myelitis - Universitas Lambung Mangkurat

Latar Belakang. Rumusan Masalah. Tujuan. Manfaat. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Definisi Myelitis. 2.2 Klasifikasi Myelitis. 2.2.1 Menurut Onset. 2.2.2 Menuru...

6 downloads 494 Views 719KB Size
Referat

MYELITIS

Oleh: dr. Huldani

UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT FAKULTAS KEDOKTERAN BANJARMASIN NOVEMBER, 2012

DAFTAR ISI

Halaman HALAMAN JUDUL

i

DAFTAR ISI

ii

DAFTAR GAMBAR

iii

DAFTAR TABEL

iv v

BAB I

PENDAHULUAN

1

1.1

Latar Belakang

1

1.2

Rumusan Masalah

2

1.3

Tujuan

3

1.4

Manfaat

3

TINJAUAN PUSTAKA

4

2.1

Definisi Myelitis

4

2.2

Klasifikasi Myelitis

5

2.2.1

Menurut Onset

5

2.2.2

Menurut NINDS

5

2.2.3

Menurut Lokasi dan Distribusi Myelitis

6

BAB II

2.2.3.1 Acute Transverse Myelitis (ATM)

7

A.

Definisi

7

B.

Epidemiologi

7

C.

Etiologi

8

D.

Patofisiologi

9

E.

Tanda dan gejala klinis ATM

11

F.

Diagnosis Dan Pemeriksaan Penunjang ATM

13

G.

Penatalaksanaan ATM

17

2.2.3.2 Poliomyelitis

20

A.

Definisi Poliomielitis

20

B.

Epidemiologi Poliomielitis

20

C.

Klasifikasi Poliomielitis

21

D.

Etiologi Poliomielitis

24

BAB III

E.

Patofisiologi Poliomielitis

25

BAB IV

F.

Manifestasi Klinis

26

BAB V

G.

Penatalaksanaan dan Prognosis Poliomielitis

28

Algoritma

30

Tabel Komparasi

32

Rangkuman/Resume

34

Kesimpulan

40

Kesan & pesan

42

PENUTUP

43

BAB VI

DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR GAMBAR

Halaman DAFTAR GAMBAR BAB II Gambar 1. Gambaran MRI pada kasus ATM Gambar 2. Patogenesis poliomielitis BAB III ALGORITMA

15 26 30

DAFTAR TABEL

Halaman DAFTAR TABEL BAB II Tabel 1. Pemeriksaan untuk menegakkan diagnosis penyebab ATM 16 BAB IV TABEL KOMPARASI

32

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Myelitis adalah kelainan neurologi pada medulla spinalis (myelopati) yang disebabkan proses inflamasi (NINDS 2012). Serangan inflamasi pada medulla spinalis dapat merusak atau menghancurkan mielin yang merupakan selubung serabut sel saraf. Kerusakan ini menyebabkan jaringan parut pada sistem saraf yang menganggu hubungan antara saraf pada medulla spinalis dan tubuh. Beberapa literatur sering menyebutnya sebagai myelitis transverse atau myelitis transverse akut (1,2). Insiden myelitis dari seluruh usia anak hingga dewasa dilaporkan sebanyak 1-8 juta orang di Amerika Serikat, sekitar 1400 kasus baru per tahun yang didiagnosis di Amerika Serikat. Sebanyak 34000 orang dewasa dan anak-anak menderita gejala sisa myelitis berupa cacat sekunder. Sekitar 20 % dari myelitis transversal akut terjadi pada anak-anak. Sedangkan insiden myelitis transversa idiopatik sekitar 1,34-4,6 juta per tahun (3). Myelitis dapat disebabkan berbagai etiologi seperti infeksi bakteri dan virus, penyakit autoimun sistemik, beberapa sclerosis, SLE, Sjogren sindrome, pasca trauma, neoplasma, iskemik atau perdarahan saraf tulang belakang dan jarang penyebab iatrogenik. Pada kasus dimana penyebab dari myelitis tidak dapat diidentifikasi maka disebut sebagai idiopatik (1,4). Selama terjadi inflamasi pada saraf tulang belakang, akson yang bermyelin mengalami kerusakan yang dapat menyebabkan gejala berupa gejala motorik seperti kelumpuhan, disfungsi sensori seperti rasa nyeri dan rasa kebas, dan disfungsi otonom seperti retensi urin. Sedangkan prognosis dari myelitis adalah buruk. Prognosis setelah serangan myelitis sangat bervariasi antara dewasa dan anak (5).

Adapun beberapa jenis dari myelitis : 1. Poliomyelitis : penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus ke gray matter medulla spinalis dengan gejala kelemahan atau kelumpuhan otot, 2. Leukomyelitis : lesi di bagian white matter medulla spinalis, 3. Transverse myelitis : proses inflamasi pada saraf tulang belakang disebabkan oleh demyelinasi aksonal meliputi kedua sisi tulang belakang, 4. Meningococcal myelitis : inflamasi pada daerah meningens dan spinal cord (6). Dari banyaknya jenis myelitis maka diperlukan diagnosis dan tatalaksana yang tepat untuk mencegah progresifitas maupun komplikasi dari penyakit tersebut. Inilah uraian singkat dari penyaji yang lebih lengkapnya dapat dibaca di uraian selanjutnya.

1.2. Rumusan masalah Tingginya insidensi jenis penyakit ini di belahan dunia mengharuskan perlunya pemahaman yang tinggi bagi tenaga medis sehingga diperlukan pembelajaran agar kasus seperti ini dapat ditangani dengan tepat sebagaimana penanganan penyakit lainnya yang sering ditemui. Dengan demikian, rumusan masalah pada tinjauan pustaka ini adalah: 1. Apa saja jenis penyakit yang myelitis tersering ? 2. Bagaimana algoritma diagnosis dan penatalaksanaan penyakit dengan myelitis?

1.3. Tujuan Tinjauan kepustakaan ini bertujuan menjelaskan definisi, klasifikasi, etiologi, epidemiologi, patofisiologi, diagnosis, tatalaksana dari myelitis.

1.4. Manfaat Tinjauan pustaka ini diharapkan dapat memberikan pemahaman kepada mahasiswa kedokteran dan praktisi kesehatan agar dapat menegakkan diagnosis secara dini dan

memberikan penanganan yang tepat sehingga dapat mencegah progresivitas pada kasus myelitis.

BAB II ISI

2.1. Definisi Myelitis Pada abad ke-19, hampir semua penyakit pada medulla spinalis disebut myelitis. Dalam Dercum’s Of Nervous Diseases pada 1895, Morton Prince seorang ahli neuro pernah menulis tentang myelitis traumatik, myelitis kompresif dan sebagainya, yang agak memberikan kejelasan tentang arti terminologi tersebut. Dengan bertambah majunya pengetahuan neuropatologi, satu persatu penyakit di atas dapat diseleksi hingga yang tergolong benar-benar karena radang atau inflmasi saja yang masih tertinggal (7). Menurut Plum dan Olsen (1981) serta Banister (1978) myelitis adalah terminologi nonspesifik, yang artinya tidak lebih dari radang medulla spinalis. Tetapi Adams dan Victor (1985) menulis bahwa myelitis adalah proses radang infektif maupun non-infektif yang menyebabkan kerusakan hingga nekrosis pada substansia grisea dan alba (7,8). Menurut NINDS (National Institute of Neurological Disorders and Stroke) tahun 2012, myelitis adalah kelainan neurologi pada medulla spinalis (myelopati) yang disebabkan proses inflamasi (1). Menurut kamus kedokteran Dorland 2007, myelitis adalah proses inflamasi pada medulla spinalis/ spinal cord (9). Beberapa literatur sering menyebut beberapa inflamasi yang menyerang medulla spinalis sebagai myelitis transverse atau myelitis transverse akut. Bahkan bentuk subakut dari myelitis juga disebut sebagai myelitis transverse akut (2). Makna “transversa” pada kasus myelitis menggambarkan secara klinis adanya band like area horizontal perubahan sensasi di daerah leher atau toraks. Sejak saat itu, sindrom

paralisis progresif karena inflamasi di medulla spinalis dikenal sebagai myelitis transversalis. Inflamasi berarti adanya pengaktifan sistem imun yang ada pada daerah lesi dan potensial menimbulkan kerusakan. Jadi tidak ada keterlibatan saraf tulang belakang baik dari segi patologi maupun pencitraan, tapi hingga hari ini masih sering literatur yang menggunakannya (2).

