LIHAT

Download Jurnal Ilmiah Panorama Nusantara, edisi IX, Juli - Desember 2010. 24. ANALISIS ... Letter of credit (L/C) is a confident international trad...

0 downloads 579 Views 632KB Size
ANALISIS DISCREPANCY L/C DAN CARA PENANGANANNYA UNTUK MENINGKATKAN PEMAKAIAN LC PADA PERDAGANGAN INTERNASIONAL Oleh : Rivera Pantro Sukma Dosen STEIN, Jakarta

Abstract Letter of credit (L/C) is a confident international trade instrument since it has bank guarantee to ensure the transactions, but it is stil risky (referred to some discrepancy cases, specially in Indonesia) and high cost. Discrepancy of L/C may cause million dollars lost, but we could averse it by complying the rules (UCP 600, SKBDN, etc). The purpose of this journal is to identify and analyse the cause of discrepancies base on case studies, and how to eliminate the discrepancy in using L/C. At the end, any party in international trading won’t be reluctant to use L/C (specially the exporters)

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Letter of credit adalah metode pembayaran perdagangan yang relatif aman baik bagi pihak pembeli (importir) maupun penjual (eksportir), karena di antara kedua pihak tersebut ada pihak penjamin yaitu issuing bank dan negotiating bank. Namun masih banyak pihak yang enggan menggunakannya karena pertimbangan mahal (karena harus membayar biaya tambahan seperti agency cost) dan tetap beresiko, karena banyaknya kasus discrepancy. Pada tahun 2000 United Kingdom mengalami kerugian £113 juta akibat dokumen-dokumen yang tidak patuh pada aturan L/C. Itupun hanya jumlah yang dapat dihitung dan belum termasuk faktor lain seperti kehilangan peluang dan masalah cash flow. Ini adalah jumlah yang besar sehingga profit yang diterima perusahaan sangat tipis. Letter of Credit yang biasa disingkat dengan (L/C) merupakan salah satu instrument pembayaran yang sangat penting dalam perdagangan international. Letter of Credit sangat vital dalam memberikan keyakinan kepada pembeli (buyer) maupun penjual (seller) dalam melakukan perdagangan internasional (export-import). Dokumen letter of credit telah digunakan lebih dari 150 tahun untuk memfasilitasi perdagangan dengan melaksanakan perdagangan atas penyajian dokumen terkait dengan transaksi seperti terspesifikasi dalam kredit. Ini digunakan secara luas untuk perdagangan internasional. Pada dasarnya (L/C) digunakan atas permintaan pihak komersial untuk mempengaruhi pembayaran; mereka juga dapat digunakan karena beberapa Negara

importir meminta (L/C) sebagai bagian dari peraturan atas kontrol pertukaran. L/C didefinisikan sebagai pengambil alihan oleh issuing bank (bank penerbit) pada beneficiary (penjual/seller) untuk membuat pembayaran dalam waktu spesifik, atas penyajian dokumen yang patuh berdasar term credit. Karena itu resiko pada penjual nonpayment oleh pembeli ditransfer pada issuing bank (dan mengkonfirmasi bank bila L/C confirmed) selama ekportir menyajikan dokumen dengan patuh sesuai kredit. Sangat penting untuk diingat bahwa semua pihak pada letter of credit berhubungan dengan dokumen, bukan barang. Selain metode pembayaran dimuka, letter of credit adalah metode pembayaran yang paling aman pada perdagangan internasional. Letter of credit juga memberi keamanan bagi importir dengan menjamin seluruh dokumen kontrak dimana persyaratan dipenuhi dengan mengkondisikan L/C. Namun penggunaan L/C juga mempunyai banyak resiko, serta memerlukan tambahan biaya yang cukup besar. Oleh karena itu di dalam jurnal ini penulis ingin membahas kasuskasus discrepancy L/C dalam transaksi internasional dan bagaimana penanggulangan dan pencegahannya. 1.2 Permasalahan Survey terakhir dari Simplification of International Trade Procedure Broad (SITPRO) atas penggunaan L/C (masalah para eksportir dengan Commercial Letter of Credit) tahun 1989-1991 menunjukkan bahwa beneficiary menemukan 48% kredit terdapat kesalahan, yang akan membuat sulit atau tidak mungkin mengamankan kredit. Penelitian ini

Jurnal Ilmiah Panorama Nusantara, edisi IX, Juli - Desember 2010

24

menindaklanjuti penelitian SITPRO sebelumnya, tahun 1983/1984 yang menunjukkan bahwa hanya satu dari dua dokumen dengan pembayaran aman pada pertama kali. Penemuan ini mengarahkan publik mengenai biaya dan bahaya atas kegagalan menyajikan dokumen yang patuh yang dilakukan SITPRO dan organisasi. Di India, kasus discrepancy yang pernah terjadi adalah kasus Jindal. Di Indonesia opini publik atas L/C semakin buruk karena ada 2 kasus besar (yaitu bank BNI dan Bank Century) yang mempermasalahkan transaksi dalam jumlah dana besar. 1.3 Tujuan Penulisan Adapun tujuan penulisan L/C ini adalah untuk mengetahui penyebab discrepancy L/C dan menganalisis bagaimana penanganannya supaya tidak terulang lagi. Tujuan akhirnya adalah untuk mengurangi penolakan eksportir atas penggunaan L/C dan melihat cara lebih

