PELATIHAN BERPIKIR OPTIMIS UNTUK MENINGKATKAN ORIENTASI MASA

Download kelompok, yaitu kelompok eksperimen yang diberikan perlakuan berupa pelatihan sebanyak 8 orang dan kelompok kontrol ... yang disampaikan da...

0 downloads 408 Views 211KB Size
PELATIHAN BERPIKIR OPTIMIS UNTUK MENINGKATKAN ORIENTASI MASA DEPAN REMAJA TUNA DAKSA OPTIMISM THINKING TRAINING TO INCREASE FUTURE ORIENTATION OF ADOLESCENCE WITH DISABILITY Dewi Kamaratih Lisnawati Ruhaena Juliani Prasetyaningrum Magister Psikologi Profesi Universitas Muhammadiyah Surakarta Email: [email protected] ABSTRACT The purpose of this research was toempiricallyexamine the effect of optimism thinking training to increase future orientation of adolescence with disability. Respondents of this research was 16 teenagers who follow the pravocational program in YPAC Surakarta. Respondents divided into two groups: the experimental group consist of 8 person within treatment and the control group consist of 8 person without treatment. The method in this research was experimental pretest - posttest control group design with random assignment. The material which presented in the optimism thinking training was optimism, internal dialogue, the ABC model, explanatory style, disputation, and energizer. The results of data analysis showed that the optimism thinking training was significantly increase the future orientation of adolescence with disability. Except reconstructing cognitive skill, the respondents of this research also able to made the future design more detailed and realistic which appropriate with their self-capacity. Keywords : Optimism Thinking, Future Orientation, Disability ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk menguji secara empirik pengaruh pelatihan berpikir optimis dalam meningkatkan orientasi masa depan pada remaja tuna daksa. Subjek penelitian sebanyak 16 orang yang merupakan remaja yang mengikuti program pravokasional di YPAC Surakarta. Subjek dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok eksperimen yang diberikan perlakuan berupa pelatihan sebanyak 8 orang dan kelompok kontrol yang tidak diberi perlakuan sebanyak 8 orang. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah experimental pretest – posttest control group design. Penentuan anggota kelompok baik kelompok kontrol dan kelompok eksperimen dilakukan dengan menggunakan random assignment. Materi yang disampaikan dalam pelatihan berpikir optimis adalah optimisme, dialog internal, model ABC, gaya penjelasan, disputasi dan energisasi. Hasil analisis data menunjukkan bahwa pelatihan berpikir optimis dapat meningkatkan orientasi masa depan remaja tuna daksa secara signifikan. Selain memperoleh keterampilan dalam merekonstruksi koginitif, subjek penelitian juga mampu membuat rancangan masa depan yang lebih detail dan realistis sesuai dengan kapasitas diri subjek. Kata Kunci: Berpikir Optimis, Orientasi Masa Depan, Tuna Daksa

250 | Jurnal Intervensi Psikologi Vol. 8 No. 2 Desember 2016

Pelatihan Berpikir Optimis untuk Meningkatkan Orientasi Masa Depan Remaja Tuna Daksa

Masa remaja merupakan peralihan antara masa kanak-kanak menuju masa

disebut sebagai tuna daksa (Purwanta, 2012).

dewasa yang meliputi berbagai perubah-

Remaja dengan keterbatasan fisik

an besar, di antaranya perubahan fisik,

(tuna daksa) perlu mendapat perhatian

kognitif, dan psikososial (Papalia, Olds, &

serius berkaitan dengan keadaan tumbuh

Feldman, 2009). Selain itu, perubahan

kembang dan kelanjutan masa depan

lain terjadi pada masa remaja adalah

mereka. Remaja tuna daksa tetap harus

perubahan kognitif, di mana remaja

mendapat

belum dapat meninggalkan pola pikir

kesempatan yang sama untuk meng-

masa kanak-kanak sehingga memiliki

optimalkan potensi yang mereka miliki,

karakteristik berpikir yang belum matang.

serta kesempatan menjadi orang dewasa

Pada tahap ini, remaja dituntut untuk

yang

mampu mempersiapkan karir dan masa

umumnya. Undang-undang Nomor 4

depannya yakni merencanakan pekerjaan

Tahun 1997 menegaskan bahwa pe-

yang

nyandang

akan

dilakukan

serta

mampu

ruang

bahagia

cacat

hidup

seperti

yang

orang

merupakan

layak,

pada

bagian

menerima keadaan fisik yang dimiliki

masyarakat Indonesia yang juga memiliki

sebagai bagian dari tugas perkembangan

kedudukan, hak, kewajiban, dan peran

remaja

yang sama.