2.2. Klasifikasi Myelitis 2.2.1. Menurut Onset Menurut Sema et al (2007) perjalanan klinis antara onset hingga munculnya gejala klinis myelitis dibedakan atas (10) : 2.2.1.1. Akut. Gejala berkembang dengan cepat dan mencapai puncaknya dalam waktu beberapa hari saja. 2.2.1.2. Sub Akut. Perjalanan klinis penyakit berkembang dalam waktu 2 minggu. 2.2.1.3. Kronik. Perjalanan klinis penyakit berkembang dalam waktu lebih dari 2 minggu. 2.2.2. Menurut NINDS Adapun beberapa jenis dari myelitis menurut NINDS 2012 (1,2) : 2.2.2.1. Myelitis yang disebabkan oleh virus.  Poliomielitis, group A dan B Coxsackie virus, echovirus.  Herpes zoster.  Rabies.  Virus B2. 2.2.2.2. Myelitis yang merupakan akibat sekunder dari penyakit pada meningens dan medula spinal.  Myelitis sifilitika

 Meningoradikulitis kronik (tabes dorsalis)  Meningomielitis kronik  Myelitis piogenik atau supurativa  Meningomielitis subakut  Myelitis tuberkulosa  Meningomielitis tuberkulosa  Infeksi parasit dan fungus yang menimbulkan granuloma epidural, meningitis lokalisata atau meningomielitis dan abses. 2.2.2.3. Myelitis (mielopati) yang penyebabnya tidak diketahui.  Pasca infeksiosa dan pasca vaksinasi.  Kekambuhan sklerosis multipleks akut dan kronik  Degeneratif atau nekrotik 2.2.3. Menurut Lokasi dan Distribusi Myelitis 2.2.3.1. Myelitis transversa apabila mengenai seluruh potongan melintang medula spinalis 2.2.3.2. Poliomyelitis apabila mengenai substansia grisea 2.2.3.3. Leukomyelitis apabila mengenai substansia alba Istilah mielopati digunakan bagi proses non inflamasi medulla spinalis misalnya yang disebabkan proses toksis, nutrisi, metabolik dan nekrosis (6,8).

2.2.3.1. ACUTE TRANSVERSE MYELITIS (ATM) A. Definisi Definisi Acute Transverse Myelitis (ATM) menurut NINDS ( National Institute of Neurological Disorders and stroke) 2012 adalah kelainan neurologi yang disebabkan oleh peradangan sepanjang medulla spinalis baik melibatkan satu tingkat atau segmen dari

medulla spinalis. Istilah mielitis menunjukkan peradangan pada medulla spinalis, trasversa menunjukkan posisi dari peradangan sepanjang medulla spinalis (1). Beberapa literature sering menyebutnya sebagai myelitis transverse

maupun

myelitis transverse akut. Bahkan bentuk subakut dari myelitis juga disebut sebagai myelitis transverse akut. Sebagai hasilnya, makna “Acute Transverse Myelitis” sering tumpang tindih dengan “Myelitis Transverse” (2). Menurut Varina (2012), Acute Transverse Myelitis (ATM) adalah sekumpulan kelainan neurologi yang disebabkan oleh proses inflamasi pada saraf tulang belakang dan berakibat hilangnya fungsi motorik dan sensorik di bawah tingkat lesi (3).

B. Epidemiologi Insiden ATM dari seluruh usia anak hingga dewasa dilaporkan sebanyak 1-8 juta orang di Amerika Serikat, sekitar 1400 kasus baru ATM per tahun yang didiagnosis di Amerika Serikat. Sebanyak 34000 orang dewasa dan anak-anak menderita gejala sisa ATM berupa cacat sekunder. Sekitar 20 % dari ATM terjadi pada anak-anak (3). ATM dapat diderita oleh orang dewasa dan anak – anak baik pada semua jenis kelamin maupun ras. ATM memiliki puncak insidensi yang berbeda yaitu umur : 10-19 dan 30-39 tahun. Ini menunjukkan tidak ada faktor predileksi seperti : ras, familial atau jenis kelamin pada kasus ATM. Sehingga antara laki-laki dan perempuan mempunyai probabilty yang sama untuk menderita ATM. Insiden meningkat menjadi 24,6 juta kasus per tahun jika didapatkan penyebab demielinasi yang berhubungan dengan myelitis, terutama multiple sclerosis (5,11). ATM mungkin timbul dari berbagai penyebab, tetapi paling sering terjadi sebagai fenomena autoimun setelah infeksi atau vaksinasi (jumlah 60% kasus pada anak-anak) atau karena infeksi langsung, penyakit dasar seperti autoimun sistemik, atau diperoleh penyakit demielinasi seperti multiple sclerosis atau spektrum dari gangguan yang

berhubungan dengan neuromyelitis optica (penyakit Devic, penyakit demielinasi yang dikenal sebagai gabungan penyakit myelitis transversa dan neuritis optik) (5).

C. Etiologi ATM terjadi karena berbagai etiologi seperti infeksi langsung oleh virus, bakteri, jamur, maupun parasit, human immunodeficiency virus ( HIV ), varicella zoster, cytomegalovirus, dan TBC. Namun juga dapat disebabkan oleh proses non - infeksi atau melalui jalur inflamasi. ATM sering terjadi setelah infeksi atau setelah vaksinasi. ATM dapat juga terjadi sebagai komplikasi dari syphilis, campak, penyakit lyme, dan beberapa vaksinasi seperti chikenpox dan rabies (1). Faktor etiologi lain yang dikaitkan dengan kejadian ATM adalah penyakit autoimmune sistemik (SLE, multiple sklerosis, Sjogren’s syndrome), sindrom paraneoplastik, penyakit vaskuler, iskemik sumsum tulang belakang meskipun tidak jarang tidak ditemukannya faktor penyebab ATM sehingga disebut sebagai "idiopatik" (4).

D. Patofisiologi Hingga saat ini, para peneliti tidak dapat menentukan secara pasti penyebab ATM. Satu teori utama yang menyebabkan ATM adalah imun memediasi inflamasi sebagai hasil akibat terpapar dengan antigen viral (3). Pada kasus ATM post infeksi, mekanisme sistem immun baik pada viral atau infeksi bakteri tampaknya berperan penting dalam menyebabkan kerusakan saraf spinal. Walaupun peneliti belum mengetahui secara tepat mekanisme kerusakan saraf spinal. Rangsangan sistem immun sebagai respon terhadap infeksi menunjukkan bahwa suatu reaksi autoimun yang bertanggung jawab. Molekuler mimikri dari viral dapat menstimulasi generasi antibodi yang dapat memberikan reaksi silang dengan antigennya sendiri, menghasilkan formasi imun kompleks dan aktivasi dari complement-mediated

atau cellmediated yang dapat menimbulkan injury terhadap jaringannya sendiri. Infeksi juga dapat menyebabkan kerusakan langsung jaringan saraf tulang belakang (3,11). Pada penyakit autoimun,

sistem imun yang secara normal melindungi tubuh

terhadap organisme, melakukan kesalahan dengan menyerang jaringan tubuh sendiri yang menyebabkan inflamsi dan pada beberapa kasus merusak mielin medulla spinalis. ATM

juga terdapat pada beberapa penyakit autoimun seperti systemic lupus

erythematosus, Sindrom Sjogren's, dan

sarcoidosis (11).

