LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK (KI2051) PERCOBAAN 3

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK (KI2051) PERCOBAAN 3 PEMISAHAN SENYAWA ORGANIK DIAH RATNA SARI ... Menentukan pelarut yang digunakan untuk ekstraksi k...

24 downloads 762 Views 106KB Size
LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK (KI2051) PERCOBAAN 3 PEMISAHAN SENYAWA ORGANIK DIAH RATNA SARI 11609010 KELOMPOK I

Tanggal Percobaan : 29 September 2010 Shift Rabu Siang (13-00—17.00 WIB) Tanggal Pengumpulan : 13 Oktober 2010 Asisten Praktikum: ANDRI 20510019

LABORATORIUM KIMIA ORGANIK PROGRAM STUDI KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG 2010

2

PERCOBAAN 3 PEMISAHAN SENYAWA ORGANIK I. Tujuan Percobaan  Menentukan pelarut yang digunakan untuk ekstraksi kafein  Menentukan Rf Kristal kafein  Menentukan titik leleh kafein II. Teori Dasar Data Fisik dan Kimia No

Nama Zat

T.didih

Kerapata

(0C)

n (g/mL)

Sifat dan penggunaannya

1

Air, H2O

100

1,000

Sangat luas, polar, ionik

2

Dietil eter,

35

0,714

Sangat luas, mudah

C2H5-O-C2H5 3

Heksan, C6H12

terbakar 61

0,659

Hidrokarbon/nonpolar, terbakar

4

Benzen, C6H6

80

0,879

Aromatik, mudah terbakar, racun

5

Toluen,

111

0,867

Seperti benzen

0,626

Non polar, mudah terbakar

C6H5CH3 6

Pentan, C5H12

36

7

Metanol,

65

Mudah terbakar, racun

CH3OH 8

Kloroform,

61

1,492

Sangat polar

77

1,594

Hidrokarbon, non polar,

CHCl3 9

Karbontetraklo rida, CCl4

10

Metilen klorida,

racun 41

1,335

Polar, beracun

CH2Cl2 Kafein merupakan salah satu dari senyawa alkaloid yang berasal dari tanaman, seperti teh, kopi, dll. Untuk mendapatkan kafein dari daun teh, metode yang dapat dilakukan adalah ekstraksi cair-cair. Ekstraksi adalah metode pemisahan yang melibatkan proses pemindahan satu atau lebih senyawa dari satu fasa ke fasa lain dan didasarkan pada prinsip

kelarutan.

Dalam

ekstrasi

ini

secara

umum

prinsip

3

pemisahannya adalah senyawa tersebut kurang larut dalam pelarut yang satu dan sangat larut dalam pelarut yang lain. Pada intinya, urutan dalam percobaan ini adalah pelarutan, filtrasi, ekstraksi dengan corong pisah, distilasi, rekristalisasi. Kromatografi menjadi

digunakan

untuk

memisahkan

komponen-komponennya.

Seluruh

substansi bentuk

campuran

kromatografi

berkerja berdasarkan prinsip ini. Semua kromatografi memiliki fase diam (dapat berupa padatan, atau kombinasi cairan-padatan) dan fase gerak (berupa cairan atau gas). Fase gerak mengalir melalui fase diam dan membawa komponenkomponen yang terdapat dalam campuran. Komponen-komponen yang berbeda bergerak pada laju yang berbeda. Jel silika (atau alumina) merupakan fase diam dan fase gerak merupakan pelarut atau campuran pelarut yang sesuai. III. Alat dan bahan Labu erlemeyer 250 ml Pemanas + magnetic stirer Corong pisah Pelat TLC Kertas saring Pipet Penyaring isap Corong Buchner Alat-alat untuk destilasi

25 gr daun teh kering 20 gr Na-karbonat Air Diklorometana Ca-klorida anhidrat Ligroin Etil asetat Metanol Pereaksi Dragendorff Dan Meyer

IV. Pengamatan dan Pengolahan Data Prosedur singkat dan pengamatannya:.  Ekstraksi teh Daun teh + Nakarbonat dilarutkan

Ekstraksi teh + diklorometana dengan corong pisah

Coklat kehitaman Terbentuk 2 fase coklat dan bening, setelah dikocok (fase menjadi satu) dengan corong pisah, ada gas yang keluar, ada emulsi, fase terpisah kembali setelah selesai dikocok.

