JAMUR TIRAM - DIGILIB ITS

Download JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 2, No. ... Jamur tiram putih termasuk dalam jamur ... Penelitian tentang penggunaan ampas tebu sebagai me...

0 downloads 606 Views 421KB Size
JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) 2337-3520 (2301-928X Print)

PENGARUH KOMPOSISI AMPAS TEBU DAN KAYU SENGON SEBAGAI MEDIA PERTUMBUHAN TERHADAP NUTRISI JAMUR TIRAM (Pleurotus ostreatus) Andini Islami, Adi Setyo Purnomo, M.Sc, Ph.D, Dra. Sukesi, M.Si Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 E-mail: [email protected] Abstrak—Penggunaan ampas tebu sebagai media tanam substitusi untuk budidaya daya jamur tiram dilakukan pada komposisi media tanam 0% (kontrol), 25%, 50%, 75%, dan 100% terhadap kayu sengon. Berdasarkan hasil panen jamur tiram menunjukkan kualitas fisik jamur semakin baik dengan adanya penambahan ampas tebu dalam media tanam. Hasil yang terbaik diperoleh pada media tanam variasi 100% ampas tebu yang ditinjau berdasarkan kualitas secara fisik pada hasil panen jamur tiram. Pada variasi 100% ini memiliki ukuran panjang tangkai, ketebalan tudung dan massa yang lebih besar yaitu 14 cm, 1,17 cm, 171,67 gram serta jumlah tudung yang dihasilkan juga banyak yaitu 22, 67 buah.

pertumbuhan jamur tiram menjadi lebih singkat dengan menggunakan campuran media ampas tebu dengan kayu sengon dengan perbandingan (50:50) [8]. Sebagai kelanjutan dari penelitian tersebut, perlu dilakukan penelitian tentang pengaruh ampas tebu terhadap kualitas fisik jamur tiram dari hasil panennya. II. URAIAN PENELITIAN 2.1 Penyiapan Sampel Jamur tiram yang dipanen ialah jamur yang telah memasuki usia panen, yaitu sekitar 3-4 hari setelah muncul pinhead pada baglog. Jamur tiram dicabut hingga sampai ke akar jamur dan akar yang masih tertinggal dalam baglog dibersihkan. Jamur tiram yang telah dipanen dibersihkan dari media tanam yang masih tertempel pada bagian pangkal jamur untul dilakukan uji fisik yang meliputi massa, jumlah tudung, panjang tangkai, diameter tudung, dan ketebalan tudung pada jamur tiram.

Kata Kunci—ampas tebu, kayu sengon, jamur tiram

I. PENDAHULUAN Jamur tiram terkenal memiliki banyak manfaat, selain digunakan sebagai bahan makanan penuh gizi juga telah dipercaya sejak dahulu sebagai obat tradisional serta dapat dengan mudah dibudidayakan pada berbagai macam substrat. Budidaya jamur tiram di Indonesia pada umumnya menggunakan bahan baku serbuk kayu sengon sebagai media tumbuhnya. Seiring dengan banyaknya permintaan, maka ketersediaan bahan baku media mulai berkurang. Oleh karena itu mulai dicari media alternatif yang cocok untuk pertumbuhan jamur tiram. Bahan media alternatif yang cocok digunakan untuk pertumbuhan yaitu bahan-bahan yang mengandung lignoselulosa[1]. Dengan adanya kandungan lignoselulosa yang tinggi dan nutrisi yang cukup sangat mendukung untuk pertumbuhan miselium yang baik [2][3][4]. Salah satu media alternatif yang cocok untuk digunakan sebagai bahan baku yaitu ampas tebu. Ampas tebu termasuk limbah biomassa yang mempunyai kandungan lignoselulosa tinggi, dan mudah didapat dan melimpah di Indonesia [5]. Karena hingga saat ini, pemanfaatan ampas tebu sebagai sumber pangan belum maksimal. Hal ini disebabkan rendahnya kualitas dari ampas tebu sehingga kecernaannya rendah. Ditinjau dari segi seratnya, ampas tebu mengandung 82% dinding sel yang terdiri atas : selulosa 40%, hemiselulosa 29%, lignin 13%, dan silika 2% [6]. Dan oleh karena itu diperlukan suatu upaya untuk meningkatkan kualitas ampas tebu sehingga kecernaannya dapat meningkat yaitu dengan cara biokonversi. Salah satu cara biokonversi ialah dengan cara membudidayakan jamur tiram. Jamur tiram putih termasuk dalam jamur pembusuk putih yang dapat mendegradasi lignin dan dapat meningkatkan kecernaan bahan kering dan bahan organik jerami padi [7]. Sehingga diharapkan limbah ampas tebu yang berlebihan dapat digunakan dan dimanfaatkan untuk budidaya jamur. Penelitian tentang penggunaan ampas tebu sebagai media tanam jamur tiram telah dilakukan sebelumya, dimana

