BAGIAN ANALISA PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA SEKRETARIAT JENDERAL DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA HASIL ANALISIS
NOMOR
: 01/ 09/ 2006
JUDUL
: KEMISKINAN, UKURAN DAN KEBIJAKAN PENGENTASANNYA
REFERENSI
:
KEMISKINAN DAN KEBIJAKAN, IVANOVICH AGLISTA DATA DAN INFORMASI KEMISKINAN TAHUN 2004, BADAN PUSAT STATISTIK PENGENTASAN KEMISKINAN DALAM PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN DAN
PERUBAHAN
POLA
PRODUKSI
YANG
RAMAH
LINGKUNGAN,
ISMID HADAD NASIB RAKYAT MISKIN DI TANGAN PARA PRESIDEN, HARIAN KOMPAS 26 AGUSTUS 2006 KEBIJAKAN
PUBLIK
YANG
MEMIHAK
ORANG
MISKIN,
SULTON
MAWARDI DAN SUDARNO SUMARTO, SMERU, 2003 MEMAHAMI KEMISKINAN, RAKNAR NURSKE, 1993 KEMISKINAN SEBAGAI KEGAGALAN KEBIJAKAN, TIB, 2006 KEMISKINAN, WIKIPEDIA INDONESIA
1
Summary
Kemiskinan adalah
permasalahan
yang
bersifat
Kemiskinan tidak bisa lagi hanya dipahami kondisi
ketidakmampuan
material
dasar,
rendahnya
melainkan
tingkat
jaminan
di
depan,
ketidakberdayaan,
dan
mencukupi
peranan
kebutuhan
mencakup
kesehatan,
kerentanan
ketidakmampuan
dalam
untuk
sebagai sekedar
dalamnya
pendidikan
masa
ketersisihan
seseorang
multidimensi.
dimensi
tidak
adanya
(vulnerability),
menyalurkan
sosial.
aspirasi,
Maka
dan
adalah
suatu
kesalahan jika saat ini orang-orang yang disebut sebagai orang miskin
derajat
kemanusiaannya
hanya
dipersamakan
dengan
beberapa kilo kalori. Di
Indonesia,
menurut
BPS
indikator
pernah
yang
Head
digunakan
menggunakan
Count
Index
ukuran menurut BKKBN
dua
ukuran,
pendekatan
(HDI)
dan
basic
yaitu
ukuran
needs
dengan
bersifat
makro
serta
yang lebih bersifat mikro. Pengukuran
kemiskinan juga dapat dipandang dari sudut non moneter.
Dari
sudut
akan
ini,
kesehatan, lain-lain
kemiskinan
dilukur
pendidikan, adalah
kemampuan
ukuran
dari
akses
penduduk
mengemukakan
kemiskinan
dari
aspirasi
dan
pandang
non
sudut
moneter. Kondisi kemiskinan di Indonesia dilihat dari sisi pendidikan; ketenagakerjaan; kesehatan
dan
fertilitas,
fasilitas
mortalitas
perumahan.
dan
harapan
Permasalahan
hidup;
kemiskinan
dilihat dari tiga aspek yaitu kegagalan pemenuhan hak dasar, beban
kependudukan
serta
ketidaksetaraan
dan
ketidakadilan
gender. Kebijakan pengentasan kemiskinan yang diambil pemerintahan diperoleh.
berbeda-beda, Pemerintahan
demikian
era
orde
pula
baru
pada tiap era implikasi
mampu
menekan
yang laju
pertambahan jumlah orang miskin hingga yang terendah sebesar 25,9
juta
Indonesia
penduduk pada
tahun
atau
13,7
1993.
Dan
persen sempat
dari
total
penduduk
mengalami
kenaikan
2
hingga akhir pemerintahannya, mencapai angka tertinggi 49, 5 juta orang (1998) dan menjadi yang tertinggi sampai saat ini., Selanjutnya
pada
era
pemerintahan
pasca
orde
baru,
jumlah
orang miskin terus mengalami penurunan.
3
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Kemiskinan
adalah
multidimensi. sebagai
permasalahan
yang
bersifat
Kemiskinan tidak bisa lagi hanya dipahami
sekedar
kondisi
ketidakmampuan
seseorang
untuk
mencukupi kebutuhan material dasar, melainkan di dalamnya mencakup
dimensi
rendahnya
tingkat
pendidikan
dan
kesehatan, tidak adanya jaminan masa depan, kerentanan (vulnerability), menyalurkan sosial. orang
ketidakberdayaan,
aspirasi,
dan
ketidakmampuan
ketersisihan
dalam
peranan
Maka adalah suatu kesalahan jika saat ini orangyang
disebut
kemanusiaannya
hanya
sebagai
orang
dipersamakan
miskin
dengan
derajat
beberapa
kilo
kalori. Kemiskinan sebagai suatu penyakit sosial ekonomi tidak hanya dialami oleh negara-negara yang sedang berkembang, tetapi
juga
negara-negara
maju,
seperti
Inggris
dan
Amerika Serikat. Negara Inggris mengalami kemiskinan di penghujung tahun 1700-an pada era kebangkitan revolusi industri yang muncul di Eropa. Pada masa itu kaum miskin di Inggris berasal dari tenaga-tenaga kerja pabrik yang sebelumnya sehingga
bekerja kemampuan
sebagai daya
petani
belinya
dengan juga
upah
rendah.
rendah, Mereka
umumnya tinggal di permukiman kumuh yang rawan terhadap penyakit
sosial
lainnya,
seperti
prostitusi,
kriminalitas, pengangguran. Berbagai untuk
persoalan
disimak
psikologi terbatasnya
dan
kemiskinan
dari
berbagai
politik.
interaksi
penduduk aspek,
Aspek
sosial
sosial
dan
memang
sosial,
ekonomi,
terutama
penguasaan
menarik
akibat
informasi.
Aspek ekonomi akan tampak pada terbatasnya pemilikan alat produksi, upah kecil, daya tawar rendah, tabungan nihil, lemah
mengantisipasi
peluang.
Dari
aspek
psikologi
4
terutama akibat rasa rendah diri, fatalisme, malas, dan rasa terisolir. Sedangkan, dari aspek politik berkaitan dengan
kecilnya
kesempatan,
akses
terhadap
diskriminatif,
berbagai
posisi
fasilitas
lemah
dan
dalam
proses
menarik
untuk
pengambil keputusan. Bagaimana disimak.
menangani Teori
kemiskinan
ekonomi
memang
mengatakan
bahwa
untak
memutus
mata rantai lingkaran kemiskinan dapat dilakukan dengan meningkatkan
keterampilan
sumber
daya
manusianya,
penambahan modal investasi, dan mengembangkan teknologi. Melalui berbagai suntikan maka diharapkan produktifitas akan meningkat. Namun, dalam praktek persoalannya tidak semudah itu. Lantas apa yang dapat dilakukan? Program-program kemiskinan sudah banyak dilaksanakan di berbagai negara. Sebagai perbandingan, di Amerika Serikat program
penanggulangan
meningkatkan
kerja
kemiskinan
sama
ekonomi
diarahkan
antar
untuk
negara
bagian,
memperbaiki kondisi permukiman perkotaan dan perdesaan, perluasan pemuda,
kesempatan
pendidikan
penyelenggaraan
dan
pendidikan
kerja
dan
untuk
para
pelatihan
bagi
orang dewasa, dan pemberian bantuan kepada kaum miskin usia
lanjut.
