ANALISIS PERBANDINGAN ANGKA CALVING RATE SAPI POTONG ANTARA KAWIN ALAMI DENGAN INSEMINASI BUATAN DI KECAMATAN DUKUN KABUPATEN GRESIK
1
1
1
Ainur Rosikh , Arif Aria H. , Muridi Qomaruddin Program Studi Peternakan Fakultas Peternakan Universitas Islam Lamongan Jl.Veteran No.53.A Lamongan
1
ABSTRAK Penelitian dilakukan terhadap para petani peternak sapi potong yang berada di kecamatan Dukun Kabupaten Gresik tanggal 01 sampai 30 Juni 2015. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui perbandingan angka calving rate antara kawin alami dengan IB di Kecamatan Dukun Kabupaten Gresik. Dalam penelitian ini materi yang digunakan adalah responden peternak yang memiliki sapi potong jenis Peranakan Ongole (PO) dan berjenis kelamin betina diwilayah Kecamatan Dukun Kabupaten Gresik. Metode dasar yang digunakan adalah deskriptif dan kuantitatif analitis. Jenis data yang digunakan adalah data primer dan sekunder. Jumlah sampel di ambil secara purposive yaitu untuk peternak 30 responden yang memiliki minimal satu ekor sapi betina yang pernah beranak. Data diperoleh dengan wawancara dibantu dengan daftar pertanyaan (kuisioner). Berdasarkan analisis dan hasil penelitian, maka dapat diperoleh kesimpulan secara umum bahwa terdapat perbedaan angka calving rate t hitung (9,15) > t tabel (2,048) dengan selisih perhitungan statistik 7,102 antara kawin alami dan IB di Kecamatan Dukun Kabupaten gresik. Sementara itu persentase angka calving rate kawin alami di Kecamatan Dukun Kabupaten Gresik lebih tinggi daripada inseminasi buatan yakni mencapai 80% dengan rata-rata S/C 1,33, sedangkan inseminasi buatan hanya mencapai 65% dengan rata-rata S/C 1,5. Kata kunci : Kawin Alami, Inseminasi Buatan, Sapi potong, Calving Rate PENDAHULUAN Ternak ruminansia besar memegang peranan penting dalam penyediaan sumber protein hewani di Indonesia. Data statistik peternakan menunjukkan bahwa populasi sapi potong, kerbau dan sapi perah di Indonesia berturut-turut 10.436.200, 2.436.100 dan 354.000 ekor. (Ditjen Bina Produksi Peternakan, 2002). Pada tahun 2008 permintaan daging di Indonesia sebanyak 385.035 ton dan baru terpenuhi sebanyak 249.925 ton (Rianto dan Purbowati, 2010). Pada pemeliharaan sapi potong, pola perkawinan yang kurang tepat pada usaha sapi potong akan berdampak pada rendahnya angka konsepsi dan panjangnya jarak beranak, khususnya pada peternakan rakyat. Oleh karena itu diperlukan teknologi alternatif untuk mengatasi permasalahan reproduksi tersebut, diantaranya perbaikan sistem perkawinan yang menyangkut sumber bibit atau pejantan yang berkualitas sehingga akan berdampak terhadap peningkatan efisiensi reproduksi. Kondisi sapi potong di peternakan rakyat masih mengalami beberapa permasalahan, yaitu tingginya kawin berulang baik melalui kawin alam atau Inseminasi Buatan (Affandhy et al., 2005) dan angka kebuntingan
JURNAL TERNAK Vol. 06 No.01 Juni 2015
≤60%, dan mahalnya biaya operasional (Yusranet al.,2001; Affandhy et al., 2003; Affandhy et al., 2004) sehingga menyebabkan panjangnya calving interval. Uji-coba semen cair pada induk sapi peranakan Ongole milik peternak menunjukkan > 70% positif bunting dan mendapat respons positif petani terutama di wilayah yang kurang terjangkau IB (Affandhy et al., 2004). Demikian pula IB pada induk sapi potong rakyat menggunakan semen cair dengan suplementasi vitamin E menunjukkan angka konsepsi hingga mencapai 69,6% dan nilai S/C < 2 (Affandhy et al., 2005). Hasil kebuntingan yang lebih tinggi didapat pula pada penggunaan semen dingin (50%) dari pada semen beku (41,7%) (Situmorang, 2002). Informasi penggunaan pejantan alam pada usaha peternakan rakyat di kabupaten Pasuruan menunjukkan S/C dan biaya perkawinan sebesar 2,2 dan Rp. 38.125/kawin (Affandhy et al., 2005). Survei pada sapi potong induk milik peternak di Jawa Timur dan Jawa Tengah diperoleh S/C pada kawin alam sebesar 1,6 ± 0,3 dan 1,4 ± 0,6 dan S/C dengan straw beku sebesar 1,7 ± 0,3 dan 2,0 ± 1,0 (Lolitsapo, 2005). Hal serupa juga terjadi di wilayah Kabupaten Gresik, salah satunya adalah Kecamatan Dukun. Kecamatan Dukun merupakan salah satu dari 26
