JURNAL APLIKASI FISIKA
VOLUME 13
NOMOR 2
JUNI 2017
POROSITAS SILIKA KERAMIK HASIL EKSTRAKSI DARI LIMBAH SEKAM PADI YANG DISINTERING DENGAN MICROWAVE Prima Endang Susilowati1, Trisnawati2, I Nyoman Sudiana2 1
Jurusan Kimia, FMIPA, Universitas Haluoleo, Kampus Bumi Tridharma Anduonohu, Kendari, Sulawesi Tenggara 2 Jurusan Fisika, FMIPA, Universitas Haluoleo, Kampus Bumi Tridharma Anduonohu, Kendari, Sulawesi Tenggara
ABSTRACT An experiments have been conducted on the characterization of ceramic silica microstructures extracted from rice husks. The aim of this research is to observe the change of ceramic silica microstructure extracted from rice husk ash after sintered by using microwave. Rice husk ash first extracted using HCl 1M and NaOH 2M, then drying and molding. Ceramic silica is sintered by using microwave and electric furnace at temperature range 1000˚C-1600˚C. Characterization of ceramic silica using scanning electron microscope (SEM). The results of scanning electron microscope (SEM) show that in the sintering process using microwave the surface of silica ceramic sample is form solid granulars and pores rapidly reduced. While the results of scanning electron microscope (SEM) using the furnace along with rising temperature, showing microstructure ceramic silica samples at each temperature is almost the same but slower pore reduction. Keywords: rice husk, extraction, sintering, microwave, imageJ software, microstructure. silika dari abu sekam padi umumnya dilakukan menggunakan pelarut alkali, seperti KOH, Na2CO3, atau NaOH. Selanjutnya dilakukan pengendapan silika terlarut menggunakan asam, seperti asam klorida, asam sitrat dan asam oksalat. Dengan metode ekstraksi ini, padatan silika akan diperoleh dengan tingkat kemurnian sekitar 93% [4]. Tahun 2008, Pandiangin et al. melakukan ekstraksi silika dari sekam padi menggunakan larutan KOH 1,5% selama 30 menit, pada berbagai variasi konsentrasi serta larutan HNO3 10% sebagai pengendap, dan mendapatkan massa rendemen terbesar 1,8690 gram dari 50 gram abu sekam padi [5]. Silika yang dihasilkan dari abu sekam padi diketahui memiliki kekuatan mekanik yang tinggi dan memiliki daya tahan yang tinggi terhadap bahan kimia [6]. Selain itu, keunggulan silika sekam padi yaitu memiliki butiran yang halus dan lebih reaktif dibandingkan dengan silika yang diperoleh dari kuarsa. Silika sekam padi dapat diperoleh dengan cara mudah dan biaya yang relatif murah, serta ketersediaan bahan baku yang melimpah dan dapat diperbaharui [7]. Silika sekam padi dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan keramik, zeolit sintesis, katalis, bahkan merupakan campuran bagi produksi
1. Pendahuluan Padi merupakan produk utama pertanian di negara agraris, termasuk Indonesia. Dalam proses penggilingan padi, selain dihasilkan beras juga dihasilkan hasil samping berupa sekam padi. Sekam padi merupakan bahan sisa atau limbah produksi pertanian yang jumlahnya sangat melimpah. Pemanfaatan sekam padi antara lain sebagai media bercocok tanam, briket arang sekam, sumber karbon, alas ternak [1]. Sekam padi merupakan bahan baku terbesar penghasil silika. Pembakaran sekam padi menghasilkan abu yang mengandung kadar silika 8797% [2]. Pada proses pembakaran sekam padi, senyawa organik seperti hemiselulosa, selulosa akan diubah menjadi gas karbondioksida (CO2) dan air (H2O). Abu sekam padi yang diperoleh dari pembakaran sekam padi mengandung silika berhablur lebih dari 90%. Kandungan sisanya adalah terdiri dari CaO, MgO, K2O, dan Na2O. Pori–pori abu sekam padi menjadi lebih besar apabila pirolisa dilakukan pada suhu yang lebih tinggi [3]. Menurut Karo-karo dan Sembiring (2007), silika dari sekam padi dapat diperoleh dengan mudah dan sederhana yaitu dengan cara pengabuan dilanjutkan dengan ekstraksi padat-cair. Ekstraksi 9