masyarakat
Selain
ikut
program
terlibat
pemerintah,
membantu
kaum
juga
kalangan
miskin
melalui
organisasi kemasyarakatan, gereja, dan lain sebagainya. Di
Indonesia
program-program
penanggulangan
kemiskinan
sudah banyak pula dilaksanakan, seperti : pengembangan desa
tertinggal,
pengentasan
perbaikan
kemiskinan.
kampung,
Sekarang
gerakan
pemerintah
terpadu menangani
program tersebut secara menyeluruh, terutama sejak krisis moneter
dan
pertengahan
ekonomi
tahun
1997,
yang
melanda
melalui
Indonesia
program-program
pada Jaring
Pengaman Sosial (JPS). Dalam JPS ini masyarakat sasaran ikut terlibat dalam berbagai kegiatan.
5
Sedangkan,
P2KP
kemiskinan
di
peningkatan
pendapatan
masyarakat aktif.
sendiri
sebagai
perkotaan
sebagai
Melalui
program
lebih
mengutamakan
masyarakat
pelaku
utamanya
partisipasi
aktif
penanggulangan pada
dengan
mendudukkan
melalui
partisipasi
ini
dari
masyarakat
miskin sebagai kelompok sasaran tidak hanya berkedudukan menjadi
obyek
program,
tetapi
ikut
serta
menentukan
program yang paling cocok bagi mereka. Mereka memutuskan, menjalankan,
dan
mengevaluasi
hasil
dari
pelaksanaan
program. Nasib dari program, apakah akan terus berlanjut atau berhenti, akan tergantung pada tekad dan komitmen Selain
melalui
program
–
program
tersebut
di
atas,
pemerintah dapat menanggulangi kemiskinan melalui upaya kebijakan anggaran yang memihak orang miskin atau pro poor budget. Tulisan
ini
memaparkan
mengenai
konsep
kemiskinan, kebijakan pro poor budget
dan
teori
serta mengulas
gambaran kondisi kemiskinan di Indonesai serta upaya dan kendala pemerintah dalam menanggulangi kemiskinan. Dengan demikian , tulisan ini diharapkan mampu menyuguhkan fakta sebenarnya atas kemiskinan serta memberikan evaluasi atas kebijakan penanggulangan kemiskinan. 1.2. Landasan Teori 1.2.1. Definisi Kemiskinan Kemiskinan dihubungkan kekurangan
merupakan dengan di
suatu
keadaan,
kebutuhan,
berbagai
keadaan
sering
kesulitan hidup.
dan
Sebagian
orang memahami istilah ini secara subyektif dan komparatif, sementara yang lainnya melihatnya dari segi moral dan evaluatif, dan yang lainnya lagi memahaminya dari sudut ilmiah yang telah mapan. Istilah
"negara
berkembang"
biasanya
digunakan
untuk merujuk kepada negara-negara yang "miskin".
6
Kemiskinan
dapat
dibedakan
menjadi
tiga
pengertian: kemiskinan absolut, kemiskinan relatif dan
kemiskinan
golongan
miskin
pendapatannya tidak
kultural.
cukup
minimum:
absolut
berada
relatif
di
untak
pangan,
pendidikan.
Seseorang apabila
bawah
garis
memenuhi sandang,
Seseorang
sebenarnya
hasil
kemiskinan,
kebutuhan
hidup
kesehatan,
papan,
tergolong
miskin
yang
telah
termasuk
hidup
di
atas
garis
kemiskinan namun masih berada di bawah kemampuan masyarakat
sekitarnya.
berkaitan
erat
sekelompok
masyarakat
memperbaiki
Sedang
dengan
tingkat
miskin
sikap
yang
kultural
seseorang
tidak
kehidupannya
mau
atau
berusaha
sekalipun
ada
usaha dari pihak lain yang membantunya. Deklarasi absolut
Copenhagen
sebagai
menjelaskan
"sebuah
kondisi
kemiskinan
yang
dicirikan
dengan kekurangan parah kebutuhan dasar manusia, termasuk makanan, air minum yang aman, fasilitas sanitasi
kesehatan,
rumah,
pendidikan,
dan
informasi." Bank Dunia menggambarkan "sangat miskin" sebagai orang yang hidup dengan pendapatan kurang dari us$ 1 per hari, dan "miskin" dengan pendapatan kurang dari US$ 2 per hari. Berdasarkan standar tersebut, 21%
dari
penduduk
dunia
berada
dalam
keadaan
"sangat miskin", dan lebih dari setengah penduduk dunia
masih
disebut
"miskin",
pada
tahun
2001.
Menurut Badan Pusat Statsitik, kemiskinan adalah ketika seseorang memiliki asupan gizi yang kurang dari
2100
kalori
Pengentasan
per
hari.
Kemiskinan
Sedangkan
memiliki
Komite
definisi
yang
lebih luas, yaitu kondisi yang menunjukkan tidak terpenuhinya sekelompok
hak-hak orang
dasar untuk
bagi dapat
seseorang
atau
mengembangkan
kehidupan yang bermartabat.
7
Beoitvinik
(1999)
hilangnya
kebebasan,
keterkekangan
memaknai
kemiskinan
yaitu
seseorang
untuk
sebagai
adanya bisa
situasi
mengembangkan
kehidupan yang lebih baik. Kemiskinan dipahami dalam berbagai cara. Pemahaman utamanya mencakup: Gambaran
kekurangan
materi,
yang
biasanya
mencakup kebutuhan pangan sehari-hari, sandang, perumahan, dalam
dan
arti
pelayanan ini
kesehatan.
dipahami
Kemiskinan
sebagai
situasi
kelangkaan barang-barang dan pelayanan dasar. Gambaran
tentang
keterkucilan
sosial
ketidakmampuan masyarakat.
kebutuhan
ini
termasuk
ketergantungan,
untuk
Hal
sosial,
dan
berpartisipasi termasuk
dalam
pendidikan
dan
informasi. Keterkucilan sosial biasanya dibedakan dari kemiskinan, karena hal ini mencakup masalahmasalah
politik
dan
moral,
dan
tidak
dibatasi
pada bidang ekonomi. Gambaran
tentang
kurangnya
penghasilan
dan
kekayaan yang memadai. Makna "memadai" di sini sangat
berbeda-beda
melintasi
bagian-bagian
politik dan ekonomi di seluruh dunia. 1.2.2. Penyebab Kemiskinan Ada dua kondisi yang menyebabkan kemiskinan bisa terjadi, buatan.