13
kecamatan di Kabupaten Gresik-Jawa Timur yang juga menjadi basis peternakan rakyat utamanya sapi potong. Masyarakat peternak di wilayah Kecamatan Dukun menggunakan system perkawinan alam dan pemanfaatan IB dalam hal reproduksi sapi potong. Yang tentunya dengan tingkat keberhasilan yang berbeda-beda. Untuk dapat mengetahui tingkat keberhasilan kawin alami dan IB di wilayah Kecamatan Dukun maka dibutuhkan suatu penilaian tentang keberhasilan pelaksanaan pola perkawinan tersebut. Penilaian keberhasilan kawin alami dan IB dapat dihitung melalui pengamatan yaitu calving rate, adalah persentase sapi betina yang melahirkan. Angka Calving Rate merupakan cara penilaian berdasarkan tingkat kelahiran. Angka Calving Rate dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya fertilitas dan kualitas pejantan, kualitas semen, ketrampilan inseminator, peternak serta kemungkinan adanya gangguan reproduksi atau kesehatan hewan betina. Berlatar belakang hal tersebut kemudian penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai “Analisis Perbandingan Angka Calving Rate Sapi Potong antara Kawin Alami dengan Inseminasi Buatan di Kecamatan Dukun Kabupaten Gresik”.
METODE PENELITIAN Metode dasar yang digunakan adalah deskriptif dan kuantitatif analitis. Jenis data yang digunakan adalah data primer dan sekunder. Data primer diperoleh dengan metode survey ke peternak. Data sekunder diperoleh dari Biro Pusat Statistik Gresik, Dinas Peternakan dan Pertanian Kabupaten Gresik, Sub Dinas Peternakan Gresik dan literatur yang terkait. Jumlah sampel di ambil secara purposive yaitu untuk peternak 30 responden yang memiliki minimal satu ekor sapi betina yang pernah beranak. Data diperoleh dengan wawancara dibantu dengan daftar pertanyaan (kuisioner). Analisis data yang digunakan adalah analisis statistik dengan menghitung Uji t dua arah. HASIL DAN PEMBAHASAN Perbandingan Persentase Angka Calving Rate Calving Rate adalah prosentase jumlah anak yang lahir dari hasil satu kali perkawinan (apakah pada perkawinan pertama atau kedua dan seterusnya). Hasil penelitian perbandingan angka calving rate (tingkat kelahiran) sapi potong antara kawin alami dan inseminasi buatan (IB) di Kecamatan Dukun Kabupaten Gresik dapat dilihat pada tabel dibawah ini. Berdasarkan tabel 1. dibawah ini diketahui bahwa sapi potong milik responden yang menggunakan teknik perkawinan alami sebanyak 15 ekor dengan persentase angka calving rate mencapai 80 persen, dengan perhitungan rumus :
Tabel 1. Perbandingan Persentase Angka Calving Rate No Teknik Perkawinan Jumlah Sapi (ekor) 1. Kawin Alami 15 2. Inseminasi Buatan 40 Sumber : Data yang diolah Rumus : Jumlah pedet yang lahir CvR = Jumlah sapi betina yang di kawinkan alami
Angka Calving Rate (%) 80 65
Rata-Rata S/C 1,33 1,5
CvR = 12 ekor 15 ekor CvR = 0,8 ekor = 0,8 x 100% = 80% Sedangkan yang menggunakan teknik inseminasi buatan sebanyak 40 ekor sapi potong dengan perentase 65 persen, dengan perhitungan rumus : CvR =
Jumlah pedet yang lahir Jumlah sapi betina yang di IB
CvR = 26 ekor 40 ekor CvR = 0,65 ekor = 0,65 x 100% = 65%.