4

Hasil ekstraksi yang bening+emulsi +CaCl2 didestilasi

Cairan bening kehijauan, didestilasi sampai airnya hampir habis. T0=380C. Yang tersisa di labu didih berwarna kuning, dilarutkan dalam aseton dan dikeringkan, menghasilkan serbuk agak kuning, massa=0.1 gram, titik lelehnya=214—2170C

 Uji Kromatografi Lapisan Tipis Totolan kristal kafein+dikloro metana dan dielusi

Setelah dipanaskan

Campuran berwarna agak kekuningan. Totolan tidak terlalu terlihat. Setelah dielusi basah, tidak terlihat totolannya.

Plat berwarna coklat dengan ada jejak totolan dari bawah ke atas berwarna kuning. Hasil elusi dengan eluen etil-asetat : methanol = 3:1, yaitu 3.1 dengan eluen kloroform : methanol = 9:1, yaitu 2.3 (Melakukan 2x, diambil rataratanya)

 Uji Alkaloid Kristal kafein + meyer

Kristal kafein + Dragendorff

Jadi berwarna kuning.muda.

Jadi berwarna jingga

V. Pembahasan  Ekstraksi kafein Daun teh kering dicampur dengan serbuk putih Na-karbonat dan dilarutkan dalam air panas menghasilkan air teh coklat gelap. Kemudian didekantasi/difiltrasi sehingga daun tehnya tertinggal di labu Erlenmeyer sebelumnya. Ekstrak teh diekstrak dengan corong pisah yang sebelumnya ditambah dengan diklorometana. Terbentuk dua fase, kemudian dikocok menjadi satu fase, saat dikocok terbentuk gas yang harus dikeluarkan dari lubang corong

5

pisah. Dari corong pisah, setelah “dijungkirbalikkan” semua cairan bening dan emulsi dialirkan ke dalam labu Erlenmeyer lain tanpa memasukkan cairan coklatnya, hasil ekstraknya berwarna bening dengan sedikit emulsi. Kemudian cairan bening itu didestilasi sehingga tersisa sedikit saja, karena suhu yang panas, saat airnya sedikit lagi, airnya menguap dengan cepat, sehingga Kristal kafein menempel di dinding labu didih.dan akhirnya perlu aseton yang cukup banyak untuk melarutkan Kristal kafeinnya. Dalam percobaan, daun teh dilarutkan dalam air panas, karena air panas lebih cepat melarutkan daripada air dingin. (kelarutan kafein dalam air adalah 22 mg/mL pada 25 oC; 180 mg/mL pada 80oC, dan 670 mg/mL pada 100oC]. Kemudian larutan panas dibiarkan dingin dan kafein diekstraksi dari air dengan diklorometana (metilen klorida), yang merupakan pelarut yang tak larut air. Karena kelarutan kafein dalam diklorometana lebih baik (140 mg/mL) daripada dalam air (22 mg/mL), maka kafein lebih mudah larut di dalam diklorometana. Namun, sayangnya tannin yang ada pada teh juga sedikit larut dalam diklorometana, padahal kafein yang diekstraksi sebaiknya dapat dipisahkan dari kandungan tannin, jadi tannin harus tetap berada dalam fasa air. Oleh karena tannin merupakan senyawa fenolik yang bersifat cukup asam, maka senyawa ini dapat diubah dulu menjadi garam (deprotonasi gugus –OH) menggunakan natrium karbonat, sehingga tannin berubah menjadi anion fenolik yang tidak larut dalam diklorometana, tetapi larut di dalam air. Namun ada kekurangan dari pengubahan tannin menjadi garamnya, yaitu garam tannin ini berfungsi sebagai surfaktan anion yang menyebabkan material lain seperti minyak dan diklorometana dapat membentuk emulsi dengan air. Agar dapat memisahkan fasa air dari fasa diklorometana, maka proses pembentukan emulsi ini dicegah dengan tidak mengguncangkan corong pisah dengan terlalu kuat. Karena emulsi ini bisa memerangkap kafein yang larut dalam diklorometana, sehingga jika dibiarkan atau dibuang, kafeinnya akan terbuang juga, maka semua emulsi dimasukkan ke dalam labu.

