NOVEL, CERPEN, DAN PUISI

Download lingkungan kehidupan pengarangnya sebagai anggota masyarakat. ( Wahyuningtiyas dan Santosa ... jenis sastra prosa dan puisi, prosa mempunyai...

0 downloads 590 Views 527KB Size
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra (novel, cerpen, dan puisi) adalah karya imajinatif, fiksional, dan ungkapan ekspresi pengarang dan perpaduan antara imajinasi pengarang dengan kehidupan sosial yang kompleks (Susanto, 2012:32). karya sastra dapat dianggap sebagai cermin kehidupan sosial masyarakatnya karena masalah yang dilukiskan dalam karya sastra merupakan masalah-masalah yang ada di lingkungan

kehidupan

pengarangnya

sebagai

anggota

masyarakat

(Wahyuningtiyas dan Santosa, 2011:23-24). Karya sastra dianggap sebagai sesuatu yang menampilkan kualitas estetis, yang paling beragam sekaligus paling tinggi. Hakikat bahasa sebagai medium menyebabkan hadirnya berbagai mediasi sehingga melahirkan berbagai aspek estetis (Wahyuningtiyas dan Santosa, 2011:43). Karya sastra merupakan sebuah sistem yang mempunyai konvensikonvensi sendiri. Dalam sastra ada jenis-jenis sastra (genre) dan ragam-ragam; jenis sastra prosa dan puisi, prosa mempunyai ragam-ragam; cerpen, novel dan roman (ragam utama) (Pradopo, 2013:122). Cerpen menurut Stanton (2012:75-76) adalah cerita yang terdiri atas lima belas ribu kata atau sekitar lima puluh halaman. Dan dalam cerpen, pengarang menciptakan karakter-karakter, semesta mereka, dan tindakan-tindakannya sekaligus secara bersamaan. Cerpen merupakan salah satu bentuk karya sastra.

Nurgiyantoro (2013:4) mengungkapkan bahwa cerpen sebagai karya fiksi menawarkan dunia dengan model kehidupan yang diidealkan, dunia imajinatif yang dibangun melalui unsur intrinsiknya seperti peristiwa, plot, tokoh dan penokohan, latar, sudut pandang, dan lain-lain yang semuanya bersifat imanjinatif. Nurgiyantoro (2013:12) menambahkan bahwa cerpen adalah cerita yang pendek. Akan tetapi, berupa ukuran panjang dan pendek itu memang tidak ada aturannya, tidak ada satu kesepakatan di antara pengarang dan para ahli. Cerita pendek yang diteliti dalam penelitian ini adalah “Al-Ḥubbu walMautu” dalam antalogi cerpen Qiṣaṣun Faransiyyatun karya Muḥammad AsSibāʻī halaman 46-52. Karya ini diterbitkan oleh Perpustakaan Iskandariyah pada tanggal 1 Januari 1994. Cerpen ini menceritakan tentang kegilaan seorang wanita karena anaknya meninggal dunia akibat penyakit cacar. Wanita itu sendiri lebih mementingkan kecantikan dirinya daripada kondisi anaknya yang pada saat itu mengalami penyakit cacar. Muḥammad As-Sibāʻī adalah salah satu sastrawan Arab yang berasal dari Mesir. Dia telah menulis banyak karya dalam bentuk antologi cerpen, yaitu Qiṣaṣun Faransiyyatun, Qiṣaṣun Rūsiyyatun, Qiṣaṣun Injlīziyyatun, Yaumiyāt Ḥimar

min

Miṣr,

Qiṣaṣun

manūʻāt,

Aṣ-ṣuwar,

dan

Al-Khādimatu

(www.Goodread.com). Sebagai sebuah karya sastra, cerpen ini merupakan sebuah struktur yang mempunyai unsur-unsur yang saling berkaitan. Oleh karena itu, untuk mengetahui unsur-unsur dan keterkaitannya tersebut, digunakan teori struktural.