JURNAL TERNAK Vol. 06 No.01 Juni 2015
14
Sulitnya dalam penentuan kebuntingan muda dan banyaknya kematian-kematian embrio atau abortus maka nilai reproduksi yang mutlak dari seekor betina baru dapat ditentukan setelah kelahiran anaknya yang hidup dan normal. Nilai calving rate dapat mencapai 62 % untuk satu kali inseminasi dan bertambah kira-kira 20 % dengan dua kali inseminasi dan seterusnya. Calving rate merupakan cara penilaian hasil inseminasi yang sempurna, karena inseminasi belum dikatakan berhasil jika belum ada seekor anak sapi yang berdiri disamping induknya (Partodihardjo, 1987). Besarnya nilai calving rate tergantung pada efisiensi kerja inseminator, kesuburan jantan, kesuburan betina sewaktu inseminasi dan kesanggupan menerima anak di dalam kandungan sampai waktu lahir. Dari penelitian diperoleh rata-rata S/C pada kawin alami adalah 1,33 persen sedangkan pada kawin IB adalah 1,5. Nilai ini masih dibawah pernyataan Toelihere (1981) bahwa S/C yang baik adalah 1,6 sampai 2,0 kali. Nilai S/C menunjukkan tingkat kesuburan ternak. Semakin besar nilai S/C semakin rendah tingkat kesuburannya. Tingginya
nilai S/C disebabkan karena keterlambatan peternak maupun petugas IB dalam mendeteksi birahi serta waktu yang tidak tepat untuk melakukan perkawinan. Keterlambatan perkawinan menyebabkan kegagalan kebuntingan. Selain faktor manusia faktor kesuburan ternak juga sangat berpengaruh, betina keturunan bangsa exotik cenderung kesuburannya rendah bila di IB, akan tetapi akan lebih baik bila dikawinkan secara alam ( menggunakan pejantan pemacek). Perlu diperhatikan terjadinya inbreeding mengingat program IB sudah berkembang mulai tahun 1976, sehingga tingkat kesuburan menjadi menurun. Hunter (1995) menyatakan bahwa angka konsepsi setelah inseminasi buatan pada sapi berkisar 60 sampai 73 persen dengan rata-rata 71 persen. Pendapat Soenarjo (1988) yang menyatakan bahwa angka konsepsi ditentukan oleh diagnosa kebuntingan secara klinis, yang memberikan hasil nyata dari sekitar 50 hari setelah dikawikan dan Toelihere (1985) yang menyatakan bahwa pemeriksaan kebuntingan paling aman dilakukan mulai 60 hari sesudah konsepsi.