Beberapa kasus ATM disebabkan oleh malformai arteri-vena spinalis (kelainan yang merubah aliran darah) atau penyakit vaskuler seperti atherosklerosis yang menyebabkan iskemik. Sehingga menurunkan kadar oksigen pada jaringan medulla spinalis. Iskemik dapat disebabkan perdarahan (hemorragik) dalam medulla spinalis, pembuluh darah yang menyumbat atau sempit, atau faktor lainnya. Pembuluh darah membawa oksigen dan nutrisi ke jaringan

medulla spinalis dan membuang hasil

metabolisme. Saat pembuluh darah tersumbat atau menyempit dan tidak dapat membawa sejumlah oksigen ke jaringan medulla spinalis. Saat area medulla spinalis menjadi kekurangan oksigen atau iskemik. Sel dan serabut saraf mulai mengalami perburukan secara

cepat. Kerusakan ini menyebabkan inflamasi yang luas kadang - kadang

menyebabkan ATM (11). Ketika TM timbul tanpa penyakit penyerta yang tampak, hal ini diasumsikan untuk menjadi idiopatik. TM idiopatik diasumsikan untuk sebagai hasil dari aktivasi abnormal sistem imun melawan medulla spinalis (11). Makroskopis pada medulla spinalis yang mengalami peradangan akan tampak edema, hiperemi dan pada kasus berat terjadi perlunakan (mielomalasia) (3). Mikroskopis akan tampak pada leptomening tampak edema, pembuluh – pembuluh darah yang melebar dengan infiltrasi perivaskuler dan pada medulla spinalis tampak pembuluh darah yang melebar dengan infiltrasi perivaskuler

(limfosit/leukosit) di

substansia grisea dan alba. Tampak pula kelainan degeneratif pada sel - sel ganglia, pada akson – akson dan pada selubung mielin, disamping itu tampak adanya hiperplasia dari mikroglia. Traktus – traktus panjang disebelah atas atau bawah daripada segemen yang sakit dapat memperlihatkan kelainan – kelainan degeneratif (3).

E. Tanda dan gejala klinis ATM Medula spinalis adalah struktur yang relatif sempit di mana traktus motorik, sensorik , dan otonom berada saling berdekatan. Oleh karena itu, lesi di medulla spinalis dapat memiliki efek dalam semua modalitas ini. Namun, efek tersebut tidak selalu seragam dimana tingkat keparahan atau simetris di seluruh modalitas berbeda. Pemeriksaan klinis dengan fokus pada penyelidikan untuk sensorik tulang belakang dan tingkat motorik, akan membantu dalam lokalisasi lesi (3). ATM terjadi secara akut (terjadi dalam beberapa jam sampai beberapa hari) atau subakut (terjadi dalam satu atau dua minggu). Gejala umum yang muncul melibatkan gejala motorik, sensorik dan otonom. Beberapa penderita juga melaporkan mengalami spasme otot, gelisah, sakit kepala, demam, dan hilangnya selera (1). Dari beberapa gejala, muncul empat gejala klasik ATM yaitu kelemahan otot atau paralisis kedua lengan atau kaki, nyeri, kehilangan rasa pada kaki dan jari – jari kaki, disfungsi kandung kemih dan buang air besar (1). Gejala sensorik pada ATM (3,5) : 1) Nyeri adalah gejala utama pada kira- kira sepertiga hingga setengah dari semua penderita ATM. Nyeri terlokalisir di pinggang atau perasaan yang menetap seperti tertusuk atau tertembak yang menyebar ke kaki, lengan atau badan . 2) Gejala lainnya berupa parastesia yang mendadak (perasaan yang abnormal seperti terbakar, gatal, tertusuk, atau perasaan geli) di kaki, hilangnya sensorik. Penderita juga mengalami gangguan sensorik seperti kebas, perasaan geli, kedinginan atau perasaan terbakar. Hampir 80 % penderita ATM mengalami kepekaan yang tinggi terhadap

sentuhan misalnya pada saat perpakaian atau sentuhan ringan dengan jari menyebabkan ketidaknyamanan atau nyeri ( disebut allodinia ). Beberapa penderita juga mengalami pekaan yang tinggi terhadap perubahan temperatur atau suhu panas atau dingin. Gejala motorik pada ATM : Beberapa penderita mengalami tingkatan kelemahan yang bervariasi pada kaki dan lengan. Pada awalnya penderita dengan ATM terlihat bahwa mereka terasa berat atau menyerat salah satu kakinya atau lengan mereka karena terasa lebih berat dari normal. Kekuatan otot dapat mengalami penurunan. Beberapa minggu penyakit tersebut secara progresif berkembang menjadi kelemahan kaki secara menyeluruh, akhirnya menuntut penderita untuk menggunakan suatu kursi roda. Terjadi paraparesis (kelemahan pada sebagian kaki). Paraparesis sering menjadi paraplegia ( kelemahan pada kedua kaki dan pungung bagian bawah) (1,5). Gejala otonom pada ATM berupa gangguan fungsi kandung kemih seperti retensi urin dan buang air besar hingga gangguan pasase usus dan disfungsi seksual sering terjadi. Tergantung pada segmen medulla spinalis yang terlibat, beberapa penderita mengalami masalah dengan sistem respiratori (1,5). Pemulihan dapat tidak terjadi, sebagian atau komplit dan secara umum dimulai dalam satu sampai tiga bulan. Dan pemulihan tampaknya tidak akan terjadi, jika tidak ada perkembangan dalam tiga bulan. ATM biasanya adalah penyakit monofasik dan jarang rekuren (5).

F. Diagnosis Dan Pemeriksaan Penunjang ATM ATM memiliki diagnosis diferensial yang luas. Riwayat medis, tinjauan sistem medis, sosial serta riwayat perjalanan, dan pemeriksaan fisik secara umum dapat memberikan petunjuk saat itu terhadap kemungkinan infeksi maupun penyebab paraneoplastik, serta penyebab terkait dengan inflamasi sistemik atau penyakit autoimun seperti lupus eritematosus sistemik, Sindrom Sjögre, dan sarkoidosis (5).

Dari anamnesis didapatkan riwayat kelemahan motorik berupa kelemahan pada tubuh seperti paresis pada kedua tungkai yang terdai secara progesif dalam beberapa minggu. Kelainan fungsi sensorik berupa rasa nyeri terutama di daerah pinggang, lalu perasaan kebas atau seperti terbakar yang terjadi secara mendadak pada tangan maupun kaki. Lalu kelainan fungsi otonom seperti retensi urin, urinary urgency maupun konstipasi. Kelainan neurologis berupa defisit motorik, sensorik dan otonom adalah suatu titik terang untuk diagnosis mielopati. Gejala dan tanda-tanda myelitis biasanya berkembang selama jam sampai hari dan biasanya bilateral, namun unilateral atau nyata presentasi asimetris dapat terjadi (3,5). Pemeriksaan penunjang untuk diagnosis ATM berupa MRI dan pungsi lumbal. MRI direkomendasikan untuk menyingkirkan adanya lesi struktural, terutama yang setuju untuk intervensi bedah saraf mendesak. Seluruh saraf tulang belakang harus dicitrakan sehingga hasil negatif dapat dihindari (2,5). Langkah pertama dalam evaluasi diagnostik ATM untuk menyingkirkan lesi akibat compression (penekanan). Jika dicurigai mielopati, MRI spinal cord harus diperoleh sesegera mungkin dengan pemakain kontras godalinium. Jika tidak ada lesi struktural seperti massa tulang belakang atau spondylolisthesis, maka langkah kedua adalah untuk mengidentifikasi ada atau tidaknya peradangan saraf tulang belakang dengan pungsi lumbal . Tidak adanya pleositosis akan mengarah pada pertimbangan penyebab peradangan dari mielopati seperti arteriovenous malformation (AVM), emboli fibrocartilaginous, radiasi. Pungsi lumbal

dengan pengambilan sampel cairan

cerebrospinal (CSF) untuk menentukan adanya peradangan. Analisis isi seluler CSF akan menentukan jumlah sel darah putih yang dapat terakumulasi dalam cairan, yang nantinya dapat berfungsi sebagai indikator dari besarnya peradangan (2,5). Selain neuroimaging dari spinal cord dan laboratorium CSF, darah/ tes serologi sering membantu dalam mengesampingkan adanya gangguan sistemik seperti penyakit rematologi (misalnya, penyakit Sjogren atau lupus eritematosa sistemik ), gangguan

metabolisme. Tes laboratorium seperti : indeks IgG, vPCR virus, antibodi lyme dan mikoplasma, dan VDRL terjadinya myelitis setelah infeksi atau vaksinasi tidak menghalangi kebutuhan untuk evaluasi lebih lanjut dalam menentukan etiologinya seperti infeksi sifilis, HIV, campak, rubella dan lainnya, karena infeksi atau imunisasi juga dapat memicu serangan myelitis (2,5).