1.2 Permasalahan Berdasarkan latar belakang tersebut, maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah apa saja unsur-unsur intrinsik dan keterkaitan antar unsurnya yang terkandung dalam cerpen “Al-Ḥubbu wal-Mautu” dalam antologi Qiṣaṣun Faransiyyatun karya Muhammad As-Sibāʻī.

1.3 Tujuan Penelitian Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah untuk menguraikan unsur-unsur intrinsik dan keterkaitannya yang terdapat dalam cerpen “Al-Ḥubbu wal-Mautu” dalam antologi Qiṣaṣun Faransiyyatun karya Muḥammad As-Sibāʻī.

1.4 Tinjauan Pustaka Sejauh pengamatan penulis, penelitian cerpen atau novel dengan menggunakan teori struktural sudah banyak dilakukan, termasuk di prodi sastra Arab Universitas Gadjah Mada (UGM). Penelitian cerpen yang menggunakan analisis struktural Robert Stanton telah banyak diklakukan. Di antara penelitian yang menggunakan analisis struktural Robert Stanton adalah penelitian yang dilakukan oleh Serena (2015) dengan judul “Unsur-Unsur Intrinsik Cerpen “Kullu Hażā al-Ḥubbu” dalam Antologi Cerpen “Ulbatun min aṣ-Ṣāfihi karya Iḥsan „Abdul Quddūs: Analisis Struktural Robert Stanton”. Dalam penelitiannya, Serena mengungkapkan bahwa unsur-unsur yang ada dalam cerpen “Kullu Hażā alḤubbu” saling berkaitan satu sama lain sehingga makna yang sebenarnya dapat

dipahami. Tema utama dalam cerpen tersebut adalah bagi laki-laki, pernikahan harus berdasar pada cinta. Sedangkan bagi wanita, pernikahan adalah pengabduan adanya cinta. Penelitian cerpen yang menggunakan analisis struktural Robert Stanton pernah dilakukan juga oleh Lukman (2015) dengan judul “Unsur-Unsur Intrinsik Cerpen “Al-Ḥubbu „Alā Kursiyyin Mutaḥarrikin” dalam Antologi Cerpen AlḤubbu „Alā Kursiyyin Mutaḥarrikin Karya Fuʻād Qandil: Analisis Struktural Robert Stanton. Dalam penelitiannya, Lukman mengungkapkan bahwa unsurunsur intrinsik memiliki keterkaitan antara satu dengan lainnya sehingga terbangun satu kesatuan makna yang utuh. Tema utama dalam cerpen tersebut adalah perjuangan untuk mewujudkan cita-cita yang sama dapat menyatukan sekat-sekat antar individu. Adapun terkait dengan objek material, penelitian terhadap cerpen “AlḤubbu wal-Mautu” dalam antologi cerpen Qiṣaṣun Faransiyyatun karya Muḥammad As-Sibāʻī belum pernah dilakukan oleh peneliti terdahulu universitas yang menyelenggarakan pendidikan bahasa Arab, baik dari aspek linguistik maupun aspek sastranya. Oleh karena itu, hal tersebut menjadi alasan kuat bagi penulis untuk meneliti cerpen “Al-Ḥubbu wal Mautu” dengan menggunakan analisis struktural. Begitupun dengan karya-karya lain Muḥammad As-Sibāʻī seperti Qiṣaṣun Faransiyyatun, Qiṣaṣun Rūsiyyatun, Qiṣaṣun Injilīziyyatun, Yaumiyāt Ḥimar min Miṣr, Qiṣaṣun Manūʻāt, Aṣ-Ṣuwar, dan Al-Khādimatu belum pernah diteliti juga.

