PEJABAT YANG SERING TERIMA HADIAH BISA DORONG KORUPSI

Download 26 Nov 2010 ... memberi hadiah bertolak belakang dengan kultur. Bugis-Makassar.” MAKASSAR –– Widyarta Wahyupas dari Direktorat Gratifikasi ...

0 downloads 309 Views 103KB Size
BERITA PILIHAN

B3

JUMAT, 26 NOVEMBER 2010

Pejabat yang Sering Terima Hadiah Bisa Dorong Korupsi “Larangan menerima dan memberi hadiah bertolak belakang dengan kultur Bugis-Makassar.” MAKASSAR –– Widyarta Wahyupas

dari Direktorat Gratifikasi Komisi Pemberantasan Korupsi mengatakan perbedaan antara gratifikasi dan suap sudah jelas. Masalah ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2009 tentang penerimaan hadiah dalam bentuk apa pun atas nama jabatan. Menurut Widyarta, dalam kebiasaan pejabat memberi dan menerima selalu ada muatan kepentingan. Karena itu, kata dia, diperlukan penguatan komitmen untuk mencegah praktek memberi dan menerima suap. “Inilah perlunya sosialisasi masalah gratifikasi,”ujar Widyarta ketika memasyarakatkan masalah gratifikasi di Makassar kemarin. Widyarta menambahkan, korupsi biasanya diawali munculnya dorongan, peluang, dan diperkuat ke-

pemilikan jabatan.Para pejabat,kata dia,memiliki banyak peluang menerima hadiah atau suap.“Peluang itu biasanya ada yang mendesaknya.Misalnya,anak minta mobil baru,”kata Widyarta, mencontohkan. Menurut dia, aturan gratifikasi sudah sangat jelas. “Apabila ada pejabat menerima hadiah dalam bentuk apa pun, segera laporkan ke KPK sebelum 30 hari. Jika tidak dilaporkan, dapat dijadikan alasan sebagai tindakan menerima suap,”ujar Widyarta. Penjelasan Widyarta disambut dengan berbagai pertanyaan dari pejabat pemerintah kota. Camat Tamalanrea Sabri, misalnya. Dia menanyakan berapa batas maksimal pejabat boleh menerima hadiah. Kepala Dinas Tata Ruang dan Bangunan Kota Makassar Andi Oddang Wawo menimpali. Menurut dia, kebiasaan memberi dan menerima sudah menjadi budaya masyarakat Bugis-Makassar. “Bagaimana ini,”ujarnya. Kepala Dinas Pendidikan Kota Makassar Mahmud B.M. lantas

mengusulkan, perlu waktu untuk menerapkan Undang-Undang Gratifikasi. “Larangan menerima dan memberi hadiah bertolak belakang dengan kultur Bugis-Makassar,”ujar Mahmud. Wali Kota Makassar Ilham Arief Sirajuddin mengatakan sudah mengimbau masyarakat agar tidak mengirim hadiah kepada pemerintah, tapi mereka tetap saja memberi. Dia mengakui hadiah itu kerap dialamatkan ke satuan kerja perangkat daerah.“Sejak tiga tahun lalu, telah diumumkan aparat pemerintah tidak boleh menerima hadiah, termasuk parsel Lebaran,”katanya. Menurut Ilham, banyaknya regulasi yang mengikat kadang menyulitkan pejabat dalam menerjemahkan aturan. Kebiasaan memberi dan menerima, kata dia, merupakan budaya untuk memperlihatkan penghargaan kepada orang lain.“Pemberian hadiah ini menjadi bentuk apresiasi tingkat kepuasan masyarakat terhadap pelayanan,”katanya. ● ARISTOFANI FAHMI AYU AMBONG (TEMPO)

Kesaksian Auditor Auditor Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, Muhammad Subuh, memberi kesaksian dalam sidang kasus korupsi APBD Tana Toraja di Pengadilan Negeri Makassar kemarin. Kasus ini menyeret mantan Bupati Toraja Johanis Amping Situru sebagai terdakwa

Amplop Pernikahan Rp 1 Juta Saja omisi Pemberantasan Korupsi membatasi nilai uang dalam amplop untuk sumbangan pernikahan keluarga pejabat atau pegawai negeri tidak boleh lebih dari Rp 1 juta per orang. “Nominalnya Rp 1 juta saja,” ujar staf Direktorat Gratifikasi Komisi Pemberantasan Korupsi, Meyla Indira, kepada Tempo kemarin. Meyla menjelaskan, nilai hadiah perkawinan keluarga pejabat sebesar Rp 1 juta merupakan batas toleransi kewajaran. “Jika berhubungan dengan kewenangan jabatan, hadiah atau gratifikasi, wajib dilaporkan ke KPK,” kata dia. Menurut Meyla, batasan itu memang tidak ada dalam aturan. Namun konvensi KPK mensyaratkan batasan tersebut. Ia mengatakan, untuk anggaran penyelenggaraan pesta pernikahan keluarga pejabat, KPK memiliki mekanisme untuk melakukan pemeriksaan. Berdasarkan data laporan yang masuk ke KPK berkaitan dengan gratifikasi, kata dia, untuk daerah Sulawesi Selatan kebanyakan isi amplop pesta pernikahan anak pejabat terlalu besar. “Laporannya sekitar puluhan,” ujarnya. Asisten I Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan Andi Hery Iskandar menjelaskan, Gubernur Syahrul Yasin Limpo sudah menyurati semua satuan perangkat kerja daerah untuk mengadukan praktek korupsi pegawai. “Kita harus berani melaporkan,” ujar mantan Wali Kota Makassar ini. ● ABD AZIS