Gambar 1. Gambaran MRI pada kasus ATM (5) Kriteria Diagnostik untuk ATM (12) :

Tabel 1. Pemeriksaan untuk menegakkan diagnosis penyebab ATM (5)

G. Penatalaksanaan ATM Ada beberapa literature merujuk pada penatalaksanaan ATM :

Rujukan 1) The new England Journal of Medicine

Terapi Imunoterapi awal Hasil terapi pemberian imunoterapi selama fase akut myelitis adalah menghambat progresif dan permulaan resolusi lesi inflamasi sumsum tulang dan mempercepat pemulihan klinis. Kortikosteroid merupakan pengobatan standard lini pertama. Sekitar 50-70 % mengalami pemulihan sebagian atau lengkap.

(NEJM) 2010 . (5)

Plasma exchange Terapi plasma pengganti mungkin menguntungkan bagi pasien yang tidak berespon pada pemberian kortikosteroid. Hati-hati terhadap pemberian plasma exchange karena dapat menyebakan hipotensi, koagulopati, trombositopenia, elektrolit tidak seimbang. Penanganan gejala dan komplikasi ATM Bantuan pernapasan dan orofaringeal Myelitis dapat menyebabkan kegagalan pernafasan dengan melibatkan sumsum tulang belakang bagian atas dan batang otak stem, sehingga penilaian ulang secara regular fungsi pernapasan dan oropharyngeal diperlukan selama proses perubahan myelitis. Intubasi untuk ventilasi mekanik diperlukan untuk beberapa pasien. Kelemahan motorik dan Komplikasi Imobilisasi Pemberian heparin berat molekul rendah untuk profilaksis terhadap trombosis vena disarankan untuk semua pasien dengan immoblitas. Kolaborasi dengan tim kedokteran fisik harus dipertimbangkan sehingga multidisiplin neurorehabilitasi dapat dimulai sejak dini. Kelainan tonus otot Myelitis yang parah dapat berhubungan dengan hipotonia pada fase akut (selama syok spinal ), tapi ini biasanya diikuti oleh munculnya peningkatan resistensi terhadap gerakan (tonik spastisitas), bersama dengan kejang otot tak sadar (spastik phasic). Data dari percobaan terkontrol mendukung manfaat baclofen, Tizanidine, dan benzodiazepin untuk pengobatan pasien dengan spastik yang berhubungan dengan gangguan otak dan saraf tulang belakang. Nyeri Nyeri adalah umum selama dan setelah serangan myelitis dan dapat disebabkan oleh cedera saraf langsung (nyeri neuropatik), faktor ortopedi (misalnya, nyeri karena

kekacauan postural), spastik atau beberapa kombinasi dari faktor-faktor ini. Nyeri neuropatik dapat berespon dengan pengobatan agen antikonvulsan, obat antidepresan (antidepresan trisiklik dan reuptake inhibitor serotonin dan norepinefrin), nonsteroid analgesik dan narkotik. Disfungsi kandung kemih dan usus Penempatan kateter uretra biasanya diperlukan selama fase akut myelitis karena retensi urin di kandung kemih. Setelah fase akut, otot detrusor vesica urinara mengalami hyperreflexia yang biasanya berkembang dan ditandai oleh frekuensi berkemih, urgensi, urge incontinence. Gejala ini biasanya berkurang dengan pemberian agen antikolinergik (misalnya , oxybutynin dan tolterodine). NINDS 2012 (1)

Sementara tiap kasus berbeda pada semua pasien , berikut ini adalah kemungkinan pengobatan pada pasien ATM . Steroid intravena : Pasien dengan ATM diberikan dosis tinggi metilprednisolon intravena elama 3-5 hari. Keputusan untuk steroid lanjutan atau menambahkan pengobatan baru sering didasarkan pada perjalanan klinis dan penampilan MRI pada hari ke 5 setelah pemberian steroid . Plasma Exchange Hal ini sering digunakan untuk pasien-pasien dengan ATM moderat dan bentuk agresif yang tidak menunjukkan banyak perbaikan setelah dirawat dengan steroid intravena dan oral

Perawatan lain untuk ATM : Bagi pasien yang tidak beresponi baik steroid atau Plex dan terus menunjukkan peradangan aktif di saraf tulang belakang, bentuk lain dari intervensi berbasis kekebalan mungkin diperlukan. Penggunaan imunosupresan atau agen imunomodulator mungkin diperlukan. Salah satunya penggunaan siklofosfamid intravena (obat kemoterapi sering digunakan untuk limfoma atau leukemia). Terapi rehabilitasi (physical therapy, occupational therapy, vocational therapy) American 1) Dosis tinggi metilprednisolon ( 1 g IV setiap hari selama 3-7 hari ) biasanya lini pertama treatment pada Academy of awal serangan ATM. Keputusan untuk memperpanjang steroid atau memberikan modalitas pengobatan Neurology 2011 tambahan didasarkan pada perjalanan klinis dan (13) gambaran MRI setelah selesai pemberian steroid.

2) Plasma exchange sering ditambahkan ke rejimen jika pasien menunjukkan sedikit perbaikan klinis setelah pemberian steroid standar. Plasma exchange dapat dianggap sebagai pengobatan awal jika pasien memiliki gejala ATM yang sedang sampai parah.

3) Pilihan terapi lainnya adalah imunomodulator dan obat sitotoksik seperti rituxima, azathioprine, dan siklofosfamid, meskipun tidak ada bukti literatur yang cukup untuk mendukung penggunaanya secara rutin

4) Dalam satu studi retrospektif pada pasien dewasa dengan ATM , pasien dengan tingkat yang paling parah disertai kecacatan dan mereka yang memiliki riwayat penyakit autoimun menunjukkan beberapa manfaat penggunaan siklofosfamid IV setelah kortikosteroid .

5) Dalam penelitian yang sama, subkelompok lain di mana pasien yang menerima kortikosteroid IV diikuti pemberian plasma exchange bernasib lebih baik daripada mereka yang menerima IV kortikosteroid saja. Selanjutnya lebih mendukung penggunaan steroid diikuti oleh plasma exchange sebagai standar terapi yang diterima secara luas. 2.2.3.2. POLIOMIELITIS A. Definisi Poliomielitis Poliomielitis merupakan penyakit menular akut yang disebabkan oleh virus dengan predileksinya merusak sel anterior masa kelabu sumsum tulang belakang (anterior horn cells of the spinal cord) dan batang otak (brain stem); dengan akibat kelumpuhan otot-otot dengan distribusi dan tingkat yang bervariasi serta bersifat permanen (14).