JAF, Vol. 13 No. 2 (2017), 9-14
semen dan berbagai jenis komposit organikanorganik. Selain dalam bentuk produk olahan, silika juga telah dimanfaatkan secara langsung untuk pemurnian minyak sayur, sebagai aditif dalam produk farmasi dan deterjen, sebagai bahan pengisi (filler) polimer, sebagai adsorben dan sebagai bahan baku pembuatan silika xerogel [8]. Seiring dengan kemajuan teknologi, saat ini bahan keramik telah dikembangkan menjadi produk modern dengan keunggulan sifat yang sangat variatif, dengan memanfaatkan potensi sumber daya alam seperti lempung, kaolin, pasir silika dan silika sekam padi yang tersebar di berbagai daerah di Indonesia, industri keramik terus berkembang [9]. Komponen utama pembentukan keramik adalah silika. Silika keramik digunakan sebagai alat rumah tangga, genteng keramik, hiasan, gelas minum dan banyak kegunaan lain. Silika keramik memiliki partikel yang kasar dan memberikan konstribusi yang besar pada sifat mekanik, kekerasan bahan karena bahan tidak mudah lembek dan tahan terhadap penetrasi pada permukaanya. Sudiana dkk. dan Mitsudo, dkk telah melakukan penelitian pada proses pembuatan keramik dengan menggunakan microwave sampai dengan submillimeter wave (SMMW) yakni sampai frekuensi 300 GHz [10-15]. Penggunaan microwave selain untuk meningkatkan densitas juga sangat penting yakni untuk mengontrol mikrostruktur yang diinginkan. Hal ini dapat mengontorol komposisi seperti menggunakan additive dan microwave seperti dilaporkan Aripin, dkk dan mengontrol proses menggunakan microwave seperti yang dilakukan peneliti sebelumnya [16-20]. Selain itu microwave telah banyak juga diaplikasikan dalam proses pengeringan komoditi pertanian [2122] serta mempercepat reaksi kimia reaksi [23-25]. Dengan microwave dapat diperoleh hasil yang berbeda dan terkadang lebih baik dibanding dibuat dengan cara konvensional. Berdasarkan uraian tersebut dan pemanfaatan silika keramik yang demikian luas, seperti yang dipaparkan di atas, dan potensi sekam padi yang begitu besar menjadi faktor pendorong penelitian ini. Pada penelitian ini, pemanfaatan sekam padi untuk menghasilkan silika keramik yang diperoleh dengan cara ekstraksi yang dilanjutkan dengan sintering menggunakan microwave akan dilaporkan. 2. Metode Penelitian 2.1. Preparasi sekam padi Preparasi sampel dilakukan dengan cara mencuci sekam padi menggunakan air bersih secara berulang hingga diperoleh sekam padi yang bersih. Sekam padi kemudian dikeringkan. Pengeringan
dilakukan di bawah sinar matahari. Selanjutnya sekam padi diabukan pada tungku terbuka menghasilkan abu sekam padi. Pada tahap terakhir abu sekam padi di furnace dalam oven dengan suhu 600ºC untuk menghomogenkan sekam padi selama 1 jam. 2.2. ekstraksi silika sekam padi Abu sekam padi sebanyak 50 gram ditambahkan larutan HCl 1M sebanyak 500, kemudian diaduk dan diamkan selama 1 jam agar abu sekam padi dengan HCl tercampur secara merata, selanjutnya disaring menggunakan kertas saring biasa dan diambil endapan abunya. Kemudian endapan dicampurkan dengan larutan NaOH 2 M sebanyak 500 mL sambil diaduk, selanjutnya dipanaskan pada suhu 200oC menggunakan hot plate selama 1 jam (Munayyiroh, 2006). Setelah pemanasan, sampel disaring menggunakan kertas whatman