OKTOBER 2012 Ringkasan UNICEF INDONESIA Kajian

2 akses ke air bersih yang layak minum dan sanitasi dasar dapat berkurang. Bagi Indonesia, ini berarti Indonesia perlu mencapai angka peningkatan akse...

21 downloads 536 Views 403KB Size
RingkasanKajian OKTOBER 2012

UNICEF INDONESIA

Air Bersih, Sanitasi & Kebersihan Isu penting

S

anitasi dan perilaku kebersihan yang buruk serta air minum yang tidak aman berkontribusi terhadap 88 persen kematian anak akibat diare di seluruh dunia. Bagi anak-anak yang bertahan hidup, seringnya menderita diare berkontribusi terhadap masalah gizi, sehingga menghalangi anak-anak untuk dapat mencapai potensi maksimal mereka. Kondisi ini selanjutnya menimbulkan implikasi serius terhadap kualitas sumber daya manusia dan kemampuan produktif suatu bangsa di masa yang akan datang. Di Indonesia, diare masih merupakan penyebab utama kematian anak berusia di bawah lima tahun. Laporan Riskesdas 2007 menunjukkan diare sebagai penyebab 31 persen kematian anak usia antara 1 bulan hingga satu tahun, dan 25 persen kematian anak usia antara satu sampai empat tahun. Angka diare pada anak-anak dari rumah tangga yang menggunakan sumur terbuka untuk air minum tercatat 34 persen lebih tinggi dibandingkan dengan anak-anak dari rumah tangga yang menggunakan air ledeng, Selain itu, angka diare lebih tinggi sebesar 66 persen pada anak-anak dari keluarga yang melakukan buang air besar di sungai atau selokan dibandingkan mereka pada rumah tangga dengan fasilitas toilet pribadi dan septik tank. Peran penting kebersihan sering diabaikan. Kematian dan penyakit yang disebabkan oleh diare pada umumnya dapat dicegah. Bahkan tanpa perbaikan pada sistem pengairandan sanitasi, mencuci tangan secara tepat dengan menggunakan sabun dapat mengurangi resiko penyakit diare sebesar 42 sampai 47 persen.

unite for children

Situasi masyarakat miskin perkotaan perlu mendapatkan perhatian segera. Di daerah-daerah kumuh perkotaan, sanitasi yang tidak memadai, praktek kebersihan yang buruk, kepadatan penduduk yang berlebihan, serta air yang terkontaminasi secara sekaligus dapat menciptakan kondisi yang tidak sehat. Penyakitpenyakit terkait dengan ini meliputi disentri, kolera dan penyakit diare lainnya, tipus, hepatitis, leptospirosis, malaria, demam berdarah, kudis, penyakit pernapasan kronis dan infeksi parasit usus. Selain itu, keluarga miskin yang kurang berpendidikan cenderung melakukan praktekpraktek kebersihan yang buruk, yang berkontribusi terhadap penyebaran penyakit dan peningkatan resiko kematian anak. Studi tentang “mega-kota” Jakarta (yang disebut Jabotabek),i Bandung dan Surabaya pada tahun 2000 menunjukkan bahwa penduduk miskin yang tinggal di daerah pinggiran kota Jakarta kurang berpendidikan dibandingkan warga Jakarta sendiri, dan memiliki tingkat tamat sekolah menengah hanya seperempat dari mereka yang tinggal di pusat kota. Studi yang sama menghitung angka kematian anak sampai lima kali lebih tinggi di kecamatan-kecamatan miskin di pinggiran kota Jabotabek daripada di pusat kota Jakarta.

Pola dan kecenderungan

P

ada dekade-dekade sebelumnya, Indonesia telah menunjukkan kemajuan signifikan dalam meningkatkan akses terhadap persediaan air bersih dan pelayanan sanitasi. Air bersih dan sanitasi merupakan sasaran Tujuan Pembangunan Milenium (MDG) yang ketujuh dan pada tahun 2015 diharapkan sampai dengan setengah jumlah penduduk yang tanpa

ya

atu

ain a

an

an

an at

h

s.

ek

a

a

gor ang

Pola dan kecenderungan Pada dekade-dekade sebelumnya, Indonesia telah menunjukkan kemajuan signifikan dalam ringkasan Kajian meningkatkan akses ke pelayanan persediaan air bersih dan sanitasi. Sasaran air bersih dan sanitasi

OKTOBER 2012

WHO-UNICEF (JMP) untuk air bersih2 akan digunakan, Indonesia harus mencapai tambahan dari 63 persen 2010 menjadi 36,3 mengalami juta orangpenurunan pada tahun 2015. Saatpada ini, bahkan di 28 persen pada tahun 2007, menurut Riskesdas. provinsi-provinsi yang berkinerja lebih baik (JawaYang Tengah dan DI Yogyakarta), sekitar satu dari tiga mengherankan, dua kelompok kuintil tertinggi juga rumah tangga tidak memiliki akses ke persediaan air 2 mengalami penurunan aksesterhadap air bersih WHO-UNICEF (JMP) untuk air bersih akan masingbersih (Gambar 1). masing sebesar 8 dan harus 32 persen dibandingkan dengan digunakan, Indonesia mencapai tambahan 36,3 juta2007. orang padayang tahun 2015.dari Saat ini, bahkan di tahun Mereka berasal kelompok mampu kelompok 5 provinsi-provinsi yang berkinerja lebih baik (Jawa Quintile 5 membeli air minum kemasan atau botol: sepertiga (kekayaan (highest wealth) Tengah dan DI Yogyakarta), sekitar satu dari tiga Tertinggi rumah tangga perkotaan di Indonesia melakukannya rumah tangga tidak memiliki akses ke persediaan air Quintile pada tahun kelompok 44 2010. bersih (Gambar 1). D

