Makalah Pusat Studi Pembangunan IPB
PEMERATAAN SEBAGAI PEMACU PERTUMBUHAN Ditulis bersama Dr. Sri Mulatsih dan Dr. Rachmat Pambudy Makalah Pusat Studi Pembangunan IPB
Pendahuluan Para ahli ekonomi pembangunan klasik berpendapat •bahwa ada trade off antara usaha mempercepat laju pertumbuhan terhadap usaha menurunkan ketidakmerataan. Pendapat ini bisa disintesa dari teori pertumbuhan HarrodDomar, yaitu bahwa agar terjadi pertumbuhan diperlukan tabungan yang tinggi. •Kemampuan menabung (Marginal Propensity to Save) yang relatif tinggi hanya dimiliki oleh golongan kaya, artinya pertumbuhan yang tinggi hanya bisa dicapai apabila income terkonsentrasi pada golongan tertentu atau dalam istilah lain diperlukan kondisi ketidakmerataan. Analisis Kuznets mengenai hubungan pertumbuhan dengan ketidakmerataan ikut mendukung pendapat diatas. Menurut Kuznets dalam masa pertumbuhan akan •terjadi pergeseran tenaga kerja dari sektor primer yang produktivitasnya rendah ke sektor industri dan jasa dengan produktivitasnya tinggi. Perbedaan tingkat produktivitas dari kedua sektor ini menimbulkan kesenjangan. Kesenjangan yang terjadi pada awalnya melebar, kemudian pada masa pertumbuhan akan kembali menyempit. Dalam artikelnya yang berjudul "Inequality and Growth Reconsidered: Lesson from East Asia", Birdsall et, al., (1995) menolak pandangan kedua teori ketidakmerataan diatas. Justru dengan pemerataan, pertumbuhan yang dicapai bisa lebih tinggi. Kesimpulan tersebut diambil berdasarkan hasil analisis yang dilakukan dengan model regresi terhadap delapan negara di Asia Timur (Hongaria, Indonesia, Jepang, Korea, Malaysia, Singapura, Taiwan/China dan Thailand). Meskipun selama tiga dasa warsa pertumbuhan ekonomi di negaranegara tersebut tinggi, kemerataan pendapatan menjadi semakin baik atau minimal tetap. Fenomena ini bisa dilihat dari menurunnya proporsi penduduk yang hidup dibawah garis kemiskinan. Indonesia dengan tingkat pertumbuhan income perkapita selama periode 1965-1990 sebesar 4.1 persen,mampu menurunkan proporsi penduduk yang berada dibawah garis kemiskinan dari 58 persen pada tahun 1970 menjadi 12 persen pada tahun 1995 (BPS, 1996). Kebijakan serta program yang ditempuh pemerintah •untuk mendistribusikan hasil AGRIBISNIS FEM IPB
Page 1
Makalah Pusat Studi Pembangunan IPB
pertumbuhan ekonomi seperti investasi infrastruktur di pedesaan, kemudahan terhadap pelayanan pendidikan dan kesehatan yang lebih baik, pada akhirnya ikut mendorong pertumbuhan ekonomi lebih lanjut. Dari sejarah yang dilalui oleh negara-negara maju ternyata pendidikan mempunyai peran yang cukup penting dalam memacu pertumbuhan. Oleh karena itu pembahasan tentang kemerataan dalam bidang pendidikan akan lebih ditekankan pada paper ini.