no. 41 untuk memisahkan endapan abu dengan filtrat. Filtrat yang diperoleh selanjutnya dipanaskan sampai filtrat bersifat netral (pH 7). Filtrasi didiamkan selama 18 jam sampai mengendap. Selanjutnya endapan disaring dan dicuci dengan aquabides sampai bersifat netral. Endapan silika dimasukkan ke dalam oven pada suhu 105⁰C selama 12 jam untuk proses pengeringan silika. Silika yang sudah kering ditumbuk sampai menjadi silika bubuk, kemudian digerus dan diayak dengan ukuran 100 mesh, serbuk silika yang telah diayak kemudian dicampur dengan alkohol 70%, selanjutnya dimasukan ke dalam cetakan dan di press menggunakan alat kompaksi atau dipress hidrolic dengan tekanan 424,628 kg/cm2. Sampel yang dihasilkan berupa pellet dengan diameter sampel yaitu 3 cm. 2.3. Proses sintering Pellet yang dihasilkan dari proses pencetakan disintering secara konvensional (menggunakan tanur) di Universitas Halu Oleo Kendari dan menggunakan microwave sampai suhu sampai 1500°C. Proses sintering secara konvensional (menggunakan tanur) yaitu dimulai dengan menyimpan/menempatkan semua sampel (6 buah sampel) secara bersamaan di dalam tanur yang dalam keadaan siap dioperasikan. Masing-masing sampel akan digunakan untuk setiap variasi suhu sintering. Setelah semua sampel dimasukkan ke dalam tanur, selanjutnya dilakukan setting suhu pada tanur tersebut. Suhu tanur mula-mula sesuai suhu kamar, kemudian perlahan-lahan suhunya meningkat. Ketika suhu sintering mencapai 1000°C, sampel dalam tanur didiamkan selama 5 menit dan tanpa annealing (pendinginan) kemudian sampel pertama diambil/dikeluarkan dari tanur. 2.4. Karakterisasi silika keramik dari sekam padi menggunakan SEM 10
Porositas Silika Keramik................................................................................................ (Susilowati, dkk)
Proses pengambilan data dengan alat Scanning Electron Microscope (SEM) di University of Fukui Jepang yaitu sampel bubuk yang telah diletakkan di atas specimen holder dimasukkan ke dalam specimen chamber, kemudian dimasukkan dalam alat Scanning Electron Microscope dan alat siap untuk dioperasikan. Dalam pengukuran Scanning Electron Microscope (SEM), sampel dianalisis dengan menggunakan analisis area. Sinar elektron yang dihasilkan dari area gun dialirkan hingga mengenai specimen/sampel. Aliran sinar elektron ini selanjutnya difokuskan menggunakan electron optic columb sebelum sinar elektron tersebut membentur atau mengenai sampel. Setelah sinar elektron membentuk sampel, akan terjadi beberapa interaksi-interaksi pada sampel yang disinari. Interaksi–interaksi yang terjadi tersebut selanjutnya akan dideteksi dan diubah ke dalam sebuah gambar oleh analisis Scanning Electron Microscope (SEM). Pada pengukuran ini akan diperoleh data berupa permukaan, tekstur, dan bentuk sampel. Kondisi alat Scanning Electron Microscope (SEM) tipe JEOL JSM-6360LA yaitu memiliki beda tegangan sebesar 20 kV dan arus sebesar 30 mA. Setelah karakterisasi menggunakan scanning electron microscope (SEM) di University of Fukui Jepang, kemudian hasil dari scanning electron microscope diolah menggunakan software imageJ untuk melihat perubahan diameter pori pada silika keramik yang dihasilkan.
3. Hasil Penelitian dan Pembahasan 3.1. Analisis Mikrostruktur Silika Keramik Analisis mikrostruktur silika keramik menggunakan Scanning Electron Microscope (SEM) dengan pembesaran gambar 5000 kali. Mikrostruktur silika keramik yang disintering menggunakan microwave dan tanur pada suhu 1000oC dan 1100oC ditunjukkan pada Gambar 1.