B. Epidemiologi Poliomielitis

Penyakit poliomyelitis tersebar di seluruh dunia. Manusia merupakan satusatunya reservoir penyakit ini. Di negara mempunyai 4 musim, penyakit ini lebih sering terjadi di musim panas, sedangkan di negara tropis musim tidak berpengaruh. Sebelum tahun 1880 penyakit ini sering terjadi secara sporadis, di mana epidemi yang pertama sekali dilaporkan dari Scandinavia dan Eropa Barat lalu Amerika Serikat (14). Pada akhir tahun 1940-an dan awal tahun 1950-an epidemi poliomyelitis secara teratur ditemukan di AS dengan 15.000-21.000 kasus kelumpuhan setiap tahunnya. Pada tahun 1920, 90 % kasus polio terjadi pada anak < 5 tahun, sedangkan di awal tahun 1950an, kejadian tertinggi adalah pada usia 5-9 tahun, bahkan belakangan ini lebih dari sepertiga kasus terjadi pada usia > 15 tahun (14). Hingga saat ini kasus poliomyelitis jarang di negara barat, polio masih endemik di Asia selatan dan Afrika, terutama Pakistan, dan Nigeria. WHO memperkirakan ada 10-20 miliar penderita di seluruh dunia. Pada tahun 1997 ada 254000 orang yang tinggal di Amerika Serikat yang menderita paralisis akibat polio. Amerika mendeklarasikan bebas polio tahun 1994 dan Eropa bebas polio pada tahun 2002 (16). Mortalitas tinggi terutama pada poliomyelitis tipe paralitik,disebabkan oleh komplikasi berupa kegagalan nafas, sedangkan untuk tipe ringan tidak dilaporkan adanya kematian. Walaupun kebanyakan poliomyelitis tidak jelas /inapparent (90-95%), hanya 510% yang memberikan gejala

poliomyelitis (14,15).

C. Klasifikasi Poliomielitis Poliomielitis terbagi menjadi 4 bagian, yaitu: (14,15,17) 1. Poliomielitis asimtomatis : setelah masa inkubasi 6-20 hari, tidak terdapat gejala karena daya tahan tubuh cukup baik, maka tidak terdapat gejala klinik sama sekali. 2. Poliomielitis abortif : timbul mendadak langsung beberapa jam sampai beberapa hari. Gejala berupa infeksi virus seperti malaise, anoreksia, nausea, muntah, nyeri kepala, nyeri tenggorokan, konstipasi dan nyeri abdomen.

3. Poliomielitis non paralitik : gejala klinik hampir sama dengan poliomyelitis abortif , hanya nyeri kepala, nausea dan muntah lebih hebat. Gejala ini timbul 1-2 hari kadang-kadang diikuti penyembuhan sementara untuk kemudian remisi demam atau masuk kedalam fase ke-2 dengan nyeri otot. Khas untuk

penyakit ini dengan

hipertonia, mungkin disebabkan oleh lesi pada batang otak, ganglion spinal dan kolumna posterior. 4. Poliomielitis paralitik : dibagi menjadi 2 yaitu paralisis spinal dan paralisis bulbar. Polio paralisis spinal Strain poliovirus ini menyerang saraf tulang belakang, menghancurkan sel tanduk anterior yang mengontrol pergerakan pada batang tubuh dan otot tungkai. Meskipun strain ini dapat menyebabkan kelumpuhan permanen, kurang dari satu penderita dari 200 penderita akan mengalami kelumpuhan. Kelumpuhan paling sering ditemukan terjadi pada kaki. Setelah virus polio menyerang usus, virus ini akan diserap oleh pembulu darah kapiler pada dinding usus dan diangkut seluruh tubuh. Virus Polio menyerang saraf tulang belakang dan syaraf motorik -- yang mengontrol gerakan fisik. Pada periode inilah muncul gejala seperti flu. Namun, pada penderita yang tidak memiliki kekebalan atau belum divaksinasi, virus ini biasanya akan menyerang seluruh bagian batang saraf tulang belakang dan batang otak. Infeksi ini akan memengaruhi sistem saraf pusat -- menyebar sepanjang serabut saraf. Seiring dengan berkembang biaknya virus dalam sistem saraf pusat, virus akan menghancurkan syaraf motorik. Syaraf motorik tidak memiliki kemampuan regenerasi dan otot yang berhubungan dengannya tidak akan bereaksi terhadap perintah dari sistem saraf pusat. Kelumpuhan pada kaki menyebabkan tungkai menjadi lemas, kondisi ini disebut acute flaccid paralysis (AFP). Infeksi parah pada sistem saraf pusat dapat menyebabkan kelumpuhan pada batang tubuh dan otot pada toraks (dada) dan abdomen (perut), disebut quadriplegia. Polio bulbar

Polio jenis ini disebabkan oleh tidak adanya kekebalan alami sehingga batang otak ikut terserang. Batang otak mengandung syaraf motorik yang mengatur pernapasan dan saraf kranial, yang mengirim sinyal ke berbagai syaraf yang mengontrol pergerakan bola mata; saraf trigeminal dan saraf muka yang berhubungan dengan pipi, kelenjar air mata, gusi, dan otot muka; saraf auditori yang mengatur pendengaran; saraf glossofaringeal yang membantu proses menelan dan berbagai fungsi di kerongkongan; pergerakan lidah dan rasa; dan saraf yang mengirim sinyal ke jantung, usus, paru-paru, dan saraf tambahan yang mengatur pergerakan leher. Tanpa alat bantu pernapasan, polio bulbar dapat menyebabkan kematian. Lima hingga sepuluh persen penderita yang menderita polio bulbar akan meninggal ketika otot pernapasan mereka tidak dapat bekerja. Kematian biasanya terjadi setelah terjadi kerusakan pada saraf kranial yang bertugas mengirim 'perintah bernapas' ke paruparu. Yang terkena bagian atas nervus cranial (N.III – N.VII) dan biasanya dapat sembuh. Lalu bagian bawah (N.IX – N.XIII ) sehingga terjadi pasase ludah di faring terganggu sehingga terjadi pengumpulan air liur,mucus dan dapat menyebabkan penyumbatan saluran nafas sehingga penderita memerlukan ventilator. Tingkat kematian karena polio bulbar berkisar 2-5% pada anak dan 15-30 % pada dewasa (tergantung usia penderita).

D. Etiologi Poliomielitis Penyebab polio adalah virus polio. Virus polio merupakan RNA virus dan termasuk famili Picornavirus dari genus Enterovirus. Virus polio tahan terhadap Ph asam tetapi mati terhadap bahan panas, formalin, klorin dan sinar ultraviolet. Selain itu, penyakit ini mudah berjangkit di lingkungan dengan sanitasi yang buruk, melalui peralatan makan, bahkan melalui ludah (15,17). Secara serologi virus polio dibagi menjadi 3 tipe, yaitu: •

Tipe I Brunhilde



Tipe II Lansing dan



Tipe III Leoninya

Tipe I yang paling sering menimbulkan epidemi yang luas dan ganas (14). Penularan virus terjadi melalui (17) : 1.

Secara langsung dari orang ke orang

2.

Melalui tinja penderita

3.

Melalui percikan ludah penderita Resiko terjadinya Polio (15) :

a)

Belum mendapatkan imunisasi

b) Berpergian ke daerah yang masih sering ditemukan polio c) Malnutrisi d)

Stres atau kelelahan fisik yang luar biasa (karena stress emosi dan fisik dapat melemahkan sistem kekebalan tubuh).

e)

Defisiensi imun

E. Patofisiologi Poliomielitis Virus polio masuk melalui mulut dan hidung, berkembang biak di dalam tenggorokkan dan saluran pencernaan, diserap dan disebarkan melalui sistem pembuluh darah dan getah bening. Virus ini dapat memasuki aliran darah dan dan mengalir ke sistem saraf pusat menyebabkan melemahnya otot dan kadang kelumpuhan (paralisis) (15). Virus hanya menyerang sel-sel dan daerah susunan syaraf tertentu. Tidak semua neuron yang terkena mengalami kerusakan yang sama dan bila ringan sekali dapat terjadi penyembuhan fungsi neuron dalam 3-4 minggu sesudah timbul gejala. Daerah yang biasanya terkena poliomyelitis ialah medula spinalis terutama kornu anterior, batang otak pada

nucleus vestibularis dan inti-inti saraf kranial serta formasio retikularis yang

mengandung pusat vital, serebelum terutama inti-inti vermis, otak tengah “midbrain” terutama gray matter substansi nigra dan kadang-kadang nukleus rubra (15).