(Havighurst,

dalam

Hurlock,

2004).

Fenomena di masyarakat mengenai

Berkaitan dengan penerimaan fisik,

cara memperlakukan anak tuna daksa

tidak semua remaja terlahir dengan

yang cenderung memandang sebelah

kondisi sempurna. Remaja yang terlahir

mata membentuk mereka memiliki harga

dengan kekurangan, baik itu berupa

diri negatif sehingga cenderung menarik

cacat

harus

diri, depresi, merasa tidak percaya diri,

mengalami hal yang berbeda serta beban

dan hal-hal negatif lainnya Permasalahan

yang lebih berat daripada remaja normal

tersebut dihadapi oleh remaja tuna daksa

lainnya. Umumnya masyarakat menyebut

yang tinggal di asrama YPAC berdasarkan

anak dengan keterbatasan ini sebagai

informasi yang diperoleh melalui peng-

anak berkebutuhan khusus. Kondisi di

isian angket serta wawancara dengan 18

mana seseorang memiliki keterbatasan

anak yang tinggal di asrama YPAC di

dalam fungsi gerak baik otot dan sendi

mana remaja merasa menjadi beban

maupun

orang lain dan pesimis memandang

tubuh

maupun

gerak

secara

mental

keseluruhan

hidupnya sekarang maupun di masa

Jurnal Intervensi Psikologi Vol. 8 No. 2 Desember 2016

| 251

Dewi Kamaratih, Lisnawati Ruhaena, & Juliani Prasetyaningrum

depan. Seligman (2008) mengemukakan

tersebut didukung oleh pendapat Little

bahwa individu yang berpikiran pesimis

(2007) bahwa orientasi masa depan

mengenai dirinya akan mengalami kesu-

muncul dan menjadi hal yang penting

litan dalam mengatasi tantangan hidup

ketika masa transisi di tahap perkem-

saat ini maupun di masa mendatang.

bangan seperti pada saat remaja awal.

Nurmi (2005) mengemukakan bah-

Remaja yang berada di YPAC berusia

wa Orientasi Masa Depan adalah ke-

mulai 15 – 18 tahun, di mana berdasar-

mampuan individu untuk merencanakan

kan tugas perkembangan mereka dituntut

masa depan yang merupakan salah satu

untuk mampu merancang karirnya di

dasar dari pemikiran manusia. Ia juga

masa depan. Hasil penelitian yang di-

menyatakan bahwa orientasi masa depan

lakukan oleh McCabe dan Barnett (2000)

sangat erat kaitannya dengan harapan-

menunjukkan bahwa orientasi akan masa

harapan, tujuan, standar, serta rencana

depan berperan sebagai faktor penting

dan

untuk

yang melindungi anak-anak yang tinggal

mencapai sebuah tujuan, mimpi-mimpi,

di daerah miskin dari pengaruh buruk

dan

Hasil

lingkungan. McCabe dan Barnett (2000)

penelitian yang dilakukan oleh Nurmi,

menemukan bahwa remaja yang tidak

Poole, dan Kalakoski (1993) menun-

memiliki harapan positif terhadap masa

jukkan hasil bahwa Orientasi Masa De-

depan dan tidak menyadari bahwa setiap

pan remaja dipengaruhi oleh beberapa

tindakan yang ia lakukan sekarang ber-

faktor di antaranya nilai-nilai budaya,

dampak pada masa depannya.

strategi cita-cita

yang

dilakukan

(Nurmi,

2005).

jenis kelamin, kesehatan, dan kondisi

Penelitian yang dilakukan Bandura

fisik. Pembentukan tujuan masa depan

(Santrock, 2002) terkait dengan prestasi

seharusnya sudah dimulai ketika individu

remaja, diketahui bahwa prestasi seorang

mencapai tahap remaja awal di mana

remaja akan meningkat bila mereka

individu mulai membentuk kemampuan

membuat suatu tujuan yang spesifik, baik

untuk merencanakan sesuatu dimasa

tujuan jangka panjang maupun jangka

depan. Perencanaan masa depan di

pendek. Selain itu, remaja juga harus

antaranya menyangkut pendidikan, karir,

membuat perencanaan untuk mencapai

pernikahan, kemandirian, lingkungan di

tujuan yang telah dibuat. Rendahnya

masa

dalam

orientasi terhadap masa depan pada

pemikiran individu ketika mencapai usia

remaja tuna daksa di asrama YPAC

11 - 18 tahun (Seginer, 2009). Hal

Surakarta salah satu penyebabnya adalah

depan

mulai

muncul

252 | Jurnal Intervensi Psikologi Vol. 8 No. 2 Desember 2016

Pelatihan Berpikir Optimis untuk Meningkatkan Orientasi Masa Depan Remaja Tuna Daksa

