Oslida Martony dan Hendro
Efektivitas Pengobatan Strategi DOTS …
INFEKSI NOSOKOMIAL DAN MANFAAT PELATIHAN KETERAMPILAN PERAWAT TERHADAP PENGENDALIANNYA DI RUANG RAWAT INAP PENYAKIT DALAM RSUP H. ADAM MALIK MEDAN TAHUN 2001 Mardan Ginting Poltekkes Medan
Abstrak Telah dilakukan quasi experiment pretest posttest design, cara pengendalian Infeksi Nosokomial (IN) melalui kanula infus di Ruang Rawat Penyakit Dalam Pria dan Wanita RSUP H. Adam Malik Medan selama satu tahun di mulai dari bulan April 2001 sampai dengan Maret 2002. Dari 16 orang pasien pada kelompok pretest terdapat proporsi IN 62,50%. Kemudian dilaksanakan program intervensi berupa pelatihan kepada 19 orang perawat yang bertugas pada shift pagi dengan pemberian modul, ceramah, dan praktik lapangan. Satu minggu setelah pemberian program intervensi dilakukan posttest dengan jumlah pasien 16 orang, terdapat penurunan proporsi IN menjadi 37,5%, namun secara statistik tidak berbeda signifikan (P= 0,15730). Jumlah pertumbuhan rata-rata koloni kuman pada kelompok pretest dibanding dengan (vs) kelompok posttest (334 cfu vs 26 cfu, P= 0,0000). Penyebab IN pada pretest lebih banyak kuman gram positif (60%) terbanyak adalah Staphyloccocus aureus (40%) sedangkan pada posttest ditemukan gram negatif 50% terbanyak adalah Pseudomonas fluorescens (33,3%) dan jamur 50%. Kuman IN Staphyloccocus aureus, Staphyloccocus epidermis, Staphyloccocus saprophyticus, dan Klebsiela pneumoniae sudah resistan terhadap beberapa jenis antibiotika sedangkan Pseudomonas aeruginosa dan Pseudomonas fluorescens (pretest-posttest) mempunyai kekebalan yang cukup tinggi terhadap semua antibiotika, kecuali Ciprofloxacin. Dalam rangka menurunkan tingkat infeksi nosokomial atau dengan kata lain meningkatkan produktivitas perawat terhadap pengendalian IN adalah dengan cara melaksanakan program strategi intervensi multiple approach berupa pendidikan/pelatihan perawat, pemutaran slide (film) program pencegahan infeksi nosokomial, praktik untuk program persiapan alat-alat, cara desinfeksi kulit, penggunaan dan penggantian alat infus tiap 72 jam (kecuali infus lipid dan darah diganti tiap 24 jam). Cuci tangan sebelum dan sesudah tiap tindakan. Kata kunci: Infeksi nosokomial, Proporsi, Kultur, Produktivitas
PENDAHULUAN Latar Belakang Infeksi nosokomial (Hospital Acquired Infection/ Nosokomial Infection) adalah infeksi yang didapat ketika penderita itu dirawat di rumah sakit. Infeksi Nosokomial (IN) merupakan masalah kesehatan sejak ratusan tahun yang lalu. Perhatian terhadap infeksi nosokomial telah ada sejak tahun 1840-an di mana Ignaz Semmelweiz memperhatikan tingginya angka kematian pada ruangan persalinan yang ditangani oleh mahasiswa kedokteran dibanding dengan ruangan yang ditangani bidan. Ia menduga bahwa ini terjadi akibat infeksi yang dibawa oleh mahasiswa dari ruang otopsi. Oleh karena itu ia meminta agar para dokter dan mahasiswa mencuci tangan dulu dengan larutan klorinated sebelum memeriksa para ibu di ruangan. Ternyata setelah itu angka kematian menurun tajam. Weinstein RA (1998) menyatakan bahwa infeksi nosokomial juga merupakan masalah penting di seluruh belahan dunia, oleh karena selain meningkatkan angka kesakitan dan kematian, juga -44-
