JURNAL HUBUNGAN ASUPAN KALSIUM, MAGNESIUM DAN KEBIASAAN OLAHRAGA TERHADAP DISMENORE PADA SISWI SMPN 191 KEBUN JERUK JAKARTA BARAT
Jurnal ini iajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi
OLEH : VINA EDIKA ROSMAWATI SIMORANGKIR NIM : 2014 – 32 – 128
PROGRAM STUDI ILMU GIZI FAKULTAS ILMU – ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ESA UNGGUL 2016
HUBUNGAN ASUPAN KALSIUM, MAGNESIUM, DAN KEBIASAAN OLAHRAGA TERHADAP DISMENORE PADA SISWI SMPN 191 KEBUN JERUK JAKARTA BARAT Vina Edika Rosmawati Simorangkir¹, Mury Kuswari², Yulia Wahyuni² 1 2
Majoring Nutrition, Faculty Of Health Esa Unggul University West Jakarta
Departement Of Nutrition, Faculty Of Health Sciences, Esa Unggul University Jln. Arjuna Utara No. 9, Kebon Jeruk, Jakarta 11510
[email protected]
ABSTRACT Dysmenorrhea is pain when coming months. Usually the pain is felt in the lower abdomen area. The Symptoms are sometimes characterized by nausea, vomiting, headache, back pain and headache prevalence of dysmenorrhea in Indonesia in 2008 amounted to 64.25% comprising 54.89% and 9.36% of primary dysmenorrhea secondary dysmenorrhea. Some risk factors for dysmenorrhea is food intake and exercise. This study told about “The Relationship Intake Calcium, Magnesium, and Exersice Habits to Dysmenorrhea in Adolencent Girl On 191 Junior High School Kebun Jeruk West Jakarta with cross-sectional. The Proportional sampling technique is random sampling. Mangnesium calcium intake and measured using the SQ-FFQ while exercise habits and dysmenorrhea using a questionnaire. Spearmank Rank correlation test results showed that out of 98 respondents are 19.4% of respondents with more calcium intake didn’t experience any pain, 1% of respondents with sufficient experience dysmenorrhea magnesium intake with mild pain level, and 18.4% of respondents frequently exercise (3x or more / week) did not experience dysmenorrhea. The existence of a significant association between the intake of calcium, magnesium and exercise habits against dysmenorrhea in SMPN 191 Jakarta Barat (p <0.05).
Keywords: Calcium Intake, magnesium intake, exercise habits, dysmenorrhea
ABSTRAK Dismenore yaitu keluhan nyeri saat datang bulan. Biasanya nyeri dirasakan di daerah perut bagian bawah. Gejalanya kadang-kadang ditandai dengan rasa mual, muntah, sakit kepala, nyeri punggung dan pusing. Prevalensi dismenore di Indonesia tahun 2008 sebesar 64,25% yang terdiri dari 54,89% dismenore primer dan 9,36% dismenore sekunder. Beberapa faktor risiko dismenore adalah asupan makanan dan olahraga. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan asupan kalsium, magnesium dan kebiasaan olahraga terhadap dismenore. Penelitian dilakukan di SMPN 191 Kebun Jeruk Jakarta Barat dengan pendekatan Cross-sectional. Teknik pengambilan sampel adalah Proportional Random Sampling. Asupan kalsium dan mangnesium diukur menggunakan SQ-FFQ sedangkan kebiasaan olahraga dan dismenore menggunakan kuesioner. Hasil uji korelasi Spearmank Rank menunjukkan bahwa dari 98 responden terdapat 19,4% responden dengan asupan kalsium lebih tidak mengalami nyeri, 1% responden dengan asupan magnesium cukup mengalami dismenore dengan tingkat nyeri ringan, dan 18,4% responden sering berolahraga (3x atau lebih/minggu) tidak mengalami dismenore. Adanya hubungan yang signifikan antara asupan kalsium, magnesium dan kebiasaan olahraga terhadap dismenore pada siswi SMPN 191 Jakarta Barat (p<0,05). Kata Kunci : Asupan kalsium, asupan magnesium, kebiasaan olahraga, dismenore menyebabkan otot menegang. Ketegangan
PENDAHULUAN Dismenore (kram menstruasi pada
otot tidak hanya terjadi pada otot perut
rahim) merupakan keluhan ginekologi
yang terdapat di bagian punggung bawah,
yang paling umum di kalangan remaja
pinggang, panggul, dan paha hingga betis
perempuan dan wanita muda (Harel,
(Asrinah, 2011). Prevalensi dismenore di
2006). Dismenore terjadi pada ± 50%
Indonesia tahun 2008 sebesar 64,25%
perempuan
mengalami
yang terdiri dari 54,89% dismenore primer
dismenore (Dawood, 2006). Dismenore
dan 9,36% dismenore sekunder (Shopia,
ditandai dengan nyeri perut bagian bawah
2013). Dismenore dapat diatasi dengan
yang terjadi selama menstruasi , bahkan
terapi farmakologi dan non farmakologi.