(a)
(b)
(c)
(d) Gambar 1. Hasil SEM sampel silika keramik yang disintering menggunakan microwave dan tanur pada suhu 1000 oC dan 1100oC pembesaran gambar 5000 kali Keterangan: (a). Sintering MW 1000oC (b). Tanur 1000oC (c). Sintering MW 1100oC (d).Tanur 1100oC Sampel yang disintering menggunakan microwave pada suhu 1000oC, terlihat mikrostruktur permukaan yang homogen, ada bongkahan pada sampel, dengan butiran yang padat, dan ukuran porinya semakin kecil yang tersebar secara tidak merata pada permukaan (Gambar 1 (a)). Besar kecilnya pori juga dapat ditentukan dengan menggunakan software imageJ. Sintering menggunakan tanur pada 1000oC menunjukan bahwa butiran sampel terlihat mulai memadat, dengan ukuran pori yang semakin kecil serta membentuk gumpalan (cluster) yang terdistribusi secara tidak merata pada permukaan (Gambar 14 (b)). 11
JAF, Vol. 13 No. 2 (2017), 9-14
Sampel silika keramik yang disintering menggunakan microwave pada suhu 1100oC menunjukkan permukaan yang homogen, butirannya semakin padat dan menyatu (solid dan compact), sehingga ukuran porinya mengecil diikuti peningkatan densitas dan penyusutan karena mencapai pembentukan kristal (Gambar 14 (c)). menggunakan tanur pada suhu 1000oC dan 1100oC. Hasil Scanning Electron Microscope (SEM) menunjukan perbedaan mikrostruktur yang signifikan antara sampel yang disintering menggunakan microwave dan sampel yang disintering menggunakan tanur. Pada sampel yang disintering menggunakan microwave menunjukan adanya efek gelombang elektromagnetik, yang terlihat dari perubahan dan perbedaan mikrostruktur untuk tiap suhu sintering yang digunakan. Semakin tinggi suhu sintering yang digunakan, menyebabkan mikrostruktur permukaan silika keramik semakin padat dan menyatu (solid dan compact), ukuran poripori mengecil dan diikuti penyusutan pada sampel [10]. Pada proses sintering menggunakan tanur, menunjukan mikrostruktur sampel silika keramik pada setiap suhu hampir sama. Hal ini menunjukan adanya perbedaan kecepatan difusi atom selama sintering menggunakan microwave dan sintering konvesional (tanur).
Sampel yang disintering menggunakan tanur pada suhu 1100oC masih membentuk gumpalan (cluster), tetapi butirannya terlihat lebih padat dan menyatu (solid dan compact) (Gambar 14 (d)) namun ukuran porinya semakin kecil jika dibandingkan dengan sampel silika keramik yang disintering Microscope (SEM) yang disintering menggunakan microwave dan tanur (konvensional) pada suhu 1000oC-1100oC yang diolah menggunakan software imageJ, menunjukan diameter porinya lebih kecil menggunakan microwave daripada tanur. Pada suhu 1000oC silika keramik yang disintering menggunakan microwave diameter porinya sekitar 0,095µm dan tanur diameter porinya sebesar 0,108µm sedangkan pada suhu 1100oC diameter porinya menggunakan microwave sebesar 0,082µm dan tanur sekitar 0,106µm. Pada suhu 1200oC yang disintering menggunakan microwave diameter porinya sekitar 0,080µm dan tanur 0.101µm sedangkan pada suhu 1400oC diameter porinya sebesar 0,074µm dan tanur 0.098µm. Pada penelitian ini, belum efektif jika karakterisasi silika keramik hanya menggunakan alat scanning electron microscope, untuk itu perlu dilakukan penelitian lebih lanjut menggunakan alat seperti x-ray diffraction (XRD) dan spektrofotometer inframerah transformasi fourier (FTIR) untuk mengetahui kristalinitas dan gugus fungsional yang terdapat pada silika keramik.
