MELESTARIKAN MITOLOGI CINA YANG MENGIRINGI

Download Kata Kunci :anak-anak, jurnal, picture book, mitologi, imlek .... dalam ilustrasi merupakan hasil difusi budaya masyarakat Cirebon dan Cina...

0 downloads 504 Views 1MB Size
Jurnal Tingkat Sarjana bidang Senirupa dan Desain

Melestarikan Mitologi Cina Yang Mengiringi Tradisi Tahun Baru Imlek di Indonesia Melalui Picture Book Hutami Dwijayanti

Dr. Naomi Haswanto, M.Sn.

Program Studi Sarjana Desain Komunikasi Visual, Fakultas Seni Rupa dan Desain (FSRD) ITB Email: [email protected], [email protected]

Kata Kunci :anak-anak, jurnal, picture book, mitologi, imlek

Abstrak Tradisi tahun baru Imlek merupakan salah satu kekayaan multikultural bangsa Indonesia, tradisi tersebut seperti tradisi lainnya juga diiringi oleh cerita mitos yang mengandung nilai-nilai dalam tradisi tersebut. Namun sayang, nilai filial piety atau bakti kepada orang tua serta refleksi diri yang merupakan nilai luhur dalam tradisi serta mitologi yang mengiringi tradisi tahun baru Imlek kini hilang akibat vakumnya budaya serta tradisi masyarakat peranakan Tionghoa di Indonesia selama 32 tahun akibat kebijakan asimilasi pemerintah orde baru. Vakumnya tradisi tersebut mengakibatkan pergeseran makna serta salah pengertian dalam masyarakat terhadap tradisi tersebut. Mitologi tersebut berbentuk naratif dan merupakan cerita fantasi yang dipercaya sebagai kejadian masa lampau oleh sekelompok masyarakat tertentu. Pelestarian kembali nilai-nilai yang terdapat dalam mitologi yang mengiringi tradisi tahun baru Imlek menjadi tujuan utama penulis dalam mengkaji permasalahan di atas.

Abstract Chinese New Year Tradition / Imlek was one of many multicultural riches in Indonesia, those tradition like others tradition also followed by myths which contain valuable meaning. But,those tradition vacuumed for 32 years in Indonesia by asimilation policy by government and make filial piety and self reflection as valuable meaning in that tradtion become lack. Those tradition now lack of meaning, lot of people don’t carry out so much those tradition and celebrating it for euforia. Also, this tradition vacuum cause tradition displacement meaning and insight in Indonesian Chinese people. Those mythology was told in narratives form and be trusted as true story for some people. Conservating those mythology of Chinese New Year Tradition valuable meaning in Indonesia become final purpose writers studying those problems.

1. Pendahuluan Tradisi merupakan kebiasaan yang dilakukan dari generasi ke generasi dalam suatu kelompok masyarakat, biasanya disampaikan turun temurun secara verbal dengan diiringi oleh mitos. Mitos-mitos tersebut meskipun bersifat fiktif/khayalan dari pemikiran manusia namun memiliki nilai-nilai filosofis serta kearifan lokal di dalamnya sehingga harus dilestarikan. Masyarakat Tionghoa merupakan salah satu etnis yang sudah dikenal di Indonesia sejak abad ke-5 melalui jalur perdagangan dan menetap di Indonesia sampai sekarang. Hari tahun baru Imlek merupakan perayaan terpenting yang dibawa oleh nenek moyang masyarakat Tionghoa dari daratan Cina ke Indonesia. Hari tahun baru Imlek merupakan tahun baru yang didasarkan pada penanggalan Cina (kalender bulan) dan disebut juga sebagai festival musim semi karena bagi masyarakat Cina dahulu yang mayoritas petani, hari tersebut merupakan hari pertama musim semi. Tahun baru Imlek dirayakan selama 15 hari dengan harapan pada hari ke-15 itu para petani sudah bisa memulai masa tanam, pada hari itu dirayakan festival lentera atau di Indonesia biasa diucapkan dalam dialek Hokkian menjadi Cap Go Meh. Mitologi yang mengiringi tradisi Imlek tersebut sudah ada lebih dari 2000 tahun yang lalu dengan disebarkan secara verbal secara turun-temurun. Mitologi Cina yang mengiringi tradisi Imlek tersebut memiliki nilai-nilai filosofis dari kearifan lokal masyarakat Cina yaitu nilai filial piety/bakti anak kepada orang tua; keharmonisan keluarga; refleksi diri serta nilai sikap optimis. Nilai filosofis itulah yang menjadikan tradisi Imlek merupakan tradisi yang harus dilestarikan oleh masyarakat Tionghoa dan bangsa Indonesia keseluruhan.

