INTERNAL AUDITOR PROFESI YANG MEMBANGGAKAN
SRIHADI WINARNINGSIH KATA PENGANTAR 1
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan anugrah dariNya penulis dapat menyelesaikan buku referensi terkait bidang ilmu internal auditing ini. Sholawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah menunjukkan kepada kita semua jalan yang lurus berupa ajaran membaca atau “iqra” yang sempurna dan menjadi anugrah terbesar bagi seluruh alam semesta. Semoga kebiasaan membaca selalu menjadi fenomena di dalam kehidupan bermasyarakat. Buku Referensi Internal Auditing Profesi Yang Membanggakan ini berisi kumpulan riset dalam satu bidang ilmu Internal Auditing yang diharapkan dapat memberikan gambaran menyeluruh dan terintegrasi bagi para praktisi dan akademisi yang mempelajari Internal Auditing. Penulis sangat bersyukur karena pada akhirnya dengan berbagai kesibukan dan kurangnya waktu dapat menyelesaikan buku referensi ini, semoga buku referensi ini dapat berguna bagi semua pihak yang membutuhkan. Disamping itu, penulis
mengucapkan banyak terimakasih kepada semua pihak yang telah
membantu secara sukarela selama penulisan berlangsung hingga penerbitan. Demikian yang dapat penulis sampaikan, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca. Kami mengharapkan kritik dan saran terhadap buku referensi ini agar kedepannya dapat diperbaiki. Karena kami sadar, buku referensi ini masih banyak terdapat kekurangannya.
Bandung, 2018 Penulis
Daftar Isi 2
BAB 1
Perbedaan Internal dan Eksternal Auditor
BAB 2
Perkembangan Internal Auditing di Indonesia
4
BAB 3
Common Body of Knowledge Internal Auditing
11
BAB 4
Peran Internal Auditor dalam Implementasi Konsep Governance
25
BAB 5
Internal Auditor dan Value Added Organisasi
37
BAB 6
Dampak Konflik Peran Terhadap Kinerja Internal Auditor
49
BAB 7
Sertifikasi Profesi Internal Auditor
52
BAB 8
Standar Profesi Internal Auditor
61
3
Halaman
BAB I Perbedaan Internal dan Eksternal Auditor Diantara auditor internal dan auditor eksternal memiliki kesamaan, keduanya merupakan profesi yang mempunyai peranan penting dalam tata kelola organisasi atau perusahaan/lembaga serta memiliki kepentingan bersama dalam hal efektivitas pengendalian internal laporan keuangan. Profesi Keduanya memiliki pengetahuan yang luas tentang bisnis, keuangan, industri, dan risiko strategis yang dihadapi oleh organisasi yang mereka layani. Dari sisi profesionalitas, keduanya juga memiliki kode etik dan standar profesional yang ditetapkan oleh institusi profesional masing-masing yang harus dipatuhi, serta sikap mental objektif dan independensi dari kegiatan yang mereka audit. Perbedaan organisasional Auditor Internal merupakan bagian integral dari organisasi di mana klien utama mereka adalah manajemen dan dewan direksi dan dewan komisaris untuk entitas perusahan atau badan pengurus dan badan pengawas untuk entitas lembaga, termasuk komite-komite yang ada. Biasanya auditor internal merupakan karyawan organisasi yang berasngkutan. Meskipun dalam perkembangannya pada saat ini dimungkinkan untuk dilakukan outsourcing atau co-sourcing internal auditor, namun sekurang-kurangnya penanggung jawab aktivitas audit internal tetaplah bagian integral dari organisasi. Sebaliknya, auditor eksternal merupakan pihak ketiga alias bukan bagian dari organisasi. Mereka melakukan penugasan berdasarkan kontrak yang diatur dengan ketentuan perundang-udangan maupun standar profesional yang berlaku untuk auditor eksternal. Perbedaan Pemberlakuan Secara umum, fungsi audit internal tidak wajib bagi organisasi. Namun demikian untuk perusahaan yang bergerak di industri tertentu, seperti perbankan, dan juga perusahaan-perusahaan yang listing di Bursa Efek Indonesia diwajibkan untuk memiliki auditor internal. Perusahaan-perusahaan milik negara
4
(BUMN) juga diwajibkan untuk memiliki auditor internal. Begitu halnya dipemerintahan seperti BPK, BPKP, Bawasda dan Inspektorat. Pemberlakuan kewajiban untuk dilakukan audit eksternal lebih luas dibandingkan audit internal. Perusahaan, lembaga, badan-badan sosial, hingga partai politik dalam keadaan-keadaan tertentu diwajibkan oleh ketentuan perundang-undangan untuk dilakukan audit eksternal, Perbedaan Fokus dan Orientasi Auditor internal lebih berorientasi ke masa depan, yaitu kejaidan-kejadian yang diperkirakan akan terjadi, baik yang memiliki dampak positif (peluang) maupun dampak negatif (risiko), serta bagaimana organisasi bersiap terhadap segala kemungkinan pencapaian tujuannya. Sedangkan auditor eksternal terutama berfokus pada akurasi dan bisa dipahaminya kejadian-kejadian historis sebagaimana terefleksikan pada laporan keuangan organisasi. Perbedaan Kualifikasi Kualifikasi yang diperlukan untuk seorang auditor internal tidak harus seorang akuntan, namun juga teknisi, personil marketing, insinyur produksi, serta personil yang memiliki pengetahuan dan pengalaman lainnya tentang operasi organisasi sehingga memenuhi syarat untuk melakukan audit internal. Auditor Eksternal harus memiliki kualifikasi akuntan yang mampu memahami dan menilai risiko terjadinya errors dan irregularities, mendesain audit untuk memberikan keyakinan memadai dalam mendeteksi kesalahan material, serta melaporkan temuan tersebut. Pada kebanyakan negara, termasuk di Indonesia, auditor perusahaan publik harus menjadi anggota badan profesional akuntan yang diakui oleh ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Perbedaan mendasar Auditor internal melakukan review terhadap aktivitas organisasi secara berkelanjutan, sedangkan auditor eksternal biasanya melakukan secara periodik biasa satu tahun pajak. Lebih lanjut Audit Internal merupakan kegiatan assurance dan konsultasi yang independen dan obyektif, yang dirancang untuk memberikan nilai tambah dan meningkatkan 5
kegiatan operasi organisasi. Audit internal membantu organisasi untuk mencapai tujuannya melalui pendekatan yang sistematis dan teratur untuk mengevaluasi dan meningkatkan efektivitas pengelolaan resiko, pengendalian, dan proses governance Sesuai dengan definisi dari The Institute of Internal Auditor (IIA), sebagai suatu profesi ciri utama auditor internal adalah kesedian menerima tanggungjawab terhadap kepentingan pihak-pihak yang dilayani. Agar dapat mengemban tanggungjawab ini secaraefektif, auditor internal perlu memelihara standar perilaku yang tinggi. Auditor Internal harus menunjukkan kejujuran, objektivitas, dan kesungguhan dalam melaksanakan tugas dan memenuhi tanggungjawab profesinya. Auditor Internal harus menunjukkan loyalitas terhadap organisasinya atau terhadap pihak yang dilayani. Namun demikian, auditor internal tidak boleh secara sadar terlibat dalam kegiatan-kegiatan yang menyimpang atau melanggarhukum. Auditor Internal tidak boleh secara sadar terlibat dalam tindakan atau kegiatan yang dapat mendiskreditkan profesi audit internal atau mendiskreditkanorganisasinya. Auditor Internal harus menahandiri dari kegiatan-kegiatan yang dapat menimbulkan konflik dengan kepentingan organisasinya; atau kegiatan-kegiatan yang dapat menimbulkan prasangka, yang meragukan kemampuannnya untuk dapat melaksanakan tugas dan memenuhi tanggung jawabprofesinya secaraobjektif. Auditor Internal tidak boleh menerima sesuatu dalam bentuk apapun dari karyawan, klien, pelanggan, pemasok, ataupun mitrabisnis organisasinya, yang dapat, atau patut diduga dapat mempengaruhi pertimbangan profesionalnya. Auditor Internal hanya melakukan jasa-jasa yang dapat diselesaikan dengan menggunakan kompetensi professional yang dimilikinya. Auditor Internal harus mengusahakan berbagai upaya agar senantiasa memenuhi Standar Profesi Audit Internal, Auditor Internal harus bersikap hati- hati dan bijaksana dalam menggunakan informasi yang diperoleh dalam 6
pelaksanaantugasnya. Auditor Internal tidak boleh menggunakan informasirahasia; untuk mendapatkan keuntungan Pribadi, secara melanggar hukum, atau yang dapat menimbulkan kerugian terhdap organisasinya. Dalam melaporkan hasil pekerjaannya, auditor internal harus mengungkap akan semua fakta- fakta penting yang diketahuinya, yaitu fakta-fakta yang jika tidak diungkap dapat; mendistorsi laporan atas kegiatan yang direview, atau menutupi adanya praktik-praktik yang melanggar hukum. Auditor Internal harus senantiasa meningkatkan kompetensi serta efektifitas dan kualitas pelaksanaan tugasnya. Auditor internal wajib mengikuti pendidikan professional berkelanjutan. Disamping itu tugas pokok antara Auditor Internal dan Auditor Eksternal relatif sama yaitu temuan pemeriksaan/penyimpangan, kecurangan, kelemahan pengendalian Intern, saran Perbaikan/Rekomendasi kepada manajemen atau yang klien. Audit internal sebagai perantara untuk meningkatkan keefektifitasan dan keefesienan suatu organisasi dengan menyediakan wawasan dan rekomendasi berdasarkan analisis dan dugaan yang bersumber dari data dan proses usaha. para auditor internal dikenal sebagai karyawan yang dibentuk untuk melakukan audit internal. Pengertian audit intern menurut IAI (Ikatan Akuntan Indonesia) dalam SPAP (Standar Profesional Akuntan Publik) adalah : “Suatu aktivitas penilaian yang independen dalam suatu organisasi untuk menguji dan mengevaluasi aktivitas-aktivitas organisasi sebagai pemberi bantuan bagi manajemen”. (1998 ; 322). Definisi Audit Eksternal adalah review dari laporan keuangan atau laporan dari suatu entitas, biasanya pemerintah atau bisnis, oleh seseorang tidak berafiliasi dengan perusahaan atau lembaga. Audit eksternal memainkan peran utama dalam pengawasan keuangan perusahaan dan pemerintah karena mereka dilakukan oleh individu di luar
7
dan karena itu memberikan pendapat tidak memihak. Audit eksternal biasanya dilakukan secara berkala oleh bisnis, dan biasanya diperlukan tahunan oleh hukum bagi pemerintah. Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, kegiatan audit bertujuan untuk menilai layak dipercaya atau tidaknya laporan pertanggung jawaban manajemen. Penilaian yang baik adalah yang dilakukan secara obyektif oleh orang yang ahli (kompeten) dan cermat (due care) dalam melaksanakan tugasnya. Untuk menjamin obyektivitas penilaian, pelaku audit baik secara pribadi maupun institusi harus independen terhadap pihak yang diaudit (auditee), dan untuk menjamin kompetensinya, seorang auditor harus memiliki keahlian dibidang auditing dan mempunyai pengetahuan yang cukup mengenai bidangyang diauditnya. Sedangkan kecermatan dalam melaksanakan tugas ditunjukkan oleh perencanaan yang baik, pelaksanaan kegiatan sesuai standar dan kodeetik, supervisi yang diselenggarakan secara aktif terhadap tenaga yang digunakan dalam penugasan, dan sebagainya. Secara umum audit dapat diartikan sebagai aktivitas pengumpulan dan pengujian data, yang dilakukan oleh pihak yang kompeten dan independen, dalam rangka menentukan kesesuaian informasi yang diaudit dengan standar/kriteria yang telah ditetapkan, untuk disampaikan kepada para pihak yang berkepentingan. Kegiatan audit tersebut dapat dilakukan oleh auditor eksternaldan internal. Audit internal sektor publik adalah audit yang dilakukan auditor internal organisasi/lembaga yang bergerak di bidang penyediaan barang dan jasa publik. Sebenarnya peran auditor internal tidak hanya semata-mata sebagai auditor, untuk meningkatkan nilai tambah keberadaannya, auditor internal dapat pula berperan sebagai konsultan bagia uditinya. Namun peran tersebut tidak boleh mengurangi independensinya terhadap auditinya tersebut. Untuk mendapat hasil audit yang baik maka orang yang menjadi auditor internal harus memenuhi berbagai persyaratan, yaitu memiliki kompetensi(memiliki keahlian di bidang auditing dan mempunyai pengetahuan yang cukup mengenai bidang yang diauditnya), 8
independen terhadap auditi, baik dalam kenyataan (in fact) dan dalam penampilan (in appearance), serta cermat dalam melaksanakan tugasnya.