6

Karena masih mengandung air, maka ditambahkanlah CaCl 2 anhidrat, yang berfungsi untuk menyerap air, Setalah penambahan itu, dekantasi, jangan sampai CaCl2 anhidrat ikut terbawa. Akhirnya dalam labu didih, hanya terdapat diklorometana dan kafein yang terlarut saja. Untuk menghilangkan diklorometananya, uapkan dengan destilasi. Pada akhirnya, setelah labu didih hampir kehabisan diklorometana, di sana akan tersisa Kristal kafein berwarna kuning kehijauan, kemudian dilarutkan dalam aseton sehingga Kristal dapat dipindahkan dari labu didih ke kaca arloji, dan massanya. Pada saat inilah, terjadi kesalahan oleh praktikan, suhu penangas terlalu tinggi, sehingga menyebabkan sedikit gosong, akhirnya sedikit Kristal mengendap di dasar labu didih dan menyebabkan massa Kristal kafein berkurang, sehingga massa Kristal yang diperoleh hanya 0.1 gram. Penambahan ligroin pun tdak dilakukan, tetapi tidak terlalu berpengaruh pada hasilny, karena ligroin hanya untuk mempercepat pembentukan Kristal. Kemudian, saat destilasi, T0 tetes pertama yang didapat sekitar 380C, padahal di literatur, titik didih diklorometana sebesar 41 0C. Penyimpangan ini dikarenakan hasil destilat yang tidak murni, kemungkinan besarnya adalah ada suatu zat di dalam labu didih yang titik didihnya lebih rendah daripada diklorometana, dan menyebabkan tetes pertama “didapatkan” oleh zat tersebut. Kemudian, titik leleh dari Kristal kafein menurut literatur adalah 227-2280C (anhidrat), 234-2350C (monohidrat). Sedangkan dari hasil percobaan didapatkan 214-2170C, penyimpangan yang cukup besar ini menunjukkan, bahwa Kristal kafein yang didapatkan tidaklah murni, melainkan ada pengotorpengotornya, sehingga penyimpangannya terpaut jauh. Bisa dikarenakan selama prosesnya banyak zat yang tercampur, destilasi yang belum benar, pemisahan antara diklorometana dengan teh di corong pisah.  Uji Kromatografi Lapis Tipis/TLC

7

(A)

(B) 0.5 cm

0.5 cm

5 cm

5 cm

3.1 cm Batas eluen

2.3 cm 0.5 cm 0.5 cm

eluen etil-asetat : methanol 3:1 Sebelum elusi

eluen kloroform : methanol 9:1

Gelas ditutup untuk meyakinkan bahwa kondisi dalam gelas kimia terjenuhkan oleh uap dari pelarut. Kondisi jenuh dalam gelas kimia dengan uap mencegah penguapan pelarut.

Sebelesas elusi

Rf merupakan nilai dari Jarak relative pada pelarut. Harga Rf dihitung sebagai jarak yang ditempuh oleh komponen dibagi dengan jarak tempuh oleh eluen (fase gerak). (A) Rf = 3.1/5 = 0.62 (B) Rf = 2.3/5 = 0.46 Rf juga menyatakan derajat retensi suatu komponen dalam fase diam. Karena itu Rf juga disebut factor referensi. Pada KLT digunakan pelat alumunium dengan bagian belakang silica, terdapat dua fasa yaitu fasa diam: silica dan fasa gerak : eluen. Penyemprotan dengan reagen dragendroff dan pengeringannya setelah proses elusi dimaksudkan untuk memberi warna pada zat organik yang kita dapat pada sample sehingga dapat dilihat “perjalanan” noda kafein. Kepolaran etil-asetat lebih tinggi dibandingkan dengan kloroform. Kloroform bersifat nonpolar, sehingga saat dielusi, kloroform, tidak tertahan oleh plat silica, dan akhirnya noda kafein pun tidak terbawa jauh (nilai Rf kecil). Sedangkan, etil-asetat bersifat semipolar, akibatnya agak tertahan pada plat silica, dan kafein bersifat semi polar, namun lebih polar daripada etil-asetat. Jadi, noda itu ditarik oleh etil-asetat ke atas dan silica untuk diam di tempat, jadilah akhirnya tarik-menarik, namun silica tetap “menang”, sehingga noda kafein tidak terbawa terlalu jauh (nilai Rf lebih besar dari B). Pada akhirnya, kita bisa menyusun