yakni
kemiskinan
Kemiskinan
alamiah
alamiah terjadi
dan
karena
antara
lain
akibat sumber daya alam yang terbatas, penggunaan teknologi yang rendah dan bencana alam. Kemiskinan "buatan" terjadi karena lembaga-lembaga yang ada di masyarakat membuat sebagian anggota masyarakat tidak mampu menguasai sarana ekonomi dan berbagai fasilitas lain yang tersedia, hingga mereka tetap miskin. Maka itulah sebabnya para pakar ekonomi sering
mengkritik
kebijakan
pembangunan
yang
8
melulu
terfokus
pada
pertumbuhan
ketimbang
pemerataan. Kemiskinan banyak dihubungkan dengan: penyebab individual, atau patologis, yang melihat kemiskinan sebagai akibat dari perilaku, pilihan, atau kemampuan dari si miskin; penyebab keluarga, yang menghubungkan kemiskinan dengan pendidikan keluarga; penyebab sub-budaya ("subcultural"), yang menghubungkan kemiskinan dengan kehidupan seharihari, dipelajari atau dijalankan dalam lingkungan sekitar; penyebab agensi, yang melihat kemiskinan sebagai akibat dari aksi orang lain, termasuk perang, pemerintah, dan ekonomi; penyebab struktural, yang memberikan alasan bahwa kemiskinan merupakan hasil dari struktur sosial. I.3. Metode Analisa Metode analisa yang digunakan adalah analisa deskriptif atau
pemaparan
atas
fakta
–
fakta
mengenai
kondisi
kemisikinan di Indonesia baik yang bersifat kuantitatif maupun kualitatif.
Data
kuantitatif
diolah
menggunakan
analisa
statistik
berupa pengelompokkan data dalam bentuk tabel, persentase dan pembandingan.
I.4. Teknik Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan berupa data sekunder. Pengumpulan data dilakukan dengan studi literatur melalui berbagai buku dan jurnal ekonomi serta kajian dan artikel yang terdapat di berbagai media.
9
BAB II GAMBARAN KONDISI KEMISKINAN
2.1.
Pengukuran Kemiskinan Banyak ukuran yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat kemiskinan.
Di Indonesia, setidaknya pernah digunakann
10
dua
ukuran,
yaitu
ukuran
menurut
BPS
yang
menggunakan
pendekatan basic needs dengan indikator Head Count Index (HDI) dan bersifat makro serta ukuran menurut BKKBN yang lebih bersifat mikro. Indikator
Head
penduduk
miskin
dimana
Count
garis
Index
yang
yaitu
berada
kemiskinan
jumlah
dibawah
tersebut
dan
persentase
garis
kemiskinan
dihitung
berdasarkan
rata-rata pengeluaran makanan dan non makanan per kapita pada kelompok referensi yang ditetapkan. makanan
dihitung
dari
besarnya
rupiah
Batas kecukupan yang
dikeluarkan
untuk makanan yang memenuhi kebutuhn minimum energi 2100 kalori per kapita per hari, sedangkan batas kecukupan non makanan
dihitung
dari
besarnya
rupiah
yang
dikeluarkan
untuk non makanan yang memenuhi kebutuhan minimum seperti perumahan,
sandang,
kesehatan,
pendidikan,
transportasi
dan lain-lain. Pengukuran kemiskinan juga dapat dipandang dari sudut non moneter.
Walaupun ukuran moneter lebih sering digunakan,
namun dimensi non moneter juga penting. Dari sudut ini, kemiskinan
tidak
pendapatan
yang
diperoleh
Akses
penduduk
hari. kemampuan
lagi
hanya
mengemukakan
terbatas
dan
berapa
akan
pada
berapa
asupan
kesehatan,
aspirasi
dan
besar
kalori
per
pendidikan,
lain-lain
adalah
ukuran kemiskinan dari sudut pandang non moneter.
2.1.1
Pendidikan Pengukuran kemiskinan dengan menggunakan akses akan pendidikan, dapat dilihat dari beberapa indikator, yaitu : Angka
melek
huruf
,
adalah
proporsi
penduduk
berusia 15 tahun ke atas yang dapat membaca dan menulis dalam huruf latin atau lainnya. Angka
partisipasi
sekolah,
adalah
proporsi
dari
keseluruhan penduduk dari berbagai kelompok umur
11
tertentu
(7-12,
13-15,
16-18,
dan
19-24)
yang
masih duduk di bangku sekolah. Angka putus sekolah, adalah proporsi dari penduduk berusia
antara
7
hingga
15
tahun
yang
tidak
terdaftar pada berbagai tingkatan pendidikan dan tidak
menyelesaikan
sekolah
dasar
atau
sekolah
kemiskinan
diukur
menengah tingkat pertama. 2.1.2. Ketenagakerjaan Dari
sisi
ketenagakerjaan,
berdasarkan penduduk bekerja menurut jam kerja dan pekerja informal. 2.1.3. Fertilitas, mortalitas dan harapan hidup Faktor
ini
sangat
mempengaruhi
jumlah
penduduk
secara positif dengan menambah jumlah penduduk dan secara negatif dengan mengurangi jumlah penduduk. 2.1.4. Kesehatan Kesejahteraan
penduduk
oleh keesehatan. dari
sisi
Indikator
salah
satunya
dipengaruhi
Kondisi kesehatan dapat ditinjau
individu, kesehatan
keluarga di
dan
tingkat
lingkungan.
individu
adalah
pemberian imunisasi pada balita, penolong persalinan oleh tenaga kesehatan dan keikutsertaan KB.
2.1.5. Fasilitas perumahan Indikator kemiskinan dari fasilitas perumahan ini adalah
tersedia
atau
tidaknya
air
bersih,
ketersediaan listrik dan keadaan lantai (tanah atau semen).
2.2. Gambaran Kondisi kemiskinan di Indonesia Dalam pidato kenegaraan pada tanggal 16 Agustus yang lalu, Kepala
Negara
menyebutkan
bahwa
telah
jadi
penurunan
12
tingkat kemiskinan dari 23,4 persen pada 1999 menjadi 16 persen dari jumlah seluruh penduduk pada 2005, namun masih banyak Dalam
pihak
yang
pengumuman
disebutkan penduduk
meragukan
BPS
bahwa
miskin
pada
tanggal
telah
menjadi
kevalidan 1
terjadi
39,05
data
tersebut.
September
peningkatan
juta
orang
2006, jumlah
atau
sekitar
17,75% dari total penduduk bulan Maret 2006. Terlepas dari berapa jumlah orang miskin saat ini, masalah kemiskinan di Indonesia semakin rumit. orang
miskin
dinilai
beberapa
Peningkatan jumlah
pihak
sebagai
produk
kegagalan kebijakan pemerintah. Kondisi
kemiskinan
di
Indonesia
faktor pengukurannya sebagai
dilihat
dari
beberapa
berikut :
2.2.1. Pendidikan Angka melek huruf Data menunjukkan pada tahun 2004, 84,68 persen penduduk miskin usia 15 tahun ke atas telah dapat membaca
dan
menulis
huruf
latin
dan
lainnya.