Gambar 2. Patogenesis poliomielitis

F. Manifestasi Klinis Gejala klinis poliomielitis terdiri dari : (14) a) Poliomyelitis asimtomatis Gejala klinis : setelah masa inkubasi 9-12 hari, tidak terdapat gejala. Kejadian ini sulit untuk dideteksi tapi biasanya cukup tinggi terutama di daerah-daerah yang standar higienenya jelek. Penyakit ini hanya diketahui dengan menemukan virus di tinja atau meningginya titer antibodi. b) Poliomyelitis abortif Kejadiannya diperkirakan 4-8 % dari jumlah penduduk pada suatu epidemi. Timbul mendadak dan berlangsung 1-3 hari dan gejala klinisnya berupa panas dan jarang melebihi 39,5 oC, sakit tenggorokkan, sakit kepala, mual, muntah, malaise, dan nyeri perut. Diagnosis pasti hanya dengan menemukan virus pada biakan jaringan. c) Poliomyelitis non paralitik

Penyakit ini terjadi 1 % dari seluruh infeksi. Gejala klinis hampir sama dengan poliomyelitis abortif yang berlangsung 1-2 hari. Setelah itu suhu menjadi normal, tetapi lalu naik kembali (dromedary chart) disertai dengan gejala nyeri kepala, mual dan muntah lebih berat, dan ditemukan kekakuan pada otot belakang leher, punggung dan tungkai, dengan tanda Kernig dan Brudzinsky yang positif. Tanda-tanda lain adalah Tripod yaitu bila anak berusaha duduk dari sikap tidur, maka ia akan menekuk kedua lututnya ke atas, sedangkan kedua lengan menunjang ke belakang pada tempat tidur. d) Poliomyelitis paralitik Gejala klinisnya sama seperti poliomyelitis non paralitik disertai dengan kelemahan satu atau beberapa kelumpuhan otot skelet atau kranial. Gejala ini dapat menghilang selama beberapa hari dan kemudian timbul kembali disertai dengan kelumpuhan (paralitik) yaitu berupa paralisis flaksid yang biasanya unilateral dan simetris. Adapun bentuk-bentuk gejalanya antara lain (14) : - Bentuk spinal : Gejala kelemahan / paralisis atau paresis otot leher, abdomen, tubuh, diafragma, thoraks dan terbanyak ekstremitas bawah. - Bentuk bulbar : Gangguan motorik satu atau lebih syaraf otak dengan atau tanpa gangguan pusat vital yakni pernapasan dan sirkulasi. - Bentuk bulbospinal : Didapatkan gejala campuran antara bentuk spinal dan bentuk bulbar. Kadang ensepalitik dapat disertai gejala delirium, kesadaran menurun, tremor dan kadang kejang.

G. Penatalaksanaan dan Prognosis Poliomielitis Tidak ada pengobatan spesifik terhadap poliomyelitis. Penatalalaksaan bersifat simptomatis dan suportif (14) : - Infeksi abortif :

Istirahat sampai beberapa hari setelah temperatur normal. Kalau perlu dapat diberikan analgetik, sedatif. Jangan melakukan aktifitas selama 2 minggu. 2 bulan kemudian dilakukan pemeriksaan neuro-muskulosketal untuk mengetahui adanya kelainan. -

Non paralitik Sama dengan tipe abortif. Pemberian analgetik 15-30 menit setiap 2-4 jam. Fisioterapi dilakukan 3-4 hari setelah demam hilang. Fisioterapi bukan mencegah atrofi otot yang timbul tapi dapat mengurangi deformitas yang ada.

-

Paralitik Harus dirawat di rumah sakit karena sewaktu-waktu dapat terjadi paralisis pernapasan, dan untuk ini harus diberikan pernapasan mekanis. Bila rasa sakit telah hilang dapat dilakukan fisioterapi pasif dengan menggerakkan kaki/tangan. Prognosis Prognosis tergantung kepada jenis polio (subklinis, non-paralitik atau paralitik) dan bagian tubuh yang terkena.

Prognosis jelek pada bentuk bulbar, kematian biasanya

karena kegagalan fungsi pusat pernapasan atau infeksi sekunder pada jalan napas (14).

BAB III ALGORITMA

Elliot M. Frohman and Dean M. Wingerchuk. Transverse Myelitis. N Engl J Med. 2010: 363;6.

Elliot M. Frohman and Dean M. Wingerchuk. Transverse Myelitis. N Engl J Med. 2010: 363;6.

BAB IV Tabel Komparasi Pembanding SAP (sensory action potential) MCV (motor conduction velocity) CMAP (componed motor action potential) Denervasi MRI

ATM N/

Poliomyelitis normal

beberapa kasus

/normal

/-

+ Normal, tulang belakang membengak, hiperintensif-difus pada anterior horn cells

+ Hiperintensif pada anterior horn cells

33

SKEMA Definisi (Hal.4)

ATM (Hal. 7)

Myelitis (hal 4)

Klasifikasi Penyakit (Hal. 5 )

Poliomyelitis (Hal. 20)

Algoritma diagnosis (Hal. 30) Tatalaksana ATM (Hal. 17 ) Tatalaksana Poliomyelitis (Hal. 28) Tabel Komparasi (Hal. 32)

34

BAB V

Rangkuman/ Resume Myelitis adalah kelainan neurologi pada medulla spinalis (myelopati) yang disebabkan proses inflmasi. Serangan inflamasi pada medulla spinalis dapat merusak atau menghancurkan mielin yang merupakan selubung serabut sel saraf. Kerusakan ini menyebabkan jaringan parut pada sistem saraf yang menganggu hubungan antara saraf pada medulla spinalis dan tubuh. Beberapa literatur sering menyebutnya sebagai myelitis transverse atau myelitis transverse akut . Insiden myelitis dari seluruh usia anak hingga dewasa dilaporkan sebanyak 1-8 juta orang di Amerika Serikat, sekitar 1400 kasus baru per tahun yang didiagnosis di Amerika Serikat. Myelitis dapat disebabkan berbagai etiologi seperti infeksi bakteri dan virus, penyakit autoimun sistemik, beberapa sclerosis, SLE, Sjogren sindrome, pasca trauma, neoplasma, iskemik atau perdarahan saraf tulang belakang dan jarang penyebab iatrogenik. Pada kasus dimana penyebab dari myelitis tidak dapat diidentifikasi maka disebut sebagai idiopatik. Adapun beberapa jenis dari myelitis : 1. Poliomyelitis : penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus ke gray matter medulla spinalis dengan gejala kelemahan atau kelumpuhan otot, 2. Transverse myelitis : proses inflamasi di medulla spinalis disebabkan oleh demyelinasi aksonal meliputi kedua sisi tulang belakang. Acute Transverse Myelitis (ATM) adalah kelainan neurologi yang disebabkan oleh peradangan sepanjang medulla spinalis baik melibatkan satu tingkat atau segmen dari medulla spinalis. Istilah mielitis

34

menunjukkan peradangan pada medulla spinalis, trasversa menunjukkan posisi dari peradangan sepanjang medulla spinalis. ATM dapat diderita oleh orang dewasa dan anak – anak baik pada semua jenis kelamin maupun ras. ATM memiliki puncak insidensi yang berbeda yaitu umur : 10-19 dan 30-39 tahun. Ini menunjukkan tidak ada faktor predileksi seperti : ras, familial atau jenis kelamin pada kasus ATM. Sehingga antara laki-laki dan perempuan mempunyai probabilty yang sama untuk menderita ATM. ATM terjadi karena berbagai etiologi seperti infeksi langsung oleh virus , bakteri, jamur, maupun parasit, human immunodeficiency virus ( HIV ), varicella zoster, cytomegalovirus, dan TBC. ATM dapat

juga

terjadi sebagai komplikasi dari syphilis, campak, penyakit lyme, dan beberapa vaksinasi termasuk chikenpox dan rabies. Faktor etiologi lain dari ATM termasuk penyakit autoimmune sistemik (SLE, multiple sklerosis, Sjogren’s syndrome), sindrom paraneoplastik, penyakit vaskuler, iskemik

sumsum

tulang

belakang

meskipun

tidak

jarang

tidak

ditemukannya faktor penyebab ATM sehingga disebut sebagai "idiopatik". Hingga saat ini, para peneliti tidak dapat menentukan secara pasti penyebab ATM. Satu teori utama yang menyebabkan ATM adalah imun memediasi inflamasi sebagai hasil akibat terpapar dengan antigen viral. Molekuler mimicri dari viral dapat menstimulasi generasi antibodi yang dapat memberikan reaksi silang dengan antigennya sendiri, menghasilkan formasi imun kompleks dan aktivasi dari complement-mediated atau cellmediated yang dapat menimbulkan injury terhadap jaringannya sendiri. Infeksi juga dapat menyebabkan kerusakan langsung jaringan sumsum tulang.

