III OBJEK DAN METODE PENELITIAN 3.1. OBJEK PENELITIAN OBJEK

Download dalam memilih calon induk sapi perah, meliputi atribut harga dan non harga. 3.2. .... kulit lemas, tidak adanya eksternal parasit pada kuli...

0 downloads 713 Views 384KB Size
III OBJEK DAN METODE PENELITIAN

3.1.

Objek Penelitian Objek penelitian ini adalah faktor-faktor yang dipertimbangkan peternak

dalam memilih calon induk sapi perah, meliputi atribut harga dan non harga.

3.2.

Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode survey. Survey

adalah suatu penelitian dengan cara menghimpun informasi dari sampel yang diperoleh dari suatu populasi, dengan tujuan untuk melakukan generalisasi sejauh populasi dari mana sampel tersebut diambil.

Penelitian survey adalah

mempelajari sampel dari suatu populasi yang hasilnya merupakan nilai duga terhadap nilai populasi (Paturochman, 2012).

3.2.1. Penentuan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di wilayah kerja KPBS Pangalengan. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive). Hal ini atas dasar pertimbangan bahwa Pangalengan merupakan salah satu sentra peternakan sapi perah Jawa Barat, selain itu terdapat banyak peternak binaan KPBS yang memiliki populasi pedet, betina muda dan dara yang merupakan calon induk sapi perah. Adanya ketiga populasi yang dimiliki, maka peternak di wilayah kerja KPBS Pangalengan ini sudah berpengalaman dalam memilih calon induk berdasarkan kriteria yang ada.

28 3.2.2

Teknik Pengumpulan Data Penelitian ini dilakukan dengan dua macam teknik pengumpulan data,

yaitu data primer dan sekunder. Data primer adalah berbagai jenis data yang diperoleh secara langsung atau tidak langsung dari responden atau dari pihak manapun, yang belum pernah diolah dan atau dilaporkan oleh siapapun, sedangkan data sekunder adalah data yang sudah diolah dan atau dilaporkan oleh siapa pun atau lembaga apapun (Paturochman, 2012). Data primer didapat dari hasil wawancara langsung antara peneliti dengan peternak sapi perah rakyat di Pangalengan. Data sekunder didapat dari KPBS Pangalengan dan Kantor Desa lokasi penelitian.

3.2.3. Penentuan Responden Responden dalam penelitian ini adalah peternak sapi perah rakyat yang melakukan pemilihan calon induk. Jumlah peternak yang dijadikan responden sebanyak 61 orang. Responden diambil menggunakan tiga cara yaitu Multistage Random Sampling, Proporsional Alocation Sampling dan Simple Random Sampling. Multistage Random Sampling adalah teknik pengambilan sampel yang dilakukan dua tahap atau lebih dari suatu populasi yang anggotanya terbagi ke dalam dua atau lebih kelompok yang bertingkat, Proporsional Alocation Sampling adalah penentuan jumlah sub sampel untuk masing-masing sub populasi yang banyaknya seimbang dengan masing-masing sub populasi, sedangkan Simple Random Sampling adalah teknik pengambilan sampel yang paling mudah, baik dilihat dari tata caranya maupun persyaratan yang dimintanya (Paturochman, 2012).

29 KPBS Pangalengan

Rayon

TPK

Kelompok Peternak

Peternak Ilustrasi 2. Tahapan Penentuan Responden

3.3.

Operasionalisasi Variabel Pengukuran terhadap faktor-faktor yang menjadi pertimbangan peternak

dalam memilih calon induk dilakukan dengan cara menanyakan apakah peternak mempertimbangkan faktor tersebut atau tidak.