Angka melek huruf tertinggi terdapat di Propinsi Sulawesi Utara (97,82 persen) dan yang terendah terdapat di propinsi Papua (55,97 persen). bila
dikelompokkan
kedalam
usia
15-24
Namun tahun,
maka DKI Jakarta dan Kalimantan Tengah memiliki angka melek persen
dan
huruf tertinggi, 99,73
persen,
masing-masing dan
yang
100
terendah
adalah Propinsi Papua (71,02 persen). Sedangkan untuk kelompok usia 15-55 tahun, Maluku Propinsi
dengan
angka
melek
huruf
adalah
tertinggi
(98,77 persen) dan Propinsi Papua yang terendah (56,89 persen). Angka partisipasi sekolah Data menunjukkan angka partisipasi sekolah untuk penduduk miskin kelompok usia 7-12 tahun sudah cukup merata di seluruh propinsi, rata-rata sudah mencapai
90
persen,
hanya
Propinsi
papua
yang
13
masih
76,75
persen.
usia
13-15
tahun
Sedangkan
untuk
Propinsi
kelompok
Nanggroe
Aceh
Darussalam memiliki tingkat partisipasi sekolah tertinggi
(93,11
persen)
dan
Gorontalo
yang
terendah yaitu 54,53 persen. Angka putus sekolah Data
menunjukkan,
miskin
yang
tahun
putus
sebesar
pada
tahun
sekolah
1,72
2004,
kelompok
persen
penduduk usia
dengan
7-12
Propinsi
Sulawesi tenggara
adalah yang tertinggi (3,84
persen).
untuk
Sedangkan
kelompok
usia
13-15
tahun penduduk miskin putus sekolah sebesar 9,45 persen
dengan
Gorontalo
yang
tertinggi
(23,95
persen). 2.2.2. Ketenagakerjaan Menurut jam kerja Dalam
indikator
ini,
jam
kerja
dikelompokkan
menjadi kurang dari 42 jam kerja, kurang dari 36 jam kerja dan kurang dari 15 jam kerja dalam satu minggu. Penduduk di Indonesia yang bekerja selama <42 jam kerja dalam seminggu sebanyak 58,69 persen dengan Propinsi
Papua
adalah
yang
persen).
Untuk kelompok jam kerja < 36 jam kerja
sebesar
37,13
persen
tertinggi
dengan
(80,69
Propinsi
Nusa
Tenggara Timur yang tertinggi yaitu 54,33 persen sedangkan untuk kelompok < 15 jam sebanyak 5,73 persen dan Propinsi Sulawesi Selatan aalah yang tertinggi (11,75 persen).
Untuk ketiga kelompok
jam kerja ini, DKI Jakarta selalu menjadi yang terendah. Pekerja sektor informal Penduduk tahun
yang
2004
bekerja
sebanyak
di
65,8
sektor persen,
informal dan
pada
Propinsi
14
Nusa
Tenggara
tertinggi
Timur
(86,0
tercatat
persen)
sebagai
sedangkan
DKI
yang
Jakarta
adalah yang terendah ( 27,3 persen). Dari
kedua
terlihat
indikator bahwa
penduduknya memiliki
ketenagakerjaan
Propinsi
bekerja
jumlah
di
jam
yang
sektor
kerja
tersebut, mayoritas
formal
yang
lebih
akan
sedikit
dalam satu minggunya. 2.2.3. Fertilitas, Mortalitas dan harapan hidup Dari data ditunjukkan bahwa pada periode tahun 20022003
angka
fertilitas
Angka
tersebut
total
menunjukkan
(TFR)
bahwa
adalah pada
2,6.
periode
tersebut seorang wanita Indonesia (usia 15-49 tahun) akan
melahirkan
anak
rata-rata
2-3
orang.
Dan
diantara 1000 kelahiran hidup terdapat 35 bayi yang akan meninggal dan 46 balita.
Sedangkan harapan
hidup di Indonesia sampai dengan usia 66,2 tahun. 2.2.4. Kesehatan Di bidang kesehatan, kondisi kemiskinan di Indonesia dilihat
dari
imunisasi
jumlah
dasar,
balita
penolong
yang
telah
persalinan
mendapat
oleh
tenaga
kesehatan dan penggunaan alat kontrasepsi. Data menunjukkan jumlah balita yang telah mendapat imunisasi
dasar
(BCG,
DPT,
polio,
campak
dan
hepatitis B) rata-rata sebesar 75 persen, penolong persalinan
untuk
penduduk
miskin
oleh
tenaga
kesehatan baru sekitar 55,64 persen, namun penduduk miskin yang telah menggunakan alat kontrasepsi sudah mencapai 74,72 persen 2.2.5. Fasilitas perumahan Kesejahteraan penduduk dari sisi fasilitas perumahan dilihat listrik dsb).
dari dan
penggunaan keadaan
rumah
air
bersih,
(dinding,
penggunaan
lantai,
atap
Dari data diperoleh bahwa pada tahun 2004,
15
rumah tangga miskin pengguna air bersih baru
42,55
persen, rumah tangga miskin pengguna litrik sebesar 78,87 persen dan rumah yang masih berlantai tanah sebesar 28,75 persen. 2.3. Permasalahan kemiskinan Permasalahan yaitu
kemiskinan
pemenuhan
hak
akan
dasar,
dilihat beban
dari
tiga
aspek,
kependudukan,
serta
ketidakadilan dan ketidaksetaraan gender. 1. Kegagalan Pemenuhan Hak Dasar Terbatasnya Kecukupan dan Mutu Pangan. Pemenuhan kebutuhan pangan yang layak dan memenuhi persyaratan
gizi
masih
masyarakat
miskin.
menjadi
Rendahnya
persoalan
kemampuan
daya
bagi beli
merupakan persoalan utama bagi masyarakat miskin. Ketidakmampuan masyarakat dalam mencukupi kebutuhan makanan minimum terutama dihadapi oleh sekitar 8,9 juta jiwa atau 4,39 persen masyarakat miskin yang berada dibawah garis kemiskinan makanan (BPS, tahun 2002). Sedangkan dalam cakupan yang lebih tinggi, permasalahan
ini
juga
dihadapi
oleh
masyarakat
miskin yang berada dibawah garis kemiskinan makanan maupun non makanan yang berjumlah 37,3 juta jiwa atau 17,4 persen pada tahun 2003. Bahkan berdasarkan data yang digunakan MDGs dalam indikator kelaparan, hampir dua-pertiga dari penduduk di Indonesia masih berada dibawah asupan kalori sebanyak 2100 kalori perkapita/hari. permasalahan permasalahan dialami
oleh
Hal
kecukupan
ini
menunjukkan
bahwa
disamping
menjadi
kalori,
masyarakat
miskin,
kelompok
masyarakat
ternyata
juga
lainnya
yang
berpendapatan tidak jauh di atas garis kemiskinan. Terbatasnya akses dan rendahnya mutu layanan kesehatan Masalah
utama
yang
menyebabkan
rendahnya
derajat
kesehatan masyarakat miskin adalah rendahnya akses
16
terhadap
layanan
kesehatan
layanan
kesehatan
dasar,
dasar,
rendahnya
kurangnya
mutu
pemahaman
terhadap perilaku hidup sehat, dan kurangnya layanan kesehatan reproduksi. Meskipun
secara
nasional
kualitas
kesehatan
masyarakat telah meningkat, namun disparitas status kesehatan antarmasyarakat, antarkawasan, dan antara perkotaan dan perdesaan masih cukup tinggi. Angka kematian
bayi
dan
angka
kematian
balita
pada
golongan termiskin adalah hampir empat kali lebih tinggi dari golongan terkaya. Pada umumnya tingkat kesehatan Kematian rendah
masyarakat Bayi
miskin
(AKB)
masih
pada
selalu
masih
rendah.