Hubungan antara Auditor Internal dan Auditor Eksternal Hubungan auditor eksternal dan auditor internal mengatur persyaratanpersyaratantertentu pada area mana dan sampai sejauh apa, auditor eksternal dapat menggunakanpekerjaan auditor internal dalam mencapai tujuan penugasannya. Auditor eksternal harus menentukan apakah pekerjaan auditor internal bisadigunakan, dengan mengevaluasi sejauh mana status organisasi,kebijakan maupun prosedur yang cukup guna mendukung obyektif auditor internal, tingkat kompetensi auditor internal, apakah fungsi audit internal menerapkan pendekatan yang sistematik dan teratur,termasuk menerapkan pengendalian kualitas. Apabila ketiga hal tersebut tidak dipenuhi, auditor eksternal tidak diperbolehkan menggunakan hasil dari pekerjaan audit internal. Sedangkan beberapa hal yang dapat menciptakan terjalinnya kerjasama dari kedua jenis auditor ini adalah tingkat pemahaman dari masing-masing auditor internal dan auditor eksternal itu sendiri. Kompetensi dari kedua jenis auditor, pemberian maksud tujuan audit dari auditor eksternal kepada auditor internal, serta pelaporan langsung kepada auditor internal dan obyektivitas dari internal auditor Apabila dari hasil evaluasi eksternal auditor dapat menggunakan pekerjaan auditor internal, maka mereka diharuskan menentukan bagian mana pekerjaan internal auditor yang bisa digunakan. Untuk itu, eksternal auditor juga harus mempertimbangkan relevansi audit internal, tujuan dan kompetensi auditor internal, pengujian efektivitas dari audit internal, strategi dan rencana audit, utamanya dalam mempertimbangkanpenggunaan judgement , menilai risiko salah saji merancang prosedur, serta bukti yang perlu dikumpulkan, agar pekerjaan auditorinternal dan 9
auditor eksternal dapat mendukung opini audit.Dalam hal auditor eksternal menggunakan pekerjaan auditor internal, maka langkahyang akan diambil adalah mendiskusikannya dengan auditor internal untuk koordinasi lebih lanjut. Membaca laporan internal audit yang berkaitan dengan pekerjaan audit yang akan digunakan untuk mendapatkan pemahaman sifat dan luasnya prosedur yang telahdilakukan, beserta temuan-temuan yang terkait. Auditor eksternal juga akan menilai apakah pekerjaan auditor internal telah direncanakan, diawasi, review, dan didokumentasikan dengan baik. Penilaian juga akan dilakukan untuk memastikan bahwa bukti yang memadai telah diperoleh untuk menjadi dasar bagi auditor eksternal menarik kesimpulan yang wajar, serta kesimpulankesimpulan yang dibuat sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada. Laporan Tahunan Periode Akuntansi. Biasanya bulan Desember atau akhir setiap tahun adalah musimnya audit mengaudit atau pemeriksaan terhadap suatu entitas, lembaga dan perusahaan dimana satu periode akuntansi atau satu tahun pajak setiap laporan keuangan harus diaudit untuk berbagai tujuan. Utamanya adalah untuk tujuan perpajakan. Dimana pada formulir (SPT tahunan) pajak tertera jelas apakah suatu laporan keuangan diaudit atau tidak, inilah yang mengharuskan setiap satu tahun pajak, laporan keuangan harus di audit, disamping untuk tujuan lainnya bagi manajemen dan pimpinan perusahaan, lembaga atau perbankan, atau bisa disebut laporan tahunan. Laporan tahunan disebut sebagai laporan keuangan eksternal disebabkan oleh secara umum, perusahaan atau lembaga menerbitkan laporan tahunan untuk memberikan informasi kepada pengguna luar (pihak ketiga). Oleh karena itu, tidak salah jika laporan keuangan disebut sebagai alat komunikasi. Laporan keuangan perusahaan atau lembaga yang diterbitkan utamanya dirancang untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan informasi dari pengguna-pengguna laporan tersebut dan untuk mematuhi permintaan akuntabilitas perusahaan (Gaffikin, Dagwell, Wines and Smith, 1998). Secara jelas, dengan laporan keuangan, perusahaan dapat berkomunikasi 10
dengan pihak-pihak luar tentang hal-hal yang berkaitan dengan operasi perusahaan. Akan tetapi, informasi yang diberikan oleh manajemen perusahaan harus dikomunikasikan dengan cara dimana para pemegang saham dan para pihak lain pahami. Tata dan jenis bahasa serta cara interpretasi dari laporan tahunan harus mengikuti standar kode akuntansi untuk menghindari kesalahpahaman dan salah interpretasi akan laporan tahunan tersebut. Sangat tidak mudah bagi pihak-pihak luar untuk mendapatkan informasi tentang perusahaan terutama laporan keuangan. Alasan yang mendasari hal tersebut adalah di picu oleh ketakutan dari perusahaan bahwa informasi akan laporan keuangannya untuk pihak luar akan membawa kepada competitive disadvantage. Maka dari itu, sangat penting untuk mempersiapkan laporan keuangan bagi pengguna-pengguna luar dengan hanya memperlihatkan informasi yang sepantasnya yang memenuhi kebutuhan-kebutuhan informasional dari para pengguna luar atau pihak ketiga. Laporan tahunan yang juga dikenal sebagai laporan keuangan eksternal perusahaan didesain untuk memuaskan permintaan informasi secara umum dari berbagai tipe kelompok. Tujuan dan maksud dari laporan keuangan eksternal adalah untuk menyediakan laporan kepada penyedia modal dalam rangka menfasilitasi evaluasi mereka terhadap fungsi stewardship dari manajemen (Whittred, Zimmer and Taylor, 1997). Lebih lanjut, tujuan dari laporan ini dapat disebut sebagai corporate accountability untuk disposisi invetasi dan aset yang ditanam ke perusahaan dan corporate communication kepada para pihak luar. Oleh karena itu, manajemen dari entitas pelaporan harus menampilkan laporan keuangan eksternal dengan maksud mendukung terlaksananya corporate accountability, seperti halnya Bank Aceh dan Bank Aceh Syariah yang sering memuat di sebuah harian lokal di Aceh tentang laporan tahunan publikasi. Dalam mendukung informasi yang relevan untuk kebutuhan para pengguna, laporan keuangan eskternal seharusnya menampilkan informasi yang relevan untuk penilaian kinerja, posisi keuangan, pembiayaan dan investasi, serta informasi tentang pemenuhan permintaan yang 11
ditentukan secara eksternal. Laporan eksternal mempunyai tujuan lain dalam menyediakan informasi yang berguna untuk para investor saat ini dan para potensial investor serta kreditor yang berhubungan dengan menilai jumlah, waktu dan ketidakpastian dari arus kas dan total aset dimasa mendatang.
BAB II Perkembangan Internal Auditing di Indonesia A. PENDAHULUAN Perkembangan profesi internal auditing, dewasa ini melaju sangat cepat seiiring dengan perkembangan jaman pada era globalisasi. Definisi / pengertian internal auditing juga mengalami perubahan dari waktu ke waktu. 1.
Pengertian Menurut Sawyer “ Internal auditing is an independent appraisal function establised within an organization to examine and evaluate its activities as a service to organization” (Internal audit adalah suatu fungsi penilaian independen yang dibentuk dalam suatu organisasi untuk mengkaji dan mengevaluasi aktivitas organisasi sebagai bentuk jasa yang diberikan bagi organisasi).
2.
Pengertian Menurut Institute of internal Auditor “ Internal auditing is an independent , objective assurance and consulting activity designed to add value and improve an organization’s operations. It helps an organization accomplish its objective by bringing a systematic, disciplined approach to evaluate and improve the effectiveness of risk management, control and governance process”. (Internal audit
adalah suatu aktivitas independen, yang memberikan
jaminan keyakinan serta konsultasi yang dirancang untuk memberikan suatu nilai tambah serta meningkatkan kegiatan operasi organisasi. Internal auditing membantu organisasi dalam usaha mencapai tujuannya dengan cara memberikan suatu pendekatan disiplin yang sistematis untuk mengevaluasi
dan
meningkatkan
keefektivan
manajemen
pengendalian dan proses pengaturan dan pengelolaan organisasi). 12
resiko,
B. PARADIGMA BARU INTERNAL AUDIT Bertolak dari definisi tersebut diatas, dalam perkembangannya penekanan dan mekanisme internal audit telah bergeser (berubah). Pada masa lalu fokus utama peran internal auditor adalah sebagai ‘watchdog’ dalam perusahaan, sedangkan pada masa kini dan mendatang proses internal auditing modern telah bergeser menjadi ‘konsultan intern’ (internal consultant) yang memberi masukan berupa pikiran-pikiran untuk perbaikan (improvement) atas sistem yang telah
13
ada serta berperan sebagai katalis (catalyst). Fungsi internal auditor sebagai ‘watchdog’ membuat perannya “kurang disukai” kehadirannya oleh unit organisasi lain. Hal ini mungkin merupakan konsekuensi logis dari profesi internal auditor yang tugasnya memang tidak dapat dilepaskan dari fungsi audit (pemeriksaan), bahwa antara pemeriksa (auditor) dan pihak yang diperiksa (auditee) berada pada posisi yang saling berhadapan. Fungsi konsultan bagi internal auditor merupakan peran yang relatif baru. Peran konsultan membawa internal auditor untuk selalu meningkatkan pengetahuan baik tentang profesi auditor maupun aspek bisnis, sehinga dapat membantu manajemen dalam memecahkan suatu masalah. Kemampuan untuk merekomendasikan pemecahan suatu masalah (problem solver) bagi internal auditor dapat diperoleh melalui pengalaman bertahun-tahun melakukan audit berbagai fungsi di perusahaan. Pada saat ini, konsultasi internal merupakan aktivitas yang sangat dibutuhkan oleh manajemen yang perlu dilakukan oleh internal auditor. Selain sebagai konsultan, internal auditor harus mampu berperan sebagai katalisator. Katalis adalah suatu zat yang berfungsi untuk mempercepat reaksi namun tidak ikut reaksi. Peran auditor internal sebagai katalisator yaitu memberikan jasa kepada manajemen melalui saran-saran yang bersifat konstruktif dan dapat diaplikasikan bagi kemajuan perusahaan namun tidak ikut dalam aktivitas operasional di perusahaan. Ruang lingkup (scope) kegiatan audit semakin luas, pada saat ini tidak sekedar audit keuangan (financial audit) dan audit ketaatan (compliance audit), tetapi perhatian lebih ditujukan pada semua aspek yang berpengaruh terhadap kinerja perusahaan dan pengendalian manajemen serta memperhatikan aspek resiko bisnis / manajemen. Perubahan orientasi audit dari teknik-teknik pengendalian intern ke arah pengendalian bisnis perusahaan yang didasarkan atas risiko bisnis (business risk) atau rmanajemen risiko (risk management) ini akan terus berjalan seiring dengan kebutuhan perusahaan yang semakin kompleks di masa mendatang. Oleh karena itu saat ini berkembang pendekatan teknik audit dalam internal auditing yang berbasiskan risiko (risk based internal auditing).
14
Perbedaan antara paradigma lama dan paradigma baru internal auditor sebagai berikut : TABEL 1 INTERNAL AUDITOR : PARADIGMA LAMA VS PARADIGMA BARU
NO.
1
URAIAN
Fungsi
PARADIGMA LAMA
‘Watchdog’ Mengungkap temuan Mengganggu obyek Reaktif
PARADIGMA BARU
‘Watchdog’, konsultan dan katalisator Memecahkan masalah Proaktif
2
Sifat Audit / Rekomendasi
Post audit Korektif
Post audit dan Pre audit Korektif, Preventif, Prediktif
3
Sikap
Kaku Pasif
Fleksibel dan konstruktif Aktif dan komunikatif
4
Pendekatan
Subyek - Obyek Menang - Kalah
Subyek - Subyek Menang - Menang
5
Type Staf
Setengah – setengah
Tuntas / Paripurna
6
Organisasi
Pelengkap / memenuhi persyaratan
Tools management Pusat keunggulan
7
Ukuran Sukses
Jumlah temuan
Jumlah bantuan / manfaat Pencapaian tingkat Good Corporate Governance (GCG)
C. STANDAR The Standards for The Professional Practice of Internal Auditing (SPPIA) tahun 2002 yang ditetapkan oleh The institute of Internal Auditors mulai berlaku efektif pada tanggal 1 Januari 2002 merupakan revisi dari Standar Profesi Auditor Internal tahun 1999.
15
TABEL 2 STANDARDS PROFESSIONAL PRACTICE OF INTERNAL AUDITING ATTRIBUTE STANDARDS 1000
Purpose, Authority & Responsibility
1100
Independence & Objectivity
1110 1120 1130
Organizational Independence Individual Objectivity Impairments to Independence or Objectivity
1200
Professional Proficiency & Due Professional Care
1210 1220 1230
Proficiency Due Professional Care Continuing Professional Development
1300
Quality Assurance & Improvement Program
2000
Managing the Internal Audit Activity
2010 2020 2030 2040 2050 2060
Planning Communication & Approval Resource Management Policies & Procedures Coordination Reporting to the Board & Senior Management
2100
Nature of Works
2110 2120 2130
Risk Management Controls Governance
2200
Engagament Planning
2201 2210 2220 2230 2240
Planning Consideration Engagament Objectives Engagament Scope Engagament Resources Allocation Engagament Work Program
2300
Performing the Engagament
2310 2320 2330 2340
Identifying Information Analysis & Evaluation Recording Information Engagement Supervision
2400
Communication Results
2410 2420 2430
Criteria for Communication Quality of Communication Engagement Disclosure of Noncompliance With the Standards Disseminating Results
1310 Quality Program Assesments 1320 Reporting on the Quality Program 1330 Use of “Conducted in Accordance with the Standards” 1340 Disclosure of Non compliance PERFORMANCE STANDARDS
2440 2500
Monitoring Progress
2600
Management’s Acceptance of Risks
16
Tujuan dari standar SPPIA adalah :
Menggambarkan dengan jelas bahwa prinsip dasar dari pelaksanaan internal audit diterapkan.