Dki jakarta Dki jakarta Bangka Belitung Bangka Belitung Papua Papua Central kalimantan kalteng riau islands kepri West kalimantan kalbar Banten Banten southsumsel sumatra East nusa Tenggara nTT aceh aceh jambi jambi East kalimantan kaltim north sulawesi sulut West Papua Papua Barat riau riau south kalimantan kalsel Maluku Maluku south sulawesi sulsel West sumatra sumbar Bali Bali West sulawesi sulbar north sumatra sumut West java jawa Barat Central sulawesi sulteng Bengkulu Bengkulu Lampung Lampung southeast sulawesi sultra East java jawa Timur West nusa Tenggara nTB north Maluku gorontalo gorontalo Di Di Yogyakarat Yogyakarta jawa Tengah Central java

1. Gambargambar 1. Prosentase Figure 1. Prosentase rumahrumah tangga Percentage dengan akesofke tangga dengan households sumber air with to akes ke access sumber bersih yang improved lebih baik,water air bersih yang sources, menurut by province. lebih baik, provinsi. Source: Riskesdas 2010. Sumber: menurutJMP provinsi. criteria, Riskesdas 2010. Sumber: Riskesdas 2010. bottled water not Kriteria JMP, Kriteria JMP, included. tidak termasuk tidak termasuk air botol kemasan air botol kemasan

0%

20%

40%

60%

80%

100%

Quintile 33 kelompok kelompok 5 Quintile 5 (kekayaan (highest wealth) Quintile Tertinggi kelompok 22

2010 2007

Quintile 4 kelompok kelompok Quintile 1 1 4 (kekayaan (lowest wealth) Terrendah

D

Gambar 2. gambar 2. Prosentase rumah Prosentase tangga2.yang dengan of2010 Figure Percentage rumah tangga akses ke airwith bersih, households menurut desa/kota Quintile 2 2 access to safe water, yang dengan kelompok Desa danrural/urban kelompok and 2007 rural by kekayaan. 2007 &air & akses ke wealth quintile, 2007 kelompok 1 2010.Sumber: Quintile 1 2010. Source: Riskesdas (kekayaan bersih, menurut (lowest wealth) Riskesdas 2007 dan 2007 and 2010 indonesia indonesia Terrendah gambar 2. 2010. desa/kota Prosentase rumah Urban dan 0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% kelompok 100% tangga dengan of kota Figure 2.yang Percentage akses ke airwith bersih, households kekayaan 2007 menurut access todesa/kota safe water, Desa dan kelompok rural &by 2010. rural/urban and kekayaan. 2007 2007 &2007& Sumber: Riskesdas wealth quintile, 2010.Sumber: 2010. Source: Riskesdas dan 2010. Riskesdas 2007 dan 2007 and 2010 indonesia indonesia 2010. Quintile 33 kelompok Urban kota

Perbandingan dengan tahun

2007menunjukkanaksesair bersihpada tahun Tujuan Pembangunan Milenium (MDG) yang ketujuh adalah sampai aksesmengurangi ke air bersih yang layaksetengah minum danjumlah sanitasi dasar 2010telah mengalami penurunan kira-kira umumnya 0% 10% Pembalikaninipada 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100% penduduk yang tidak ke air bersih sebesartujuhpersen. dapat berkurang. Bagimemiliki Indonesia,akses ini berarti Indonesia disebabkan olehpenurunandi daerah yang layak minum danpeningkatan sanitasi dasar. Bagi perlu mencapai angka akses air bersih perkotaan(sebesar 23Indonesia persensejaktahun Indonesia, ini berarti pencapaian tingkat akses Perbandingan dengan tahun Sejak tahun 1993, telah menunjukkan hingga 68,9 persen dan 62,4 persen, untuk sanitasi. 2007,Gambar2). Akseske air bersihdi Jakartatelah bersihpada tahun sebesar 68,9 dan 62,4 persen, masing-masing untuk 2007menunjukkanaksesair peningkatan dua kali lipat prosentase rumah tangga mengalami penurunan dari63persenpada 2010 2010telah mengalami penurunan kira-kira air bersih dan sanitasi. dengan akses ke fasilitas sanitasi yang lebih baik, Saat ini, Indonesia tidak berada pada arah yang

menjadi28 persenpada tahun 2007, menurut umumnya sebesartujuhpersen. Pembalikaninipada