Analisis Statistik Hasil analisis statistik uji t dapat dilihat pada tabel dibawah : No 1
X 2.170 2.170
Y 2.100 2.100
B (x-y) 70 70
2
b 1.700 1.700
Keterangan : X = Kawin Alami Y = Kawin IB B = Selisih x dan y (x-y) t=
[X–Y] 2
b n – 1I = 2.170 – 2.100 1.700 30 – 1 = 70 √1.700 29 = 70 √58,62 = 70 7,65 t hitung = 9,15 t tabel =2,048
JURNAL TERNAK Vol. 06 No.01 Juni 2015
15
Dari hasil analisis uji t diatas dapat diketahui bahwa t hitung (9,15) > t tabel (2,048). Hal ini dapat dikatakan bahwa terdapat perbedaan angka calving rate antara kawin alami dan kawin IB dengan selisih perhitungan statistik 7,102. Penelitian ini sejalan dengan pendapat Saleh dan Tagama (1993) yang menyatakan bahwa tingkat kebuntingan sapi dengan menggunakan teknologi inseminasi buatan (IB) berkisar antara 50 – 60%. Secara nasional pelaksanaan IB sejak tahun 1999 hingga 2001 semakin menurun dari 60,8% menjadi 34,9% (Ditjen Peternakan, 2002). KESIMPULAN Berdasarkan analisis dan hasil penelitian, maka dapat diperoleh kesimpulan secara umum bahwa terdapat perbedaan angka calving rate t hitung (9,15) > t tabel (2,048) dengan selisih perhitungan statistik 7,102 antara kawin alami dan IB di Kecamatan Dukun Kabupaten gresik. Sementara itu persentase angka calving rate kawin alami di Kecamatan Dukun Kabupaten Gresik lebih tinggi daripada inseminasi buatan yakni mencapai 80% dengan rata-rata S/C 1,33, sedangkan inseminasi buatan hanya mencapai 65% dengan rata-rata S/C 1,5. SARAN Merujuk pada kesimpulan di atas, ada beberapa rekomendasi yang bisa dilakukan yaitu : 1. Untuk meningkatkan angka calving rate, penyuluhan kepada para peternak sapi potong perlu dilakukan lebih intensif, agar peternak lebih terampil dalam pengamatan birahi. Dengan demikian usaha peningkatan produksi ternak khususnya sapi potong melalui kawin alami dan program IB dapat dicapai. 2. Untuk perkawinan alam sebaiknya menggunakan pejantan yang benar-benar berkualitas agar didapatkan hasil yang berkualitas pula. 3. Untuk pemanfaatan teknologi IB, penggunaan semen dingin dapat digunakan untuk meningkatkan kinerja IB di wilayah kecamatan Dukun kabupaten Gresik. Hal ini dapat dimungkinkan untuk meningkatkan efisiensi reproduksi, yang akhirnya meningkatkan pendapatan peternak.
DAFTAR PUSTAKA Affandhy, L., M. A. Yusran dan A. Rasyid. 1992. Ketersediaan tenaga kerja keluarga kaitannya dengan suplai pakan sapi Madura induk menyusui pada musim kemarau di Pulau Madura: Studi kasus di dua desa beragroekosistem lahan kering. Prosding. Pertemuan Ilmiah Hasil Penelitian dan Pengembangan Sapi Madura. Sub Balitnak Grati. hlm 181 – 186. Affandhy, L., D. Pamungkas, Mariyono dan P. Situmorang. 2005. Optimalisasi penggunaan semen cair melalui suplementasi mineral Zn dan Vitamin E pada sapi PO induk pada kondisi usaha peternakan rakyat. Pros. Siminar Nasional Optimalisasi Teknologi Kreatif dan Peran Stakeholder dalam Percepatan Adopsi Inovasi Teknologi Pertanian. Kerjasama Pusat ASEKP dan BPTP Bali, Denpasar 28 September 2005. hlm 505 Affandhy, L., P. Situmorang, A. Rasyid dan D. Pamungkas. 2004. Uji fertilitas semen cair pada induk sapi Peranakan Ongole pada kondisi peternakan rakyat. Pros. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor, 4 – 5 Agustus 2004. Puslibang Peternakan, Bogor. hlm 26 – 35. Affandhy, L., P. Situmorang, P. W. Prihandini dan D. B. Wijino. 2003. Performans reproduksi dan pengelolaan sapi potong induk pada kondisi peternakan rakyat. Pros. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor, 29 – 30 September 2003. Puslibangnak, Bogor. hlm 37 – 42. Anonimus. 2011. Rilis hasil awal pspk 2011. Kementerian Pertanian-Badan Pusat Statistik. Available at http://www.Ditjennak. deptan.go.id. Accession date: 27 November, 2011. BPS, 2007. Populasi Sapi Potong Propinsi Jawa Timur. http://www.jatimprov.go.id/index.php?o ption=com_content&task=view&id=1227 0 & Itemid=2. Diakses tanggal 20 April 2012. BPS, 2005. Populasi Sapi Potong Propinsi Jawa Timur.