Di Indonesia, instruksi presiden tahun 67 no.14 serta keputusan presidium kabinet tahun 1966 no.127 mengenai asimilasi pada masa orde baru mengakibatkan pembatasan kegiatan yang menyangkut tradisi serta budaya Cina untuk kepentingan persatuan negara. Keputusan tersebut membuat sebagian masyarakat Tionghoa saat ini tidak lagi meneruskan tradisi serta melupakan nilai-nilai filosofis dari tradisi tahun baru Imlek tersebut. Tradisi tersebut mulai bangkit kembali sejak keputusan tersebut dicabut dan hari Imlek dijadikan hari raya nasional pada tahun 2002, namun perayaannya lebih didasarkan pada euforia bukan pada nilai-nilai yang ada di baliknya. Menurut David Kwa, seorang budayawan, pergeseran makna serta keengganan masyarakat Tionghoa dalam merayakan tahun baru Imlek selain akibat pembatasan selama 32 tahun juga dipengaruhi oleh berkembangnya pemikiran masyarakat saat ini bahwa tahun baru Imlek merupakan perayaan keagamaan tertentu dan bukan merupakan bagian dari tradisi sehingga tidak perlu dilakukan oleh agama lain. Mitologi yang mengiringi tradisi tersebut merupakan salah satu faktor yang bisa dipakai untuk melestarikan kembali nilai-nilai dalam tradisi tahun baru Imlek masyarakat Tionghoa yang juga merupakan kekayaan bangsa Indonesia yang multikultural. Media picture book mengenai cerita mitologi yang mengiringi tradisi Imlek merupakan solusi media yang bisa dipakai untuk melestarikan tradisi tersebut, khususnya bagi anak-anak. Anakanak memiliki rasa ingin tahu dan juga imajinasi yang tinggi sehingga akan lebih mudah untuk tertarik pada ceritacerita fantasi dengan karakter kepahlawanan, hewan maupun makhluk gaib yang dominan terdapat pada mitologi Cina. Picture Book yang akan dibuat oleh penulis, yaitu picture book dengan genre traditional literature mengenai cerita “Monster Nian‟ yang menceritakan asal mula tradisi malam tahun baru Imlek/ Chu Xi serta cerita “Yuan Xiao Jie” yang menceritakan asal mula tradisi lantern festival/ Cap Go Meh sebagai bahan dalam pembuatan tugas akhir ini. Dua cerita tersebut dipilih oleh penulis berdasarkan hasil konsultasi penulis dengan pihak ASPERTINA (Asosiasi Perankan Tionghoa Indonesia) dengan pertimbangan bahwa cerita tersebut mengiringi tradisi yang masih ada di Indonesia sampai sekarang, konteks cerita yang sesuai untuk anak-anak, serta belum adanya literatur dalam bentuk Picture Book di Indonesia yang mengangkat kedua cerita ini.