jauh untuk membantu eksportir dalm operasi L/C. 1.4 Metodologi penelitian Penelitian dilakukan dengan analisis deskriptif. Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data sekunder. Analisis berdasarkan metode kualitatif, dengan menggunakan teoriteori yang ada mengenai L/C serta peraturanperaturan yang berlaku mengenai L/C. II Tinjauan Pustaka 2.1 Pengertian L/C (Letter of Credit) Yaitu kontrak internasional antara bank penerbit (issuing bank) di suatu negara (biasanya importir) dan penerima (beneficiary/penjual) di negara lain (eksportir) dalam hal mana bank penerbit mengikatkan diri untuk membayar nilai L/C kepada penerima dengan kondisi penerima memenuhi dokumendokumen yang diminta dalam L/C baik secara fisik maupun substansi

Agency contract

CORRESPONDENT BANK/ NEGOTIATING BANK

ISSUING BANK

L/C

CONTRACT TO ISSUE L/C

BUYER/IMPORTIR/ APPLICANT

Sales contract

L/C Advise

SELLER/ EKSPORTIR/ BENEFICIARY

Shipment Jurnal Ilmiah Panorama Nusantara, edisi IX, Juli - Desember 2010

25

2.2 Macam-macam L/C 1. Sight L/C: Alat bayar yang berupa surat kredit yan diterbitkan oleh bank (issuing bank) dari Pembeli di Luar Negeri ( Importir ), bahwa pembayaran akan dilakukan sesuai dengan waktu yang telah ditentukan dalam Surat Kredit tersebut, dan L/C tersebut dapat didiskontokan oleh penjual di dalam negri (eksportir) lewat bank d dalam negri (Negotiating Bank) dengan cara melakukan collection (penagihan pembayaran oleh negotiating bank kepada issuing bank) 2. Usance L/C: adalah berupa surat kredit yan diterbitkan oleh Bank (Issuing bank) dari pembeli di Luar Negri ( Importir), bahwa pembayaran akan dilakukan sesuai waktu yang telah ditentukan dalam Surat Kredit tersebut. Dan L/C tersebut dapat didiskontokan oleh Penjual di dalam negri (eksportir) lewat bank di dalam negri (negotiating bank) dengan mengikuti semua persyaratan yang tercantum dalam L/C tersebut. Dalam Usance L/C, pendiskontoan dapat dilakukan apabila semua proses pengiriman telah dilakukan eksportir dan dokumen-dokumen inilah yang menyertai L/C tersebut untuk diserahkan ke Negotiating Bank, dalam rangka pendiskontoan L/C tersebut, dengan demikian segala resiko pembayaran telah diambil alih oleh negotiating bank di dalam negri. 3. Red Clause L/C: adalah alat bayar yang berupa surat kredit yang diterbitkan oleh Issuing Bank dari pembeli di luar negri (importir), yang berisi Perintah pembayara terlebih dahulu maksimal sebesar 80% dari issung bank di luar negri kepada negotiating bank di dalam negri, dimana eksportir belum melakukan aktivitas ekspor sama sekali. (L/C ini merupakan pembayaran uang muka dari importir kepada eksportir). L/C ini sangat likuid berlaku di perbankan, karena semua resiko telah ditanggung oleh bank penerbit di luar negri dan pasti dibayar sesuai waktu yang telah ditentukan. 2.3 Pengaturan jaminan bank a. Independent Guarantee: Pihak penjamin independen harus memenuhi syarat antara lain mematuhi ketentuan internasional yang dikeluarkan oleh ICC (International Chamber of Commerce), mematuhi konvensi internasional dan juga mematuhi Hukum nasional Dependent Guarantee: Hukum Nasional.

b.