anak menganggap bahwa dirinya hanya

bahwa explanatory style ini merupakan

merepotkan orang lain dan tidak memi-

inti dari berpikir optimis, sehingga untuk

liki masa depan yang cerah seperti anak-

mengubah hal tersebut perlu dilakukan

anak lainnya sehingga ia cenderung

latihan berpikir optimis. Selain itu, hasil

menjadi pesimis. Anggapan yang dimiliki

penelitian Seligman (1991) menunjukkan

menyebabkan mereka tidak berani untuk

bahwa berpikir positif efektif untuk

membayangkan seperti apa masa depan

mengubah sikap pesimis menjadi optimis

mereka ketika keluar dari asrama YPAC.

dan dapat mengurangi simptom depresi.

Berkaitan dengan hal tersebut, remaja

Menurut Seligman, sikap pesimis di-

tuna daksa harus mengubah cara pan-

sebabkan

dangnya terhadap masa depan sehingga

terhadap dirinya yang berdasar pada cara

lebih optimis untuk menghadapinya. Na-

berpikir

mun dalam menetapkan orientasi masa

mengubah cara berpikir yang negatif

depan pada remaja tuna daksa tidak serta

menjadi positif, maka individu yang

merta berasal dari diri anak tersebut

semula mempunyai sikap pesimis akan

melainkan perlu bantuan atau dukungan

menjadi optimis.

adanya yang

keyakinan

salah,

negatif

dengan

jalan

dari orang lain baik berupa pendam-

Seligman (1995, 2008) mengem-

pingan dari keluarga maupun pelatihan

bangkan cara untuk meningkatkan op-

keterampilan.

timism,

Remaja tuna daksa di asrama YPAC

metode

yaitu

dengan

ABCDE

menggunakan Belief,

(Adversity,

menganggap dirinya kurang berharga,

Consequence, Disputation, Energitation).

kurang dicintai, dan kurang yakin dengan

Model ini adalah hasil pengembangan

kemampuan serta masa depannya. Hal

dari model sebelumnya yang dikem-

tersebut merupakan cara remaja membe-

bangkan oleh Ellis dan Beck (Seligman,

rikan penjelasan pada diri sendiri yang

2008) berupa model ABC. Pelatihan

berkaitan dengan dirinya. Cara atau gaya

berpikir

yang menjadi kebiasaan individu dalam

Seligman (1995) bertujuan untuk (1)

menjelaskan kepada diri sendiri ini

peserta diberi kesempatan

disebut explanatory style (Seligman &

pikirannya juga seputar masalah opti-

Elder, dalam Oettingen, 1995). Expla-

misme,

natory style yang tidak mendukung

mengenali kembali cara-cara berpikir

perkembangan individu perlu diubah.

yang telah digunakan (ABC), (2) menge-

Seligman (Oettingen, 1995) menyatakan

nali explanatory style yang digunakan, (3)

optimis

yang

melakukan

disusun

oleh

mengenal

dialog

Jurnal Intervensi Psikologi Vol. 8 No. 2 Desember 2016

internal,

| 253

Dewi Kamaratih, Lisnawati Ruhaena, & Juliani Prasetyaningrum

belajar cara berpikir yang lain dalam

yang bersekolah di SLB YPAC. Subjek

melihat peristiwa yang sama, (4) serta

penelitian dibagi menjadi dua kelompok,

melakukan argumentasi (D) untuk mela-

yaitu kelompok eksperimen dan kelom-

wan cara berpikir yang tidak mendukung

pok kontrol.

sehingga menimbulkan perasaan dan Metode Pengumpulan Data

perilaku yang baru (E).

