153 (2,28) 0,7

0,2-5,3 0,9 (0,82) 0,7

0,6-20,6 6,35 (9,53) 2,1

3

4

5

6

7

8

9

L : Laki-laki P : Perempuan (SD) : Standar deviasi (%) : Nilai persentase

Tabel 2 : Hubungan variabel dengan luaran GNAPS pada anak Kelompok Luaran Variabel Nilai p Sembuh Meninggal Jenis kelamin (%): - Laki-laki 51 (96,2) 2 (3,8) 0,636 - Perempuan 31 (93,9) 2 (6,1) Status gizi (%): - Lebih, baik 35 (94,6) 2 (5,4) 1,00 - Kurang, buruk 47 (95,9) 2 (4,1) Umur (%): - <7 tahun 17 (89,5) 2 (10,5) 0,21 - >7 tahun 65 (97,0) 2 (3,0) Nilai GCS (%) : - 15 68 (98,6) 1 (1,4) 0,023 - 3-14 14 (82,4) 3 (17,6) Derajat proteinuria (%): - < 2+ 17 (100) 0 (0) 0,581 - >2+ 65 (94,2) 4 (5,8) Kadar Hb (%): - Tidak anemia 24 (100) 0 (0) 0,573 - Anemia 58 (93,5) 4 (6,5) Kadar albumin (%): - <2,5 gr/dl 16 (94,1) 1 (5,9) 1,00 - >2,5 gr/dl 66 (95,7) 3 (4,3) Kadar Ureum (%) : - < 150 mg/dl 76 (97,4) 2 (2,6) 0,042 - > 150 mg/dl 6 (75,0) 2 (25,0) Kadar Kreatinin (%) : - < 1,5 mg/dl 72 (98,6) 1 (1,4) 0,01 - > 1,5 mg/dl 10 (76,9) 3 (23,1)

COR

IK 95%

1,645

0,22-12,28

0,745

0,1-5,55

0,262

0,034-1,99

14,57

1,41-150,53

1,062

1,00-1,13

1,069

1,00-1,14

0,727

0,07-7,46

12,667

1,51-106,47

21,6

2,04-228,27

Tabel 3 : Hasil analisis regresi ganda logistik faktor prognostik terhadap luaran penderita GNAPS pada anak Variabel

B

Nilai p

AOR

IK 95%

Nilai GCS (G)

2,302

0,735

9,991

0,84-118,97

Kadar ureum (U)

-0,558

0,069

0,572

0,02-14,57

Kadar kreatinin (K)

2,736

0,030

15,429

1,31-181,7

Konstanta (a)

-10,197

-

-

-

B : Koefisien regresi