menyedot dana yang cukup besar. Pada penelitian yang dilakukan National Nosokomial Infections Surveillance (NNIS) dan Centers of Disease Control and Prevention’s (CDC’s) didapatkan 5 sampai 6 kasus infeksi nosokomial dari setiap 100 kunjungan ke rumah sakit. Diperkirakan 2 juta kasus infeksi nosokomial terjadi setiap tahun di Amerika Serikat dengan menghabiskan dana sebesar 2 milyar dolar. Pada beberapa penyakit yang berat, infeksi nosokomial meningkatkan angka kematian menjadi 2 kali lipat. Di Indonesia masalah infeksi nosokomial juga merupakan masalah yang cukup serius. Apalagi di rumah sakit yang jumlah penderita yang dirawatnya banyak dengan tenaga perawatnya masih terbatas. Pada penelitian yang dilakukan oleh Wardana dan Acang pada tahun 1989 mendapatkan hasil observasi infeksi nosokomial insidensi infeksi nosokomial 18,46% pada pasien yang dirawat di ruang rawat penyakit dalam RSUP M. Jamil, Padang. Pada penelitian lain pada tahun yang sama di RS. Hasan Sadikin Bandung didapatkan insidensi/prevalensi
Jurnal Ilmiah PANNMED
infeksi nosokomial 17,24% sedangkan di RSUD Dr. Sutomo adalah sebesar 9,85% (Ginting Y., 2001). “The Journals of Infections Control Nursing”, sebagaimana yang ditulis oleh Nancy Roper (1996) mengadakan survei prevalensi pada 43 rumah sakit di Inggris yang menunjukkan bahwa kira-kira 20% pasien rumah sakit terkena infeksi dan dari jumlah tersebut kurang lebih 10% adalah infeksi dari komunitas, yang sudah ada pada saat pasien masuk rumah sakit serta 10% lagi adalah infeksi nosokomial. Lokasi dan persentase infeksi yaitu: (1) saluran kemih (30%); (2) luka operasi (20%); (3) saluran pernafasan (20%); (4) luka lain (30%). Angka biakan positif atau pencemaran jarum infus di luar negeri menurut Rhame dkk. dalam Janas (1992) adalah 14,6%, sedangkan menurut Reinarz angka ini berkisar antara 8% - 57%. Di Indonesia, Kusumobroto, H. dkk. menemukan 60% di bagian Gawat Darurat RS. Dr. Sutomo, Surabaya dan Hakim T. dkk. mendapatkan 19,4% di Bagian Bedah Jantung RS. Jantung Harapan Kita Jakarta, di RSU Medan sampai saat ini belum ada laporan mengenai hal tersebut di atas. The Lancet (2000) menyebutkan bahwa kumankuman yang sering menjadi penyebab infeksi nosokomial gram positif coccus adalah Staphylococcus coagulase negatif, Staphylococcus aurus, gram negatif basil, Enterobacter aerogenes, Eschericia coli, Pseudomonas aeru-ginosa, Serratia marcescens, Coryne-bacterium sp. (Philippe, 2000). Pengetahuan mengenai jenis kuman penyebab IN sangatlah dibutuhkan untuk dapat memberikan pengobatan yang rasional. Tujuan Penelitian Mengetahui karakteristik infeksi nosokomial dan manfaat pelatihan perawat dalam rangka meningkatkan keterampilan untuk pengendalian infeksi nosokomial di RSUP H. Adam Malik Medan.
METODE PENELITIAN Rancangan Penelitian Rancangan penelitian yang digunakan adalah quasi experiment pretest posttest design. Rancangan ini dipilih oleh karena pada penelitian ini peneliti tidak dapat mengkontrol alokasi dari sampel, yaitu sampel pada pretest dan posttest tidak mungkin sampel yang sama (pasien pada pretest sudah keluar dari rumah sakit pada waktu posttest dilakukan) di samping itu situasi pada waktu pretest dan posttest tidak mungkin di kontrol agar sama (kebersihan ruangan, tempat tidur, tamu-tamu yang berkunjung, dan lain-lain). Sampel Cara Pengambilan Sampel Dilakukan dengan simple random sampling, pasien yang masuk ke ruang rawat inap yang memenuhi kriteria sampel diberi urutan nomor, mereka yang mendapat nomor ganjil dipilih menjadi sampel sampai jumlah sampel yang dibutuhkan terpenuhi 16 orang untuk pretest dan 16 orang lagi untuk posttest.