Pengukuran sikap peternak

dilakukan dengan menghadapkan pertanyaan mengenai prioritas faktor yang dipertimbangkan. Faktor yang dijadikan pertimbangan peternak dalam memilih calon induk meliputi faktor harga dan non harga. Faktor harga calon induk terdiri dari harga calon induk yang diperoleh dari peternak, pasar hewan atau perusahaan. Sedangkan faktor non harga calon induk meliputi sumber calon induk, eksterior calon induk dan parameter produksi calon induk. Calon induk merupakan sapi perah dara yang tidak bunting maupun dara bunting dan nantinya akan menggantikan induk afkir (Soetarno, 2011). Sapi dara adalah pedet menjelang dewasa yang berumur antara 6 – 18 bulan atau sampai sapi tersebut siap untuk kawin. Sapi bunting untuk pertama kali pun disebut sebagai dara bunting (Akoso, 2012).

30 3.3.1. Harga Calon Induk Harga merupakan nilai tukar suatu produk (barang dan jasa). Satuan harga calon induk dihitung dengan rupiah per ekor. Dalam penelitian ini ditanyakan apakah harga menjadi bahan pertimbangan peternak dalam memilih calon induk atau tidak.

Jika harga merupakan faktor yang dipertimbangkan, selanjutnya

ditanyakan berapa rupiah yang dikeluarkan peternak untuk membeli seekor calon induk. Rupiah yang dikeluarkan peternak inilah yang dijadikan sebagai indikator harga calon induk. Setiap peternak akan memilih tingkat harga yang berbedabeda (tinggi, sedang dan rendah) sesuai dengan kemampuan finansialnya. Harga calon induk berbeda-beda sesuai dengan umur (dara bunting dan tidak bunting) dan keadaan eksterior calon induk. Selain itu, harga calon induk di setiap tempat pembelian juga berbeda-beda. Peternak dapat memilih berbagai harga yang menurut mereka sesuai dari berbagai tempat pembelian, diantaranya yaitu : 1. Harga calon induk diperoleh dari peternak. 2. Harga calon induk diperoleh dari pasar hewan. 3. Harga calon induk yang diperoleh dari perusahaan atau koperasi sapi perah.

3.3.2. Non Harga Calon Induk Variabel non harga calon induk terdiri dari beberapa sub variabel yaitu sumber calon induk, eksterior calon induk dan parameter produksi calon induk. (1)

Sumber Calon Induk Sumber calon induk merupakan tempat asal peternak mendapatkan calon

induk. Setiap peternak tentu membeli calon induk dari berbagai sumber, sesuai

31 dengan pilihannya masing-masing. Sumber calon induk yang dicari adalah asal wilayah calon induk (nama tempat pembelian, dsb.), yang bisa berasal dari internal sentra maupun eksternal sentra. 1. Internal sentra (dalam Pangalengan), bisa dibeli dari : a. Peternak dalam satu kelompok ternak. b. Peternak dalam satu wilayah (berbeda kelompok atau TPK, namun masih dalam wilayah Pangalengan). c. Pasar hewan sekitar daerah Pangalengan. d. Perusahaan atau koperasi di Pangalengan (misal : KPBS Pangalengan). 2. Eksternal sentra (di luar Pangalengan), bisa dibeli dari : a. Peternak di luar Pangalengan, tetapi masih di Jawa Barat. b. Peternak di luar Jawa Barat. c. Pasar hewan di luar Pangalengan, tetapi masih di Jawa Barat. d. Pasar hewan di luar Jawa Barat. e. Perusahaan atau koperasi di luar wilayah, tetapi masih di Jawa Barat (misal : KPSBU Lembang). f. Perusahaan atau koperasi di luar Jawa Barat. Sapi dapat dibeli langsung dari peternak, pada umumnya sapi dara atau dara bunting.

Sapi perah dari peternak sulit diketahui riwayat genetik yang

dimiliki karena minimnya data. Selain itu pedet atau sapi dara keturunan lokal dapat dibeli dari pasar hewan terutama di kawasan peternakan sapi perah. Sapi perah yang dijual di pasar hewan umumnya sudah sulit diketahui asal-usulnya karena miskinnya data yang dimiliki peternak atau pedagang sapi. Penilaian umumnya hanya berdasar dari bentuk tubuh dan kriteria yang diyakini baik oleh pembeli (Akoso, 2012).

32 (2)

Eksterior Calon Induk Eksterior calon induk adalah postur tubuh atau bentuk fisik calon induk.