Peningkatan Pendidikan Dan Pertumbuhan Pada awalnya diyakini bahwa keunggulan komparatif suatu negara dengan kekayaan alamnya merupakan modal dasar bagi pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Namun ternyata sumberdaya tersebut persediaannya semakin menipis, dan tidak dapat diandalkan lagi sebagai sumber pertumbuhan. Di lain pihak negara-negara yang miskin sumberdaya alam, tapi unggul dalam sumberdaya manusia mampu mempertahankan pertumbuhan ekonomi pada tingkat yang cukup tinggi, seperti yang dialami negara Jepang. Menurut teori sumberdaya manusia, melalui pendidikan dapat dilahirkan tenaga kerja yang mempunyai pengetahuan dan keahlian sehingga tingkat produktivitasnya tinggi. Produktivitas tinggi artinya pendapatan juga tinggi dan kemampuan menabung besar yang akhirnya mempercepat pertumbuhan ekonomi. Sebaliknya masyarakat yang sumberdaya manusianya •rendah produktivitasnya juga rendah yang berarti •pendapatan yang dihasilkan kecil. Golongan ini tidak mampu membiayai pendidikan anaknya, akibatnya generasi yang dihasilkan kurang berkualitas dengan produktivitas yang juga rendah. Kondisi ini akan melanggengkan kemiskinan golongan tersebut. Apabila salah satu mata rantai tidak diputus (misal melalui subsidi pemerintah di bidang pendidikan), maka proses "Circulation Cumulatif Causation Effect" akan berjalan terus sehingga sumbangan terhadap pertumbuhan nasional sangat kecil bahkan tidak ada. Teori pertumbuhan endogenous juga berpendapat bahwa investasi pendidikan akan mempercepat pertumbuhan. Sumber daya manusia yang berkualitas akan banyak melahirkan ide-ide baru untuk kemajuan teknologi, disamping kemampuan beradaptasi terhadap perubahan-perubahan. Dari kedua teori (teori sumberdaya manusia dan endogenous) terlihat bahwa peran pendidikan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi hanya berlaku pada negara-negara industri yang pertumbuhan sektor manufaktur untuk ekspor cukup tinggi. Bidang manufaktur memerlukan banyak tenaga kerja berpendidikan. Kombinasi antara suplai dan demand tenaga kerja berpendidikan yang tinggi inilah yang dapat mempercepat pertumbuhan. AGRIBISNIS FEM IPB
Page 2
Makalah Pusat Studi Pembangunan IPB
Fenomena negara-negara dimana ekspor masih didominasi oleh komoditi primer, pertumbuhan tenaga kerja terdidik yang tinggi, tanpa dibarengi dengan penciptaan lapangan kerja di sektor modern, justru akan menciptakan pengangguran. Sehingga investasi di bidang pendidikan baik oleh pemerintah maupun swasta menjadi kurang efisien. Di Indonesia usaha memeratakan pendidikan melalui pembangunan sekolahsekolah kurang dibarengidengan penciptaan kesempatan untuk memperoleh lapangan pekerjaan. Kebijaksanaan ekonomi banyak yang tidak sesuai dengan komposisi faktor endowment. Industri berskala besar banyak yang lahir dengan proteksi baik dalam bentuk monopoli, oligopoli maupun monopsomi. Kondisi seperti itu menyebabkan banyak tenaga terdidik tidak dapat terserap di sektor industri. Pada tahun 1995, dari 218,473 sarjana hanya 36 persen yang mendapatkan pekerjaan. Bila kondisi demikian berlanjut maka secara keseluruhan pada akhir Repelita VI diproyeksikan akan terjadi pengangguran sekitar 800,000 orang (Simanjuntak, 1996). Sementara pertumbuhan ekonomi masih tetap •tinggi sekitar 7.8 persen (ADB, 1996). Terlihat bahwa di Indonesia, antara jumlah sarjana yang dihasilkan dengan pertumbuhan ekonomi kurang berkorelasi. Meskipun hasil analisis Birdsall, et.al.,(1995), pendidikan dasar berkorelasi positif dengan pertumbuhan (koefisien korelasi 0.78), bukan berarti bahwa pertumbuhan ekonomi yang pesat di Indonesia semata-mata hanya dipacu oleh pertumbuhan tenaga kerja terdidik. Mungin akan lebih tepat bila pertumbuhan ekonomi Indonesia lebih banyak dipengaruhi oleh investasi baik yang berasal dari tabungan domestik maupun modal luar negeri. Peran modal asing cukup penting dalam mengisi saving gap yang jumlah setiap tahunnya cukup besar. Pada tahun anggaran 1996/1997 misalnya arus modal masuk diperkirakan lebih dari US $10 Milyar. Ironisnya investor-investor asing yang tertarik untuk menanamkan modalnya di Indonesia hanya ingin memanfaatkan ongkos buruh murah. Upah minimum regional yang hanya berkisar Rp 5,000.00 •perhari termasuk yang paling rendah di ASEAN. Ini berarti ahwa demand tenaga kerja yang paling banyak adalah tenaga kerja dengan pendidikan relatif rendah. Data tahun 1989 dan 1993 menunjukkan bahwa demand tenaga kerja lulusan Sekolah Dasar, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama dan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas Umum selalu melebihi suplai, demikian juga untuk lulusan Akademi. Sedangkan tenaga kerja lulusan SLTA Kejuruan dan Universitas suplai selalu melebihi demand.