kelompok
di
atas
Angka
berpendapatan
AKB
masyarakat
berpendapatan tinggi, meskipun telah turun dari 61 (per 1.000 kelahiran) pada tahun 1999 menjadi 53 pada tahun 2001. Status kesehatan masyarakat miskin diperburuk dengan masih tingginya penyakit menular seperti malaria, tuberkulosis paru, dan HIV/AIDS. Kerugian
ekonomi
yang
akibat
penyakit
karena
penderitanya
dialami
tuberkulosis tidak
masyarakat paru
dapat
miskin
sangat bekerja
besar secara
produktif. Kematian laki-laki dan perempuan pencari nafkah
yang
berakibat
disebabkan
pada
oleh
hilangnya
penyakit
pendapatan
tersebut masyarakat
miskin.
Masalah
lainnya
kesehatan
dasar
adalah yang
rendahnya
disebabkan
mutu
oleh
layanan
terbatasnya
tenaga kesehatan, kurangnya peralatan, dan kurangnya sarana Dasar
kesehatan. Kesehatan
Selain
itu
Indonesia
menunjukkan
bahwa
48,7
mendapatkan
pelayanan
berdasarkan (SDKI)
persen
kesehatan
Survei
2002-2003
masalah
dalam
adalah
karena
kendala biaya, jarak dan transportasi. Pemanfaatan rumah sakit masih didominasi oleh golongan mampu, sedang
masyarakat
miskin
cenderung
memanfaatkan
17
pelayanan
di
puskesmas.
Demikian
juga
persalinan
oleh tenaga kesehatan pada penduduk miskin, hanya sebesar
39,1
persen
dibanding
82,3
persen
pada
penduduk. Terbatasnya akses dan rendahnya mutu layanan pendidikan Pembangunan
pendidikan
ternyata
belum
sepenuhnya
mampu memberi pelayanan secara merata kepada seluruh lapisan masyarakat. Sampai dengan tahun 2003 masih terdapat kesenjangan yang cukup tinggi antarkelompok masyarakat
terutama
antara
penduduk
kaya
dan
penduduk miskin dan antara perdesaan dan perkotaan. Sebagai gambaran, dengan rata-rata Angka Partisipasi Sekolah (APS) – rasio penduduk yang bersekolah – untuk
kelompok
mencapai
usia
81,01
13-15
persen,
tahun
APS
pada
tahun
kelompok
20
2003
persen
terkaya sudah mencapai 93,98 persen sementara APS kelompok
20
persen
termiskin
baru
mencapai
67,23
persen. Kesenjangan yang lebih besar terjadi pada kelompok
usia
terkaya
16-18
sebesar
termiskin
tahun
75,62
hanya
dengan
persen
sebesar
dan
28,52
APS
kelompok
APS
kelompok
persen.
Dengan
menggunakan indikator APK tampak bahwa partisipasi pendidikan kelompok penduduk miskin juga masih jauh lebih rendah dibandingkan penduduk kaya khususnya untuk jenjang SMP/ MTs ke atas. APK SMP/ MTs untuk kelompok
termiskin
baru
mencapai
61,13
persen,
sementara kelompok terkaya sudah hampir mencapai 100 persen.
Untuk
jenjang
pendidikan
menengah
kesenjangan tampak sangat nyata dengan APK kelompok termiskin terkaya
terbesar
sebesar
penduduk
usia
23,17
81,66 15
persen
persen.
tahun
dan
APK
Angka
keatas
kelompok
buta
juga
aksara
menunjukkan
perbedaan yang signifikan yaitu sebesar 4,01 persen untuk
kelompok
terkaya
dan
16,9
persen
untuk
kelompok termiskin.
18
Keterbatasan layanan
masyarakat
pendidikan
miskin
dasar
untuk
mengakses
terutama
disebabkan
tingginya beban biaya pendidikan baik biaya langsung maupun tidak langsung. Meskipun SPP untuk jenjang SD/MI telah secara resmi dihapuskan oleh Pemerintah tetapi
pada
membayar
kenyataannya
iuran
sekolah.
masyarakat
tetap
harus
Pengeluaran
lain
diluar
iuran sekolah Terbatasnya Kesempatan Kerja dan Berusaha Masyarakat kurangnya
miskin
dengan
keterampilan
keterbatasan
maupun
modal
pengetahuan,
dan hanya
memiliki sedikit pilihan pekerjaan yang layak dan terbatasnya
peluang
untuk
mengembangkan
usaha.
Penduduk miskin yang umumnya berpendidikan rendah harus
bekerja
hidupnya. posisi
apa
Kondisi
tawar
kerentanan Masyarakat
saja
tersebut
masyarakat
terhadap miskin
untuk
menyebabkan miskin
perlakuan
juga
mempertahankan
harus
dan
lemahnya tingginya
yang
merugikan.
menerima
pekerjaan
dengan
imbalan
yang
terlalu
rendah,
tanpa
sistem
kontrak
atau
dengan
sistem
kontrak
yang
sangat
rentan
terhadap
kepastian
hubungan
kerja
yang
berkelanjutan. Di sisi lain kesulitan ekonomi yang dihadapi keluarga miskin seringkali memaksa anak dan perempuan untuk bekerja. Kondisi ketenagakerjaan pada tahun 2003 menunjukkan belum
adanya
perkembangan tahun
angka
terakhir
meningkat.
perbaikan,
bahkan
pengangguran
menunjukkan
Pengangguran
terbuka
jumlah
terbuka
berdasarkan selama
yang
yang
5
terus
berjumlah
sekitar 5,0 juta orang atau 4,7 persen dari jumlah angkatan
kerja
pada
tahun
1997
meningkat
menjadi
sekitar 6 juta orang atau 6,4 persen di tahun 1999, dan sekitar 9,5 juta orang atau 9,5 persen pada tahun 2003. Tingkat pengangguran terbuka pada tahun 2003 berdasarkan jenis kelamin, sebanyak 13 persen
19
perempuan
dan
laki-laki
7,6
persen.
Berdasarkan
tingkat pendidikan dan kelompok usia, pengangguran terbuka
sebagian
Menengah tinggi
Umum
9,1
besar
yaitu
persen,
didominasi
oleh
untuk
16,9
persen,
sedangkan
usia
kelompok dan
untuk
muda
Sekolah perguruan
kelompok
(15-19
usia
tahun)
yaitu
sebesar 36,7 persen. Terbatasnya Akses Layanan Perumahan dan Sanitasi. Masalah utama yang dihadapi masyarakat miskin adalah terbatasnya akses terhadap perumahan yang sehat dan layak,
rendahnya
mutu
lingkungan
permukiman
dan
lemahnya perlindungan untuk mendapatkan dan menghuni perumahan
yang
keluarga
miskin
perkampungan
layak
yang
dan
sehat.
sebagian
besar
berada
balik
di
Di
perkotaan,
tinggal
di
gedung-gedung
pertokoan dan perkantoran, dalam petak-petak kecil, saling berhimpit, tidak sehat dan seringkali dalam satu rumah ditinggali lebih dari satu keluarga. Terbatasnya Akses terhadap Air Bersih. Keterbatasan
akses
berakibat
pada
penyebaran
berbagai
terhadap
penurunan
air
mutu
penyakit
lain
bersih
akan
kesehatan
dan
seperti
diare.