3.2. Analisis Gambar Menggunakan Sofware Image J ImageJ adalah program analisis citra, yang kuat yang dibuat oleh National Institutes of Kesehatan [26]. Program ini dapat mengolah gambar hasil scanning electron microscope (SEM) untuk mengetahui diameter pori dan butiran pada silika keramik. Hasil software imageJ ditunjukan pada gambar 2.
4. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat disimpulkan bahwa perubahan mikrostruktur silika keramik hasil ekstraksi dari sekam padi yang disintering menggunakan microwave, seiring dengan naiknya suhu permukaan sampel silika keramik semakin padat dan menyatu (solid and compact), pori-pori dan butirannya mengecil lebih cepat dibandingkan dengan menggunakan tanur listrik. Ucapan Terimakasih Terimakasih disampaikan kepada DRPM Kemenristek Dikti yang telah mensupport dana penelitian dalam hibah KLN 2016-2017. DAFTAR PUSTAKA
[1]. Suyitno, 2009, Pengolahan Sekam Padi Menjadi Bahan Bakar Alternatif Melalui Proses Pirolisis Lambat, Skripsi, UNS, Surakarta.
Gambar 2. Grafik hubungan suhu terhadap ukuran pori Hasil yang diperoleh dari Scanning Electron 12
Porositas Silika Keramik................................................................................................ (Susilowati, dkk)
Engineering Sciences, Vol. 9, 2016, no. 12, 595-602
[2]. Nuryono; Narsito dan Astuti, E., 2004, Sintesis Silika Gel Terenkapsl Enzim dari Abu Sekam Padi dan Aplikasinya Untuk Sekam Padi dengan Ligan Difenilkarbazon, J. Kim., 7(1): 57-63. [3]. Daifullah, A.A.M., Girgis, B.S. dan Gad, H.M.H. 2003. Utilization of Agro-Residues (Rice Husk) in Small Waste Water Treatment Plans. Material Letters, 57:1723–1731. [4]. Karo-karo, P dan Sembiring, S. 2007. "Karakterisasi Silika Sekam Padi sebagai Bahan Keramik dengan Teknik Sintering". Laporan Penelitian DIPA. Universitas Lampung. [5]. Della, V. P, Kuhn. I, dan Hotza. D. 2002. "Rice Husk Ash an Alternate Source for active silica production". Materials Leters, 57. 818 – 821. [6]. Isman, MT., D. I. Sardjono, Sukosrono, dan Kimolo, E. 2011. Penentuan Komposisi Bahan Mineral Penyusun Keramik Untuk Immobilisasi Limbah Radioaktif. Prosiding Pertemuan dan Presentasi Ilmiah Penelitian Dasar Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Nuklir. P3TMBATAN. Yogyakarta. [7]. H. Aripin, S. Mitsudo, I. N. Sudiana, N. Jumsiah, I. Rahmatia, B. Sunendar, L. Nurdiwijayanto, S. Mitsudo, S. Sabchevski, Preparation of Porous Ceramic with Controllable Additive and Firing Temperature, Advanced Materials Research, Vol. 277 (2011) pp. 151-158. [8]. H. Aripin, I. N Sudiana, B. Sunendar. Preliminary study on silica xerogel extracted from sago waste ash, Jurnal Sains Materi Indonesia., 6, 24 – 30 (2010). [9]. Mawardani, Putri. 2014. Pengaruh Kemurnian Bahan Baku lumina TerhadapTemperatur Sintering dan karakteristik Keramik Alumina. Fakutas Sains dan Teknologi Univ. Islam Negeri Syarif Hidayatullah. Jakarta. [10]. I.N. Sudiana, Ryo Ito, S. Inagaki, K. Kuwayama, K. Sako, S. Mitsudo, Densification of Alumina Ceramics Sintered by Using Sub-millimeter Wave Gyrotron, J. Infrared, Millimeter, and Terahertz Waves. 34 (2013), 627-638. [11]. I.N. Sudiana, I.N, S. Mitsudo, T. Nishiwaki, P.E. Susilowati, L. Lestari, M. Z. Firihu, H. Aripin, Effect of Microwave Radiation on the Properties of SinteredOxide Ceramics, Contemporary Engineering Sciences, Vol. 8 No. 34, 2015, pp. 1607-1615. [12]. I. N. Sudiana, M. Z. Firihu, Effect of initial green samples on mechanical properties of alumina ceramic , Contemporary
[13].