1.5 Landasan Teori Teori yang digunakan dalam menganalisis cerita pendek “Al-Ḥubbu walMautu” karya Muhammad As-Sibāʻī ini adalah teori struktural. Teeuw berpendapat (2013:105), bahwa teori struktural adalah suatu disiplin ilmu atau sebuah teori yang memandang karya sastra sebagai suatu struktur yang terdiri atas beberapa unsur yang saling berkaitan tanpa dipengaruhi faktor-faktor dari luar. Teeuw

(2013:106-107)

mengungkapkan

bahwa

analisis

struktural

bertujuan membongkar dan memaparkan secermat, seteliti, mendetail, dan mendalam mungkin keterkaitan dan keterjalinan semua anasir dan aspek karya sastra yang bersama-sama menghasilkan makna menyeluruh dan harus diarahkan oleh ciri khas sastra yang hendak dianalisis. Strukturalisme memberikan perhatian terhadap kajian unsur-unsur teks kesastraan. Setiap teks sastra memiliki unsur yang berbeda dan tidak ada satu teks pun yang sama persis. Analisis struktural karya sastra dalam karya fiksi, mesti fokus pada unsur-unsur intrinsik pembangunnya. Ia dapat dilakukan dengan mengidentifikasi, mengkaji, dan mendeskripsikan fungsi dan hubungan antarunsur intrinsik fiksi yang bersangkutan. Mula-mula diidentifikasi dan dideskripsikan, misalnya bagaimana keadaan peristiwa-peristiwa, plot, tokoh dan penokohan, latar, sudut pandang dan lain-lain (Nurgiyantoro, 2013:60). Adapun teori struktural yang digunakan untuk menganalisis cerpen “AlḤubbu wal-Mautu” karya Muhammad As-Sibāʻī adalah pendapat Robert Stanton. Stanton (2012:20-22) membagi unsur intrinsik menjadi tiga bagian, yaitu: fakta cerita (fact), tema (theme), dan sarana cerita (literary device).

Fakta cerita ialah hal-hal yang diceritakan dalam sebuah prosa fiksi. Fakta cerita terdiri dari 3 bagian, yakni karakter, alur, dan latar. Elemen-elemen ini berfungsi sebagai catatan kejadian imajinatif dari sebuah cerita. Jika dirangkum menjadi satu, semua elemen ini dinamakan „struktur faktual‟ atau „tingkatan faktual‟ cerita apa yang disebut sebab struktur faktual cerita hanyalah salah satu cara bagaimana detail-detail diorganisasikan yang juga akan membentuk berbagai pola yang ada gilirannya akan mengemban tema (Stanton, 2012:22-23). Stanton (2012:33) mengatakan ˈkarakterˈ biasanya dipakai dalam dua konteks. Konteks pertama, karakter merujuk pada individu-individu yang muncul dalam cerita. Konteks kedua, karakter merujuk pada pencampuran dari berbagai kepentingan, keinginan, emosi, dan prinsip moral dari individu-individu tersebut. Dalam sebagian besar cerita dapat ditemukan ˈkarakter utamaˈ, yaitu karakter yang terkait dengan semua peristiwa yang berlangsung dalam cerita. Biasanya, peristiwa-peristiwa ini menimbulkan perubahan pada diri sang karakter atau pada sikap kita terhadap karakter tersebut. Alasan seorang karakter untuk bertindak sebagaimana yang ia lakukan dinamakan ˈmotivasiˈ. Nurgiyantoro (2013: 258) membedakan tokoh menjadi dua, yakni tokoh utama dan tokoh tambahan. Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaanya dalam novel yang bersangkutan, ia merupakan tokoh yang paling banyak diceritakan. Baik sebagai pelaku kejadian maupun yang dikenai kejadian. Adapun untuk tokoh tambahan adalah tokoh yang tidak sentral kedudukannya dan hanya menjadi pelengkap dalam cerita.