AGRIBISNIS FEM IPB
Page 3
Makalah Pusat Studi Pembangunan IPB
Pemerataan Pendidikan Dan Ketimpangan Pendapatan Hasil penelitian Birdsall and Sabot (1994) mengungkapkan adanya hubungan antara tingkat lulusan pendidikan dasar dengan tingkat kemerataan pendapatan. Hubungan ini terjadi karena adanya saling mempengaruhi antara pendidikan yang lebih tinggi dengan kemerataan. Mekanisme tersebut bisa dijelaskan melalui model Kuznets berbentuk U. Pada awal pertumbuhan dimana tenaga kerja terdidik sedikit, ketidakmeratan terjadi antara tenaga kerja di sektor modern dengan tenaga kerja sektor tradisional. Perluasan sekolah oleh pemerintah akan mencetak tenaga kerja terdidik baru yang bisa masuk ke pasar tenaga kerja modern. Semakin banyak orang yang bekerja di sektor industri, makin banyak yang mengejar ketertinggalan pendapatannya sehingga menuju ke kemerataan. Fenomena yang terjadi di Indonesia menunjukkan bahwa selama PJPT I, sektor industri yang mempekerjakan tenaga kerja terdidik proporsinya meningkat 95 persen dan sektor jasa meningkat 40 persen. Pada tahun 2003, struktur tenaga kerja di sektor pertanian, pertambangan, industri dan jasa diproyeksikan menjadi masing-masing 39.60, 1.11, 15.80 dan 43.50 persen (Buku Pelita VI). Transformasi ketenagakerjaan ini terjadi seiring dengan semakin tingginya taraf pendidikan telah meningkatkan kemerataan distribusi pendapatan di Indonesia. Selama periode 1970-1975, 40 persen penduduk berpendapatan terendah baru menerima 17 persen pendapatan nasional. Pada periode 1988-1992 proporsi penerimaannya meningkat menjadi 21 persen, yang menunjukkan adanya perbaikan kemerataan.
Pemerataan Pendapatan Mendorong Investasi Pendidikan Bagi rumah tangga miskin pendidikan dianggap sebagai barang mewah. Permintaan pendidikan dibatasi oleh pendapatan yang dapat dibelanjakan (disposable income). Sementara itu akses terhadap kredit bagi rumah tangga miskin sangat terbatas dan jarang sekali ada. Akibatnya rumah tangga miskin ini tidak mampu melakukan investasi bagi pendidikan anak-anaknya meskipun penerimaan yang bisa diharapkan dari anak-anak terdidik tinggi. Apabila rumah tangga miskin ini pendapatnya ditingkatkan atau kesenjangan antara yang kaya dengan yang miskin dipersempit, maka permintaan pendidikan akan meningkat. Jika dibandingkan antara Indonesia (1987) dengan Botswana (1986), income perkapita Botswana lebih tinggi dibandingkan dengan Indonesia. Akan tetapi tingkat kemerataan Botswana lebih rendah dimana 20 persen penduduk termiskin hanya menerima 2.5 persen dari GNP total atau sebesar 46 persen dari AGRIBISNIS FEM IPB
Page 4
Makalah Pusat Studi Pembangunan IPB
rata-rata pendapatan perkapita 20 persen penduduk termiskin di Indonesia. Misalkan dengan menganggap elastisitas permintaan pendidikan dasar 0.5 (angka hipotesis) dan distribusi income sama dengan penduduk Indonesia, maka pertisipasi sekolah anak-anak dari keluarga termiskin di Botswana akan meningkat lebih dari 130 persen. Untuk meningkatkan kesempatan memperoleh pendidikan bagi golongan miskin, sebaiknya pemerintah menetapkan pajak yang lebih besar pada golongan kaya untuk mensubsidi pendidikan. Kebijaksanaan seperti ini telah diterapkan pada beberapa sekolah swasta yang ada di Indonesia. Murid-murid yang orang tuanya berpenghasilan tinggi dibebani biaya SPP yang lebih tinggi dibandingkan murid yang berasal dari keluarga yang berpenghasilan kecil. • Data statistik menunjukkan bahwa kelompok miskin mengeluarkan dana untuk biaya pendidikan denga proporsi yang kecil dari pendapatnnya yang sedikit sedangkan kelompok kaya, proporsi untuk pendidikan besar dari pendapatan yang tinggi. Penelitian Williamson (1993) menemukan bahwa pada masyarakat yang pendapatannya lebih merata (dengan mengukur rasio pendapatan total kelompok 40 persen termiskin dengan 20 persen kelompok terkaya) mempunyai tingkat partisipasi pendidikan menengah yang lebih tinggi. Oleh karena itu melalui subsidi silang bisa meningkatkan partisipasi pendidikan terutama bagi golongan miskin pada tingkat yang lebih tinggi.