Dependent Guarantee Sedangkan bagi pihak penjamin dependen (contohnya jaminan bank) cukup mematuhi hukum nasional. 2.4 L/C sebagai Independent Guarantee: L/C sebagai Independent Guarantee berfungsi sebagai jaminan bank untuk pembayaran nilai kontrak dasar, Jaminan bank untuk pelaksanaan kontrak dasar, yang tunduk pada peraturan Uniform Custom and Practice for Documentary Credits. Versi terbaru dari peraturan ini adalah ICC Publication No.600. Para pengacara yang menasehati klien mengenai L/C harus memiliki pemahaman yang baik atas UCP 600. L/C merupakan instrument pembayaran yang diakui baik secara nasional maupun internasional, sehingga pihak-pihak yang melakukan transaksi perdagangan internasional dengan media L/C dianggap lebih terpercaya dibanding memakai instrument lain. 2.5 Bank Penjamin sebagai Dependent Guarantee Garansi atau Jaminan bank sebagai dependent guarantee harus memiliki Jaminan Bank untuk pembayaran nilai kontrak dasar, Jaminan Bank untuk pelaksanaan kontrak dasar, tunduk pada hukum nasional (KUH Perdata), dan diberlakukan secara nasional 2.6 Bentuk-bentuk Penjaminan. Penjaminan dapat berbentuk maintenance bond (surat penjamin atas ketepatan waktu pemenuhan perjanjian); Performance bond (diterbitkan oleh bank untuk memenuhi kepuasan pihak-pihak terkait); bid bond (yang diterbitkan sebagai bagian dari proses penawaran,untuk menjamin bahwa pemenang dar penawaran akan mendapatkan kontrak sesuai dengan ketentuan penawaran), maupun Advance Payment Bond (surat pembayara dimuka). 2.7 L/C dan Hukum yang mendasarinya Dalam menangani transaksi ekspor impor di Indonesia, maka bank harus tunduk kepada: 1. Peraturan internal Bank yang biasanya diwujudkan dalam bentuk Standard Operating Procedure. Peraturan internal bank biasanya dibuat berdasarkan best practice yang berlaku pada bank-bank seluruh dunia. Layaknya peraturan perundangan di sebuah negara, peraturan internal bank berlaku mengikat kepada seluruh pegawai bank dimaksud, dan akan ada sanksi kepada pegawai yang melakukan pelanggaran atas peraturan internal tersebut. 2. Peraturan/perundangan yang berlaku di Indonesia Di Indonesia, teknis pembayaran L/C diatur oleh Surat Keputusan Direksi Bank

Jurnal Ilmiah Panorama Nusantara, edisi IX, Juli - Desember 2010

26

Indonesia dan Surat Edaran Bank Indonesia dan Kitab Undang-Undang Hukum Dagang. Peraturan Bank Indonesia itu memberikan aturan umum mengenai kewajiban pengelolaan perbankan secara hati-hati atau lebih dikenal dengan prinsip-prinsip prudensial. 3. Uniform Customs and Practice for Documentary Credit (UCP) Ketentuan internasional L/C dimuat dalam UCP. UCP mengatur pelaksanaan L/C secara internasional tetapi hanya bersifat pengaturan umum. Ketentuan tehnis pelaksanaan L/C tidak diatur oleh UCP, tetapi oleh International Standard for Banking Practices dan dalam kerangka negara diatur oleh hukum nasional. UCP dan ISBP tidak mencampuri materi aturan UCP dan ISBP. UCP, ISBP dan hukum nasional tidak mempunyai hubungan hirarkie karena UCP dan ISBP bukan merupakan bagian dari peraturan perundang-undangan suatu negara. Untuk mendorong dan menggairahkan perdagangan domestik atau antar pulau, Bank Indonesia telah membuat aturan main serupa dengan UCP 600 yaitu Surat Kredit Berdokumen Dalam Negeri atau sering disebut SKBDN. 2.8 Kondisi dan Persyaratan yang Tercantum di dalam Letter of Credit: (-). Packing Instruction : dimensi, berat unit, jumlah/volume per pack, side/front pack marking,dll. (-). Document Required : Lisensi ekspor, Commercial invoice, Certificate of Inspection, Fumigation Certificate, dll. (-). Shipping Instruction : Nominated Forwarder, Port of Departure, Notify Party, Port of Destination,Consignee Name, dll. Peta berikut menunjukkan pola predominant global trading untuk open account, documentary collections, Letter of credit, dan payment in advance.

Europe/North America S. America/Middle East/Asia

Open Account Letters of Credit

South Africa/Australia Africa/Russia

Documentary Collections/Open Account Adv Payment/Letter of Credit

List berikut menunjukkan volume L/C yang digunakan oleh daerah geografis. Wilayah

European Union Rest of Europe North America Latin America Middle East Asia Pacific Africa Asia Aust. & New Zealand

Penggunaan L/C berdasar wilayah geografis 9% 20% 11% 27% 52% 43% 49% 46% 17%

(Source: Ninth Survey of International Services Provided to Eksportirs, commissioned by the Institute of Export.)

Open account Ini adalah metode pembayaran yang tidak terlalu aman bagi eksportir, dimana setelah waktu yang ditentukan setelah pengiriman, baru pembeli ditagih. Metode ini umumnya dipakai bila sudah ada hubungan baik antara pembeli-penjual. Secara geografis, open account umumnya digunakan di daerah Eropa dan Amerika Utara (walaupun syarat yang lebih aman akan lebih di butuhkan untuk eropa timur). Bila eksportir cukup puas dengan keamanan open account (mungkin dengan didukung asuransi), maka mereka tidak memerlukan L/C. terutama untuk pengiriman bernilai kecil. Documentary Collection Metode ini lebih aman dibanding open account namun kurang aman dibanding L/C. Namun lebih murah dibanding L/C. Dokumen yang diperlukan dikirim lewat sistem perbankan.Pembeli ditawarkan dokumen oleh bank sebagai pengganti pembayaran. Di sistem ini tidak ada jaminan pembayaran dari bank dan pembeli pun boleh menolak menerima dokumen, tetapi eksportir mempunyai kontrol atas barang dengan mengirimkan dokumen lewat sistem perbankan. Peraturan ICC untuk collection, URC522, memberikan panduan pada