Vol. 1 No. 1 Juli 2006
⎡⎛ ⎤ α⎞ ⎢⎜ Z1 − 2 ⎟ + ZB⎥ ⎝ ⎠ ⎣ ⎦ N= d2
2
(SA2 + SB2 )
Jalannya Penelitian Pelaksanaan kultur kanula infus baik pretest maupun posttest adalah: survei pencemaran jarum infus interavena ini dilakukan 2 kali sehari pada jam 07.00 WIB dan pada jam 18.00 WIB terhadap pasien sampel yang mendapat terapi infus cairan atau transfusi darah interavena. Selama penelitian berlangsung, dimulai sejak minggu terakhir Juni 2001 s.d. akhir minggu ketiga Juli 2001. Diestimasikan jumlah sampel yang dibutuhkan sudah terpenuhi untuk pretest. Jarum infus yang dipakai terbuat dari logam dibungkus plastik. Pemasangan dan pencabutan jarum infus dilakukan oleh perawat. Saat mulai jarum infus terpasang dan saat pencabutan jarum infus dicatat, demikian pula bila timbul reaksi lokal dan reaksi umum selama infus berjalan/terpasang. Jarum infus yang menjadi sampel adalah berasal dari pasien sampel yang dicabut antara 48–72 jam dan maksimum 1 minggu, karena secara normal jarum infus harus diganti maksimum 72 jam. Pencabutan dan pengambilan spesimen jarum infus dilaksanakan dengan mula-mula membersihkan kulit tempat tusukan jarum infus dengan alkohol 70%, kemudian jarum infus dicabut dengan pinset steril, lalu + 2 cm ujung distal jarum infus dipotong dengan gunting steril (dengan bantuan perawat lain). Potongan ini langsung ditampung ke dalam tabung berisi media liquid yang terdiri atas sodium klorida fisiologis. Tabung berisi media dan potongan jarum kemudian dikirim ke Laboratorium Mikrobiologi RSUP H. Adam Malik Medan untuk memeriksa ada tidaknya kuman menurut cara yang lazim berlaku untuk biakan kuman, isolasi, identifikasi serta uji kekebalan kuman terhadap antibiotik. Setelah pengumpulan data awal (pretest) selesai maka dilaksanakan program intervensi berupa pelatihan terhadap perawat dengan pemberian modul, ceramah, dan praktik lapangan. Seluruh perawat yang bertugas pada shift pagi di ruangan penyakit dalam yaitu 19 orang. Kemudian 1 minggu setelah pelatihan yaitu sejak minggu ke-2 bulan Augustus 2001 dilakukan kembali pengumpulan data untuk posttest seperti prosedur pada pretest tetapi tentu saja dengan pasien yang berbeda, sampai jumlah sampel minimal terpenuhi. Variabel yang Diamati Variabel Penelitian Variabel penelitian terdiri dari: a. Variabel Bebas (x) yakni: Pelatihan terhadap paramedis dengan pemberian modul, ceramah, dan praktik. b. Variabel Terikat (y) yakni: Infeksi nosokomial diukur dalam proporsi sampel pasien yang mengalami IN dan nilai ratarata sampel kultur yang (+)/coloni form unit. -45-
Mardan Ginting
Infeksi Nosokomial dan Manfaat Pelatihan Keterampilan…
Pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat diukur dengan ada tidaknya perbedaan proporsi
IN dan juga perbedaan rata-rata cultur (+) sebelum dan sesudah pelatihan.