Pemerataan Pendapatan Mendorong Pertumbuhan Tingkat pendidikan yang bisa dicapai melalui pemerataan pendapatan juga bisa dipakai untuk menerangkan mengapa pemerataan pendapatan bisa mendorong pertumbuhan. Investasi di bidang pendidikan akan mempercepat pertumbuhan dan meningkatkan kemerataan, sebaiknya percepatan pertumbuhan dan peningkatan kemerataan akan memacu investasi di bidang pendidikan. Pemerataan yang dilakukan dengan cara mentransfer pendapatan dari golongan kaya ke golongan miskin bukan merupakan cara yang baik untuk memacu pertumbuhan karena beberapa alasan berikut: (1) transfer pendapatan biasanya hanya mengurangi investasi untuk mensubsidi barang-barang konsumsi, (2) yang menikmati transfer tersebut bukan hanya orang miskin sebagai target group, sehingga cara seperti ini kurang efektif dalam meningkatkan standar hidup, (3) transfer pendapatan cenderung merusak insentif dan mengurangi efisiensi tenaga kerja.
AGRIBISNIS FEM IPB
Page 5
Makalah Pusat Studi Pembangunan IPB
Cara yang paling baik adalah dengan kebijaksanaan yang dapat meningkatkan produktivitas golongan miskin. Pemerataan seperti ini bisa mendorong pertumbuhan melalui mekanisme: (1) meningkatkan kemampuan menabung dan investasi golongan miskin, (2) meningkatkan stabilitas politik dan ekonomi secara makro, (3) meningkatkan produktivitas tenaga kerja dan (4) dengan meningkatnya pendapatan masyarakat akan memperbesar permintaan pasar bagi produsen lokal. Meningkatkan kemampuan menabung dan investasi golongan miskin Dengan asumsi bahwa kemampuan menabung golongan kaya tidak berkurang, peningkatan menabung golongan miskin akan mendorong pertumbuhan. Dari awal sudah dibuktikan bahwa kendala menyekolahkan anak bagi golongan miskin adalah terbatasnya kemampuan menyediakan uang tunai, melalui peningkatan pemerataan pendapatan kendala tersebut bisa diatasi. Dampak lain dari peningkatan pemerataan pendapatan adalah pada peningkatan kualitas sumberdaya manusia yaitu semakin tingginya kemampuan mengkonsumsi makanan bergizi dan pemeliharaan kesehatan. Beberapa hasil penelitian membuktikan bahwa rendahnya produktivitas golongan miskin disebabkan oleh kekurangan nutrisi dalam menu makanannya. Makanan bergizi dan pelayanan kesehatan merupakan barang-barang superior bagi golongan ini, sehingga dampak dari peningkatan pemerataan pendapatan akan lebih tinggi terhadap konsumsi kedua barang dan jasa diatas dari pada dampaknya terhadap pendapatan. Peningkatan income mungkin tidak berpengaruh secara langsung terhadap besarnya tabungan. Pada •umumnya masyarakat di pedesaan lebih suka menginvestasikan dalam bentuk barang produktif yang mudah dijual kembali, misalnya dengan membeli ternak atau membuka cabang pertanian lain. Keterkaitan antara tingkat tabungan dengan pertumbuhan tergantung pada efisiensi investasi (rasio modal terhadap output). Pertumbuhan ekonomi yang pesat seperti yang kita alami sekarang ada kemungkinan