2.2 Massa Jamur Tiram Untuk mengetahui massa dari jamur tiram dengan menggunakan neraca analit. Jamur tiram segar yang baru saja dipanen ditimbang dan didapatkan massa jamur. Massa jamur ditimbang setiap kali panen pada tiap variasi media tanam lalu diambil 3 hasil massa terbaik untuk dijadikan parameter pada uji fisik yang berikutnya. 2.2 Jumlah Tudung Jamur Tiram Jamur tiram setelah didapat massa jamur dilanjutkan perhitungan banyaknya jumlah tudung yang dihasilkan jamur tiram dalam setiap kali panen dalam satu baglog pada masing-masing komposisi media tanam. Jumlah tudung yang dihitung hanya yang cukup besar dan relatif seragam ukurannya, sedangkan tubuh buah yang kecil dan baru saja muncul tidak ikut dihitung. 2.3 Panjang Tangkai Jamur Tiram Pengukuran panjang tangkai menggunakan mistar dalam satuan sentimeter. Pengukuran panjang tangkai pada jamur diukur secara vertikal mulai dari ujung diameter jamur hingga pangkal jamur yaitu pada saat pemanenan dekat dengan baglog. Panjang tangkai jamur diukur pada jamur yang paling besar dalam setiap panen. Pengukuran ini dilakukan terus selama masa panen pada tiap variasi komposisi media tanam. 2.4 Diameter Tudung Jamur Tiram Diameter jamur tiram diukur dengan menggunakan mistar dalam satuan sentimeter. Pengukuran diameter jamur dilakukan secara horizontal dari sisi kanan hingga kiri pada bagian tengah tudung. Pada pengukuran diameter ini dilakukan pada jamur yang paling besar dalam setiap 1

JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) 2337-3520 (2301-928X Print) nutrisi yang terkandung pada baglog masih banyak sehingga jamur yang dihasilkan juga baik, akan tetapi semakin akhir hasilnya semakin sedikit dan agak kering dikarenakan nutrisi yang terdapat dalam baglog sudah semakin berkurang. Masa panen produksi jamur sangat tergantung pada senyawa-senyawa organik sederhana yang tersedia sebagai sumber nutrisi jamur, karena semakin banyak zat makanan yang tersedia dalam baglog maka masa produksi jamur pun akan semakin lama pula [11]. Substrat yang mempunyai selulosa yang tinggi merupakan substrat yang baik untuk digunakan budidaya jamur. Kandungan selulosa yang tinggi dapat meningkatkan produksi enzim selulase dan produksi enzim ini sangat berhubungan dengan pembentukan tubuh buah jamur. Jamur tiram dipanen pada saat pertumbuhan tubuh buah telah maksimal yang ditandai dengan ukuran dan bentuk tubuh buah telah maksimal dan sempurna dengan bentuk tudung yang sudah seperti cangkang tiram [12]. Jamur yang dipanen terlambat maka hasil panen jamur mengalami pecah-pecah pada tudung dan kering. Kondisi seperti ini dapat mengurangi kualitas dan cita rasa jamur tiram serta dapat mengurangi massa jamur tiram yang dihasilkan.