Jurnal Ilmiah Panorama Nusantara, edisi IX, Juli - Desember 2010

27

bank dan pihak2 terkait tentang pengumpulan dokumen. Advance payment Pada metode barang tidak akan dikirim sampai pembayaran lunas. Tipe transaksi ini tidak termasuk risiko kredit, dan cara pembayaran paling aman (lebih aman dari L/C) bagi eksportir. Namun metode ini tidak disukai importir dan tidak kompetitif. Karena perlu diberikan diskon untuk mendorong importir menerima metode ini. 2.9 Discrepancy: yaitu kegagalan dari pelaksanaan L/C. kegagalan mematuhi technical provision dari letter of credit dan juga karena kegagalan mematuhi substantive provision dari kontrak penjualan. Berdasarkan penelitian diketahui dokumen discrepant dan alasan penolakannya. III. PEMBAHASAN 3.1 KEWAJIBAN L/C Kewajiban yang timbul di antara pihak yag terkait dalam transaksi L/C: 1. Antara Pemohon dan Beneficiary dalam bentuk Kontrak : - kewajiban pemohon untuk membayar senilai barang yang dikirimkan oleh penjual sesuai kesepakatan kewajiban beneficiary untuk mengirimkan barang yang dipesan sampai ketempat yang telah disepakati. 2. Antara Pemohon dan Issuing Bank dalam bentuk Aplikasi L/C : kewajiban pemohon untuk membayar dengan tepat waktu senilai dokumen yang sudah diterima dan diperiksa oleh Issuing Bank kewajiban Issuing Bank untuk menerbitkan L/C sesuai instruksi pemohon dan melakukan pemeriksaan dokumen impor yang diterimanya 3. Antara Issuing Bank dan Beneficiary dalam bentuk L/C : Discrepancy Inconsistent data Absence of documents

4.

5.

6.

- kewajiban Issuing Bank untuk membayar sejumlah tagihan wesel ekspor sepanjang semua syarat dan kondisi L/C telah terpenuhi - kewajiban beneficiary untuk menyerahkan dokumen yang disyaratkan dalam L/C Antara Issuing Bank dan Advising Bank dalam bentuk L/C : - kewajiban Issuing Bank untuk mengirimkan L/C melalui sarana tercepat kepada advising bank - kewajiban Advising Bank untuk mengambil langkah-langkah yang benar dalam meneruskan L/C kepada beneficiary pada kesempatan pertama, sesuai instruksi Issuing Bank Antara Issuing Bank dan Negotiating Bank dalam bentuk L/C : - kewajiban Issuing Bank untuk membayar senilai tagihan wesel kepada negotiating bank sepanjang syarat dan kondisi L/C telah terpenuhi - kewajiban Negotiating Bank untuk memeriksa dokumen ekspor sesuai standard waktu yang ditetapkan UCP Antara Negotiating Bank dan Beneficiary dalam bentuk Aplikasi Negosiasi : - kewajiban Negotiating Bank untuk memeriksa dokumen ekspor sesuai standar waktu yang lazim dan melakukan pembayaran, jika negotiating bank memutuskan untuk membeli dokumen ekspor - kewajiban beneficiary untuk membayar kembali hasil negosiasi yang telah dibayarkan, jika ternyata Issuing Bank wan prestasi.

3.2 Discrepancy Ada beberapa penyebab timbulnya discrepancy L/C, berikut adalah beberapa discrepancy yang paling umum terjadi:

Alasan

Tanggung Jawab

Terdapat perbedaan informasi di dokumen yang berbeda.

Eksportir

Dokumen yang dibutuhkan di L/C hilang

Eksportir

Lain-lain

Dokumen alasan lain yang tidak dijelaskan spesifik

Late presentation

Dokumen disajikan lebih dari 21 hari setelah pengiriman atau setelah tanggal yang tertera di L/C

Jurnal Ilmiah Panorama Nusantara, edisi IX, Juli - Desember 2010

Eksportir dan pihak ketiga (seperti Cargo, dll) Eksportir

28

Discrepancy Carrier not named and signing capacity

Alasan

Tanggung Jawab

The name of the carrier on the airway bill is missing or not signed on behalf of the carrier

Provider transportasi

Incorrect data

Information on the set of documents is not in conformity with the letter of credit

Exportir

Letter of credit expired

Documents presented after the letter of credit has expired

Eksportir

Incorrect goods description

The goods description on the documents differs from that on the letter of credit

Eksportir

Incorrect or absence of endorsement

The bills of lading, insurance certificate or bill of exchange not endorsed by the eksportir or other party

Eksportir atau perusahaan asuransi

Goods shipped after the last date given for shipment

Eksportir/carrier

Late Shipment

Berikut adalah contoh discrepancy di India yang terkenal dengan “ Jindal Case”

ICICI Banking Corp. (Issuing Bank) INDIA Tergugat Tergugat 1

KBC Bank N.V. (Negotiating Bank) USA L/C (Usance &transferable)