mulai
Terapi farmakologi antara lain, pemberian
dua
yang
atau
telah
lebih
hari
sebelum
menstruasi (Marsden, 2004). Rasa nyeri dapat disebabkan
obat analgetik, terapi hormonal, obat nonsteroid
prostaglandin,
dan
dilatasi
karena kontraksi otot perut yang terjadi
kanalis servikalis. Terapi non farmakologi
secara terus menerus saat mengeluarkan
antara
darah. Kontraksi yang sangat sering ini
lain,asupan
makanan,
kompres
hangat, olahraga, terapi mozart, dan
menambahkan sejumlah sampel 10% agar
relaksasi.
besar responden terpenuhi. Total jumlah Penelitian ini dilakukan di salah
satu sekolah di daerah Jakarta Barat yaitu
sampel yang dibutuhkan adalah 107 responden.
SMPN 191, responden penelitian adalah kelas
VIII
yang
telah
mengalami
Metode yang digunakan untuk mengukur
derajat
dismenore
adalah
menstruasi. Tujuan dari penelitian ini
kuesioner universal pain assessment tool
adalah untuk mengetahui hubungan asupan
dan kebiasaan olahraga menggunakan
kalsium,
kuesioner.
magnesium
dan
kebiasaan
olahraga terhadap dismenore.
Asupan
kalsium
dan
magnesium menggunakan semi kuantitatif food frequency.
METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan secara kuantitatif
dengan
menggunakan
data
primer dan dengan desain studi cross sectional. Penelitian ini dilaksanakan di SMPN
191
Jakarta
Barat.
Waktu
penelitian dimulai pada November 2015 – Agustus 2016. Populasi pada penelitian ini adalah siswa kelas VIII yang telah mengalami sampel
menstruasi. dilakukan
propotional
Pengambilan dengan
random
teknik sampling.
Pengambilan sampel untuk penelitian ini menggunakan rumus Slovin, maka jumlah responden adalah sebanyak sebesar 98 responden, namun menghindari responden drop out maka dilakukan koreksi terhadap besar responden yang dihitung dengan
HASIL Analisa bahwa
univariat
asupan
menunjukkan
kalsium
responden
didominasi asupan kalsium kurang yaitu 60,2 % responden, sedangkan asupan kalsium cukup sebanyak 4,1 % responden dan asupan kalsium lebih sebanyak 35,7 % responden. Asupan magnesium dari 75,5% responden tingkat asupan magnesium lebih dan 1% responden memiliki tingkat asupan magnesium cukup. Kebiasaan olahraga responden dari 98 responden, sebanyak 61,3%
responden
jarang
melakukan
olahraga. Derajat dismenore dari 98 responden
terdapat
27,8%
responden
mengalami dismenore dengan skala nyeri ringan, dan 11,2% responden mengalami dismenore dengan skala nyeri berat.