Penampilan eksterior ini dapat dilihat atau dinilai dengan kasat mata oleh peternak.

Penampilan eksterior mempunyai hubungan sangat erat dengan

produksi susu yang akan dihasilkannya nanti. Pengamatan atau penampilan fisik atau eksterior calon induk dapat dipertimbangkan peternak dalam memilih calon induk, karena bentuk atau ciri luar sapi perah ini sangat berkorelasi positif terhadap faktor genetik seperti laju pertumbuhan, mutu dan hasil akhir (susu) (Prabowo, 2010). Peternak dalam memilih calon induk, selain mempertimbangkan faktor harga juga tentu memperhatikan kesehatan calon induk, keadaan eksterior calon induk dan melakukan pengamatan fisik atau penilaian (judging) secara linier.

1. Kesehatan Calon Induk Calon induk sebagai penghasil susu harus dipilih dari sapi yang benar-benar sehat. Kesehatan calon induk yang baik akan memacu tingkat pertumbuhan yang dikehendaki dan akan sedini mungkin menolak penyakit yang mungkin timbul. Kesehatan calon induk bisa dilihat dari keadaan tubuh dan pandangan matanya. Indikator kesehatan calon induk dapat dinilai dari sehat atau tidak sehatnya calon induk (Prabowo, 2010). a. Keadaan Tubuh Calon induk yang sehat dapat dilihat dari keadaan tubuhnya yaitu bulat berisi, kulit lemas, tidak adanya eksternal parasit pada kulit dan bulunya, tidak ada tandatanda kerusakan pada bulu dan kerontokan pada bulu, selaput lendir dan gusi

33 berwarna merah muda, mudah bergerak bebas, ujung hidung bersih, basah dan dingin, kuku tidak terasa panas dan bengkak bila diraba, dan suhu tubuh 39,5 0C. b. Pandangan Mata Calon induk yang sehat pandangan matanya cerah dan tajam, sedangkan calon induk yang sakit pandangan matanya sayu (Prabowo, 2010).

2. Penilaian (Judging) secara Linier Judging merupakan penilaian secara linier sapi yang dilihat dari keadaan eksteriornya yang dinilai dari frame (15%), dairy strength (25%), rear fet and leg (20%) dan udder (40%) (Holstein Foundation, 2012).

Sesuai standar

internasional, judging secara linier ini terdiri dari 16 sifat luar yang telah terbukti mempunyai hubungan sangat erat dengan produksi susu yang akan dihasilkan oleh sapi perah (South Dakota, 2010). 16 sifat luar calon induk sapi perah terdiri dari : a. Tinggi badan (stature) Tinggi badan sapi perah diukur dari puncak tulang belakang yang berada diantara tonjolan tulang sampai ke permukaan tempat sapi berdiri.

Pada

penelitian ini ditanyakan berapa tinggi badan sapi yang biasa dipilih peternak. Satuan tinggi badan sapi yaitu dalam cm. b. Lebar dada (chest width) Diukur dari jarak antara kedua kaki depan bagian atas tepat dibagian depan dada sapi. Lebar dada berkorelasi terhadap besar kecilnya jantung, jika jantung lebih besar maka kemampuan memompa darahnya lebih besar, sehingga makanan lebih mudah dicerna dan akhirnya berdampak kepada produksi susu yang lebih tinggi. Lebar dada sapi diukur dalam cm, nantinya akan diketahui dada sapi tersebut sempit, sedang atau lebar.

34 c. Kedalaman tubuh (body depth) Penilaian terhadap sifat ini adalah melihat daerah lengkungan rusuk terakhir. Sifat ini sering disebut istilah lengkung perut. Kedalaman dada penting diketahui karena menggambarkan kemampuan sapi mengkonsumsi hijauan. Kedalaman tubuh dilihat dari dangkal, sedang atau dalamnya tubuh sapi. d. Angularity Angularity merupakan sudut kemiringan dan melebarnya tulang rusuk dan kombinasi dengan tulang-tulang yang pipih serta tidak kasar.