2. Proses Studi Kreatif Pelestarian kembali nilai-nilai yang ada dalam tradisi tahun baru Imlek melalui mitologi yang mengiringinya merupakan tujuan dari picture book yang akan dibuat oleh penulis. Nilai-nilai tersebut, yaitu filial piety serta refleksi diri merupakan nilai-nilai yang masing-masing terdapat dalam cerita “Yuan Xiao jie” serta “Monster Nian”. Target market primer dari buku ini yaitu anak usia 4-7 tahun dan target market sekunder yaitu anak usia 4-9 tahun. Dari segi psikologis anak, menurut Piaget dalam teori perkembangan kognitif anak, usia 4-7 tahun merupakan tahap intuitive thought substage dimana anak ingin memenuhi keingintahuan mereka akan hal yang terjadi di sekelilingnya tanpa pemikiran rasional atas jawaban yang mereka miliki. Usia tersebut anak-anak masih tidak bisa membedakan imajinasi dan kenyataan. Usia 4-5 tahun, anak-anak sudah dapat menerima dan merasakan keindahan intisari cerita karena kepintaran otaknya mengungguli kekuatan badannya (Gana, 1966:53). Teori bahasa rupa merupakan teori Prof. Dr. Primadi Tabrani mengenai sistem penggambaran barat (NPM) dan timur (RWD) yang menyerupai gambar anak-anak. Ilustrasi yang menggabungkan sistem NPM (NaturalisPerspektif-Momenopname) dan RWD (Ruang-Waktu-Datar) merupakan teknik yang akan dipakai oleh penulis dalam membuat karya ini. Penggabungan sistem RWD dan NPM mampu memperkaya ilustrasi, dimana sistem NPM mampu memberikan dimensi ruang pada gambar dan sistem RWD yang mampu memasukkan dimensi waktu dalam gambar. Dengan sistem tersebut, unsur ilustrasi dan tekstual akan memiliki interaksi yang lebih dinamis, tidak semata-mata ilustrasi yang merepetisi teks ataupun sebaliknya. Kedua unsur tersebut akan saling mengisi satu sama lain. Visual ilustrasi dilakukan dengan media digital dengan bloking warna yang dominan serta bentuk visual dengan gaya dekoratif. Bloking warna dan visual yang dekoratif merupakan ciri khas dari kesenian masyarakat peranakan Tionghoa, khususnya pada batik. Visual batik Cirebon yang dipakai oleh penulis sebagai sumber referensi utama dalam ilustrasi merupakan hasil difusi budaya masyarakat Cirebon dan Cina yang dipadu oleh garis dan bentuk yang cenderung lebih maskulin daripada batik Priangan ataupun Yogya dengan bentuk dinamis dan banyak mengambil bentukan alam. Seluruh halaman dalam picture book terdiri dari halaman spread dengan proporsi Jurnal Tingkat Sarjana Senirupa dan Desain No.1| 2

Hutami Dwijayanti

ilustrasi yang lebih dominan daripada teks. Komposisi gambar akan menggabungkan prinsip yang ada pada sistem NPM dan juga RWD, tergantung pada efektifitas penyampaian informasi dari konten cerita yang ada. Tipografi pada buku “Yuan Xiao” akan menggunakan tipografi serif untuk memperkuat kesan peranakan Tionghoa. Huruf serif yang digunakan yaitu huruf „Georgia‟ sebagai body text dan juga huruf „Diavlo‟ untuk pemakaian dalam teks yang berupa kalimat langsung. Sementara untuk buku „Nian‟ penulis akan menggunakan huruf jenis san serif yaitu huruf „Birthriot‟ serta huruf „Blue Highway Linocut‟ untuk bagian teks yang berbentuk kalimat langsung. Penulis juga akan memasukkan unsur tipografi sebagai ilustrasi untuk memperkuat konteks dari teks yang ada sehingga anak-anak yang membacanya akan lebih mudah memahami makna dari cerita yang ada. Dari segi cerita, cerita „Monster Nian‟ mengisahkan mengenai monster Nian yang ditakuti oleh masyarakat karena gemar memakan manusia, pada akhirnya masyarakat mengetahui kelemahan yang dimiliki monster Nian tersebut dan persiapan masyarakat pada saat menghadapi Nian itulah yang kemudian menjadi tradisi masyarakat Cina pada saat malam tahun baru Imlek atau Chu Xi. Cerita „Yuan Xiao‟ menceritakan tindakan Dong Fangsu, seorang penasihat raja yang baik hati dan cerdik dalam memenuhi niat baik Yuan Xiao untuk berbakti pada kedua orangtuanya. Akhirnya Yuan Xiao berhasil bertemu dengan kedua orangtuanya tepat 15 hari setelah tahun baru. Solusi yang diberikan oleh Dong Fangsu tersebut pada akhirnya menjadi festival dan tradisi tahunan Cap Go Meh atau lantern festival.