Akses terhadap air bersih masih menjadi persoalan di banyak tempat dengan kecenderungan akses rumahtangga di Jawa-Bali lebih baik dibanding daerah lain. Lemahnya Kepastian Kepemilikan dan Penguasaan Tanah. Masyarakat struktur
miskin
menghadapi
penguasaan
dan
masalah
pemilikan
ketimpangan
tanah,
serta
ketidakpastian dalam penguasaan dan pemilikan lahan pertanian. Masalah pertanahan nampak dari semakin banyak
dan
meluasnya
sengketa
sengketa
masyarakat
dengan
mengenai
penetapan
kawasan
dalamnya
terdapat
lahan
agraria,
termasuk
pemerintah, konservasi pertanian,
seperti yang
di
masyarakat
20
sekitar
yang
sudah
mengusahakan
secara
turun-
temurun. Memburuknya Kondisi Lingkungan Hidup dan Sumberdaya Alam, serta Terbatasnya Akses Masyarakat Terhadap Sumber Daya Alam. Masyarakat miskin sangat rentan terhadap perubahan pola
pemanfaatan
sumberdaya
alam
dan
perubahan
lingkungan. Masyarakat
miskin
seringkali
terpinggirkan
dalam
pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya alam. Hal ini terjadi dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya alam
oleh
perusahaan
besar
dan
peralihan
hutan
menjadi kawasan lindung. Proses pemiskinan juga terjadi dengan menyempitnya dan
hilangnya
miskin
akibat
sumber
matapencaharian
penurunan
mutu
masyarakat
lingkungan
hidup
terutama hutan, laut, dan daerah pertambangan. Lemahnya Jaminan Rasa Aman. Data yang dihimpun UNSFIR menggambarkan bahwa dalam waktu 3 tahun (1997 – 2000) telah terjadi 3.600 konflik dengan korban 10.700 orang, dan lebih dari 1 juta
jiwa
menjadi
pengungsi.
Meskipun
jumlah
pengungsi cenderung menurun, tetapi pada tahun 2001 diperkirakan masih ada lebih dari 850.000 pengungsi di berbagai daerah konflik. Lemahnya jaminan rasa aman dalam lima tahun terakhir juga terjadi dalam bentuk ancaman non kekerasan antara lain, kerusakan lingkungan,
perdagangan
perempuan
dan
anak
(trafficking), krisis ekonomi, penyebaran penyakit menular,
dan
peredaran
obat-obat
terlarang
yang
menyebabkan hilangnya akses masyarakat terhadap hakhak sosial, ekonomi, politik, dan budaya. Konflik sosial yang terjadi di berbagai tempat menyebabkan hilangnya rasa aman.
21
Lemahnya Partisipasi. Rendahnya
partisipasi
perumusan
kebijakan
informasi
baik
dirumuskan
masyarakat disebabkan
mengenai
maupun
miskin oleh
kurangnya
kebijakan
mekanisme
dalam
yang
perumusan
akan yang
memungkinkan keterlibatan mereka. 2. Beban Kependudukan Beban masyarakat miskin makin berat akibat besarnya tanggungan mendorong
keluarga terjadinya
dan
adanya
migrasi.
tekanan
Dengan
hidup
beratnya
yang beban
rumahtangga, peluang anak dari keluarga miskin untuk melanjutkan seringkali
pendidikan mereka
menjadi
harus
bekerja
terhambat untuk
dan
membantu
membiayai kebutuhan keluarga.
3. Ketidaksetaraan dan ketidakadilan gender Laki-laki dan perempuan memiliki pengalaman kemiskinan yang berbeda. Dampak yang diakibatkan oleh kemiskinan terhadap perempuan.
kehidupan Budaya
laki-laki patriarki
juga
berbeda
mengakibatkan
dari
perempuan
berada pada posisi tawar yang lemah,
22
BAB III KEBIJAKAN PENGENTASAN KEMISKINAN
3.1. Kebijakan pengentasan kemiskinan Langkah-langkah ditangani multi
pencapaian pengentasan
kemiskinan
tidak
dapat
oleh satu sektor tertentu saja, tetapi harus
sektor
stakeholder
pengentasan
dan
lintas
terkait program kemiskinan
untuk yang dapat
sektor
dengan
meningkatkan
melibatkan efektifitas
dijalankan. dilakukan
secara
Kebijakan langsung
(jangka pendek), misalnya subsidi dan Bantuan Langsung Tunai (BLT) dan kebijakan secara tidak langsung (jangka panjang) melalui pertumbuhan ekonomi. Berikut kebijakan yang dilakukan selama era orde baru dan pasca orde baru. Masa Pemerintahan Presiden Soeharto 1. Menyelenggarakan sidang-sidang kabinet khusus dengan tema memantapkan program menghapus kemiskinan.
23
2. Program Inpres Desa Tertinggal (IDT) dimulai sejak tahun 1994. 3. Program Makanan Tambahan
untuk anak sekolah yang
diprioritaskan di desa-desa tertinggal. 4. Program
pembangunan
prasarana
pedesaan
di
daerah
tertinggal. 5. Mengembangkan jaringan klinik bisnis bagi pengusaha kecil dan koperasi. 6. menaikkan
batas
minimum
Kredit
Usaha
Kecil
(KUK)
dari 20 persen menjadi 22,5 persen. 7. Menaikkan
UMR
sehingga
mencapai
92,5
persen
Kebutuhan Hidup Minimum. 8. menanggulangi masalah gizi akibat kekurangan iodium dengan menyalurkan tablet gizi bagi 2,6 juta ibu hamil. 9. Imunisasi polio bagi 23,4 juta anak. Masa Pemerintahan Presiden BJ Habibie 1. Menyiapkan
program
Jaringan
Penyelamatan
Sosial
(JPS). 2. Memperbesar pos subsidi untuk kebutuhan pokok dalam APBN
dan
secara
khusus
menyediakan
beras
subsidi
untuk masyarakat miskin. 3. Menyediakan
dana
untuk
pendidikan
anak-anak
dari
keluarga prasejahtera dan sejahtera I. 4. menyediakan
beasiswa
untuk
500.000
mahasiswa
dan
keluarga tak mampu. 5. Memperluas program padat karya. 6. Kenaikan gaji PNS, ABRI dan pensiunan rata-rata 35 persen. Masa Pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid 1. Penyediaan melalui
kebutuhan penyediaan
pokok
bagi
pelayanan
keluarga
miskin
kesehatan
dan
pendidikan serta perbaikan lingkungan rumah tinggal. 2. Pengembangan budaya usaha masyarakat miskin. 3. Kenaikan gaji PNS/ TNI Polri rata-rata 30 persen.