JINDAL (Buyer) INDIA

Tergugat 2

Transfera ble L/C

SURYA IMPEX (Seller) USA

Tergugat 3

Jindal Stainless Limited (disingkat 'JINDAL') telah order supply 600 ton steel scrap pada tergugat 3, SURYA IMPEX. Persyaratannya adalah 90% dibayar setelah Bill of lading dibuat (atau barang telah dikirim), dokumen dibuat irrevocable (tidak bisa diubah/digagalkan), transferable (dimana pembayaran dapat dilakukan ke beberapa beneficiary sekaligus), dan Usance Letter of Credit terutang setelah 180 hari setelah menerima the Bill of Lading (dokumen mengenai barang yang dikirim yang diterima oleh beneficiary). Sisa pembayaran (10 %) dibayarkan 10 hari kerja setelah pengiriman barang dan diterbitkan tanda kepuasan dari Jindal. Jindal membuat L/C dari Issuing bank

Invercomer S.A. (Supplier) USA / Central America dengan bantuan Surya Impex. Inti dari kasus ini adalah Jindal menuntut karena melihat ada itikad buruk dari Surya Implex, yang ternyata tidak bisa men-supply besi ke Jindal, dan kemudian mengalihkan ke Invercomer S A tanpa sepengetahuan Jindal dari awal. Pada saat Bill of Lading diserahkan Beneficiary, Issuing bank melakukan pembayaran sebesar USD 436,765.87. dan dibayarkan secara penuh. Namu dalam hal pihak beneficiary dinyatakan wanprestasi, maka pihak beneficiary dituntut untuk mengembalikan dana sebesar US $ 82,709.79. Pada kasus ini pihak buyer (Jindal) merasa dirugikan baik oleh Issuing bank, Negotiating Bank maupun Surya Impex. Issuing bank dianggap merugikan Jindal dalam hal

Jurnal Ilmiah Panorama Nusantara, edisi IX, Juli - Desember 2010

29

pembayaran terhadap Negotiating Bank yang tidak sesuai dengan kontrak LC dan tidak hatihati dalam memeriksa dokumen dari Beneficiary. Pihak Negotiating Bank dianggap merugikan Jindal karena memeriksa dokumen ekspor sesuai dengan standar waktu yang ditetapkan UCP, dan Surya Impex dianggap telah merugikan Jindal karena telah menjadi “makelar” dalam perdagangan ini, dan tidak beritikad baik dari awal dengan menutupi kenyataan bahwa produk yang dipesan perusahaan Jindal bukan hasil produksi dari Surya Impex melainkan hasil dari Invercomer S.A. Untuk penanggulangannya, dalam hal transaksi LC pihak importir harus memeriksa dengan seksama jenis LC yangdipilih, terutama dengan sifat Transferable, yang dapat dimanaatkan oleh pihak beneficiary untuk meningkatkan keuntungan. Hal-hal yang mungkin dapat merugikan importir dapat ditekankan dan diutarakan dalam kontrak L/C sehingga perikatan dan sanksi nya jelas. Kasus Bank BNI

Issuing Bank:

Rosbank Switzerland, Dubai Bank Kenya Ltd, The Wall Street Banking Corp, dan Middle East Bank Kenya Ltd.

LC Usance

Selain alasan di atas discrepancy juga dapat timbul karena adanya itikad buruk dari salah satu pihak untuk mendapatkan keuntungan, seperti kasus L/C fiktif pada BNI cabang Kebayoran tahun 2003 dan kasus Bank Century tahun 2009 berikut adalah ringkasan kasus kedua bank tsb: Latar Belakang Kasus pembobolan Bank BNI menjadi isu yang mengejutkan masyarakat Indonesia di akhir tahun 2003, dimana Bank BNI mengalami kerugian sebesar Rp 1,7 triliun yang diduga terjadi karena adanya transaksi ekspor fiktif melalui surat Letter of Credit . Kasus ini menjadi fenomenal karena selain merugikan keuangan Bank BNI tetapi juga berimbas pada keuangan negara secara makro. Awal terbongkarnya kasus ini ketika BNI melakukan audit internal pada bulan Agustus 2003. Dari audit itu diketahui bahwa ada posisi euro yang gila-gilaan besarnya, senilai 52 juta euro. Pergerakan posisi euro dalam jumlah besar mencurigakan karena peredaran euro di Indonesia terbatas dan kinerja euro yang sedang baik pada saat itu. Dari audit akhirnya diketahui ada pembukaan L/C yang amat besar dan negara dirugikan lebih satu triliun rupiah.