Menyiapkan kerangka pelaksanaan dan promosi aktivitas internal audit yang lebih luas dengan nilai tambah.
Menetapkan basis pengukuran pada pelaksanaan internal audit.
Membantu perkembangan organisasi dalam proses dan operasinya.
Auditor internal merupakan suatu profesi yang memiliki peranan tertentu yang menjunjung tinggi standar terhadap mutu pekerjaannya. Kepatuhan terhadap SPPIA adalah sangat penting supaya terdapat kesamaan dalam wewenang, fungsi dan tanggungjawab para internal auditor. Konsorsium Orgainsasi Profesi Audit Internal pada tanggal 12 mei 2004 telah menetapkan Standar Profesi Audit Internal dan wajib diterapkan semua anggota organisasi profesi yang tergabung dalam konsorsium dan mulai berlaku tanggal 1 Januari 2005. Konsorsium merekomendasikan anggota IIA Indonesia Chapter, FK SPI BUMN/BUMD, YPIA, Dewan Sertifikasi QIA dan PAII agar segera memasukkan (mengadopsi) jiwa yang terdapat dalam butirbutir standar ini kedalam Audit Charter, pedoman, kebijakan serta prosedur audit internal yang ada pada organisasi masing-masing. D. KODE ETIK Selain standar, profesi internal auditing juga memiliki kode etik profesi yang harus ditaati dan dijalankan oleh segenap auditor. Kode etik memuat standar perilaku sebagai pedoman bagi seluruh auditor internal. Standar perilaku tersebut membentuk prinsip-prinsip dasar dalam menjalankan praktik auditor internal. Konsorsium Organisasi Profesi Auditor Internal (2004) telah menetapkan kode etik bagi para auditor internal yang terdiri dari 10 hal sebagai berikut : 1.
Auditor internal harus menunjukkan kejujuran, obyektivitas dan kesanggupan dalam melaksanakan tugas dan memenuhi tanggungjawab profesinya.
17
2.
Auditor internal harus menunjukkan loyalitas terhadap organisasinya atau terhadap pihak yang dilayani. Namun demikian, auditor internal tidak boleh secara sadar terlibat dalam kegiatan-kegiatan yang menyimpang atau melanggar hukum.
3.
Auditor internal tidak boleh secara sadar terlibat dalam tindakan atau kegiatan yang dapat mendiskreditkan profesi audit internal atau mendiskreditkan organisasinya.
4.
Auditor internal harus menahan diri dari kegiatan-kegiatan yang dapat menibulkan koflik dengan kepentingan organisasinya atau kegiatankegiatan
yang
dapat
menimbulkan
prasangka,
yang
meragukan
kemampuannya untuk dapat melaksanakan tugas dan memenuhi tanggungjawab profesinya secara obyektif. 5.
Auditor internal tidak boleh menerima sesuatu dalam bentuk apapun dari karyawan, klien, pelanggan, pemasok ataupun mitra bisnis organisasinya, yang dapat atau patut diduga dapat mempengaruhi pertibangan profesionalnya.
6.
Auditor internal hanya melakukan jasa-jasa yang dapat diselesikan dengan menggunakan kompetensi professional yang dimilikinya.
7.
Auditor internal harus mengusahakan berbagai upaya agar senantiasa memenuhi Standar Profesi Audit Internal.
8.
Auditor
internal
harus
bersikap
hati-hati
dan
bijaksana
dalam
menggunakan informasi yang diperoleh dalam pelaksanaan tugasnya. Auditor internal tidak boleh menggunakan informasi rahasia (i) untuk mendapatkan keuntungan pribadi, (ii) secara melanggar hokum, (iii) yang dapat menimbulkan kerugian terhadap organisasinya. 9.
Dalam
melaporkan
hasil
pekerjaannya,
auditor
internal
harus
mengungkapkan semua fakta-fakta penting yang diketahuinya, yaitu faktafakta yang jika tidak diungkap dapat (i) mendistorsi laporan atas kegiatan yang direview, atau (ii) menutupi adanya praktik-praktik yang melanggar hukum.
18
10.
Auditor internal harus senantiasa meningkatkan kompetensi serta efektivitas dan kualitas pelaksanaan tugasnya. Auditor internal wajib mengikuti pendidikan profesional berkelanjutan.
E. RUANG LINGKUP AUDIT. Ruang lingkup atau cakupan (scope) pekerjaan internal audit adalah seluas fungsi manajemen, sehingga cakupannya meliputi bidang finansial dan non finansial. 1.
Audit Finansial Audit finansial merupakan jenis audit yang lebih berorientasi (focus) pada masalah keuangan. Sasaran audit keuangan adalah kewajaran atas laporan keuangan yang telah disajikan manajemen. Pada saat ini orientasi internal auditor tidak pada masalah audit keuangan saja, namun titik berat lebih difokuskan pada audit operasional di perusahaan. Hal tersebut disebabkan audit atas laporan keuangan perusahaan telah dilakukan oleh eksternal auditor pada waktu audit umum (general audit) tahunan. General audit dapat dilakukan oleh Kantor Akuntan Publik (KAP) atau Badan pengawasan keuangan dan Pembangunan (BPKP) serta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). 2. Audit Operasional Istilah lain dari Audit Operasional adalah audit manajemen (management audit) atau audit kinerja (performance auditing). Sasaran dari audit operasional adalah penilaian masalah efisiensi, efektivitas dan ekonomis (3E). Pada saat ini dan kemudian hari, audit operasional (audit manajemen) semakin penting perannya bagi organisasi usaha. Bagi perusahaan, yang penting dari hasil audit bukan semata-mata masalah kebenaran formal, tetapi manfaatnya untuk meningkatkan kinerja organisasi. Selain internal auditor, audit operasional juga dapat dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Badan pengawasan keuangan dan Pembangunan (BPKP).
19
3. Compliance Audit Audit ketaatan / kepatuhan (compliance audit) adalah suatu audit yang bertujuan untuk menguji apakah pelaksanaan / kegiatan telah sesuai dengan ketentuan / peraturan yang berlaku. Paraturan / ketentuan yang dijadikan kriteria dalam compliance audit antara lain :
Peraturan / Undang-undang yang ditetapkan oleh Instansi Pemerintah atau Badan / Lembaga lain yang terkait.
Kebijakan / Sistem & Prosedur yang ditetapkan oleh manajemen perusahaan (Direksi).
Selain internal auditor, compliance audit juga dapat dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Badan pengawasan keuangan dan Pembangunan (BPKP). Bagi perusahaan yang telah mendapatkan ISO 19000 dan sejenisnya, compliance audit perlu dilakukan oleh auditor ISO dalam rangka mempertahankan sertifikat ISO yang telah diraih perusahaan tersebut. 4. Fraud Audit Audit kecurangan (Fraud audit) adalah audit yang ditujukan untuk mengungkap adanya kasus yang berindikasi Korupsi, Kolusi dan Nepotisme
(KKN)
yang
merugikan
perusahaan
/
negara
dan
menguntungkan pribadi maupun kelompok (organisasi) atau pihak ketiga. Istilah lain dari fraud audit adalah audit khusus atau audit investigasi (investigative audit). Dalam fraud audit, internal auditor perlu membuat bagan arus (flow chart) serta modus operandi berupa uraian tentang caracara melakukan tindak kejahatan (tindak pidana korupsi). Perkembangan Fraud audit pada saat ini cukup pesat, misalnya untuk mengungkap adanya fraud dibidang keuangan diperlukan ilmu mengenai akuntansi forensik (forensic accounting) dalam kejahatan keuangan di perusahaan, seperti halnya dalam ilmu kedokteran terdapat bedah forensik untuk mengungkap penyebab terjadinya kematian seseorang. Saat ini telah berkembang juga forensic audit, hal ini terkait dengan upaya pemenuhan bukti audit yang akan dipakai untuk kepentingan sidang di Pengadilan sehingga bukti audit tersebut dapat berkekuatan hukum.
20
F. INTERNAL AUDIT VS EKSTERNAL AUDIT Secara jujur harus diakui bahwa profesi auditor internal jauh tertinggal apabila dibandingkan dengan profesi eksternal auditor, seperti akuntan publik ataupun auditor pemerintah. 1. Jenis-jenis Auditor Eksternal a.
Akuntan Publik Akuntan publik telah memiliki organisasi profesi yang dikenal sebagai IAI (Ikatan Akuntan Indonesia) sejak tahun 1957. Akuntan Publik dalam melaksanakan tugas profesinya berdasarkan Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) serta Standar Akuntansi keuangan (SAK) yang ditetapkan oleh IAI. Akuntan Publik biasanya berpraktek melalui Kantor Akuntan Publik (KAP) yang secara organisatoris berada dibawah koordinasi Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) Kompartemen Akuntan Publik serta pengawasan dari Direktorat Akuntan & Jasa Penilai Departemen Keuangan. b. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) BPK merupakan eksternal auditor bagi Pemerintah yang dibentuk berdasarkan UUD 45. Berdasarkan perubahan ketiga UUD 1945 pasal 23E pada Sidang Umum MPR tahun 2002, dinyatakan : 1). Untuk memeriksa pengelolaan dan tanggungjawab tentang keuangan negara diadakan suatu BPK yang bebas dan mandiri. 2). Hasil pemeriksaan keuangan negara diserahkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan
Rakyat
Daerah
(DPRD),
sesuai
dengan
oleh
lembaga
kewenangannya. 3). Hasil
pemeriksaan
tersebut
ditindaklanjuti
perwakilan dan / atau badan sesuai dengan undang-undang. c. Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) BPKP yang dibentuk dengan Keputusan Presiden No. 31 tahun 1983, merupakan internal auditor bagi Pemerintah serta eksternal auditor bagi BUMN/BUMD dan Instansi Pemerintah. Kepres tersebut telah
21
diperbaharui dengan keluarnya Kepres No. 103 tahun 2001. Berdasarkan ketentuan tersebut tugas BPKP adalah melaksanakan tugas pemerintahan dibidang pengawasan keuangan dan pembangunan sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Fungsi BPKP antara lain : 1). Pengkajian
dan penyusunan kebijakan nasional di bidang
pengawasan keuangan dan pembangunan. 2). Perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pengawasan keuangan dan pembangunan. 3). Koordinasi kegiatan fungsional dalam pelaksanaan tugas BPKP. 4). Pemantauan, pemberian bimbingan dan pembinaan terhadap kegiatan pengawasan keuangan dan pembangunan. 5). Penyelenggaraan, pembinaan dan pelayanan administrasi umum di bidang perencanaan umum, ketatausahaan, organisasi dan tatalaksana, kepegawaian, keuangan, kearsipan, persediaan, perlengkapan dan rumah tangga. d. Perbedaan Terdapat beberapa perbedaan pokok antara audit internal dan audit eksternal. Apabila diperbandingkan antara profesi audit internal dengan audit eksternal dari berbagai aspek pelayanan menurut Barlow (1995) akan nampak sebagai berikut : TABEL 3 PERBEDAAN ANTARA INTERNAL AUDIT DAN EKSTERNAL AUDIT
NO. 1
ASPEK Konsumen
2
Fokus
3
Orientasi
4 5 6 7
Pengendalian Kecurangan Kebebasan Kegiatan
INTERNAL AUDIT EKSTERNAL AUDIT Manajer (manager) / Pemegang saham Komite Audit (Audit committee) (Stock holder) Risiko usaha (Business Risk) Risiko laporan keuangan (Financial statement risk) Saat ini dan yang akan datang Yang lalu sampai saat ini (current & future oriented) (Historical to current) Langsung (Direct) Tidak langsung (Indirect) Langsung (Direct) Tidak langsung (Indirect) Obyektivitas (Objectivity) Berdasarkan status Proses yang sedang berjalan Tiap periode akuntansi (On going process) (Accounting period)
22
G. SERTIFIKASI INTERNAL AUDITOR 1.
Tingkat Nasional Sertifikasi internal auditor tingkat nasional dilakukan oleh Dewan Standar Qualified Internal Auditor yang berhak mengeluarkan gelar QIA bagi auditor yang telah memiliki persyaratan tertentu. Gelar QIA dapat diperoleh oleh seorang auditor setelah menjalani serangkaian pelatihan / ujian sertifikasi yang dilaksanakan oleh Institut Pendidikan Audit Manajemen / Yayasan Pendidikan Internal Audit (YPIA) yang terdiri dari 3 (tiga) jenjang, sebagai berikut : Pelatihan Audit Intern Tingkat Dasar I & II Pelatihan Audit Intern Tingkat Lanjutan I & II Pelatihan Audit Intern Tingkat Manajerial. Setiap jenjang pendidikan akan dilakukan ujian-ujian dan bagi peserta yang lulus dijenjang pelatihan tersebut akan memperoleh sertifikat. Khusus pada Tingkat Manajerial selain auditor harus menempuh ujian komprehensif serta wajib membuat paper (makalah) yang dipresentasikan dihadapan Dewan Penguji dari dewan sertifikasi QIA. Apabila peserta telah berhasil lulus untuk ketiga jenjang yang disyaratkan tersebut, maka yangbersangkutan berhak memperoleh gelar QIA (Qualified Internal Auditor). Apabila setelah 3 tahun sejak internal auditor tersebut memperoleh gelar QIA, namun belum memenuhi perolehan / kewajiban PPL minimal 180 jam, maka gelar QIA tersebut dapat dicabut kembali oleh Dewan Sertifikasi QIA. Ketentuan tentang Pendidikan Profesional Berkelanjutan (PPL) diatur oleh Dewan sertifikasi QIA sebagai berikut :
Kredit PPL untuk memenuhi kewajiban tersebut dapat diperoleh nelalui 3 (tiga) jalur kegiatan sebagai berikut : a. Pendidikan / pengajaran : kuliah pada lembaga pendidikan tinggi, peserta seminar / konferensi / pelatihan / workshop, moderator /
23
pembicara, pengajar pelatihan bidang auditing, kegiatan pembinaan dan pengembangan auditor di kantor sendiri (inhouse). b. Publikasi : penulisan artikel, makalah / diktat (modul) / buku , penterjemahan buku, editor / penyunting penulisan buku. c. Praktisi : praktek sebagai auditor dalam 1 (satu) tahun penuh sesuai jam penugasan (maksimum kredit 30 jam per tahun).