Kerangka Konsep Pretest
Posttest
Intervensi (Pelatihan Perawat)
4. Proporsi IN 5. Kultur (+) 6. Nilai rata-rata CFU 1
1. Proporsi IN 2. Kultur (+) 3. Nilai rata-rata CFU 2
Infus Pasien
Infus Pasien
Kerangka konsep operasional
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Karakteristik sampel pada pretest dan posttest dari segi umur, jenis kelamin, ukuran kanula infus dan pasien yang mendapat antibiotik selama penelitian ini berlangsung dapat terlihat pada Tabel 1, 2, 3 dan 4 berikut ini. Tabel 1. Karakteristik sampel berdasarkan umur pada pretest dan posttest di RPD pria dan wanita RSUP H. Adam Malik 2001 Variabel Umur Pretest Posttest P = 0,648
n
Range (TH) 21 – 70 21 - 70
16 16
Mean
SD
49,12 52,06
19,45 16,46
CV (%) 39,60 31,62
SE of Mean 4,861 4,114
Tabel 2. Karakteristik sampel berdasarkan jenis kelamin pada pretest dan posttest di RPD pria dan wanita RSUP H. Adam Malik 2001 Variable Jenis Kelamin Pretest Posttest P = 0,028
n 16 16
Laki-Laki f % 7 43,75 13 81,25
Perempuan F % 9 56,25 18,75
Total f 16 16
% 100 100
Tabel 3. Karakteristik ukuran kanula yang digunakan pada sampel pretest dan posttest di RPD pria dan wanita RSUP H. Adam Malik 2001 Variabel Ukuran Kanula Prestest Posttest P = 1,000
n
Range
Mean
SD
16 16
18 – 22 20
20,0 20,0
1,033 0,000
CV (%) 5,16 0,00
SE of Mean 0,258 0,000
Tabel 4. Tabulasi silang pemberian antibiotik pada sampel pretest dan protest di RPD pria dan wanita RSUP H. Adam Malik 2001
-46-
Jurnal Ilmiah PANNMED
Vol. 1 No. 1 Juli 2006
Variabel Antibiotik (+) (-) Total
Pretest
Posttest
f 8 8 16
% 50 50 100
f 9 7 16
% 56,25 43,75 100
P = 0,72315 Hasil Isolasi Kuman dari Kanula Infus Hasil isolasi kuman penyebab infeksi nosokomial di ruang rawat penyakit dalam sebelum
dan sesudah pelatihan perawat ditemukan beberapa spesies kuman seperti terlihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Distribusi frekuensi kuman yang diisolasi dari kanula infus (kultur +) pretest–posttest di RPD pria dan wanita RSUP H. Adam Malik 2001 No
Gram staining
Jenis kuman
Pretest % 40 10 10
1
Gram positif Coccus
Staphylococcus aureus Staphylococcus epidermis Staphylococcus saprophyticus
2
Gram negatif Batang
Klebisiella pneumoniae Pseudomonas auroginosa Psuedomonas fluorescens
1 1
10 10
1 2
16,7 33,3
Aspergillus Fumigatus Candida sp.