Angularity

berhubungan dengan konversi pakan terhadap air susu. Angularity dilihat dari kurang, sedang atau sangat miringnya tulang rusuk. e. Sudut pinggul (rump angle) Penilaian dilakukan dari samping, untuk melihat sudut yang dibuat oleh garis pinggang dan tulang ekor. Sudut pinggul berhubungan dengan drainase kotoran, dimana jika sudut pinggul terlalu keatas maka ada kaitannya dengan gangguan reproduksi. Sudut pinggul dihitung berapa cm jarak antara tulang ekor dan tulang pinggul, sudutnya bisa pin lebih tinggi, sama, sedikit lebih rendah, sedang, atau ekstrim rendah. f. Lebar pinggul (thurl width) Lebar pinggul merupakan jarak antara tonjolan “Pin Bones”. Menilai daerah pelvis, yaitu sekitar tuber coxae dan tuber sacrale dengan tuber ischii. Sifat ini mempunyai hubungan langsung terhadap sulit tidaknya melahirkan.

Lebar

pinggul dilihat dari sempit, sedang, atau lebarnya pinggul sapi yang dihitung dalam cm. g. Kaki belakang tampak belakang (rear legs rear view) Kaki belakang sapi dilihat dari belakang ada yang berbentuk lurus dan X.

35 Kaki belakang tampak belakang berhubungan dengan kekuatan kaki menunjang air susu. Kaki belakang tampak belakang dilihat dari ekstrim kaki keluar, sedang (kaki sedikit keluar) atau kaki paralel yang dimiliki sapi. h. Kaki belakang tampak samping (rear legs set) Kedudukkan kaki belakang dievaluasi dari samping, perhatian ditujukan pada posisi persendian tumit (hock joint). Dari pandang sisi samping hampir tegak lurus dengan hock hingga pastern. Bentuk kaki belakang dilihat dari samping yaitu bisa lurus (1600), sedang (1470) atau melengkung (1340). i. Sudut kuku (foot angle) Sudut kuku berpengaruh terhadap struktur tulang sapi. Sudut kuku dara dan pedet biasanya lurus. Sudut kuku dihitung dalam derajat celcius. Sudut kuku sapi ideal adalah 45 oC. Dalam perhitungan derajat ini nantinya dapat dikategorikan sudut kuku sangat rendah, sedang atau sangat curam. j. Pertautan ambing depan (fore udder attachment) Sifat ini ditentukan berdasarkan pengamatan ambing dari samping dan menilai kekuatan ligamen bagian luar. Evaluasi ini sangat penting karena akan menilai kekuatan perlekatan ambing dan kemudahan pada saat diperah. Pertautan ambing depan dilihat dari seberapa kencang ambing menempel ke badan.

Pertautan

ambing depan bisa saja lemah dan kurang kencang, sedang, atau kuat dan kencang. k. Letak puting depan (front teat placement) Kedudukan puting susu dinilai dari belakang sapi. Puting susu yang baik akan memudahkan proses pemerahan.

Letak puting depan ini menentukan sulit

tidaknya untuk menjangkau pemerahan. Letak puting depan bisa saja keluar dari

36 kuartir, di tengah kuartir atau di dalam kuartir. Puting yang ideal apabila letak puting depan dan belakang hampir sejajar. l. Panjang puting (teat length) Sifat ini ditujukan untuk mengevaluasi panjang puting.

Ukur puting

terpanjang apabila panjangnya tidak sama. Puting seekor sapi ada yang pendek, sedang atau panjang yang dihitung dalam cm. Panjang puting ideal adalah 6 cm. m. Kedalaman ambing (udder depth) Kedalaman ambing digambarkan sebagai posisi relatif dari dasar ambing terhadap sendi tumit dan garis horizontal. Kedalaman ambing bisa dihitung dari berapa cm jarak ambing tersebut dengan hock. Kedalaman ambing bisa di bawah hock, sama dengan hock, sedang atau dangkal. Ambing yang terlalu dalam belum tentu baik, karena semakin besar ambing maka ambing tersebut dapat menyentuh lantai, yang akhirnya dapat menyebabkan penyakit mastitis. n. Tinggi ambing belakang (rear udder height) Evaluasi dilakukan dari belakang.