Alur merupakan tulang punggung cerita. Sama halnya dengan elemenelemen lain, alur memiliki hukum-hukum sendiri; alur hendaknya memiliki bagian awal, tengah, dan akhir yang nyata, meyakinkan dan logis, dapat memunculkan sekaligus mengakhiri ketegangan-ketegangan (Stanton, 2012:2628). Stanton (2012:31) menambahkan bahwa terdapat dua elemen dasar yang membangun alur, yaitu konflik dan klimaks. Sementara latar adalah lingkungan yang melingkupi sebuah peristiwa dalam cerita, semesta yang berinteraksi dengan peristiwa-peristiwa yang sedang berlangsung. Latar juga dapat berwujud waktu-waktu tertentu (hari, bulan, dan tahun), cuaca, atau satu periode sejarah. Meski tidak langsung merangkum sang karakter utama, latar dapat merangkum orang-orang yang menjadi dekor dalam cerita (Stanton, 2012:35). Unsur yang kedua adalah tema. Tema merupakan aspek cerita yang sejajar dengan ˈmaknaˈ dalam pengalaman manusia; sesuatu yang menjadikan suatu pengalaman begitu diingat. Tema merupakan elemen yang relevan dengan setiap peristiwa dan detail sebuah cerita, ada banyak cerita yang menggambarkan dan menelaah kejadian atau emosi yang dialami manusia (Stanton, 2012:36-37). Menurut Stanton (2012:41-42) tema adalah makna yang dapat merangkum semua elemen dalam cerita dengan cara yang paling sederhana. Cara paling efektif untuk mengenali tema adalah dengan mengamati secara teliti setiap konflik yang ada di dalamnya Sarana-sarana sastra dapat diartikan sebagai metode (pengarang) memilih dan menyusun detail cerita agar tercapai pola-pola yang bermakna (Stanton,

2012:46). Sarana-sarana terdiri atas lima bagian, yaitu judul, sudut pandang, gaya dan tone, simbolisme dan ironi. Menurut Stanton (2012:51) judul selalu relevan terhadap karya yang diampunya sehingga berkaitan erat. Judul mengacu pada karakter utama, latar, dan detail yang tidak menonjol. Adapun tentang sudut pandang, Stanton (2012:53) mengungkapkan bahwa sudut pandang adalah suatu hal yang memiliki posisi yang berbeda, memiliki hubungan yang berbeda di tiap peristiwa dalam tiap cerita; di dalam atau di luar satu karakter, menyatu atau terpisah secara emosional. Nurgiyantoro (2013:338) berpendapat sudut pandang pada hakikatnya adalah sebuah cara, strategi, atau siasat yang secara sengaja dipilih pengarang untuk mengungkapkan cerita dan gagasannya. Gaya adalah cara pengarang dalam menggunakan bahasa. Satu elemen yang berkaitan dengan gaya dan tone. Stanton (2012:61) mengungkapkan bahwa tone adalah sikap emosional pengarang yang ditampilkan dalam cerita. Tone bisa menampak dalam berbagai wujud, baik yang ringan, romantis, ironis, misterius, senyap, bagai mimpi, atau penuh perasaan (Stanton, 2012:63). Sementara simbolisme adalah suatu cara untuk memunculkan gagasan dan emosi dalam pikiran pembaca. Simbol dapat berwujud detai-detail konkret dan faktual dan memiliki kemampuan untuk memunculkan gagasan dan emosi dalam pemikiran pembaca. Simbolisme dapat muncul tiga efek yang masing-masing bergantung pada bagaimana simbol bersangkutan digunakan (Stanton, 2012:64). Adapun ironi adalah cara untuk menunjukkan bahwa suatu yang berlawanan dengan apa yang telah diduga sebelumnya (Stanton, 2012:71).

1.6 Metode Penelitian Metode yang berkaitan dengan teori yang digunakan untuk menganalisis data adalah metode struktural, yaitu membongkar secara struktural unsur-unsur intrinsik yang terdapat dalam sebuah karya sastra dan dipaparkan secermat dan semendalam mungkin sehingga diperoleh pemahaman yang menyeluruh terhadap karya tersebut (Teeuw, 2013:135). Analisis struktural bukanlah penjumlahan unsur-unsur yang ada di dalam karya sastra, tetapi yang terpenting adalah sumbangan yang diberikan oleh masing-masing