Negotiating Bank: Bank BNI

Eksportir (beneficiary):

11 Gramarindo Group & 2 Petindo Group Buyer: Kongo & Kenya

Pada bulan Juli 2002 s/d Agustus 2003 terjadi transaksi LC antara issuing Bank (disebutkan di atas) dengan 11 perusahaan dibawah Gramarindo Group dan 2 perusahaan di bawah Petindo Group yang bernilai USD.166,79 juta & EUR 56,77 juta atau sekitar Rp. 1,7 trilyun dengan produk ekspor pasir Kuarsa dan Minyak residu. Tujuan ekspor adalah Congo & Kenya. Jenis LC adalah Usance (artinya, wesel ekspor yang harus dibuat eksportir adalah wesel ekspor berjangka yang harus dibayar importir dalam jangka waktu

tertentu). . Beneficiary mengajukan permohonan diskonto wesel ekspor berjangka (kredit ekspor) atas L/C-L/C tersebut di atas kepada BNI dan disetujui oleh pihak BNI. Gramarindo Group menerima Rp 1,6 trilyun dan Petindo Group menerima Rp 105 milyar. Setelah beberapa tagihan tersebut jatuh tempo, Issuing Bank tidak bisa membayar kepada BNI dan buyer pun tidak bisa mengembalikan hasil ekspor yang sudah dicairkan sebelumnya. Setelah diusut pihak kepolisian, ternyata kegiatan ekspor tersebut tidak pernah terjadi.

Jurnal Ilmiah Panorama Nusantara, edisi IX, Juli - Desember 2010

30

Selanjutnya, Gramarindo Group telah mengembalikan sebesar Rp 542 milyar, sisanya (Rp 1.2 trilyun) merupakan potensi kerugian BNI. Dan tentunya juga terkait dengan kerugian negara. Pada kasus L/C ini, yang dirugikan adalah pihak Negotiating Bank. Pencegahan yang seharusnya dilakukan oleh BNI adalah sebagai berikut: Pertama, Seharusnya Bank BNI membuat work sheet. Work sheet tersebut merupakan lembaran catatan bank yang akan selalu diisi dan menjadi pedoman petugaspetugas bank dalam menangani L/C tersebut, yaitu mulai dari saat L/C itu diterima sampai saat L/C itu dinegosiasikan dan dibayar. Work sheet berisi informasi tentang siapa issuing bank, nomor dan tanggal L/C, siapa eksportirnya, untuk komoditas apa (barang yang diekspor), berapa jumlah satuan atau beratnya, berapa nilainya dan dalam mata uang apa, batas waktu L/C (expiry date), batas waktu tanggal bill of lading (dokumen pengangkutan kapal), maupun jenis L/C yang dipakai (usance/sight/red clause). Dalam work sheet, bank penerima L/C harus mencatat keganjilankeganjilan (unusualities) dilihat dari ketentuan intern bank penerima (dalam hal ini Bank BNI), kebiasaan-kebiasaan yang berlaku bagi transaksi bisnis yang terkait dengan transaksi L/C tersebut, dari ketentuan Bank Indonesia, dari UCP 600 (ketentuan internasional yang mengatur tentang L/C), dari peraturan perundang-undangan Indonesia. work sheet merupakan salah satu sarana pengamanan bagi para petugas dan pejabat bank yang terkait dan bertanggung jawab dengan L/C tersebut. Namun menurut Menurut informasi, Bank BNI Kebayoran Baru ternyata tidak membuat work sheet Kedua, BNI (negotiating bank) harus lebih mempelajari pihak bank koresponden, di kasus ini Issuing bank adalah bukan koresponden BNI dan tidak mempunyai hanya bertindak sebagai advising bank saja. Artinya, bank penerima tersebut hanya bertindak sebagai bank yang meneruskan L/C kepada beneficiary saja tanpa memberikan kesanggupan untuk bertindak sebagai bank pembayar. , maka dapat disimpulkan telah terjadi penyimpangan terhadap Kebiasaan dan Best Practice di dunia perbankan yaitu tidak dilakukan assessment resiko terhadap Issuing Bank (Commercial Line) dan tidak dimintakan konfirmasi dari First Class International Bank, padahal untuk yang L/C berasal dari high risk country dan nilainya sangat besar lazimnya di-konfirm. Dalam hal pihak issuing bank tidak dapat membayarkan kewajibannya kepada negotiating bank, telah