Perlekatan ambing menentukan tinggi

rendahnya ambing. Sifat ini menunjukkan kapasitas ambing. Tinggi ambing belakang diukur antara vulva dengan hock dalam cm. Tinggi ambing belakang bisa sangat rendah, sedang atau tinggi. o. Ligamentum tengah (central ligament) Evaluasi ini dilakukan dari belakang sapi. Ligamentum tengah diukur dalam cm, dimana sapi bisa memiliki ligamentum tengah yang cekung dari lantai, sedikit dalam atau sangat dalam. Semakin dalam ligamentum tengah, maka sapi akan semakin kuat untuk menopang air susu.

37 p. Posisi puting belakang (rear teat position) Kedudukan puting susu dinilai dari belakang sapi. Posisi puting yang ideal yaitu jika puting tersebut simetris atau berada di tengah kuartir (South Dakota, 2010).

(3)

Parameter Produksi Calon Induk Parameter produksi merupakan perkiraan produksi susu yang akan

dihasilkan oleh calon induk. Parameter produksi calon induk dihitung dalam liter. Parameter produksi bisa dilihat dari genetik yang mengatur sifat produksi susu dan umur calon induk. 1. Genetik yang Mengatur Sifat Produksi Susu Calon Induk Parameter produksi dapat dinilai selain berdasarkan kriteria proporsi dan potongan tubuh juga diperlukan informasi khusus atas dasar catatan produksi termasuk riwayat nenek moyangnya. Untuk pedet atau sapi dara dapat dilihat dari silsilah atau pedegree dan riwayat perkawinan nenek dan kakeknya. Seleksi juga dikaji dari catatan produksi kerabat. Semakin lengkap catatan produksi kerabat, akan semakin mudah dalam menentukan perkiraan kinerja berdasar genetik potensialnya.

Penilaian juga dilakukan dengan mengetahui riwayat semen

pejantan yang digunakan dalam inseminasi buatan (Akoso, 2012). Sifat genetik antara sapi perah satu dengan yang lainnya tentu berbeda satu sama lain, baik dari hal produksi susunya ataupun kemampuan dalam beradaptasi terhadap lingkungan sekitarnya (Prabowo, 2010). Jika genetik induknya baik maka keturunannya pun akan baik, begitupun sebaliknya. Dalam penelitian ini ditanyakan apakah genetik dipertimbangkan atau tidak, jika iya maka ditanyakan

38 kembali apakah saat membeli calon induk apakah ada catatan atau recording atau tidak. 2. Umur Calon Induk Umur calon induk akan berpengaruh terhadap parameter produksi. Perbedaan umur calon induk saat dikawinkan sampai melahirkan, akan menyebabkan perbedaan parameter produksi yang dihasilkan.

Dalam penelitian ini akan

ditanyakan berapa bulan/tahun umur calon induk yang biasa dibeli oleh peternak.

3.4.

Model Analisis Data

3.4.1. Pengujian Atribut Valid Atribut-atribut di atas akan diuji dengan tujuan untuk mencari variabel mana yang akan menjadi variabel terpilih (valid) untuk dianalisis dengan menggunakan metode Cochran Q Test. Metode Cochran Q Test ini diawali dengan melakukan wawancara kepada responden. Langkah-langkah yang digunakan dalam penghitungan data menggunakan analisis Cochran Q Test adalah sebagai berikut : 1. Menentukan

atribut-atribut

yang

memiliki

kemungkinan

untuk

dipertimbangkan peternak dalam pemilihan calon induk sapi perah. 2. Mengukur hipotesis yang diuji : i. H0 : Semua atribut yang diuji memiliki proporsi jawaban YA yang sama. ii. Ha : Semua atribut yang diuji memiliki proporsi jawaban YA yang berbeda. 3. Jawaban “YA” dipresentasikan dengan skor 1 dan jawaban “TIDAK” dipresentasikan dengan skor 0. 4. Pendataan skor disajikan dalam bentuk tabel. 5. Menghitung nilah Qhitung dengan rumus Cochran :