Kredit PPL tersebut dapat diperoleh melalui keanggotaan dan partisipasi pada organisasi profesi, partisipasi dalam riset serta kegiatan-kegiatan yang diadakan oleh YPIA, Perguruan Tinggi ataupun lembaga-lembaga lain yang diakui mutunya oleh Dewan sertifikasi QIA.
Kredit PPL diberikan pada kegiatan yang berkaitan dengan bidang audit, manajemen, bisnis, keuangan dan sejenisnya.
Setiap pemegang QIA diwajibkan melaporkan pengumpulan kredit PPL-nya kepada Dewan Sertifikasi QIA pada setiap akhir tahun.
Dewan Sertifikasi QIA secara periodik mengadakan rapat untuk menilai kredit PPL yang diperoleh masing-masing QIA.
2.
Tingkat internasional Sertifikat yang dapat diperoleh oleh para internal auditor pada tingkat internasional antara lain sebagai berikut : a. Certified Internal Auditor (CIA) CIA merupakan gelar profesi internal auditor yang dikeluarkan oleh Institute of Internal Auditors. Seorang internal auditor yang telah lulus ujian sertifikasi CIA berhak memperoleh gelar CIA. b. Certified Information System Auditor (CISA) Gelar tersebut diberikan kepada auditor yang mengkhususkan pada bidang audit Sistem Informasi / EDP audit yang telah lulus dalam ujian sertifikasi. c. Certified Fraud Examiner (CFE) Gelar CFE diberikan kepada auditor yang telah lulus sertifikasi dibidang fraud audit dan telah lulus ujian sertifikasi.
24
d. Certified Bank Auditor (CBA) Gelar CBA diberikan kepada auditor yang mengkhususkan di bidang audit perbankan dan telah lulus ujian sertifikasi. H. ORGANISASI PROFESI. 1.
Tingkat Nasional a. Forum Komunikasi SPI Organisasi profesi auditor internal dilingkungan BUMN / BUMD ini baru muncul pada tahun 1985 dengan dibentuknya FKSPI (Forum Komunikasi Satuan Pengawasan Intern) BUMN / BUMD . Angota dari FKSPI BUMN/BUMD adalah para internal auditor yang bekerja di Satuan Pengawasan Intern (SPI) BUMN maupun BUMD. Saat ini organisasi tersebut berubah menjadi Forum Komunikasi Satuan pengawasan Intern (FK SPI) karena anggotanya bukan hanya internal auditor yang bekerja di BUMN/BUMD, namun termasuk internal auditor yang bekerja di perusahaan swasta dan perusahaan multi nasional / perusahaan asing. b. Perhimpunan Auditor Internal Indonesia (PAII) PAII (Perhimpunan Internal Auditor Indonesia) baru dibentuk pada tahun
1999.
Pembentukan
wadah
ini
untuk
menampung
/
mengorganisasikan para pemegang gelar QIA yang berasal dari berbagai perusahaan. 2. Tingkat internasional Organisasi profesi internal auditor tingkat internasional adalah Institute of Internal Auditors (IIA). Anggota IIA tersebar di beberapa negara dan masing-masing negara dibentuk IIA Chapter. Indonesia juga memiliki IIA Chapter yaitu IIA Indonesian Chapter. IIA secara periodik mengadakan pertemuan / kongres / konferensi tingkat dunia yang tempatnya di suatu negara secara bergantian. Pada waktu kongres / konferensi tersebut dapat berkumpul lebih dari 1000 anggota IIA di seluruh dunia dan biasanya sekaligus diadakan seminar ilmiah yang membahas tentang perkembangan profesi internal audit serta current issues seputar internal audit.
25
I. PERAN INTERNAL AUDITOR DI ERA GLOBAL Globalisasi yang membawa liberalisasi pada segala bidang, termasuk liberalisasi ekonomi mendorong profesi internal audit untuk lebih responsif terhadap kebutuhan manajemen dalam rangka meningkatkan keunggulan kompetitif di pasar bisnis. Di era globalisasi, auditor internal akan menghadapi tantangan yang lebih berat terutama adanya perkembangan yang pesat dalam bidang teknologi informasi serta lingkungan yang turbulensi. Menurut Hery (2004), berbagai penilaian dan persepsi negatif sering ditujukan terhadap fungsi internal audit. Auditee sering kali merasa bahwa keberadaan Divisi Internal Audit hanya akan mendatangkan cost yang lebih besar dibandingkan benefit yang akan diterima. Auditor internal dianggap masih jauh peranannya untuk dapat menjadi seorang konsultan internal (yang merupakan ekspresi tertinggi dalam peran pengawas internal). Seringkali usulan perubahan atau rekomendasi dari audit internal masih dianggap menyulitkan dan merugikan
bagi auditee,
bahkan terkesan formalitas
dan cenderung
mengabaikan tingkat kesulitan atau kendala yang akan dihadapi auditee nantinya atas pelaksanaan saran dari bagian audit internal tersebut. Terdapat 2 (dua) hal yang dapat dilakukan oleh Internal Auditor agar dapat berperan dalam peningkatan kinerja perusahaan, yaitu : 1.
Value Added Internal Auditing Pada awal abad 21, perkembangan profesi internal auditing sangat pesat. Hal ini ditunjukkan dengan adanya peran internal auditor dalam assurance & consulting activity. Salah satu hal yang cukup penting yang terkait dengan peran tersebut adalah adanya control self assesment (CSA). Selain itu saat ini internal auditor telah melakukan pendekatan audit secara sistematis & multi disiplin (systematic & multydiciplined approach) serta melakukan evaluasi & menilai efektivitas risk management , control & governance processes. Adanya peran tersebut diatas, maka keberadaan internal auditor dapat memberikan nilai tambah (value added) bagi organisasi (perusahaan). Value added auditing adalah suatu audit dalam rangka meningkatkan profitabilitas serta kepuasan pelanggan (customer satisfaction).
26
Internal
auditor
perlu
membangun
&
menjaga hubungan
baik
(relationship) dengan pihak auditee melalui monitoring tindak lanjut serta menerima umpan balik (feedback) yang dilakukan oleh auditee. Ruang lingkup dari value added internal auditing meliputi : 1. Audit sistem informasi (Information System Audit). 2. Audit kepatuhan (Compliance audit). 3. Audit laporan keuangan & pengendalian (Financial reporting & control audit). 4. Audit program & kinerja (Program & performance audit). Agar internal auditor dapat berfungsi sebagai auditor yang bernilai tambah, maka para internal auditor hendaknya dapat melakukan assesment atas : 1.
Operational & quality efectiveness.
2.
Business risk.
3.
Business & process control.
4.
Process & business efficiencies.
5.
Cost reduction opportunities.
6.
Waste elimination opportunities.
7.
Corporate governance efectiveness.
Tujuan dari value added audit adalah agar internal auditor dapat : a.
Memberikan analisis operasional secara obyektif & independen.
b.
Menguji berbagai fungsi, proses dan aktivitas suatu organisasi serta external value chain.
c.
Membantu organisasi dalam merancang strategi bisnis yang obyektif.
d.
Melakukan
assesment
secara
sistematis
dengan
pendekatan
multidisiplin. e.
Melakukan evaluasi & menilai efektivitas risk management , control & governance processes.
2.
Risk Based Internal Auditing Pola audit yang didasarkan atas pendekatan risiko (risk based audit approach) yang dilakukan oleh internal auditor lebih difokuskan terhadap masalah parameter risk assesment yang diformulasikan pada risk based
27
audit plan.Berdasarkan risk assesment tersebut dapat diketahui risk matrix, sehingga dapat membantu internal auditor untuk menyusun risk audit matrix. Manfaat yang akan diperoleh internal auditor apabila menggunakan risk based audit approach, antara lain internal auditor akan lebih efisien & efektif dalam melakukan audit, sehingga dapat meningkatkan kinerja Departemen / Bagian Internal Audit. Terdapat tiga aspek dalam Risk Based Auditing, yaitu penggunaan faktor risiko (risk factor) dalam audit planning, identifikasi independent risk & assesment dan partisipasi dalm inisiatif risk management & processes. Cakupan dari risk based internal audit termasuk dilakukannya identifikasi atas inherent business risks dan control risk yang potensial. Departemen Internal Audit dapat melakukan review secara periodik tiap tahun atas risk based internal audit dikaitkan dengan audit plan. Manajemen puncak (Board of Director) dan Komite Audit dapat melakukan assessment atas kinerja (performance) dari risk based internal audit untuk mengetahui realibilitas, keakuratan dan obyektivitasnya. Profil risiko (Risk profile) atas risk based internal audit didokumentasikan dalam audit plan yang dibuat oleh Departemen Internal Audit. Risk profile tersebut dapat digunakan untuk melakukan evaluasi apakah metodologi risk assesment telah rasional. Manfaat diterapkannya pendekatan risk based internal audit antara lain dapat meningkatkan efisiensi dan efektivitas internal auditor dalam melakukan audit, sehingga secara tidak langsung dapat meningkatkan kinerja Departemen Internal audit. Penjelasan lebih lanjut tentang Risk Based Internal Auditing, dapat dibaca artikel penulis pada Media Akuntansi, Edisi April 2003. J. INTERNAL AUDIT DI PERGURUAN TINGGI Mulai era tahun 1990-an di beberapa Perguruan Tinggi Negeri di Indonesia sudah mulai dimasukkan mata kuliah internal auditing pada kurikulum pendidikan S1 Akuntansi, misalnya Universitas Pajajaran Bandung, Universitas Indonesia Jakarta. Selain itu di beberapa perguruan tinggi lain, misalnya UGM Yogyakarta, Universitas Airlangga Surabaya juga sudah memasukkan mata kuliah internal auditing, meskipun masih berupa mata kuliah pilihan.
28
Baru pada awal abad 21 sebagian besar perguruan tinggi baik negeri maupun swasta telah memasukkan pemeriksaan intern (internal auditing) sebagai mata kuliah wajib pada program studi S1 Jurusan Akuntansi. Pengajaran materi tentang internal auditing menjadi penting, karena pengetahuan mengenai ilmu internal auditing perlu diketahui oleh para mahasiswa secara dini, sehingga pada saat lulus dan bekerja di perusahaan sudah memahami profesi internal audit). Pada saat ini hampir seluruh perusahaan baik swasta, asing maupun BUMN/BUMD memerlukan tenaga internal auditor dalam rangka membantu kerja Top Management dalam bidang pengendalian / pengawasan perusahaan, sehingga kebutuhan tenaga auditor dapat dipastikan cukup besar. Selain itu instansi Pemerintah juga memerlukan tenaga internal auditor, misalnya di Badan pengawasan Keuangan dan pembangunan (BPKP), Inspektorat Jenderal Departemen atau Unit Pengawasan Lembaga / Badan Pemerintah serta Badan Pengawasan Daerah (Bawasda). Oleh karena itu diharapkan perguruan tinggi dapat mempersiapkan lulusannya siap pakai atau terdapat link & match antara dunia usaha / Pemerintahan dengan kalangan perguruan tinggi. K. KESIMPULAN & SARAN 1.
Kesimpulan Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa profesi internal audit abad 21 di Indonesia sudah cukup pesat, antara lain ditunjukkan dengan : 1. Terbentuknya beberapa organisasi profesi yang menghimpun para internal auditor, yaitu Forum Komunikasi Satuan Pengawasan Intern (FKSPI), Perhimpunan Auditor Internal Indonesia (PAII) serta Institute of Internal Auditors (IIA) Indonesian Chapter. 2. Para internal auditor pada saat ini sedang berupaya untuk menuju paradigma baru serta bernilai tambah (value added) bagi peningkatan kinerja perusahaan. 3. Respon dari kalangan perguruan tinggi terhadap perkembangan internal audit juga cukup baik, internal auditing saat ini sudah menjadi mata kuliah wajib pada kurikulum Program S1 Akuntansi.
29
2.
Saran 1. Organisasi profesi internal auditor (FK SPI, PAII dan IIA Indonesia Chapter) agar secara rutin melakukan kegiatan Lokakarya / Seminar untuk selalu meningkatkan profesionalisme para anggotanya. 2. Mengingat abad 21 merupakan era globalisasi , maka diharapkan para internal
auditor
agar
selalu
meningkatkan
pengetahuan
dan
profesionalisme melalui pendidikan profesi berkelanjutan (PPL). 3. Kalangan Perguruan Tinggi agar selalu melakukan updating atas Satuan Acara Perkuliahan (SAP) mata kuliah Internal Auditing disesuaikan
dengan
perkembangan
pemerintahan.