tetapi masih berada pada arah yang belum tepat untuk tepat untuk mencapai target MDG untuk masalah Riskesdas. Yang mengherankan, duakelompok disebabkan olehpenurunandi daerah Saat ini, Indonesia tidak berada pada arah yang mencapai target sanitasi MDG 2015. Untuk mencapai air bersih MDG pada tahun 2015. Perhitungan dengan kekayaantertinggijuga telah mengalami perkotaan(sebesar 23 persensejaktahun tepat untuk mencapai target air bersih MDG target sanitasi nasional MDG, diperlukan pencapaian penurunanakses ke air bersih masing-masing menggunakan kriteria MDG nasional Indonesia untukpada 2007,Gambar2). Akseske air bersihdi Jakartatelah tahun 2015. Perhitungan dengan menggunakan sebesar 8 dan32persen dibandingkan dengan tahun tambahan penurunan 26 juta orangdari63persenpada dengan sanitasi yang lebih baik air bersih dan data dari sensus tahun 2010 menunjukkan mengalami 2010 kriteria MDG nasional Indonesia untuk air bersih dan Mereka yangmampu membelinyamembeli pada tahun 2015. Perencanaan pada jangka panjang bahwa Indonesia harus mencapai tambahan 56,8 juta 2007. menjadi28 persenpada tahun 2007, menurut data dari sensus 2010 menunjukkan bahwa airminumkemasanatau botol: sepertigarumah memerlukan pencapaian angka-angka yang lebih Riskesdas. Yang mengherankan, duakelompok orang dengan persediaan air bersih pada tahun 2015. Indonesia harus mencapai tambahan 56,8 juta orang tanggaperkotaandi Indonesiamelakukannyapada kekayaantertinggijuga telahmenunjukkan mengalami bahwa secara besar: Data Riskesdas 2010 Di sisi lain, jika kriteria Program Pemantauan Bersama 2010. dengan persediaan air bersih padaii tahun 2015. Di tahun penurunanakses ke air116 bersih masing-masing keseluruhan, kira-kira juta orang masih kekurangan WHO-UNICEF (JMP) untuk air bersih akan digunakan, sisi lain, jika kriteria Program Pemantauan Bersama sebesar 8 dan32persen dibandingkan dengan tahun sanitasi yang memadai. Indonesia harus mencapai tambahan 36,3 juta orang padaSejak tahun 1993, Indonesiamembelinyamembeli telah menunjukkan 2007. Mereka yangmampu tahun 2015. Saat ini, bahkan di provinsi-provinsi yang peningkatan dua kali lipat prosentase rumah airminumkemasanatau botol: sepertigarumah Buang air besar di tempat terbukasanitasi merupakan masalah berkinerja lebih baik (Jawa Tengah dan DI Yogyakarta), tangga dengan akses ke fasilitas yang tanggaperkotaandi Indonesiamelakukannyapada baik, tetapi berada arah yang kesehatan dan masih sosial yang perlupada mendapatkan perhatian sekitar satu dari tiga rumah tangga tidak memiliki akses lebih tahun 2010. tidaksegera. tepatSekitar untuk 17 mencapai target sanitasi MDG persen rumah tangga pada tahun ke persediaan air bersih (Gambar 1). 1 Untuk mencapai target sanitasi nasional 2015. 2010 tahun atau sekitar 41Indonesia juta orang masih air besar di Sejak 1993, telahbuang menunjukkan MDG,diperlukan pencapaian 26 juta orang peningkatan dua lipattambahan prosentase rumah tempat terbuka. Inikali meliputi lebih dari sepertiga penduduk Perbandingan dengan tahun 2007 menunjukkan dengan sanitasi yang lebih baik pada tahun 2015. tangga dengan akses ke fasilitas sanitasi yang di Gorontalo, Sulawesi Barat, Sulawesi Tengah, Nusa akses air bersih pada tahun 2010 telah mengalami Perencanaan jangka panjang memerlukan lebih baik,Barat tetapi berada pada arahtersebut yang Tenggara danmasih Kalimantan Barat. Praktek penurunan kira-kira sebesar tujuh persen. Kondisi pencapaian angka-angka yang lebih besar: DataMDG tidak tepat untuk mencapai target sanitasi bahkan2010 ditemukan di provinsi-provinsi dengan cakupan terbalik ini pada umumnya disebabkan oleh penurunan Riskesdas menunjukkan secara 2015. Untuk mencapai targetbahwa sanitasi nasional sanitasi yang relatif tinggi, dan pada penduduk perkotaan di daerah perkotaan (sebesar 23 persen sejak tahun keseluruhan, kira-kira 116 juta orang masih26 juta MDG,diperlukan pencapaian tambahan orang dan di seluruh kuintil (Gambar 3 dan 4). 2007, Gambar 2). Akses ke air bersih di Jakarta telah kekurangan sanitasi yang memadai.

2

dengan sanitasi yang lebih baik pada tahun 2015. Perencanaan jangka panjang memerlukan Buang air besar di tempat terbuka merupakan pencapaian angka-angka yang lebih besar: Data masalah kesehatan dan sosial yang Riskesdas 2010 menunjukkan bahwaperlu secara keseluruhan, kira-kira 116 juta orang masih kekurangan sanitasi yang memadai.

