MENDEFINISIKAN FOODBORNE DISEASE SEBAGAI ISTILA

Download A. Latar Belakang. World Health Organization atau WHO (2006), mendefinisikan foodborne disease sebagai istilah umum untuk menggambarkan pen...

0 downloads 299 Views 28KB Size
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang World Health Organization atau WHO (2006), mendefinisikan foodborne disease sebagai istilah umum untuk menggambarkan penyakit yang disebabkan oleh makanan dan minuman yang terkontaminasi, biasa disebut sebagai keracunan makanan. Foodborne disease bersifat infeksi atau racun, yang disebabkan oleh agen yang masuk ke dalam tubuh melalui makanan yang dicerna. Kejadian foodborne disease tetap menjadi masalah utama dalam kesehatan masyarakat baik di negara maju maupun negara berkembang. Penyakit akibat keracunan makanan merupakan penyebab utama sakit dan kematian di negara-negara berkembang, yang menyebabkan 1,9 juta kematian per tahun di tingkat global. Bahkan di negara maju, diperkirakan 1/3 dari populasi terinfeksi penyakit bawaan makanan (Andargie et al., 2008). WHO (2011), menyatakan penyakit menular seperti: diare, kolera, disentri, dan tifus merupakan permasalahan kesehatan masyarakat yang bersumber pada makanan dan minuman. Pada umumnya, sebagian besar penyakit dengan gejala gastrointestinal seperti diare, sakit perut, mual, dan muntah-muntah disebabkan adanya agen biologi, yaitu: bakteri, virus dan parasit (Hariyadi, 2008). Data Centers for Disease Control and Prevention (CDC) tahun 2012, di Amerika Serikat sebanyak 831 wabah penyakit bawaan makanan telah dilaporkan, terdiri dari 14.972 orang sakit, 794 orang rawat inap, 23 orang meninggal, dan 20 penarikan makanan. Di Indonesia selama tahun 2013, telah tercatat 48 kejadian luar biasa (KLB) keracunan pangan yang berasal dari 34 Propinsi, terdiri dari 1.690 orang sakit dan 12 orang meninggal dunia. Jenis pangan penyebab KLB keracunan pangan tahun 2013 adalah masakan rumah tangga sebanyak 47,92%, dan pangan jasa boga sebanyak 16,67% (BPOM, 2014). Faktor risiko penyebab KLB keracunan pangan pada produk jasa boga dan masakan rumah tangga, adalah faktor suhu penyimpanan dan lamanya rentang waktu antara pengolahan dan konsumsi (BPOM, 2011).

1

2

Data Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) sampai dengan tahun 2013, total Industri Rumah Tangga-Pangan (IRT-P) yang terdata di BPOM RI adalah 49.802. Dari jumlah tersebut, yang sudah mengikuti penyuluhan keamanan pangan sebanyak 39.056 sarana dan 82,89% sarana di antaranya telah memperoleh Sertifikat Produksi Pangan Industri Rumah Tangga (SPP-IRT). Selama tahun 2013 telah dilakukan pemeriksaan terhadap 2.460 IRTP. Dari hasil pemeriksaan diketahui bahwa 1.560 (63,41%) IRTP menerapkan cara produksi pangan yang baik untuk industri rumah tangga, sebanyak 789 sarana (32,07%) belum menerapkan cara produksi pangan yang baik untuk industri rumah tangga dan 111 sarana (4,51 %) tidak aktif berproduksi/tutup (BPOM, 2014). Penjamah makanan memegang peranan penting dalam upaya penyehatan makanan karena sangat berpotensi dalam menularkan penyakit. Oleh karena itu, higiene penjamah makanan merupakan hal penting yang harus diperhatikan agar produk pangan bermutu dan aman untuk dikonsumsi (Ozawa, et al., 2007). Bakteri Staphylococcus aureus sangat erat hubungannya dengan manusia, karena merupakan flora normal pada berbagai bagian tubuh manusia terutama pada kulit, hidung dan mulut. Dengan demikian makanan yang sudah dimasak pun mudah tercemar oleh bakteri Staphylococcus aureus ini (Adams & Motarjemi, 1999). Selain pada manusia, bakteri Staphylococcus aureus juga ditemukan di air, udara, debu, air buangan, susu, makanan, peralatan makan, lingkungan, dan hewan (Chotiah, 2009). Bakteri patogen lain yang merupakan flora normal dalam tubuh manusia adalah bakteri Escherichia coli yang berada di saluran pencernaan (usus) manusia. Escherichia coli menjadi patogen apabila hidup di luar usus, misalnya pada infeksi saluran kemih. Escherichia coli sangat mudah mencemari air, kontaminasi bakteri ini pada makanan, peralatan makan, tangan penjamah merupakan suatu tanda praktik sanitasi yang kurang baik (Supardi et al, 1999). Strain Escherichia coli ada yang menghasilkan enterotoksin, lebih dikenal dengan sebutan ETEC (E. coli enterotoksigenik) yang merupakan penyebab penyakit traveler’s diarrhea, penyakit yang menyerang para wisatawan yang sedang melakukan perjalanan. Menurut Winarno (2004), kawasan yang dianggap