unsur

dalam

menghasilkan

makna

atas

terkaitan

dan

keterjalinannya antara beberapa tataran fonik, morfologis, sintaksis, dan semantik (Teeuw, 1984:135-136). Bagi analisis semacam itu tidak ada sebuah metode yang efektif dan diterapkan karena setiap karya sastra memerlukan metode analisis yang sesuai dengan sifat dan struktur karya sastra yang diteliti. Karena itu, perbedaan analisisnya tergantung dominannya unsur-unsur karya sastra. Dominannya unsurunsur karya sastra tertentu mau tak mau harus memainkan peranan penting dalam menghasilkan makna (Teeuw, 1984:136). Adapun unsur-unsur karya sastra lain yang dipandang kurang dominan harus mengabdi pada unsur-unsur yang dipandang dominan (Teeuw, 1984:137). Menurut Nurgiyantoro (2013:37) metode analisis struktural, dalam hal ini, dapat dilakukan dengan mengidentifikasi, mengkaji dan mendeskripsikan unsurunsur intrinsik yang terkandung dalam cerita ini, yakni tokoh dan penokohan, alur, latar dan moral, sudut pandang dan hubungan antar unsurnya. Mula-mula

diidentifikasikan, misalnya, bagaimana alur, tokoh dan penokohan, latar, tema dan moral, dan sudut pandang. Setelah itu dijelaskan bagaimana fungsi masingmasing unsur itu dalam menunjang makna keseluruhannya dan bagaimana hubungan antarunsur itu sehingga secara bersama membentuk sebuah totalitas kemaknaan yang padu. Metode analisis struktural dilakukan melalui metode deskriptif analisis. Metode deskriptif analisis dilakukan dengan cara mendeskripsikan fakta-fakta yang menyangkut unsur-unsur intrinsik yang kemudian disusul dengan analisis (Ratna, 2011:53). Langkah-langkah yang akan dilakukan untuk menganalisis dalam penelitian ini adalah mengidentifikasikan dan mendeskripsikan unsur-unsur intrinsik yang terdapat dalam cerpen “Al-Hubbu wal-Mautu”. Adapun unsurunsur intrinsik yang akan diteliti adalah, fakta cerita, yang meliputi karakter, alur, dan latar, kemudian tema serta sarana cerita yang meliputi sudut pandang dan judul karena unsur-unsur tersebut dipandang sebagai unsur yang dominan membangun cerita dalam cerpen “Al-Ḥubbu wal-Mautu”.

1.7 Sistematika Penulisan Sistematika penulisan dalam penelitian ini disajikan dalam empat bab. Bab pertama berisi pendahuluan yang meliputi latar belakang, permasalahan, tujuan penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode penelitian, sitematika penulisan, dan pedoman transliterasi. Bab kedua biografi tentang Muḥammad AsSibāʻī serta sinopsis cerpen dan Bab ketiga analisis struktural terhadap unsurunsur intrinsik cerpen “Al-Ḥubbu wal-Mautu”. Bab keempat berisi kesimpulan.

1.8 Transliterasi Arab-Latin Pedoman transliterasi Arab-Latin yang digunakan dalam penelitian ini berdasarkan Surat Keputusan Bersama Menteri Agama dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor: 158/1987 dan Nomor: 0543 b/U/1987.

a. Konsonan Fonem konsonan bahasa Arab yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan huruf, dalam transliterasi ini sebagian dilambangkan dengan tanda, dan sebagian yang lain dengan huruf dan tanda sekaligus. Di bawah ini daftar huruf Arab dan transliterasinya ke huruf latin.

Huruf Arab

Nama

Huruf Latin

‫ا‬

Alif

‫ب‬ ‫ت‬ ‫ث‬ ‫ج‬

Bā` Tā` Ṡā` Jīm

Tidak dilambangkan B T Ṡ J

‫ح‬

Hā`



‫خ‬ ‫د‬ ‫ذ‬ ‫ر‬ ‫ز‬ ‫س‬ ‫ش‬ ‫ص‬

Khā` Dal Żal Rā` Zai Sīn Syīn Ṣād

Kh D Ż R Z S Sy Ṣ

Keterangan Tidak dilambangkan Be Te Es (dengan titik di atas) Je Ha (dengan titik di bawah) Ka dan ha De Zet (dengan titik di atas) Er Zet Es Es dan ye Es (dengan titik di bawah)