2Kriteria JMP tidak menetapkan jarak antara persediaan air dan

mendapa rumah tan orang ma meliputi le Sulawesi Barat dan menda ditemukan rumah t

orang m meliput Sulawe Barat d ditemuk

East nusa Teng goro goro Central kalima ka West sula s P P West nusa Teng West P Papua West sum s southeast sula East nusa su Central sula g k g West kalima Central ka Lam Lam West Maluku north Ma su south sum West nusaM Ma We k south kalima Pap West jj southeast Central EastT jawa West ka inDOn inDOn West jawa Malu nort

south Bangka Bel Bang Beng Ben south ka south sula s Central jawa Te north sum sE ja Ba inD B north sula W ja East kalima k Bangka Di B Di Yogya Yogya B riau islB south Dki ja Cen jaw north

north East ka kelomp (kekay Di Di Yo Yo Tertin ria Dk kelompo

kelo kelompo (ke T

kelompok kelo

kelomp (kekay kelo Terren

kelom

k

kelo (ke TeD

indon

sanitasi ya perkotaan (Gambar in

Cakupan berbeda sanitasm kuat darip perkota 4).(Gamba Propor ke fasilitas

i

rn an di wa ga an air

0

7

D 2010

of

2007

& mah engan ntage of rsih, h kota water,

and 7 2007 & &

kesdas

dan

a n

mnya

ah

n

ahun i

a

mendapatkan perhatian segera. Kira-kira 17 persen rumah tangga pada tahun 2010 atau sekitar 41 juta orang masih buang air besar di tempat terbuka. Ini meliputi lebih dari sepertiga penduduk di Gorontalo, OKTOBER 2012 Tengah, Nusa Tenggara ringkasan Kajian Sulawesi Barat, Sulawesi mendapatkan perhatian segera. Kira-kira 17 persen Barat dan Kalimantan tersebut rumah tangga padaBarat. tahunPraktek 2010 atau sekitarbahkan 41 juta ditemukan di provinsi-provinsi dengan cakupan orang masih buang air besar di tempat terbuka. Ini meliputi lebih dari sepertiga penduduk di Gorontalo, Fasilitas East nusa Tenggara Sulawesi Tenggara Cakupan sanitasi pada kelompok-kelompok yang nTT Barat, Sulawesi Tengah, Nusaimproved sanitasi yang sanitation facilities gorontalo gorontalo Barat dan Kalimantan Barat. Praktek tersebut lebih baikbahkanberbeda menunjukkan perbedaan yang jauh lebih Central kalimantan kalteng West sulawesi ditemukan sulbar di provinsi-provinsi dengan cakupan kuat daripada cakupan untuk air bersih (Gambar 4).