banyak dipengaruhi oleh tingginya investasi yang dilakukan perorangan dengan rate of return yang tinggi. Stabilitas politik dan makroeconomic Perbedaan yang ekstrim antara golongan kaya dengan golongan miskin akan menimbulkan perbedaan keinginan. Pertumbuhan menjadi terhambat karena kebijakan pajak yang diberlakukan. Masing-masing golongan merasa keberatan. Bagi golongan miskin menginginkan pajak yang lebih kecil dari golongan kaya,
AGRIBISNIS FEM IPB
Page 6
Makalah Pusat Studi Pembangunan IPB
sebaliknya golongan kaya ingin menghindari pajak. Keadaan ini dapat menghambat investasi terutama yang bisa dilakukan oleh perorangan. Segmen pendidikan yang banyak memperoleh subsidi dari pajak adalah pendidikan tinggi (universitas). Sebagian besar anak-anak orang kaya, karena fasilitas belajar yang dimiliki, yang bisa lulus ujian saringan. Akibatnya justru terjadi aliran yang terbalik, golongan miskin mensubsidi golongan kaya yang kuliah. Orang-orang kaya yang tidak memperhatikan kesejahteraan golongan miskin cenderung over valuation terhadap nilai tukar (Sachs, 1985).Harga-harga barang impor dirasakan terlalu murah dibandingkan harga-harga produk pertanian yang dihasilkan sebagian besar golongan miskin. Over valuation ini bisa mengakibatkan ketidakseimbangan external yang menyebabkan ekonomi makro tidak stabil. Sementara itu kemampuan mengkonsumsi yang tinggi terhadap barang-barang import, tidak dapat meningkatkan pendapatan petani. Kesenjangan sosial bisa semakin melebar dan sangat berbahaya bagi kestabilan politik. Tekanan sosial yang terus menerus menghimpit golongan miskin sering menimbulkan perlawanan dan pengrusakan. Kondisi seperti ini tentu saja tidak aman bagi investor-investor yang ingin menanamkan modal. Investasi yang lambat, menghambat laju pertumbuhan ekonomi. Meningkatkan efisiensi tenaga kerja Bila kesenjangan terjadi, biasanya muncul diskriminasi antara kelompok kaya dengan kelompok miskin. Kelompok miskin sangat sulit mengakses kebutuhan untuk sekolah dan kredit. Seolah-olah ada yang membatasi mobilitas golongan miskin yang akan menembus golongan kaya. Anak-anak dari keluarga miskin, sebenarnya mempunyai kemampuan yang sama dengan temannya dari keluarga kaya. Bahkan dia akan berusaha lebih giat untuk mencapai harapan memperoleh gaji besar setelah lulus nanti. Akan tetapi keterbatasan sarana dan biaya membuat usaha dia menjadi sia-sia. Demikian juga bagi pekerja. Pada situasi dimana pemilikan lahan tidak merata, jumlah buruh tani lebih banyak dibandingkan tuan tanah. Buruh tani ini tidak mempunyai insentif untuk bekerja lebih giat karena hasil usaha dia tidak •dinikmati sendiri. Ada orang lain yang berperan sebagai free rider yaitu para tuan tanah baik melalui sistem bagi hasil maupun sebagai buruh upahan. Keengganan untuk bekerja keras dan menanggung resiko buruh serta mahalnya biaya monitor, seringkali menjadi kendala untuk meningkatkan produktivitas.