Gambar 1. Jenis huruf yang dipakai dalam picture book “Monster Nian” dan “Yuan Xiao jie”

3. Hasil Studi dan Pembahasan Proses eksekusi desain dilakukan melalui tahapan storyboard, mood board, studi karakter dan media, sketsa dan layout, eksekusi ilustrasi dan layout serta produksi setelah melalui pengumpulan data dan fakta terlebih dahulu. Ukuran buku yang akan dibuat yaitu 42x21 cm pada kondisi terbuka serta 21x21 cm dalam kondisi tertutup, finishing dengan hardcover serta penambahan spot uv. Sementara jenis kertas yang akan digunakan penulis yaitu kertas artpaper 150 gram. Jumlah halaman 40 berikut cover dengan 2 halaman cover, 32 halaman konten, 2 halaman half title page serta 4 halaman end paper. Selain buku, penulis juga membuat media promosi dan pengingat dalam bentuk poster, x-banner serta display.

Jurnal Tingkat Sarjana Senirupa dan Desain No.1 | 3

Gambar2. Hasil studi: cover buku “Rahasia Nien si Monster Buas” dan “Tanda Bakti Yuen Xiao”

Judul serta plot cerita mengalami perubahan dengan tanpa mengubah inti dari cerita yang ada. Hal tersebut dikarenakan faktor pelafalan mandarin serta terdapatnya beberapa versi cerita yang ada. Pembuatan judul buku dilakukan dengan pertimbangan cara pengejaan di Indonesia, dimana huruf „a‟ dalam bahasa Mandarin dibaca menjadi „e‟, maka judul buku pertama yaitu “Rahasia Nien si Monster Buas” serta buku kedua berjudul “Tanda Bakti Yuen Xiao”. Penggunaan visual dari batik Cirebon dengan gambar yang menggunakan sistem RWD dengan unsur natural stilasi serta unsur-unsur visual peranakan Tionghoa di Indonesia abad 18 dan 19 menjadi materi studi penulis dalam membuat ilustrasi dalam kedua buku ini. Dengan visual ini, maka akan memperkuat konteks tahun baru Imlek sebagai salah satu kekayaan multikultural di Indonesia dan tidak berdiri sendiri melainkan sudah mengalami difusi dengan kebudayaan Indonesia seperti yang ada pada batik cirebon serta pakaian masyarakat peranakan Tionghoa pada masa itu.

Gambar3. Referensi visual batik Cirebon dan peranakan Tionghoa abad 18 dan19

Studi media, dilakukan penulis dengan media manual berupa cat akrilik; cat air; serta media digital untuk menemukan media yang bisa mendekati visual batik cirebon yang cenderung merupakan bloking warna dengan warna-warna yang cerah. Penulis pada akhirnya menggunakan media digital yang mampu mendekati visual yang diinginkan dengan alternatif teknik pewarnaan menyerupai corak mega mendung yang bergradasi serta teknik pewarnaan tanpa gradasi yang juga banyak dipakai dalam visual batik Cirebon.