Papua Papua West nusa Tenggara Proporsi rumah tangga perkotaan dengan akses ke Fasilitas nTB Fasilitas West Papua sanitasi East nusa Tenggara improved shared/ nTT Papua Barat sanitasi yang West sumatra bersama/tidak sanitation facilitiesfasilitas sanitasi yang lebih baik hampir dua kali lipat gorontalo unimproved gorontalo sultra southeast sulawesi Central kalimantan sanitation facilities dari proporsi rumah tangga perdesaan. Proporsi rumah lebihlebih baikbaik kalteng sulteng Central sulawesi West sulawesi kalbarsulbar West kalimantan Papua tangga yang memiliki fasilitas sanitasi yang lebih baik Papua Lampung Buang air WestLampung nusa Tenggara Fasilitas nTB pada kuintil tertinggi adalah 2,6 kali proporsi kuintil Maluku UtaraPapua besar di West north Maluku sanitasi shared/ Papua Barat Open defecation tempat sumsel West sumatra south sumatra bersama/tidak terendah. Perbedaan geografis juga terlihat jelas. Tingkat unimproved sultra terbuka Maluku southeast sulawesi Maluku sanitation lebih baikfacilities sulteng Central sulawesi kalsel akses ke sanitasi yang lebih baik di provinsi yang south kalimantan kalbar Westjambi kalimantan Figure 3.3. jambi gambar Lampung berkinerja terbaik (69,8 persen, DKI Jakarta) adalah tiga Buangofair Lampung Percentage aceh aceh Prosentase Maluku Utara besar di north Maluku households East java jawa Timur rumah tangga kali lebih tinggi daripada tingkat akses di provinsi yang Open defecation tempat sumsel south sumatra using inDOnEsia inDOnEsia yang different terbuka Maluku Maluku berkinerja terburuk (22,4 persen, Nusa Tenggara Timur). means of excreta West Barat java menggunakan jawa kalsel south kalimantan disposal, riau cara-cara by lain riaujambi Figure 3. jambi gambar 3. province. Source: pembuangan Bangka Belitung Bangka B. aceh Percentage of Prosentase kotoran Sumber: Riskesdas 2010, Bengkulu aceh Kontaminasi feses terhadap tanah dan air merupakan Bengkulu households EastTimur java jawa rumah tangga Riskesdas using JMP 2010. south sulawesi sulsel using different inDOnEsia inDOnEsia yang Menggunakan criteria for of excreta hal yang umum di daerahh perkotaan, hal ini Central java means jawa Tengah West Barat java menggunakan jawa kriteria JMP north sumatra improved disposal, diakibatkan oleh kepadatan penduduk yang berlebihan, cara-cara lain sumut riau untuk sanitasiby Banten riau sanitation. province. Source: Bangka Belitung Banten Bangka B. yangpembuangan lebih baik north sulawesi kotoran Sumber: Riskesdas 2010, toilet yang kurang sehat dan pembuangan limbah Bengkulu sulut Bengkulu East kalimantan Riskesdas 2010. using JMP south sulawesi kaltim mentah ke tempat terbuka tanpa diolah. Sebagian Balisulsel Menggunakan criteria for Central java Di jawa Tengah Di Yogyakarta Yogyakarta kriteria JMP north sumatra improved besar rumah tangga di perkotaan yang menggunakan keprisumut riau islands untuk sanitasi Banten sanitation. Banten Dkinorth jakarta pompa, sumur atau mata air untuk persediaan air jakarta yang lebih baik sulawesi sulut East kalimantan 0% 20% 40% 60% 80% 100% bersih mereka memiliki sumber-sumber air ini dengan kaltim Bali Di Yogyakarta Di Yogyakarta Gambar 3. Prosentase rumah tangga yang jarak 10 meter dari septik tank atau pembuangan kepri riau islands menggunakan cara-cara lain pembuangan kotoran. kelompok 5 toilet. Di Jakarta, Badan Pengelolaan Lingkungan Dki jakarta jakarta Sumber: Riskesdas 2007 dan 2010. menggunakan kriteria JMP untuk sanitasi (kekayaan 0% 20% 40% 60% 80% 100% Hidup Daerah (BPLHD) Jakarta menunjukkan bahwa yangTertinggi lebih baik gambar 3. Prosentase 41 persen sumur gali yang digunakan oleh rumah rumah tangga yang menggunakan cara-cara kelompok 4 kelompok 5 tangga berjarak kurang dari 10 meter dari septik tank. lain pembuangan (kekayaan kotoran, menurut Septik tank jarang disedot dan kotoran merembes ke Tertinggi kelompok desa-kota dan gambar 3. Prosentase rumah tangga yang kekayaanSumber: tanah dan air tanah sekitarnya. Laporan Bank Dunia kelompok 3 menggunakan Riskesdas 2010. cara-cara kelompok 4 tahun 2007 menyebutkan bahwa hanya 1,3 persen lain pembuangan kotoran, menurut penduduk memiliki sistem pembuangan kotoran. Sistem kelompok desa-kota dan kelompok 2 kekayaanSumber: pipa rentan terhadap kontaminasi akibat kebocoran kelompok 3 Riskesdas 2010.

kelompok 1 (kekayaan kelompok 2 Terrendah kelompok 1 (kekayaan Terrendah kota

kan

ng ng g DG

orang 15.

a

an

an

Desa kota

indonesia Desa

indonesia

Fasilitas sanitasi yang lebih baik Fasilitas sanitasi yang Fasilitas lebih baik sanitasi bersama/tidak lebih baik Fasilitas Buang air besar sanitasi di tempat bersama/tidak terbuka lebih baik Buang air besar di tempat terbuka

sanitasi yang relatif tinggi, dan pada penduduk perkotaan dan di seluruh kelompokkekayaan Gambar 4. Prosentase rumah tangga yang (Gambar 3 dan sanitasi yang4). relatif tinggi, dan pada penduduk menggunakan cara-cara lain pembuangan kotoran, perkotaan dan di desa-kota seluruh kelompokkekayaan menurut kelompok dan kekayaan Cakupan sanitasi Sumber: Riskesdas (Gambar 3 2010. dan pada 4). kelompok-kelompok yang berbeda menunjukkan perbedaan yang jauh lebih kuatCakupan daripadasanitasi cakupan untuk air bersih (Gambar pada kelompok-kelompok yang 4). Proporsi tangga perkotaan dengan akses berbedarumah menunjukkan perbedaan yang jauh lebih ke fasilitas sanitasi yang lebih baik hampir dua kali kuat daripada cakupan untuk air bersih (Gambar lipat4). dari proporsi rumah tangga perdesaan. Proporsi Proporsi rumah tangga perkotaan dengan akses ke fasilitas sanitasi yang lebih baik hampir dua kali2

dan tekanan negatif yang disebabkan oleh pasokan yang tidak teratur. Ini merupakan masalah khusus dimana konsumen menggunakan pompa hisap untuk mendapatkan air bersih dari sistem perariran kota.

Dibandingkan dengan kelompok kaya, kaum miskin perkotaan mengeluarkan biaya yang lebih besar dari pendapatan mereka untuk air yang berkualitas lebih buruk. Misalnya, sistem pipa kota Jakarta hanya mencakup sebagian kecil penduduk, karena perluasan pelayanan tidak dapat mengimbangi perkembangan penduduk di daerah perkotaan. Penduduk lainnya tergantung pada berbagai sumber lain, termasuk sumur dangkal, penjual air keliling dan jaringan privat yang terhubung dengan sumur yang dalam. Banyak dari sumber-sumber alternatif ini memerlukan biaya yang lebih besar per satuan volume daripada pasokan air ledeng dan sering digunakan oleh masyarakat miskin.