30
praktik
di
perusahaan
/
BAB III Common Body of Knowledge Internal Auditing Common Body of Knowledge (CBOK) 2006 merupakan studi yang terbesar dan terlengkap terhadap profesi internal audit. CBOK ini dibuat oleh IIA research foundation (IIARF) sebagai database komprehensif mengenai profesi internal audit secara global. Tujuan dibuatnya IIA CBOK ini adalah: 1. Mengedukasi internal auditor mengenai peran dan tanggung jawab profesinya 2. Menjadi standar untuk mengukur kinerja internal audit 3. Mengembangkan profesi internal auditing Beberapa fakta tentang IIA CBOK: 1. Dilakukan dengan metode survei oleh 15 peneliti dari Amerika Utara, Eropa, Afrika dan Australia 2. Responden survei sebanyak 9,366 internal auditor dari 91 negara dan 89 perwakilan IIA (IIA Chapters) di seluruh dunia 3. Responden survei terdiri dari para CAE (Chief Audit Executives), praktisi internal audit dengan beragam level pengalaman, dan para IIA Chapters leaders 4. Diterjemahkan secara resmi ke dalam 17 bahasa, termasuk Indonesia! Menurut IIA, terbitnya CBOK ini memiliki pengaruh yang signifikan terhadap profesi internal audit. Misalnya, menjadi dasar untuk melakukan revisi atas The International Standards for the Professional Practice of Internal Auditing, sebagai bahan ujian CIA, menjadi materi edukasi untuk internal auditor, dasar proses Internal Audit Quality Assessment, bahan materi publikasi IIA dan IIARF, penyusunan rencana strategis IIA, dll. Apa aja yang ada dalam IIA CBOK? 1. Gambaran global mengenai profesi internal audit 2. Kepatuhan internal auditor terhadap The International Standards for the Professional Practice of Internal Auditing
31
3. Status internal audit saat ini dalam organisasi 4. Jenis audit yang dilakukan 5. Tools dan teknik yang digunakan internal auditor 6. Internal audit staffing dan pengembangan profesional 7. Keahlian dan kecakapan internal auditor 8. Peran internal auditor yang semakin berkembang di masa mendatang Beberapa hasil survey IIA CBOK: 1. Sebanyak 82 persen internal auditor mengikuti standar internal audit 2. 80 persen internal auditor akan lebih banyak bekerja di area manajemen resiko 3. 63 persen internal auditor akan lebih banyak bekerja di area governance
BAB V Internal Auditor dan Value Added Organisasi
Organisasi beroperasi dalam konteks lingkungan yang saling terkait. Kelangsungan hidup dan kinerja organisasi seringkali sangat bergantung pada hubungan antara organisasi dan lingkungan. Perguruan tinggi swasta sebagai salah satu organisasi yang memberikan jasa pendidikan, menghadapi tantangan atas perubahan lingkungan umum dan lingkungan industri yang merupakan bagian dari lingkungan eksternal organisasi. Lingkungan internal organisasi merupakan sumber daya
organisasi
yang akan
menentukan kekuatan dan kelemahan organisasi. Untuk dapat mempertahankan keunggulan bersaing, organisasi harus mampu mengoptimalkan penggunaan sumber daya, baik sumber daya manusia, sumber daya organisasi, maupun sumber daya phisik. Audit internal, sebagai suatu fungsi yang independen diharapkan
dapat
secara optimal menjalankan perannya
sebagai watchdog, consultant, dan catalyst dalam organisasi. Institusi pendidikan tinggi swasta, tidak ubahnya dengan organisasi bisnis yang selalu dihadapkan
32
pada persaingan dan tekanan dari berbagai pelaku pasar. Tekanan utama akan datang dari para pesaing dalam industri pendidikan. Persaingan tidak hanya datang dari sesama perguruan tinggi swasta di dalam negeri, namun juga dari perguruan tinggi negeri, sebagai implikasi penerapan status Badan Hukum Milik Negara (BHMN), perguruan tinggi swasta yang berafiliasi dengan perguruan tinggi dari luar negeri, dan perguruan tinggi dari luar negeri sendiri. Sejalan dengan perubahan dan perkembangannya, masyarakat sebagai konsumen dari perguruan tinggi, semakin memahami haknya, sehingga memiliki harapan dan tuntutan terhadap perguruan tinggi untuk dapat memberikan
jasa
BAB VI Dampak Konflik Peran Terhadap Kinerja Internal Auditor
Tema tentang independensi dalam profesi auditor memiliki pemahaman yang sangat penting dan mendalam demi tercapainya tujuan organisasi. Sorotan masyarakat terhadap profesi auditor sangatlah besar sebagai dampak beberapa skandal perusahaan besar dunia seperti Enron dan WorldCom (Verrechia, 2003). Sorotan tajam diarahkan pada perilaku auditor dalam berhadapan dengan klien yang dipersepsikan gagal dalam menjalankan perannya sebagai auditor independen. Independensi adalah cara pandang yang tidak memihak di dalam pelaksanaan pengujian, evaluasi hasil pemeriksaan, dan penyusunan laporan audit perusahaan (Arens et al., 1996). Dalam buku Standar Profesional Akuntan Publik (2001) seksi 220 PSA No 04 Alinea 02 disebutkan bahwa auditor harus bersikap independen, artinya tidak mudah dipengaruhi, karena ia melaksanakan pekerjaannya untuk kepentingan umum (dibedakan dalam hal berpraktik sebagai auditor intern). Dengan demikian, ia tidak dibenarkan memihak kepada kepentingan siapapun, sebab bagaimanapun sempurnanya keahlian teknis seorang auditor,
33
jika ia kehilangan sikap tidak memihak, maka ia tidak dapat mempertahankan kebebasan pendapatnya. Dalam lingkup Pemerintahan Daerah, independensi auditor internal sangat dibutuhkan untuk menjalankan fungsi pengawasan serta fungsi evaluasi terhadap
34
kecukupan dan efektivitas kerja sistem pengendalian manajemen yang diselenggarakan Satuan Kerja Perangkat Daerah. Auditor internal bertanggung jawab untuk dapat mempertahankan independensinya dalam kondisi apapun, sehingga pendapat, kesimpulan, pertimbangan, serta rekomendasi dari hasil pemeriksaan yang dilakukan tidak memihak dan dipandang tidak memihak terhadap pihak manapun. Sebagaimana hasil penelitian yang dilakukan Lubis (2004), disebutkan bahwa independensi akuntan sebagai perilaku profesional berpengaruh terhadap kualitas opini audit yang diberikan oleh akuntan tersebut. Hal ini sejalan dengan pendapat Mautz dan Sharaf (1993, h.246) yang mengatakan bahwa jika akuntan tidak independen terhadap kliennya, maka opininya tidak akan memberikan tambahan apapun.
Kedudukan dasar dari peran auditor internal tersebut dapat menciptakan sebuah tantangan bagi mereka untuk menjaga independensi (Ahmad dan Taylor, 2009). Pertama, adanya kondisi yang kompleks dan perubahan dalam lingkungan operasional auditor internal, termasuk kompleksitas dan perubahan peraturan dan teknologi, dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya ambiguitas peran (Ahmad dan Taylor, 2009). Kahn et al. (dalam Beauchamp et al., 2004) mendefinisikan ambiguitas peran sebagai suatu keadaan di mana informasi yang berkaitan dengan suatu peran tertentu kurang atau tidak jelas. Sawyer dan Dittenhofer (dalam Ahmad dan Taylor, 2009) juga menjelaskan penyebab terjadinya ambiguitas peran dalam lingkungan auditor internal adalah bahwa auditor internal mungkin melakukan investigasi internal dengan kondisi proses operasional yang belum dikenali, kompleks, dan semakin meluas, serta individu yang berada dalam objek
35
pemeriksaan berbicara dalam bahasa dan menggunakan istilah yang asing bagi pemahaman auditor internal. Ambiguitas peran mengurangi tingkat kepastian apakah informasi yang diperoleh dalam pemeriksaan telah objektif dan relevan. Ambiguitas peran dapat menyebabkan auditor internal mengalami tekanan (Schuller et al. dalam Koustelios, 2004) dan penurunan kepuasan kerja (Jackson dan Schuller, Perreault, Beehr et al. dalam Koustelios, 2004). Maka dapat disimpulkan bahwa, ambiguitas peran juga dapat mengurangi kemampuan auditor internal untuk tetap bersikap independen (Ahmad dan Taylor, 2009).
Kedua, peran auditor internal mengandung konflik (Ahmad dan Taylor, 2009). Menurut Mohr dan Puck (2003) konflik peran merupakan suatu pikiran, pengalaman, atau persepsi dari pemegang peran (role incumbent) yang diakibatkan oleh terjadinya dua atau lebih harapan peran (role expectation) secara bersamaan, sehingga timbul kesulitan untuk melakukan kedua peran tersebut dengan baik dalam waktu yang bersamaan.
Konflik peran dalam lingkungan auditor internal dapat berasal dari pertentangan yang berasal dari peran dalam melakukan audit dan peran dalam memberikan jasa konsultasi. Dalam peran audit, auditor internal harus menjaga independensi dengan tidak mendasarkan pertimbangan auditnya pada objek pemeriksaan. Namun dalam peran konsultasi, auditor internal harus bekerja sama dan membantu objek pemeriksaan (Ahmad dan Taylor, 2009).
36
Konflik peran yang dijumpai oleh auditor internal berhubungan dengan kedudukan auditor internal itu sendiri dalam organisasi profesinya. Dengan
37
demikian, konflik peran yang dialami oleh auditor internal mungkin mengakibatkan auditor rentan terhadap tekanan dari objek pemeriksaan. Hal tersebut mengakibatkan rusaknya independensi auditor internal (Koo dan Sim, 1999). Penelitian mengenai pengaruh konflik peran dan ambiguitas peran terhadap auditor internal pernah dilakukan sebelumnya oleh Ahmad dan Taylor (2009). Penelitian tersebut menggunakan sampel auditor internal yang diperoleh dari database Institute of Internal Auditors Malaysia. Tujuan dari penelitian tersebut adalah untuk mengembangkan ukuran-ukuran konsep komitmen independensi, konflik peran, dan ambiguitas peran dalam konteks lingkungan kerja auditor internal, dengan maksud untuk memberikan bukti empiris mengenai pengaruh konflik peran dan ambiguitas peran beserta dimensinya terhadap komitmen independensi auditor internal. Skala yang digunakan merupakan skala yang dikembangkan dari ukuran komitmen organisasi yang berasal dari literatur perilaku
organisasi.
Instrumen
pengukuran
komitmen
organisasi
yang
dikembangkan oleh Porter et al. (1974, dalam Ahmad dan Taylor, 2009) merupakan basis untuk pengembangan ukuran konsep komitmen independensi.
Sedangkan fokus penelitian sekarang adalah menguji kembali variabelvariabel tersebut dengan menggunakan instrumen pengukuran komitmen independensi yang sama, namun dalam lingkup kerja yang berbeda, yaitu auditor internal
Pemerintah
Daerah.
Tujuan
dari
penelitian
ini
adalah
untuk
mengembangkan ukuran-ukuran konsep komitmen independensi, konflik peran, dan ambiguitas peran dalam lingkup kerja auditor internal Pemerintah Daerah,
38
dengan maksud untuk memberikan bukti empiris mengenai pengaruh konflik peran dan ambiguitas peran beserta dimensinya terhadap komitmen independensi auditor internal Pemerintah Daerah. Banyaknya skandal akuntansi, seperti dalam kasus Enron, WorldCom, dan lain-lain, disebabkan karena auditor internal hanya bertindak secara pasif dan berorientasi pada audit kepatuhan sehingga kurang mempertimbangkan sistem pengendalian internal perusahaan. Oleh sebab itu, dibutuhkan suatu peran yang memungkinkan auditor dapat bertindak sebagai konsultan bisnis yang berfungsi sebagai pemberi deteksi dini dalam mengidentifikasi risiko usaha dan berorientasi pada kinerja perusahaan secara keseluruhan (Sardjono, 2007). Peran tersebut dilakukan oleh suatu fungsi auditor internal yang membantu pihak manajemen untuk memastikan bahwa sistem pengendalian internal perusahaan telah dikembangkan dengan tepat dan seluruh operasi perusahaan telah dilakukan secara efektif, efisien, dan ekonomis (Haron et al., 2004).
Akan tetapi, kedudukan mendasar dari peran auditor internal cenderung menimbulkan suatu tantangan bagi mereka dalam menjaga komitmen untuk bersikap independen (Ahmad dan Taylor, 2009). Pertama, peran auditor internal mengandung konflik. Konflik peran dapat berasal dari pertentangan yang berasal dari peran mereka ketika melakukan jasa audit dan jasa konsultasi manajemen yang keduanya mengandung perbedaan antara peraturan yang berasal dari profesi auditor internal dan harapan dari manajemen perusahaan. Konflik peran juga
39
dapat disebabkan oleh adanya ketidaksesuaian antara nilai-nilai personal yang diyakini oleh auditor internal dan harapan yang berasal dari manajemen dan organisasi profesi. Konflik peran dapat menimbulkan tekanan pada auditor, sehingga auditor cenderung rentan terhadap tekanan dari klien.