panen dan perlakuan ini dilakukan terus menerus selama masa panen pada tiap variasi komposisi media tanam. 2.5 Ketebalan Tudung Jamur Tiram Ketebalan tudung pada jamur tiram ini diukur berdasarkan ketebalan tudung pada jamur. Jamur tiram yang paling besar dari hasil panen. Ketebalan tudung diukur pada ketebalan yang terdapat pada bagian tengah tudung. III. HASIL DAN DISKUSI 3.1 Hasil Uji Fisik Hasil pengujian secara fisik ini dilakukan setelah pemanenan jamur. Uji fisik ini meliputi massa, jumlah tudung, panjang tangkai, diameter tudung, dan ketebalan tudung pada jamur tiram. Hasil dari uji fisik ini seperti pada Tabel 3.1 menunjukkan bahwa tiap-tiap komposisi media tanam memiliki ukuran yang berbeda-beda. Perbedaan ukuran tubuh buah ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor, bisa faktor dari genetik dan juga kondisi lingkungan [9]. Untuk pertumbuhan jamur membutuhkan perlakuan yang khusus, karena jamur dapat tumbuh dengan baik dan optimal apabila jamur tercukupi nutrisinya dan kondisi lingkungan yang mendukung, yaitu dalam keadaan sedikit cahaya dan kelembaban yang tinggi. Untuk pertumbuhannya jamur menggunakan media tanamnya untuk memperoleh nutrisi yang dibutuhkan selama masa pertumbuhan dan pembentukan tubuh buah jamur. Nutrisi dari jamur ini diperoleh dengan menguraikan lignoselulosa yang terdapat dalam media tanamnya[10]. Masa panen dilakukan selama hampir 2 bulan dan panen dilakukan hampir setiap hari di awal panen dan 3 hari sekali pada akhir panen. Hal ini karena pada saat masa panen pertama

(a) (b) Gambar 3.1 Kondisi jamur siap panen (a) dan kondisi jamur terlambat panen (b).

Tabel 3.1 Hasil Rata-RataUji Fisik dari Berbagai Komposisi Media Tanam Komposisi Media Tanam (%) Fisik Ampas tebu 0 25 50 75 100 Kayu sengon 100 75 50 25 0 Massa (gram) 100,50 106,50 123,43 126,70 171,67 Jumlah Tudung (buah) 15,67 10,67 10,33 15,00 22,67 Panjang Tangkai (cm) 12,13 12,90 13,17 13,03 14,00 Diameter Tudung (cm) 8,30 9,90 14,30 10,60 11,73 Ketebalan Tudung (cm) 0,57 0,90 1,00 0,97 1,17 enzim yang disekresikan oleh jamur dapat melakukan 3.2 Massa Jamur Tiram metabolisme pada komponen dinding sel. Semakin Massa jamur tiram yang dihasilkan selama masa banyak nutrisi yang tersedia dalam media tanam maka panen merupakan parameter yang digunakan untuk akan menghasilkan massa jamur yang lebih besar. kualitas fisik. Hasil penimbangan jamur seperti pada Berdasarkan hasil rata-rata massa yang paling besar Tabel 3.1 menunjukkan bahwa massa jamur yang didapat terdapat pada komposisi media tanam 100% ampas tebu semakin banyak seiring dengan bertambahnya komposisi yaitu 171,67 gram, sedangkan massa paling kecil terdapat ampas tebu dalam media tanam. Untuk pembentukan selpada komposisi media tanam 0% yang berfungsi sebagai sel tubuh buah yang banyak tidak terlepas dari adanya kontrol dalam penelitian ini memiliki rata-rata massa kandungan senyawa yang dibutuhkan oleh jamur pada 100,50 gram. Jamur tiram mempunyai rata-rata massa media tanam dalam jumlah yang cukup banyak. Nutrisi antara 93,7 gram sampai 142,4 gram pada media serbuk yang dibutuhkan untuk pertumbuhan miselium dan kayu sengon. Hal ini menunjukkan bahwa penambahan pertumbuhan jamur tiram merupakan komponen utama ampas tebu dalam media tanam lebih efektif digunakan dari dinding sel yaitu selulosa, hemiselulosa, lignin dan sebagai media pertumbuhan budidaya jamur tiram. juga protein. Senyawa yang telah terdekomposisi ini akan Kandungan nutrisi yang dibutuhkan oleh jamur lebih menghasilkan nutrisi yang dibutuhkan oleh jamur. Hal ini mudah diserap pada media ampas tebu dibandingkan menunjukkan bahwa media tanam sangat berperan aktif media serbuk kayu sengon. Hal ini karena kandungan untuk mensuplai bahan yang dibutuhkan, dimana enzimlignin yang terdapat pada serbuk kayu sengon lebih besar 2

JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) 2337-3520 (2301-928X Print) media tanam 50% ampas tebu yaitu sebesar 14,3 cm sedangkan hasil yang paling lebar kedua ukuran diameternya terdapat pada komposisi media tanam 100% yaitu 11,73 cm. Hal ini menunjukkan kualitas jamur yang baik terdapat pada jamur yang ditanam dengan menggunakan media ampas tebu daripada serbuk kayu sengon karena ukuran diameter tudung jamur pada komposisi media tanam 50% memiliki ukuran diameter hampir dua kali lipat daripadajamur yang ditanam pada serbuk kayu sengon. Ukuran diameter tudung jamur dapat mempengaruhi massa jamur, hal ini karena diameter pada tudung jamur memiliki berat sekitar 80% dari massa jamur. Maka dari itu kualitas jamur tiram juga dapat dilihat dari bentuk dan ukuran diameter pada tudung jamur. Semakin besar ukuran diameter pada jamur tiram maka menghasilkan massa jamur yang besar pula. Faktor yang dapat mempengaruhi pembentukan diameter pada tudung jamur ini adalah udara. Jamur yang kekurangan oksigen dapat menghambat sistem metabolisme pada jamur. Ukuran diameter tudung yang cukup oksigen menghasilkan ukuran diameter yang lebih besar.

daripada ampas tebu, yaitu 27,43% dan 12,62% [8]. Tingginya kadar lignin dapat menghambat pertumbuhan dan pembentukan tubuh buah jamur tiram, sehingga massa yang dihasilkan semakin kecil [13]. Hal ini karena lignin sukar untuk didegradasi baik secara kimiawi maupun secara enzimatik. 3.3 Jumlah Tudung Jamur Tiram Jumlah tudung rata-rata pada jamur biasanya berkisar antara 5-15 buah [12]. Pada penelitian ini diperoleh hasil rata-rata tudung paling banyak yaitu pada komposisi media 100% yaitu sebanyak 23 buah, sedangkan hasil rata-rata tudung yang paling sedikit terdapat pada komposisi media tanam 50% yaitu 10,33 buah. Pada pembentukan tudung jamur jumlahnya juga sangat berpengaruh pada diameter jamur. Jumlah tudung jamur akan semakin banyak apabila memiliki ukuran diameter yang kecil sedangkan jumlah tudung jamur sedikit memiliki ukuran diameter tudung yang besar [14]. Jamur yang memiliki tudung banyak, maka tidak memiliki banyak ruang untuk tudung jamur mengalami pelebaran karena saling berhimpitan dengan tudung yang lain.