Jurnal Tingkat Sarjana Senirupa dan Desain No.1| 4

Hutami Dwijayanti

Gambar4. Mood board serta palet warna yang akan digunakan pada ilustrasi

Palet warna yang akan dipakai oleh penulis dalam kedua buku ini mengikuti warna dominan yang terdapat dalam batik Cirebon yaitu merah, coklat soga, biru, kuning dan putih. Untuk buku “Rahasia Nien si monster Buas” warna biru akan menjadi warna dominan mengikuti setting waktu yang kebanyakan terjadi pada malam hari, sementara pada buku “Tanda Bakti Yuen Xiao” warna merah dan coklat akan lebih dominan mengikuti setting waktu yang kebanyakan terjadi pada siang hari. Studi karakter tokoh yang ada dalam cerita menggunakan referensi dari masyarakat peranakan Tionghoa, dari segi pakaian serta model rambut, sementara untuk pakaian kerajaan menggunakan referensi pakaian kerajaan jaman dinasti Han. Visualisasi monster Nian dibuat menyerupai ciri-ciri yang digambarkan dalam cerita mitologi yang ada yaitu monster menyerupai Qilin dengan gigi yang tajam dan tatapan buas, tubuhnya dilapisi sisik dan memiliki tanduk. Berdasarkan konsultasi penulis dengan dosen, pada akhirnya karakter Nien tidak dibuat menyeramkan mengingat target sasarannya adalah untuk anak-anak sehingga diupayakan untuk tidak menakut-nakuti mereka. Dari setting latar, penulis mengambil unsur-unsur ruko pecinan dan juga model atap rumah masyarakat peranakan Tionghoa yang ada di indonesia pada abad ke 18 dan 19.

Jurnal Tingkat Sarjana Senirupa dan Desain No.1 | 5

Selanjutnya storyboard yang sudah dibuat dieksekusi dalam media digital, story board dibuat oleh penulis dalam skala 5:7 dalam bentuk dummy buku untuk mempermudah penyusunan halaman ketika produksi. Alternatif ilustrasi dibuat melalui asistensi dengan dosen pembimbing dan konsultan melalui beberapa kali perubahan sketsa dan gaya ilustrasi.

4. Penutup / Kesimpulan Dari proses studi yang dilakukan penulis selama mengerjakan tugas akhir ini, penulis menemukan fakta bahwa masih sedikit picture book di Indonesia yang menggunakan sistem bahasa rupa RWD dalam ilustrasinya, sehingga ilustrasi yang ada kurang bercerita dan cenderung menjadi pelengkap teks, padahal anak-anak usia membaca picture book masih mementingkan gambar ketimbang tekstual. Jurnal Tingkat Sarjana Senirupa dan Desain No.1| 6

Hutami Dwijayanti

Selain itu penulis juga menemukan masih sedikitnya picture book di indonesia dengan tema sejenis, padahal terdapat nilai-nilai di dalam cerita mitos yang mengiringi suatu tradisi yang mampu digunakan sebagai salah satu media untuk melestarikan tradisi serta memberikan nilai kehidupan bagi masyarakatnya.

Ucapan Terima Kasih Artikel ini didasarkan kepada catatan proses berkarya/perancangan dalam Tugas Akhir Program Studi Sarjana Desain Komunikasi Visual FSRD ITB. Proses pelaksanaan Tugas Akhir ini disupervisi oleh pembimbing Dr. Naomi Haswanto, M.Sn.

Daftar Pustaka Coppel, A Charles.Tionghoa Indonesia Dalam Krisis. 1994, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan Danandjaja, James. 2007. Folklor Tionghoa. PT. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti Endraswara, Suwardi. 2009. Metodologi Penelitian Folklor. Yogyakarta: Medpress Hall, Andrew. 2011. Illustration. U.K: Laurence King Publishing Komunitas Lintas-Budaya Indonesia.2009.Peranakan Tionghoa Indonesia: Sebuah Perjalanan Budaya. Jakarta: Intisari Tabrani, Primadi. 2009. Bahasa Rupa. Kelir: Bandung Wei, Xiang. 2008. Chinese Custom. Betterlink Press: USA Werner, e.t.c. 2005. Myths and Legends of china. Gramedia Pustaka Utama: Jakarta William, c.a.s. 1941. Outlines of Chinese Symbolism and Art Motives. Shanghai: Kelly and Walsh Yuanzhi, Kong. 2005. Silang Budaya Tiongkok Indonesia. Jakarta: Bhuana Ilmu Populer

Jurnal Tingkat Sarjana Senirupa dan Desain No.1 | 7