39

Q = (k-1)[k ∑ik C2i – (∑ik C i)2] k ∑in R i – ∑in R i2 *Keterangan : k = Jumlah atribut Ci = Jumlah kolom jawaban “YA” Ri = Jumlah baris jawaban “YA” n = Jumlah responden 6. Penentuan Q tabel (Qtab) : Dengan α = 0,05, derajat kebebasan (dk) k-1, maka diperoleh Qtab (0,05;df) dari tabel Chi Square Distribution. 7. Keputusan : tolak H0 dan terima H1, jika Qhit ≥ Qtab ; terima H0 dan tolak H1, jika Qhit < Qtab. 8. Kesimpulan : 

Jika tolak H0 dan terima H1, berarti proporsi jawaban YA masih berbeda pada semua faktor.

Artinya, belum ada kesepakatan diantara para

responden tentang faktor yang dipertimbangkan. 

Jika terima H0 dan tolak H1, berarti proporsi jawaban YA pada semua faktor dianggap sama.

Dengan demikian, semua responden dianggap

sepakat mengenai semua faktor yang dipertimbangkan (Simamora, 2002).

3.4.2. Pengujian Model Sikap Multiatribut Pengujian model sikap menggunakan model Multiatribut Fishbein. Model ini didasarkan oleh komponen kepercayaan dan perasaan untuk mendiagnosis kekuatan dan kelemahan merk atau jenis produk tertentu secara relatif dibandingkan dengan merk atau jenis produk lain (Simamora, 2002).

40 Dalam penelitian ini digunakan metode mengukur sikap konsumen terhadap atribut prioritas dalam pertimbangan pemilihan calon induk. Langkahlangkah dalam penilaian analisis ini sebagai berikut : 1. Menentukan atribut valid yang telah diperoleh dalam analisis Cochran Q Test. 2. Mengukur dimensi kepercayaan (b1) dan evaluasi (e1) terhadap suatu produk. 3. Membuat skala interpretasi untuk mendeskripsikan angka yang diperoleh dari hasil penghitungan sikap positif atau tidak positif. Skala interpretasi dibuat dengan menggunakan rumus : Skala interval = m – n / b *Keterangan : a = Jumlah atribut m = Skor tertinggi yang mungkin terjadi n = Skor terendah yang mungkin terjadi b = Jumlah skala penilaian yang ingin dibentuk Jumlah skala atau kelas (b) yang dibentuk adalah 5, skor terendah (n) yang mungkin terjadi adalah 13, skor tertinggi (m) yang mungkin terjadi adalah 325. Dengan demikian diperoleh skala interval dengan memasukkan angka ke dalam rumus tersebut : Skala interval = 325 – 13 / 5 = 62,4 Berdasarkan rumus di atas, maka diperoleh interval sebesar 62,4 sehingga dapat disusun skala interpretasi sebagai berikut : Tabel 1. Nilai Skala Interpretasi No. 1 2 3 4 5

Skor 13,00 = A0 = 75,40 75,41 = A0 = 137,80 137,81 = A0 = 200,20 200,21 = A0 = 262,60 262,61 = A0 = 325,00

Interpretasi Sangat negatif Negatif Netral Positif Sangat positif

41 4. Menyajikan data dalam tabel kolom. 5. Menghitung skor kepercayaan dan evaluasi untuk setiap atribut pada setiap kuisioner yang telah diisi, dengan rumus : Attitude0 = ∑b1e1 *Keterangan : Attitude0 = Sikap terhadap objek, bisa produk, merek, perusahaan, layanan b1 = Tingkat kepercayaan bahwa objek sikap memiliki atribut tertentu (atribut ke – i) e1 = Dimensi evaluatif terhadap atribut ke–i yang dimiliki objek sikap 6. Mengklasifikasikan satu persatu hasil penghitungan pada setiap responden

dalam skala interpretasi yang telah dibuat (Simamora, 2002).