AGRIBISNIS FEM IPB
Page 7
Makalah Pusat Studi Pembangunan IPB
Penelitian Mulatsih (1994) di Pedalaman Kalimantan juga mengungkapkan gejala rendahnya produktivitas pertanian masyarakat Dayak. Transmigran umumnya memperoleh insentif mengolah lahannya dengan sungguh-sungguh karena mereka diberi lahan oleh pemerintah dengan legalitas. Sementara pemilikan lahan oleh penduduk asli hanya berdasarkan adat yang akhir-akhir ini banyak diklaim sebagai milik pemerintah. Tanah pertanian yang dibuka dengan biaya yang cukup mahal, tiba-tiba diambil alih oleh pemerintah. Akibatnya muncul keengganan penduduk asli untuk menggarap lahan pertanian. Beberapa penelitian lain menunjukkan bahwa distribusi kepemilikan lahan di Indonesia, terutama di pulau jawa semakin timpang. Di pulau jawa banyak petani kecil yang kehilangan lahannya karena dipaksa menjual atau karena terpaksa menjual untuk biaya hidup. Disisi lain banyak orang-orang kaya yang memperluas pemilikan lahannya untuk spekulasi atau tabungan. Lebih ironis lagi tanah tersebut tidak diolah dan berstatus sebagai lahan guntai, sementara banyak petani-petani yang menganggur. Meningkatkan pendapatan di pedesaan Pemerataan pendapatan berarti mempersempit perbedaan pendapatan antar sektor, meningkatkan multiplier efek domestik dan lebih banyak masyarakat yang berpartisipasi melakukan investasi. Menurut laporan World Bank (1993) pertumbuhan yang pesat di Asia Timur salah satunya disebabkan oleh pengenaan pajak pertanian yang rendah, baik pajak langsung maupun pajak tidak langsung. Pajak yang rendah ini mengurangi kesenjangan pendapatan antara sektor pedesaan dengan sektor perkotaan yang berarti juga peningkatan pendapatan di pedesaan. Pendapatan petani yang meningkat mendorong permintaan input pertanian dan barang konsumsi yang lebih banyak, juga •berarti mendorong pertumbuhan output non pertanian yang diproduksi dengan teknologi padat karya.
Kesimpulan Pemerataan pendidikan akan meningkatkan produktivitas tenaga kerja, mengubah perilaku rumah tangga dan meningkatkan kemampuan mengadopsi dan menemukan teknologi serta mendorong pertumbuhan. Dampak positif dari meningkatnya pendidikan terutama di negara-negara industri adalah mampu meningkatkan permintaan tenaga kerja dan ketersediaan tenaga kerja terdidik yang keduanya akan mendorong peningkatan output produk-produk ekspor. Dampak tidak langsung dari peningkatan pertumbuhan adalah melalui peningkatan investasi sumberdaya manusia, stabilitas politik dan ekonomi AGRIBISNIS FEM IPB
Page 8
Makalah Pusat Studi Pembangunan IPB
makro, menurunkan kesenjangan pendapatan antara sektor pedesaan dengan perkotaan, meningkatkan efek multiplier. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi ternyata tidak harus diawali dengan kondisi terkonsentrasinya pendapatan pada sekelompok orang tertentu. Justru dengan menurunkan kesenjangan antara golongan miskin dengan golongan kaya, akan meningkatkan partisipasi golongan miskin dalam pembangunan, yang pada gilirannya akan mempercepat pertumbuhan ekonomi.
DAFTAR PUSTAKA ADB, 1996. Asian Economic Review. Birdsall, Nancy, D. Ross and R. Sabot, 1994. Virtuous Circle: Human Capital Growth and Equity in East Asia, World Bank, Policy Research Departement, Washington, D.C. Processed. Birdsall, Nancy, D. Ross and R. Sabot,1995. Inequality and Growth Reconsidered: Lesson from East Asia, The World Bank Economic Review: 9(3): 477-508. Biro Pusat Statistik, 1995. Statistik Indonesia. Biro Pusat Statistik, 1994. Indikator Ekonomi. Fields, Gary, 1989. "Changes in Poverty and Inequality in Developing Countries", The World Bank Research Observer 4(2): 167-85. Kaldor, Nicholas, 1978. "Capital Accumulation and Economic Growth". In Nicholas Kaldor, ed., Further Essays on Economic Theory. New York: Holmes and Meier Publishers Mulatsih S., 1994. Women in Rural Indonesia: A Case Study from East Kalimantan, Alano Verlag, Aachen. Sachs, Jeffrey, 1985. "External Debt and Macroeconomic Performance in Latin America and East Asia". In William C. Brainard ang George L. Perry, eds., Brookings Papers on Economic Activity. Washington D.C.: Brookings Institution. Simanjuntak, P.J., 1996. Orasi Ilmiah, Pengukuhan Ahli Peneliti Ilmiah (APU), LIPI, Jakarta. Todaro, Michael P., 1995. Pembangunan Ekonomi Di Dunia Ketiga, Edisi Keempat, Penerbit Erlangga, Jakarta. World Bank, 1993. The East Asian Miracle. New York: Oxford University Press. World Bank, 1995. Social Indikator Development. World Bank, 1995. World Table.
AGRIBISNIS FEM IPB
Page 9