35

ATM terjadi secara akut ( terjadi dalam beberapa jam sampai beberapa hari ) atau subakut ( terjadi dalam satu atau dua minggu ). Gejala umum yang muncul melibatkan gejala motorik, sensorik dan otonom. Beberapa penderita juga melaporkan mengalami spasme otot, gelisah, sakit kepala, demam, dan hilangnya selera. Dari beberapa gejala, muncul empat gejala klasik ATM yaitu kelemahan otot atau paralisis kedua lengan atau kaki, nyeri, kehilangan rasa pada kaki dan jari – jari kaki, disfungsi kandung kemih dan buang air besar. Gejala sensorik pada ATM adalah 1) Nyeri adalah gejala utama pada kira- kira sepertiga hingga setengah dari semua penderita ATM. Nyeri terlokalisir di pinggang atau perasaan yang menetap seperti tertusuk atau tertembak yang menyebar ke kaki, lengan atau badan, 2) Gejala lainnya berupa parastesia yang mendadak, hampir 80 % penderita ATM mengalami kepekaan yang tinggi terhadap sentuhan misalnya pada saat perpakaian

atau

sentuhan

ringan

dengan

jari

menyebabkan

ketidaknyamanan atau nyeri (disebut allodinia) Gejala motorik pada ATM : beberapa penderita mengalami tingkatan kelemahan yang bervariasi pada kaki dan lengan. Terjadi paraparesis (kelemahan pada sebagian kaki). Paraparesis sering menjadi paraplegia ( kelemahan pada kedua kaki dan pungung bagian bawah) Gejala otonom pada ATM berupa gangguan fungsi kandung kemih seperti retensi urin dan buang air besar hingga gangguan pasase usus dan disfungsi seksual sering terjadi. Pemulihan dapat tidak terjadi, sebagian atau komplit dan secara umum dimulai dalam satu sampai tiga bulan. Dan pemulihan tampaknya

36

tidak akan terjadi, jika tidak ada perkembangan dalam tiga bulan. ATM biasanya adalah penyakit monofasik dan jarang rekuren. ATM memiliki diagnosis diferensial yang luas. Anamnesis berupa keluhan, riwayat medis, tinjauan sistem medis, sosial serta riwayat perjalanan, dan pemeriksaan fisik secara umum dapat memberikan petunjuk kasus ATM terhadap kemungkinan infeksi atau penyebab paraneoplastik, serta penyebab terkait dengan inflamasi sistemik atau penyakit autoimun. Pemeriksaan penunjang untuk diagnosis ATM berupa MRI dan pungsi lumbal. MRI direkomendasikan untuk menyingkirkan adanya lesi struktural dan lumbal pungsi untuk mengetahui penyebab inflamasi. Tes laboratorium seperti : indeks IgG, vPCR virus, antibodi lyme

dan

mikoplasma, dan VDRL, terjadinya myelitis setelah infeksi atau vaksinasi tidak menghalangi kebutuhan untuk evaluasi lebih lanjut, karena infeksi atau imunisasi juga dapat memicu serangan myelitis. Penatalaksanaan mencegah

progesifitas

pada kasus ATM pada prinsipnya sama yaitu ATM

sehingga

lini

pertama

diberikan

kortikosteroid berupa dexamethason atau prednisolon. Terapi Plasma exchange diberikan bagi pasien yang tidak berespon pada pemberian kortikosteroid. Poliomielitis merupakan penyakit menular akut yang disebabkan oleh virus dengan predileksinya merusak sel anterior masa kelabu sumsum tulang belakang (anterior horn cells of the spinal cord) dan batang otak (brain stem); dengan akibat kelumpuhan otot-otot dengan distribusi dan tingkat yang bervariasi serta bersifat permanen. Penyakit poliomyelitis tersebar di seluruh dunia. Manusia merupakan satu-satunya reservoir penyakit ini. Pada akhir tahun 1940-an 37

dan awal tahun 1950-an epidemi poliomyelitis secara teratur ditemukan di AS dengan 15.000-21.000 kasus kelumpuhan setiap tahunnya. Hingga saat ini kasus poliomyelitis jarang di negara barat, polio masih endemik di Asia selatan

dan

Afrika,

terutama

Pakistan,

dan

Nigeria.

Amerika

mendeklarasikan bebas polio tahun 1994 dan Eropa bebas polio pada tahun 2002.

Mortalitas

tinggi

terutama

pada

poliomyelitis

tipe

paralitik,disebabkan oleh komplikasi berupa kegagalan nafas. Poliomielitis terbagi menjadi 4 bagian, yaitu: 1. Poliomielitis asimtomatis 2. Poliomielitis abortif 3. Poliomielitis non paralitik 4. Poliomielitis paralitik : dibagi menjadi 2 yaitu paralisis spinal dan paralisis bulbar. Penyebab polio adalah virus polio. Virus polio merupakan RNA virus dan termasuk famili Picornavirus dari genus Enterovirus. Virus polio tahan terhadap Ph asam tetapi mati terhadap bahan panas, formalin, klorin dan sinar ultraviolet. Penularan virus terjadi melalui secara langsung dari orang ke orang, tinja penderita, percikan ludah penderita. Virus polio masuk melalui mulut dan hidung, berkembang biak di dalam tenggorokkan dan saluran pencernaan, diserap dan disebarkan melalui sistem pembuluh darah dan getah bening. Virus ini dapat memasuki aliran darah dan dan mengalir ke sistem saraf pusat menyebabkan melemahnya otot dan kadang kelumpuhan (paralisis).

38

Gejala klinis poliomyelitis a) Poliomyelitis asimtomatis Gejala klinis : setelah masa inkubasi 9-12 hari, tidak terdapat gejala. b) Poliomyelitis abortif Timbul mendadak dan berlangsung 1-3 hari dan gejala klinisnya berupa panas dan jarang melebihi 39,5 oC, sakit tenggorokkan, sakit kepala, mual, muntah, malaise, dan nyeri perut. c) Poliomyelitis non paralitik Gejala klinis hampir sama dengan poliomyelitis abortif yang berlangsung 1-2 hari. Setelah itu suhu menjadi normal, tetapi lalu naik kembali (dromedary chart) disertai dengan gejala nyeri kepala, mual dan muntah lebih berat, dan ditemukan kekakuan pada otot belakang leher, punggung dan tungkai, dengan tand Kernig dan Brudzinsky yang positif. Tanda-tanda lain adalah Tripod yaitu bila anak berusaha duduk dari sikap tidur, maka ia akan menekuk kedua lututnya ke atas, sedangkan kedua lengan menunjang ke belakang pada tempat tidur. d) Poliomyelitis paralitik Gejala klinisnya sama seperti poliomyelitis non paralitik disertai dengan kelemahan satu atau beberapa kelumpuhan otot skelet atau kranial. Gejala ini dapat menghilang selama beberapa hari dan kemudian timbul kembali disertai dengan kelumpuhan (paralitik) yaitu berupa paralisis flaksid yang biasanya unilateral dan simetris. Penatalaksanaan Poliomielitis dimana tidak ada pengobatan spesifik terhadap poliomyelitis. Penatalalaksaan bersifat simptomatis dan suportif. Prognosis tergantung kepada jenis polio (subklinis, non-paralitik atau paralitik) dan bagian tubuh yang terkena. Prognosis jelek pada bentuk 39

bulbar, kematian biasanya karena kegagalan fungsi pusat pernapasan atau infeksi sekunder pada jalan napas.