3

memiliki peluang besar terjadinya traveler’s diarrhea adalah negara-negara Asia, Amerika Latin, dan Afrika sekitar 20-50% dari seluruh diare yang terjadi di negara tersebut. PT. PIM di Kalimantan Timur merupakan katering pesawat udara, namun tetap melayani kebutuhan masyarakat pada umumnya, seperti acara pernikahan, syukuran, dan jamuan makan acara pemerintahan. Hasil studi pendahuluan pada PT. PIM diketahui bahwa penjamah makanan kurang memiliki pengetahuan mengenai higiene perorangan. Hal ini dilihat dari praktik higiene penjamah makanan yang kurang disiplin dalam menggunakan tutup kepala, masker, sarung tangan, dan sebagian penjamah masih ada yang berbicara saat proses pengolahan. Kejadian keracunan makanan belum pernah terjadi, namun perilaku demikian dapat menjadi sumber kontaminan bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli. WHO (2011), menyatakan Escherichia coli dan Staphylococcus aureus merupakan bakteri indikator untuk menilai pelaksanaan sanitasi, baik sanitasi makanan maupun sanitasi penjamah makanan. Higiene penjamah makanan merupakan salah satu hal penting yang harus diperhatikan agar produk pangannya bermutu dan aman untuk dikonsumsi (Ozawa et al, 2007). Menurut Permenkes No.1096/MENKES/PER/2011, penilaian persyaratan katering yang baik meliputi kelaikan persyaratan bangunan, peralatan, ketenagaan (penjamah makanan), dan bahan makanan baik fisik, kimia, maupun bakteriologis dan seluruh rangkaian proses produksi makanan. Terkontaminasinya makanan disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain pengetahuan penjamah makanan masih rendah termasuk perilaku sehat, kebersihan penjamah makanan, kebersihan alat makan, dan sanitasi makanan (Fardiaz, 1997). Terkait dengan hal tersebut, maka penelitian ini difokuskan untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan dan praktik higiene penjamah makanan dengan angka kuman dan bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli pada penjamah makanan, dengan titik sampling telapak tangan penjamah makanan.

4

B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan sebelumnya, maka rumusan masalah penelitian adalah: 1. Apakah ada hubungan pengetahuan higiene penjamah makanan dengan angka kuman pada telapak tangan penjamah makanan di katering PT. PIM? 2.

Apakah ada hubungan pengetahuan higiene penjamah makanan dengan bakteri patogen pada telapak tangan penjamah makanan di katering PT. PIM?

3.

Apakah ada hubungan praktik higiene penjamah makanan dengan angka kuman pada telapak tangan penjamah makanan di katering PT. PIM?

4.

Apakah ada hubungan praktik higiene penjamah makanan dengan bakteri patogen pada telapak tangan penjamah makanan di katering PT. PIM?

C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini, adalah : 1.

Untuk mengetahui hubungan pengetahuan higiene penjamah makanan dengan angka kuman pada telapak tangan penjamah makanan di katering PT. PIM

2.

Untuk mengetahui hubungan pengetahuan higiene penjamah makanan dengan bakteri patogen pada telapak tangan penjamah makanan di katering PT. PIM

3.

Untuk mengetahui hubungan praktik higiene penjamah makanan dengan angka kuman pada telapak tangan penjamah makanan di katering PT. PIM

4.