Pengukuran METODE PENELITIAN

dilakukan

dengan

menggunakan skala orientasi masa depan yang disusun berdasarkan aspek-aspek

Desain Eksperimen

orientasi masa depan yang di kemukakan

Rancangan eksperimen yang digu-

oleh Nurmi (2005)

yang meliputi tiga

nakan adalah pretest – posttest control

aspek, yaitu: Motivasi (Motivation), Pe-

group design yang terdiri atas kelompok

rencanaan (Planning), dan Evaluasi (Eva-

kontrol dan kelompok eksperimen. Pe-

luation). Skala ini terdiri atas aitem-aitem

nentuan anggota kelompok baik kelom-

favorable dan unfavorable yang memiliki

pok

empat alternative pilihan jawaban. Skala

eksperimen

maupun

kelompok

kontrol dilakukan dengan menggunakan

ini memiliki koefisien alpha 0,948.

random assigment. Random assignment dilakukan dengan tujuan untuk mengu-

Prosedur Intervensi

rangi bias yang disebabkan oleh kesa-

Intervensi yang dilakukan dalam

lahan sistematis yang dilakukan secara

penelitian ini adalah pelatihan berpikir

sengaja oleh peneliti di dalam menen-

optimis yang disusun oleh Seligman

tukan subjek-subjek yang akan diteliti,

(1991) dan telah diadaptasi ke dalam

sehingga dengan dilakukan randomisasi

bahasa Indonesia oleh Marwati (2013).

maka faktor subjektivitas peneliti dapat

Tahapan

dihindari (Latipun, 2002).

berikut: (1) Pemberian Informed Consent,

intervensi

adalah

sebagai

untuk memperoleh kesediaan subjek Subjek Penelitian

dalam mengikuti proses penelitian secara

Subjek penelitian berjumlah 16

keseluruhan. (2) Prates menggunakan

orang yang merupakan remaja tuna daksa

skala orientasi masa depan yang disusun

dengan rentang usia 15 – 18 tahun,

berdasarkan aspek-aspek yang dikemu-

berjenis kelamin laki-laki atau perem-

kakan oleh Nurmi (2005). (3) Pelatihan,

puan yang tinggal di asrama maupun

perlakuan pada kelompok eksperimen

254 | Jurnal Intervensi Psikologi Vol. 8 No. 2 Desember 2016

Pelatihan Berpikir Optimis untuk Meningkatkan Orientasi Masa Depan Remaja Tuna Daksa

berupa pelatihan dengan 3 kali perte-

peningkatan

muan. Setiap pertemuan memiliki materi

orientasi masa depan pada subjek sig-

yang berbeda mengenai berpikir optimis.

nifikan. Perhitungan selengkapnya dila-

Materi yang diberikan terdiri atas materi

kukan menggunakan program statistik

optimisme, dialog internal, model ABC,

SPSS-16.

kemampuan

menetapkan

gaya penjelasan, disputasi, dan energisasi. Setiap pertemuan berduarasi antara

HASIL PENELITIAN

120 – 160 menit di aula YPAC. Fasilitator dalam pelatihan ini merupakan praktisi yang

memiliki

pengalaman

Data yang diperoleh menunjukkan

dalam

bahwa terjadi perbedaan skor orientasi

menangani masalah remaja. (4) Pascates

masa depan pada subjek penelitian baik

merupakan pemberian skala yang sama

pada kelompok eksperimen

yang dilakukan setelah pelatihan ber-

kelompok kontrol. Perbedaan tersebut

langsung dengan tujuan untuk melihat

terjadi pada hasil pengukuran prates,

perubahan skor orientasi masa depan

pascates, dan tindak lanjut. Kelompok

setelah mengikuti pelatihan. (5) Tindak

eksperimen memiliki rata-rata skor pada

lanjut (follow up), untuk melihat apakah

prates sebesar 100,50 dan skor meng-

pengaruh dari pelatihan masih bertahan

alami kenaikan menjadi 122 pada saat

pada kelompok eksperimen.

pascates, namun mengalami penurunan

maupun

menjadi 112,25 pada saat follow up. Teknik Analisa Data

Sedangkan kelompok kontrol memiliki

Teknik analisis data dalam peneliti-

rata-rata skor pada saat prates sebesar

an ini menggunakan Mann Whitney U-

100,50 dan mengalami kenaikan menjadi

test dan Wilcoxon T-test yang merupakan

103, 75 pada saat pascates, namun pada

pengukuran non parametik. Mann Whit-

saat follow up mengalami penurunan

ney U-test digunakan untuk melihat

menjadi 100,25. Perbedaan skor orien-

pengaruh pelatihan berpikir optimis pada

tasi masa depan antara kelompok kontrol

remaja tuna daksa, sedangkan Wilcoxon

dan kelompok eksperimen dapat dilihat

T-test digunakan untuk melihat apakah

juga pada tabel 1.