Kesimpulan 

Myelitis adalah kelainan neurologi pada medulla spinalis (myelopati) yang disebabkan proses inflamasi.



Insiden myelitis dari seluruh usia anak hingga dewasa dilaporkan sebanyak 1-8 juta orang di Amerika Serikat, sekitar 1400 kasus baru per tahun yang didiagnosis di Amerika Serikat.



Myelitis dapat disebabkan berbagai etiologi seperti infeksi bakteri dan virus, penyakit autoimun sistemik, beberapa sclerosis, SLE, Sjogren sindrome, pasca trauma, neoplasma, iskemik atau perdarahan saraf tulang belakang dan jarang penyebab iatrogenik. Pada kasus dimana penyebab dari myelitis tidak dapat diidentifikasi maka disebut sebagai idiopatik.



Adapun beberapa jenis dari myelitis : 1. Poliomyelitis : penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus ke gray matter medulla spinalis dengan gejala kelemahan atau kelumpuhan otot, 2. Transverse myelitis : proses inflamasi di medulla spinalis disebabkan oleh demyelinasi aksonal meliputi kedua sisi tulang belakang.



Acute Transverse Myelitis (ATM) adalah kelainan neurologi yang disebabkan oleh peradangan sepanjang medulla spinalis baik melibatkan satu tingkat atau segmen dari medulla spinalis.



ATM dapat diderita oleh orang dewasa dan anak – anak. ATM memiliki puncak insidensi yang berbeda yaitu umur : 10-19 dan 30-39 tahun. Ini menunjukkan tidak ada faktor predileksi seperti : ras, familial atau jenis kelamin pada kasus ATM.

40



ATM terjadi karena berbagai etiologi seperti infeksi langsung oleh virus , bakteri, jamur, maupun parasit, penyakit autoimmune sistemik (SLE, multiple sklerosis, Sjogren’s syndrome), sindrom paraneoplastik, penyakit vaskuler, iskemik sumsum tulang belakang meskipun tidak jarang tidak ditemukannya faktor penyebab ATM sehingga disebut sebagai "idiopatik". Hingga saat ini, para peneliti tidak dapat menentukan secara pasti penyebab ATM. Satu teori utama yang menyebabkan ATM adalah imun memediasi inflamasi sebagai hasil akibat terpapar dengan antigen viral.



ATM terjadi secara akut (terjadi dalam beberapa jam sampai beberapa hari) atau subakut (terjadi dalam satu atau dua minggu). Gejala umum yang muncul melibatkan gejala motorik, sensorik dan otonom.



ATM memiliki diagnosis diferensial yang luas. Anamnesis berupa keluhan, riwayat medis, tinjauan sistem medis, sosial serta riwayat perjalanan, dan pemeriksaan fisik secara umum dapat memberikan petunjuk kasus ATM terhadap kemungkinan infeksi atau penyebab paraneoplastik, serta penyebab terkait dengan inflamasi sistemik atau penyakit autoimun. Pemeriksaan penunjang untuk diagnosis ATM berupa MRI dan pungsi lumbal.



Penatalaksanaan pada kasus ATM pada prinsipnya sama yaitu mencegah progesifitas ATM sehingga lini pertama diberikan kortikosteroid. Terapi Plasma exchange diberikan bagi pasien yang tidak berespon pada pemberian kortikosteroid.



Poliomielitis merupakan penyakit menular akut yang disebabkan oleh virus dengan predileksinya merusak sel anterior masa kelabu sumsum tulang belakang (anterior horn cells of the spinal cord) dan batang otak (brain stem); dengan akibat kelumpuhan otot-otot dengan distribusi dan tingkat yang bervariasi serta bersifat permanen.

41



Poliomielitis terbagi menjadi 4 bagian, yaitu: 1. Poliomielitis asimtomatis, 2.

Poliomielitis abortif, 3.

Poliomielitis non paralitik, 4. Poliomielitis

paralitik : dibagi menjadi 2 yaitu paralisis spinal dan paralisis bulbar. 

Penyebab polio adalah virus polio. Penularan virus terjadi melalui secara langsung dari orang ke orang, tinja penderita, percikan ludah penderita.



Penatalaksanaan Poliomielitis dimana tidak ada pengobatan spesifik terhadap

poliomyelitis.

Penatalalaksaan

bersifat

simptomatis

dan

suportif.Prognosis tergantung kepada jenis polio (subklinis, non-paralitik atau paralitik) dan bagian tubuh yang terkena.

42

BAB VI PENUTUP Saran Myelitis merupakan masalah kesehatan penting, dimana salah satunya poliomyelitis masih terjadi Indonesia walaupn bukan endemi di Indonesia. Oleh karena itu, diperlukan pemahaman yang lebih mendalam dari praktisi kesehatan terutama yang berada di lini terdepan untuk mengenali, menyaring, dan mendiagnosis secara tetap kasus yang ditemukan di masyarakat agar penanganan tepat dan cepat dapat segera dilaksanakan. Masih diperlukan pembahasan lebih lanjut dan mendalam mengenai berbagai penyakit lainnya.

DAFTAR PUSTAKA 1.

Transverse Myelitis fact sheet. National Institute of Neurological Disorders and Stroke. 2012.

2.

Timothy W West. Transverse Myelitis- A Review Of The Presentation, Diagnosis And Initial Management. 2013.

3.

Varina L. Wolf, Pamela J. Lupo and Timothy E. Lotze. Pediatric Acute Transverse Myelitis Overview and Differential Diagnosis. J Child Neurol. 2012; 27: 1426.

43

4.

Muzaffer Keklik, Leylagul Kaynar, Afra Yildirim, et al. An Acute Transverse Myelitis Attack after Total Body Irradiation: A Rare Case. Case Reports in Hematology. 2013.

5.

Elliot M. Frohman and Dean M. Wingerchuk. Transverse Myelitis. N Engl J Med. 2010: 363;6.

6.

Anonymous. Diakses dari Wikipedia pada tanggal 22 Oktober 2013.

7.

Poser C.M. Notes on the Epidemiology of Neuroepidemiolgy. 1983; 2:266-69.

8.

Douglas Kerr. The history of TM : The Origins Of The Name And The Identification Of The Disease. The transverse myelitis association. 2013.

9.

Kamus Kedokteran Dorland. 2007.

10.

Sema Y et al. Transverse Myelitis caused by varicella zoster : case report.Braz J Infect Dis. 2007 ; 11 : 1.

11.

Amer Awad and olaf Stuve. Idiopathic transverse myelitis and neuromyelitis optica : clinical profiles, pathofisiology ang therapeutic choices. Current neuropharmacology.2001:9; 417-428.

12.

Transverse Myelitis Consortium Working Group. Proposed diagnostic criteria and nosology of acute transverse myelitis. Neurology 2002; 59: 499–505.

13.

T.F. Scott, E.M. Frohman, J. De Seze, et al. Evidence-based guideline: Clinical evaluation and treatment of transverse myelitis: Report of the Therapeutics and Technology Assessment Subcommittee of the American Academy of Neurology .Neurology. 2011;77;2128-2134.

14.

Syahril Pasaribu. Aspek Diagnostik Poliomielitis. USU 2005.

15.

The late effects of Polio. Information for general practitioners. 2001.

16.

Centers for Disease Control and Prevention (CDC). Our Progress Against Polio. 2013.

17.

Atkinson W, Hamborsky J, McIntyre L, Wolfe S. 2009. "Poliomyelitis" Epidemiology and Prevention of Vaccine-Preventable Diseases (The Pink Book) (11th ed.). Washington DC: Public Health Foundation. pp. 231–44.

44

Transverse Myelitis.

45