melanggar pasal 9.a.iii, UCP 600 yang antara lain berbunyi : Suatu irrevocable L/C merupakan jaminan yang pasti dari Issuing Bank asalkan dokumen-dokumen yang diminta diserahkan kepada Bank yang ditunjuk Negotiating Bank dan sesuai dengan syarat dan kondisi pada L/C. Ketiga, dalam hal penerimaan pendiskontoan wesel ekspor berjangka dengan mendiskonto wesel yang diajukan oleh eksportir, seharusnya tidak dilakukan, karena pihak eksportir (Gramarindo & Petindo Group) bukan tergolong berprestasi. Dalam hal Prudent Banking (prinsip kehati-hatian) seharusnyan BNI melihat prestasi beneficiary, dan menganalisis apakah transaksi memang sesuai dengan usaha yang selama ini digeluti, bila tidak, maka harus diwaaspadai. Keharusan untuk bank berhati-hati itu ditentukan dalam Pasal 2 Undang-Undang No 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang No 10 Tahun 1998. Bank BNI Kebayoran Baru seharusnya tidak mengambil alih wesel ekspor berjangka dengan mendiskonto wesel yang diajukan oleh eksportir. Yang dimaksudkan dengan mengambil alih wesel ekspor berjangka tersebut adalah membayar harga wesel sekarang dengan harga yang lebih murah daripada nilainya karena bank baru bisa memperoleh pembayaran untuk nilai penuh wesel itu pada jatuh waktunya yang masih beberapa bulan lagi (pada umumnya 90 hari setelah wesel diterima oleh bank pembuka L/C). Namun efeknya, resiko pembayaran telah diambil alih oleh Negotiating Bank (di kasus ini BNI). Karena sudah menjadi praktek umum di dunia perbankan, apabila terdapat tagihan wesel yang tidak dibayar oleh Issuing Bank, maka Negotiating Bank harus mengusahakan agar outstanding tagihan tersebut segera dibayar. Inilah yang menyebabkan bobolnya bank BNI sebesar 1,2 triliun. Keempat, Pada saat memberikan fasilitas negosiasi, bank biasanya mensyaratkan kepada beneficiary untuk menyerahkan semacam surat jaminan yang dimana jika ternyata wesel ekspornya tidak dibayar oleh bank di luar negeri, negotiating bank dapat menarik kembali dari beneficiary atau sering disebut dengan hak regres. Hak regres adalah hak yang dimiliki oleh Negotiating Bank berupa surat jaminan yang dimana jika ternyata wesel ekspornya tidak dibayar oleh bank di luar negeri, negotiating bank dapat menarik kembali dari beneficiary. Hak ini hanya berlaku atas L/C yang tidak dikonfirm, untuk L/C yang di-konfirm

Jurnal Ilmiah Panorama Nusantara, edisi IX, Juli - Desember 2010

31

Negotiating Bank tidak mempunyai hak regres (pasal 9.iv UCP 600).Jadi dalam praktek, sebelum melakukan negosiasi bank akan meminta terlebih dahulu surat jaminan yang nantinya akan digunakan oleh Negotiating Bank untuk meng-eksekusi hak regresnya. Bank juga harus meyakini bahwa pada saat hak regres itu akan dieksekusi, maka rekening nasabah masih tersedia cukup dana. Kelima, Internal control tidak berjalan dengan baik. Pada kasus ini L/C ditangani oleh satu pejabat yakni Kepala Cabang atau pejabat lain yang ditunjuk Kepala Cabang, tanpa adanya review dari sisi Risk Manajemen. Sebaiknya dilakukan pemisahan fungsi manajemen risiko dan fungsi marketing sehingga penyimpangan internal dapat terdeteksi dini. Dari penjelasan-penjelasan tersebut di atas, dapat disimpulkan telah terjadi

Issuing Bank: Bank Centuriy

Buyer: PT SPI

Kasus L/C di bank Century yang teridentifikasi fiktif ada 10 perusahaan, yaitu:1.PT Polymer Spectrum: US 17.999 juta, 2. PT Trio Rhythm: US $ 10.999 juta, 3. Selalang PT Prima International: US $ 22.5 juta;4. PT Sinar Central Clothing: US $ 26.5 juta;5. PT Petrobras Indonesia: US $ 4.3 juta; 6. PT Citra Abadi Always (CSA): US $ 19.9 juta. 7. PT Dwi Putra Mandiri: US $ 9,999 juta. 8. PT Damar Crystals Mas: US $ 21.4999 juta. 9. PT Sakti beguiled Kingdom: US $ 23.999 juta PT Sakti terpedaya Raya: US $ 23.999.000 10. Quantum PT Energy: US $ 19.999 juta Quantum Dari 10 kasus L/C bank Century yang disinyalir fiktif, yang di blow up hanyalah kasus L/C Selalang PT Prima International (SPI) milik Misbakhun: Kejanggalan L/C sangat banyak ditemukan, seperti deposit importir, dari nilai transaksi US $ 22.5 juta; deposit yang menjadi jaminan di bank Century hanya US $ 4,5 juta. (dan nama pemilik di deposit di PT CSA dan PT SPI adalah orang yang sama). Seharusnya langkah-langkah pengamanan dilakukan dalam hubungannya dengan persetujuan penarikan L / C . PT SPI mengimpor Bintulu Kondensat dari Grain and Industrial Products Trading, Singapura. Pengajuan L/C Misbakhun disetujui

pelanggaran prosedur dalam menangani transaksi L/C tersebut di atas sejak dari tahap awal penerusan L/C sampai dengan L/C itu kemudian direalisir dan terjadi negosiasi. Pelanggaran tersebut kemudian berlanjut hingga saat fasilitas negosiasi menjadi bermasalah karena tidak dibayar oleh Issuing Bank, dimana kemungkinan Bank BNI kurang cepat dalam melakukan tindakan-tindakan pengamanan atas fasilitas yang telah diberikan kepada nasabahnya. Kasus Bank Century Berbeda lagi dengan kasus L/C di Bank Century. Disini disinyalir L/C adalah fiktif dengan tujuan pencucian uang oleh pemilik (Robert Tantular), yang dilakukan dengan 10 perusahaan (yang salah satunya adalah PT SPI milik Misbakhun).