3

ringkasan Kajian

Hambatan

D

iperlukan investasi yang lebih banyak di sektor air bersih dan sanitasi. Investasi pemerintah di sektor tersebut kurang dari satu persen dari PDB. Pemerintah sedang melakukan upaya untuk mengatasi masalah ini. Setelah dimulainya PPSP (Program Percepatan Sanitasi Nasional) tahun 2010, alokasi anggaran sanitasi oleh pemerintah daerah meningkat sebesar 4 sampai 7 persen pada tahun 2011. Beberapa kementerian dan lembaga yang terlibat dalam sektor air bersih dan sanitasi memerlukan koordinasi yang lebih kuat. Misalnya, kontraktor yang membangun sistem perairan perdesaan lebih bertanggung jawab kepada lembaga pemerintah, bukan pada pengguna jasa. Tanggung jawab pemeliharaan sistem ini tidak jelas dan struktur manajemen masyarakat masih lemah. Dalam tahun-tahun terakhir, koordinasi tersebut telah meningkat dengan terbentuknya kelompok kerja yang disebut Pokja AMPL di tingkat pusat, provinsi dan kabupaten untuk air bersih dan sanitasi lingkungan. Setelah masa desentralisasi, banyak pemerintah kabupaten terhambat oleh kurangnya keahlian di sektor perairan dan kapasitas kelembagaan. Kabupaten-kabupaten terpencil mengalami kesulitan untuk merekrut tenaga terampil, yang pada umumnya lebih memilih untuk tinggal dan bekerja di daerah perkotaan. Masyarakat perlu meningkatkan kesadaran dan perilaku kebersihan mereka. Situasi kebersihan seringkali buruk di pusat-pusat kesehatan dan tempat-tempat umum lainnya, seperti pasar lokal dan di antara para penjual makanan jalanan. Sebuah survei di enam provinsi, yang dilakukan oleh Universitas Indonesia pada tahun 2005 untuk USAID, menyatakan bahwa kurang dari 15 persen ibu menyatakan mencuci tangan mereka dengan sabun setelah buang air besar, sebelum menyiapkan makanan, sebelum menyuapi anak mereka, sebelum makan, atau sebelum membersihkan pantat anak. Kunjungan lapangan menunjukkan perlunya meningkatkan kebersihan, air bersih dan sanitasi sekolah, tetapi tidak ada data yang memadaai tentang hal ini. Data dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menunjukkan bahwa 77 persen sekolah menengah pertama dilengkapi dengan persediaan air bersih dari

4

OKTOBER 2012

sumur ledeng, yang berarti bahwa lebih dari 10.000 SMP tidak memiliki fasilitas tersebut. Perhitungan proporsi untuk semua 234.711 sekolah dasar dan menengah (2009) di Indonesia menunjukkan skala aksi yang diperlukan. Lebih dari 50.000 sekolah mungkin memerlukan persediaan air bersih. Pemanfaatan air bersih di perkotaan tidak diatur dengan baik dan secara umum cakupannya kecil. Dari 402 perusahaan daerah air minum (PDAM), yang melayani sebagian besar daerah perkotaan, hanya 31 yang memiliki lebih dari 50.000 sambungan pada tahun 2009. Ukuran yang lebih kecil dari optimal menyebabkan biaya operasi yang tinggi. Pada tahun 2010, angka air bersih yang tidak dipertanggungjawabkan adalah antara 38-40 persen dan hanya 30 PDAM mampu menutup biaya operasional dan pemeliharaan secara penuh. PDAM mengalihkan sebagian pendapatan – diperkirakan sebesar 40 persen - kepada pemerintah kabupaten dengan sedikit tanggung jawab, dan memiliki sedikit atau tidak ada dana tersisa untuk operasi dan pemeliharaan. Tidak mengherankan, sistem persediaan air bersih perkotaan pada umumnya tidak terawat dan rusak. Beberapa PDAM telah mengadakan Kemitraan Publik-Publik, tetapi kompleksitas negosiasi antara pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten telah menyebabkan pembatalan dan penundaan. Sistem pembuangan kotoran dan air limbah di perkotaan pada umumnya kurang berkembang dan tidak ditangani dengan baik. Studi Bank Dunia memperkirakan bahwa setiap tahun, rumah tangga tanpa fasilitas sanitasi yang layak di Jakarta dan di seluruh Indonesia membuang masing-masing sebesar 260.731 ton dan 6,4 juta ton kotoran manusia ke pengumpulan-pengumpulan air tanpa diolah. Pengelolaan limbah padat di perkotaan dilakukan sedikit demi sedikit dan tidak diatur dengan baik. Badan yang secara resmi bertanggung jawab terhadap sektor tersebut mengadakan kontrak dengan pengusaha-pengusaha swasta kecil yang mengumpulkan dan membawa sampah dari rumah tangga ke fasilitas penyimpanan sementara untuk selanjutnya diangkut oleh badan tersebut. Rumah tangga membayar pelayanan ini melalui tukang sampah lokal. Penimbunan tanah sedang dikembangkan, tetapi tidak banyak mengalami kemajuan. Fasilitas, peralatan dan transportasi untuk pengelolaan limbah padat tetap terbatas.