1 1
10 10
3 -
50,0
10
100
6
100
3
Jamur
Jumlah
f -
Posttest % -
f 4 1 1
Tabel 6. Distribusi frekuensi sensitivitas kuman berdasarkan antibiotik yang digunakan pada pretest dan posttest di RPD wanita dan pria RSUP H. Adam Malik 2001 JENIS KUMAN JLH Sensitivitas kuman terhadap antibiotika (%) PRETEST: ISOLAT AP A C CIP CO/TS E Gm K S TE Staphylococcus aureus 4 0 25 50 100 0 25 25 50 25 25 Staphylococcus epidermis 1 100 100 0 100 0 0 0 0 100 100 Staphylococcus saprophyticus 1 0 0 0 100 0 100 0 0 0 0 Klebsiella pneumoniae 1 0 0 0 100 0 100 0 100 0 0 Psuedomonas fluorescens 1 0 0 0 100 0 0 0 0 0 0 Aspergillus Fumigatus 1 Candida sp. 1 POSTTEST: Pseudomonas aeruginosa 1 0 0 0 100 0 0 0 0 0 0 Psuedomonas Fluorescens 2 0 0 0 50 0 0 0 0 0 0 Aspergillus Fumigatus 3 Catatan: Ap (Ampicilin), A (Amoxicilin), C (Chloramphenicol), Cip (Ciprofloxacin), CO/TS (Cotrimoxazole), E (Eritromycin), GM (Gentamycin), K (Kanamycin), S (Streptomycin), TE (Tetracyclin). Tabel 7. Tabulasi silang infeksi nosokomial pada pretest dengan posttest di RPD pria & wanita RSUPHAM 2001 Variabel Antibiotik (+) (-) Total
Pretest f 10 6 16
Posttest % 62,5 37,5 100
f 6 10 16
% 37,5 62,5 100
P = 0,15730 Tabel 8. Hasil Student’s t test pertumbuhan koloni kuman pada hasil kultur kanula infus pretest dengan posttest di RPD Pria dan Wanita RSUP H. Adam Malik 2001 -47-
Mardan Ginting
Variabel Koloni Prestest Posttest P = 0,0000
Infeksi Nosokomial dan Manfaat Pelatihan Keterampilan…
n
Range
Mean
SD
16 16
8 – 820 9 - 81
334 26
307 25
CV (%) 92 96
SE of Mean 37 6
Keterbatasan: Tidak dapat menyeimbangkan jenis kelamin pria dan wanita pada sampel pretest dan posttest
PEMBAHASAN Jenis Kuman yang Diisolasi dari Kanula Infus (Kultur +) Pretest-Postest di RPD Pria dan Wanita RSUP H. Adam Malik 2001 Infeksi nosokomial kanula infus dalam penelitian ini pada pretest lebih banyak oleh kuman gram positif (60%) terbanyak adalah Staphylococus aureus (40%). Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Janas dkk., yang melaporkan 74,6% kuman gram positif, dengan kuman terbanyak adalah Staphylococcus epidermis (38%). Juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Philippe Eggimann yang melaporkan 55% kuman gram positif, terbanyak Staphylococcus aureus (14%). Tetapi berbeda dengan laporan Kusumobroto dkk. yang menemukan kuman gram negatif 73,4% dengan jenis kuman terbanyak adalah Basillus substilis (16,6%); juga berbeda dengan laporan Hakim, T. dkk. yang menemukan kuman gram negatif 71,4% kuman yang terbanyak Pseudomonas aeruginosa, seperti yang ditulis oleh Janas dkk. (1992). Tetapi hal ini ada kesesuaian dengan hasil penelitian ini, di mana setelah program intervensi ditemukan kuman gram negatif sebanyak 50%, terbanyak adalah Pseudomonas fluorescens (33,3%) dan jamur 50%. Dalam hal ini perbedaan tersebut mungkin karena perbedaan jenis kuman yang menonjol di masing-masing rumah sakit. Jenis kuman nosokomial, pencemaran air, perbedaan kebiasaan cara mencuci tangan dari perawat yang melaksanakan pemasangan jarum infus dan penyakit dasar penderita. Angka-angka dan jenis kuman yang diperoleh mungkin akan berbeda dengan seringnya digunakan kanula infus plastik pada waktu akhirakhir ini. Obat yang Sensitif terhadap Kuman Berdasarkan Antibiotik yang Digunakan pada Pretest dan Posttest di RPD Pria dan Wanita RSUP H. Adam Malik 2001 Kuman infeksi nosokomial yang ditemukan dalam penelitian ini sudah kebal terhadap berbagai antibiotik yang sering digunakan, namun terhadap antibiotik yang jarang digunakan seperti Ciprofloxin masih sensitif terhadap kuman yang diisolasikan dari kanula infus tersebut. kuman Pseudomonas aeruginosa dan Pseudomonas fluorescens yang ditemukan baik pada pretest maupun posttest sudah -48-