Tabel 1 Distribusi Frekuensi Asupan Kalsium, Magnesium, Kebiasaan Olahraga dan Dismenore Responden Variabel Asupan Kalsium Kurang (< 1200 mg/hari) Cukup (1200 mg/hari) Lebih (> 1200 mg/hari) Jumlah Asupan Magnesium Kurang (< 200 mg/hari) Cukup (200 mg/hari) Lebih (> 200 mg/hari) Jumlah Kebiasaan Olahraga Tidak pernah Jarang (1-2 x/minggu) Sering (3 x atau lebih/minggu) Jumlah Dismenore Tidak nyeri Nyeri Ringan Nyeri Sedang Nyeri Berat Jumlah
n
%
59 4 35 98
60,2 4,1 35,7 100
23 1 74 98
23,5 1 75,5 100
16 60 22 98
16,3 61,3 22,4 100
24 37 26 11 98
24,5 27,8 26,5 11,2 100
Sedangkan analisa bivariat dengan
maka derajat dismenore berkurang dan
menggunakan uji korelasi Spearman Rank
sebaliknya. Dari 98 responden, terdapat
menunjukkan ada hubungan signifikan
25,5 % responden dengan asupan kalsium
antara asupan kalsium terhadap dismenore
kurang (<1200 mg) mengalami dismenore
(p<0,05). Nilai koefisien korelasi (r) = -
dengan tingkat nyeri sedang dan 19,4 %
0,621 yang artinya ada hubungan yang
responden dengan asupan kalsium lebih
kuat antara kedua variabel. Nilai r negatif
(>1200 mg) tidak mengalami nyeri.
berarti jika asupan kalsium meningkat
Tabel 2 Tabulasi Silang Hubungan Asupan Kalsium, Magnesium, dan Kebiasaan Olahraga Terhadap Dismenore Dismenore Nyeri Nyeri Variabel p value R Tidak Nyeri Nyeri Berat Ringan Sedang n % n % n % n % Asupan Kalsium Kurang (<1200 mg) 3 3,1 21 21,4 25 25,5 10 10,2 Cukup (1200 mg) 2 2 2 2 0 0 0 0 0,000* - 0,621 Lebih (>1200 mg) 19 19,4 14 14,3 1 1 1 1 Jumlah 24 24,5 37 37,8 26 26,5 11 11,2 Asupan Magnesium Kurang (<200 mg) 2 2 6 6,1 9 9,2 6 6,1 Cukup (200 mg) 0 0 1 1 0 0 0 0 0,001* - 0,326 Lebih (>200 mg) 22 22,4 30 30 17 17,3 5 5,1 Jumlah 24 24,5 37 37,8 26 26,5 11 11,2 Kebiasaan Olahraga Tidak Pernah 1 1 7 7,1 6 6,1 2 2 Jarang 5 5,1 27 27,6 19 19,4 9 9,2 0,000* - 0,507 Sering 18 18,4 3 3,1 1 1 0 0 Jumlah 24 24,5 37 37,8 27 26,5 11
Ket: (*) Signifikan Hasil uji korelasi Spearman Rank
hubungan yang kuat antara kedua variabel.
menunjukkan bahwa ada hubungan yang
Nilai r negatif berarti jika kebiasaan
signifikan antara asupan magnesium dan
olahraga
dismenore
koefisien
dismenore berkurang dan sebaliknya. Dari
korelasi (r) = -0,326 yang artinya ada
98 responden, terdapat 27,6 % responden
hubungan
jarang
(p<0,05).
yang
Nilai
lemah
antara
kedua
meningkat
maka
berolahraga
derajat
(1–2x/minggu)
variabel. Nilai r negatif berarti jika asupan
mengalami
magnesium
derajat
nyeri ringan dan 18,4 % responden sering
dismenore berkurang dan sebaliknya. Dari
berolahraga (3x atau lebih/minggu) tidak
98 responden, terdapat 1 % responden
mengalami dismenore.
meningkat
maka
dismenore
dengan
tingkat
dengan asupan magnesium cukup (200 mg) mengalami dismenore dengan tingkat
PEMBAHASAN
nyeri ringan dan 30,6 % responden dengan
Prevalensi dismenore sulit untuk
asupan magnesium lebih (>200 mg)
menggambarkan
mengalami
dirasakan tiap orang. Namun, dismenore
dismenore
dengan
tingkat
nyeri ringan.
kondisi
nyeri
yang
umum terjadi pada ginekologi tiap wanita
Hasil uji korelasi Spearman Rank
tanpa
memandang
usia
dan
suku.
menunjukkan bahwa ada hubungan yang
Diperkirakan bahwa prevalensi dismenore
signifikan antara kebiasaan olahraga dan
bervariasi dari 45 % - 95 % (Zondervan,
dismenore
koefisien
1998). Dalam hasil penelitian pada 664
korelasi (r) = - 0,507 yang artinya ada
siswi di sekolah-sekolah menengah di
(p<0,05).