3.6 Ketebalan Tudung Jamur Tiram Pada Tabel 3.1 menunjukkan ukuran rata-rata tebal tudung yang paling besar ialah pada komposisi media tanam 100% yaitu 1,17 cm sedangkan ukuran tudung yang paling kecil ialah pada komposisi media tanam 0% yaitu 0,57 cm. Berdasarkan hasil pengukuran ketebalan pada tudung terlihat penambahan ampas tebu mempunyai pengaruh yang cukup besar untuk menghasilkan jamur yang lebih tebal. Ukuran tebal tudung jamur dari media tanam ampas tebu mencapai dua kali lipat dari jamur kontrol. Kontrol yang digunakan dalam penelitian ini adalah jamur yang ditanam dalam media tanam yang biasa digunakan oleh para petani jamur untuk menanam jamur tiram pada umumnya. Jadi dapat diketahui bahwa penambahan ataupun penggunaan ampas tebu sebagai media tanam alternatif dapat lebih baik daripada media tanam serbuk kayu sengon. hasil rata-rata tebal tudung semakin besar seiring dengan penambahan ampas tebu dalam komposisi media tanamnya. Hal ini menunjukkan bahwa ampas tebu mengandung nutrisi yang lebih baik untuk pertumbuhan dan pembentukan tubuh buah jamur tiram. Ketebalan dari tudung jamur tiram ini juga mempengaruhi jumlah massa yang dihasilkan oleh jamur tiram. Semakin tebal jamur tiram menunjukkan jumlah massa juga semakin berat. Jamur yang memiliki ukuran lebih tebal memiliki tekstur yang lebih kenyal dan terlihat lebih segar.

(a) (b) Gambar 3.2 Jamur berdiameter lebar dengan jumlah tudung sedikit (a) dan jamur berdiameter kecil dengan jumlah tudung banyak (b) 3.4 Panjang Tangkai Jamur Tiram Pada umumnya ukuran panjang tangkai pada jamur tiram yaitu berkisar antara 10-15 cm [15]. Pada komposisi media tanam 100% memiliki ukuran panjang tangkai yang besar yaitu 14 cm dan ukuran terkecil terdapat pada komposisi media tanam 0% yaitu 12,13 cm. Kandungan selulosa pada ampas tebu merupakan substrat utama yang dibutuhkan sebagai sumber karbon untuk memperoleh energi pertumbuhan dalam pembentukan tubuh buah jamur. Pada pertumbuhan jamur juga terdapat dua komponen penting yang sangat berpengaruh, yaitu oksigen dan karbondioksida. Adanya pengaruh karbondioksida yang terlalu berlebihan ini pada pertumbuhan menyebabkan tangkai menjadi sangat panjang dan pembentukan pada tudung menjadi tidak normal. Maka dari itu pada saat telah memasuki masa pertumbuhan jamur harus diperhatikan kondisi lingkungan dan disesuaikan dengan tempat tumbuh jamur yaitu dengan kondisi kelembaban yang tinggi dan sedikit cahaya.

KESIMPULAN Kesimpulan yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah hasil panen jamur tiram dengan menggunakan media tanam ampas tebu memiliki hasil kualitas fisik jamur yang baik dengan ukuran diameter yang cukup besar yaitu 11,73 cm, panjang tangkai, ketebalan tudung, dan massa yang besar yaitu 14 cm, 1,17 cm, dan 171,67 gram serta jumlah tudung paling banyak yaitu 22,67 buah. Seiring dengan penambahan ampas tebu dalam media tanam menunjukkan kualitas fisik jamur semakin baik. Maka dari itu ampas tebu dapat dijadikan sebagai substitusi media tanam untuk pertumbuhan jamur tiram.