8

keempat-empatnya menurut kepolaran, dimulai dari yang paling tidak polar o eluen kloroform:methanol 9:1 o eluen etil-asetat:methanol 3:1 o kafein o silica  Uji Alkaloid Kristal kafein mengandung gugus N, jika dicampurkan dengan pereaksi meyer yang mengandung Na-Pb-iodida akan terbentuk endapan berwarna kuning muda yang berasal dari Pb. Sedangkan, jika Kristal kafein dicampur dengan pereaksi dragendorf yang mengandung Na-Bi-Iodida akan berubah warna menjadi jingga dari ion Bi-nya. Karena pada percobaan berubah warna menjadi kuning muda dan jingga, maka terbukti bahwa kafein adalah salah satu dari senyawa alkaloid yang memiliki gugus atom N. VI. Simpulan Pada proses ekstraksi, prinsip yang digunakan adalah perbedaan kelarutan. Dalam hal ini, untuk mengisolasi kafein pada teh, kita harus mendapatkan kafein tanpa zat lain. Akan tetapi, di dalam teh terdapat tannin. Prinsip perbedaan kelarutan dalam pelarut digunakan untuk memisahkan kedua zat ini. Tannin akan larut dalam air dan tidak larut dalam diklorometana yang isa melarutkan zat organik dan kafein akan larut baik dalam diklorometana daripada air, sehingga keduanya dapat dipisahkan. Titik leleh kafein hasil percobaan adalah pada 214-217 0C Sedangkan pada literatur 227-228 0C (anhidrat), 234-235 0C (monohidrat) perbedaan ini disebabkan kafein yang didapat tidak murni, melainkan mungkin ada sedikit zat lain, seperti tannin atau diklorometana yang ikut terekstrak. Sedangkan, nilai Rf kafein adalah 0.62 pada eluen etil-asetat : methanol 3:1 dan 0.46 pada eluen kloroform : methanol 9:1.

9

Dari sini kita bisa menentukan urutan ketidakpolaran eluen menurut ketidakpolarannya, yang paling tidak polar adalah o eluen kloroform:methanol 9:1 o eluen etil-asetat:methanol 3:1 o kafein o silica VII. Daftar Pustaka Mayo, D.W., Pike, R.M., Trumper, P.K., Microscale Organic Laboratory, 3rd edition, John Wiley & Sons, New York, 1994, p.73 - 89; 144 - 153 Pasto, D., Johnson, C., Miller, M., Experiments and Techniques in Organic Chemistry, Prentice Hall Inc.,New Jersey, 1992, p.5659;399 – 404 Williamson, Macroscale and Microscale Organic Experiments, 3rd edition, Boston, 1999, p. 127 -155 http://adityabeyubay359.blogspot.com/2010/06/alkaloid.html [tanggal akses: 27 September 2010, 23:48] http://asyharstf08.wordpress.com/2010/02/01/pemisahansenyawa-organik/ [tanggal akses : 8 Oktober 2010, 22:23 ] http://www.chem-is-try.org/Kromatografi-Lapis-Tipis [tanggal akses: 9 Oktober 2010, 5:26] http://fateisnotafake.wordpress.com/2009/09/07/pemisahansenyawa-organik-ekstraksi-isolasi-kafein-dari-teh-dan-ujialkaloid/ [tanggal akses: 8 Oktober 2010, 22:30] http://id.wikipedia.org/wiki/Corong_pemisah [tanggal akses: 8 Oktober 2010, 23:11]