Jurnal Intervensi Psikologi Vol. 8 No. 2 Desember 2016

| 255

Dewi Kamaratih, Lisnawati Ruhaena, & Juliani Prasetyaningrum

Tabel 1. Rerata skor Orientasi Masa Depan Kelompok Eksperimen dan Kontrol Kelompok

Eksperimen

Kontrol

Subjek Skor

Prates Kategori

MS

102

Sedang

IV YP MA WD FS SA

105 101 92 102 99 102

Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang

RK

101

Sedang

BR KN RR AJ ND DF AN PA

Mean = 100,50 102 Sedang 101 Sedang 96 Sedang 96 Sedang 106 Sedang 98 Sedang 100 Sedang 105 Sedang Mean = 100,50

Waktu Pengukuran Pascates Skor Kategori Sangat 130 Tinggi 104 Sedang 119 Tinggi 123 Tinggi 112 Tinggi 129 Tinggi 115 Tinggi Sangat 144 tinggi Mean = 122 106 Sedang 102 Sedang 98 Sedang 103 Sedang 111 Tinggi 102 Sedang 103 Sedang 105 Sedang Mean = 103,75

Tindaklanjut Skor Kategori 117

Tinggi

91 116 112 112 120 104

Sedang Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Sedang

126

Tinggi

Mean = 112,25 104 Sedang 100 Sedang 94 Sedang 103 Sedang 106 Sedang 97 Sedang 99 Sedang 99 Sedang Mean = 100,25

Berdasarkan analisis Mann Whit-

dan kelompok kontrol yang signifikan.

ney yang telah dilakukan, diperoleh hasil

Hal tersebut dapat dilihat pada tabel 2

bahwa ada perbedaan skor orientasi

berikut:

masa depan pada kelompok eksperimen Tabel 2. Hasil Uji Mann-Whitney Kelompok Eksperimen dan Kontrol Signifikansi

(2-tailed)

Z Asymp. Sig.

Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)]

256 | Jurnal Intervensi Psikologi Vol. 8 No. 2 Desember 2016

-2.522 .012 .010a

Pelatihan Berpikir Optimis untuk Meningkatkan Orientasi Masa Depan Remaja Tuna Daksa

Tabel 2 menunjukkan bahwa nilai

Wilcoxon diperoleh hasil bahwa ada

Zhitung sebesar -2,522 dan probabilitas (p)

peningkatan orientasi masa depan remaja

0,012 (2-tailed) atau 0,010 (1-tailed).

setelah pelatihan berpikir optimis. Hal ini

Nilai probabilitas (p) 0,012 atau 0,010

dilihat dari diperolehnya nilai Zhitung

lebih kecil dari α = 0,05 maka H0

sebesar -2,380 dengan probabilitas (p)

ditolak dan H1 diterima. Dengan hasil

0,017 (uji dua sisi). Probabilitas (p) lebih

yang demikian, maka dapat disimpulkan

kecil dari α = 0,05, maka H0 ditolak dan

bahwa terdapat perbedaan peningkatan

H1 diterima. Berdasarkan hasil tersebut

orientasi masa depan pada kelompok

dapat

eksperimen yang telah diberikan pe-

peningkatan orientasi masa depan pada

latihan berpikir optimis dibandingkan

kelompok eksperimen pada saat prates

dengan kelompok kontrol yang tidak

(sebelum) dan saat pascates (setelah)

diberi

pada

diberi pelatihan berpikir optimis. Hal ini

tinggi

menunjukkan bahwa pelatihan berpikir

pelatihan,

kelompok

peningkatan

eksperimen

lebih

optimis

daripada kelompok kontrol. Selain

itu, analisis

yang

telah

disimpulkan

efektif

bahwa

dalam

terdapat

meningkatkan

orientasi masa depan remaja tuna daksa.

dilakukan dengan menggunakan analisis Tabel 3. Hasil Uji Wilcoxon T Prates – Pascates Kelompok Eksperimen Prates – Pascates

(2-tailed)

-2.380a

Z Asymp. Sig.

Berdasarkan uji hipotesis penelitian

.017 orientasi masa depan yang signifikan.

yang telah dilakukan terbukti bahwa

Selain

terdapat

perbedaan

membuktikan

terhadap

peningkatan

yang

signifikan

itu,

hasil

uji

bahwa

hipotesis ada

juga

perbedaan

orientasi masa

yang signifikan pada remaja tuna daksa

depan pada remaja tuna daksa yang

sebelum dan setelah diberikan pelatihan.

diberikan pelatihan dengan remaja tuna

Remaja tuna daksa mengalami pening-

daksa yang tidak diberikan pelatihan.

katan orientasi masa depan yang sig-

Remaja

nifikan setelah mendapatkan pelatihan

tuna

daksa

yang

mengikuti

pelatihan mengalami peningkatan skor

berpikir

optimis.