kebal terhadap semua jenis antibiotik yang digunakan kecuali Ciprofloxin masih sensitif. Hal ini sama dengan yang dilaporkan oleh Janas dkk. (1992) di mana dinyatakan bahwa kekebalan kuman-kuman yang ditemukannya cenderung lebih besar terhadap antibiotika yang sering digunakan (ampicilin, chloramphenicol, tetrac-yclin, gentamycin) sedangkan Pseudomonas sp., mempunyai kekebalan yang cukup tinggi terhadap berbagai antibiotik. Resistensi kuman terhadap antibiotik dapat dipengaruhi beberapa faktor: a. Kebiasaan membeli dan memakan antibiotik tanpa mengindahkan aturan pemakaian. b. Pemakaian antibiotik yang diberikan oleh dokter, dimakan pasien tidak sesuai dengan advice dokter (satu hari makan, karena merasa sembuh diberhentikan). c. Usia, pasien lanjut usia sering memiliki patologi multiple dan perlu diingat bahwa kelompok pasien ini lebih peka terhadap pemberian obat. Juga distribusi dan konsentrasi obat dapat berbeda mengingat penurunan konsentrasi albumin darah dan fungsi ginjal (Nelwan RHH, 1996). Proporsi Infeksi Nosokomial pada Pretest dan Posttest di RPD Pria dan Wanita RSUP H. Adam Malik 2001 Proporsi infeksi nosokomial melalui kanula infus pada kelompok pretest 62,5%, sedangkan pada kelompok posttest terjadi penurunan infeksi nosokomial menjadi 37,5% walaupun secara statistik tidak berbeda secara signifikan (P= 0,15730). Hal ini sesuai dengan yang dilaporkan oleh Janas dkk. di mana proporsi infeksi nosokomial tersebut adalah 42,57%. Namun dalam penelitian ini tidak melakukan program intervensi. Tetapi lebih tinggi dari laporan Philippe Eggimann yang melaporkan proporsi infeksi nosokomial pada kelompok kontrol (pretest) adalah 12,7% sedangkan pada kelompok intervensi (posttest) adalah 8,1%. Hal ini dapat terjadi karena strategi intervensi multi pendekatan yang digunakan sudah baik. Pendidikan staf, demonstrasi slide, dan praktik untuk program persiapan alat-alat, desinfeksi kulit, penggunaan, penggantian alat tiap 72 jam (kecuali infus lipid & darah diganti tiap 24 jam), cuci tangan sebelum dan sesudah tiap tindakan dilaksanakan sesuai prosedur standar (Philippe Eggimann 2000).
Jurnal Ilmiah PANNMED
Pertumbuhan Koloni Kuman pada Hasil Kultur Kanula Infus Pretest dengan Posttest di RPD Pria dan Wanita RSUP H. Adam Malik 2001 Pertumbuhan koloni dari hasil kultur kanula infus yang menjadi subjek pada penelitian infeksi nosokomial ini di mana rata-rata pertumbuhan koloni pada kelompok pretest 334 cfu dan terjadi penurunan pertumbuhan koloni pada kelompok posttest menjadi rata-rata 26 cfu, secara statistik sangat berbeda bermakna (p = 0,0000) Hal ini dapat terjadi karena program pelatihan yang diberikan kepada staf perawat RPD pria dan wanita RSUP H. Adam Malik untuk melaksanakan program pengendalian infeksi nosokomial melalui kanula infus dan dilaksanakan dengan baik atau dengan perkataan lain produktivitas staf perawat bertambah tinggi setelah pelatihan keterampilan.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa: a. Penyebab Infeksi nosokomial kanula infus pada pretest ditemukan tujuh spesies kuman, yang terbanyak gram positif coccus yaitu Staphylococus aureus (40%) dan terjadi perubahan pada program posttest ditemukan tiga spesies kuman yaitu gram negatif batang 50% terbanyak Pseudomonas fluorescens (33,3%) dan Jamur Asperigillus fumigatus (50%). b. Kuman IN Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermis, Staphylococcus saprophyticus, dan Klebsiella pneumoniae sudah kebal terhadap beberapa jenis antibiotika sedangkan Pseudomonas aeruginosa dan Pseudomonas fluorescens (pretest-posttest) mempunyai kekebalan yang cukup tinggi terhadap semua antibiotika, kecuali terhadap Ciprofloxalin. c. Proporsi infeksi nosokomial kanula infus masih cukup tinggi, ditemukan 62,5% pada pretest dan berkurang menjadi 37,5% pada program posttest namun secara statistik perbedaan ini tidak signifikan (P = 0,15730) d. Jumlah pertumbuhan rata-rata koloni kuman sangat menurun setelah dilakukan pelatihan keterampilan perawat, yaitu 334 cfu pada pretest menjadi 26 cfu pada posttest. Saran (Rekomendasi) Salah satu upaya dalam menurunkan tingkat infeksi nosokomial atau dengan kata lain meningkatkan produktivitas perawat terhadap pencegahan terjadinya infeksi nosokomial adalah dengan cara melaksanakan program strategi intervensi multiple approach berupa pendidikan/pelatihan perawat, pemutaran slide (film) program pengendalian infeksi nosokomial, praktik untuk program persiapan alat-alat, cara desinfeksi kulit, penggunaan dan penggantian alat infus tiap 72 jam (kecuali infus lipid & darah diganti tiap 24 jam).