Kedua, lingkungan perusahaan yang semakin kompleks dan meningkatnya perubahan dalam lingkungan operasional auditor internal, termasuk kompleksitas dan perubahan peraturan dan teknologi, dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya ambiguitas peran (Ahmad dan Taylor, 2009). Kompleksitas dan perubahan seperti itu dapat mengakibatkan auditor internal kesulitan dalam melaksanakan tugas atau menerapkan standar profesi dengan benar. Ambiguitas peran dapat menimbulkan ketegangan kerja yang dapat mengurangi kemampuan auditor internal untuk tetap bersikap independen (Ahmad dan Taylor, 2009). Dengan demikian, adanya konflik peran dan ambiguitas peran dapat memperlemah komitmen auditor internal dalam menjaga independensi mereka.
Penelitian yang menghubungkan komitmen independensi auditor internal pemerintahan dengan koflik peran dan ambiguitas peran belum banyak dilakukan, terutama di level Pemerintah Daerah. Banyaknya tuduhan kasus kecurangan yang menimpa aparat pemerintahan di Indonesia secara tidak langsung mengindikasikan rendahnya komitmen independensi auditor internal pemerintahan dalam menjalankan perannya sebagai mitra kerja Pemerintah Daerah yang memberikan pandangan atau rekomendasi secara obyektif dan independen, serta memberikan jasa konsultasi untuk meningkatkan nilai dan kinerja dari Pemerintah Daerah. Oleh sebab itu, penelitian ini ditujukan untuk
40
menemukan bukti empiris tentang pengaruh dari konflik peran dan ambiguitas peran terhadap komitmen independensi auditor internal Pemerintah Daerah dengan melakukan studi empiris pada Inspektorat Kota Bandung. Inspektorat Kota Bandung oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dijadikan sebagai percontohan di antara Inspektorat Pemerintah Daerah lainnya terkait pengawasan dan peningkatan kualitas pelayanan publik pemerintahan, hal ini dibuktikan dengan berbagai undangan yang diterima Inspektorat Kota Bandung untuk memberikan paparan pada Rapat Evaluasi Supervisi Peningkatan Pelayanan Publik dan Seminar Anti Korupsi yang diselenggarakan di Sulawesi Utara, DKI Jakarta, Sulawesi Selatan, serta Kalimantan Timur (Cahyo Bintarum 2011, komunikasi personal, 8 September). Berdasarkan uraian di atas, maka penelitian ini dimaksudkan untuk menjawab pertanyaan sebagai beikut: (1)Apakah konflik peran berpengaruh terhadap komitmen independensi aparat Inspekt, (2) Apakah ambiguitas peran berpengaruh terhadap komitmen independensi aparat Inspektorat?
1
pelayanan pendidikan tinggi terbaik dengan biaya yang terjangkau. Pendidikan tinggi sebagai suatu industri, juga menarik minat dari para investor untuk ikut mendirikan perguruan tinggi baru dengan menggandeng mitra dari perguruan tinggi dalam maupun luar negeri. Berkembangnya trend pendidikan jarak jauh, semakin mempersempit pasar dari pendidikan tinggi dan ikut memperbesar tingkat persaingan dalam industri. Hanya perguruan tinggi yang mampu untuk memberikan jasa pendidikan dengan kualitas premium saja yang dapat berkembang dan bertahan di pasar.
Wright et.al (1996:52) mengemukakan bahwa lingkungan internal perusahaan merupakan sumber daya perusahaan (the firm's resources) yang akan menentukan kekuatan dan kelemahan perusahaan. Sumber daya perusahaan ini meliputi : sumber daya manusia (human resources) ; sumber daya organisasi (organizational resources) ; dan sumber daya phisik (physical resources). Jika perusahaan dapat mengoptimalkan penggunaan sumber daya tersebut maka, perusahaan akan dapat mempertahankan keunggulan bersaing (sustained competitive advantage). Audit internal merupakan kegiatan assurance dan konsultasi yang independen dan objektif, yang dirancang untuk memberikan nilai tambah dan meningkatkan kegiatan operasi organisasi. Audit internal membantu organisasi untuk mencapai tujuannya, melalui suatu pendekatan yang sistematis dan teratur untuk mengevaluasi dan meningkatkan efektivitas pengelolaan risiko, pengendalian, dan proses governance (SPAI, 2004: 9 ) Makalah ini bertujuan untuk menggambarkan pentingnya peran audit internal bagi institusi pendidikan tinggi swasta pada bidang keuangan dan pembelajaran, dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran, keunggulan bersaing, serta kepuasan konsumen sebagai upaya menjamin keberlangsungan hidup insitusi pendidikan tinggi swasta.
1
BAB VIII Dampak Konflik Peran Terhadap Kepuasan Kerja Internal Auditor
A. Pendahuluan Setiap institusi didirikan untuk mencapai tujuan tertentu, apakah institusi itu berupa perusahaan yang profit motive maupun organisasi yang tujuan utamanya bukan untuk mencari laba (not for profit organization). Dalam rangka mencapai tujuan tersebut maka organisasi harus memiliki suatu sistem pengendalian yang dapat bekerja dengan baik. Pengendalian ini dapat membantu manajemen untuk mengetahui apakah tujuan organisasi dapat dicapai dengan kriteria “triple E”, Ekonomis, Efisien, dan Efektif. Agar konsep triple E dapat berjalan dengan baik di dalam seluruh aktifitas organisasi maka diperlukan sekelompok profesional yang mempunyai independensi dan objectivity tinggi untuk melakukan pemeriksaan internal organisasi, yang kemudian dikenal dengan internal auditor. Sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan organisasi maka setiap organisasi membentuk suatu fungsi audit internal dalam satu departement tersendiri yang biasa dikenal dengan istilah satuan pengawas internal atau internal auditing departement. Departemen ini akan melaksanakan proses pemeriksaan internal sesuai dengan standards for the professional practice of internal auditor
B. Landasan Teori Peran secara umum dapat didefinisikan sebagai serangkaian rumusan yang membatasi perilaku-perilaku yang diharapkan dari pemegang kedudukan tertentu. Misalnya seorang direktur harus memimpin perusahaan, seorang guru harus mendidik, peran ibu dalam keluarga diharapkan bisa memberi anjuran, memberi penilaian, memberi sangsi dan lain-lain (Chan, 2011). Peran (role) adalah perilaku yang diharapkan dari seseorang yang memiliki suatu status. Berbagai peran yang 2
tergabung dan terkait pada satu status ini dinamakan perangkat peran (role set). Dalam kerangka organisasi peran ditentukan oleh hakekat (nature) sesuai dengan tugas masing-masing mengacu pada job description masing-masing. Bila yang diartikan dengan peran adalah perilaku yang diharapkan dari seseorang dalam suatu status tertentu, maka perilaku peran adalah perilaku yang sesungguhnya dari orang yang melakukan peran tersebut. Perilaku peran mungkin berbeda dari perilaku yang diharapkan karena beberapa alasan (Tang, 2003). Peran juga didefinisikan sebagai sesuatu yang kompleks mengenai pengharapan manusia terhadap cara seorang individu harus bersikap dan berbuat dalam situasi tertentu berdasarkan status dan fungsinya di dalam organisasi ( Burney, 2007). Konflik Peran (role conflict) sering terjadi pada orang yang memegang sejumlah peran yang berbeda macamnya . Menurut Broadweel, 1983 konflik peran merupakan tidak adanya kesesuaian harapan peran.
Menurut Kozier Barbara peran adalah seperangkat tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain terhadap seseorang sesuai kedudukannya dalam, suatu system. Peran dipengaruhi oleh keadaan sosial baik dari dalam maupun dari luar dan bersifat stabil. Peran adalah bentuk dari perilaku yang diharapkan dari seesorang pada situasi sosial tertentu. Peran adalah deskripsi sosial tentang siapa kita dan kita siapa. Peran menjadi bermakna ketika dikaitkan dengan orang lain, komunitas sosial atau politik. Peran adalah kombinasi adalah posisi dan pengaruh. Menurut Biddle dan Thomas dalam Arisandi, peran adalah serangkaian rumusan yang membatasi perilaku-perilaku yang diharapkan dari pemegang kedudukan tertentu. Misalnya dalam keluarga, perilaku ibu dalam keluarga diharapkan bisa memberi anjuran, memberi penilaian, memberi sangsi dan lain-lain. Menurut Horton dan Hunt [1993], peran (role) adalah perilaku yang diharapkan dari seseorang yang memiliki suatu status. Berbagai peran yang tergabung dan terkait pada satu status ini oleh Merton [1968] dinamakan perangkat peran (role set). Dalam kerangka besar, organisasi masyarakat, atau yang disebut sebagai struktur sosial, ditentukan oleh hakekat (nature) dari peran-peran ini, hubungan antara peran-peran tersebut, serta distribusi sumberdaya yang langka di antara orang-orang yang memainkannya. Masyarakat yang berbeda merumuskan, mengorganisasikan, dan memberi imbalan (reward) terhadap aktivitas-aktivitas mereka dengan cara yang berbeda, sehingga setiap masyarakat memiliki struktur sosial yang berbeda pula. Bila yang diartikan dengan peran adalah perilaku yang diharapkan dari seseorang dalam suatu status tertentu, maka perilaku peran adalah perilaku 3
yang sesungguhnya dari orang yang melakukan peran tersebut. Perilaku peran mungkin berbeda dari perilaku yang diharapkan karena beberapa alasan. Sedangkan, Abu Ahmadi [1982] mendefinisikan peran sebagai suatu kompleks pengharapan manusia terhadap caranya individu harus bersikap dan berbuat dalam situasi tertentu berdasarkan status dan fungsi sosialnya.