24
4. Subsidi
pengadaan
air
bersih
sebagai
kompensasi
kenaikan harga BBM yang dibagikan kepada masyarakat miskin perkotaan. 5. Kompensasi beras
di
dan
bidang
pelayanan
pendidikan, angkutan
kesehatan,
umum
atas
OPK
kenaikan
harga BBM. Masa Pemerintahan Presiden Megawati Soekarnoputri 1. Pada tahun 2003 menganggarkan Rp23,3 triliun untuk subsidi kepada masyarakat kurang mampu. 2. Tarif listrik rendah bagi rumah tangga miskin. 3. Subsidi bunga untuk program kredit usaha mikro. 4. Memberikan
bantuan
usaha
kecil
berupa
penyediaan
rumah murah. 5. Subsidi pupuk agar terjangkau petani. 6. Peningkatan keluarga
pelayanan
miskin,
kesehatan
kelompok
dan
rentan,
gizi
pengungsi
bagi dan
korban bencana. Masa Pemerintahan Presiden S.B Yudhoyono 1. Bertekad dalam 5 tahun tingkat pengangguran terbuka dan
kemiskinan
pengangguran persen
berkurang
terbuka
menjadi
5,1
separuhnya.
diupayakan
persen
dan
Tingkat
turun
tingkat
dari
9,9
kemiskinan
turun dari 16,6 persen menjadi 8,2 persen. 2. Bantuan
Langsung
Tunai
(BLT)
akan
dimodifikasi
sebagai BLT bersyarat. 3. Memberi
dan menyalurkan beras murah bagi sekitar
15,8 juta keluarga miskin. 4. Subsidi harga pupuk. 5. Subsidi pelayanan publik untuk BUMN yang menjalankan tugas pemerintah di bidang pelayanan umum. 6. Menanggulangi
kasus
gizi
buruk
dengan
menjamin
perawatan gizi buruk di Puskesmas, rumah sakit dan bantuan makanan pendamping ASI. 7. Menanggulangi
polio
dengan
meningkatkan
cakupan
imunisasi sampai ke tingkat desa secara gratis.
25
3.2. Implikasi
Penerapan
Kebijakan
Pengentasan
Kemiskinan
terhadap Jumlah Orang Miskin Berbagai
kebijakan
pengentasan
kemiskinan
yang
diambil
dalam tiap periode pemerintahan mempunya implikasi yang berbeda-beda terhadap jumlah orang miskin. Pemerintahan orde baru (1966 - 1998) Pemerintahan orde baru mampu menekan laju pertambahan jumlah orang miskin hingga yang terendah sebesar 25,9 juta
penduduk
atau
13,7
persen
dari
total
penduduk
Indonesia pada tahun 1993.
Jumlah penduduk miskin pada
angka
tercapai
ini
belum
dapat
lagi
pada
masa
pemerintahan berikutnya. Untuk
tahun-tahun
mengalami
selanjutnya
kenaikan
mencapai
angka
hingga
tertinggi
49,5
jumlah
penduduk
akhir
pemerintahannya,
juta
orang
miskin
(1998)
dan
menjadi yang tertinggi sampai saat ini. Pemerintahan BJ. Habibie (1998 – 1999) Masa pemerintahan BJ. Habibie terhitung sangat singkat. Masa ini adalah masa peralihan sistem pemerintahan dari demokrasi
yang
dinilai
otoriter
ke
demokrasi
yang
dikehendaki mendekati sebenarnya. Pada masa pemerintahan ini jumlah orang miskin cukup tinggi, walaupun secara perlahan
mengalami
menjadi
sekitar
penurunan
38
juta
dari
orang
49,5 pada
juta
orang
akhir
masa
pemerintahannya. Pemerintahan Abdurrahman Wahid (1999-2001) Jumlah
penduduk
mengalami
miskin
sedikit
pada
penurunan
masa dari
pemerintahan 38,7
juta
ini
menjadi
sekitar 37,8 juta pada akhir masa pemerintahannya. Pemerintahan Megawati Soekarnoputri (2001 – 2004) Pada
awal
masa
pemerintahan
ini
jumlah
orang
miskin
sempat mengalami kenaikan menjadi 38,4 juta orang, untuk selanjutnya secara perlahan mengalami penurunan.
Angka
26
terakhir pada masa pemerintahannya, tercatat penduduk miskin berjumlah 36,1 juta orang. Pemerintahan S.B Yudhoyono Pada
masa
pemerintahan
yang
diumumkan
BPS
S.B
jumlah
Yudhoyono, orang
angka
miskin
naik
terakhir menjadi
39,05 juta orang atau sekitar 17,75 persen dari total penduduk pada bulan Maret 2006.
27
3.3. Kendala – kendala Pengentasan Kemiskinan Dalam
mengatasi
masalah
kemiskinan
kebijakan multi sektor.
harus
melalui
Hal ini menimbulkan kendala-
kendala yang tidak dapat diabaikan, antara lain : 1.
Terbatasnya anggaran negara Terbatasnya
jumlah
penerimaan
pemerintah
tidak
leluasa
terutama
yang
kesejahteraan
negara
dalam
berhubungan rakyat.
menyebabkan
penggunaannya,
langsung
Meskipun
untuk
pengentasan
kemiskinan masih menjadi agenda pembangunan nasional, namun porsi anggaran untuk hal tersebut belum dapat dikatakan memadai, belum lagi kebijakan penganggaran pemerintah
yang
anggarannya
untuk
bunganya. adanya
menggunakan membayar
sebagian
besar
hutang-hutang
plus
Dan yang tidak dapat diabaikan pula adalah
ekonomi
biaya
tinggi
yang
secara
tidak
langsung menyerap anggaran negara. 2.
Kurang
tepatnya pengambilan kebijakan
Faktor ini merupakan faktor penting, karena kebijakan adalah
suatu
titik
awal.
Kebijakan
pemerintah
menaikkan harga BBM dan mengkompensasikannya dengaa transfer langsung pemerintah kepada masyarakat miskin dinilai
banyak
pihak
kurang efisien.
sebagai
suatu
kebijakan
yang
Hanya dengan peningkatan harga BBM
sebesar 29 persen saja telah mengakibatkan peningkatn inflasi sebesar 6.7 persen. Sementara itu upah riil tidak mengalami perubahan dengan adanya transfer dana langsung kepada rakyat miskin. Peningkatan konsumsi masyarakat transfer
hanya
0.7
langsung
dari
persen
walaupun
pemerintah
ke
terdapat
rumahtangga.
Apalagi dengan peningkatan harga BBM yang lebih dari 100%, tentu saja tingkat inflasi menjadi lebih tinggi lagi
dan
daya
beli
masyarakat
menjadi
semakin
menurun.
28
3.
Kegagalan
pemerintah
dalam
melakukan
stabilisasi
harga barang kebutuhan pokok. Hal ini terekam dalam garis kemiskinan makanan yang meningkat sebesar 21,7 persen di perkotaan dan 22,8 persen
di
perdesaan.