Vol. 1 No. 1 Juli 2006
Cuci tangan sebelum dan sesudah tiap tindakan. Program ini agar dapat dilaksanakan dalam pertemuan rutin setiap bulan di RSUP H. Adam Malik Medan.
DAFTAR PUSTAKA Arikunto Suharsini., Manajemen Penelitian, Rineka Cipta, Jakarta 1993. Djojosugito M.Achmad., Arjono D.P. dkk., Manual Pengendalian Infeksi Nosokomial IKABIJohnson & Johnson Med. Ind. 1991. Efferen Linda S; Imfact of Nosokomial Infections in the ICU International Conference of The American Thoracic Society, 1996. Ginting Yosia., Bachtiar Panjaitan., Pencegahan Infeksi Nosokomial, Makalah Seminar Ilmiah Tahunan II Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK USU Medan 2001. Hierholzer Walter dkk., CDC, Guideline for prevention of Intravascular Device Related Infections, Atlanta, USA, 1995. File: //A :\ Guideline for Prevention of Intravascular Device-Related Infections. htm. Hupodio Hudoyo., Epidemiologi Infeksi Nosokomial, Field Epidemiology Training Program (FETP). Ditjen PPM & PLP, Depkes RI, Jakarta 1991. Janas Sutoto, dkk., Pencemaran Jarum Inpus Interavena (IV) di Rumah Sakit Menular Buletin Penelitian Kesehatan Vol.2. No.2, Jakarta 1992. Laura.A.Talbot, Mary Meyers., Pengkajian Keperawatan Kritis Ed.2, EGC, Jakarta 1997. Nainggolan Stephani M., Dampak Infeksi Nosokomial Luka Operasi terhadap Biaya Perawatan di Unit Kebidanan dan Kandungan RSU Sleman 1993. Notoatmojo, Soekodjo., Pendidikan Kesehatan Masyarakat, Ed.2. FKM UI, Jakarta 1989. Pelczar & Chan, Dasar-Dasar Mikrobiologi 2, UI, Press Jakarta 1988. Philippe Eggimaun, dkk., Medical Intensive Care Unit, and The Infection Control Programme, Departement of Internal Medicine, University of Geneva Hospital Lancet 2000; 355: 1864– 68. Roper Nancy., Prinsip-Prinsip Keperawatan, Yayasan Essentia Medika dan Andi, Pertama, Yogyakarta 1996. Susan D, Schafler, Pencegahan Infeksi dan Praktik yang Aman, EGC, Jakarta 2000. Weinstein Roberts A., Nosocomial Infection Update Cook County Hospital & Rush Medical College, Chicago Illinois, USA, 1998. File:A:\Nosocomial Infection Update. Htm. WHO, Healt Research Metodelogy: A Guide for Training in Research Method Manila, 1992 Wirjoadmojo Karjadi., Poedji Rochjati dkk, Buku Pedoman Pengendalian Infeksi Nosokomial Ed. II, Surabaya 1988 -49-