Untuk mengetahui hubungan praktik higiene penjamah makanan dengan bakteri patogen pada telapak tangan penjamah makanan di katering PT. PIM

D. Manfaat Penelitan Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi : 1.

Pengelola Katering PT. PIM di Kalimantan Timur Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi pengelola PT. PIM mengenai bahaya makanan yang disebabkan oleh penjamah makanan, sehingga dapat dilakukan tindakan pencegahan sebelum terjadinya kasus keracunan makanan.

2.

Dinas Kesehatan Kalimantan Timur

5

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan masukan untuk Dinas Kesehatan dalam upaya peningkatan kualitas sanitasi makanan, khususnya pada usaha jasa penyediaan makanan, seperti PT. PIM. 3.

Ilmu Pengetahuan Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan baru dalam bidang kesehatan lingkungan, khususnya mengenai sanitasi makanan katering. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi referensi bagi peneliti selanjutnya yang tertarik untuk meneliti mengenai higiene sanitasi katering. E. Keaslian Penelitian Sepengetahuan

peneliti,

belum

ada

penelitian tentang

hubungan

pengetahuan dan praktik higiene personal penjamah makanan dengan angka kuman total dan bakteri patogen pada penjamah makanan di PT. PIM, namun penelitian sejenis yang pernah dilakukan sebagai berikut : 1. McIntyre, et al. (2012), yang meneliti evaluasi pada penjamah makanan yang terlatih dan tidak terlatih mengenai pengetahuan keamanan pangan, sikap, praktik cuci tangan yang dilaporkan sendiri pada program pelatihan Food Safe di British Columbia, Kanada. Penelitian ini menggunakan rancangan cross sectional dengan sampel penelitian sebanyak 499 terlatih dan 199 tidak terlatih.

Hasil dari penelitian

ini menunjukkan

adanya

penurunan

pengetahuan, sikap, dan praktek pekerja yang terlatih, namun secara keseluruhan pengetahuan yang terlatih memiliki skor lebih tinggi dibanding yang tidak terlatih. Perbedaan dengan penelitian ini adalah variabel penelitian, subjek penelitian, sampel penelitian. 2. Osaili, et al. (2012), yang meneliti tentang pengetahuan keamanan makanan pada penjamah makanan di restoran di Jordan. Penelitian ini menggunakan rancangan cross sectional study dengan jumlah sampel penelitian sebesar 1084 penjamah makanan yang tersebar di 297 restoran di Jordan. Hasil penelitian ini membuktikan secara keseluruhan pengetahuan yang dimiliki mengenai keamanan pangan (kebersihan pribadi, gejala penyakit bawaan

6

makanan) 69,4% jawabannya benar, namun pengetahuan mengenai pathogen bawaan makanan, penyimpanan makanan yang aman masih kurang. Perbedaan dengan penelitian ini adalah pada variabel penelitian, sampel penelitian. 3.

Mutalib, et al. (2012), yang meneliti pengetahuan, sikap, dan perilaku pada penjamah makanan yang bekerja di restoran Kuala Pilah, Malaysia. Penelitian ini menggunakan rancangan cross sectional dengan jumlah sampel penelitian sebanyak 64 penjamah makanan, pemilihan sampel berdasarkan purposive sampling. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa ada korelasi yang signifikan antara level pendidikan dengan sikap, pengetahuan dan sikap, pengetahuan dan praktik, dan sikap dengan praktik, akan tetapi beberapa aspek yang harus ditekankan adalah penggunaan perhiasan dan jam tangan. Perbedaan dengan penelitian ini adalah variabel penelitian, subjek penelitian, sampel penelitian.

4. Zulaikhah & Karlina (2009), yang meneliti faktor perilaku yang berhubungan dengan kontaminan bakteri Staphylococcus aureus pada makanan siap saji. Penelitian ini menggunakan rancangan cross sectional dengan subjek penelitian sebanyak 22 orang penjual makanan siap saji. Hasil dari penelitian ini adalah ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan, sikap, dan praktik penjamah makanan dengan kontaminan bakteri Staphylococcus aureus. Perbedaan dengan penelitian ini adalah variabel penelitian, sampel penelitian.