Daftar Pustaka Aghghaleh, SF, Mohamed, ZM & Ahmad, A.2014. The Effects of Personal and Organizational Factors on Role Ambiguity amongst Internal Auditors. International Journal of Auditing, vol. 18, pp. 105-114. Ahmad, Z & Taylor, D. 2009. Commitment to Independence by Internal Auditors: The Effects of Role Ambiguity and Role Conflict. Managerial Auditing Journal, vol. 24, no. 9, pp. 899-925. Arena, M & Azzone, G. 2009. Identifying Organizational Drivers of Internal Audit Effectiveness. International Journal of Auditing, vol. 13, pp. 43-60. Bakotić, Danica.,Babić, Tomislav. (2013). Relationship between Working Conditions and Job Satisfaction: The Case of Croatian Shipbuilding Company. International Journal of Business and Social Science, 4 (2), 206-213. Batool, Maria.,Ulah, Raza. (2013). Impact of Job Satisfaction on Organizational Commitment in Banking Sector: Study of Commercial Banks in District Peshawar. International Review of Basic and Applied Sciences, 1 (2), 12-24. Bamber, E. M., and V. M. Iyer (2007). Auditors’ identification with their clients and its effect on auditors’ objectivity. Auditing: A Journal of Practice & Theory, 26(2), 1-24. Bamber, E. Michael (2009), The Effect of auditing “tone at the top” on auditors job autonomy, organizational-professional conflict, and Job Satisfaction, International Journal of Accounting Information Management, Vol. 17. P. 136-150 Burney, L & Widener, SK. 2007. Strategic Performance Measurement Systems, JobRelevant Information, and Managerial Behavioral Responses—Role Stress and Performance. Behavioral Research in Accounting, vol. 19, pp. 43-69. Brough, P. and Frame, R (2004). Predicting job satisfaction, work well-being, and turnover intentions: The role of social support and police organisational variables. New Zealand Journal of Psychology, 33, 8-18. Cooper, DR & Schindler, PS. 2011. Business Research Methods, 11th ed. McGraw Hill, Singapore 4
Chan, S. H., & Qiu, H. H. (2011). Loneliness, job satisfaction, and organizational commitment of migrant workers: Empirical evidence from China. The International Journal of Human Resource Management, 22(5), 1109–1127 Chen, J.-C., & Silverthorne, C. (2008). The impact of locus of control on job stress, job performance and job satisfaction in Taiwan. Leadership & Organization Development Journal, 29, 572-58 Dennis M. Patten, (2005). An analysis of the impact of locus-of-control on internal auditor job performance and satisfaction. Managerial Auditing Journal, Vol. 20 No. 9, 1016-1029 Dole, C., and R. G. Schroeder (2001). The impact of various factors on the personality, job satisfaction and turnover intentions of professional accountants. Managerial Auditing Journal, 16(4), 234-245. Douglas, P. C., R. A. Davidson, and B. N. Schwartz (2001). The effect of organizational culture and ethical orientation on accountants’ ethical judgments. Journal of Business Ethics, 34(2), 101-121 Ernst & Young, 2006. Trends in Australian and New Zealand Internal Auditing, Third Annual Benchmarking Survey 2006 (Ernst & Young, Australia). Ernst & Young, 2008. Escalating the Role of Internal Audit. Ernst & Young Global Limited. Internal Audit Survey. Retrieved from: www.ey.com/businessrisk, pp: 34. Fadzil, F.H., H. Haron and M. Jantan, 2005. Internal auditing practices and internal control system. Management Audit Journal, 20(8): 844-866. Fisher, R. T. (2001). Role stress, the type A behavior pattern, and external auditor job satisfaction and performance. Behavioral Research in Accounting, 13(1), 143-170. Flesher, D.L. and J.S. Zanzig, 2000. Management accountants express a desire for change in the functioning of internal audit. Manage. Audit. J., 15(7): 331-337 Fogarty, TJ, Singh, J, Rhoads, GK & Moore, RK. 2000. Antecedents and Consequences of Burnout in Accounting: Beyond the Role Stress Model. Behavioral Research in Accounting, vol. 12, pp. 31-67. Fogarty, TJ & Kalbers, LP. 2006. Internal Auditor Burnout: An Examination of Behavioral Consequences. Advances in Accounting Behavioral Research, vol. 9, pp. 51-86. Gaudine, A., and L. Thorne (2001). Emotion and ethical decision-making in organizations. Journal of Business Ethics, 31(2), 175-187. 5
Gazioglu, S., & Tansel, A.(2006). Job satisfaction in Britain: Individual and job related factors. Applied Economics, 38(10), 1163–1171. Gilley, J. and A. Maycunich, 2000. Beyond the Learning Organization. Perseus. Cambridge, MA. Glascock, K.L., 2002. Auditees or clients? Internal Auditor, 59(4): 84-85. Glover, S.M., D.F. Prawitt and D.A. Wood, 2008. Internal audit sourcing arrangement and the external auditor’s reliance decision. Contemporary Accounting., 25: 193- 213. Gramling, A., M. Maletta, A. Schneider and B. Church, 2004. The role of the internal audit function in corporate governance: A synthesis of the extantinternal auditing literature and directions for future research. Journal of Accounting. 23: 194-244. Hearthfield, S. M. (2012). Keys to Employee Satisfaction: What You Can Do to Increase Employee Satisfaction,http://humanresources.about.com/od/employeesatisfaction / a/employee_satisfaction.htm Hyatt, T.A. and Prawitt, D.F. (2001). ―Does congruence between audit structure and auditors locus-of-control affect job performance ?, The Accounting Review, Vol. 76 No. 2, 263-274 Jaramillo, F, Mulki, JP & Solomon, P. 2006. The Role of Ethical Climate on Salesperson's Role Stress, Job Attitudes, Turnover Intention, and Job Performance. The Journal of Personal Selling and Sales Management, vol. 26, no. 3, pp. 271-282. Judge, T. A., C. J. Thoresen, J. E. Bono, and G. K. Patton (2001). The job satisfaction-job performance relationship: A qualitative and quantitative review. Psychological Bulletin, 127(3), 376-407 Kadous, K., S. J. Kennedy, and M. E. Peecher (2003). The effect of quality assessment and directional goal commitment on auditor’s acceptance of client-preferred accounting methods. The Accounting Review, 78(3), 759-778. Kalbers, LP & Cenker, WJ. 2008. The Impact of Exercised Responsibility, Experience, Autonomy, and Role Ambiguity on Job Performance in Public Accounting. Journal of Managerial Issues, vol. 20, no. 3, pp. 327-347. Kinjerski, Val and Skrypnek, Berna J. (2006). Creating organizational conditions that foster employee spirit at work. Leadership & Organization Development Journal Vol. 27, No. 4, 280295 Kreitner, Robert.,Kinicki, Angelo. (2012). Organizational Behavior, 10th edition.McGraw Hill. 6
Larson, LL. 2004. Internal Auditors and Job Stress. Managerial Auditing Journal, vol. 19, no. 9, pp. 1119-1130. Lee, Y. J., & Sabharwal, M. (2014). Education–job match, salary, and job satisfaction across the public, non-profit, and for-profit sectors: Survey of recent college graduates.Public Management Review, DOI: 10.1080/14719037.2014.957342 Lui, S. S., Ngo, H. Y., & Tsang, A. W. N. (2003). Socialized to be a professional: A study of the professionalism of accountants in Hong Kong. International Journal of Human Resource Management, 14, 1192-1205. Mehboob, Farhan., Bhutto, Niaz. A. (2012). Job satisfaction as a Predictorof Organizational Citizenship Behavior a Study of Faculty Members at Business Institutes. International Conference on Business, Economics, Management and Behavioral SciencesPapers presented at Dubai, 7-8 January (pp. 552-556) Mintz, S. (2011). “Responsibilities of the organization, supervisors and employees to enhance job satisfaction”. Work Ethics and Job Satisfaction. viewed 9 July 2012. available at: http://www.workplaceethicsadvice.com/2011/08/work-ethics-job-satisfaction.html Mohammad, Jehad.,Habib, F.Q., Alias, Mohmad. A. (2011), Job Satisfaction and Organizational citizenship behaviour: an Empirical Study at Higher Learning Institution. Asian Academy of Management Journal, 16 (2), 149–165 Mort, D., 2001. Reengineering the internal audit organization. Management Audit Journal., 16(8): 458-468. Moore, D. A., G. Loewenstein, L. Tanlu, and M. H. Bazerman (2002). Auditor independence, conflict of interest, and the unconscious intrusion of bias. Discussion paper, The Academy of Management, Denver, Colorado. Moore, D. A., and G. Loewenstein (2004). Self-interest, automaticity and the psychology of conflict of interest. Social Justice Research, 17(2), 189-202. Moore, D. A., P. E. Tetlock, L. Tanlu, and M. H. Bazerman (2006). Conflicts of interest and the case of auditor independence: Moral seduction and strategic issue cycling. The Academy of Management Review, 31(1), 10-29. Munoz de Bustillo Llorente, R., and E. Fernandez Macias (2005). Job satisfaction as an indicator of the quality of work. Journal of Socio-Economics, 34(5), 656-673. Rahim, MA. 2001. Managing Conflict in Organizations. Greenwood Publishing Group, Inc, United States of America, viewed 20 December 2014. http://books. google.co.id/books/about/Managing_Conflict_in_Organizations.html?id=c7ydIBWar4C&redir_esc=y Roussy, M. 2013. Internal Auditors’ Roles: From Watchdogs to Helpers and Protectors 7
of The Top Manager. Critical Perspectives on Accounting, vol. 24, pp. 550–571. Solli-Sæther, H. 2011. Transplants' Role Stress and Work Outcome in IT Outsourcing Relationships. Industrial Management & Data Systems, vol. 111, pp. 227-245. Spira, L.F. and M. Page, 2003. Risk management: The reinvention of internal control and the changing role of internal audit. Accounting Journal., 16: 640-661 Sweeney, A., T. Hohenshil and J. Fortune, 2002. Job satisfaction among employee assistance professionals: A national study. Journal of Employment Couns., 39: 50-60 Tang, T. L. P., and R. K. Chiu (2003). Income, money ethic, pay satisfaction, commitment, and unethical behavior: Is the love of money the root of evil for Hong Kong employees?. Journal of Business Ethics, 46(1), 13-30. Ussahawanitchakit, P. 2008. Building Job Satisfaction of Certified Public Accountants (CPAs) in Thailand: Effects of Role Stress through Role Conflict, Role Ambiguity, and Role Overload. Journal of Academy Business and Economics, vol. 8, pp. 12-23. Wolf, K., & Kim, H. J. (2013).Emotional intelligence, job satisfaction, and job tenure among hotel managers. Journal of Human Resources in Hospitality & Tourism, 12(2), 175– 191
8
Keberhasilan suatu perusahaan dalam menjalankan misinya tidak terlepas
dari pengaruh
lingkungan tempat perusahaan tersebut berada. lingkungan organisasi dapat dikelompokkan atas lingkungan internal dan lingkungan eksternal. Lingkungan internal yang mempengaruhi kehidupan dan pengembangan perusahaan terdiri dari struktur (structure), budaya (culture) dan sumber daya (resources) (Wheelen dan Hunger, 2006 : 11). Berkaitan dengan lingkungan internal, Wright et.al (1996:52), mengemukakan bahwa : Lingkungan internal perusahaan merupakan sumber daya perusahaan (the firm's resources) yang akan menentukan kekuatan dan kelemahan perusahaan. Sumber daya perusahaan ini meliputi : sumber daya manusia (human resources) seperti pengalaman (experiences), kemampuan (capabilities), pengetahuan (knowledge), keahlian (skill), dan pertimbangan (judgment) dari seluruh pegawai perusahaan ; sumber daya organisasi (organizational resources) seperti proses dan sistem perusahaan, termasuk strategi perusahaan, struktur, budaya, manajemen pembelian material, produksi/ operasi, keuangan, riset dan pengembangan, pemasaran, sistem informasi, dan sistem pengendalian ; dan sumber daya phisik (physical resources) seperti pabrik dan peralatan, lokasi geografis, akses terhadap material, jaringan distribusi dan teknologi. Jika perusahaan dapat mengoptimalkan penggunaan sumber daya tersebut maka, perusahaan akan dapat mempertahankan keunggulan bersaing (sustained competitive advantage). Wheelen dan Hunger (2006 : 73), mengklasifikasi lingkungan eksternal menjadi dua kategori, yaitu lingkungan sosial (societal environment) dan lingkungan kerja (task environment) atau disebut juga dengan industri. Lingkungan umum merupakan kekuatan yang tidak secara langsung menyentuh kegiatan perusahaan dalam jangka pendek, tetapi dapat mempengaruhi keputusan-keputusan perusahaan dalam jangka panjang, seperti 9
demografis (demographic), ekonomi (economic), politik/ hukum (political/ legal), sosiokultural (sociocultural), teknologi (tecnological), dan global (global) Lingkungan industri merupakan serangkaian faktor-faktor yang secara langsung mempengaruhi perusahaan. Institusi pendidikan tinggi swasta, tidak
10
ubahnya dengan organisasi bisnis, yang selalu dihadapkan pada persaingan dan tekanan dari berbagai pelaku pasar (Gambar 2.1).
Pendatang Baru yang Potensial Kekuatan Ancaman Pendatang Baru
Stakeholders
dari serikat, pemerinta h, dan dsbnya
Pesaing Industri
Kekuatan
Pemasok
Kekuatan Penawara n Pembeli
Pembeli
Penawara n Pemasok Ancaman produk atau
Persaingan di antara jasa pengganti perusahaan yang ada Produk Pengganti (Subsitusi)
Gambar 2.1. Kekuatan yang Memacu Persaingan Industri
Sumber : Porter (1985: 6) dan Wheelen dan Hunger (2006: 86)
Menurut Porter (1985: 6), situasi persaingan dalam suatu industri ditentukan oleh lima kekuatan persaingan yaitu: (1) Ancaman masuknya pesaing baru (Threat of new entrants); (2) Persaingan di antara perusahaan yang ada (Rivalry among existing firm); (3) Ancaman produk pengganti (Threat of substitute products); (4) Kekuatan tawar-menawar pembeli (Bargaining power of buyer); dan (5) Kekuatan tawar menawar pemasok (Bargaining power of suppliers). Wheelen dan Hunger (2006: 86) menambahkan kekuatan yang keenam dalam daftar Porter, yaitu berbagai kelompok stakeholders. Kekuatan persaingan tersebut secara bersamasama menentukan intensitas persaingan dan kemampulabaan dalam industri.
1
JURNAL RISET AKUNTANSI DAN BISNIS Vol. 7No. 1/ Maret 2007
Stakeholders di Perguruan Tinggi Swasta Freman (1984) dalam Azhar maksum dan Azizul Kholis (2003) mendefinisikan stakeholders sebagai “Any group or individual who can affect or is acffected by the achievement of the organization`s objectives” Berdasarkan definisi yang dikemukakan oleh Freman, dapat dipahami bahwa stakeholders merupakan kelompok ataupun individu yang mempengaruhi atau sangat berpengaruh terhadap pencapaian tujuan perusahaan, sehingga secara eksplisit dapat disimpulkan bahwa stakeholders
dapat
mempengaruhi
kelangsungan
hidup
(going
corncern)
perusahaan. Sedangkan Wheelen dan Hunger (2006: 86) mengemukakan kelompok stakeholder terdiri dari pemerintah, serikat kerja, komunitas lokal, kreditur, asosiasi perdagangan, kelompok kepentingan khusus, dan pemegang saham. Weiss (2003) menggambarkan stakeholders dari suatu organisasi bisnis, aplikasinya pada
Kelompok Stakeholders Sekunder Masyarakat Luas
Pemakai Lulusan/ Alumni
Media Massa
Kelompok Stakeholders Primer Yayasan
Konsumen
Perguruan Tinggi Swasta
Pemasok
Karyawan
Kelompok Pemerhati Pendidikan
Lembaga Perlindungan Konsumen
Gambar 2.1.
FAKULTAS EKONOMI - UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA
Weiss (2003)
Stakeholders Perguruan Tinggi Swasta
perguruan tinggi (Gambar 2.1).
5 7
Bab V
Setiap organisasi bisnis akan memiliki stakeholders yang berbeda-beda, tergantung pada jenis organisasi dan industrinya. Pengelompokan stakeholders menjadi primer dan sekunder, bukan didasarkan pada tingkat prioritas kepentingan, namun didasarkan pada kedekatan atau keintensifan dari masing-masing kelompok berinteraksi dengan suatu perguruan tinggi swasta. Pengelompokkan menjadi primer dan sekunder, bertujuan untuk memberikan perhatian yang sama dengan harapan dapat memenuhi kebutuhan dari kedua kelompok stakeholders tersebut. Perlu kiranya untuk diperhatikan bahwa konsumen dari perguruan tinggi pada dasarnya dapat dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu konsumen yang langsung menerima jasa dari perguruan tinggi, dalam hal ini mahasiswa, dan kelompok yang tidak langsung menerima jasa pendidikan, yaitu orang tua/ wali mahasiswa dan anggota masyarakat yang bertindak sebagai pengguna dari alumni yang merupakan output dari proses pembelajaran. Dengan memahami kelompok stakeholders dari auditee-nya, auditor internal dapat membantu pihak manajemen auditee untuk memfasilitasi berbagai pelayanan dan peningkatan kualitas jasa pendidikannya kepada stakeholders-nya secara lebih terarah dan spesifik pada kebutuhan mereka masing – masing.