OKTOBER 2012

Peluang untuk melakukan tindakan

K

ebijakan Nasional untuk Persediaan Air Bersih dan Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat memberikan kerangka kerja yang memungkinkan. Kebijakan tersebut memanfaatkan dengan baik pengalaman yang diperoleh di bidang air bersih dan sanitasi di Indonesia dan negara-negara lain. Kebijakan ini mengikuti prinsip-prinsip kuat yang responsif terhadap permintaan, menggunakan pendekatan berbasis masyarakat, dan menekankan perlunya keterlibatan perempuan serta memfokuskan pada prinsip-prinsip operasional , pemeliharaan dan pembiayaan yang berkesinambungan. Program Nasional Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) dan lima pilarnya merupakan kerangka kerja yang penting. Kelima pilar tersebut adalah penghapusan buang air besar di tempat terbuka, mencuci tangan dengan sabun, pengolahan air rumah tangga, pengelolaan sampah padat dan pengelolaan limbah cair. Kepemimpinan Kementerian Kesehatan sangat penting dalam meningkatkan STBM. Kabupaten dan provinsi perlu mempercepat upaya-upayanya, sesuai dengan standar dan pedoman nasional. Kelompok masyarakat termiskin perlu memiliki akses ke pembiayaan untuk memulai STBM. STBM memerlukan pendekatan pemasaran sosial yang memobilisasi sejumlah besar penduduk dan meningkatkan permintaan fasilitas sanitasi yang lebih baik. Revitalisasi air bersih dan sanitasi sekolah dengan tema-tema kesehatan dan sosial akan memberikan beberapa peluang. Para siswa dapat menjadi agen perubahan dalam masyarakat dalam hal STBM dan praktek-praktek kesehatan dan kebersihan yang baik, yang sebaiknya juga mencakup penanganan tempat penggunaan air bersih, penyimpanan air bersih yang layak, penurunan diare, dan penanggulangan demam berdarah dan malaria. Advokasi yang berhubungan dengan gizi, pengembangan anak usia dini dan kinerja pendidikan akan lebih kuat daripada pesan-pesan tentang kesehatan preventif saja. Studi di tempat lain menunjukkan tingkat sifat persuasive dari alasan sosial, seperti keinginan untuk merasakan dan mencium sesuatu yang bersih dan mengikuti norma-norma sosial, dan penggunaan sabun sebagai produk konsumen yang diinginkan.

ringkasan Kajian

Sistem data perlu diperkuat. Pemerintah telah menunjukkan perhatiannya dalam mengembangkan program STBM Nasional di Sekolah. Program ini memerlukan sistem pengumpulan dan pemantauan data yang lebih baik daripada yang ada saat ini untuk air bersih dan sanitasi sekolah. Selain itu, sistem untuk pengujian dan pelaporan kualitas air perlu diperkuat dan data tersebut diumumkan kepada masyarakat. Keterlibatan baik pemerintah daerah maupun sektor swasta sangat penting untuk meningkatkan sistem perkotaan dan pinggiran kota. Untuk daerah perkotaan, teknologi inovatif dalam penyediaan sanitasi dan air bersih perlu dikaji. Sistem sanitasi dan pembuangan kotoran di perkotaan memberikan tantangan yang lebih besar, karena teknologi sanitasi standar tidak dapat bekerja karena kepadatan penduduk yang berlebihan, kurangnya ruang, dan dekatnya jarak sumber air. Dalam penyediaan air, desentralisasi teknologi dan pendekatan, seperti pengolahan tempat penggunaan air bersih, akan jauh lebih efektif dibandingkan dengan sistem sentralisasi, karena berbagai sumber yang berbeda dan banyaknya penyedia. Untuk memperkuat tata kelola dan kapasitas PDAM, diperlukan pengkajian ulang terhadap berbagai tugas, proses dan akuntabilitas kelembagaan, khususnya kepala PDAM. Tingkat pusat harus menetapkan standar minimal kinerja untuk PDAM, dengan mekanisme pemantauan, penegakan dan insentif. Lembaga-lembaga tingkat kabupaten memerlukan perencanaan dan sasaran yang tepat untuk membuat sistem perdesaan lebih berkesinambungan. Dalam proses perencanaan mereka, lembaga-lembaga tingkat kabupaten yang berbeda (pekerjaan umum, pemberdayaan desa, dinas kesehatan kabupaten dan dinas perencanaan kabupaten) harus menetapkan sasaran masyarakat yang sama, sehingga mobilisasi masyarakat dan pelatihan berlangsung dalam komunitas yang sama dimana infrastruktur dibangun. Ini akan mengoptimalkan peran serta masyarakat dalam perencanaan, pembangunan dan pengelolaan pelayanan sanitasi dan pasokan air bersih. Kesinambungan dan keberlanjutan persediaan air bersih perlu mendapatkan perhatian yang lebih

5

ringkasan Kajian

OKTOBER 2012

besar. Satu dari sepuluh rumah tangga mengalami kekurangan persediaan air bersih, khususnya pada musim kemarau. Optimalisasi kualitas, kuantitas dan kesinambungan air bersih memerlukan pengelolaan sumber air yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan. Pemerintah telah memulai diskusi kebijakan tentang Rencana Keamanan Air Bersih, yang bertujuan untuk memastikan kualitas, kuantitas, kontinuitas dan keterjangkauan pelayanan air bersih.