‫ض‬

Dād



‫ط‬

Ṭāˋ



‫ظ‬

Ẓāˋ



‫ع‬ ‫غ‬ ‫ف‬ ‫ق‬ ‫ك‬ ‫ل‬ ‫م‬ ‫ن‬ ‫و‬ ‫ﮬ‬ ‫ء‬ ‫ي‬

‘ain Gain Fāˋ Qāf Kāf Lām Mīm Nūn Wāwu Hāˋ Hamzah Yā`

ʽ G F Q K L M N W H ˋ Y

De (dengan titik di bawah) Te (dengan titik di bawah) Zet (dengan titik di bawah) Koma terbalik (di atas) Ge Ef Ki Ka El Em En We Ha Apostrof Ye

b. Vokal Vokal bahasa Arab terdiri dari vokal tunggal atau monoftong, vokal rangkap atau diftong, dan vokal panjang. Vokal tunggal bahasa Arab yang lambangnya berupa tanda atau harakat. Vokal rangkap bahasa Arab yang lambangnya berupa gabungan harakat dan huruf. Vokal panjang lambangnya berupa harakat dan huruf. Berikut transliterasinya Vokal tunggal

c.

Vokal rangkap

Vokal panjang

Tanda

Latin

Tanda

Latin

Tanda

Latin

َ

A

‫ي‬...َ

Ai

‫ا‬...َ

Ā

َ

I

‫و‬...َ

Au

‫ي‬...َ

Ī

َ

U

‫ و‬...َ

Ū

Marbūṭah

Tā`

Transliterasi untuk tā` marbūṭah ada dua. Pertama, tā` marbūṭah hidup atau mendapat harakat fatḥah, kasrah, atau ḍammah, transliterasinya adalah /t/. Kalau pada kata yang terakhir dengan tā` marbūṭah diikuti oleh kata yang menggunakan kata sandang al serta bacaan kedua kata itu terpisah, maka tā` marbūṭah itu ditransliterasikan dengan /h/. ‫المديىة المىىرة‬: al-Madinatul-Munawwaratu.

d. Syaddah (tasydīd) Syaddah atau tasydīd dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan sebuah tanda, tanda syaddah tersebut dilambangkan dengan huruf, yaitu huruf yang sama dengan huruf yang diberi tanda syaddah tersebut. Contoh: ‫ وشل‬: nazzala

e. Kata Sandang Transliterasi kata sandang dibedakan atas kata sandang yang diikuti oleh huruf syamsiyyah dan kata sandang yang diikuti oleh huruf qamariyyah. Kata sandang yang diikuti oleh huruf syamsiyyah ditransliterasikan sesuai dengan bunyinya, yaitu huruf /I/ diganti dengan huruf yang sama dengan huruf yang langsung mengikuti kata sandang tersebut. Contoh: ‫ الشمس‬: asy-syamsu Kata sandang yang diikuti huruf qamariyah ditransliterasikan sesuai dengan bunyinya, yaitu /I/ ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya. Contoh: ‫القمز‬: al-qamaru.

f. Hamzah Hamzah ditransliterasikan dengan apostrof jika terletak di tengah dan akhir kata. Bila terletak di awal kata, tidak dilambangkan karena dalam tulisan Arab berupa alif. Contoh: ‫ إن‬: inna, ‫ يأخذ‬: ya`khużu, ‫شيء‬: syai`un

g. Penulisan Kata Pada dasarnya, setiap kata ditulis terpisah, tetapi untuk kata-kata tertentu yang penulisannya dalam huruf Arab sudah lazim dirangkaikan dengan kata lain karena ada huruf atau harakat yang dihilangkan, maka transliterasinya dirangkaikan dengan kata lain yang mengikutinya. Contoh: ‫ وإن هللا لهى خيز الزاسقيه‬: Wa innallāha lahuwa khair ar-rāziqīn atau Wa innallāha lahuwa khairur-rāziqīn.

h. Huruf Kapital Meskipun dalam sistem tulisan Arab tidak dikenal huruf kapital, tetapi dalam transliterasinya, huruf kapital digunakan sesuai dengan ketentuan Ejaan Yang Disempurnakan (EYD). Contoh: ‫ومامحمدإالرسىل‬: Wa mā Muḥammadun illā rasūl