Negotiating Bank (Bank di Singapura)

L/C

Grain and Industrial Products Trading, Singapore

oleh manajemen Bank Century LC pada 19 November 2007. Namun, pencairan L / C penuh penyimpangan. Syarat L/C yang diajukan SPI tidak umum dan sangat beresiko. Sumber AFP menjelaskan bahwa tidak ada dokumen asli yang diarsipkan PT SPI & CSA, barang dikirim pun tidak sesuai dengan permintaan , pelabuhan tujuan tidak disebutkan pada dokumen (hanya disebutkan pelabuhan di negara Indonesia), Keanehan lain adalah bentuk fasilitas L / C PT SPI telah dicairkan sebelum analisis yang dilakukanFasilitas dilaporkan L / C telah dicairkan tanpa didahului oleh analisis dan tanpa setiap survei. Bahkan informasi terakhir justru menyebutkan bahwa barang berupa kondensat diragukan keberadaannya. Pada kasus Bank Century terlihat jelas bahwa hampir semua proses L/C dilakukan menyimpang dari semua aturan yang berlaku (Baik UCP 600, etika bisnis,hukum nasional). Disinyalir proses pembuatan L/C dilakukan sebagai kasus pencucian uang bailout Century Rp 6,7 triliun (Bank Century sempat menerima suntikan dana dari BI untuk menjaga/memenuhi standar minimum Capital Adequacy Ratio/CAR perbankan).

Jurnal Ilmiah Panorama Nusantara, edisi IX, Juli - Desember 2010

32

Jadi seharusnya untuk kasus L/C bank Century deteksi dini sudah dapat dilakukan, karena semua proses pendokumentasian dan transaksi tidak sesuai dengan peraturan yang ada. Masalahnya adalah, siapakah yang akan mengawasi penyelewengan ini, bila semua memang adalah rekayasa Bank Century (dari mulai issuing bank, buyer, beneficiary, hingga negotiating bank)? Bank Indonesia sebagai pengawas perbankan nasional harusnya lebih berperan aktif dalam mengawasi kegiatan perabankan, terutama pada bank yang telah menerima fasilitas suntikan dana (Bail out). IV. Kesimpulan & Saran 4.1. Kesimpulan 1. Banyaknya discrepancy yang terjadi umumnya karena kelalaian pihak-pihak yang terkait dalam menganalisis dan mengevaluasi, baik resiko, term & condition dokumen, maupun pengiriman barang yang berdasar pada hukum yang berlaku. Selain itu kurang diterapkan langkah-langkah L/C berdasarkan best practice. 2. Karena beberapa alasan Bank penjamin tidak memperhatikan jumlah jaminan bank (beneficiary atau buyer), terutama untuk negotiating bank (contoh bank BNI) yang tidak bisa memakai hak regres karena jaminan nasabah tidak mencupi. 3. Kurangnya internal control. Sehingga penyimpangan di dalam perusahaan tidak dapat terdeteksi dini terutama di pihak bank penjamin. 4.2. Saran Penggunaan L/C pada perdagangan internasional adalah hal yang baik dan dapat meningkatkan kepercayaan internasional, namun ada beberapa hal yang sebaiknya dilakukan perusahaan untuk menjamin keamanan L/C, diantaranya membuat worksheet, patuh pada UCP 600 dan hukum yang berlaku, manajemen resiko, internal control, pengaturan jaminan bank, dan memahami term and conditions L/C

Daftar Pustaka BryanSurety.http://www.bryantsuretybonds.co m/Surety_Bonds/Contract_Bonds/Bid_ Bond.html. Retrieved 2009-02-23. Ginting,Ramlan, 2005. Kumpulan Materi Perkuliahan Lingkungan Bisnis dan Aspek Hukum, Jakarta: Magister Akuntansi UI Hadisoeprapto, Hartono. 1991. Kredit Berdokumen (L/C)- Cara Pembayaran dalam Jual-Beli Perniagaan. Liberty. Putra, Lie Dharma,2007.Instrumen Pembayaran: Letter of Credir (L/C). http://putra-finance-accountingtaxation.blogspot.com S.,Amir M. 1996. Seluk Beluk dan Teknik Perdagangan Luar Negri. PPM. S.,Amir M. 1999. Kontrak Dagang Ekspor.PPM. S. Emmy Pangaribuan.1989. Pembukaan Kredit Berdokumen,Seksi Hukum Dagang FH UGM. Sesia, Dita Okta, 2010. Analisis hukum penyalahgunaan letter of credit untuk melakukan pencucian uang (money laundering), Jakarta: FH UI. Sjahdeni, Sutan Remy. Memahami Kasus L/C Bank BNI dari Aspek Teknis Perbankan http://www.repository.binus.ac.id/cont ent/J0044/J004433934.doc Wibowo,Dradjad. 2008. Konspirasi Pembobolan Bank, http://klipingmediakasus-lcbni.blogspot.com

Jurnal Ilmiah Panorama Nusantara, edisi IX, Juli - Desember 2010

33