Dari

uji

hipotesis

Jurnal Intervensi Psikologi Vol. 8 No. 2 Desember 2016

| 257

Dewi Kamaratih, Lisnawati Ruhaena, & Juliani Prasetyaningrum

tersebut menunjukkan bahwa Pelatihan

keterampilan menyusun rencana masa

Berpikir Optimis secara signifikan me-

depan. Lingkungan (environment) seba-

ningkatkan orientasi masa depan remaja

gai proses belajar dari lingkungan yang

tuna daksa.

berupa pelatihan berpikir optimis dengan modelling yang berupa ceramah, diskusi PEMBAHASAN

mengenai dialog internal dengan fasilitator, dan roleplay. Individu (person)

Dalam penelitian ini peningkatan

merupakan situasi yang ada dalam diri

orientasi masa depan remaja dilakukan

individu yang terdiri atas kognitif, afeksi,

melalui proses pelatihan. Pada proses ini

dan

remaja

proses

mempelajari

sesuatu

melalui

keadaan

biologis

penyerapan

yang

dan

melalui

pengolahan

proses pembelajaran dari lingkungan

informasi di dalam diri subjek penelitian.

sosial. Peserta mendapatkan informasi

Ketiga elemen itu saling mempengaruhi

mengenai tekik-teknik berpikir optimis

secara timbal balik (Bandura, 1986).

yang

disampaikan

oleh

fasilitator,

Kondisi di mana remaja mengalami

selanjutnya fasilitator memberikan con-

kesulitan dalam menetapkan masa de-

toh dan menayangkan video yang dijadi-

pannya merupakan kondisi yang tidak

kan sebagai modelling bagi peserta.

mendukung yang berasal dari cara ber-

Orientasi masa depan berkembang me-

pikir (explanatory style) mereka sendiri

lalui prosedur, antara lain melalui proses

sehingga perlu dilakukan sebuah rekon-

belajar, modelling, pembentukan struktur

struksi kognitif yang bertujuan untuk

kognitif, reaksi-reaksi emosional, dan

mengubah

conditioning (Hendriyani, 2000).

berasal dari kesalahan berpikir (distorsi

respon

maladaptive

yang

Teori kognitif sosial menjelaskan

kognitif) menjadi lebih positif sehingga

tentang hubungan antara tiga elemen

dapat mendukung kehidupan individu

yaitu faktor individu (person), perilaku

(Hartati, 2012). Berdasarkan teori yang

(behavior), dan lingkungan (environment)

dikemukakan oleh Burns (1988), terdapat

dalam sebuah konsep resiprokal triadik.

beberapa macam distorsi kognitif dan

Konsep ini menjelaskan bahwa perilaku

dua di antaranya di alami oleh para

(behavior) yang dihasilkan dari proses

remaja tuna daksa. Distorsi kognitif

pelatihan berupa pemahaman dan ke-

tersebut adalah adanya over generalisasi

mampuan melakukan rekonstruksi kogni-

yang dilakukan oleh para remaja yang

tif terhadap pikiran-pikiran pesimis, serta

menganggap bahwa keberadaannya di

258 | Jurnal Intervensi Psikologi Vol. 8 No. 2 Desember 2016

Pelatihan Berpikir Optimis untuk Meningkatkan Orientasi Masa Depan Remaja Tuna Daksa

YPAC merupakan suatu hal yang buruk

perilaku sehingga sesuai dengan berbagai

yang disebabkan oleh keyakinan bahwa

situasi

mereka telah membebani orang lain,

Seligman (2008) memaparkan proses

serta adanya filter mental di mana para

pelatihan berpikir optimis yang disusun

remaja tuna daksa merasa bahwa keter-

dengan model ABCDE di mana dalam

batasan

akan

pelatihan ini peserta diberi kesempatan

mempengaruhi seluruh aspek kehidupan

untuk memahami makna optimisme,

mereka termasuk masa depan yang tidak

melakukan dialog internal, mengenali

akan secerah masa depan orang lain.

dan mengevaluasi cara berpikir yang

Bandura (Feist & Feist, 2008) menyatakan

selama ini digunakan (ABC), mengenali

bahwa kognisi manusia ditentukan dan

dan memahami gaya penjelasan (expla-

dibentuk oleh perilaku dan lingkungan.