Nilai
perkotaan dan pedesaan daerah di Mesir
terdapat hubungan antara asupan kalsium
menunjukkan bahwa 75 % dari siswi
dengan dismenore pada remaja putri vegan
mengalami dismenore, dengan gejala yang
di Vihara Maiterya Medan dengan nilai p
paling umum terjadi adalah kelelahan,
= 0,025 (p<0,05).
sakit kepala, sakit punggung, dan pusing (El-Gilany,
2005).
dismenore
Patogenesis
berimplikasi
pada
Magnesium protein,
sifat
mengatur
kontraksi
sintesis
pada
otot
adanya
disebabkan oleh adanya protein. Hampir
jumlah
semua protein otot terikat kuat pada fibril
yang
dan tidak mudah diekstraksi, seperlima
dihasilkan oleh endometrium (Akerlund,
protein otot tidak larut dan merupakan
1990).
komponen struktural dari sel otot. Protein
ketidakseimbangan prostanoids
pada
dan
eikosanoid
Adapun berberapa faktor yang
yang esensial pada otot dan mempunyai
mempengaruhi derajat dismenore adalah
kemampuan kontraksi adalah aktin dan
asupan makanan dan olahraga. Kalsium
miosin yang berfungsi mengendorkan otot
merupakan zat yang diperlukan dalam
- otot saraf tersebut dan menstimulasi
kontraksi otot, termasuk otot pada organ
senyawa - senyawa kimia otak yang
reproduksi. Bila otot kekurangan kalsium,
berkaitan
maka otot tidak dapat mengendur setelah
mengkonsumsi cukup magnesium dapat
kontraksi yang terjadi pada saat haid,
merelaksasi otot dan memberikan rasa
sehingga
rileks serta mengurangi keluhan dismenore
otot
menimbulkan
menjadi rasa
kram
nyeri.
dan
Penurunan
konsentrasi kalsium dapat meningkatkan rangsangan
neuromuskular,
dengan
istirahat,
sehingga
(Rawlings, 1949). Hasil
penelitian menunjukkan
sehingga
bahwa ada hubungan signifikan antara
kejang dan kontraksi otot meningkat
asupan magnesium terhadap dismenore
(Johnson, 1993). Uji klinis menunjukkan
(p<0,05). Penelitian ini sejalan dengan
bahwa
dapat
penelitian yang dilakukan oleh Khailber H
meringankan suasana hati dan gejala
(1990) menyatakan bahwa ada hubungan
somatik terkait dengan pra menstruasi
terapi magnesium terhadap pernurunan
(PMS)
derajat dismenore.
suplemen
(Thys-Jacobs,
kalsium
2000).
Hasil
penelitian menunjukkan ada hubungan
Aktivitas olahraga memiliki berbagai
signifikan antara asupan kalsium terhadap
macam manfaat bagi tubuh, salah satunya
dismenore (p<0,05). Penelitian ini sejalan
adalah untuk meringankan nyeri haid
dengan penelitian yang dilakukan oleh
(dismenore) pada perempuan. Olahraga
Ruth (1934) dan Zarei, et al.(2016) bahwa
dapat meningkatkan pasokan darah ke
organ reproduksi sehingga memperlancar
DAFTAR PUSTAKA
peredaran darah. Olahraga teratur seperti
Harel
jalan cepat, jogging, berlari, berenang, bersepeda atau aerobik dapat memperbaiki kesehatan secara umum dan menjaga siklus
menstruasi
agar
tetap
teratur.