JURNAL TERNAK Vol. 06 No.01 Juni 2015
16
http://www.jatimprov.go.id/index.php?o ption=com_content&task=view&id=1227 0 & Itemid=2. Diakses tanggal 20 April 2012. Dinas Peternakan Kabupaten Sumba Timur, 1989. Direktorat Jenderal Peternakan, 2007. Jumlah Populasi Sapi Potong.http://yuari.wordpress.com/ 2011/08/18/populasi-sapi-potong-sapiperah-dan-kerbau-di-indonesia/. Diakses tanggal 12 April 2012. Direktorat Jendral Peternakan. 2002. Statistical Book on Livestock. Bina Produksi. Departemen Pertanian. hlm. 88 – 93. Direktorat Jenderal Bina Produksi Peternakan. 2002. Buku Statistik Peternakan Tahun 2002. Hafez, E.S.E. 2000.Reproduction in Farm Animals. 7th Edition. Reproductive Health Center. IVF Andrology Laboratory. Kiawah Island, South Carolina, Kantor Statistik Provinsi Jawa Timur, 2006. Peningkatan Konsumsi Daging. http://ternakonline.wordpress.com/2009 /10/11/analisis-penggemukan-sapipotong-simmental-dan-limousin/. Diakses tanggal 12 April 2012. Paul, H.C. 1999. Associations among age, scrotal circumfrence, and proportion of morphologically normal spermatozoa in young beef bulls during an initial breeding soundness examination. JAVMA 214 (11): 1664 – 1667. PSPK, 2011. Total Populasi Sapi Potong di Indonesia. http://yuari.wordpress. Com/2011/08/18/populasi-sapi-potongsapi-perah-dan-kerbau-di indonesia/.Diakses tanggal 12 April 2012 Rianto, E. dan E. Purbowati. 2010. Panduan Lengkap Sapi Potong. Cetakan ke 2. Penebar Swadaya. Jakarta.
JURNAL TERNAK Vol. 06 No.01 Juni 2015
Saleh, D.M. dan T. R. Tagama. 1993. Pengaruh penyertaan berahi dengan protaglandin PGF2 alfa terhadap angka kebuntingan sapi potong pasca beranak. Pros. Pertemuan Ilmiah Hasil Penelitian dan Pengembangan Sapi Madura. Sub Balitnak Grati. hlm 121 – 1 23. Siregar, A.R.P., P. Situmorang, J. Bestari, Y. Sani dan R.H. Matondang. 1997. Pengaruh flushing pada sapi induk peranakan ongole di dua lokasi yang berbeda ketinggiannya pada program IB di Kabupaten Agam. Prosiding Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner 2: 244. Soegiharto, S., 2004. Data dan Analisis Potret Tenaga Kerja Di Sektor Pertanian. Media Informasi dan Komunikasi Pusdatinaker. Depnakertrans, Jakarta Selatan. Soenarjo, C.H. 1988. Fertilitas dan Infertilitas pada Sapi Tropis.Penerbit CV. Baru, Jakarta. Toelihere, M.R. 1981. Fisiologi Reproduksi Pada Ternak. Penerbit Angkasa. Bandung. Toelihere, M.R. 1993. Inseminasi Buatan Pada Ternak. Cetakan ke 10. Penerbit Angkasa Bandung. Wardhani, M.K.,A. Musofie, U. Umiyasih, L. Affandhy, M. A. Yusran dan D. B. Wijono.1993.Pengaruh perbaikan gizi terhadap kemampuan reproduksi sapi Madura. Pros. Pertemuan Ilmiah Hasil Penelitian dan Pengembangan Sapi Madura Sub Balitnak Grati. hlm 164 – 167. Yusran, M. A., L. Affandhy dan Suyanto. 2001. Pengkajian Keragaan, Permasalahan dan alternatif solusi program IB sapi potong di Jawa Timur. Pros. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor, 17 – 18 September 2004. Puslitbang. Peternakan, Bogor. hlm. 155 – 167.
17