natory style) yang digunakan, belajar

Oleh sebab itu, cara berpikir tersebut

melakukan penyanggahan terhadap ex-

harus diubah dari yang tidak mendukung

planatory style yang tidak mendukung

menjadi

(D) sehingga menimbulkan perasaan dan

latihan

yang

mereka

mendukung keterampilan

miliki

melalui yang

proses

diakukan

(Johnson

&

Johnson,

2001).

perilaku yang menguatkan (E).

secara sistematis. Proses belajar dalam

Pelatihan berpikir optimis yang

pelatihan dapat berupa modelling mau-

dilakukan selama tiga hari memberikan

pun tindakan langsung (Feist & Feist,

kesempatan

2008).

mengenali

kepada serta

peserta

memahami

untuk tahapan

Berpikir optimis merupakan kete-

proses berpikir. Selain itu peserta juga

rampilan kognitif yang dapat dipelajari

dilatih agar mampu melakukan sebuah

melalui metode pelatihan yang diguna-

rekonstruksi

kan untuk menambah keterampilan dan

untuk mengubah keyakinan yang dapat

keahlian berdasarkan prinsip observa-

menyebabkan rendahnya orientasi masa

tional learning. Hal di atas didasarkan

depan. Peserta diberi kesempatan ber-

atas asumsi bahwa perilaku seseorang

latih dan berdiskusi pada setiap tahapan

terbentuk berdasarkan hasil pengamatan

pelatihan berpikir optimis. Kemudian

yang dilakukan kemudian diterapkan

setelah pelatihan peserta juga diberi

sehingga semakin lama perilaku tersebut

kesempatan

menjadi

membuat

suatu

kebiasaan

dan

akan

kognitif

yang

untuk

berlatih

serangkaian

cara

bertujuan

dalam berpikir

berjalan dengan otomatis. Individu juga

optimis dari peristiwa yang dihadapi

akan semakin berusaha memodifikasi

sehari-hari. Hasil evaluasi pelatihan ini

Jurnal Intervensi Psikologi Vol. 8 No. 2 Desember 2016

| 259

Dewi Kamaratih, Lisnawati Ruhaena, & Juliani Prasetyaningrum

PENUTUP

menunjukkan bahwa pelatihan berpikir optimis mendapatkan respon positif, baik dari segi materi, metode penyampaian,

Simpulan

durasi waktu, dan tempat pelatihan.

Berdasarkan hasil penelitian, terda-

Penelitian ini menunjukkan hasil

pat peningkatan orientasi masa depan

bahwa pelatihan berpikir optimis signifi-

yang signifikan pada kelompok yang

kan dalam meningkatkan orientasi masa

diberikan perlakuan berupa Pelatihan

depan pada remaja tuna daksa. Pelatihan

Berpikir Optimis. Selain itu, terdapat

berpikir optimis memberikan keterampil-

perbedaan orientasi masa depan yang

an baru pada para peserta untuk me-

signifikan antara kelompok eksperimen

mahami cita-citanya dan bersama-sama

yang diberikan pelatihan dengan kelom-

merumuskan cita-cita tersebut menjadi

pok kontrol pada skor pascates. Pelatihan

sebuah

berpikir optimis tidak hanya memberikan

rencana

masa

depan

yang

realistis sehingga output dari pelatihan

keterampilan

ini tidak hanya berupa keterampilan

kognitif terhadap explanatory style nega-

melainkan juga peserta memiliki ran-

tif melainkan juga subjek yang mengikuti

cangan masa depan yang lebih sesuai

pelatihan mampu menyusun dan me-

denan kapasitas masing-masing. Pascates

miliki sebuah rancangan masa depan

diberikan sesaat setelah pelatihan selesai

yang sesuai dengan kapasitas diri masing-

dilaksanakan dan hasil dari pascates ini

masing.

melakukan

rekonstruksi

menunjukkan pening-katan skor orientasi masa depan pada subjek. Adanya infor-

Saran

masi dan keterampilan baru yang dimiliki

Berdasarkan hasil penelitian, pem-

subjek menyebabkan peningkatan skor

bahasan, serta kesimpulan yang telah

tersebut, namun dalam follow up terjadi

diuraikan, maka saran-saran yang dapat

penu-runan skor tetapi masih berada

peneliti ajukan adalah adanya harapan

dikategori yang sama yaitu tinggi. Subjek

agar

yang mengalami penurunan skor orien-

praktekan kembali teknik-teknik yang

tasi masa depan antara prates dan pasca-

telah

tes pada saat pelatihan perhatiannya cen-

kembali rencana baik jangka pendek

derung mudah teralihkan serta beberapa

maupun jangka panjang, meningkatkan

kali tertidur sehingga tidak memberikan

potensi diri, dan mencari informasi

perhatian penuh pada proses pelatihan.