Sumber Adair, T. (2004): ‘Child Mortality in Indonesia’s MegaUrban Regions: Measurement, Analysis of Differentials, and Policy Implications.’ 12th Biennial Conference of the Australian Population Association, 15-17 September 2004, Canberra. Bakker, K. and Kooy, M. (2010): ‘Citizens without a City: The Techno-Politics of Urban Water Governance’, Chapter 5 in Beyond Privatization: Governance failure and the world’s urban water crisis, K. Bakker. Ithaca: Cornell University Press. Bappenas (2010): Peta Jalan Percepatan Pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium di Indonesia (Roadmap for Acceleration of MDG Achievement in Indonesia) Jakarta: Bappenas (National Development Planning Agency) Available from: http://www.bappenas.go.id/node/118/2814/ peta-jalan-percepatan-pencapaian-tujuan-pembangunanmilenium-di-indonesia/ Black, R.E., Morris, S.S. and Bryce, J. (2003): ‘Where and why are 10 million children dying every year?’ Lancet 361: 2226-34. BPPSPAM (2010): Performance Evaluation of PDAMs in Indonesia. Jakarta: Ministry of Public Works, Badan Pendukung Pengembangan Sistem Penyedia Air Minum (Support Agency for the Development of Drinking Water Supply Systems) BPS-Statistics Indonesia and Macro International (2008): Indonesia Demographic and Health Survey (IDHS 2007). Calverton, Maryland, USA: Macro International and Jakarta: BPS. Crompton, D.W.T. and Savioli, L. (1993). ‘Intestinal parasitic infections and urbanization’ Bulletin of the World Health Organization, 71 (1): 1-7 Curtis, V. and Cairncross, S. (2003): ‘Effect of washing hands with soap on diarrhoea risk in the community: A systematic review.’ Lancet Infect Dis 2003; 3: 275-281

6

Fewtrell, L., Kaufmann, R.B., Kay, D., Enanoria, W., Haller, L. and Colford Jr, J.M. (2005): ‘Water, sanitation, and hygiene interventions to reduce diarrhoea in less developed countries: A systematic review and metaanalysis’ Lancet Infect Dis 2005; 5: 42–52 Jakarta Environmental Agency (BPLHD) (2012): Neraca Lingkungan Hidup Provinsi DKI Jakarta 2011. Jakarta: Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) Ministry of Health (2008): Laporan Nasional: Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007, Jakarta: Ministry of Health, National Institute of Health Research and Development. Ministry of Health (2011): Laporan Nasional: Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2010, Jakarta: Ministry of Health, National Institute of Health Research and Development. PERPAMSI (2010): Pemetaan Masalah PDAM di Indonesia (Mapping of PDAM Problem in Indonesia). Jakarta: Persatuan Perusahaan Air Minum Seluruh Indonesia (Indonesian Water Supply Association) Unger, A. and Riley, L.W. (2007) Slum health: From understanding to action. PLoS Med 4(10): e295. doi:10.1371/journal.pmed.0040295. University of Indonesia Center for Health Research (2006): Survei rumah tangga pelayanan kesehatan dasar di 30 kabupaten di 6 provinsi di Indonesia 2005. Final report. Jakarta: USAID - Indonesia Health Services Program Victora, C.G., Adair, L., Fall, C., Hallal, P.C., Martorell, R., Richter, L. and Sachdev, H.S. (2008): ‘Maternal and child undernutrition: consequences for adult health and human capital.’ Maternal and Child Undernutrition 2, Lancet 371: 340-357

World Bank (2008): Economic Impacts of Sanitation in Indonesia: A five-country study conducted in Cambodia, Indonesia, Lao PDR, the Philippines, and Vietnam under the Economics of Sanitation Initiative (ESI). Research Report August 2008. Jakarta: World Bank, Water and Sanitation Program.

Daerah perkotaan di sekitar Jakarta: meliputi Bekasi; dan Bogor dan Depok di Provinsi Jawa Barat; Tangerang dan Tangerang Selatan di Provinsi Banten ii Kriteria JMP tidak menetapkan jarak antara persediaan air dan tempat pembuangan kotoran dan oleh karena itu kurang tepat. i

Ini adalah salah satu dari serangkaian Ringkasan Kajian yang dikembangkan oleh UNICEF Indonesia. Untuk informasi lebih lanjut, hubungi [email protected] atau klik www.unicef.or.id