3.5 Diameter Tudung Jamur Tiram Hasil panen yang baik adalah jamur yang memiliki ukuran diameter tudung sekitar 4-15 cm bahkan bisa lebih [16]. Berdasarkan hasil pengukuran pada jamur yang dipanen maka didapatkan hasil rata-rata diameter tudung jamur masih terdapat dalam kisaran ukuran tersebut. Hasil diameter terbesar ditunjukkan pada komposisi 3

JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) 2337-3520 (2301-928X Print) [16] Gunawan,

A.W. (2000). Usaha Pembibitan Jamur., Penebar Swadaya, Jakarta

UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang yang selalu memberikan ilmu, rahmat dan kasih sayang-Nya, 2. Orang tua dan keluarga tercinta atas segala doa dan dukungannya, 3. Semua dosen Jurusan Kimia dan staff atas segala bimbingan dan bantuannya, 4. Semua sahabatku seperjuangan angkatan 2009 atas segala doa, bantuan, semangat dan kerjasamanya. DAFTAR PUSTAKA [1] [2]

[3]

[4]

[5]

[6] [7]

[8]

[9] [10]

[11]

[12]

[13]

[14]

[15]

Arora, S. P. (1976). Pencernaan Mikroba pada Ruminansia. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta Gramss, G. (1979). Some differences in response to competitive microorganism deciding on growing success and yield of wood destroying edible fungi. Mushroom Sci. 10 (1), 265-285 Kaul, T., M. Khurana, dan J. Kachroo. (1981). Chemical Composition of Cereal Straw of the Kashmir Valley. Mushroom Sci. 11 (2):19-22; 175-19. Gujral, G., S. Jain, dan P. Vasudevan (1989). Studies on Mineral Uptake of Ipomea aquitica Treated with Saline Water and Translocation of these Minerals to the Fruit Body of Pleurotus sajor-caju. Mushroom Sci. 12(2):1-6 Mesa L., Gonzales E., Romero I., Ruiz E., Cara C. dan Castro E. (2011). Comparison of process configuration for ethanol production from two-step pretreated sugarcane bagasse. Chemical Engineering Journal 175, 185-191 Arora, S. P. (1976). Pencernaan Mikroba pada Ruminansia. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta Hartadi, H., S. Reksohadiprodjo dan M. Dj. Aerubi (1984). The Use of Plerotus sp. To Improve The Quality of Rice Straw for Ruminant. Abstract. First Workshop on Biological, Chemical and Physical Evaluation of Lignocellulosic Residues, Yogyakarta Safitri P. E. (2011). Pemanfaatan Ampas Tebu sebagai Media Pertumbuhan Alternatif pada Budidaya Jamur Tiram (Pleurotus ostreatus). Skripsi. Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Surabaya. Widiyastuti. (2001). Budidaya Jamur Kompos: Jamur Merang, Jamur Kancing. Penebar Swadaya, Jakarta Crawford, R. L. (1981). Lignin Biodegradation and transformation. John Wiley and Sons, New York, Chicester, Brisbane, Toronto Hastuti, R. B. (1999). Pengujian Beberapa Media untuk Pertumbuhan Jamur Merang. Sellula, vol. VII, no.2, Oktober. Fakultas MIPA. UNDIP. Semarang Djarijah, N.M., Djarijah A. S. (2001). Jamur Tiram Pembibitan, Pemeliharaan dan Pengendalian HamaPenyakit. Penerbit Kanisius, Yogyakarta Badu, M., Sylvester K. Twumasi, Nathaniel O. B. (2011). Effect of Lignocellulosic in Wood Used as Substrate on the Quality and Yield of Mushrooms. Food and Nutrition Sciences. 2, 780-784 Rohmah, A. N. (2005). Pengaruh Penambahan Blotong dan Lama Pengomposan terhadap Pertumbuhan dan Produksi Jamur Tiram Putih. Skripsi. Malang: Fakultas Sains dan Teknologi Malang Cahyana, Y. A., Muchrodji, Bakrun, M. (1999). Jamur Tiram Pembibitan Pembudidayaan dan Analisis Usaha. Jakarta: Penebar Swadaya

4