Pengendalian Internal Pengendalian internal (internal control) menurut Committee of Sponsoring Organizations the Treadway Commission (COSO) adalah : Pengendalian internal adalah suatu proses yang dipengaruhi oleh dewan komisaris, direksi, atau top manajemen, personilpersonil lainnya, dimaksudkan untuk menyajikan keyakinan yang semestinya berkenaan dengan pencapaian tujuan-tujuan : 1) efektivitas dan efisiensi kegiatan; 2) keandalan atau dapat dipercayanya laporan keuangan; 3) Ketaatan pada undang-undang dan peraturan yang telah ditetapkan. Pengendalian internal dimaksudkan untuk melindungi perusahaan terhadap penyelewengan keuangan dan hukum, serta untuk mengidentifikasi dan menangani risiko dengan tujuan untuk memaksimalkan penggunaan sumber daya perusahaan secara efektif dan efesien, dalam upaya mencapai sasaran-saranan
perusahaan.
Bab V
Perusahaan perlu memiliki pedoman perilaku (code of conduct) yang berlaku bagi seluruh jajaran perusahaan baik dewan komisaris, direksi, maupun seluruh karyawan. Pengendalian internal yang efektif dimulai dengan kepatuhan terhadap standar- standar etika yang berlaku di perusahaan, baik dalam bentuk lisan maupun tulisan. Tidak adanya pemeriksanaan atau pengawasan yang efektif dapat melemahkan pengendalian intern perusahaan. Demikian pula pengaruh atau kekuatan yang terlalu besar pada satu pihak tertentu, misalnya direksi, dapat menarik perusahaan ke suatu kepentingan tertentu yang berpotensi merugikan perusahaan. Oleh sebab itu diperlukan adanya mekanisme check and balance yang efektif . Mekanisme ini menghendaki diterapkannya praktik pengecekan yang efektif dan keharusan adanya pembagian kekuasaan yang seimbang dan saling melengkapi di antara berbagai unsur dalam perusahaan (Mas Achmad, 2005:158).
Audit Internal Menurut IIA Board of Directors dalam Sawyer (2003: 9) : Internal Auditing is an independent, objective assurance and consulting activity designed to add value and improve an organization`s operation. It helps an organization accomplish its objectives by bringing a systematic, disciplined approach to evaluate and improve the effectiveness of risk management, control, and governance processes. Berdasarkan definisi dari IIA Board of Directors, dapat diartikan bahwa audit internal merupakan aktivitas independen, untuk memberikan keyakinan yang objektif serta pemberian saran perbaikan demi peningkatan nilai tambah operasi suatu entitas. Audit internal akan membantu pencapaian tujuan suatu entitas dengan cara-cara yang sistematis, dan dengan pendekatan yang disiplin dengan melakukan evaluasi dan meningkatkan keefektifan manajemen risiko, pengendalian, dan proses tata kelola organisasi.
Bab V
Ruang Lingkup Aktivitas Audit Internal Berikut ini
sebagian misi dari aktivitas audit internal menurut Sawyer
(2003:841-842) :
1. Menilai internal organisasi suatu perusahaan untuk jangka waktu tertentu; 2. Menentukan tingkat kecukupan dan efektivitas sistem pengendalian akuntansi dan operasi organisasi; 3. Menilai keandalan dan dapat dipercayanya informasi keuangan dan operasi serta perangkat yang digunakan; 4. Menilai sistem-sistem yang telah ditetapkan; 5. Menilai perangkat keekonomian dan efisiensi atas sumber daya yang telah digunakan. 6. Menilai tingkat keekonomisan dan efisiensi atas sumber daya yang telah digunakan; 7. Menilai operasi dan program untuk memastikan apakah hasil-hasil yang diperoleh konsisten dengan tujuan yang telah ditetapkan dan apakah operasi atau program telah dilaksanakan sesuai dengan yang telah direncanakan; 8. Memberikan tindak lanjut yang cukup untuk meyakinkan bahwa koreksi yang telah disarankan telah dilaksanakan secara efektif. Misi dari aktivitas audit internal, dapat dirangkum menjadi ruang lingkup audit (audit scope)
yang bertujuan untuk (Sawyer, 2003:223) :
1. Menilai keandalan dan integritas informasi yang dihasilkan organisasi; 2. Memeriksa tingkat kepatuhan pelaksanaan operasi perusahaan atau organisasi terhadap kebijakan-kebijakan, rencana-rencana, prosedur-prosedur, hukum, dan peraturan-peraturan. 3. Memeriksa tingkat pengamanan harta kekayaan perusahaan; 4. menilai tingat keekonomisan dan efisiensi sumber daya perusahaan yang digunakan; 5. Menilai tingkat pencapaian tujuan dan program perusahaan yang telah ditetapkan.
Bab V
Peran Auditior Internal Peran dari auditor internal dewasa ini telah mengalami pergeseran, dari sekedar pihak yang melakukan pemerikasaan atas segala sesuatu yang telah dilakukan oleh pihak auditee (watchdog) hingga ditambah menjadi rekan bagi manajemen auditee, yaitu dengan bertindak sebagai consultant dan catalyst (Soekardi, (2007).
1) Sebagai Watchdog Sebagai Watchdog Peran utama dari auditor internal adalah mencermati/ memantau kegiatan operasional serta memberikan peringatan jika terjadi penyelewengan atau praktik yang tidak berjalan dengan baik. Peran sebagai watchdog meliputi kegiatan observasi, perhitungan, dan pengecekan ulang untuk memastikan bahwa seluruh kegiatan operasional dari suatu organisasi telah sejalan dengan hukum dan peraturan yang berlaku, serta mentaati kebijakan dan Standard Operating Prosedures (SOP) dari manajemen. Jadi auditor internal lebih berperan sebagai hakim garis pada pertandingan sepak bola yang bertugas untuk memastikan bahwa bola tidak keluar arena pertandingan dan bersiap-siap memberi tanda jika terjadi pelanggaran yang dilakukan oleh pemain terhadap peraturan pertandingan. Proses audit yang sering dilakukan adalah compliance audit, yaitu focus pada berbagai penyimpangan terhadap SOP dan kebijakan manajemen, yang meliputi error, omissions, delays, dan fraud. Sebagai watchdog berarti selalu membandingkan kegiatan operasioanal organisasi dengan the best practices, sehingga selalu terdapat ruang untuk melakukan perbaikan secara berkelanjutan. Meskipun peran tradisional dari auditor internal, namun masih tetap relevan hingga saat ini, sehingga masih tetap harus dilaksanakan dan ditambah dengan peran baru yaitu sebagai consultant dan catalyst.
2) Sebagai Consultant Sebagai konsultan (Consultant), peran dari auditor internal adalah memberikan saran untuk perbaikan dan ikut berpartisipasi secara aktif membantu manajemen melakukakan berbagai tindakan perbaikan, sehingga lebih berperan sebagai mitra bagi pihak manajemen dan auditee. Scope dari pekerjaan auditor
Bab V
internal adalah memastikan bahwa seluruh kegiatan telah berjalan secara efektif, efisien, dan menggunakan sumber daya yang dimiliki secara ekonomis. Fokus utama dari auditor internal adalah melakukan konservasi terhadap sumber daya organisasi sehingga dapat dimanfaatkan seoptimal mungkin untuk mencapai tujuan organisasi dan membantu pihak manajemen dalam mengelola organisasinya. Sebagai konsultan, auditor internal harus secara aktif bertindak sebagai fasilitator pihak auditee dalam rangka mendiskusikan the best possible choice untuk pemecahan masalah yang dihadapi auditee, dengan tetap mendasarkan pada prinsip efisien, efektif, dan ekonomis dalam penggunaan sumber daya perusahaan.
3) Sebagai Catalyst Sebagai catalyst, auditor internal memotivasi, mengarahkan, dan menggerakkan seluruh bagian dari organisasi dalam scope seperangkat kebijakan yang telah dibuat oleh manajer senior serta memastikan tidak terjadi pelanggaran atau bertentangan dengan segala aturan atau kebijakan perusahaan dan perundang- undangan yang berlaku. Fungsi catalyst ini pada dasarnya bertujuan untuk mendapatkan pengaruh jangka panjang pada organisasi dengan memfokuskan diri pada nilai-nilai jangka panjang dari organisasi auditee. Peran catalyst ini membutuhkan komitmen dari auditee dan auditor internal, karena pembentukan nilai, moral, dan budaya organisasi tidak dapat dilakukan dalam jangka pendek. Untuk menentukan hirarki dari ketiga peran auditor internal dapat dilihat pada Gambar 2.2 (Soekardi, 2007) berikut ini :
Bab V
High
Watchdog
Catalyst
Consultant & Catalyst
Consultant Watchdog
low
High
Watchdog
Catalyst & Consultant
Consultant Catalyst
Watchdog
low
Gambar 2.2. Hirarki Peran Auditor Internal Sesuai Kondisi Perusahaan Sumber : Soekardi (2007) Gambar 2.2. mendeskripsikan adanya perbedaan penekanan serta hirarki dari ketiga peran auditor internal tergantung pada kondisi yang ada pada suatu organisasi. jika kondisi efektivitas dan efisiensi yang tinggi dimiliki organisasi, maka peran utama (dominan) yang dilakukan oleh auditor internal adalah catalyst, karena kegiatan operasional telah berlangsung secara efektif dan efisien, sedangkan peran kedua yang dilakukan adalah sebagai consultant, dan peran terakhir yang dilakukan sebagai watchdog. Tentunya kondisi ini yang dianggap sebagai kondisi ideal bagi setiap organisasi. Jika kondisi dari suatu organisasi menunjukkan rendahnya tingkat efektivitas dan efisiensi kegiatan operasional, maka auditor internal harus melakukan ketiga peranya secara interns dan dengan perhatian secara optimal pada ketiga peran tersebut. Hal ini sangat penting mengingat kegiatan operasional organisasi pada tingkat efektivitas dan efisiensi yang rendah.
Bab V
Sedangkan kedua posisi lainnya, merupakan posisi yang paling banyak terjadi di organisasi, sehingga hirarki berdasarkan intensitas peran yang harus dilakukan oleh auditor internal mempunyai kondisi relatif antara satu peran dengan peran lainnya, tergantung pada situasi dan kondisi masing-masing auditee.
PENUTUP Organisasi beroperasi dalam konteks lingkungan yang saling terkait. Kelangsungan hidup dan kinerja organisasi seringkali sangat bergantung pada hubungan antara organisasi dan lingkungan. Perguruan tinggi swasta sebagai salah satu organisasi yang memberikan jasa pendidikan, menghadapi tantangan atas perubahan lingkungan umum dan lingkungan industri yang merupakan bagian dari lingkungan eksternal organisasi. Lingkungan internal organisasi merupakan sumber daya
organisasi
yang akan
menentukan kekuatan dan kelemahan organisasi. Untuk dapat mempertahankan keunggulan bersaing, organisasi harus mampu mengoptimalkan penggunaan sumber daya, baik sumber daya manusia, sumber daya organisasi, maupun sumber daya phisik. Stakeholders merupakan kelompok ataupun individu yang mempengaruhi atau sangat berpengaruh terhadap pencapaian tujuan perusahaan, sehingga dapat mempengaruhi kelangsungan hidup (going corncern) organisasi. Audit internal, sebagai suatu fungsi yang independen diharapkan dapat secara optimal menjalankan perannya dalam organisasi. Sebagai watchdog, auditor internal harus mampu memantau dan memperingatkan auditee akan berbagai penyimpangan dan praktik yang tidak sesuai dengan kebijakan manajemen. Sebagai consultant, auditor internal berperan sebagai penasehat, dan memberikan rekomendasi dan solusi guna membantu manajemen dalam proses operasional dengan fokus perbaikan menuju efesien, efektif, dan ekonomis dalam penggunaan sumber daya yang ada. Sebagai catalyst, auditor internal harus ikut memberikan inspirasi, membimbing, dan menggerakkan manajemen, serta seluruh anggota organisasi untuk melakukan berbagai perbaikan.
Bab V
DAFTAR PUSTAKA Azhar Maksum & Azizul Kholis. 2003. Analisis Tentang Pentingnya Tanggung Jawab dan Akuntansi Sosial Perusahaan. Simposium Nasional Akuntansi VI. Konsorsium Organisasi Profesi Audit Internal. 2004. Standar Profesi Internal Audit. Jakata : Yayasan Pendidikan Internal Audit. Mas Achmad Daniri. 2005. Good Gorporate Governance. Jakarta : Rai Indonesia Sawyer, B. Lawrence.,Mortimer A Dittenhofer., and James H. Scheiner. 2003.
Sawyer`s Internal Auditing- The Practice of Modern Internal Auditing. Fifth Edition, The Institut Internal Auditing. Florida.
Soekardi Hoesodo. 2007. Arah Perkembangan Peran Auditor Internal. Jakarta : Yayasan Pendidikan Internal Audit. Wheelen, Thomas L. & J. David Hunger. 2006. Startegic Management and Business Policy. Tenth Edition. New Jersey: Pearson Edition Inc. Prentice Hall. Wright, Peter., Charles D. Pringle, and Mark J. Kroll. 1996. Strategic Management : Text and Cases. Boston: Allyn and Bacon.