S. Mitsudo, K. Sako, S. Tani, I.N. Sudiana, High Power Pulsed Submillimeter Wave Sintering of Zirconia Ceramics, The 36th Int. Conference on Infrared, Millimeter and THz Waves (IRMMW-THz 2011), Hyatt Regency Houston, Houston, Texas, USA, October 2-7, 2011.
[14].
S. Mitsudo, S. Inagaki, I.N. Sudiana, K. Kuwayama, Grain Growth in Millimeter Wave Sintered Alumina Ceramics , Advanced Materials Research, Vol.789 (2013), pp. 279-
282. S. Mitsudo, R.Ito, I.N. Sudiana, K.Sako, and K. Kuwayama, Grain Growth in Submillimeter Waves Sintered Alumina, IRMMW-THz 2012, September , Wollongong, Australia. [16]. H. Aripin, S. Mitsudo, I.N. Sudiana, T. Saito, S. Sabchevski, Structure Formation of a Double Sintered Nanocrystalline Silica Xerogel Converted From Sago Waste Ash, Transactions of the Indian Ceramic Society, DOI: 10.1080/0371750X.2014.980850 (2015) [17]. H. Aripin, S. Mitsudo, E.S. Prima, I.N. Sudiana, H. Kikuchi, Y. Fujii, T. Saito, T. Idehara, S. Sano, S. Sabchevski, Crystalline mullite formation from mixtures silica xerogel converted from sago of alumina and a novel material waste ash, Ceramics International, 41,pp.6488–6497 (2015). [18]. H. Aripin, S. Mitsudo, E.S. Prima, I.N. Sudiana, H. Kikuchi, S. Sano, S. Sabchevski, Structural Characterization of Mullite-based Ceramic Material from Al2O3 and Silica Xerogel Converted from Sago Waste Ash, Adv. Mat. Res. Vol. 789 (2013) pp. 262-268 [19]. H. Aripin, S. Mitsudo, E. S. Prima, I. N. Sudiana, H. Kikuchi, S. Sano, S. Sabchevski, Microstructural and Thermal Properties of Nanocrystalline Silica Xerogel Powders converted from Sago Waste Ash Material, Material Science Forum ,Vol. 737 (2013) pp. 110-118 [20]. H. Aripin, S. Mitsudo, I.N. Sudiana, S. Tani, K. Sako, Y. Fujii, T. Saito, T. Idehara, Rapid sintering of silica xerogel ceramic derived from Sago waste ash using submillimeter wave heating of a 300 GHz CW gyrotron, J. of Infrared and Millimeter waves, Vol. 32, Issue 6, pp. 867-876 (2011
[15].
13
JAF, Vol. 13 No. 2 (2017), 9-14
[21].
W. H. Sutton, Microwave processing of Ceramic Materials, Microwave Solutions for Ceramic Engineers, American Ceramic Society, (2005), 35-65. [22]. M. Z. Firihu, I.N. Sudiana, 2.45 GHz
[24].
Developments
[23].
in
microwave
chemistry.
Evalueserve. [25]. Stuerga, D. 2006. Microwaves in Organic Synthesis, Second Edition. Wiley-VCH.
microwave drying of cocoa bean , ARPN Journal of Engineering and Applied Sciences Vol.
Taylor, M. Atri., S.S. dan Minhas, S. 2005.
[26].
Larry Reinking., 2007. Department of
Biology, Millersville University, PA 17551 Biology 211 Laboratory Manual.
12 No. 19 H.M.S. Kingston, H.J. Haswell, 1997.
Microwave-Enhanced Chemistry: Fundamental, Sample Preparation, and Applications, American Chemical Society.
14