sebanyak-banyaknya mengenai bidang

subjek

260 | Jurnal Intervensi Psikologi Vol. 8 No. 2 Desember 2016

penelitian

diberikan

serta

dapat

mem-

memantapkan

Pelatihan Berpikir Optimis untuk Meningkatkan Orientasi Masa Depan Remaja Tuna Daksa

optimism

&

pessimism:

pekerjaan yang menjadi cita-cita sehing-

(ed),

ga

Implications for theory, research,

rencana

yang

disusun

semakin

and practice. Washington: Ameri-

realistis. Para peneliti selanjutnya diharapkan mencari subjek penelitian dengan karakteristik orientasi masa depan rendah. Dalam penelitian ini tidak melibatkan subjek dengan orientasi masa depan rendah karena tidak ditemukan remaja

tuna

daksa

yang

memiliki

orientasi masa depan rendah. Selain itu peneliti

selanjutnya

mempertimbangkan

juga

diharapkan

faktor

lain

yang

terdapat pada remaja tuna daksa, tidak hanya menyangkut keterbatasan fisik melainkan

juga

faktor

gangguan

konsentrasi

lain karena

seperti akan

mempengaruhi proses pelatihan.

can Psychological Association. Hartati, S. (2012). Pendekatan kognitif untuk menurunkan kecenderungan perilaku deliquensi pada remaja. Jurnal Humanistik, IX (2), 123-146. Hurlock, E.B. (2004). Developmental psychology. Jakarta: Erlangga. Latipun. (2002). Psikologi eksperimen. Malang: UMM Press. Little, B. R. (2007). Personal project pursuit: Goals, actions, and human flourishing. Mahwah, NJ: Erlbaum. Marwati, E. (2013). Pelatihan berpikir

DAFTAR PUSTAKA

optimis untuk meningkatkan harga

Burns, D. (1988). Terapi kognitif. Pendekatan baru bagi penanganan depresi. Jakarta: Erlangga. Feist, J., & Feist, G. J. (2008). Theories of personality. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

diri pada remaja di Panti Asuhan. Tesis. Universitas Muhammadiyah Surakarta. McCabe, K., & Barnett, D. (2000). The relation between familial factors and the future orientation of urban, African American sixth graders.

Gillham, J. E., Shatte, A. J., Reivich, K. J., & Seligman, M. E. P. (2001). Optimism, pessimism, an explanotary style. Dalam Chang, E. C

Journal

of

Child

and

Family

Studies, 9, 491-508. Nurmi, J. E. (2005). Thinking about and acting upon the future. New Jersey:

Jurnal Intervensi Psikologi Vol. 8 No. 2 Desember 2016

| 261

Dewi Kamaratih, Lisnawati Ruhaena, & Juliani Prasetyaningrum

Lawrence

Erlbaum

Associates

Papalia.,

Old.,

Human

Publisher Nurmi, J. E., Poole, M. E., & Kalakoski, V. (1993). Age Differences in adole-

&

Feldman.

development,

(2009). perkem-

bangan manusia. Jakarta: Salemba Humanika.

scent future-oriented goals, con-

Purwanta, E. (2012). Modifikasi perilaku:

cerns, and related temporal exten-

alternatif penanganan anak ber-

sion in different sociocultural con-

kebutuhan

texts.

Journal

of

Youth

and

Adolescence, 23 (4), ProQuest 471 Oettingen, G. (1995). Explanatory style in the context of culture. In G. M. Buchanan, & M. E. P. Seligman (Eds.), Explanatory style. Hillsdale, NJ: Erlbaum.

Yogyakarta:

Pustaka Pelajar. Santrock, J.W. (2002). Life-span development: Perkembangan masa hidup. Jakarta: Erlangga. Seginer, R. (2009). Future orientation: Developmental

and

ecological

perspectives. New York: Springer

Oner, B. (2000). Self-monitoring and future time orientation in romantic relationships.

khusus.

The

psychology, 420-422.

journal

of

Sugiyono. (2015). Statistik nonparametris untuk penelitian. Bandung: Penerbit Alfabeta.

262 | Jurnal Intervensi Psikologi Vol. 8 No. 2 Desember 2016