Beberapa perempuan mencapai keringanan melalui
olahraga,
yang
tidak
hanya
mengurangi stress tapi juga meningkatkan produksi endorphin di otak (Proverawati, 2009). Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan signifikan antara kebiasaan olahraga terhadap dismenore (p<0,05). Hasil
penelitian
ini
sejalan
dengan
penelitian yang dilakukan oleh Nabil (2016) dan Molazem (2011) menyatakan bahwa olahraga ringan dapat mengurangi derajat dismenore dan PMS. KESIMPULAN DAN SARAN Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan
signifikan
antara
asupan
kalsium, magnesium, kebiasaan olahraga terhadap dismenore (p<0,05) dengan nilai r negatif yang berarti hubungan antara variabel dependen dan independen tidak searah. Diharapkan
siswi
lebih
meningkatkan asupan kalsium, magnesium dan kegiatan olahraga untuk membantu mengurangi bahkan menghilangkan rasa nyeri menstruasi atau dismenore.
Z. (2006). Dysmenorrhea in adolescents and young adults: etiology and management. J Pediatr Adolesc Gynecol; Vol.19: 363-371. Dawood MY. (2006). Primary dysmenorrhea: advances in pathogenesis and management. Obstet Gynecol; Vol.108: 428-441. Marsden JS, Strickland CD, Clements TL. (2004). Guaifenesin as a treatment for primary dysmenorrhea. J Am Board Fam; Vol.7: 240-246. Asrinah, Jamingatu. (2011). Menstruasi Dan Permasalahannya. Yogyakarta : Pustaka Panasea. Sophia, Frenita. (2006). Faktor – Faktor yang Berhubungan dengan Dismenore pada Siswi SMK Negeri 10 Medan [skripsi]. Universitas Sumatera Utara, Medan. Canabady-Rochelle LS, Sanchez C, Mellema M, Bot A, Desobry S, Banon S. (2007). Influence of calcium salt supplementation on calcium equilibrium in skim milk during pH cycle. J Dairy Sci; Vol. 90: 2155–2162. Zondervan KT, Yudki PL, Vessey MP, Dawes MG, Barlow DH, Kennedy SH. (1998). The prevalence of pelvic pain in the United Kingdom: a systematic review. Br J Obstet Gynaecol ; Vol. 105: 93–99. El-Gilany AH, Badawi K, El-Fedawy S. (2005). Epidemiology of dysmenorrhea among adolescent students in Mansoura, Egypt. East Mediterr Health J; Vol. 11: 155– 163. Akerlund M. (1990). Modern treatment of dysmenorrhea. Acta ObstetGynecol Scand; Vol. 69: 563–564. Johnson PE, Lykken GI. (1993). Dietary calcium and manganese effects on menstrual cycle symptoms. Am J Obstet Gyencol ; Vol. 168: 1417– 1423.
Thys-Jacobs S. (2000). Micronutrients and the premenstrual syndrome: the case for calcium. J Am Coll Nutr; Vol.19: 220–227. Ruth E. Boynton, M.D., E.C. Hartley, M.D. (1934). Calcium in the treatment of dysmenorrhea. American Journal of Obstetrics & Gynecology ; Vol. 27 : 253–257. Abdul-Razzak ,Khalid K., Nehad M. Ayoub, Ahmed A. Abu-Taleb and Bayan A. Obeidat. (2010). Influence of dietary intake of dairy products on dysmenorrhea. J. Obstet. Gynaecol. Res. Vol. 36, No. 2: 377–383. Rawlings, W. J. (1949). Magnesium in Dysmenorrhea. American Journal of Obstetrics & Gynecology ; 59: 468.
Proverawati, Atikah. (2009). Menarche Menstruasi Pertama Penuh Makna. Yogyakarta: Nuha Medika. Klaiber H, Fontana, Hogg B. (1990). Therapeutic effects of magnesium in dysmenorrhea. Pubmed; Vol. 79(16):491-4. Nabil Aboushady, Reda Mohamed & Tawheda Mohamed Khalefa Elsaidy. (2016). Effect of Home based Stretching Exercises and Menstrual Care on Primary Dysmenorrhea and remenstrual Symptoms among Adolescent Girls. IOSR Journal of Nursing and Health Science ; Vol.5: 10 – 17. Molazem Z, Alhani F, Anooshe M, Vagharseyyedin S A. (2011). Epidemiology of dysmenorrhea with dietary habits and exercise. ZJRMS; Vol. 13 (3) :41-45.