K

Kejaksaan Pastikan Proyek Pabaeng-baeng Dikorupsi MAKASSAR –– Kejaksaan Negeri Makassar menyimpulkan bahwa indikasi korupsi pembangunan kios Pasar Pabaeng-baeng cukup kuat. Kesimpulan itu diungkapkan setelah Kejaksaan menerima hasil penghitungan volume proyek kios dari tim ahli Universitas Hasanuddin Makassar.“Tim ahli menemukan celah pelanggaran pembangunan yang berpotensi merugikan negara,” kata Amir Syarifuddin, Kepala Seksi Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan-Barat, kemarin. Amir tak bersedia membeberkan secara detail penelitian tim ahli itu. Data penelitian akan dibuka ke publik setelah ekspos atau pemaparan kasus yang rencananya digelar pekan depan.“Lagi pula kami masih meminta penyempurnaan hasil penelitian tim ahli,”katanya. Kejaksaan menelusuri dugaan korupsi dalam pembangunan sekitar 700 kios pasar di Jalan Sultan Alauddin. Proyek yang dikerjakan tahun lalu itu menelan biaya Rp 12,5 miliar dari anggaran pusat. Kejaksaan menduga dana itu digelembungkan karena terjadi pengubahan kontrak kerja dalam pelaksanaannya. Perubahan itu membuat sejumlah item proyek hilang dan ada yang baru muncul. Sehingga sejumlah dana diduga tidak disalurkan sesuai dengan peruntukan. Amir tak membantah kabar bahwa tim ahli menemukan ratusan item proyek yang tidak dilaksanakan oleh rekanan. Di antara item proyek yang belum dibangun adalah gerbang yang menyambungkan jembatan kanal. Saluran air itu membentang di tengah pasar. Kejaksaan telah memeriksa pejabat Dinas Perindustrian dan Perdagangan Makassar Takdir Hasan Saleh. Berikutnya Daddy Hermadi, selaku pejabat pelaksana teknis proyek. Dinas inilah yang dipercaya menangani proyek kios pasar yang menggandeng PT Citratama Timurindo selaku kontraktor. PT Citratama juga dianggap bertanggung jawab dalam kasus tersebut. Kejaksaan menuding rekanan ini ikut mengubah kontrak. ● TRI SUHARMAN

DUGAAN KORUPSI ALAT LABORATORIUM

Rubina Heran Dijadikan Tersangka MAROS –– Mantan Kepala Badan Pe-

ngendalian Dampak Lingkungan Daerah Maros Rubina Malik mengaku belum menerima surat keterangan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan alat laboratorium lembaganya. Status tersangka ini ditetapkan oleh Kejaksaan Tinggi Sulawesi SelatanBarat, Selasa lalu. “Saya menyayangkan kenapa saya ditetapkan sebagai tersangka,”katanya saat ditemui Tempo kemarin. Rubina menjelaskan, penyidik Kejaksaan Tinggi memeriksanya dua kali. Sewaktu meneken berita acara

pemeriksaan, statusnya masih sebagai saksi. Kepada penyidik, ia mengatakan memberikan pinjaman uang sebesar Rp 115 juta kepada Syamsul Fahri (almarhum), Kepala Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah Maros, melalui kurirnya bernama Edi Asmar. Uang itu, menurut Rubina, akan dikembalikan sekitar dua minggu kemudian atau pada Januari 2009. Dia berharap penyidik memanggil Edi. Uang yang diterima dalam bentuk cek senilai Rp 115 juta itu merupakan pengembalian utang dari Syamsul. Sedangkan asal-usul cek Edi berasal dari Nasrullah,

Bendahara Badan Pengendalian. “Saya berharap Edi Asmar bisa menjadi saksi,”katanya. Sejak pembayaran utang, Rubina mengaku tidak pernah bertemu lagi dengan Edi. Komunikasi hanya dilakukan melalui telepon. Edi saat dimintai konfirmasi beberapa hari lalu mengaku menerima uang Rp 115 juta dari Nasrullah.“Uang itu untuk pembayaran utang almarhum,”ujarnya. Nasrullah kemarin memenuhi panggilan penyidik Kejaksaan. Dia membenarkan telah mencairkan dana sebesar Rp 115 juta pada 2009 dari kas Badan Pengendalian. Uang

itu hendak digunakan untuk membeli alat laboratorium. Nasrullah mengeluarkan uang karena diperintah oleh Syamsul, bosnya yang meninggal pada Juli lalu. Dana diserahkan kepada Edi untuk diberikan kepada Rubina. “Keterangan saksi memperkuat sangkaan bahwa Rubina yang bertanggung jawab atas proyek alat laboratorium,” kata Amirullah, Asisten Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan-Barat, kemarin. Kejaksaan menduga penggunaan dana Rp 295 juta dari total Rp 400 juta fiktif. Alat laboratorium yang

dibeli rekanan CV Esa Mandiri tak pernah ada. Ahmad Dirfan, Direktur CV Esa, telah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan. Amirullah menjelaskan, keterangan Nasrullah didasari bukti kuat berupa kuitansi peminjaman dana kepada Syamsul.“Kuitansi itu kami sita,” kata Amirullah sembari menambahkan dalam waktu dekat akan memanggil Edi. “Kami jadwalkan pemeriksaannya,” kata dia. Adapun Nasrullah setelah diperiksa menolak menjawab pertanyaan wartawan.“Maaf, saya stres.” ● JUMADI | TRI SUHARMAN