Padahal
pangsa
pengeluaran
penduduk miskin untuk konsumsi makanan mencapai lebih dari 70 persen. Karena itu, tingkat kemiskinan sangat sensitif terhadap inflasi bahan makanan. Pemerintah pernah menjanjikan untuk melakukan stabilisasi harga kebutuhan pokok malalui operasi pasar dan pagelaran pasar murah. Tapi stabilisasi harga pada khususnya dan
stabilisasi
makro
pada
umumnya
tidak
pernah
dilakukan secara sungguh-sungguh sehingga yang jadi korban adalah rakyat jelata. 4.
Tidak jalannya trickle down effect
dari pertumbuhan
ekonomi. Pada tahun 2005 terjadi pertumbuhan ekonomi sebesar 5,6
persen.
Kenaikan
angka
kemiskinan
menunjukkan
bahwa pertumbuhan yang terjadi tidak bisa dinikmati secara merata oleh seluruh lapisan masyarakat. Hal ini juga menunjukkan bahwa pertumbuhan tidak selalu diikuti dengan pemerataan. Dalam kurun waktu setahun terakhir
ini,
tampaknya
pertumbuhan
ekonomi
lebih
banyak bermanfaat bagi kalangan non-miskin.
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN
29
4.1. Kesimpulan
1. Di Indonesia, pernah digunakann dua ukuran, yaitu ukuran menurut
BPS
yang
menggunakan
pendekatan
basic
needs
dengan indikator Head Count Index (HDI) dan bersifat makro serta ukuran menurut BKKBN yang lebih bersifat mikro. 2. Pengukuran kemiskinan juga dapat dipandang dari sudut non moneter, yaitu A. Pengukuran kemiskinan dengan menggunakan akses akan pendidikan,
dapat
dilihat
dari
beberapa
indikator,
yaitu : Angka melek huruf. Angka partisipasi sekolah Angka putus sekolah B. Ketenagakerjaan C. Fertilitas, mortalitas dan harapan hidup D. Kesehatan E. Fasilitas perumahan 3. Permasalahan kemiskinan di Indonesia dilihat dari tiga aspek : A. Kegagalan pemenuhan hak dasar. Terdiri dari : Terbatasnya Kecukupan dan Mutu Pangan Terbatasnya
akses
dan
rendahnya
mutu
layanan
akses
dan
rendahnya
mutu
layanan
kesehatan Terbatasnya pendidikan Terbatasnya Kesempatan Kerja dan Berusaha Terbatasnya Akses Layanan Perumahan dan Sanitasi. Terbatasnya Akses terhadap Air Bersih. Lemahnya Kepastian Kepemilikan dan Penguasaan Tanah.
30
Memburuknya Kondisi Lingkungan Hidup dan Sumberdaya Alam, serta Terbatasnya Akses Masyarakat Terhadap Sumber Daya Alam. Lemahnya Jaminan Rasa Aman. Lemahnya Partisipasi. B. Beban Kependudukan C. Ketidaksetaraan dan ketidakadilan gender 4. Kendala-kendala pengentasan kemiskinan, yaitu : Terbatasnya anggaran negara. Kurang tepatnya pengambilan kebijakan. Kegagalan
pemerintah
dalam
melakukan
stabilisasi
harga barang kebutuhan pokok. Tidak jalannya trickle down effect
dari pertumbuhan
ekonomi 5. Kebijakan pengentasan kemiskinan yang diambil
pada tiap
era pemerintahan berbeda-beda, demikian pula implikasi yang
diperoleh.
Pemerintahan
era
orde
baru
mampu
menekan laju pertambahan jumlah orang miskin hingga yang terendah sebesar 25,9 juta penduduk atau 13,7 persen dari
total
penduduk
Indonesia
pada
tahun
1993.
Dan
sempat mengalami kenaikan hingga akhir pemerintahannya, mencapai angka tertinggi 49, 5 juta orang (1998) dan menjadi pada
yang
era
tertinggi
pemerintahan
sampai pasca
saat
orde
ini.,
baru,
Selanjutnya
jumlah
orang
miskin terus mengalami penurunan.
4.2. Saran
1. Perlu dilakukan pengembangan indikator kemiskinan yang didasarkan
pada
kerangka
pikir
dan
strategi
penanggulangan kemiskinan. 2. Perlu pengembangan sistem pemantauan yang efisien untuk memantau
secara
masyarakat,
cepat
serta
penyebab
indikator
perubahan
harga,
kemiskinan
indikator
harga
produsen, indikator harga konsumen dan indikator upah.
31
3. Perlu
juga
dengan
melakukan
melibatkan
penelitian-penelitian para
sosiolog
dan
kualitatif antropolog,
khususnya yang berkaitan dengan masalah kemiskinan. 4. Memperkuat
kapasitas
(stakeholder) lokal
untuk
dalam
berbagai
pemangku
menggunakan
berbagai
indikator
kepentingan,
kepentingan kemiskinan
terutama
yang
sepatutnya
tidak
menyangkut program pembangunan. 5. Strategi disusun yang
penanggulangan secara
terpisah-pisah
ditujukan
kemiskinan
,
kemiskinan
untuk
tetapi
dari
mengatasi
sebagai
berbagai
program
berbagai
elemen
strategi
penanggulangan
kemiskinan yang disusun secara terpadu, saling terkait dan
sistimatis.
faktor-faktor
Dengan
yang
demikian,
menghambat
ia
atau
mampu
memutuskan
mendorong
akses
masyarakat miskin terhadap penghidupan yang lebih baik. 6. Upaya pemberdayaan masyarakat perlu dilakukan dari atas kebawah. Upaya dari atas menyangkut kesediaan pemerintah dan lembaga non pemerintah pada semua tingkatan untuk membuka diri dalam
dan mengajak masyarakat berperan serta
pengambilan
keputusan
tentang
biaya-biaya
yang
harus mereka tanggung serta kebijakan lain yang nantinya akan mempengaruhi kehidupan mereka. Pada saat bersamaan, upaya
ini
perlu
disertai
dengan
pendampingan
dan
peningkatan kemampuan masyarakat untuk berperan aktif dalam pengambilan keputusan disetiap tingkatan.
DAFTAR PUSTAKA
32
Aglista , Ivanovich
kemiskinan dan Kebijakan
Badan Pusat Statistik, Data dan Informasi 2004, PT. Rasokitama Lestari, Jakarta, 2004 Hadad Ismid, Berkelanjutan Lingkungan
Kemiskinan
Pengentasan Kemiskinan dalam dan Perubahan Pola Produksi
Tahun
Pembangunan yang Ramah
Harian Kompas, Nasib Rakyat Miskin di Tangan Para Presiden, 26 Agustus 2006 Mawardi Sulton dan Sudarno Sumarto, memihak Orang Miskin, SMERU, 2003 Nurske,
Raknar
,
1953,
Kebijakan
Memahami
Publik
yang
Kemiskinan,
http://www.pu.go.id Tim Indonesia Bangkit, Kemiskinan Sebagai Kegagalan Kebijakan, 2006 Wikipedia Indonesia, Kemiskinan, http:// www.kompas.com
33
This document was created with Win2PDF available at http://www.win2pdf.com. The unregistered version of Win2PDF is for evaluation or non-commercial use only. This page will not be added after purchasing Win2PDF.